Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Risiko Sedang Di Rs. Haji Medan

(1)

PREVALENSI TERJADINYA MANIFESTASI ORAL

PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DENGAN RISIKO SEDANG

DI RS. HAJI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

WULANDARI RIZKI THAWAFANY NIM: 100600162

Pembimbing:

Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2014

Wulandari Rizki Thawafany

Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe

2 Dengan Risiko Sedang Di RS. Haji Medan

x + 49 Halaman

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau keduanya. Diabetes melitus dapat mengakibatkan manifestasi oral yang terkait

dengan kontrol glikemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi

terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko

sedang. Rancangan penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional

dengan melibatkan 77 subjek (32 orang laki-laki dan 45 orang perempuan) yang

merupakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampel jenis

consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan

kuesioner dan pemeriksaan klinis rongga mulut menggunakan kaca mulut, spatula

kayu, dan probe WHO. Analisis data dilakukan secara manual yang dihitung dalam

bentuk presentase dari setiap manifestasi oral yang ditemukan pada subjek penelitian.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah presentase manifestasi oral pada


(3)

88,3% (68 orang). Manifestasi oral yang ditemukan yaitu xerostomia 88,3% (68

orang), periodontitis 49,4% (38 orang), burning mouth syndrome 46,8% (36 orang),

kandidiasis 35,1% (27 orang) dan oral lichen planus 2,6% (2 orang). Dengan

demikian, penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang diharapkan agar

menjaga kadar gula darah dengan baik dan menjaga kebersihan rongga mulut agar

meningkatkan kualitas hidup pasien.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 29 Desember 2014

Pembimbing : Tanda tangan

Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si NIP : 19510611 198303 2 001


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 29 Desember 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si

ANGGOTA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM Nurdiana, drg., Sp.PM


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan” selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua tercinta Alm. Aldys Asbiran, Siti Erna dan Zulfikar Mouris atas doa restu, cinta dan kasih sayang dalam mendidik dan selalu memberi dukungan kepada penulis. Dan juga kepada kakak, abang, dan adikku tersayang Shanty Eka Putri, Budiyanti Dwi Fitri, Yuti Tri Weldyana, Rinny Adha Yanti, Budi As Shiddiq dan Andhyni Umra Verona atas semua motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Ameta Primasari, drg., MDSc selaku Dosen Pembimbing Akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

4. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan, serta


(7)

v

staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Mulut yang telah membimbing dan memberikan arahan selama masa penyusunan skripsi.

6. Direktur Utama RS. Haji Medan, Kepala Bidang Pendidikan dan Penelitian, Kepala Poliklinik Penyakit Dalam beserta staf yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.

7. Bimo Aryo Pradopo beserta keluarga yang selalu mendukung, memberikan motivasi dan doa kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis Intan, Wita, Vika, Nandra, Erda, Alfina, Wani, Tia, Vida, Wanda, Vicky, Afla, Ira, Ayu, Stefani, Ojan dan Tommy yang telah memberikan bantuan, motivasi dan doa kepada penulis.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Penyakit Mulut yaitu Evi, Gohan, Gowri, Luqman, Nurul, Dara, Athien, Atikah, Ivan, Puput, Fandra dan Jannah.

10. Seluruh teman-teman angkatan 2010 yang telah memberikan kenangan berharga dan telah menghabiskan waktu bersama dalam menggapai cita-cita dalam menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan mengharapkan saran serta kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi, khususnya Departemen Ilmu Penyakit Mulut, serta pengembangan ilmu pengetahuan dikalangan masyarakat.

Medan, 29 Desember 2014

Penulis,

( Wulandari Rizki Thawafany )


(8)

vi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI...

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 3

1.4.2 Manfaat Praktis ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus ... 4

2.2 Klasifikasi ... 4

2.3 Diabetes Melitus Tipe 2... ... 5

2.4 Diagnosis... 6

2.5 Manifestasi Oral ... 8

2.5.1 Periodontitis ... 8

2.5.2 Xerostomia ... 10

2.5.3 BurningMouthSyndrome (BMS) ... 11

2.5.4 Kandidiasis ... 12

2.5.5 OralLichenPlanus ... 13

2.2 Kerangka Teori ... 15


(9)

vii BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian... 17

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.3 Populasi dan Sampel ... 18

3.3.1 Populasi ... 18

3.3.2 Sampel... 18

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 19

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 19

3.4.2 Kriteria Eksklusi... 19

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 19

3.5.1 Variabel Penelitian ... 19

3.5.1.1 Variabel bebas ... 19

3.5.1.2 Variabel Terikat ... 19

3.5.1.3 Variabel Tidak Terkendali ... 19

3.5.2 Definisi Operasional ... 19

3.6 Sarana Penelitian ... 21

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.7.1 Data Demografi ... 22

3.7.2 Data Klinik ... 22

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 23

3.8.1 Pengolahan Data ... 23

3.8.2 Analisis Data ... 23

3.9 Etika Penelitian ... 24

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 25

BAB 5 PEMBAHASAN ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35


(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus. ... 7 2. Distribusi dan frekuensi berdasarkan banyaknya jenis manifestasi oral pada

penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS.Haji Medan ... 27 3. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada penderita diabetes melitus tipe 2

dengan risiko sedang di RS.Haji Medan ... 27 4. Distribusi dan frekuensi periodontitis pada penderita diabetes melitus tipe 2

dengan risiko sedang di RS.Haji Medan ... 28 5. Distribusi dan frekuensi burning mouth syndrome (BMS) pada penderita

diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS.Haji Medan ... 28 6. Distribusi dan frekuensi kandidiasis pada penderita diabetes melitus tipe 2

dengan risiko sedang di RS.Haji Medan ... 29 7. Distribusi dan frekuensi oral lichen planus pada penderita diabetes melitus


(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Periodontitis. ... 10 2. Xerostomia ... 11 3. Oral lichen planus ... 13 4. Distribusi dan frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan

risiko sedang berdasarkan jenis kelamin di RS.Haji Medan ... 25 5. Distribusi dan frekuensi manifestasi oral penderita diabetes melitus


(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

2. Lembar persetujuan subjek penelitian (Informed Consent) 3. Lembar pemeriksaan pasien

4. Kuesioner

5. Surat persetujuan komisi etik

6. Surat keterangan izin penelitian dari RS. Haji Medan bidang pendidikan dan penelitian


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik kronik yang jumlahnya terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi, pertambahan umur, urbanisasi, dan peningkatan prevalensi obesitas. Prevalensi diabetes melitus menurut

World Health Organization (WHO) pada kelompok umur diatas 20 tahun diseluruh dunia pada tahun 2000 adalah 171 juta jiwa, dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlahnya menjadi 334 juta jiwa. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Prevalensi pada tahun 2000 adalah 8,4 juta jiwa dan pada tahun 2030 diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa.1,2

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau keduanya. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan

dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes sejak 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi dini.3 Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan etiologi mempuyai empat bentuk klinis yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain dan diabetes melitus gestational.4 Di Indonesia prevalensi diabetes melitus tipe 2 cenderung meningkat setiap tahun.5 Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada masyarakat yang berada pada usia produktif, yaitu sekitar 45 sampai 65 tahun. Terjadinya diabetes melitus tipe 2 dapat dipengaruhi oleh pertambahan usia dan sekresi insulin.6

Komplikasi diabetes melitus berhubungan dengan terjadinya hiperglikemia dan perubahan patologis pada sistem saraf perifer. Manifestasi terhadap gigi dan mulut pada penderita diabetes melitus tergantung pada kebersihan rongga mulut dan tipe diabetes tersebut.7 Penelitian Seifert tahun 1862 yang pertama mengemukakan


(14)

diabetes melitus merupakan penyakit metabolik kronik yang menyebabkan gangguan sistemik dan juga terhadap kesehatan pada rongga mulut.8 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bastos et al, penelitian dilakukan terhadap 146 pasien diabetes melitus tipe 2 menunjukan 129 (88,0%) pasien diabetes mellitus tipe 2 mengalami manifestasi rongga mulut.9

Pasien diabetes melitus dapat dikelompokkan ke dalam kategori kelompok risiko spesifik, yaitu pasien dengan risiko rendah (low risk), pasien dengan risiko menengah (moderate risk) dan pasien dengan risiko tinggi (high risk).10 Beberapa penelitian menunjukan baik pada diabetes melitus tipe 2 yang terkontrol dan tidak terkontrol menunjukan manifestasi oral. Pada penderita diabetes melitus yang

terkontrol manifestasi oral burning mouth syndrome lebih banyak ditemukan

dibandingkan pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol.11

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shrimali et al, penelitian dilakukan terhadap 25 orang penderita DM tipe 2 terkontrol dan 25 orang penderita DM tipe 2 tidak terkontrol menunjukan 32% pasien DM tipe 2 terkontrol menderita burning mouth syndrome dan pada DM tipe 2 tidak terkontrol sebesar 24%. Hasil penelitian

ini menyatakan bahwa burning mouth syndrome sering ditemukan pada pasien

diabetes melitus tipe 2 terkontrol.11

Penelitian Hamadneh et al (2012) dalam penelitiannya melaporkan dari 63 pasien

diabetes melitus yang terkontrol sebanyak 65% mengalami xerostomia, taste

alteration 38%, burning mouth syndrome 32%, pembesaran kelenjar parotid 23%,

candidiasis 21% dan ulser rongga mulut sebanyak 6,5%.12

Sampai saat ini beberapa penelitian menunjukkan terdapat manifestasi oral pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2. Sedikitnya penelitian mengenai prevalensi manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia membuat hal ini perlu untuk diteliti. Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai prevalensi manifestasi oral apa saja yang akan ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS Haji Medan.


(15)

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah prevalensi terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS Haji Medan?

2. Manifestasi oral apa saja yang ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS Haji Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui manifestasi oral apa saja yang ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS Haji Medan.

2. Untuk mengetahui prevalensi terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS Haji Medan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Penyakit Mulut mengenai manifestasi oral pada penderita diabetes melitus dan faktor predisposisinya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi penelitian selanjutnya dalam melihat prevalensi manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada tenaga kesehatan mengenai manifestasi oral yang terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang sehingga dapat merencanakan perawatan dengan baik.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak tenaga kesehatan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya penderita diabetes melitus menjaga kadar gula darah dengan baik untuk menurunkan prevalensi manifestasi oral, guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”. Melitus dari bahasa latin yang berarti “manis atau madu”. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemi yang ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin.13 Diabetes melitus juga merupakan salah satu dari penyakit autoimun. Hiperglikemia yang kronik pada diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama pada mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.14 Diantara penyakit degeneratif, diabetes melitus adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dan merupakan salah satu ancaman utama bagi umat manusia di masa yang akan datang.3

2.2 Klasifikasi

Diabetes melitus dapat diklasifikasi berdasarkan etiologi mempunyai bentuk klinis yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain dan diabetes melitus gestasional.4

1. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.15 Tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes melitus dependent insulin (IDDM) karena individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti.13 Pada diabetes melitus tipe 1 sel-sel pankreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun sehingga penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah.14

Diabetes melitus tipe 1 biasanya dijumpai pada individu berusia kurang dari 30 tahun dengan perbandingan laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan.13


(17)

Penderita diabetes melitus tidak mewarisi diabetes melitus tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik menuju terjadinya diabetes melitus tipe 1.14

2. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan terjadinya kelainan pada sekresi insulin maupun kerja insulin.14 Diabetes melitus tipe 2 sebelumnya dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe nondependent insulin.15

3. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain sering ditemukan di daerah tropis dan negara berkembang.3 Sekitar 1 sampai 2% kasus diabetes melitus berada dalam kelompok ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai kerusakan genetik spesifik dari fungsi sel beta dan kerja insulin, kelainan pankreas yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi serta beberapa sindrom yang menyebabkan diabetes melitus.16

4. Diabetes melitus gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Tingginya insidens dari diabetes melitus gestational ditemukan pada wanita lanjut usia dan wanita yang mengalami obesitas. Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama masa kehamilan. Wanita yang mengalami diabetes gestasional ditangani dengan pengaturan diet, pemberian insulin atau keduanya sesuai dengan kebutuhan.13,16

2.3 Diabetes Melitus Tipe 2

Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia terus meningkat. Adanya peningkatan jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 diduga sebagai akibat adanya perubahan gaya hidup. Masyarakat mulai meninggalkan gaya hidup tradisional yang lebih banyak melibatkan aktifitas fisik. Bukti tidak langsung dari fenomena ini dapat dilihat dari banyak penderita diabetes melitus tipe 2 pada mereka yang bermigrasi ke lingkungan yang lebih moderen.17


(18)

Sekitar 80% pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas.15 Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang dapat menyebabkan diabetes melitus tipe 2.13 Selain itu, pankreas tidak mampu untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal.13 Meskipun kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah sehingga kad ar glukosa plasma meningkat.13 Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, sebelumnya diabetes melitus tipe 2 disebut NIDDM (noninsulin dependent diabetes melitus).13

Individu yang mengidap diabetes melitus tipe 2 tetap menghasilkan insulin. Akan tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien. Selain itu sel-sel tubuh terutama sel otot dan adiposa memperlihatkan resistensi insulin terhadap insulin yang bersirkulasi dalam darah. Akibatnya pembawa glukosa yang ada di sel tidak adekuat.13

Pasien diabetes melitus tipe 2 terkadang tidak memperlihatkan manifestasi klinis seperti poliuria, polodipsia dan polifagia. Oleh karena itu diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.15

2.4 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus didasarkan pada bukti yang diperoleh dari anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.6 Pada anamnesis ditanyakan riwayat keluarga, riwayat penyakit yang sedang diderita dan gejala yang sering dikeluhkan pasien.16 Diagnosis klinis diabetes melitus secara umum akan diketahui bila ada keluhan khas diabetes melitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.3 Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal dan mata kabur.3 Pada penderita diabetes melitus tipe 2 gejala klinis terjadi secara lambat.6 Pemeriksaan


(19)

penunjang pada penderita diabetes melitus adalah dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dan tes glikohemoglobin.18

Tabel 1. Kadar glukosa darah pada panderita diabetes mellitus8

Kadar Glukosa Darah Diabetes Mellitus

Glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl

Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl

Glukosa darah 2 jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl

Pasien yang mengetahui dirinya menderita diabetes melitus harus diketahui jenis diabetes melitus yang dideritanya, perawatan yang pernah dilakukan, dan kontrol yang memadai pada diabetes melitusnya. Pada pasien diabetes melitus dapat dikelompokkan ke dalam kategori kelompok risiko spesifik, yaitu :10

a) Pasien dengan risiko rendah (Low Risk)

Pada penderita dengan risiko rendah, yaitu kontrol metaboliknya baik dengan obat-obatan yang dalam keadaan stabil, asimptomatik, tidak ada komplikasi neurologik, vaskular maupun infeksi, kadar gula darah puasa <200 mg/dl.

b) Pasien dengan risiko menengah (Moderate Risk)

Pasien ini memiliki simptom yang sama namun, berada dalam kondisi metabolik yang seimbang. Tidak terdapat riwayat hipoglikemik atau ketoasidosis, dan komplikasi diabetes yang terlihat. Kadar gula darah puasa 200-250 mg/dl.

c) Pasien dengan risiko tinggi (High Risk)

Pada penderita dengan risiko tinggi, memiliki banyak komplikasi dan kontrol metaboliknya yang sangat buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis dan sering membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa dapat meningkat tajam, melampaui >250 mg/dl.


(20)

2.5 Manifestasi Oral Diabetes Melitus

Manifestasi oral yang ditemukan pada pasien diabetes melitus umumnya berhubungan dengan kontrol gula darah.16 Manifestasi oral tersebut termasuk penyakit periodontal (periodontitis dan gingivitis), disfungsi kelenjar saliva yang ditandai dengan berkurangnya laju aliran saliva (xerostomia) dan rasa mulut terbakar.19

Infeksi oleh bakteri dan jamur di rongga mulut juga telah dilaporkan pada pasien diabetes melitus. Telah dilaporkan juga lesi pada mukosa rongga mulut dalam bentuk stomatitis, geographic tongue, fissured tongue, traumatic ulser, lichen planus, reaksi likenoid dan angular chelitis.Kondisi lainnya seperti lambatnya penyembuhan luka pada mukosa, kelainan neuro sensori dari mukosa, karies gigi, kehilangan gigi juga telah dilaporkan.19 Prevalensi dan kemungkinan terjadinya perkembangan dari lesi pada mukosa rongga mulut ditemukan lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding pasien yang sehat.19

Pemberian obat pada pasien diabetes melitus baik berhubungan atau tidak dengan kondisi sistemik dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar saliva. Diabetes melitus juga merupakan faktor risiko dalam prevalensi dan keparahan terjadinya gingivitis dan periodontitis.16

2.5.1 Periodontitis

Peridontitis adalah kelainan inflamasi kronis yang berpengaruh pada gingival dan jaringan periodontal yang diawali oleh bakteri.19 Sering terlihat adanya poket periodontal ataupun abses periodontal dan adanya resorpsi prosesus alveolaris yang cepat dan banyak sehingga menyebabkan gigi goyang dan akhirnya tanggal.7

Pada jaringan gingival tampak adanya pembesaran gingival, gingivitis marginalis dimana terlihat adanya hipertropi gingival yang berwarna merah tua yaitu perubahan warna pada gingival dari merah muda menjadi merah tua, sakit dan dalam pemeriksaan klinis dijumpai pendarahan dengan poket periodontal > 3mm. Selain itu dapat terlihat adanya poket periodontal atau abses periodontal serta terlepasnya gingival dari permukaan gigi sehingga menyebabkan meningkatnya sensitifitas gigi.7


(21)

Gambar 1. Periodontitis Pada Pasien Diabetes Melitus19

Penyakit periodontal mengalami peningkatan prevalensi dan keparahan pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2.19 Mekanisme terjadinya penyakit periodontal pada diabetes melitus dapat melalui perubahan vaskular dan perubahan mikroflora. Pada perubahan vaskular terjadi penebalan membran basalis dari dinding vaskular sehingga akan mengurangi migrasi leukosit, difusi oksigen dan eliminasi sisa-sisa metabolit yang intensitasnya meningkat sesuai dengan kontrol metabolik. Perubahan mikroflora terjadi karena pada penderita diabetes melitus daerah sulkus gingival merupakan lingkungan yang baik bagi mikroorgansime untuk berkembang biak.14

Pada diabetes melitus dapat timbul sejumlah komplikasi disebabkan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia). Beberapa protein tubuh akan mengalami glikosilasi akibat meningkatnya jumlah IgG pada keadaan hiperglikemia dengan mengalami glikosilasi akan menyebabkan antibodi IgG terhadap antigen menurun, sehingga penderita diabetes melitus lebih mudah terserang infeksi.14 Keadaan hiperglikemia menyebabkan menurunnya aktivitas leukosit polimorfonukleus (LPN) yang berfungsi sebagai antimikrobial dengan cara fagositosis. Apabila terjadi gangguan atau defisiensi LPN maka akan menyebabkan gangguan kemotaksis dan


(22)

defek fagositosis yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen dan menyebabkan rentan terhadap infeksi dan akibatnya kerusakan yang parah pada jaringan periodonsium.12,14,20 Pada penderita diabetes melitus yang mengalami hiperglikemia terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas kolagenese dan penrurunan sintesis kolagen. Kolagen yang terdapat didalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal.21,22

2.5.2 Xerostomia

Pada penderita yang mengalami poliuria mengakibatkan cairan dalam tubuh berkurang. Hal ini dapat menyebabkan penurunan jumlah sekresi saliva atau disebut juga hiposalivasi. Hiposalivasi merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Selain itu pada penderita diabetes melitus dapat terjadi komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, nefropati dan neuropati. Salah satu komplikasi neuropati adalah gangguan saraf simpatis dan parasimpatis, dimana akan berakibat pada penurunan sekresi saliva. Akibat adanya penurunan jumlah saliva menyebabkan mulut terasa kering atau xerostomia.7,24,26


(23)

Xerostomia adalah perasaan subjektif dari rongga mulut yang kering. Hal ini biasanya terlihat dengan adanya pengurangan aliran saliva normal.23 Pada penderita diabetes melitus dengan kontrol glukosa darah yang tidak baik dapat menyebabkan rendahnya stimulasi kelenjar parotid dibandingkan dengan pasien diabetes melitus dengan kontrol glukosa darah yang baik.24 Prevalensi rongga mulut yang kering jauh lebih besar pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 5-12% dan meningkat seiring bertambahnya usia. Xerostomia dapat mempengaruhi kesehatan individu, diet, gaya hidup dan kehidupan sosial.23

Xerostomia pada pasien diabetes melitus merupakan kondisi permanen yang tidak bisa ditanggulangi dengan meminum air.25 Kondisi rongga mulut yang kering atau xerostomia pada penderita diabetes melitus dapat mengiritasi jaringan lunak mulut yang menyebabkan inflamasi dan nyeri. Inflamasi yang terjadi pada pasien diabetes melitus sangat mendukung terjadinya infeksi periodontal dan kerusakan gigi.19

Pengendalian diabetes melitus yang buruk diperkirakan juga berperan dalam penurunan aliran saliva. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dkk, penelitian ini dilakukan terhadap 50 orang penderita diabetes melitus tipe 2 menunjukkan sebanyak 20 orang penderita diabetes melitus tipe 2 mengalami xerostomia.18

2.5.3 Burning Mouth Syndrom (BMS)

Burning Mouth Syndrome ditandai dengan sensasi mulut terbakar dan terasa

sakit pada lidah, bibir, palatum ataupun seluruh rongga mulut. Burning mouth

syndrome biasanya dijumpai pada usia dewasa sampai lanjut usia yaitu sekitar 38 – 78 tahun. Selain itu BMS lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan pria dengan rasio 7:1.27 Pada pasien diabetes melitus, xerostomia dan kandidiasis berkontribusi pada gejala yang terkait dengan burning mouth syndrome.16

Penyebab pasti burning mouth syndrome belum diketahui, tetapi telah dikaitkan dengan xerostomia, menopause, infeksi kandida dan kerusakan saraf di neuropati pada pasien diabetes melitus. Adanya kerusakan saraf akan mendukung


(24)

terjadinya rasa sakit atau terbakar yang disebabkan adanya perubahan patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut.19

Adanya kerusakan saraf akibat komplikasi mikrovaskular pada diabetes melitus akan mendukung terjadinya rasa sakit/terbakar yang disebabkan adanya perubahan patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut. Penelitian yang dilakukan oleh Hamadneh dan Dweiri (2012) melaporkan bahwa dari 62 pasien yang tidak terkontrol sebanyak 48% pasien mengalami sindroma rasa mulut terbakar.12

2.5.4 Kandidiasis

Kandidiasis pada rongga mulut merupakan sebuah infeksi oportunistik yang disebabkan oleh spesies Candida albicans. banyak faktor penyebab yang menjadi pemicu terjadinya infeksi ini antara lain kebiasaan merokok, xerostomia dan penyakit metabolik dan endokrin. Kandidiasis yang sering dialami oleh pasien diabetes melitus risiko sedang adalah kandidiasis pseudomembran akut (Thrush).19

Insiden dari infeksi fungal pada pasien diabetes melitus telah diakui selama beberapa tahun. Infeksi Candida albicans dilaporkan menjadi prevalensi pada pasien dengan diabetes melitus terutama pada mereka yang merokok, menggunakan gigitiruan dan memiliki kontrol gula darah yang buruk dan menggunakan steroid serta antibiotik yang broadspektrum. Pada kondisi ini pengurangan fungsi saliva pada pasien diabetes juga menyebabkan tingginya kontribusi dari fungi. Menurut Maskari dkk (2011), menyatakan bahwa kedua faktor predisposisi lokal dan sistemik dapat menyebabkan peningkatan infeksi candida pada pasien diabetes melitus.19

Dalam rongga mulut yang sehat, saliva mengandung enzim-enzim antimikroba, yaitu lactoferin, perioxidase, lysozyme dan IgA. Saliva memiliki efek

self-cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut. Kandungan antibodi saliva (IgA) dan antimikroba dalam saliva berperan penting dalam mencegah perlekatan dan pertumbuhan dari kolonisasi infeksi kandida. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan pada saliva yang menyebabkan penurunan/berkurangnya fungsi saliva sehingga memudahkan terjadi infeksi kandida.


(25)

Kandidiasis merupakan salah satu infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk.28

1.5.5 Oral Lichen Planus

Oral lichen planus merupakan penyakit mukokutaneus kronis yang bersifat autoimun yang biasanya melibatkan mukosa rongga mulut, yaitu berupa iflamasi kronis yang mengenai epitel berlapis skuamosa. Penyakit ini umumnya terjadi pada individu antara 30-60 tahun dan lebih sering mengenai wanita dibandingkan pria.29

Gambar 2. Oral Lichen Planus29

Penyebab penyakit ini akibat rusaknya sel basal dengan latar belakang kondisi imunologis yang penyebabnya tidak diketahui. Diduga merupakan keadaan yang abnormal dari respon imun sel T. Stres, genetik, makanan, obat-obatan, penyakit sistemik dan oral higiene yang buruk diduga menjadi faktor pemicu terjadinya oral lichen planus.30

Pada penderita diabetes melitus tipe 2, sel-sel tubuh tidak memberikan respon atau kurangnya sensitivitas terhadap insulin yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah dan pemasukan glukosa kedalam sel akan terhambat. Akibatnya sel-sel kekurangan asupan glukosa yang akan menjadi sumber energi pada tubuh manusia dan akan mempengaruhi sistem imun tubuh yang akan


(26)

merusak sel basal yang diduga sebagai benda asing sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan sel.7,30

Tipe retikular merupakan bentuk umum dari oral lichen planus. Biasanya muncul dengan gambaran striae-striae keratotik putih (Wickhams’s striae) dengan batas eritema. Biasanya ditemui pada lidah dan mukosa bukal.Tipe retikular biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.Bentuk erosif merupakan bentuk umum yang kedua dari lichen planus, berupa gambaran dari area eritema dan ulserasi. Apabila terdapat pada gingival maka disebut deskuamatif gingivitis. Tipe ini biasanya menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada pasien. Bentuk atropik dari lichen planus biasanya difus, eritematus yang dikelilingi striae putih. Sedangkan bentuk bula dari lichen planus biasanya muncul pada mukosa bukal dan daerah lateral lidah. Bentuk bula ini biasanya langsung pecah dan meninggalkan gambaran erosif.29

Sebenarnya tidak perlu perawatan pada lichen planus terutama tipe retikular. Perawatan hanya diberikan untuk mengurangi keparahan dari gejala simtomatis, terutama pada lesi atropik dan ulseratif. Menurut beberapa literatur dikatakan bahwa perawatan lichen planus dapat berupa kortikosteroid.29


(27)

2.6 Kerangka Teori

Diabetes Melitus

Diabetes Melitus Tipe

1

Diabetes Melitus Tipe

Lain

Diabetes Melitus Gestational Diabetes

Melitus Tipe 2

Manifestasi Oral

• Periodontitis

• Xerostomia

Burning Mouth Syndrome

• Kandidiasis

Oral Lichen Planus

Resistensi Insulin dan Gangguan Sekresi Insulin

KGD Risiko Sedang KGD Risiko

Rendah

KGD Risiko Tinggi


(28)

2.7 Kerangka Konsep

• Xerostomia

• Periodontitis

Burning Mouth Syndrome

• Kandidiasis

Oral Lichen Planus

Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang / Moderate Risk


(29)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Survei deskriptif dengan pendekatan cross sectional adalah jenis penelitian dimana data yang menyangkut variabel bebas yaitu penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang dan variabel terikat yaitu manifestasi rongga mulut (periodontitis, xerostomia, burning mouth syndrome, kandidiasis dan oral lichen planus) akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.37

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RS. Haji Medan yang berlokasi di Jl. Willem Iskandar (Pancing), Medan. Berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI No. YM.00.03.2.2.626 tentang akreditasi Rumah Sakit pada tanggal 09 Mei 2001, menyebutkan Rumah Sakit Haji Medan adalah sebuah rumah sakit swasta yang memiliki fasilitas memadai dan telah menjadi akreditasi tingkat dasar dan masuk dalam kelas B pendidikan. Peneliti memilih lokasi penelitian di RS. Haji Medan karena rumah sakit tersebut memiliki Poliklinik Penyakit Dalam. Dari hasil survei pendahuluan dengan mewawancarai salah satu petugas klinik bahwa sebagian besar pasien yang datang adalah pasien diabetes melitus tipe 2, sehingga kriteria inklusi dapat terpenuhi untuk mencari subjek penelitian. Waktu penelitian adalah dimulai dari bulan Mei - Juli 2014.


(30)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah semua pasien rawat jalan penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang, baik laki-laki maupun perempuan, yang berobat di RS. Haji Medan selama periode penelitian.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi penelitian.33 Sampel penelitian ini adalah pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia untuk dijadikan subjek penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan non-probability sample jenis consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan diikutsertakan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, peneliti menggunakan proporsi prevalensi pada penderita pasien diabetes melitus berdasarkan populasi pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RS. Haji Medan pada bulan Januari 2014, yaitu P = 0,28 dan besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus estimasi proporsi:

Z1-α/2 . P (1-P) N =

d2

1,962.0,28 (1-0,28) N =

0,12 N = 77

Dimana : Z1-α/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan 95% (1,96) P = Proporsi prevalensi penyakit (0,28)

d = Presisi relatif 10% (0,1)


(31)

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada subjek penelitian ini adalah :

1. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang yang menjalani rawat jalan di RS. Haji Medan.

2. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan resiko sedang yang tidak mengkonsumsi obat-obatan lain.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada subjek penelitian ini adalah:

1. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian.

3.5Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian 3.5.1.1 Variabel Bebas

Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang yang menjalani rawat jalan di RS. Haji Medan.

3.5.1.2 Variabel Terikat

Manifestasi oral rongga yang terjadi di rongga mulut pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Penderita Diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang.

Definisi : Pasien dengan kadar gula puasa 200- 250mg/dl tidak

terdapat riwayat hipoglikemik atau ketoasidosis.

Cara ukur : Sesuai dengan diagnosis klinis DM tipe 2 dengan risiko


(32)

Alat ukur : Rekam Medik

Skala ukur : Kategorik

2. Periodontitis

Definisi : Apabila dalam pemeriksaan klinis terlihat perubahan warna pada gingival dari merah muda menjadi merah tua, sakit dan dalam pemeriksaan klinis dijumpai pendarahan dengan saku periodontal > 3mm. Cara ukur : Melihat kedalaman saku periodontal pada gigi 16, 21, 24, 36, 41 dan 44.

Alat ukur : Periodontal probeWHO dan menggunakan Index Ramfjord

Skala ukur : Kategorik

3. Xerostomia

Definisi : Adanya sensasi subjektif pada pasien berupa adanya keluhan mulut kering akibat berkurangnya produksi saliva dalam rongga mulut.

Cara ukur : Sesuai dengan gejala klinis xerostomia

Alat ukur : Kuesioner dengan skor xerostomia lebih besar atau sama

dengan 5

Skala ukur : Kategorik

4. Burning Mouth Syndrome

Definisi : Sensasi mulut tebakar dan terasa sakit pada lidah, bibir, palatum ataupun seluruh rongga mulut.

Cara ukur : Sesuai dengan gejala klinis burning mouth syndrome

Alat ukur : Kuesioner dengan skor burning mouth syndrome lebih besar atau sama dengan 2

Skala ukur : Kategorik

5. Kandidiasis Pseudomembran Akut (Thrush)

Definisi : Ditandai dengan plak mukosa yang putih, difus, bergumpal yang dapat dihapus dan meninggalkan permukaan merah, kasar, atau berdarah. Cara ukur : Pemeriksaan objektif pada mukosa oral

Alat ukur : Kaca mulut dan spatula kayu Skala ukur : Kategorik


(33)

6. Oral Lichen Planus

Definisi : Suatu lesi putih yang terdapat pada rongga mulut dan dilihat gambaran klinis seperti :

a) Tipe retikular muncul dengan gambaran striae-striae keratotik putih (wickham striae) dengan batas eritema.

b) Bentuk erosif berupa gambaran area eritema dan ulserasi yang disertai

wickham striae.

c) Bentuk atropik yang difus, eritematus yang dikelilingi striae putih Cara ukur : Pemeriksaan objektif pada mukosa oral

Alat ukur : Kaca mulut

Skala ukur : Kategorik

3.6 Sarana Penelitian

Alat :

1. Kaca mulut

2. Periodontal probe WHO

3. Spatula kayu

4. Masker

5. Sarung tangan 6. Lampu senter 7. Gelas plastik

Bahan :

1. Kapas

2. Alkohol 70%


(34)

3.7 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan yang dilakukan mulai dari pukul 08.00 WIB s/d 12.00 WIB.

3.7.1 Data Demografi

Data demografi diperoleh dari rekam medik dan wawancara langsung kepada subjek penelitian yang telah sesuai dengan kriteria inklusi. Sebelumnya, subjek diberikan lembar penjelasan penelitian dan bila subjek bersedia berpartisipasi dalam penelitian maka subjek penelitian menandatangani lembar informed consent.

3.7.2 Data Klinik

Data klinik diperoleh dengan melakukan pemeriksaan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan jaringan di rongga mulut terhadap subjek penelitian, prosedurnya antara lain :

1. Subjek penelitian didudukkan dengan keadaan rileks. Posisi peneliti berdiri didepan subjek penelitian.

2. Peneliti mengajukan pertanyaan sesuai dengan kuesioner kepada subjek penelitian.

3. Pemeriksaan klinis dilakukan peneliti dengan bantuan asisten peneliti menggunakan kaca mulut, spatula kayu, probe WHO dan penerangan berupa lampu senter.

4. Manifestasi oral yang terjadi di rongga mulut yang terlihat pada subjek penelitian dicatat di rekam medik, lokasi dan terjadinya perubahan tersebut dicatat dan di rekam medik. Kriteria diagnosa disesuaikan dengan kriteria pada definisi operasional.

5. Selanjutnya alat disterilkan, lalu dilakukan hal yang sama pada subjek yang lain.


(35)

3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual, dan ditabulasikan, lalu dikonversikan ke dalam tabel dan diagram.

3.8.2 Analisis Data

Data univariat disajikan dalam bentuk tabel dan gambar yang meliputi :

1. Distribusi dan frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang berdasarkan jenis kelamin di RS. Haji Medan.

2. Distribusi dan frekuensi manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan.

3. Distribusi dan frekuensi banyaknya jenis manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan.

4. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan.

5. Distribusi dan frekuensi periodontitis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan.

6. Distribusi dan frekuensi burning mouth syndrome (BMS) pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan.

7. Distribusi dan frekuensi kandidiasis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan.

8. Distribusi dan frekuensi oral lichen planus pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan.

3.9 Etika Penelitian

Etika penelitian pada penelitian ini antara lain : 1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti memberi lembar penjelasan dan persetujuan kepada subjek penelitian. Peneliti kemudian menjelaskan tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta manfaat yang akan diperoleh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan


(36)

penelitian. Jika subjek penelitian mengerti dan bersedia, subjek penelitian dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan dan berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. Data yang terkumpul dalam penelitian akan dijamin kerahasiannya oleh peneliti.

2. Ethical Clereance

Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian pada Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.


(37)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Distribusi dan Frekuensi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang Berdasarkan Jenis Kelamin di RS. Haji Medan

Penelitian dilakukan pada 77 subjek penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan. Dari hasil penelitian ini ditemukan laki-laki berjumlah 32 orang (38,6%) dan perempuan berjumlah 45 orang (61,4%) (Gambar 4).

Gambar 4. Distribusi dan Frekuensi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang berdasarkan Jenis Kelamin di RS. Haji Medan.

Laki-laki Perempuan

Frekuensi 32 45

Persentase 38,60% 61,40%

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

F

re

k

u

e

n

s


(38)

4.2 Distribusi dan Frekuensi Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS Haji Medan

Pada 77 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang yang diperiksa, ditemukan sebanyak 68 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang memiliki manifestasi oral (88,3%). Sedangkan pada 9 lainnya tidak memiliki manifestasi oral (11,7%) (Gambar 5).

Gambar 5. Distribusi dan Frekuensi Manifestasi Oral Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan.

4.3 Distribusi dan Frekuensi Banyaknya Jenis Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

Pada 68 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang yang memiliki manifestasi oral, ditemukan 171 manifestasi oral. Setiap subjek yang diperiksa ditemukan dengan 1 jenis manifestasi oral sebanyak 12 orang (17,7%), 2 jenis

Ya Tidak

Frekuensi 68 9

Persentase 88,30% 11,70%

0 10 20 30 40 50 60 70 80

F

rek

u

en


(39)

manifestasi oral sebanyak 20 orang (29,4%), 3 jenis manifestasi oral sebanyak 27 orang (39,7%), 4 jenis manifestasi oral sebanyak 7 orang (10,3%) dan 5 jenis manifestasi oral sebanyak 2 orang (2,9%) (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi dan Frekuensi Berdasarkan Banyaknya Jenis Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan.

Jumlah Manifestasi Oral

Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Jenis 12 17,7%

2 Jenis 20 29,4%

3 Jenis 27 39,7%

4 Jenis 7 10,3%

5 Jenis 2 2,9%

Total 68 100%

4.4 Distribusi dan Frekuensi Xerostomia pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

Pada 77 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang, xerostomia ditemukan sebanyak 68 orang (88,3%) (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi dan Frekuensi Xerostomia pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

Xerostomia Frekuensi (F) Presentase (%)

Xerostomia (+) 68 88,3%

Xerostomia (-) 9 11,7%


(40)

4.5 Distribusi dan Frekuensi Periodontitis pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

Pada penelitian ini, dari subjek penelitian yang diperiksa yang mengalami periodontitis dijumpai sebanyak 38 orang (49,4%) (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi dan Frekuensi Periodontitis pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

Periodontitis Frekuensi (F) Presentase (%)

Periodontitis (+) 38 49,4%

Periodontitis (-) 39 50,6%

Jumlah 77 100%

4.6 Distribusi dan Frekuensi Burning Mouth Syndrome (BMS) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

Pada 77 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang, ditemukan sebanyak 36 orang (46,8%) mengalami burning mouth syndrome (BMS) (Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi dan Frekuensi Burning Mouth Syndrome (BMS) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan.

Burning mouth syndrome (BMS)

Frekuensi (F) Presentase (%)

BMS (+) 36 46,8%

BMS (-) 41 53,2%


(41)

4.7 Distribusi dan Frekuensi Kandidiasis pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

Pada 77 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang, ditemukan sebanyak 27 orang (35,1%) mengalami kandidiasis (Tabel 6)

Tabel 6. Distribusi dan Frekuensi Kandidiasis pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan.

Kandidiasis Frekuensi (F) Presentase (%)

Kandidiasis (+) 27 35,1%

Kandidiasis (-) 50 64,9%

Jumlah 77 100%

4.8 Distribusi dan Frekuensi Oral Lichen Planus pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

Pada 77 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang, ditemukan sebanyak 2 orang (2,6%) mengalami oral lichen planus (Tabel 7).

Tabel 7. Distribusi dan Frekuensi Oral Lichen Planus pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan.

Oral Lichen planus Frekuensi (F) Presentase (%)

OLP (+) 2 2,6%

OLP (-) 75 97,4%


(42)

BAB 5 PEMBAHASAN

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diagnosis klinis diabetes melitus secara umum akan diketahui bila ada keluhan khas diabetes melitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.1,3

Berkaitan dengan data demografi pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RS. Haji Medan, subjek penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang berjumlah 77 orang. Pada penelitian ini distribusi dan frekuensi berdasarkan jenis kelamin, ditemukan 32 orang laki-laki dan 45 orang perempuan. Dari hasil ini ditemukan perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada saat penelitian populasi perempuan yang menderita diabetes melitus tipe 2 yang berobat ke Poliknik Penyakit dalam di RS. Haji Medan lebih banyak jumlahnya. Pada penelitian Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 di Jordan menyatakan bahwa prevalensi perempuan (55%) lebih banyak ditemukan daripada laki-laki (45%).12 Penelitian Ahmed dkk tahun 2012 di Pakistan juga menyatakan bahwa dari 86 pasien diabetes melitus tipe 2, sebanyak 49 orang (57%) perempuan dan 37 orang (43%) laki-laki.30

Secara keseluruhan prevalensi diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang lebih banyak terjadi pada perempuan. Hal ini dikarenakan pada perempuan berusia lanjut yang telah mengalami menopause menyebabkan gula darah menjadi tidak terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen dan progesteron ini akan mempengaruhi respon sel terhadap insulin.31,32

Pada hasil penelitian ini ditemukan prevalensi manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang di RS. Haji Medan sebesar 88%. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Bastos et al pada tahun 2011 di


(43)

Brazil bahwa sebesar 88% terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2.9 Menurut Oktanauli dkk pada tahun 2011 gejala-gejala diabetes melitus tipe 2 mempunyai manifestasi di rongga mulut meliputi xerostomia, periodontitis, burning mouth syndrome (BMS), kandidiasis dan oral lichen planus.14

Hasil penelitian menunjukan bahwa manifestasi oral yang paling banyak ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang adalah xerostomia, yaitu sebanyak 68 orang (88,3%). Hasil penelitian Hamadneh dkk pada tahun 2012 menyatakan bahwa 65% dari penderita diabetes melitus yang terkontrol menderita xerostomia. Pada penelitian tersebut juga menyatakan bahwa xerostomia merupakan manifestasi oral terbesar pada pasien diabetes melitus tipe 2, hal tersebut serupa dengan penelitian ini dimana xerostomia menjadi manifestasi oral terbanyak yang ditemukan.12 Penderita diabetes melitus mengalami poliuria atau meningginya jumlah urin mengakibatkan cairan dalam tubuh berkurang sehingga sekresi saliva juga berkurang.19

Saliva memiliki peranan penting di dalam rongga mulut yang berfungsi untuk mempermudah proses menelan, pengunyahan dan bicara sehingga apabila terjadi penurunan aliran saliva dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada rongga mulut, nyeri, kesulitan berbicara dan sukar mengunyah makanan. Edger dan Mullane dalam penelitiannya pada tahun 1996 menyatakan gejala subjektif xerostomia meliputi keinginan minum meningkat, kesulitan dalam berbicara, kesulitan mengunyah makanan, kering saat menelan, sering menegak air terutama saat makan dan saat tidur.33

Semakin tinggi kadar gula darah pada penderita diabetes melitus, maka semakin tinggi pula kemungkinannya untuk merasakan xerostomia. Hal ini sesuai dengan penelitian Walukow di Polikinik Endokrin RSUP. Prof dr. R. D. Kandou manado tahun 2013 yang menyatakan bahwa dari 92 penderita diabetes melitus yang mengeluhkan xerostomia, didapatkan yang mempunyai kontrol gula darah sedang (100-125mg/dl) dengan 38 penderita (41%) dan kontrol gula darah yang buruk ( > 126mg/dl) dengan 54 penderita (59%).34


(44)

Manifestasi oral selanjutnya yang juga ditemukan pada pasien diabetes melitus tipe 2 risiko sedang adalah periodontitis. Dari hasil penelitian ini ditemukan sebanyak 38 orang (49,4`%) yang menderita periodontitis. Pada penelitian Shrimali L dkk tahun 2011 menyatakan bahwa prevalensi penyakit periodontal sebanyak 32%.11

Mekanisme terjadinya periodontitis pada penderita diabetes disebabkan karena perubahan fungsi sel makrofag, monosit, neutrofil dimana perlekatan, kemotaksis dan fagositosisnya gagal. Sel tersebut merupakan barier utama dari pertahan host. Terhambatnya fungsi sel tersebut menyebabkan bakteri pada poket periodontal semakin merusak jaringan periodontal.19

Pasien diabetes melitus sering mengalami luka yang sukar sembuh. Hal ini disebabkan karena sel fibroblast yang merupakan sel reparatif utama tidak berfungsi dengan baik pada lingkungan dengan kadar glukosa tinggi. Selain itu, kolagen yang dihasilkan oleh fibroblast ini rentan terhadap degradasi oleh enzim matriks metalloproteinase yang produksinya meningkat pada penderita diabetes. Dengan demikian, hiperglikemia berkelanjutan dapat mengakibatkan peningkatan kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan.19

Terjadinya penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat dipengaruhi oleh kebersihan rongga mulut. Penderita diabetes melitus dengan oral higiene yang tidak terawat dengan baik akan memudahkan terjadinya pembentukan plak yang terus menyebar ke jaringan periodontal dan akar gigi dan akan menyebabkan periodontitis.19,35

Manifestasi oral tertinggi lainnya yang ditemukan pada penelitian ini adalah

Burning mouth syndrome yaitu sebanyak 36 orang (46,8%). Hasil penelitian Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 di Jordan yang menyatakan bahwa prevalensi

burning mouth syndrome sebanyak 32% pada penderita diabetes melitus tipe 2

dengan kontrol glikemiknya yang sedang.12 Belum ditemukan penyebab pasti

terjadinya burning mouth syndrome tapi sering ditemukan pada pasien yang

mengalami xerostomia, pasien menopause, pasien yang mengalami kandidiasis, penderita diabetes melitus dan pasien yang mengalami stres.19


(45)

Shrimali et al pada tahun 2011 menyatakan bahwa burning mouth syndrome sering terjadi pada pasien diabetes melitus dengan kontrol gula darah yang baik terbukti pada penelitiannya ditemukan 32% dari 50 orang mengalami burning mouth syndrome.11 Pasien dengan xerostomia sering mengeluhkan kekeringan, gangguan rasa dan lidah yang menyakitkan didalam rongga mulutnya. Kekeringan yang menetap di mulut akan mudah mengiritasi dan terjadi infeksi di jaringan lunak mulut. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva sehingga akan menyebabkan radang dan nyeri. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih saliva berkurang sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar.19,34

Kandidiasis merupakan manifestasi oral lainnya yang ditemukan pada penelitian ini yaitu sebanyak 27 orang (35,1%). Hasil penelitian Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 di Jordan yang menyatakan prevalensi kandidiasis sebanyak 32%.12 Kandidiasis sering ditemukan pada penderita diabetes melitus, dimana kandidiasis ini ditemukan terutama pada pasien yang merokok, menggunakan gigi tiruan dan menggunakan steroid. Pada penderita diabetes melitus keadaan disfungsi

saliva dapat mengakibatkan tingginya pertumbuhan dari kolonisasi candida

albicans.28,29

Selain itu, adanya gangguan metabolisme pada penderita diabetes melitus tipe 2 juga dapat menimbulkan terjadinya malnutrisi sehingga sistem imun menurun. Adanya defisiensi imun pada penderita diabetes melitus mengakibatkan terjadinya penurunan sistem imun pada saliva. Bila terjadi maka antimikroba dalam saliva tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga memicu timbulnya infeksi kandida.28,29

Manifestasi oral yang paling sedikit ditemukan pada penelitian ini adalah oral lichen planus sebanyak 2 orang (2,6%). Hasil penelitian Ahmed et al tahun 2012 mengatakan bahwa sebanyak 3,2% mengalami oral lichen planus ditemukan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol gula darah yang baik dan ini merupakan manifestasi oral yang paling jarang ditemukan sama seperti yang peneliti dapat dari penelitian ini.9 Hubungan antara oral lichen planus dan diabetes melitus tipe 2 secara luas telah diteliti, tetapi masih tetap menimbulkan perdebatan. Ara et al pada


(46)

penelitiannya tahun 2011 telah mengamati bahwa sebanyak 10% dari pasien dengan

oral lichen planus ternyata menderita diabetes melitus.36

Lokasi terjadinya oral lichen planus pada penelitian ini ditemukan pada mukosa bukal. Ahmed et al mengatakan bahwa frekuensi oral lichen planus pada penderita non-insulin dependent diabetes melitus tahun 2012 yang mengatakan bahwa mukosa bukal dan mukosa gingiva adalah satu-satunya lokasi keterlibatan terjadinya

oral lichen planus yang memiliki frekuensi tertinggi.31 Ara et al juga mengatakan bahwa oral lichen planus terjadi di mukosa bukal dengan frekuensi tertinggi yaitu sebanyak 96%. Pada umumnya mukosa bukal dilaporkan menjadi lokasi yang paling umum untuk terjadinya oral lichen planus.36


(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pengunjung di Poliknik Penyakit Dalam RS. Haji Medan dijumpai adanya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus

tipe 2 dengan risiko sedang, yaitu xerostomia, periodontitis, burning mouth

syndrome, kandidiasis dan oral lichen planus. Prevalensi manifestasi oral yang paling banyak dijumpai adalah xerostomia diikuti dengan periodontitis, burning mouth syndrome, kandidiasis, dan yang paling sedikit adalah oral lichen planus. Selain itu, dari penelitian ini disimpulkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 risiko sedang paling banyak diderita oleh perempuan.

Penelitian ini hanya mendiagnosis dan mencatat manifestasi oral yang dijumpai pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk melalukan evaluasi lebih lanjut terhadap hubungan terjadinya manifestasi oral dengan komplikasi yang terjadi serta hubungan antara faktor-faktor penyebab dengan manifestasi oral tersebut. Manifestasi rongga mulut pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang ini dapat terjadi dalam waktu yang lama, maka seorang dokter gigi harus memberikan perhatian lebih pada gambaran klinis di rongga mulut agar dapat mendeteksi lebih awal penyakit diabetes melitus dan merujuk ke dokter spesialis penyakit dalam serta merencanakan perawatan dengan baik secara bersama-sama khususnya merencanakan perawatan penyakit mulut dan penyakit sistemiknya untuk mencegah komplikasi akut atau kronik. Maka disarankan kepada tenaga kesehatan agar senantiasa memberikan edukasi kepada para penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang agar tetap menjaga kadar gula darah dengan baik dan senantiasa menjaga kebersihan rongga mulut. Selain itu tenaga kesehatan diharapkan merujuk pasien ke dokter gigi jika ditemukan adanya perubahan di rongga mulut dan memberikan perawatan yang sebaik-baiknya agar meningkatkan kualitas hidup pasien.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree A, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projecyions for 2030. Diabetes Care 2004; 27(5): 1047-53.

2. Andayani TM. Analisis biaya terapi diabetes melitus di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesia 2006; 17(3): 130-1.

3. Sudoyo AW et al. Ilmu penyakit dalam. 4th ed., Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2006; 1852-60.

4. Pulungan AB, Mansyoer R, Batubara J RL, Tridjaja B AAP. Gambaran klinis dan laboratoris diabetes melitus tipe-1 pada anak saat pertama kali datang ke bagian IKA-RSCM Jakarta. Sari Pediatri 2002; 4(1): 26-30.

5. Rahajeng E. Risiko diet terhadap peningkatan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada kasus toleransi glukosa terganggu. Jakarta. The Indonesian Journal of Health Ecology 2007; 6(1):527-8.

6. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the

medically compromised patient. 7th ed., Mosby, 2008: 212-232.

7. Tarigan MU. Diabetes melitus dan hubungannya dengan perawatan kedokteran

gigi anak. Dental Journal 2003; 8(1): 17.

8. Ziolkowska J. Oral health status and dental service needs of diabetic patients. Ann Acad Med Stetin 2006; 52(3):103-4.

9. Bastos ADS et al. Diabetes mellitus and oral mucosa alterations: prevalence and risk factors. Diabetes Research and Clinical Practice 2011; 92: 100-4.

10.Woliner D. Oral implication of diabetes mellitus. Pasific Health Dialog 2003; 10(1):98-100.

11.Shrimali L et al. Corelation of oral manifestations in controlled and uncontrolled diabetes mellitus. International Journal of Oral and maxillofacial Pathology 2011; 2(4).

12.Hamadneh S. Dweiri A. Oral manifestations in controlled and uncontrolled


(49)

13.Corwin, Elizabeth J. Pankreas dan diabetes melitus. In: Buku saku patofisiologi. Ed 3. Alih Bahasa. Nike Budhi Subekti. Jakarta:EGC, 2007:618-43.

14.Oktanauli P et al. Aspek imunologi rongga mulut pada penderita diabetes melitus. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM 2011; 8(1): 46-50.

15.Schteingart DE. Pankreas metabolisme glukosa dan diabetes melitus. In:

Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Price SA, Wilson LM. Alih Bahasa. Pendit BU et al. Jakarta: EGC, 2005: 1259-70.

16.Akintoye SO et al. Diabetes mellitus endocrine disease. In: Burket oral medicine. Ed 11. Ship JA. Hemilton: BC Decker Inc, 2008: 509-19.

17.Luciana E et al. Peran aktivitas fisik terhadap kendali gula darah pada anggota Persadiah RS Husada. Ebers Papyrus 2008; 14(2): 77-79.

18.Margaretha N, Subita GP. Hubungan sialosis dengan fungsi kelenjar saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUPN Ciptomakusumo. IJD 2006; XIV: 312-5.

19.Al-Maskari AY et al. Oral manifestations and complications of diabetes mellitus. Squmed J 2011;11: 179-84.

20.Southerland JH, Taylor GW, Offenbacher S. Diabetes and periodontal infection: making the connection. Clinical Diabetes 2005: 23; 171-8.

21.Matthews DC. The relationship between diabetes and periodontal disease. J can Dent Assoc 2002; 68(3): 161-4.

22.Romero RMD, Ovadia R. Diabetes and periodontal disease: a bidirectional

relationship. Medicine and Biology 2007; 14(1): 6-9.

23.Lalla R V et al. Dental management considerations for the patient with diabetes mellitus. JADA 2001;132: 1425-32.

24.Ship JA. Diabetes and oral health. JADA 2003; 134: 4-10.

25.Harijanti K et al. Prevalence of xerostomia on type 2 diabetes mellitus in Hajj Hospital Surabaya. Dental Journal 2007; 40(3): 136-9.

26.Dugal R. Xerostomia: dental implications and management. Annals and Essences of Dentistry 2010; 2(3); 137-40.


(50)

27.Savita KC et al. Etiology, diagnosis and management of burning mouth syndrome : an update. Journal of Advanced Oral Reaserach 2012;3:7-11.

28.Khovidhunkit SP, Suwantuntula T, Thaweboon S, Khovidhunkit W,

Mitrirattanakul S, Chomkhakhai U. Xerostomia hyposalivation, and oral micribiota in type 2 diabetic patients: a preliminary study. J Med Assoc Thai 2009; 92(9): 1220-8.

29.Tarigan RN et al. Tantangan dalam perawatan oral lichen planus pada pasien diabetes melitus (laporan kasus). Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16(1): 8-17..

30.Ahmed I, Nasreen S, Jehangir U, Wahid Z. Frequency of oral lichen planus in patients with noninsulin dependent diabetes mellitus. Journal of Pakistan Association of Dermatologists 2012; 22: 30-4.

31.Seroja CS. Faktor risiko diabetes melitus.

32.American diabetes association. Age, race, gender and family history.

33.Edgar WM, Mullane DM. Saliva and oral health. 2nd ed., Great Britian: Thanet press limited; 1996.

34.Walukow WG. Gambaran xerostomia pada penderita diabetes melitus tipe 2 di poliklinik endokrin RSUP. Prof dr. R. D. Kandou Manado. Program Studi Kedokteran Gigi. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi: 2013: 1-5 35.Mealey BL. Periodontal disease and diabetes a two-way street. JADA 2006; 137:

265-315

36.Ara SA, Mamatha GP, Rao B. Incidence of diabetes mellitus in patients with lichen planus. J Dental Clin 2011; 3: 29-33.

37.Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010: 37-39: 183-85.


(51)

Lampiran I

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Nama saya Wulandari Rizki Thawafany, saya adalah mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Bersama ini saya akan memberikan penjelasan kepada ibu mengenai penelitian yang akan saya lakukan. Adapun judul penelitian saya ini adalah “Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan”.

Tujuan dari penelitian yang saya lakukan adalah untuk mengetahui manifestasi oral apa saja yang terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang dan untuk mengetahui jumlah hasil manifestasi oral yang terjadi pada pasien yang berkunjung ke RS Haji Medan. Manfaat menjadi subjek penelitian adalah sebagai bahan masukan dan memberi informasi yang benar mengenai manifestasi oral yang terjadi pada diabetes melitus tipe 2 dengan risiko sedang, sehingga Bapak dan Ibu nantinya dan mencegah dan meminimalkan terjadinya manifestasi oral tersebut.

Bapak dan Ibu sekalian, pada penderita diabetes melitus tipe 2, biasanya menimbulkan terjadinya perubahan dalam rongga mulut, seperti gusi berdarah, mulut kering, mulut terasa terbakar dan terdapat bercak-bercak putih.

Pada penelitian ini Saya hanya akan melihat kondisi rongga mulut Bapak dan Ibu tanpa tindakan lebih lanjut dan Bapak dan Ibu hanya perlu memberikan keluhan apa saja dalam rongga mulut yang pernah ataupun sedang Bapak dan Ibu alami selama menderita diabetes melitus tipe 2 dan akan dicatat dalam bentuk rekam medik.

Partisipasi Bapak dan Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter bila Bapak dan Ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bapak dan Ibu akan tetap mendapatkan pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan.


(52)

Pada penelitian ini identitas Bapak dan Ibu akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data penelitian ini. Kerahasiaan data Bapak dan Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Bapak dan Ibu dipublikasikan kerahasiaan akan tetap terjaga.

Jika selama menjalankan penelitian ini ada keluhan, ibu dapat langsung menghubungi saya :

Nama : Wulandari Rizki Thawafany

No. Hp : 081315485480

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak dan Ibu, Saya ucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2014

Peneliti,


(53)

Lampiran II

LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dan paham akan apa yang akan dilakukan, diperiksa, didapatkan pada penelitian yang berjudul :

Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2

dengan Risiko Sedang di RS Haji Medan

Maka dengan surat ini menyatakan setuju menjadi subjek pada penelitian ini secara sadar dan tanpa paksaan.

Medan, Mei 2014

Tanda tangan

Mahasiswa Peneliti, Peserta Penelitian


(54)

Lampiran III

LEMBAR PEMERIKSAAN PASIEN

No. : Tanggal :

A. DATA DEMOGRAFI

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : 1. Laki-laki

2. Perempuan

KGD Puasa :

B. PEMERIKSAAN KLINIS

1 Gingiva

2 Mukosa Bukal

3 Mukosa Labial

4 Palatum Durum

5 Palatum Mole


(55)

Jenis Manifestasi Oral

Periodontitis Xerostomia

Burning mouth syndrome (BMS) Kandidiasis

Oral lichen planus

C. Pemeriksaan Skor Periodontal Disease Index (Ramfjord)

16 21 24

44 41 36

Jumlah skor

Indeks Periodontal = =

Jumlah gigi yang diperiksa

7 Dasar Mulut


(56)

Indeks Periodontal oleh Ramfjord(1959)

Skor Kondisi Klinis

0 Tidak ada tanda-tanda peradangan

1 Perubahan peradangan ringan sampai sedang pada gingival,tapi belum

mengelilingi gigi

2 Gingivitis ringan sampai sedang yang sudah mengelilingi gigi

3 Gingivitis yang parah ditandai dengan warna merah, pembengkakan gingival tendensi mudah berdarah dan ulserasi

4 Pembentukan saku kurang dari 3 mm (warna hitam terlihat semua) 5 Pembentukan saku-3-6 mm (warna hitam bagian atas diperbatasan)


(57)

Lampiran IV

KUESIONER

Prevalensi terjadinya Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

No. :

Tanggal :

Kotak dibawah ini di isi oleh peneliti

A. Xerostomia

1. Apakah mulut Anda terasa kering saat ini? A1

Ya Tidak

2. Apakah mulut Anda biasanya terasa kering? A2

Ya Tidak

3. Apakah mulut Anda terasa kering saat anda makan? A3

Ya Tidak

4. Apakah Anda mengalami kesulitan saat menelan A4

makanan?

Ya Tidak

5. Apakah Anda memiliki kesulitan menelan makananan A5

yang kering?

Ya Tidak

6. Apakah Anda mengisap permen untuk meringankan A6

mulut kering?

Ya Tidak

7. Apakah pada malam hari Anda bangun untuk minum? A7

Ya Tidak


(58)

B. Burning Mouth Syndrome (BMS)

1. Apakah Anda pernah merasakan sensasi seperti rasa B1

terbakar pada lidah?

Ya Tidak

2. Apakah pada lidah Anda juga terasa sakit? B2

Ya Tidak

3. Apakah anda pernah merasakan sensasi seperti rasa B3

terbakar pada gusi?

Ya Tidak

4. Apakah pada gusi Anda juga disertai rasa sakit? B4

Ya Tidak

Jumlah

Skor Manifestasi Oral √

A Xerostomia

B Burning Mouth Syndrome (BMS) Kriteria skor :

• Xerostomia ≥ 5

• BMS ≥ 2 Skor :

• Ya = 1


(1)

Lampiran II

LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dan paham akan apa yang akan dilakukan, diperiksa, didapatkan pada penelitian yang berjudul :

Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS Haji Medan

Maka dengan surat ini menyatakan setuju menjadi subjek pada penelitian ini secara sadar dan tanpa paksaan.

Medan, Mei 2014 Tanda tangan

Mahasiswa Peneliti, Peserta Penelitian


(2)

Lampiran III

LEMBAR PEMERIKSAAN PASIEN

No. : Tanggal :

A. DATA DEMOGRAFI

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

KGD Puasa :

B. PEMERIKSAAN KLINIS

1 Gingiva

2 Mukosa Bukal

3 Mukosa Labial

4 Palatum Durum

5 Palatum Mole


(3)

Jenis Manifestasi Oral Periodontitis

Xerostomia

Burning mouth syndrome (BMS)

Kandidiasis Oral lichen planus

C. Pemeriksaan Skor Periodontal Disease Index (Ramfjord)

16 21 24

44 41 36

Jumlah skor

Indeks Periodontal = =

Jumlah gigi yang diperiksa 7 Dasar Mulut


(4)

Indeks Periodontal oleh Ramfjord(1959)

Skor Kondisi Klinis

0 Tidak ada tanda-tanda peradangan

1 Perubahan peradangan ringan sampai sedang pada gingival,tapi belum mengelilingi gigi

2 Gingivitis ringan sampai sedang yang sudah mengelilingi gigi

3 Gingivitis yang parah ditandai dengan warna merah, pembengkakan gingival tendensi mudah berdarah dan ulserasi

4 Pembentukan saku kurang dari 3 mm (warna hitam terlihat semua) 5 Pembentukan saku-3-6 mm (warna hitam bagian atas diperbatasan)


(5)

Lampiran IV

KUESIONER

Prevalensi terjadinya Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang di RS. Haji Medan

No. :

Tanggal :

Kotak dibawah ini di isi oleh peneliti A. Xerostomia

1. Apakah mulut Anda terasa kering saat ini? A1 Ya Tidak

2. Apakah mulut Anda biasanya terasa kering? A2 Ya Tidak

3. Apakah mulut Anda terasa kering saat anda makan? A3 Ya Tidak

4. Apakah Anda mengalami kesulitan saat menelan A4 makanan?

Ya Tidak

5. Apakah Anda memiliki kesulitan menelan makananan A5 yang kering?

Ya Tidak

6. Apakah Anda mengisap permen untuk meringankan A6 mulut kering?

Ya Tidak

7. Apakah pada malam hari Anda bangun untuk minum? A7 Ya Tidak


(6)

B. Burning Mouth Syndrome (BMS)

1. Apakah Anda pernah merasakan sensasi seperti rasa B1 terbakar pada lidah?

Ya Tidak

2. Apakah pada lidah Anda juga terasa sakit? B2 Ya Tidak

3. Apakah anda pernah merasakan sensasi seperti rasa B3 terbakar pada gusi?

Ya Tidak

4. Apakah pada gusi Anda juga disertai rasa sakit? B4 Ya Tidak

Jumlah

Skor Manifestasi Oral √

A Xerostomia

B Burning Mouth Syndrome (BMS)

Kriteria skor : • Xerostomia ≥ 5 • BMS ≥ 2

Skor :

• Ya = 1 • Tidak = 0