PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA DENGAN DISABILITAS TAMBAHAN: Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung.

(1)

PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA

CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA

DENGAN DISABILITAS TAMBAHAN

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Khusus

Oleh :

HUSNA UMAKHIR GITARDIANA 0809046

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

(3)

PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA DENGAN DISABILITAS

TAMBAHAN

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung)

Oleh

Husna Umakhir Gitardiana

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Husna Umakhir Gitardiana 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

HUSNA UMAKHIR GITARDIANA

PELAKSANAAN PELATIHAN KETERAMPILAN TATA CARA MAKAN DAN MINUM BAGI ANAK TUNANETRA DENGAN DISABILITAS

TAMBAHAN

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

PEMBIMBING I

Dr. Didi Tarsidi, M.Pd.

NIP. 195106011979031003

PEMBIMBING II

Drs. Ahmad Nawawi, M.Pd.

NIP. 195412071981121002

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus

Drs. Sunaryo, M.Pd.


(5)

ABSTRAK

Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan Dan Minum Bagi Anak Tunanetra Dengan Disabilitas Tambahan (Studi Deskriptif Kualitatif pada Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota

Bandung)

(Husna Umakhir Gitardiana, 0809046)

Pelatihan mengenai keterampilan kehidupan sehari-hari sangat penting diketahui oleh setiap anak berkebutuhan khusus, baik itu anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan terlebih bagi anak dengan hambatan majemuk/hambatan ganda, dalam hal ini adalah anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan, agar semua anak dapat dengan mandiri melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari tanpa adanya bantuan dari orang lain. Anak tunanetra dengan disabilitas tambahan mengalami keterbatasan salah satunya adalah dalam hal keterampilan kehidupan sehari-hari pada aspek tata cara makan dan minum, terlihat dengan jelas tata cara makan dan minum anak tersebut belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana tingkat keterampilan anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan dalam tata cara makan dan minum, pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan, kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan, dan upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 3 orang anak tunanetra dengan disabilitas tambahan, dan 1 orang pembimbing asrama. Alat pengumpul data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi.

Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian diperoleh kesimpulan bahwa semua anak sudah mengenal peralatan makan dan minum. Dalam menggunakan peralatan makan, mengambil makanan, dan pada saat pelaksanaan makan dengan menggunakan tangan/jari, sendok, serta sendok dan garpu anak masih membutuhkan bimbingan dari pembimbing asrama karena tata cara penggunaannya belum sesuai dengan yang seharusnya. Selain itu dalam hal minum pun anak masih membutuhkan bimbingan dari pembimbing asrama seperti dalam hal memegang gelas dan menuangkan air dari teko ke dalam gelas.

Kata Kunci: Keterampilan Tata Cara Makan dan Minum; Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Definisi Konsep ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Ketunanetraan ... 13

B. Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan ... 15

C. Keterampilan Kehidupan Sehari-hari (KKS) ... 20

D. Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan dan Minum ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Tempat Penelitian ... 32

B. Tahap-Tahap Penelitian ... 33

C. Instrument Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

D. Teknik Analisis Data ... 38


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data ... 40

a. Subjek ... 40

b. Hasil Wawancara ... 44

c. Hasil Observasi ... 51

2. Analisis Data ... 63

a. Subjek ... 63

b. Hasil Wawancara ... 63

c. Hasil Observasi ... 65

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 73

B. Rekomendasi ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT di dunia ini memiliki hak dan kewajiban yang sama, terutama dalam bidang pendidikan, seperti yang tertulis dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat 1, ”Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Semua anak, baik itu anak berkebutuhan khusus (ABK) maupun anak non berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran, baik itu di sekolah maupun di lingkungan di mana anak tinggal, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB IV Pasal 5 ayat 1, menyatakan “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak mendapat pendidikan khusus”.

Semua anak baik itu ABK maupun non ABK sangat membutuhkan pelatihan dalam setiap pendidikan. Sehingga semua anak dapat mengoptimalkan setiap kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari. Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan, dalam Instruksi presiden No. 15 tahun 1974 (Kamil M., 2010:4) menyatakan:

pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori.

Setiap pelatihan akan terjadi proses belajar, dimana belajar itu menurut Slameto, (2003:2):

suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.


(9)

Selain itu menurut Sugandi, dkk (2000:25)di mana tujuan dari belajar itu adalah:

agar seseorang memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan prilaku dapat tercipta dalam diri seseorang.

Dengan kata lain, tujuan belajar adalah tercapainya sebuah perubahan pada diri seseorang, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, terutama perubahan dengan meningkatnya kecakapan dan kemampuan sehari-hari agar seseorang memiliki bekal kemandirian dalam dirinya dan tidak bergantung lagi pada orang lain.

Pelatihan bukan hanya proses pemindahan informasi, pengetahuan dan mengingat saja, juga bukan pada penekanan penguasaan pengetahuan tentang yang diajarkan, melainkan lebih pada penekanan pemahaman dan aplikasi pada kehidupan nyata tentang apa yang telah didapatkan melalui pelatihan. Sehingga setelah anak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam pelatihan, akan tertanam dalam jiwa anak tentang kecakapan hidup dan dapat dipraktekkan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari. Kecakapan hidup dalam kegiatan sehari-hari ini sangat penting untuk diketahui oleh setiap anak berkebutuhan khusus, baik itu anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan terlebih bagi anak dengan hambatan majemuk/hambatan ganda, dalam hal ini adalah anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan, dalam istilah Bahasa Inggris menurut Mangunsong dkk (1998) disebut juga Multiple Disability Visual Impairment (MDVI), dan yang terlihat di lapangan bahwa anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan tersebut adalah anak dengan hambatan tunanetra dan diduga disabilitas tambahannya adalah tunagrahita.

Anak non ABK pada umumnya memiliki kesempurnaan baik secara fisik, anatomis maupun intelektual, dalam mempelajari keterampilan


(10)

kehidupan sehari-hari (KKS) merupakan pembelajaran yang sangat mudah dilatih dari sejak dini karena anak-anak non ABK belajar secara otomatis melalui meniru apa yang dilihatnya. Berbeda halnya dengan ABK, yang mengalami kesulitan dalam hal kegiatan kehidupan sehari-hari yang tidak dapat secara otomatis belajar melalui meniru apa yang dilihatnya, sehingga membutuhkan program latihan khusus dalam mengatasi kesulitan yang mereka alami. Apalagi bagi anak tunanetra dengan disabilitas tambahan yang memerlukan latihan secara khusus dan berulang-ulang. Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan merupakan salah satu bentuk kombinasi dari tunanetra dengan ketunaan yang lain. Moor (1965 dalam Lowenfeld, 1973) menggambarkan anak-anak penyandang tunaganda-netra sebagai individu yang membutuhkan bantuan khusus agar dapat berfungsi di dalam program pendidikan. Dengan kata lain, anak-anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan membutuhkan pelayanan khusus yang berbeda dari pelayanan untuk anak tunanetra.

Anak yang mengalami ketunanetraan, tidak dapat mempelajari kegiatan kehidupan sehari-hari melalui penglihatannya, maka ketunanetraan tersebut sangat berdampak pada kegiatan kehidupan sehari-hari termasuk pada keterampilan tata cara makan dan minum. Ditambah lagi apabila anak yang mengalami disabilitas tambahan selain tunanetra, maka hambatan tersebut akan berdampak pula pada kegiatan kehidupan sehari-hari termasuk pada keterampilan tata cara makan dan minum, karena anak tersebut masih sangat membutuhkan bimbingan agar keterampilan makan dan minumnya dapat sesuai dengan tata cara yang seharusnya dan dilakukan secara mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Keterampilan tata cara makan dan minum merupakan bagian dari KKS. Keterampilan tata cara makan dan minum ini dalam Depsos RI (2003: 35) termasuk dalam ruang lingkup memelihara diri (Personal Care Skills). Bagi setiap anak, baik itu ABK maupun non ABK termasuk juga anak tunanetra dengan disabilitas tambahan sangat memerlukan pelatihan mengenai keterampilan memelihara diri tersebut dalam hal tata cara makan


(11)

dan minum, sehingga setiap anak dapat dengan mandiri melakukan kegiatan makan dan minum dengan baik dan tepat sesuai dengan tata cara makan dan minum yang seharusnya tanpa adanya bantuan dari orang lain.

Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan yang berada di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna telah mendapatkan pelatihan mengenai KKS. Pelatihan tersebut dilaksanakan guna mengoptimalkan kemampuan keterampilan dari masing-masing anak termasuk anak tunanetra dengan disabilitas tambahan, namun ternyata pelatihan tersebut belum dapat mengoptimalkan kemampuan keterampilan anak, sehingga anak tersebut masih belum mampu melakukan KKS pada aspek kegiatan makan dan minum secara tepat dan sesuai dengan tata cara yang seharusnya.

Berdasarkan hasil pengamatan awal di lapangan (pada saat Program Latihan Profesi/PLP), anak tunanetra dengan disabilitas tambahan mengalami kesulitan dalam hal keterampilan kehidupan sehari-hari pada aspek tata cara makan dan minum, terlihat dengan jelas tata cara makan dan minum anak tersebut belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya. Mulai dari cara mengambil nasi dan lauk pauk yang masih berantakan/berceceran di sekitar piring dan takarannya yang belum sesuai dengan porsi yang seharusnya, kadang terlalu banyak atau bahkan terlalu sedikit, kemudian cara memasukkan makanan ke dalam mulut dengan atau tanpa sendok, terkadang ada sedikit makanan yang tercecer di sekitar mulut dan sekitar meja makan dekat piring anak, selanjutnya cara memegang sendok, cara menuangkan air ke dalam gelas, terkadang menuangkan air terlalu berlebihan sehingga air terbuang, atau bahkan menuangkan air terlalu sedikit. Jadi, pada aspek tata cara minumpun terlihat anak tersebut masih mengalami hambatan.

Terlihat pula di lapangan bahwa kesulitan yang dialami pembimbing asrama dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak tunanetra dengan disabilitas tambahan yaitu pembimbing asrama terkadang mengalami ketidaksabaran dalam menghadapi


(12)

anak-anak tunanetra dengan disabilitas tambahan yang selalu merasa bosan ketika melakukan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum tersebut.

Berdasarkan temuan di lapangan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mendapatkan informasi serta data yang lebih lanjut mengenai pelaksanaan pelatihan KKS dalam hal makan dan minum (tata cara makan dan minum) bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung.

B. Fokus Penelitian

Agar penelitian ini lebih fokus terhadap permasalahan yang akan diteliti, maka fokus penelitian yang dipilih adalah “Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan dan Minum bagi Anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung”.

Selanjutnya untuk mendapatkan data yang diperlukan, maka dibuat beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan dalam tata cara makan dan minum?

2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan?

3. Apa kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan?

4. Bagaimana upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan?


(13)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung. Sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mendeskripsikan keterampilan anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan dalam tata cara makan dan minum.

b. Mendeskripsikan pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan.

c. Mendeskripsikan kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan.

d. Mengetahui upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan.

2. Kegunaan Penelitian

Bila tujuan penelitian ini dapat dicapai, maka hasil penelitian akan memiliki kegunaan, baik kegunaan teoritis maupun kegunaan praktis, dimana kegunaan teoritis maupun kegunaan praktis adalah sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan titik tolak untuk mengembangkan lebih lanjut ilmu pengetahuan profesi guru pendidikan khusus terhadap pembimbing asrama yang memiliki anak asuh tunanetra bahkan anak tunanetra dengan diabilitas tambahan.


(14)

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan evaluasi untuk membina dan mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh anak tunanetra dengan disabilitas tambahan, sehingga anak mampu dalam menyesuaikan dan menyiapkan diri dengan lingkungan dan mampu untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

D. Definisi Konsep

1. Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan dan Minum

a. Tata Cara Makan

Mempelajari aktivitas makan, anak harus didorong untuk duduk dan berkonsentrasi untuk mengikuti materi yang diberikan. Pembimbing asrama/guru harus memastikan anak berada dalam posisi yang benar dan terjaga keseimbangannya. Pada umumnya anak duduk di kursi pada meja makan dengan kaki berada di lantai untuk menjaga keseimbangan mereka. Untuk anak yang berasal dari pedesaan yang memiliki kebiasaan makan dengan duduk di lantai, maka pembimbing asrama/guru dapat membantunya untuk duduk di sebuah sudut dalam ruang makan sehingga anak dapat bersandar di dinding.

Menurut Depsos RI (2003: 94) tata cara pembelajaran Tata Cara Makan bagi anak tunanetra dengan tahapan sebagai berikut: 1) Makan menggunakan tangan/jari tangan

Makan menggunakan tangan/jari tangan merupakan cara termudah bagi anak untuk mulai belajar berlatih agar dapat makan sendiri. Pelajaran ini diberikan tidak pada saat jam makan, karena pada saat itu anak berada dalam kondisi lapar dan mudah menjadi


(15)

frustasi. Latihan ini dilakukan dengan menggunakan makanan kecil dan makanan lain yang disukai oleh anak, seperti aneka biskuit kecil, buah-buahan dan makanan kecil lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong tumbuhnya motivasi anak mencoba makan sendiri.

Untuk membimbing anak belajar makan sendiri menurut Depsos RI (2003: 94) menggunakan jemari tangan, pembimbing asrama/guru dapat melakukan cara-cara sebagai berikut:

a) Letakkan sepotong biskuit atau makanan kecil lainnya pada tangan anak. Peganglah tangan anak dan bimbinglah tangannya menuju mulutnya.

b) Tunjukkan pada anak tempat dimana makanan ditempatkan. c) Pembimbing asrama/guru hendaknya membantu anak untuk

mengambil makanan tersebut dengan cara memegang dan membimbing tangan anak ke piring tempat makanan. Kemudian bimbing anak untuk mengambil makanan dan menyuapkannya ke mulut anak.

d) Lakukan cara-cara di atas berulang-ulang sampai anak mampu melakukannya sendiri tanpa dibimbing.

e) Apabila anak telah mampu menggunakan jemari tangannya untuk makan sendiri, maka pembimbing asrama/guru dapat mulai membantu anak untuk mempraktekkan keterampilan tersebut dalam aktivitas sehari-hari. Pembimbing asrama/guru dapat melaksanakan pelajaran tersebut ketika anak makan makanan kecil atau buah setelah selesai makan pagi, siang, atau malam.

Pelajaran makan menggunakan jemari tangan biasanya diterapkan pada saat anak makan makanan kecil atau buah-buahan. 2) Makan menggunakan sendok

Pelajaran makan menggunakan sendok diberikan kepada anak dengan tujuan agar anak dapat makan makanan utama seperti nasi


(16)

dan lauk pauknya sendiri. Pelajaran ini diberikan agar anak mampu memegang sendok, menyendok makanan, dan makan menggunakan sendok tanpa bantuan.

Untuk membimbing anak belajar makan sendiri menurut Depsos RI (2003: 96) menggunakan sendok, pembimbing asrama/guru dapat melakukan cara-cara sebagai berikut:

a) Latihan memegang sendok

Pembimbing asrama/guru membantu anak memegang sendok dalam posisi tangannya berada di bawah tangan pembimbing asrama/guru. Posisi demikian dilakukan saat pembimbing asrama/guru menyuapi anak, sehingga anak dapat merasakan pegangan sendok. Setelah itu pembimbing asrama/guru membantu anak mendorong sendok berisi makanan ke arah mulut, dan menyuapkannya.

b) Latihan menyendok makanan

Setelah mampu memegang sendok, anak harus berlatih menyendok makanan. Latihan menyendok makanan diberikan dengan bantuan alat makan seperti mangkok dan sendok. Mangkok berisi makanan disediakan tepat di depan anak, sehingga anak mudah mengarahkan sendok yang digenggamnya ke arah makanan. Anak dibimbing untuk mendorong atau memindahkan makanan dalam mangkok ke pinggir mangkok. Dengan demikian, makanan dalam mangkok secara otomatis akan berpindah ke dalam sendok. Anak perlu dilatih untuk menggerakkan sendok ke arah sekeliling mangkok, sehingga tidak akan ada makanan tersisi.

c) Proses latihan diberikan dengan tujuan utama kemandirian anak tunanetra sehingga pembimbing asrama/guru secara perlahan harus mengurangi bantuannya. Jika anak sudah mampu memegang sendok sendiri, pembimbing asrama/guru dapat membantunya dengan hanya memegang pergelangan tangannya. Jika gerakan tangannya telah terkontrol dengan baik,


(17)

pembimbing asrama/guru dapat membantu anak dengan memegang lengan atau sikutnya saja, dan seterusnya.

Jika dalam beberapa waktu anak telah dapat menguasai aktivitas tersebut, maka pembimbing asrama/guru hanya perlu memperhatikan dan memberikan arahan dengan suara saja. Upaya yang lebih keras diperlukan dalam melatih anak tunanetra dengan disabilitas tambahan dalam mengkoordinasikan berbagai aktivitas tersebut.

d) Jika dalam proses latihan anak mengalami kesulitan untuk memegang sendok, maka pembimbing asrama/guru dapat membuat tangkai baru. Tangkai baru tersebut bahannya dapat terbuat dari karet atau kayu. Bentuknya dibuat sesuai dengan kemampuan anak dalam menggenggam sendok, misalnya bentuk tube, bola, lilitan kain, dan bentuk lainnya.

e) Untuk anak yang mengalami kesulitan dalam melakukan latihan, terutama dalam menggenggamkan tangannya pada tangkai sendok, maka pembimbing asrama/guru harus memberikan latihan khusus. Anak bersangkutan dibimbing untuk menggenggamkan tangannya pada tangkai sendok, kemudian pembimbing asrama/guru memegang pergelangan tangan anak kuat-kuat. Berilah tekanan sedikit pada pergelangan tangan anak dengan ibu jari, sehingga anak dapat memegang sendok dengan mudah.

3) Makan menggunakan sendok dan garpu

Pelajaran makan menggunakan sendok dan garpu menurut Depsos RI (2003: 98) diberikan kepada anak setelah mereka mampu makan dengan menggunakan sendok. Anak dilatih untuk mengenal fungsi garpu sebagai alat bantu dalam mengisi makanan ke dalam sendok. Melalui latihan ini, anak belajar mengkoordinasikan sendok dan garpu sebagai alat bantu dalam melakukan aktivitas makan. Sendok bergerak ke arah depan, dan


(18)

pada saat bersamaan garpu bergerak dari arah depan ke belakang sehingga makanan masuk ke dalam sendok.

b. Tata Cara Minum

Sebelum anak dapat membuat minum sendiri, mereka harus dapat menuang air dari tempat air ke dalam gelas atau cangkir. Latihan ini memerlukan koordinasi gerakan tangan yang baik dan upaya yang cukup keras dari anak. Melalui pelajaran tata cara minum, anak akan dapat mengetahui bentuk gelas dan seluk beluknya dengan baik, menuangkan air ke dalam gelas dengan tepat, mengetahui kapasitas gelas atau cangkir bila sudah penuh dengan memegang tepi gelas dan sebagainya. Dalam proses latihan tersebut pembimbing asrama menggunakan air dingin. Jika anak telah mampu menguasai dan mempraktekkannya dengan baik, maka pembimbing asrama dapat melatih anak untuk menuangkan air panas ke dalam gelas.

Bagi anak tunanetra harus diberikan latihan tata cara menuangkan air dingin dan air panas dengan langkah berbeda. Berikut ini disajikan tata cara menuangkan air dingin dan air panas ke dalam gelas menurut Depsos RI (2003: 98):

1) Cara menuangkan air dingin a) Langkah Pertama

Anak dilatih untuk meletakkan pancuran teko dekat ke tepi gelas. Dalam latihan ini pembimbing asrama sebaiknya memilih teko yang kecil, kemudian isi dengan air dingin setengahnya. Untuk mengisi gelas yaitu pembimbing asrama asrama mengarahkan anak untuk memegang gelas dengan satu tangan, dan satu tangan lainnya memegang teko. Posisi gelas berada kira-kira setengah dari tinggi teko. Teko diangkat agar air dapat mengucur keluar, dalam saat bersamaan anak dibimbing untuk mendekatkan gelas ke arah pancuran air.


(19)

b) Langkah Kedua

Melalui latihan ini anak dilatih untuk mampu menuangkan air ke dalam gelas. Setelah anak mampu meletakkan pancuran teko dekat ke tepi mulut gelas dengan tepat, anak dibimbing untuk menuangkan air dalam teko ke gelas. Pembimbing asrama mengarahkan anak untuk memiringkan teko secara hati-hati agar air tidak tumpah.

c) Langkah Ketiga

Latihan ini diberikan kepada anak agar anak dapat mengetahui kapan air dalam teko berhenti memancur keluar. Untuk melakukannya yaitu anak dapat mengukur volume gelas dengan mendengarkan gemericik air yang menghilang ketika air telah penuh.

2) Cara menuangkan air panas

Menuangkan air panas dapat dilakukan dengan tiga cara sebagaimana cara menuangkan air dingin yang telah diuraikan sebelumnya (Modul Depsos RI, 2003: 99). Namun, dalam latihan ini untuk mengetahui volume gelas anak dapat merasakan perubahan temperatur yang dirasakan melalui perabaan tangannya, dan anak dapat mendengarkan gemericik air yang semakin lama semakin menghilang.

Dalam proses latihan sebaiknya pembimbing asrama menggunakan air yang tidak terlalu panas, agar anak tidak merasa ketakutan tersiram air panas. Jika anak telah mampu menuangkan air panas, maka pembimbing asrama dapat menaikkan temperaturnya beberapa tingkat.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara harfiah kata metode dapat diartikan sebagai cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya. Sedangkan penelitian dapat diartikan suatu kegiatan mengamati, menilai, mengolah, dan menyimpulkan terhadap satu atau lebih permasalahan yang dilakukan dengan cermat, seksama, dan hati-hati. Jadi, metode penelitian dapat diartikan sebagai urutan cara/langkah yang telah dipersiapkan/direncanakan dengan baik untuk melakukan pemecahan satu atau lebih masalah secara cermat dan seksama dalam ilmu pengetahuan dan sejenis.

Metode penelitian digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas serta petunjuk bagaimana penelitian itu dilaksanakan. Untuk itu, perlu mempertimbangkan penggunaan metode penelitian yang mencakup pendekatan, strategi, subjek penelitian dan teknik-teknik pengumpulan data, sehingga keilmiahan dan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan diyakini kebenarannya, objektif, dan akurat.

Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena penelitian ini bermaksud untuk memahami, mengungkap, dan menjelaskan berbagai gambaran atas fenomena-fenomena yang ada di lapangan dan kemudian dirangkum menjadi kesimpulan deskriptif berdasarkan data penelitian yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti.

A. Subjek dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung yang beralamatkan di Jalan Pajajaran No. 52 Bandung. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan pada kebutuhan data penelitian.

Subjek penelitiannya adalah pihak-pihak yang terkait dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum, dan yang bersedia


(21)

dalam memberikan informasi-informasi berisi data dan keterangan penting yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Subjek penelitian ini adalah tiga orang anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan di PSBN Wyata Guna Kota Bandung. Ketiga anak tersebut adalah anak yang mengalami hambatan majemuk tunanetra dengan disabilitas tambahan yang diduga adalah anak tunagrahita sedang. Selain itu subjek dalam penelitian ini adalah satu orang Pembimbing asrama dalam kegiatan pelatihan Keterampilan Kegiatan Kehidupan Sehari-Hari dalam hal tata cara makan dan minum di PSBN Wyata Guna Kota Bandung.

B. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimulai dari tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, sampai tahap pemeriksaan keabsahan data menurut Moleong (2007: 127).

1. Tahap Pralapangan

a. Menyusun Rancangan Penelitian

Kegiatan ini merupakan tahap awal dari rangkaian proses penelitian. Awalnya yaitu kegiatan penyusunan rancangan penelitian yang harus diajukan dalam bentuk proposal skripsi, dimana calon peneliti mengajukannya kepada Dewan Skripsi Jurusan Pendidikan Khusus. Setelah disetujui oleh Dewan Skripsi kemudian proposal penelitian tersebut diseminarkan. Untuk melengkapi dan menyempurnakan rancangan penelitian, maka peneliti melakukan konsultasi dan bimbingan dengan Dosen Pembimbing. Setelah itu peneliti menyusun rencana untuk ke lapangan yang sesuai dengan latar penelitian.

b. Memilih Lapangan Penelitian

Pemilihan lapangan penelitian ini diawali dengan adanya informasi yang ditemukan mengenai keterampilan kegiatan kehidupan sehari-hari pada aspek keterampilan tata cara makan dan minum di PSBN Wyata Guna Kota Bandung. Berdasarkan hal


(22)

tersebut peneliti berkeinginan untuk mendapatkan deskripsi mengenai pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum pada anak Tunanetra dengan disabilitas tambahan di lembaga tersebut. c. Mengurus Perizinan Penelitian

Pengurusan perizinan yang bersifat administrasi dilakukan mulai dari tingkat Jurusan, kemudian ke Fakultas, dan Universitas. Setelah itu, peneliti mendapatkan surat rekomendasi untuk disampaikan kepada Kepala PSBN Wyata Guna Kota Bandung. d. Menyiapkan Peralatan Penelitian

Pada tahap ini peneliti menyiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk mempermudah, memperlancar, dan memperjelas kegiatan pengumpulan data yang diperoleh dari lapangan. Kegiatan pada tahap ini adalah mempersiapkan instrumen penelitian yang terdiri atas pedoman wawancara dan pedoman observasi.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

a. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri 1) Pembatasan latar penelitian

Pembatasan latar penelitian ini sangatlah penting, sehingga pengumpulan data akan menjadi efektif. Adapun latar penelitian ini dibatasi pada lokasi PBSN Wyata Guna Kota Bandung.

2) Penampilan

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan penampilannya. Karena tempat penelitiannya adalah sebuah panti atau lembaga sosial, maka peneliti juga berusaha untuk tampil sopan dan bertutur kata dengan formal.

3) Pengenalan hubungan peneliti di lapangan

Penelitian ini bersifat pengamatan langsung tanpa adanya peran serta peneliti. Oleh karena itu peneliti berusaha agar tetap berhubungan baik dan akrab dengan lingkungan di


(23)

tempat penelitian tanpa mempengaruhi berbagai kondisi dan perilaku alami yang ada di tempat penelitian tersebut.

4) Jumlah waktu penelitian

Peneliti mengalokasikan waktu penelitian di lapangan kurang lebih selama dua bulan, dengan harapan jumlah waktu yang terbatas ini berbagai informasi dan data yang dibutuhkan dapat terkumpul dengan baik.

b. Memasuki Lapangan 1) Keakraban hubungan

Keakraban hubungan peneliti dengan lingkungan di tempat penelitian senantiasa selalu dijaga oleh peneliti, sehingga mempermudah dan memperlancar dalam pengumpulan data dan informasi penelitian yang dibutuhkan.

2) Mempelajari bahasa

Kegiatan penelitian ini sangat mudah dan nyaman dengan menggunakan Bahasa Indonesia, maka sangat penting pula untuk mempelajari bahasa agar mempermudah dan memperlancar proses penelitian.

3) Peranan peneliti

Peranan peneliti dalam aktivitas yang ada di tempat penelitian tidak beasr, karena penelitian melalui pengamatan langsung tanpa adanya peran serta dari peneliti, sehingga sebisa mungkin peneliti tidak terlibat dalam setiap aktivitas yang ada, karena dikhawatirkan juga peneliti mempengaruhi berbagai kondisi dan perilaku yang terjadi di tempat penelitian.

c. Berpartisipasi sekaligus mengumpulkan Data 1) Pengarahan batas studi

Kegiatan pembatasan studi ini dilakukan dengan memperhatikan batasan pada fokus masalah yang akan diteliti. Pengarahan batas studi ini sangatlah penting dalam proses penelitian, agar pada saat peneliti berada di tempat penelitian


(24)

tidak akan terjebak oleh masalah-masalah di luar fokus masalah yang akan diteliti.

2) Mencatat data

Kegiatan mencatat data ini dilakukan pada saat dan sesudah pengumpulan data, baik pada saat kegiatan wawancara maupun pada saat dan sesudah kegiatan observasi. Data yang dicatat adalah data hasil wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini data yang dicatat dari wawancara dan observasi bersumber dari subjek penelitian yaitu Pembimbng dan siswa PSBN Wyata Guna Kota Bandung.

C. Instrument Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah ”alat penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data secara keseluruhan dalam proses penelitian agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dan juga tepat”, (Moleong, Lexy J., 2012: 168). Peneliti sebagai instrumen kunci. Jadi, instrumen penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Jadi, peneliti sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisis, penafsir data, dan pada akhirnya sebagai pelapor hasil penelitiannya. Instrumen penelitian ini berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada pembimbing asrama.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara:

a. Observasi / Pengamatan

Peneliti mencatat segala sesuatu dari kondisi awal sebelum, saat proses, dan sesudah proses pelatihan terjadi. Teknik observasi yang digunakan adalah observasi langsung nonpartisipatori atau dengan cara pengamatan langsung tanpa melibatkan diri secara langsung pada kegiatan di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan secara tersembunyi (covert). Nasution (1996: 62) menjelaskan “observasi dengan pengamatan tersembunyi bertujuan untuk memperoleh data


(25)

yang valid dan reliable dan dapat dipercaya karena tidak dibuat-buat”. Pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagian lampiran II.

b. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat terstruktur, yaitu wawancara yang menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada pembimbing asrama yang menangani anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum, untuk memperkuat data dari hasil observasi. Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat verbal, artinya hasil wawancara ditulis dan direkam agar data yang diperoleh lebih lengkap dan terperinci. Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagian lampiran II.

c. Studi Dokumentasi

Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record (setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting), yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. (Guba dan Lincoln dalam Moleong, 2007: 216-217).

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan semua dokumen yang berhubungan dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Dokumen yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa hasil dokumentasi pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan.


(26)

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data ini menggunakan pola yang dikemukakan oleh Miles and Huberman (1984) dalam Sugiyono (2010: 246) yang terdiri dari Reduksi Data, Display Data, dan Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi. a. Reduksi Data

Data atau informasi yang diperoleh dari lapangan sebagai bahan mentah diringkas, disusun lebih sistematis, serta ditonjolkan pokok-pokok penting yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga lebih mudah untuk mendeskripsikan mengenai program keterampilan memelihara diri anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan.

b. Display Data

Pengumpulan data dari hasil penelitian yang dilakukan secara bertahap atau keseluruhan dengan cara mengklasifikasikan dan menyajikan data sesuai dengan pokok permasalahan agar lebih mudah dipahami. Karena teknik pengumpulan data seperti wawancara dan observasi itu tidak cukup satu atau dua kali saja, diperlukan beberapa kali sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan dibuat kesimpulan dari semua data yang terkumpul dan yang diolah, untuk kemudian dicari apakah semua data layak dimasukkan dan diterapkan sesuai dengan rancangan penelitian.

E. Pengujian Keabsahan Data

Pengujian Keabsahan Data dalam penelitian ini menggunakan teknik Triangulasi. Teknik Triangulasi menurut Moleong (2012: 330) adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.


(27)

Triangulasi dengan sumber (Patton 1987: 331 dalam Moleong 2012: 330) berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan

apa yang dikatakannya secara pribadi;

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;

4. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang;

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Bagan 3.1

Teknik Triangulasi (Moleong, 2012: 330)

Bagan di atas merupakan alur teknik triangulasi yang digunakan oleh peneliti, data hasil observasi dibandingkan dengan di cek silang data hasil wawancara dari berbagai sumber. Data hasil observasi juga dibandingkan dengan di cek silang data hasil dokumentasi. Demikian pula data hasil wawancara dari berbagai sumber dibandingkan dan di cek silang dengan data dokumentasi. Langkah terakhir adalah mengambil dan membuat kesimpulan secara keseluruhan.

Data Hasil Wawancara

Data Hasil Observasi

Data Hasil Dokumentasi


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Keterampilan anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan dalam tata cara makan dan minum. Ketiga anak yang menjadi subyek dalam penelitian ini sudah mampu untuk melakukan kegiatan makan sendiri, tetapi belum sesuai dengan tata cara yang benar dan belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya. Dalam mengenal peralatan makan dan minum semua anak sudah mengetahui dan memahami peralatan yang digunakan untuk makan dan minum. Dalam menggunakan peralatan makan, mengambil makanan, kemudian dalam pelaksanaan makan dengan menggunakan tangan/jari, sendok, serta sendok dan garpu, ketiga anak masih harus dibimbing oleh pembimbing asrama. Subjek 1 dan 3 dalam memegang makanan menggunakan tangan/jari masih harus dibimbing dan juga dalam memegang sendok pun ketiga anak masih harus dibimbing, karena dalam memegang makanan dan memegang sendok masih belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya dan yang sesuai dengan tata cara yang baik dan benar dalam praktek makan. Selain itu dalam menggunakan peralatan minum seperti menuangkan air ke dalam gelas dan dalam memegang gelas, subjek 1 dan 3 masih harus memerlukan bimbingan dari pembimbing asrama untuk melakukannya.

2. Pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan. Pelaksanaan pelatihan


(29)

keterampilan makan dan minum tersebut dilaksanakan rutin setiap minggu yang dilakukan oleh pembimbing asrama dan semua jadwal serta program diatur oleh pihak pembimbing asrama tersebut dengan jadwal yang berubah-ubah, terkadang pada waktu makan siang dan terkadang juga pada waktu makan malam dan dilaksanakan di ruang makan umum atau ruang makan asrama. Sebelum pelatihan dimulai terlebih dahulu pembimbing asrama meningkatkan kesiapan psikologis anak-anaknya, apabila kesiapan psikologis anak tidak ditingkatkan terlebih dahulu, maka anak tidak akan mau mengikuti pelatihan dengan benar dan sungguh-sungguh. Selain itu, mental dan kesiapan psikologis pembimbing asrama pun harus ditingkatkan ketika berhadapan dengan anak-anak tunanetra dengan disabilitas tambahan, karena diperlukan kesabaran yang cukup besar pada saat melatih anak-anak tunanetra dengan disabilitas tambahan tersebut. Selanjutnya yang dipersiapkan oleh pembimbing asrama sebelum pelatihan dimulai adalah materi dan sarana prasarana pelatihan untuk mempermudah proses pelatihan berlangsung yang sesuai dengan pelaksanaan kegiatan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum. Proses penyampaian materi pelatihan yaitu dengan cara pembimbing asrama menyesuaikan antara materi yang ada pada buku modul dengan kondisi dan kebutuhan dari masing-masing anak. Selain itu teknik yang dipergunakan pembimbing asrama dalam melaksanakan pelatihan adalah dengan bimbingan secara langsung, memberikan penjelasan/ceramah secara lisan, dan praktek/peragaan kepada anak. Pendekatan yang dilakukan oleh pembimbing asrama yaitu membimbing secara individual dalam memberikan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum, sehingga anak dapat dengan mudah menerima, mengerti, dan memahami setiap tahap-tahap


(30)

pelatihan tersebut, karena pembimbing asrama secara satu persatu memberikan contoh, bimbingan, serta penjelasan kepada anak. Dan untuk penggunaan media pembelajaran yaitu berupa sarana dan prasarana dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum ini sudah cukup menunjang dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap anak dalam kegiatan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum.

3. Kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum pada anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan. Kesulitan/hambatan dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum tersebut antara lain ketidakmampuan subyek 1 (subyek A) yaitu masih belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang dan mengambil makanan menggunakan tangan/jari tangan, memasukkan makanan ke dalam mulut menggunakan tangan/jari. Selanjutnya ketidakmampuan subyek 2 (subyek PSR) yaitu masih belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang sendok dan garpu, mengambil makanan menggunakan sendok, dan untuk ketidakmampuan subyek 3 (subyek CB) yaitu masih belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang dan mengambil makanan menggunakan tangan/jari tangan, memasukkan makanan dalam mulut menggunakan tangan/jari tangan. Untuk makan menggunakan sendok dan garpu ketiga anak masih harus dibimbing. 4. Upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan keterampilan

tata cara makan dan minum pada anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan. Upaya pembimbing asrama yang dilakukan dalam menanggulangi kesulitan/hambatan pada pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum yaitu dengan terus menerus membimbing dan


(31)

mendampingi anak yang masih belum mampu dalam keterampilan tata cara makan dan minum yang sesuai dengan tata cara yang seharusnya. Selain itu anak terus diberikan latihan secara berulang-ulang tentang tata cara makan dan minum yang sesuai dengan tata cara yang seharusnya. Upaya mengikutsertakan rekan lain dari pembimbing asrama (Pekerja Sosial dan pembimbing asrama lainnya) dan juga orangtua anak menjadi salah satu bentuk upaya dari pembimbing asrama dalam menanggulangi kesulitan/hambatan pada pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum tersebut. Dengan diberikannya sebuah pelatihan dengan menggunakan teknik bimbingan langsung secara individual, kemampuan dari masing-masing anak ada perubahan ke arah lebih baik dalam hal tata cara makan dan minum.

B. Rekomendasi

1. Bagi pembimbing asrama

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan pertimbangan bagi pembimbing asrama untuk dapat melaksanakan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak tunanetra dengan disabilitas tambahan secara lebih rutin lagi (tiga kali dalam seminggu atau bahkan setiap hari), lebih terprogram, dan lebih intensif lagi. Karena yang dihadapi adalah anak tunanetra dengan disabilitas tambahan bukan hanya anak tunanetra dengan satu ketunaan saja. Selanjutnya pembimbing asrama diharapkan bisa berkoordinasi dengan pihak lembaga terkait dalam penyusunan program dan jadwal agar lebih terarah dalam pelaksanaan pelatihannya.

2. Bagi PSBN Wyata Guna Bandung

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan pertimbangan bagi pihak PSBN Wyata Guna Bandung untuk penyusunan kurikulum mengenai keterampilan kehidupan sehari-hari bagi anak tunanetra


(32)

dengan disabilitas tambahan. Dengan adanya kurikulum, pelaksanaan pelatihan akan semakin terarah karena akan semakin jelas tujuan, sasaran, isi dari setiap materi yang akan diberikan. Selain itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bahwa pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak tunanetra dengan disabilitas tambahan ini sangatlah penting dan bermanfaat untuk dilaksanakan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini mengungkap tentang tingkat kemampuan anak tunanetra dengan disabilitas tambahan dalam keterampilan tata cara makan dan minum, pelaksanaan pelatihan, kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelaksanaan pelatihan, serta upaya yang dilakukan dalam menanggulangi kesulitan/hambatan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti akan pentingnya pembekalan keterampilan pada anak tunanetra dengan disabilitas tambahan. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan penelitian pada kegiatan pelatihan keterampilan lainnya. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali secara lebih mendalam bagaimana penggunaan teknik yang tepat dalam keterampilan tata cara makan dan minum maupun keterampilan kehidupan sehari-hari yang lainnya.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Moh. (1994). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Guru.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Bineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta.

Delphie, B. (2005). Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.

Departemen P dan K. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Sosial RI. (2003). Panduan Pelaksanaan Keterampilan Kehidupan Sehari-hari Penyandang Cacat Netra. Bandung: Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat 2003 (tidak diterbitkan). Didi Tarsidi. (2011). Definisi Tunanetra. [online]. Tersedia:

http://d-tarsidi.blogspot.com04/2011/10/definisi-tunanetra.html diakses 04 Oktober 2011

Duwi Santosa. (2013). Etiket makan-tata cara makan. [online]. Tersedia: http://www.galeripustaka.com08/2013/04/etiket-makan-tata-cara-makan.htmldiakses Senin, 08 April 2013

Fathoni, A. (2006). Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Mangunsong, F., Semiawan, C.R. (2010). Keluarbiasaan Ganda (Twice Exceptionality), Mengeksplorasi, Mengenal, Mengidentifikasi, dan Menanganinya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Nawawi, A. (2010). Keterampilan Kehidupan Sehari-hari bagi Tunanetra, Activity of Daily Living Skills (ADL). Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan Indonesia.


(34)

Panduan Pengembangan Kurikulum dan Program Pembelajaran bagi Siswa MDVI/Deafblind. [online]. Tersedia: http://www.transitionplanningasia.org/sites/default/files/uploaded-

files/MDVI%2520Curriculum%2520Manual%2520-%2520Indonesia.doc diakses 2012

Pannen, Paulina, dkk. (1999). Cakrawala Pendidikan. Jakarta. Universitas Terbuka.

Pendekatan Pendidikan menurut paham. [online]. Tersedia: http://www.pendidikan-info.blogspot.com/2010/01/pendekatan-pendidikan- menurut-paham.html diakses Januari 2010

Rahmawati, D. (2009). Gambaran Resiliensi dan Kemampuan Remaja Tunanetra-Ganda. Skripsi pada FPsi UI Depok: tidak diterbitkan. Setiawan, A. (2011). “Program Bina Diri bagi Anak Tunagrahita Ringan

dan Sedang”. Makalah pada Pelatihan Bina Diri bagi Anak Tunagrahita Ringan dan Sedang, Bandung.

Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta.

Somantri, Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT.Refika Aditama.

Sugandi, Achmad, dkk. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang:IKIP PRESS.

Sugandi, Achmad, dkk. (2004). Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Bandung: UPI Press.


(1)

keterampilan makan dan minum tersebut dilaksanakan rutin setiap minggu yang dilakukan oleh pembimbing asrama dan semua jadwal serta program diatur oleh pihak pembimbing asrama tersebut dengan jadwal yang berubah-ubah, terkadang pada waktu makan siang dan terkadang juga pada waktu makan malam dan dilaksanakan di ruang makan umum atau ruang makan asrama. Sebelum pelatihan dimulai terlebih dahulu pembimbing asrama meningkatkan kesiapan psikologis anak-anaknya, apabila kesiapan psikologis anak tidak ditingkatkan terlebih dahulu, maka anak tidak akan mau mengikuti pelatihan dengan benar dan sungguh-sungguh. Selain itu, mental dan kesiapan psikologis pembimbing asrama pun harus ditingkatkan ketika berhadapan dengan anak-anak tunanetra dengan disabilitas tambahan, karena diperlukan kesabaran yang cukup besar pada saat melatih anak-anak tunanetra dengan disabilitas tambahan tersebut. Selanjutnya yang dipersiapkan oleh pembimbing asrama sebelum pelatihan dimulai adalah materi dan sarana prasarana pelatihan untuk mempermudah proses pelatihan berlangsung yang sesuai dengan pelaksanaan kegiatan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum. Proses penyampaian materi pelatihan yaitu dengan cara pembimbing asrama menyesuaikan antara materi yang ada pada buku modul dengan kondisi dan kebutuhan dari masing-masing anak. Selain itu teknik yang dipergunakan pembimbing asrama dalam melaksanakan pelatihan adalah dengan bimbingan secara langsung, memberikan penjelasan/ceramah secara lisan, dan praktek/peragaan kepada anak. Pendekatan yang dilakukan oleh pembimbing asrama yaitu membimbing secara individual dalam memberikan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum, sehingga anak dapat dengan mudah menerima, mengerti, dan memahami setiap tahap-tahap


(2)

Husni Umakhir Gitardiana, 2013

Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan Dan Minum Bagi Anak Tunanetra Dengan Disabilitas Tambahan (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Tunanetra Dengan Disabilitas Tambahan Di Psbn Wyata Guna Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pelatihan tersebut, karena pembimbing asrama secara satu persatu memberikan contoh, bimbingan, serta penjelasan kepada anak. Dan untuk penggunaan media pembelajaran yaitu berupa sarana dan prasarana dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum ini sudah cukup menunjang dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap anak dalam kegiatan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum.

3. Kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum pada anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan. Kesulitan/hambatan dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum tersebut antara lain ketidakmampuan subyek 1 (subyek A) yaitu masih belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang dan mengambil makanan menggunakan tangan/jari tangan, memasukkan makanan ke dalam mulut menggunakan tangan/jari. Selanjutnya ketidakmampuan subyek 2 (subyek PSR) yaitu masih belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang sendok dan garpu, mengambil makanan menggunakan sendok, dan untuk ketidakmampuan subyek 3 (subyek CB) yaitu masih belum sesuai dengan tata cara yang seharusnya dalam hal memegang dan mengambil makanan menggunakan tangan/jari tangan, memasukkan makanan dalam mulut menggunakan tangan/jari tangan. Untuk makan menggunakan sendok dan garpu ketiga anak masih harus dibimbing. 4. Upaya dalam menanggulangi kesulitan pada pelatihan keterampilan

tata cara makan dan minum pada anak Tunanetra dengan Disabilitas Tambahan. Upaya pembimbing asrama yang dilakukan dalam menanggulangi kesulitan/hambatan pada pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum yaitu dengan terus menerus membimbing dan


(3)

mendampingi anak yang masih belum mampu dalam keterampilan tata cara makan dan minum yang sesuai dengan tata cara yang seharusnya. Selain itu anak terus diberikan latihan secara berulang-ulang tentang tata cara makan dan minum yang sesuai dengan tata cara yang seharusnya. Upaya mengikutsertakan rekan lain dari pembimbing asrama (Pekerja Sosial dan pembimbing asrama lainnya) dan juga orangtua anak menjadi salah satu bentuk upaya dari pembimbing asrama dalam menanggulangi kesulitan/hambatan pada pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum tersebut. Dengan diberikannya sebuah pelatihan dengan menggunakan teknik bimbingan langsung secara individual, kemampuan dari masing-masing anak ada perubahan ke arah lebih baik dalam hal tata cara makan dan minum.

B. Rekomendasi

1. Bagi pembimbing asrama

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan pertimbangan bagi pembimbing asrama untuk dapat melaksanakan pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak tunanetra dengan disabilitas tambahan secara lebih rutin lagi (tiga kali dalam seminggu atau bahkan setiap hari), lebih terprogram, dan lebih intensif lagi. Karena yang dihadapi adalah anak tunanetra dengan disabilitas tambahan bukan hanya anak tunanetra dengan satu ketunaan saja. Selanjutnya pembimbing asrama diharapkan bisa berkoordinasi dengan pihak lembaga terkait dalam penyusunan program dan jadwal agar lebih terarah dalam pelaksanaan pelatihannya.

2. Bagi PSBN Wyata Guna Bandung

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan pertimbangan bagi pihak PSBN Wyata Guna Bandung untuk penyusunan kurikulum


(4)

Husni Umakhir Gitardiana, 2013

Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan Dan Minum Bagi Anak Tunanetra Dengan Disabilitas Tambahan (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Tunanetra Dengan Disabilitas Tambahan Di Psbn Wyata Guna Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan disabilitas tambahan. Dengan adanya kurikulum, pelaksanaan pelatihan akan semakin terarah karena akan semakin jelas tujuan, sasaran, isi dari setiap materi yang akan diberikan. Selain itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bahwa pelatihan keterampilan tata cara makan dan minum bagi anak tunanetra dengan disabilitas tambahan ini sangatlah penting dan bermanfaat untuk dilaksanakan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini mengungkap tentang tingkat kemampuan anak tunanetra dengan disabilitas tambahan dalam keterampilan tata cara makan dan minum, pelaksanaan pelatihan, kesulitan/hambatan yang dialami dalam pelaksanaan pelatihan, serta upaya yang dilakukan dalam menanggulangi kesulitan/hambatan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti akan pentingnya pembekalan keterampilan pada anak tunanetra dengan disabilitas tambahan. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan penelitian pada kegiatan pelatihan keterampilan lainnya. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali secara lebih mendalam bagaimana penggunaan teknik yang tepat dalam keterampilan tata cara makan dan minum maupun keterampilan kehidupan sehari-hari yang lainnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Moh. (1994). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Guru.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Bineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta.

Delphie, B. (2005). Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.

Departemen P dan K. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Sosial RI. (2003). Panduan Pelaksanaan Keterampilan Kehidupan Sehari-hari Penyandang Cacat Netra. Bandung: Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat 2003 (tidak diterbitkan). Didi Tarsidi. (2011). Definisi Tunanetra. [online]. Tersedia:

http://d-tarsidi.blogspot.com04/2011/10/definisi-tunanetra.html diakses 04 Oktober 2011

Duwi Santosa. (2013). Etiket makan-tata cara makan. [online]. Tersedia: http://www.galeripustaka.com08/2013/04/etiket-makan-tata-cara-makan.htmldiakses Senin, 08 April 2013

Fathoni, A. (2006). Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Mangunsong, F., Semiawan, C.R. (2010). Keluarbiasaan Ganda (Twice Exceptionality), Mengeksplorasi, Mengenal, Mengidentifikasi, dan Menanganinya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Nawawi, A. (2010). Keterampilan Kehidupan Sehari-hari bagi Tunanetra, Activity of Daily Living Skills (ADL). Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan Indonesia.


(6)

Husni Umakhir Gitardiana, 2013

Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Tata Cara Makan Dan Minum Bagi Anak Tunanetra Dengan Disabilitas Tambahan (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Tunanetra Dengan Disabilitas Tambahan Di Psbn Wyata Guna Kota Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Panduan Pengembangan Kurikulum dan Program Pembelajaran bagi Siswa MDVI/Deafblind. [online]. Tersedia: http://www.transitionplanningasia.org/sites/default/files/uploaded-

files/MDVI%2520Curriculum%2520Manual%2520-%2520Indonesia.doc diakses 2012

Pannen, Paulina, dkk. (1999). Cakrawala Pendidikan. Jakarta. Universitas Terbuka.

Pendekatan Pendidikan menurut paham. [online]. Tersedia: http://www.pendidikan-info.blogspot.com/2010/01/pendekatan-pendidikan- menurut-paham.html diakses Januari 2010

Rahmawati, D. (2009). Gambaran Resiliensi dan Kemampuan Remaja Tunanetra-Ganda. Skripsi pada FPsi UI Depok: tidak diterbitkan. Setiawan, A. (2011). “Program Bina Diri bagi Anak Tunagrahita Ringan

dan Sedang”. Makalah pada Pelatihan Bina Diri bagi Anak Tunagrahita Ringan dan Sedang, Bandung.

Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta.

Somantri, Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT.Refika Aditama.

Sugandi, Achmad, dkk. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang:IKIP PRESS.

Sugandi, Achmad, dkk. (2004). Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Bandung: UPI Press.