MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI MELALUI PENDEKATAN PEER LESSONS DALAM PEMBELAJARAN SENI TARI PADA SISWA KELAS VIII SMPN I CIANJUR.

(1)

DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ………....……….. ii

PERNYATAAN ……… iii

ABSTRAK ………... iv

ABSTRACT ………. v

KATA PENGANTAR ……….………. vi

UCAPAN TERIMA KASIH ……… viii

DAFTAR ISI ………..……....………. xi

DAFTAR TABEL ………. xv

DAFTAR GAMBAR ………... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ………..……..……….. 1 A. Latar Belakang Masalah ………….…..………

B. Identifikasi Masalah ……… C. Pembatasan Masalah ………. D. Rumusan Masalah ……..…………....………... E. Tujuan Penelitian ……….…...………. F. Manfaat Penelitian .………...……….

1 11 12 12 13 14 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN … 15

A. Penelitian Terdahulu ………. B. Landasan Teoretis ………..…..………. 1. Penumbuhan Kepercayaan Diri ……….. 2. Peer lessons sebagai Model Pembelajaran …………

3. Pembelajaran Seni Tari di SMP ………. C. Kerangka Pemikiran ………..…………..……….

15 20 20 34 46 53


(2)

BAB 3 METODE PENELITIAN ……….…… 56 A. Metode Penelitian ………..…………..………

B. Latar dan Subjek Penelitian ……….. C. Metode Pengumpulan Data ……….. D. Metode Analisis Data ………. E. Tahap-tahap Penelitian ……….………

56 57 58 61 64

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 65

A. Profil SMP Negeri 1 Cianjur ………. B. Hasil Penelitian ……….

1. Deskripsi Proses Pembelajaran Seni Tari untuk Pengembangan Percaya Diri dengan Menerapkan Pendekatan Peer Lessons pada Siswa kelas VIII-C SMP Negeri 1 Cianjur ... 2. Aktivitas Proses Belajar Seni Tari untuk

Pengembangan Percaya Diri dengan Menerapkan Pendekatan Peer lessons pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur ... 3. Hasil Pembelajaran Seni Tari dengan Menerapkan

Pendekatan Peer lessons pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur ... 4. Perkembangan Rasa Percaya Diri yang dapat

Ditumbuhkan melalui Pendekatan Peer Lessons pada Pembelajaran Kreasi Tari pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur ...

C. Pembahasan ……….

65 67 68 72 100 102 123

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………... 135

5.1 Kesimpulan ……….

5.2 Rekomendasi ………...

5.3 Keterbatasan ………

135 137 141

DAFTAR PUSTAKA ………...……….. 143


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pengamatan terhadap Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran dengan Pendekatan Peer

Lessons ... 99 Tabel 4.2 Hasil Pengamatan atas Dimensi-dimensi Pembentuk


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 54 Gambar 3.1 Bagan Tahap Penelitian ... 64


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-kisi Instrumen Penelitian ………. 147 Lampiran 2 : Lembar Observasi 1: Pembelajaran dengan Menerapkan

Pendekatan Peer Lessons ... 150 Lampiran 3 : Lembar Observasi 2: Menumbuhkan Rasa Percaya Diri ... 156

Lampiran 4 : Pedoman Wawancara ………. 160

Lampiran 5 : Hasil Pembelajaran Kreasi Seni Tari Kelas VIII-C SMP

Negeri 1 Cianjur ... 161 Lampiran 6 : Penilaian Sikap dan Kepercayaan Diri Siswa sebelum Proses

Pembelajaran ... 162 Lampiran 6A : Hasil Konversi Nilai Sikap dan Kepercayaan Diri Sebelum

Pembelajaran ... 163 Lampiran 7 : Penilaian Sikap dan Kepercayaan Diri Siswa setelah Proses

Pembelajaran ... 164 Lampiran 7A : Hasil Konversi Nilai Sikap dan Kepercayaan Diri Setelah

Pembelajaran ... 165

Lampiran 8 : Hasil Penelitian ……… 166

Lampiran 9 : Ijin Penelitian ………...


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepercayaan diri siswa dalam belajar merupakan faktor yang mem-pengaruhi keberhasilan dalam belajar. Menurut Moh. Uzer Usman (1996:21-31) dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sedikitnya ada lima jenis variabel yang menentukan keberhasilan belajar siswa antara lain: (1) melibatkan siswa secara aktif, (2) menarik minat dan perhatian siswa, (3) membangkitkan motivasi siswa, (4) prinsip individual, dan (5) peragaan dalam pengajaran. Kelima variabel ini pada dasarnya merupakan upaya dalam menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri siswa dalam belajar, yang diharapkan juga dapat berdampak positif bagi perkembangan mental siswa di masa-masa mendatang.

Sebagaimana dalam mata pelajaran lain, bahwa salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah memperoleh prestasi akademik sesuai dengan target yang telah ditentukan. Berdasarkan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, siswa dikatakan berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang ditentukan sebelumnya dalam bentuk kriteria ketuntasan minimum (KKM). Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak ditemukan siswa yang memperoleh prestasi akademik di bawah KKM. Indikator ini


(7)

menunjukkan bahwa siswa-siswa tersebut mengalami kesulitan belajar. Abin Syamsudin (2007) mengatakan bahwa seorang siswa diduga mengalami kesulitan belajar apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu. Ketercapaian taraf belajar tersebut berdasarkan kriteria keberhasilan, ukuran tingkat kapasitas, kemampuan dalam program pelajaran time allowed atau tingkat perkembangannya. Bahkan, tidak jarang terjadi ada siswa yang memiliki tingkat intelegensi tinggi ternyata memperoleh prestasi belajar yang rendah. Gejala ini dikenal dengan

under-achiever. Ramadhan (2008) mengemukakan bahwa underachiever adalah

anak (siswa) berprestasi rendah dibandingkan dengan tingkat kecerdasan atau kapasitas intelektual yang dimilikinya. Sementara itu, Prayitno dan Amti (Ramadhan, 2008) menyebutkan bahwa underachiever identik dengan keterlambatan akademik yang berarti bahwa keadaan siswa diperkirakan memiliki tingkat intelegensi tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal, sehingga prestasi akademik yang diraih berada di bawah kemampuan yang dimilikinya. Secara operasional, underachievement dapat didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi dan hasil yang diperoleh siswa di sekolah (Peters & Van Boxtel, dalam Tarmidi, 2008).

Menurut para ahli ada berbagai macam faktor yang dapat mem-pengaruhi kesulitan belajar. Sehubungan dengan gejala underachiever, Moh. Surya (1979) menyatakan bahwa gejala prestasi belajar rendah selain dipengaruhi oleh kapasitas intelektual yang rendah juga dipengaruhi oleh


(8)

kepribadian seperti kurang matang, kurang percaya pada diri sendiri, dependensi yang tinggi, tidak stabil, dan kecenderungan neurotik.

Sebagaimana dinyatakan di atas, bahwa salah satu faktor non intelektual yang mempengaruhi prestasi belajar rendah adalah kurang percaya diri. Penelitian tentang hal ini telah banyak dilakukan, diantaranya Herpratiwi (2006) menunjukkan bahwa prestasi belajar rendah, sebesar 20,69 % disebab-kan oleh keyakinan atau kepercayaan diri siswa. Ridwan (2006) menunjukdisebab-kan hasil penelitiannya bahwa ada hubungan positif antara rasa percaya diri dengan prestasi belajar siswa. Fatah (2005) menunjukkan bahwa faktor internal penyebab kesulitan belajar di antaranya adalah rasa percaya diri.

Kepercayaan diri merupakan salah satu modal utama untuk dapat men-jalani kehidupan ini dengan penuh optimisme. Kepercayaan diri juga merupa-kan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi kesuksesan hidup seseorang, karena kepercayaan diri yang mantap akan menimbulkan motivasi dan semangat yang tinggi pada jiwa seseorang. Begitu besar fungsi dan peranan kepercayaan diri pada kehidupan seseorang, tanpa adanya rasa percaya diri yang tertanam dengan kuat di dalam jiwa anak (siswa), pesimisme dan rasa rendah diri akan dapat menguasainya dengan mudah. Tanpa dibekali kepercayaan diri yang mantap sejak dini, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah.

Kepercayaan diri merupakan faktor penting bagi individu untuk mengambil sebuah keputusan, dan dengan berbekal kepercayaan diri yang


(9)

tinggi, seseorang akan relatif mudah untuk menjalin hubungan sosial atau per-sahabatan. Dengan kepercayaan diri diperkirakan individu tersebut akan men-jalani kehidupan dengan banyak kemudahan. Taylor (2009) menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah kunci menuju kehidupan yang berhasil dan bahagia. Tingkat kepercayaan diri yang baik, memudahkan pengambilan keputusan dan melancarkan jalan untuk mendapatkan teman, membangun hubungan, dan membantu dalam mempertahankan kesuksesan dalam belajar dan pekerjaan.

Kepercayaan diri yang rendah merupakan penghambat seseorang untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Sebaliknya, bila seseorang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, maka orang tersebut dapat menge-lola pergaulan untuk hidup yang lebih baik. Sayangnya, kepercayaan diri seringkali menjadi masalah bagi sebagian orang. Akibatnya, muncul rasa minder yang malah akan menghambat kemajuan. Perasaan takut salah dalam bersikap dan bergaul dengan orang lain merupakan salah satu penyebab kurangnya kepercayaan diri.

Keaktifan siswa dalam belajar perlu mendapatkan sorotan. Sistem kurikulum sekarang ini menuntut siswa agar selalu lebih aktif dalam belajar. Agar proses pembelajaran menjadi bermakna tidak cukup hanya dengan mendengar, melihat dan mencatat apa yang ada di papan tulis dan apa yang didengar. Tetapi harus melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab, berpendapat, mengerjakan, mengomunikasikan, presentasi diskusi, dan


(10)

sebagainya). Dengan keaktifan diharapkan dapat mengubah cara berpikir siswa tentang pembelajaran seni yang menyenangkan, sehingga berujung pada peningkatan prestasi belajar, khususnya dalam mengembangkan apresiasi dan berkreasi seni tari.

Pembelajaran seni di sekolah-sekolah umum pada dasarnya diarahkan untuk menumbuhkan sensitivitas dan kreativitas, sehingga terbentuk sikap apresiatif, kritis, dan kreatif pada diri siswa secara menyeluruh. Kemampuan ini hanya mungkin tumbuh jika dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang meliputi pengamatan, analisis, penilaian, serta kreasi dalam setiap aktivitas seni, baik di dalam kelas maupun di luar kelas (Nurdadi, 2005: 3).

Seni sebagai media pendidikan mengandung makna bahwa melalui seni, pendidikan harkat kemanusiaan dibina. Di dalam pembelajaran seni dipelajari makna pembinaan individu pembelajar agar lebih dewasa, memiliki kepribadian, mengembangkan karakter yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Individu di sini mengandung makna in berarti satu dan devide berarti terpecah/bagian menjadi individu berarti satu namun terdiri dari bagian-bagian. Bagian tersebut adalah: pikir atau sebagai substansi dari cipta, rasa dan kehendak atau karsa. Pendidikan seni yang dimaksud di atas bertujuan untuk membina ketiga komponen individu tersebut. Seperti halnya mata pelajaran yang lain, serumit apa pun dan sesukar apapun proses pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran seni pada dasarnya bertujuan untuk meningkat-kan harkat kemanusiaan di atas. Mata pelajaran lain pada umumnya memiliki


(11)

fungsi melatih pikiran. Adapun tugas utama pendidikan seni adalah melatih perasaan estetis.

Plato, seorang ahli filsafat yang terkenal, menyatakan bahwa “seni seharusnya menjadi dasar pendidikan” (Read, 1956). Pendapat ini menunjuk-kan bahwa sesungguhnya seni atau pendidimenunjuk-kan seni memiliki peran dan fungsi yang penting bagi pendidikan secara umum. Dengan perkataan lain, dalam perspektif pendidikan, seni dipandang sebagai alat atau sarana untuk mencapai sasaran pendidikan. Dalam istilah yang terkenal, pendekatan tersebut dikenal dengan nama education through art (pendidikan melalui seni) yang dipopulerkan oleh Herbert Read melalui judul bukunya ”Education Through Art (1956)”.

Konsep pendekatan pendidikan melalui seni juga dikemukakan oleh J. Dewey (dalam Dorn, 1994) bahwa seni seharusnya menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan bukannya untuk kepentingan seni itu sendiri. Dengan pendekatan ini pendidikan seni berkewajiban mengarahkan keter-capaian tujuan pendidikan secara umum yang memberikan keseimbangan rasional dan emosional, intelektualitas dan sensibilitas. Dengan pendekatan ini pendidikan seni tidak ditempatkan dalam upaya pengembangan dan pelestari-an seni sebagai hasil budaya mpelestari-anusia, tetapi lebih ditekpelestari-ankpelestari-an kepada proses pembentukan karakter anak serta penanaman nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, pendekatan seni ini tepat digunakan di sekolah-sekolah umum (TK, SD, SLTP, dan SLTA).


(12)

Pendekatan pendidikan melalui seni ini terasa amat penting dan jelas peranannya dapat diamati di jenjang pendidikan dasar dan prasekolah. Melalui pendidikan seni di sekolah juga akan terpenuhi keseimbangan rasional, emosional, dan kegiatan motorik antara lain melalui kegiatan berkarya seni rupa, musik, dan tari. Perkembangan kemampuan rasional, emosional, dan sekaligus motorik ini sungguh amat penting bagi dunia pendidikan anak, serta pendidikan seni dapat memenuhi keperluan itu.

Dengan merujuk bahwa pendekatan pendidikan melalui seni itu pada dasarnya digunakannya pendidikan seni sebagai metode atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka dalam pelaksanaannya menekankan pada segi proses belajar dan bukan pada produk hasil belajar. Oleh karena penekan-an pada segi proses belajar inilah, maka sasarpenekan-an pembelajarpenekan-an seni meng-harapkan anak didik tidak hanya menjadi pandai menggambar, menyanyi, atau menari saja. Pendidikan seni di sekolah tidak mengharapkan anak didik menjadi seniman, melainkan bagai wahana berekspresi dan berimajinasi, berkreasi sekaligus berekreasi. Jika melalui pendidikan seni itu ternyata juga dapat menghasilkan seniman/calon seniman, maka sesungguhnya hanya merupakan dampak ikutan. Oleh karena itu, pendekatan pendidikan melalui seni dalam implementasi pembelajarannya menekankan pada aktivitas eksplorasi dan eksperimentasi, merangsang keingintahuan dan sekaligus yang menyenangkan bagi anak.


(13)

Pembelajaran dalam lingkup pendidikan seni memiliki sifat multi-lingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual mengandung makna bahwa kegiatan pembelajaran seni mengembangkan kemampuan mengeks-presikan diri dengan berbagai cara dan media, seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional mengandung makna bahwa pembelajaran seni mengembangkan kompetensi meliputi persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produk-tivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak sebelah kanan dan kiri, dengan cara memadukan secara harmonis unsur-unsur logika, kinestetika, etika, dan estetika. Sifat multikultural mengandung makna bahwa pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan mancanegara sebagai wujud pembentukan sikap menghargai, bertoleransi, demokratis, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.

Dalam konteks pembelajaran seni tari, sifat multilingual, multidimen-sional, dan multikultural tersebut diwujudkan secara sistematis melalui aktivitas mengapresiasi, membangun konsep dan pemahaman secara kon-struktif, serta melakukan tahap-tahap kreasi sesuai dengan tingkat persepsi dan kompetensi masing-masing siswa. Tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang memiliki media ungkap atau substansi gerak, dan gerak yang terungkap adalah gerak manusia. Gerak-gerak dalam tari bukanlah gerak realistis atau gerak keseharian, melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif.


(14)

Manusia memiliki potensinya masing-masing dalam mempelajari suatu tarian sejalan dengan tahap perkembangannya. Dalam hal ini kita memandang bahwa setiap potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat diarahkan perkembangannya untuk dibimbing, dibina agar mereka menjadi manusia yang percaya diri, kreatif, dan mampu mengatasi berbagai problema yang dialami dalam hidupnya. Mempelajari suatu tarian tidaklah sekedar mengenal gerak ataupun memeragakan elemen-elemen gerak anggota tubuh, tapi juga seorang peserta didik harus mampu menguasai dan menyerap berbagai informasi yang terkandung dalam wujud keterampilan menari tersebut yang berguna untuk kehidupannya.

Pusat Kurikulum, sekarang menjadi Pusat Kurikulum dan Perbukuan, (2003: 3) memberikan batasan tegas bahwa tujuan akhir pembelajaran seni tari adalah siswa mampu menggunakan kepekaan indrawi dan intelektual dalam memahami teknik, materi dan keahlian berkreasi seni tari serta mampu berkomunikasi melalui peragaan, penampilan, dan pertunjukan seni tari. Selain itu, siswa juga dapat menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, dan bisa bekerja sama dengan orang lain.

Rumusan tujuan pembelajaran seni tari sebagaimana dikemukakan oleh Pusat Kurikulum di atas dapat ditafsirkan bahwa mempelajari tari tidak-lah sekedar mengenal gerak ataupun memeragakan elemen-elemen gerak anggota tubuh belaka, tapi juga seorang peserta didik harus mampu menguasai dan menyerap berbagai informasi yang terkandung dalam wujud keterampilan


(15)

menari tersebut agar berguna untuk kehidupannya. Dengan kata lain, pembelajaran seni tari selayaknya harus mampu menjadi alat proses pematangan diri siswa menuju kedewasaan dengan menyeimbangkan elemen-elemen cipta, rasa, dan karsa yang ada di dalam dirinya.

Studi pendahuluan yang dilakukan penulis terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki kecenderungan kurang baik dalam pembelajaran seni tari. Kecenderungan kurang baik ini meliputi rendahnya motivasi siswa dalam mempelajari seni tari (terutama pada kelompok siswa laki-laki), rasa malu berlebihan jika ditugaskan untuk tampil di depan kelas, cemas ketika akan menghadapi ujian atau tes (khususnya tes praktik menari), berbicara gugup, menghindarkan diri ketika akan ditanya guru, serta hasil belajar yang masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal yang dipersyaratkan.

Kurang percaya diri merupakan gejala yang masih dirasakan sebagai masalah serius di SMP Negeri 1 Cianjur. Apabila kondisi ini tidak mendapat-kan perhatian secara khusus dan mendapatmendapat-kan penanganan segera dari guru, maka akan menghambat perkembangan mereka dan dikhawatirkan akan mengganggu mereka dalam meraih prestasi yang optimal. Untuk meningkat-kan kepercayaan diri tersebut perlu diupayameningkat-kan melalui kegiatan yang mengarah pada peningkatan kepercayaan diri siswa yang lebih baik.

Kurikulum pendidikan Indonesia telah mengembangkan model pem-belajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Seni Budaya (khususnya


(16)

Seni Tari) merupakan pelajaran yang melibatkan berbagai aspek perilaku belajar secara seimbang, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Karakteristik mata pelajaran ini memungkinkan guru bertindak maksimal dalam mengelola pembelajaran, sehingga berbagai metode dan teknik pembelajaran dapat dikembangkan dengan mudah sesuai dengan konteksnya. Strategi pembelajaran yang kurang tepat dan renggangnya interaksi antara siswa dan guru bisa menjadi salah satu penyebab lemahnya tingkat keaktifan belajar siswa. Aktivitas pemberian tugas yang tidak terkontrol akan menyebabkan merosotnya motivasi belajar siswa dalam seni tari.

Dalam bukunya Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, telah menulis 101 strategi pembelajaran aktif, salah satunya adalah Peer

Lesson (pelajaran teman sebaya). Peer Lesson adalah strategi pembelajaran

yang mengajak siswa ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran. Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk membuat siswa aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat membuat mereka berpikir tentang materi pelajaran.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Menumbuhkan Rasa Percaya Diri melalui Pendekatan Peer Lessons dalam Pembelajaran Seni Tari pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur”.


(17)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas masih banyak masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran Seni Budaya, khususnya pembelajaran Seni Tari. Masalah yang timbul adalah sebagai berikut.

1. Masih kuatnya paradigma mengajar guru yang masih cenderung berorientasi pada penyelesaian target materi dan nilai bukan berorientasi pada proses, sehingga pembelajaran terpusat pada guru.

2. Dalam memilih pendekatan pembelajaran, belum semuanya sesuai dengan materi yang disampaikan.

3. Siswa masih banyak memiliki kecenderungan kurang percaya diri dalam melakukan kegiatan kreasi seni, khususnya kreasi seni tari baik secara perseorangan, berpasangan, ataupun kelompok.

4. Siswa belum memiliki pemahaman yang benar dalam pengembangan kreativitas berkarya seni, sehingga kerap kali bentuk-bentuk kreasi yang dihasilkan belum memenuhi harapan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasar pada latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka masalah yang akan diajukan adalah sebagai berikut.

1. Strategi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada strategi pembelajaran peer lessons (belajar dari teman).


(18)

2. Keaktifan dalam penelitian ini adalah keaktifan yang dilakukan siswa kelas VIII pada kompetensi dasar ”mengeksplorasi pola lantai gerak tari berpasangan/kelompok Nusantara”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan analisis masalah di atas, disusun rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah aktivitas proses belajar seni tari dengan menerapkan pendekatan peer lessons pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur Cianjur?

2. Bagaimanakah hasil pembelajaran seni tari dengan menerapkan pendekat-an peer lessons pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cipendekat-anjur?

3. Bagaimanakah perkembangan rasa percaya diri yang dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran kreasi seni tari pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan aktivitas proses belajar seni tari dengan menerapkan pendekatan peer lessons pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur Cianjur.


(19)

2. Mendeskripsikan hasil pembelajaran seni tari dengan menerapkan pen-dekatan peer lessons pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur.

3. Mendeskripsikan perkembangan rasa percaya diri yang dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran kreasi tari pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur.

F. Manfaat Penelitian

Sebagai penelitian tindakan kelas, penelitian ini memberi manfaat konseptual, utamanya kepada pembelajaran di SMP. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi peningkatan efektivitas proses dan hasil pembelajaran seni budaya (khususnya seni tari) di tingkat satuan pendidikan SMP.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pembelajar terutama pada peningkatan keaktifan siswa melalui strategi pendekatan pembelajar-an peer lessons.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini memberikan masukan bagi elemen-elemen sebagai berikut.


(20)

Dapat digunakan sebagai masukan untuk menyelenggarakan pembel-ajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

b. Bagi Siswa

Meningkatkan keaktifan belajar siswa. c. Bagi Sekolah

1) Sebagai usaha meningkatkan kualitas pembelajaran seni budaya. 2) Sebagai informasi bagi semua tenaga pengajar mengenai strategi


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini dalam pelaksanaannya memerlukan beberapa pendekat-an, baik melalui berbagai disiplin ilmu juga melalui beberapa macam metode yang relevan dengan masalah dan objek penelitian. Dalam penelitian ini yang diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity), oleh karena itu peneliti menggunakan metode “deskriptif kualitatif” seperti yang dikemukakan oleh Moh. Nazir berikut ini.

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. (Nazir, 2005: 54).

Adapun penelitian kualitatif mengandung makna sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono berikut ini.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (Sugiyono, 2008: 1)

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan action research (penelitian tindakan). Tujuan dari penelitian


(22)

tindakan adalah untuk mengembangkan metode kerja yang paling efisien, mengubah situasi, perilaku, dan kondisi organisasi (pembelajaran) termasuk struktur mekanisme kerja. Penelitian tindakan melibatkan peneliti dan seluruh anggota sampel untuk mengkaji tentang kelemahan-kelemahan dan kebaikan suatu prosedur atau metode kerja (pembelajaran), serta alat-alat yang digunakan selama ini, dan selanjutnya mendepatkan metode baru yang dipandang paling efisien (Sugiyono, 2004:9).

B. Latar dan Subjek Penelitian 1. Latar Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Cianjur pada tahun pelajaran 2011-2012. Pemilihan SMP Negeri 1 Cianjur sebagai latar penelitian didasarkan kepada alasan bahwa mata pelajaran Seni Tari di SMP Negeri 1 Cianjur menjadi salah satu pilihan pembelajaran Seni Budaya.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur pada tahun pelajaran 2011-2012. Jumlah siswa kelas VIII seluruhnya adalah 243 orang yang terbagi ke dalam 9 (sembilan) rombongan belajar. Mengingat jumlah siswa ini sangat banyak, maka subjek penelitian diambil dengan teknik random sampling dengan mengacu kepada pendapat Arikunto (1988:94) yang menyatakan bahwa ”Untuk sekedar


(23)

lebih baik diambil semuanya. Selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih besar, dapat diambil antara 10 % - 15 % atau 20 % - 25 %.”

Berdasarkan pendapat di atas, untuk mendapatkan sampel yang representatif dan berukuran sesuai dengan kebutuhan, maka dalam pelaksanaan penelitian ini diambil 11 % dari jumlah siswa 243 orang. Jadi jumlah sampelnya adalah 26,73 orang, atau dibulatkan menjadi 27 orang siswa. Untuk memudahkan perlakuan, sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik random sampling pada satu kelas, yakni kelas VIII-C yang berjumlah 27 orang siswa. Penentuan kelas ini sebagai sampel dilakukan karena diasumsikan karakteristik seluruh populasi homogen.

C. Metode Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Nasir (2003:328), teknik pengumpulan data merupakan instrumen ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan, serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian yang sedang diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ada tiga macam, yakni studi dokumentasi, aktivitas tindakan pembelajaran dengan menerapkan strategi peer lessonss, dan teknik angket.


(24)

a. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksud-kan sebagai cara pengumpulan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik dalam proses pembelajaran formal (dalam tatap muka di ruang belajar) maupun aktivitas pembelajaran di luar jam pelajaran formal yang ada pengaruhnya terhadap perkembangan kemampuan siswa. Studi dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari latar penelitian meliputi buku-buku, catatan guru mata pelajaran, catatan bimbingan dan konseling berkaitan dengan perkembangan siswa, laporan kegiatan siswa dari kelompok mata pelajaran lain, serta dokumen lain yang relevan dengan fokus penelitian

b. Pengamatan atau Observasi

Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap subjek penelitian, baik sebelum proses pembelajaran, selama proses pembelajaran, maupun setelah proses pembelajaran. Hasil pengamatan sebelum dan sesudah pembelajaran akan dibandingkan untuk menemukan kondisi yang terbentuk pada subjek penelitian. Oleh karena itu, pada proses pengamatan digunakan instrumen atau lembar pengamatan yang telah dipersiapkan sebelumnya.


(25)

c. Wawancara Mendalam (In Depth Interviewing)

Wawancara digunakan dalam menghimpun data non tindakan atau praperilaku seperti alasan, motif, dan persepsi terhadap sesuatu maupun data yang bersifat tindakan umum yang telah dilakukan sebelumnya. Pengumpulan data melalui wawancara ini dilakukan secara mendalam kepada beberapa siswa yang secara langsung terlibat dalam proses pembelajaran. Hasil wawancara akan digunakan sebagai data penguatan atas informasi yang diperoleh melalui observasi. Oleh karena itu, pada wawancara ini digunakan pedoman wawancara yang terdiri atas pokok-pokok masalah yang diamati dan perkembangan topik masalah disesuaikan dengan kondisi yang berlangsung di lapangan.

2. Instrumen Penelitian

Mengingat data yang dikumpulkan akan berupa data kualitatif, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrumen sebagai berikut.

a. Lembar Pengamatan

Lembar pengamatan yang digunakan berisi aspek-aspek yang diamati sebagai indikator dengan disertakan ruang catatan informasi berupa temuan hasil pengamatan. Pengembangan teori yang digunakan untuk aspek yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 1 tentang kisi-kisi instrumen penelitian.


(26)

b. Pedoman Wawancara

Teknik wawancara digunakan jika diperoleh hasil pengamatan yang masih meragukan atau bias. Oleh karena itu, pedoman wawancara yang digunakan dikembangkan kemudian sesuai dengan tingkat kebutuhan pada saat penelitian.

D. Metode Analisis Data

1. Pengecekan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data dimaksudkan agar hasil penelitian benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi termasuk tingkat validitasnya. Oleh karena itu, pemeriksaan keabsahan ini dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut.

a. Ketekunan Pengamatan

Teknik ini digunakan secara terpusat dan mendalam untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.

b. Pemeriksaan Sejawat melalui Diskusi

Pemeriksaan sejawat melalui diskusi dilakukan setelah diperoleh data sementara dan atau data akhir dari lapangan. Diskusi dengan sejawat dilakukan sekurang-kurangnya satu kali yang berkaitan dengan perkembangan perilaku siswa dalam pembelajaran, serta perkembang-an kemampuperkembang-an siswa tertentu dalam proses pembelajarperkembang-an pada


(27)

mengecek keabsahan data. Sejawat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran seni budaya dan atau guru bimbingan konseling sebagai sumber informasi.

c. Kecukupan Referensi

Sebagaimana diungkapkan pada prosedur pengumpulan data, teknik ini dipandang perlu dilakukan di samping referensi dalam bentuk cetakan atau tulisan. Data ini juga dapat dilengkapi dengan informasi dari media elektronik sebagai patokan dalam pengujian pada saat analisis dan penafsiran data.

d. Triangulasi

Teknik triangulasi dilakukan jika benar-benar diperlukan akibat ditemukannya data atau informasi yang bersifat bias dan meragukan. Teknik ini dimaksudkan untuk pemeriksaan keabsahan data yang berhasil dikumpulkan dengan melakukan wawancara dari sumber data lain sebagai pembanding, sehingga memiliki validitas tinggi. Misalnya dari sumber selain subjek penelitian, seperti guru mata pelajaran lain, guru bimbingan dan konseling, atau narasumber lainnya.

Jenis data yang ditriangulasi berupa paparan tentang aktivitas sosial siswa dalam kegiatan kelompok, seperti hubungan antarteman yang berhubungan dengan pengembangan kemampuan belajar, penguasaan materi pelajaran, sumbang saran dalam kegiatan kelompok, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan permasalahan pengembangan


(28)

ke-percayaan diri. Aspek ini ditrangulasikan oleh penulis dengan guru bimbingan dan konseling serta guru mata pelajaran lain jika diperlukan.

2. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian memiliki kedudukan sangat penting, di samping merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari tahap-tahap lainnya. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yakni dari wawancara, dokumen resmi maupun pribadi, gambar, foto, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan.

Analisis data ini dilakukan dalam tiga tahap sebagai berikut. a. Analisis selama proses pengumpulan data yang terdiri atas:

1) memberi komentar dan refleksi setiap kali selesai pengamatan; 2) membuat ringkasan dari hasil beberapa kali pengamatan;

3) membuat ringkasan hasil pengamatan pada setiap periode pengumpulan data, sehingga diperoleh kesimpulan sementara. b. Analisis setelah proses pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1) mengumpulkan dan mengelompokkan data hasil pengamatan proses pembelajaran dan hasil angket yang diajukan kepada siswa; 2) mengembangkan sistem kategori dan pengkodean sesuai dengan


(29)

3) menyortir data sesuai dengan kategori data agar kesimpulan yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian.

c. Penyajian Data

Hasil analisis pada setiap tahap disajikan secara sistematis sesuai dengan masing-masing situs untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan sebagai temuan penelitian.

E. Tahap-tahap Penelitian

Telaah Kepustakaan Pengamatan Lapangan

(Studi Pendahuluan)

Fokus Masalah Penelitian

Analisis Data (Analisis Hasil Pengamatan) (Analisis Hasil Studi Dokumentasi)

(Penyajian Data)

Penarikan Kesimpulan

Triangulasi (Observer / Kolaborator) Triangulasi

(Observer / Kolaborator)

Pengumpulan Data (Tindakan Pembelajaran)

(Observasi Lapangan) (Studi Dokumentasi)


(30)

Gambar 3.1 Bagan Tahap Penelitian (Fitri Nurfaida, 2012)


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis atas data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara terbatas pada penelitian, diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut.

1. Penerapan strategi peer lessons pada siswa kelas VIII-C SMP Negeri 1 Cianjur berlangsung dalam 3 (tiga) fase utama, yakni fase pengenalan konsep, fase eksplorasi dan aplikasi, serta fase elaborasi dan publikasi. Fase-fase pembelajaran seluruhnya diikuti oleh siswa dengan penuh kesungguhan dan keterlibatan mereka, sehingga proses pembelajaran ber-langsung dengan baik. Proses pembelajaran sejak fase pengenalan konsep sampai dengan fase publikasi menggambarkan saling keterikatan siswa dalam kelompoknya. Kemampuan siswa dalam mengatasi kendala dalam kegiatan latihan hingga penyajian hasil kreasi menunjukkan bahwa pendekatan peer lessons dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa secara mandiri. Hasil pengamatan atas proses pembelajaran menunjukkan aktivitas siswa pada (1) fase pengenalan konsep, yakni dalam hal memahami penjelasan guru tentang materi pembelajaran mencapai nilai baik, (2) fase eksplorasi, yakni dalam aktivitas melakukan diskusi untuk


(32)

menemukan bentuk pengungkapan kreasinya melalui kegiatan eksplorasi mencapai nilai baik, (3) fase aplikasi yakni dalam aktivitas mengaplikasi-kan gagasan kreatif yang ditemumengaplikasi-kannya ke dalam bentuk tarian kreatif yang dibuatnya mencapai nilai cukup baik, (4) fase elaborasi yakni dalam aktivitas melakukan proses elaborasi dalam mengembangkan gagasan menjadi tarian mencapai nilai baik, serta (5) fase publikasi yakni dalam aktivitas penyajian dan penampilan bentuk tari sebagai hasil proses kreasi mencapai nilai baik.

2. Hasil pembelajaran berkreasi tari untuk meningkatkan kerpercayaan diri siswa kelas VIII SMP Neger1 Cianjur dengan menerapkan pendekatan

peer lessons terdiri atas dua kategori nilai, yakni nilai secara kualitatif dan

kuantitatif. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap siswa sebelum, selama, dan setelah pembelajaran menunjukkan tingkat perkembangan kepercayaan diri siswa. Aspek-aspek kesadaran diri, motivasi, kemampuan berpikir positif dan realistis, kemampuan berpikir kreatif, serta kesungguh-an dalam melakskesungguh-anakkesungguh-an tugas mengalami peningkatkesungguh-an dari rata-rata cukup baik pada saat sebelum pembelajaran, menjadi baik pada setelah pembelajaran. Sementara itu, secara kuantitatif pembelajaran berkreasi seni tari dengan menerapkan strategi pendekatan peer lessons pada siswa kelas VIII-C SMP Negeri 1 Cianjur menghasilkan nilai rata-rata kelas sebesar 84,47 dengan tingkat ketuntasan kelas 100%.


(33)

dengan pencapaian rata-rata baik (B). Tingkat perkembangan kepercayaan diri siswa sebelum dan setelah proses pembelajaran me-nunjukkan peningkatan, yakni pada aspek kesadaran diri atau self awareness dari tingkat cukup baik (C) menjadi baik (B), aspek motivasi dan intention dari baik (B) menjadi sangat baik (A), aspek kemampuan berpikir positif dan realistis dari cukup baik (C) menjadi baik (B), aspek kemampuan berpikir kreatif atau imagination dari cukup baik (C) men-jadi baik (B), serta aspek kesungguhan dalam bertindak (act) melaksana-kan tugas penyajian karya dari baik (B) menjadi sangat baik (A).

B. Rekomendasi 1. Bagi Sekolah

SMP Negeri 1 Cianjur merupakan salah satu tipe sekolah RSBI yang ada di Indonesia, dan merupakan satu-satunya di Kabupaten Cianjur. Status ini memungkinkan sekolah mengembangkan program-program unggulan seni budaya yang dapat memperkaya wawasan pengetahuan serta apresiasi siswa terhadap kekayaan seni budaya Nusantara. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan pengembangan program apresiasi dan kreasi seni budaya yang lebih terintegrasi dalam kegiatan formal (dalam pembelajar-an) di dalam kelas maupun pada kegiatan ekstrakurikuler. Pengembangan apresiasi dan kreasi seni budaya ini tidak hanya terbatas pada kegiatan seni tari belaka, tetapi juga pada cabang-cabang seni lainnya secara merata dan proporsional.


(34)

2. Bagi Program Pelaksanaan Pembelajaran Seni Budaya

Pembelajaran seni budaya di SMP Negeri 1 Cianjur pada saat ini masih berlangsung secara konvensional. Guru masih bertindak sebagai pusat informasi dan mendistribusikan pengetahuan seni kepada siswa melalui ceramah atau mendiskusikan isi buku.

Pada kesempatan ini penulis merekomendasikan bahwa pembelajaran seni budaya hendaknya memberikan keleluasaan kepada siswa untuk melaku-kan eksplorasi sendiri melalui berbagai media. Pemanfaatan internet sebagai salah satu sumber informasi sangat diharapkan dapat dikembang-kan, dan hasilnya kemudian dielaborasi pada saat pembelajaran di kelas melalui presentasi kelas atau bentuk-bentuk diskusi kelas. Dengan demikian, siswa diharapkan akan memperoleh lebih dari sekedar informasi yang berguna bagi perkembangan apresiasi dan kepribadiannya di masa mendatang.

3. Bagi Guru Mata Pelajaran Seni Budaya

Guru merupakan ujung tombak pembinaan siswa dalam sistem pendidikan sejak jaman dahulu. Guru memegang peran penting dalam proses pembentukan kepribadian dan wawasan keilmuan siswa. Akan tetapi, dominasi guru dalam membentuk dan mentransfer wawasan keilmuan kepada siswa pada masa kini perlu dibatasi dengan cara meningkatkan peran guru secara nyata dalam proses pembelajaran. Guru bukan lagi


(35)

tokoh sentral yang serba tahu. Guru adalah sosok bijaksana yang mampu memfasilitasi dan memotivasi siswa-siswanya dalam proses pembelajaran. Pada kesempatan ini penulis merekomendasikan agar guru, khususnya guru mata pelajaran seni budaya, dapat menempatkan dirinya sebagai sosok multifungsi. Guru adalah motivator, fasilitator, inspirator, dan konsultan bagi siswanya. Guru tidak mentransfer ilmu pengetahuan begitu saja kepada para siswanya, tapi memfasilitasi proses pembelajaran dengan baik, sehingga apa yang dibutuhkan oleh siswa dapat terakomodasi.

Strategi pengorganisasian pembelajaran di dalam kelas hendaknya dapat dikaji dan dikembangkan melalui aktivitas MGMP baik di tingkat satuan pendidikan, tingkat subrayon, hingga tingkat kabupaten. Keberagaman kebutuhan siswa akan nilai-nilai seni budaya akan kian memperkaya proses pembelajaran seni budaya di tingkat satuan pendidikan.

4. Bagi Guru Mata Pelajaran Lain

Permasalahan rendahnya kepercayaan diri bukan hanya terjadi pada pembelajaran seni tari saja, melainkan juga pada mata pelajaran lain. Salah satu indikator rendahnya kepercayaan diri siswa dapat dilihat dari prestasi belajar siswa yang tidak mengalami perkembangan atau peningkatan. Proses perbaikan pembelajaran yang diberikan biasanya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan prestasi belajar siswa, sehingga siswa cenderung bersikap skeptis atau bahkan masa bodoh dalam menghadapi mata pelajaran tertentu.


(36)

Pembelajaran dengan strategi peer lessons pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang mengharuskan siswa melakukan kolaborasi bersama teman-temannya. Karakteristik pembelajaran koperatif memungkinkan siswa untuk melakukan komunikasi secara langsung dengan situasi pembelajaran yang sesungguhnya, dalam konteks yang sedang berlangsung. Pada proses belajar bersama teman-teman sebayanya itulah tergali berbagai pengalaman belajar yang lambat laun dapat menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri siswa. Oleh karena itu, penerapan strategi peer lessons disarankan menjadi salah satu alternatif yang dapat dikembangkan pada pembelajaran sesuai dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dalam penelitian ini belum terungkap tentang kompetensi pedagogis dan kompetensi akademis guru seni budaya, khususnya kompetensi guru seni tari. Selain itu juga penelitian ini pun belum menyentuh aspek kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial guru seni budaya. Untuk itu disarankan kepada para peneliti lain yang mempunyai minat meneliti bidang seni budaya, untuk meneliti hal tersebut, sehingga dapat terungkap keterkaitan semua aspek kompetensi. Dengan demikian dapat diketahui, bidang seni dan masalah utama apa yang perlu mendapat perhatian untuk pengembang-annya, baik sarana, sumber daya manusia, maupun pendukung terkait lainnya.


(37)

C. Keterbatasan

Keterbatasan-keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian tentang ”Menumbuhkan Rasa Percaya Diri melalui Pendekatan

Peer lessons dalam Pembelajaran Seni Tari pada Siswa Kelas VIII SMP

Negeri 1 Cianjur” dilakukan melalui proses pengamatan dan wawancara terbatas dengan beberapa siswa. Faktor subjektif hasil pengamatan relatif lebih besar, sehingga hasil pengamatan ini perlu diimbangi dengan hasil wawancara sebagai upaya triangulasi. Dengan demikian, aspek subjektivitas hasil penelitian dapat dikurangi.

2. Teori-teori tentang penerapan pembelajaran peer lessons dan perkembang-an kepercayaperkembang-an diri (self confidence) yperkembang-ang dikemukakperkembang-an oleh para ahli sangatlah banyak dan masing-masing memiliki kekuatan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian ini hanya mengambil salah satu dari banyaknya teori-teori tersebut sebagai dasar, sehingga ada aspek lain yang tidak dapat terakomodasi yang mengakibatkan terdapatnya unsur tertentu yang luput dari pengamatan. Oleh karena itu, pada kisi-kisi penelitian dicantumkan landasan teori yang digunakan dalam penelitian bagi setiap unsur yang diteliti sebagai bentuk operasionalisasi variabel. 3. Penelitian ini hanya menjangkau 28 siswa kelas VIII-C SMP Negeri 1

Cianjur yang melaksanakan proses pembelajaran berkreasi seni tari pada kompetensi dasar ”mengeksplorasi pola lantai gerak tari


(38)

berpasang-an/kelompok Nusantara”. Hal ini disebabkan oleh bentuk penelitian yang dilakukan merupakan penelitian atas proses pembelajaran dengan subjek yang terbatas. Dengan demikian, tidak ada jaminan bahwa kesimpulan hasil penelitian ini dapat diterapkan di tempat lain.


(39)

Asmara, T. 2007. Efektivitas Bimbingan Kelompok dengan Teknik Peer Group dalam Meningkatkan Konsep Diri Siswa Kelas III A di SMP Mardisiswa 1 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Tersedia pada: http://digilib. unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH3fc7/f1e4f4fc.dir/doc.p df(diakses24 Nopember2011).

Astuti dan Nani E. 2001. Pendidikan Luar Biasa di Sekolah Umum. Bandung: CV Pendawa.

Budiningarti, C. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Burns,R.B. 1979.TheSelfConcept, London: Longman Book.

Damon, W., and Phelps, E. 1989. "Critical Distinctions Among Three

Approaches." In Peer Interaction, Problem-Solving, And Cognition: Multidisciplinary Perspectives, edited by N. M. Webb. New York:

Pergamon Press.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004: Mata Pelajaran

Pendidikan Seni. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Standar Isi: Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Seni Budaya. Jakarta: Badan Standar

Nasional Pendidikan.

Dorns, C.J.I.G.M. 1994. Sekolah: Mengajar atau Mendidik. Jakarta: Kanisius. Fasikhah, S.S. 1994. Peranan Kompetensi Sosial Pada T.L Koping Remaja Akhir.

Tesis. Yogyakarta. Program P.S UGM Yogyakarta.

Gaustad, J. "Peer and Cross-Age Tutoring." ERIC Digest 79. Eugene, OR: ERIC Clearinghouse on Educational Management, March 1993.

Hannula, Markku S., Maijala, Hanna & Pehkonen, Erkki. 2004. Development Of

Understanding And Selfconfidence In Mathematics; Grades 5–8. Finland: Department of Teacher Education, University of Turku,

Herpratiwi. 2006. Prestasi Belajar. Tersedia pada: http:/digilid.itb.ac.id/gdl.php (diakses12Agustus 2009).

Hidajat, Robby. 2005. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gantar Gumelar.

Hendra Surya. 2010. Rahasia Membuat Anak Cerdas dan Manusia Unggul. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.


(40)

Delta Kappa Educational Foundation.

Ibadah, M. 2009. Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri melalui Bimbingan dan Konseling Islami. Tersedia pada: http://webcache.googleusercontent. com/search?q=cache:Q4q1atnVX4J:digilib.unnes.ac.id

(diakses17September 2009).

Ibrahim, Muslimin. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa. Johnson, D.W., Johnson, R.T., & Holubec, E.J. 1986. Circles of learning:

Cooperation in the classroom. Edina, MN: Interaction Book Company.

Johnson, D.W., & Johnson, R.T. 1987. Learning together and alone: Cooperative,

competitive, and individualistic. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Jurdak, M. 2009. Toward Equity in Quality in Mathematics Education. New York: Springer Science+Business Media, LI.C.

Kusmayadi. 2007. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa. Tersedia pada: http://www.lazuardi-gis.net/Article(diakses24 Nopember2011)

Lasitosari, D. 2007. Keefektifan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan

Kepercayaan Diri Siswa yang Tidak Naik Kelas. Tersedia: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/index/assoc/HASH01d6/42a881b5.di r/doc.pdf (diakses 16 September 2009).

Lauster, P. 1978. The Personality Test. London: Pan Books. Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Molloy, A. 2010. Coach Your Self Mimpi Tercapai, Target Terpenuhi. (Terjemahan Retnadi Nur’aini dari ASPIRATIONS: 8 Easy Steps to Coach Yourself to Succes). Jakarta: Raih Asa Sukses.

Naurah. 2008. Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Pria dan Siswa Wanita pada

SMU Muhammadiyah Yogyakarta. Tersedia: http://bpgupg.go.id/index.php? view=article&id=141%3. Diakses 16 Februari 2012.

Nazir, Moch. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurdadi. 2005. ”Pemdidikan Apresiasi Seni untuk Pemupukan Kecerdasan Emosional dan Spiritual”. Makalah pada Seminar Pendiidkan Apresiasi Seni Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nur Ghufron & Rini R.S. 2011. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.


(41)

ability in mathematics matter? Teaching Mathematics and its Applications. Oxford University Press on behalf of The Institute of

Mathematics and its Applications.

Preston, D.L. 2007. 365 Steps to Self-Confidence. UK: How To Books Ltd.

Pusat Kurikulum. 2003. Layanan Profesional Pendidikan Seni. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Rakhmat, J.1993.Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja RosdaKarya.

Ramadhan, T. 2008. “Underachiever” (Online). Tersedia pada: http://tarmizi. wordpress.com/2008/11/19/underachiever. (diakses 24 Nopember 2011). Read, Herbert. 1966. Education Through Art. New York: Trident Press.

Ridwan, I. 2008. Hubungan antara Rasa Percaya Diri dan Aktivitas Berorganisasi

dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas X di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Skripsi. Tersedia: http://digilib.uns.ac.id/abstrakpdf_3431 (diakses

20 Agustus 2011).

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saranson, I. G. 1993. Abnormal Psychology The Problem of Maladaptive

Behavior. New Jersey: Prentice Hall.

Silberman, Mel L. 2009. Active Learning. Yogyakarta: YAPPENDIS.

Singarimbun, Masri, dan Effendi. 2003. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Stahl, Robert J. 1994. The Essential Elements of Cooperative Learning in the

Classroom. Bloomington IN: ERIC Clearinghouse for Social

Studies/Social Science Education.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Suhardita, Kadek. 2011. Efektivitas Penggunaan Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen pada Sekolah Menengah Atas Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2010/2011).

Tesis Program Studi Psikologi Pendidikan. Online. Tersedia pada http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/author/kadek-suhardita.


(42)

koranbanten.com/2008/03/18/membentuk-rasa-percaya-diri/ (diakses 12 September2011).

Surya. M. 1978. Pengantar Psikologi Perkembangan. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: FIP IKIP.

Syamsudin, A. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Taylor, R. 2009. Worklife: Mengembangkan Kepercayaan Diri. Jakarta: Divisi

Penerbit Erlangga.

Uzer, M.U. 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Widoyoko, S.E.P. 2009. Strategi Membangun Rasa Percaya Diri. Tersedia

pada: http://www.um-pwr.ac.id/web/artikel/345 (diakses 15 September 2011).

Widyarini, Yuni. 2011. Upaya Meningkatkan Percaya Diri dalam Menari melalui

Metode Rangsang Musik bagi Anak TK di TK Hj. Isriati Baiturrahman 2 Islamic Centre Semarang. Tesis Pendidikan Seni Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Online. Tersedia pada http://125.161.190.253/lontar//file?file=digital/tesis/46-07-124.pdf.

Diakses tanggal 17 April 2012.

Zaini, Hisyam; Munthe, Bermaug; dan Sekar Ayu. 2009. Strategi Pembelajaran

Aktif, Yogyakarta: CTSD.

Zimmerman, Barry J., Bonner, Sebastian, & Kovach, Robert. 1996. Developing

self-regulated learners: Beyond achievement to self-efficacy. Washington,


(1)

Fitri Nurfarida, 2012 C. Keterbatasan

Keterbatasan-keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian tentang ”Menumbuhkan Rasa Percaya Diri melalui Pendekatan Peer lessons dalam Pembelajaran Seni Tari pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Cianjur” dilakukan melalui proses pengamatan dan wawancara terbatas dengan beberapa siswa. Faktor subjektif hasil pengamatan relatif lebih besar, sehingga hasil pengamatan ini perlu diimbangi dengan hasil wawancara sebagai upaya triangulasi. Dengan demikian, aspek subjektivitas hasil penelitian dapat dikurangi.

2. Teori-teori tentang penerapan pembelajaran peer lessons dan perkembang-an kepercayaperkembang-an diri (self confidence) yperkembang-ang dikemukakperkembang-an oleh para ahli sangatlah banyak dan masing-masing memiliki kekuatan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian ini hanya mengambil salah satu dari banyaknya teori-teori tersebut sebagai dasar, sehingga ada aspek lain yang tidak dapat terakomodasi yang mengakibatkan terdapatnya unsur tertentu yang luput dari pengamatan. Oleh karena itu, pada kisi-kisi penelitian dicantumkan landasan teori yang digunakan dalam penelitian bagi setiap unsur yang diteliti sebagai bentuk operasionalisasi variabel. 3. Penelitian ini hanya menjangkau 28 siswa kelas VIII-C SMP Negeri 1

Cianjur yang melaksanakan proses pembelajaran berkreasi seni tari pada kompetensi dasar ”mengeksplorasi pola lantai gerak tari


(2)

berpasang-Fitri Nurfarida, 2012

Menumbuhkan Rasa Percaya...

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

an/kelompok Nusantara”. Hal ini disebabkan oleh bentuk penelitian yang dilakukan merupakan penelitian atas proses pembelajaran dengan subjek yang terbatas. Dengan demikian, tidak ada jaminan bahwa kesimpulan hasil penelitian ini dapat diterapkan di tempat lain.


(3)

Fitri Nurfarida, 2012

Asmara, T. 2007. Efektivitas Bimbingan Kelompok dengan Teknik Peer Group

dalam Meningkatkan Konsep Diri Siswa Kelas III A di SMP Mardisiswa

1 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Tersedia pada: http://digilib. unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH3fc7/f1e4f4fc.dir/ doc.p df (diakses 24 Nopember 2011).

Astuti dan Nani E. 2001. Pendidikan Luar Biasa di Sekolah Umum. Bandung: CV Pendawa.

Budiningarti, C. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Burns, R.B. 1979.TheSelfConcept, London: Longman Book.

Damon, W., and Phelps, E. 1989. "Critical Distinctions Among Three Approaches." In Peer Interaction, Problem-Solving, And Cognition: Multidisciplinary Perspectives, edited by N. M. Webb. New York: Pergamon Press.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004: Mata Pelajaran Pendidikan Seni. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Standar Isi: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Seni Budaya. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dorns, C.J.I.G.M. 1994. Sekolah: Mengajar atau Mendidik. Jakarta: Kanisius. Fasikhah, S.S. 1994. Peranan Kompetensi Sosial Pada T.L Koping Remaja Akhir.

Tesis. Yogyakarta. Program P.S UGM Yogyakarta.

Gaustad, J. "Peer and Cross-Age Tutoring." ERIC Digest 79. Eugene, OR: ERIC Clearinghouse on Educational Management, March 1993.

Hannula, Markku S., Maijala, Hanna & Pehkonen, Erkki. 2004. Development Of Understanding And Selfconfidence In Mathematics; Grades 5–8. Finland: Department of Teacher Education, University of Turku,

Herpratiwi. 2006. Prestasi Belajar. Tersedia pada: http:/digilid.itb.ac.id/gdl.php (diakses 12 Agustus 2009).

Hidajat, Robby. 2005. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gantar Gumelar.

Hendra Surya. 2010. Rahasia Membuat Anak Cerdas dan Manusia Unggul. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.


(4)

Fitri Nurfarida, 2012

Menumbuhkan Rasa Percaya...

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hilke, Eileen Veronica. 1990. Cooperative learning. Bloomington, Ind.: Phi Delta Kappa Educational Foundation.

Ibadah, M. 2009. Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri melalui Bimbingan dan Konseling Islami. Tersedia pada: http://webcache.googleusercontent. com/search?q=cache:Q4q1atnVX4J:digilib.unnes.ac.id

(diakses 17 September 2009).

Ibrahim, Muslimin. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa. Johnson, D.W., Johnson, R.T., & Holubec, E.J. 1986. Circles of learning:

Cooperation in the classroom. Edina, MN: Interaction Book Company. Johnson, D.W., & Johnson, R.T. 1987. Learning together and alone: Cooperative,

competitive, and individualistic. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Jurdak, M. 2009. Toward Equity in Quality in Mathematics Education. New

York: Springer Science+Business Media, LI.C.

Kusmayadi. 2007. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa. Tersedia pada: http://www.lazuardi-gis.net/Article (diakses 24 Nopember 2011)

Lasitosari, D. 2007. Keefektifan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan

Kepercayaan Diri Siswa yang Tidak Naik Kelas. Tersedia:

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/index/assoc/HASH01d6/42a881b5.di r/doc.pdf (diakses 16 September 2009).

Lauster, P. 1978. The Personality Test. London: Pan Books. Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Molloy, A. 2010. Coach Your Self Mimpi Tercapai, Target Terpenuhi. (Terjemahan Retnadi Nur’aini dari ASPIRATIONS: 8 Easy Steps to Coach Yourself to Succes). Jakarta: Raih Asa Sukses.

Naurah. 2008. Perbedaan Konsep Diri antara Siswa Pria dan Siswa Wanita pada SMU Muhammadiyah Yogyakarta. Tersedia: http://bpgupg.go.id/index.php? view=article&id=141%3. Diakses 16 Februari 2012.

Nazir, Moch. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurdadi. 2005. ”Pemdidikan Apresiasi Seni untuk Pemupukan Kecerdasan Emosional dan Spiritual”. Makalah pada Seminar Pendiidkan Apresiasi Seni Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nur Ghufron & Rini R.S. 2011. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.


(5)

Fitri Nurfarida, 2012

ability in mathematics matter? Teaching Mathematics and its Applications. Oxford University Press on behalf of The Institute of Mathematics and its Applications.

Preston, D.L. 2007. 365 Steps to Self-Confidence. UK: How To Books Ltd.

Pusat Kurikulum. 2003. Layanan Profesional Pendidikan Seni. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Rakhmat, J. 1993.Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Ramadhan, T. 2008. “Underachiever” (Online). Tersedia pada: http://tarmizi. wordpress.com/2008/11/19/underachiever. (diakses 24 Nopember 2011). Read, Herbert. 1966. Education Through Art. New York: Trident Press.

Ridwan, I. 2008. Hubungan antara Rasa Percaya Diri dan Aktivitas Berorganisasi dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas X di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Skripsi. Tersedia: http://digilib.uns.ac.id/abstrakpdf_3431 (diakses 20 Agustus 2011).

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saranson, I. G. 1993. Abnormal Psychology The Problem of Maladaptive Behavior. New Jersey: Prentice Hall.

Silberman, Mel L. 2009. Active Learning. Yogyakarta: YAPPENDIS.

Singarimbun, Masri, dan Effendi. 2003. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Stahl, Robert J. 1994. The Essential Elements of Cooperative Learning in the Classroom. Bloomington IN: ERIC Clearinghouse for Social Studies/Social Science Education.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Suhardita, Kadek. 2011. Efektivitas Penggunaan Teknik Permainan dalam

Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa

(Penelitian Quasi Eksperimen pada Sekolah Menengah Atas

Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2010/2011).

Tesis Program Studi Psikologi Pendidikan. Online. Tersedia pada http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/author/kadek-suhardita.


(6)

Fitri Nurfarida, 2012

Menumbuhkan Rasa Percaya...

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sunarman. 2008. Membentuk Rasa Percaya Diri. Tersedia pada: http://www. koranbanten.com/2008/03/18/membentuk-rasa-percaya-diri/ (diakses 12 September 2011).

Surya. M. 1978. Pengantar Psikologi Perkembangan. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: FIP IKIP.

Syamsudin, A. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Taylor, R. 2009. Worklife: Mengembangkan Kepercayaan Diri. Jakarta: Divisi

Penerbit Erlangga.

Uzer, M.U. 1996. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Widoyoko, S.E.P. 2009. Strategi Membangun Rasa Percaya Diri. Tersedia

pada: http://www.um-pwr.ac.id/web/artikel/345 (diakses 15 September 2011).

Widyarini, Yuni. 2011. Upaya Meningkatkan Percaya Diri dalam Menari melalui Metode Rangsang Musik bagi Anak TK di TK Hj. Isriati Baiturrahman 2 Islamic Centre Semarang. Tesis Pendidikan Seni Program Pascasarjana

Universitas Negeri Semarang. Online. Tersedia pada

http://125.161.190.253/lontar//file?file=digital/tesis/46-07-124.pdf. Diakses tanggal 17 April 2012.

Zaini, Hisyam; Munthe, Bermaug; dan Sekar Ayu. 2009. Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: CTSD.

Zimmerman, Barry J., Bonner, Sebastian, & Kovach, Robert. 1996. Developing self-regulated learners: Beyond achievement to self-efficacy. Washington, DC: American Psychological Association.


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK USIA DINI DI PAUD MELATI KELURAHAN NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2015

0 4 42

PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI DALAM PEMBELAJARAN SUB TEMA AKU DAN TEMAN BARU MELALUI METODE DISKUSI Peningkatan Rasa Percaya Diri Dalam Pembelajaran Sub Tema Aku Dan Teman Baru Melalui Metode Diskusi Kelompok Pada Siswa Kelas 1 Semester 1 SD N 1 Ledokdaw

0 3 14

PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI DALAM PEMBELAJARAN Peningkatan Rasa Percaya Diri Dalam Pembelajaran Sub Tema Aku Dan Teman Baru Melalui Metode Diskusi Kelompok Pada Siswa Kelas 1 Semester 1 SD N 1 Ledokdawan Grobogan 2014/ 2015.

0 2 13

MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT MELALUI PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA ATIF (CBSA) dalam Pembelajaran IPS : Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII K SMP Negeri 40 Bandung.

3 6 37

pembelajaran seni tari melalui pendekatan tari bertema untuk meningkatkan minat siswa kelas VIII di smp.

2 15 48

PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI MELALUI PELATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS VIIIB SMP NEGERI 1 BERBAH.

0 0 162

UPAYA MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN SENI TARI DI SMP NEGERI 8 YOGYAKARTA.

1 22 224

MEMBANGUN RASA PERCAYA DIRI SISWA UNTUK

0 1 12

UPAYA GURU DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI MELALUI PEMBIASAAN OLAHRAGA DI MI MA’ARIF SINGOSAREN

0 5 85

UPAYA GURU DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI MELALUI PEMBIASAAN OLAHRAGA DI MI MA’ARIF SINGOSAREN SKRIPSI

0 0 17