PENDAHULUAN Optimasi Formula Salep Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn.) Basis Peg 400 Dan Peg 4000 Dengan Metode Desain Faktorial.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Garcinia mangostana Linn. (buah manggis) merupakan pohon cemara
tropis berasal dari Kepulauan Sunda dan Maluku. Buah manggis memiliki bentuk
dan warna yang khas yaitu berwarna merah sampai merah keunguan ketika buah
matang. Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa penting. Senyawa
terbesar yaitu xanton. Xanton mengandung senyawa α-, β- dan ɤ- mangostin,
garsinon E, deoksigartinin dan gartanin (Perez et al., 2008). Kandungan senyawa
lain yaitu kuinon, asam karboksilat dan hidrogen aromatik terhalogenasi (Putra,
2010).
Kulit buah manggis selain bermanfaat sebagai antioksidan juga sebagai
antibakteri. Senyawa yang bertanggung jawab sebagai antibakteri yaitu αmangostin (Linuma et al., 1996). Hal ini ditunjukkan oleh penelitian bahwa
ekstrak etanol kulit buah manggis dengan konsentrasi 200 µg tiap sumuran
memiliki diameter zona hambat sebesar 24 mm terhadap Staphylococcus aureus
(Geetha et al., 2011).
Pengobatan

infeksi


kulit

yang

disebabkan

oleh

bakteri

dapat

memanfaatkan kulit buah manggis. Kulit buah manggis perlu dibuat sediaan yang
mampu berpenetrasi pada bagian epidermis (topikal) yaitu sediaan salep. Salep
merupakan sediaan semi solid yang pemakaiannya ditujukan topikal (Depkes RI.,
1995). Menurut Warsito (2011) penggunaan salep ditujukan untuk pemakaian luar
dan penggunaannya mudah bagi yang memakainya. Pelepasan obat dari sediaan
salep dipengaruhi oleh basis salep yang digunakan, kelarutan, karakteristik obat
dan viskositas. Basis salep yang baik harus memiliki stabilitas dan daya menyebar
yang baik (Voigt, 1984).

Basis yang digunakan dalam penelitian yaitu PEG. Basis PEG memiliki
daya melekat dan distribusi pada kulit yang baik, tidak merangsang, mudah dicuci
dengan air dan tidak menghambat produksi keringat. Basis PEG tidak digunakan

1

2

untuk basis salep mata, memiliki higroskopisitas tinggi yang menyebabkan
resorbsi obat. PEG dengan ukuran molekul sampai 600 bersifat cairan kental
sedangkan ukuran 20000 bersifat seperti malam (Voigt, 1984). Charunia (2009)
menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi PEG 4000 pada salep minyak atsiri
rimpang temu giring menyebabkan nilai viskositas meningkat, daya menyebar
kecil dan daya melekat semakin besar. Pada perbandingan PEG 400 dan PEG
4000 (60 : 40) memberikan kemampuan paling baik dalam menghambat
pertumbuhan jamur dan memperlihatkan sifat fisik yang lebih baik dibandingkan
dengan perbandingan PEG 400 dan PEG 4000 (40 : 60). Naibaho dkk (2013)
menyebutkan uji homogenitas salep ekstrak daun kemangi dengan basis PEG 400
dan 4000 homogen dan tidak menggumpal serta memiliki pH sebesar 4 - 5.
Menurut Rahmawati (2012) formulasi salep fraksi heksan herba pegagan dengan

basis PEG 400 dan PEG 4000 (60 : 40) mempunyai sifat fisik yang stabil,
memiliki daya melekat yang lebih lama, memiliki homogenitas yang baik dan
stabil dalam penyimpanan selama 8 minggu. Menurut Puspitasari (2007)
penambahan PEG 400 yang semakin banyak akan menurunkan viskositas salep
dan akan meningkatkan daya menyebar salep.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan formula yang tepat dan baik,
diperlukan optimasi formula dengan metode desain faktorial (Proust, 2005).
Penelitian dengan metode desain faktorial diharapkan mendapat komposisi
campuran PEG 400 dan PEG 4000 yang optimum ditinjau dari sifat fisik salep
dan aktivitas antibakteri sediaan salep ekstrak etanol kulit buah manggis
(Garcinia mangostana Linn.).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat disusun
perumusan masalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana pengaruh formulasi basis salep PEG 400 dan PEG 4000 terhadap
sifat fisik salep dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah manggis?


2.

Berapa konsentrasi penggunaan basis PEG 400 dan 4000 agar menghasilkan
sifat fisik dan aktivitas antibakteri yang optimum?

3

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk:
1.

Mengetahui pengaruh formulasi basis salep PEG 400 dan PEG 4000 terhadap
sifat fisik dan aktivitas antibakteri salep ekstrak etanol kulit buah manggis.

2.

Mendapatkan formula yang optimum ditinjau dari sifat fisik dan aktivitas
antibakteri.

D. Tinjauan Pustaka

1.

Buah Manggis
Taksonomi dari kulit buah manggis menurut Rukmana (1995) yaitu

dengan nama tanaman Garcinia mangostana Linn., kingdom Plantae (tumbuhtumbuhan), divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji), sub divisi Angiosperma
(berbiji tertutup), kelas Dicotyledoneae (biji berkeping dua), ordo Guttiferanales,
famili Guttiferae, genus Garcinia, spesies Garcinia mangostana Linn.
Garcinia mangostana Linn. (buah manggis) merupakan pohon cemara
tropis yang berasal dari Kepulauan Sunda dan Maluku (Geetha et al., 2011). Bakal
buah beruang 4 - 8. Kepala putik berjari-jari 4 - 8. Buah manggis berbentuk bola
dan berdiameter 3,5 - 7 cm dan berwarna ungu tua. Kulit tebal berwarna ungu
dengan getah berwarna ungu. Biji buah manggis diselimuti selaput biji yang tebal
berwarna putih dan berair (Steenis, 1997).
Senyawa terbesar dalam kulit buah manggis yaitu xanton diantaranya
senyawa α-, β- dan ɤ- mangostin, garsinon E, deoksigartinin dan gartanin (Perez et
al., 2008). Senyawa lain yang terdapat dalam kulit buah manggis yaitu kuinon,
asam karboksilat dan hidrogen aromatik (Putra, 2010).
Kulit buah manggis dimanfaatkan sebagai obat herbal oleh masyarakat
Asia Tenggara sebagai pengobatan infeksi kulit, diare dan trauma (Priya et al.,

2010). Manfaat lain kulit buah manggis untuk pengobatan antibakteri, sariawan,
disentri dan nyeri urat (Miksusanti dkk., 2011). Ekstrak kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antibakteri pada permukaan kulit terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes
(Sukatta et al., 2008).

4

2.

Bakteri
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus

aureus karena ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus (Geetha et al., 2011). Bakteri ini juga mudah dikultur
dengan media MH. Bakteri ini memliki ciri khas yang membedakan dengan
bakteri jenis lain yaitu dapat memfermentasi manitol, sehingga bakteri ini mudah
dikenali.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri Gram positif yang
berbentuk kokus dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini mampu tumbuh pada

suhu sekitar 7˚C - 48˚C dengan suhu 37˚C mampu tumbuh secara optimum dan
pada pH 4,0 - 9,3 dengan pH optimumnya 7,0 - 7,5 (Hartono, 2002).
Bakteri Staphylococcus aureus dapat ditemukan terutama pada kulit,
hidung dan mulut (Pratiwi, 2008). Bakteri ini bisa menyebabkan infeksi seperti
jerawat dan bisul. Abses, nanah dan benjolan merah merupakan ciri khas dari
infeksi

lokal

yang

disebabkan

oleh

Staphylococcus

aureus.

Bakteri


Staphylococcus aureus dapat memfermentasi karbohidrat, menghasilkan asam
laktat dan tidak menghasilkan gas (Jawetz et al., 2005).
3.

Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian

lokal pada kulit yang sehat maupun sakit (Voigt, 1984). Basis salep menurut
Voigt (1984) dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
a.

Dasar Salep Mudah Dicuci Dengan Air
Dasar salep ini merupakan emulsi minyak dalam air dan biasa disebut

dengan dasar salep tercuci air karena mudah dicuci dengan air. Konsistensi dasar
salep ini menyerupai krim yang dapat diencerkan dengan air. Kelemahan dari
dasar salep ini dapat mengabsorbsi cairan. Contohnya adalah salep hidrofilik.
b.


Dasar Salep Larut Dalam Air.
Dasar salep ini biasa disebut greaseless karena tidak mengandung bahan

berlemak sehingga mudah dicuci dengan air. Dasar salep ini juga mengandung
komponen larut dalam air. Contohnya adalah salep PEG.

5

c.

Dasar Salep Absorbsi
Dasar salep ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pencampuran

larutan berair hasil pembentukan emulsi air dan minyak dan emulsi air minyak.
Keuntungan dasar salep ini dapat berfungsi sebagai emolien, tetapi kerugian dasar
salep ini sukar dicuci dengan air.
d.

Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini mengandung bahan berlemak dan berfungsi sebagai


emolien untuk kulit yang mampu bertahan lama dan tidak mudah menguap di
udara. Tetapi dasar salep ini sukar dicuci dengan air.
Pada formulasi salep pemilihan dasar salep tergantung beberapa faktor,
yaitu laju pelepasan obat yang diinginkan, ketersediaan hayati obat, lama dan
pendeknya kestabilan obat (Ansel, 1989).
4.

Uji Sifat Fisik Salep
Uji sifat fisik salep bertujuan untuk mengetahui kualitas dari salep.

Pengujian sifat fisik salep meliputi:
a.

Uji pH
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai pH dari sediaan salep.

pengujian ini merupakan salah satu rangakaian pengujian stabilitas fisik sediaan
terhadap pengaruh sifat fisika dan kimia. Pengujian ini dilakukan tiap minggu
selama satu bulan (Padmadisastra et al., 2007).

b.

Uji Viskositas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekentalan sediaan salep

menggunakan alat viskometer RION (VT-04E RION). Pengujian ini dilakukan
tiap minggu selama satu bulan (Padmadisastra et al., 2007).
c.

Uji Daya Menyebar
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan salep

dalam berdifusi ke bagian kulit yang diolesi dengan salep (Arika, 2013).
d.

Uji Daya Melekat
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan salep untuk

melekat yang nantinya akan diketahui berapa lama salep tersebut melekat pada
saat salep diaplikasikan ke kulit (Arika, 2013).

6

e.

Uji Homogenitas
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sediaan salep yang dibuat

homogen atau tercampur dengan baik dan untuk mengetahui apakah salep yang
dibuat menggumpal atau terdapat partikel yang dapat mengiritasi kulit saat
diaplikasikan (Parwanto dkk., 2013).
5.

Uji Aktivitas Antibakteri
Antibakteri merupakan substansi yang berasal dari mikroorganisme

maupun yang berasal dari sumber yang mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antibakteri
ini menggunakan metode sumuran (Cup-plate technique). Prinsip kerja metode ini
dengan membuat sumuran dengan diameter tertentu pada media yang telah
ditanami dengan bakteri dan sumuran yang telah dibuat kemudian diisi dengan
agen antibakteri. Kekuatan dan kemampuan antibakteri ini dapat dilihat dari
diameter zona hambat di sekitar sumuran (Pratiwi, 2008).
6.

Optimasi Desain Faktorial
Untuk mendapatkan formula yang optimal, menggunakan metode desain

faktorial. Metode desain faktorial yaitu metode yang digunakan untuk
menentukan simulasi dari efek beberapa faktor dan interaksi. Faktor adalah
variabel yang ditetapkan seperti suhu, macam bahan dan waktu. Faktor dapat
bersifat kuantitatif dan kualitatif yang dapat ditetapkan harganya dengan angka.
(Bolton, 1997). Interaksi adalah tidak adanya sifat aditifitas dari penambahan efek
- efek faktor. Interaksi dapat bersifat sinergis atau antagonis. Interaksi sinergis
mempunyai efek yang lebih besar dari jumlah efek seluruh faktor, sedangkan
interaksi antagonis mempunyai efek yang lebih kecil dari jumlah efek seluruh
faktor (Bolton, 1997). Interaksi dapat diketahui dengan membuat grafik hubungan
antara level dan respon faktor. Level adalah harga yang ditetapkan untuk faktor,
sedangkan respon adalah hasil terukur yang diperoleh dari percobaan yang
dilakukan. Desain faktorial yang paling sederhana memiliki dua faktor dengan dua
level untuk masing - masing faktor yaitu level minimum dengan notasi (-1) dan
maksimum dengan notasi (+1) sehingga jumlah percobaan yang dilakukan adalah
empat percobaan. Percobaan respon dapat disebabkan bervariasinya level,

7

sedangkan efek adalah perubahan respon yang disebabkan berubahnya level dari
faktor.
Persamaan desain faktorial dua level dan dua faktor, yaitu:
Y = βo + β1(A) + β2(B) + β12(A)(B) (1)
Keterangan:
Y
: respon hasil, βo, β1, β2, β12 : koefisien dari percobaan
(A),(B) : level faktor A dan B yang nilainya -1 sampai +1 (Bolton,

1997).

E. Landasan Teori
Charunia (2009) menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi PEG
4000 pada salep minyak atsiri rimpang temu giring menyebabkan nilai viskositas
meningkat, daya menyebar kecil dan daya melekat semakin besar. Semakin
banyak penambahan PEG 400 dalam salep akan menurunkan viskositas dan
meningkatkan daya menyebar salep (Puspitasari, 2007). Pada perbandingan PEG
400 dan PEG 4000 (60 : 40) memberikan kemampuan paling baik dalam
menghambat pertumbuhan jamur dan memperlihatkan sifat fisik yang lebih baik.
Menurut Rahmawati (2012) formulasi salep fraksi heksan herba pegagan dengan
basis PEG 400 dan PEG 4000 (60 : 40) mempunyai sifat fisik dan kualitas salep
yang stabil, memiliki daya melekat yang lebih lama dibandingkan dengan basis
hidrokarbon, memiliki homogenitas yang baik selama 8 minggu dan tidak
mengalami perubahan konsistensi, warna dan bau selama 8 minggu penyimpanan.
Penelitian lain menyebutkan perbandingan PEG 400 dan PEG 4000 (60 : 40) pada
salep antijerawat ekstrak rimpang temulawak menghasilkan daya menyebar dan
melekat yang baik serta tidak mengiritasi kulit (Ulaen dkk., 2012).

F. Hipotesis
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disusun hipotesis yaitu :
1.

Penambahan PEG 400 akan menurunkan viskositas, meningkatkan daya
menyebar dan aktivitas antibakteri salep, sedangkan penambahan PEG 4000
dapat meningkatkan daya melekat dan pH salep.

2.

Perbandingan PEG 400 dan PEG 4000 (60 :40) diperkirakan sebagai formula
yang optimum.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) Terhadap Porphyromonas Gingivalis Sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 81 67

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Bakteri Salmonella Typhi, Escherichia Coli dan Shigella Dysenteriae

3 46 92

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

OPTIMASI FORMULA SALEP ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) BASIS PEG 400 DAN PEG 4000 DENGAN Optimasi Formula Salep Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn.) Basis Peg 400 Dan Peg 4000

4 13 17

OPTIMASI FORMULA SALEP ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) BASIS PEG 400 Optimasi Formula Salep Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn.) Basis Peg 400 Dan Peg 4000 Dengan Metode Desai

0 4 14

DAFTAR PUSTAKA Optimasi Formula Salep Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn.) Basis Peg 400 Dan Peg 4000 Dengan Metode Desain Faktorial.

0 8 4