ANALISIS PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

(1)

commit to user

i

ANALISIS PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan

Oleh: Faiqotul Himmah

NIM F3408044

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

(Q.S. Insyirah: 6)

Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari pada

permulaan.

(Q.S. Adh-Dhuha: 4 )

Tiga hal yang termasuk pusaka kebajikan yaitu merahasiakan

keluhan, merahasiakan musibah dan merahasiakan sedekah

yang kita keluarkan.

( H.R. Tabrani)

Penulis persembahkan kepada:

©

Allah SWT ,

©

Ibu dan Ayah serta keluargaku tercinta,

©

Odonkku tersayang,

©

Sahabat-sahabat setiaku, dan


(5)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan judul ”ANALISIS PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI

KABUPATEN SUKOHARJO” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Ahli Madya pada Program Diploma 3 Program Studi Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, membimbing serta memberikan dorongan baik moril maupun spiritual kepada penulis sehingga dapat menyusun Tugas Akhir ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada:

1. Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Hanung Triatmoko, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Taufiq Arifin, SE, M.Si, Ak selaku Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan pengarahan, masukan, serta bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir.


(6)

commit to user

vii

4. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

5. Drs. Darwanto, MM. selaku Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD Sukoharjo yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan magang kerja dan penelitian.

6. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberiku doa, dana, dan kasih sayangnya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan lancar.

7. Odonkku tersayang makasih banyak atas semangat dan doanya setiap saat. 8. Mamah Ika alias mah kong alias suster makasih banyak atas semangat dan

bantuannya selama ini, tidak akan pernah aku lupakan semua kebaikkanmu. 9. Semua teman-teman yang sudah membantu dan terima kasih atas

kebersamaannya.

10.D3 Perpajakan A/B angkatan 2008 semoga sukses.

11.Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Namun demikian, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Surakarta, Juni 2011


(7)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Gambaran Umum ... 1


(8)

commit to user

ix

C. Perumusan Masalah... 15

D. Tujuan Penelitian ... 16

E. Manfaat Penelitian ... 16

II. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka ... 18

B. Analisis Data dan Pembahasan ... 33

III. TEMUAN

A. Kelebihan ... 51

B. Kelemahan ... 51

IV. PENUTUP

A. Simpulan ... 52

B. Rekomendasi ... 54

DAFTAR PUSTAKA


(9)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

TABEL

Halaman II.1. Klasifikasi dan Besarnya NJOP Tahun 2011 ... 38

II.2. Selisih NJOP dan Harga Pasar ... 40


(10)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

Halaman I.1. Struktur Organisasi DPPKAD Sukoharjo... 13


(11)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pernyataan Tugas Akhir Lampiran 2. Surat Keterangan Magang

Lampiran 3. Surat Keterangan Melakukan Survey/penelitian Lampiran 4. Lembar Penilaian Magang

Lampiran 5. Tanda Terima Kuliah Magang Kerja

Lampiran 6. Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) dan Bangunan Kelompok A dan B Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998

Lampiran 7. Klasifikasi dan Besarnya NJOP Tahun 2011 Kabupaten Sukoharjo Lampiran 8. Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010


(12)

commit to user ABSTRACT

ANALISIS PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

Faiqotul Himmah F3408044

This research aim to evaluate and compare NJOP established by the Finance Ministry with the market price. Knowing the way of calculation BPHTB when becomes center tax and region tax, and the influence of NJOP to regions original income in Sukoharjo Regency.

Based on the sample in six places represent Sukoharjo Regency, it can be concluded that considerable part of NJOP charge is lower than the market price, but there is also NJOP charge which is higher than the market price. In BPHTB calculation was found change of NPOPTKP that was greater, therefore the region income becomes smaller. So there is an indication that NJOP will increase. If NJOP increase, so the region income will be settled.

Based on the result it’s recommend to Regency of Sukoharjo government to evaluate regularly NJOP so that the region income can maximal.


(13)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. GAMBARAN UMUM

1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sukoharjo

Pasca Perang Jawa (1825-1830), pemerintah Hindia-Belanda semakin memperketat keamanan untuk mencegah terulangnya pemberontakan. Kondisi masyarakat Jawa yang semakin miskin mendorong terjadinya tindak kejahatan (pidana) di berbagai tempat. Menghadapi hal itu pemerintah kolonial menekan raja Surakarta dan Yogyakarta agar menerapkan hukum secara tegas. Salah satunya dengan membentuk lembaga hukum yang dilengkapi dengan berbagai pendukung. Di Kasunanan Surakarta dibentuk lembaga Pradata Gedhe, yakni pengadilan kerajaan yang menjadi pusat penyelesaian semua perkara. Lembaga ini dipimpin oleh Raden Adipati (Patih) dibawah pengawasan Residen Surakarta. Dalam pelaksanaannya, Pradata Gedhe mengalami kesulitan karena volume perkara yang sangat besar. Sunan Pakubuwono dan Residen Surakarta memandang perlu melimpahkan sebagian perkara kepada pemerintah daerah. Mereka sepakat membentuk pengadilan di tingkat kabupaten yang diberi nama Pradata Kabupaten.

Pada tanggal 16 Februari 1874, Sunan Pakubuwono IX dan Residen Surakarta, Keucheneus, membuat perjanjian pembentukan Pradata


(14)

commit to user

Kabupaten untuk wilayah Klaten, Boyolali, Ampel, Kartasura, Sragen dan Larangan. Surat perjanjian tersebut disahkan pada hari Kamis tanggal 7 Mei 1874, Staatsblad Nomor 209. Pada Bab I surat perjanjian, tertulis ”Ing Kabupaten Klaten, Ampel, Boyolali, Kartasura lan Sragen, apadene ing Kawedanan Larangan kadodokan pangadilan ingaranan Pradata Kabupaten. Kawedanan Larangan saikiki kadadekake kabupaten ingaranan KabupatenSukoharjo”. (Di Kabupaten Klaten, Ampel, Boyolali, Kartasura dan Sragen, dan juga Kawedanan Larangan dibentuk pengadilan yang disebut Pradata Kabupaten. Kawedanan Larangan sekarang dijadikan kabupaten dengan nama Kabupaten Sukoharjo). Berdasarkan surat perjanjian tersebut sekarang ditetapkan bahwa tanggal 7 Mei 1874 menjadi tanggal berdirinya Kabupaten Sukoharjo, yang sebelum itu bernama Kawedanan Larangan.

Letak Kabupaten Sukoharjo

Kabupaten Sukoharjo (Bahasa Jawa: Sukaharja), adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Sukoharjo, sekitar 10 km sebelah selatan Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan:

Sebelah utara : Kota Surakarta

Sebelah timur : Kabupaten Karanganyar

Sebelah selatan : Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunung Kidul Sebelah barat : Kabupaten Klaten


(15)

commit to user Geografi Kabupaten Sukoharjo

Bengawan Solo membelah kabupaten ini menjadi dua bagian: Bagian utara pada umumnya merupakan dataran rendah dan bergelombang, sedang bagian selatan dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di perbatasan utara merupakan daerah perkembangan Kota Surakarta, mencakup kawasan Grogol dan Kartasura. Kartasura merupakan persimpangan jalur Solo-Yogyakarta dengan Solo-Semarang. Kabupaten Sukoharjo dilintasi jalur kereta api Solo-Wonogiri, yang dioperasikan kembali pada tahun 2004 setelah selama puluhan tahun tidak difungsikan.

Kabupaten Sukoharjo terdiri atas 12 kecamatan antara lain Baki, Bendosari, Bulu, Gatak, Grogol, Kartasura, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo, Tawangsari, Weru. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Sukoharjo.

2. Sejarah Berdirinya DPPKAD Kabupaten Sukoharjo

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, ditegaskan bahwa perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang mempunyai tugas membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung tugas Bupati dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis daerah dalam bentuk badan/ kantor/ rumah sakit, dan unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas daerah.


(16)

commit to user

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka sejak tahun 2009 terbentuklah Organisasi Dinas Daerah yaitu Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atau disingkat menjadi DPPKAD.

3. Tugas Pokok dan Fungsi DPPKAD Kabupaten Sukoharjo

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo, Pasal 11 menyebutkan bahwa Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang pengelolaan keuangan dan aset-aset daerah.

Berdasarkan Peraturan Bupati Sukuharjo Nomor 44 tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sukoharjo, Pasal 3 menyebutkan bahwa DPPKAD dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah.


(17)

commit to user

Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, maka DPPKAD mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah,

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah,

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah,

d. Pengkoordinasian, fasilitasi, dan pembinaan kegiatan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah,

e. Pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah,

f. Pengelolaan urusan ketatausahaan.

4. Visi dan Misi DPPKAD Kabupaten Sukoharjo

DPPKAD Kabupaten Sukoharjo mempunyai visi yaitu terwujudnya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya pengelolaan keuangan daerah dan peningkatan pendapatan daerah dengan semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, DPPKAD Kabupaten Sukoharjo mempunyai misi-misi yaitu sebagai berikut:

a. Meningkatkan kualitas sumber daya pengelolaan keuangan Daerah. b. Meningkatkan fungsi perencanaan dan penyusunan anggaran Daerah.


(18)

commit to user

c. Meningkatkan fungsi pemungutan pendapatan Daerah dan efisiensi belanja Daerah.

d. Meningkatkan fungsi pengendalian kas Daerah, perbendaharaan umum Daerah dan verifikasi serta perhitungan anggaran, pertanggungjawaban keuangan Daerah.

5. Struktur Organisasi dan Deskripsi Jabatan DPPKAD Kabupaten Sukoharjo

Berdasarkan Peraturan Bupati Sukoharjo Nomor 44 tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sukoharjo, Pasal 2 menyebutkan bahwa susunan organisasi DPPKAD Sukoharjo terdiri dari:

a. Kepala Dinas

Mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah.

b. Sekretariat

Mempunyai tugas melaksanakan fungsi kesekretariatan meliputi keseluruhan aktivitas mengenai umum dan kepegawaian, program, serta keuangan yang diserahkan dan menjadi tanggung jawab pada Sekretariat.

1) Sub Bagian Program

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian kegiatan


(19)

commit to user

perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan.

2) Sub Bagian Keuangan

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian kegiatan administrasi keuangan dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan.

3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian kegiatan administrasi umum organisasi dan tata laksana, pengurusan rumah tangga, perlengkapan dokumentasi, perpustakaan dan kearsipan serta pengelolaan administrasi kepegawaian.

c. Bidang Anggaran

Mempunyai tugas melaksanakan fungsi perencanaan, penyusunan anggaran dan meliputi sebagian aktivitas mengenai pelaksanaan anggaran, anggaran penerimaan, penyusunan anggaran belanja dan pelaksanaan anggaran yang diserahkan dan menjadi tanggung jawab pada bidang anggaran.

1) Seksi Perencanaan Anggaran

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang perencanaan anggaran.


(20)

commit to user

2) Seksi Penyusunan Anggaran

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang penyusunan anggaran.

3) Seksi Pelaksanaan Anggaran

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang penyusunan anggaran.

d. Bidang Pendapatan

Mempunyai tugas melaksanakan fungsi pendapatan meliput keseluruhan aktivitas mengenai pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan penagihan pendapatan yang diserahkan dan menjadi tanggung jawab pada Bidang Pendapatan.

1) Seksi Pendapatan Asli Daerah

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang pendapatan asli daerah.

2) Seksi Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan

kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang dana perimbangan dan lain-lain pendapatan.


(21)

commit to user

3) Seksi Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan. e. Bidang Perbendaharaan

Mempunyai tugas melaksanakan fungsi perbendaharaan meliputi keseluruhan aktivitas Penerbitan Surat Pencairan Dana (SP2D) untuk pembayaran berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) dari permintaan pengguna anggaran SKPD atas beban rekening kas umum daerah.

1) Seksi Perbendaharaan I

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang Perbendaharaan I.

2) Seksi Perbendaharaan II

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang Perbendaharaan II.

3) Seksi Perbendaharaan III

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang Perbendaharaan III.


(22)

commit to user

f. Bidang Akuntansi

Mempunyai tugas melaksanakan fungsi akuntansi meliputi keseluruhan aktivitas mengenai pembukuan, pelaporan, analisis data keuangan, dan sistem akuntansi serta fasilitasi penyusunan laporan keuangan yang diserahkan dan menjadi tanggung jawab pada Bidang Akuntansi.

1) Seksi Verifikasi

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang verifikasi.

2) Seksi Akuntansi

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang akuntansi.

3) Seksi Fasilitasi Penyusunan Laporan Keuangan

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang fasilitasi penyusunan laporan keuangan.

g. Bidang Kas

Mempunyai tugas melaksanakan fungsi kas meliputi keseluruhan aktivitas mengenai penerimaan, pengeluaran, pengendalian, dan pelaporan yang diserahkan dan menjadi tanggung jawab pada bidang Kas.


(23)

commit to user

1) Seksi Penerimaan

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang penerimaan.

2) Seksi Pengeluaran

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang pengeluaran.

3) Seksi Pengendalian dan Pelaporan

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang pengendalian dan pelaporan.

h. Bidang Aset dan Investasi Daerah

Mempunyai tugas melaksanakan fungsi inventarisasi dan penghapusan, pengelolaan aset daerah, dan investasi daerah yang diserahkan dan menjadi tanggung jawab pada bidang Aset dan Investasi Daerah.

1) Seksi Penatausahaan Aset Daerah

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang penatausahaan aset daerah.


(24)

commit to user

2) Seksi Pendayagunaan Aset Daerah

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang pendayagunaan aset daerah.

3) Seksi Investasi Daerah

Mempunyai tugas pokok dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan di bidang investasi daerah.

i. Kelompok Jabatan Fungsional

Mempunyai tugas menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan unit organisasi masing-masing maupun antar satuan organisasi di lingkungan Pemerintah Daerah dengan instansi lain di luar Pemerintah Daerah.


(25)

commit to user

Gambar I.1


(26)

commit to user B. LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat oleh pemerintah daerah tentu saja membutuhkan pembiayaan. Salah satu sumber dana bagi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan yang sah.

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah diganti sebanyak dua kali. Yang pertama pada tahun 2000 dan yang kedua pada tahun 2009. Pada tanggal 18 Agustus 2009, Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi Undang-undang, sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 telah disetujui dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009.

Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah terdapat penambahan beberapa jenis pajak daerah, salah satunya yaitu pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari pajak pusat menjadi pajak daerah yang dilakukan mulai 1 Januari 2011 sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai salah satu jenis Pajak Kabupaten/Kota. Pelimpahan wewenang itu diberikan


(27)

commit to user

dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Kabupaten Sukoharjo karena dinilai sudah siap dengan segala infrastrukturnya.

Berdasarkan berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut atas penarikan BPHTB oleh pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo, perlu dilakukan penataan ulang Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) agar sesuai dengan harga sesungguhnya karena dengan adanya perkembangan ekonomi dan moneter, serta perkembangan harga umum tanah saat ini telah menyebabkan harga tanah selalu berubah-ubah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis termotivasi melakukan penelitian yang akan diajukan dalam Tugas Akhir dengan judul ”ANALISIS PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO”.

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah NJOP yang ditetapkan oleh Kementrian Keuangan sudah sesuai dengan harga pasar?

2. Bagaimana cara perhitungan BPHTB saat menjadi pajak pusat dan saat menjadi pajak daerah?


(28)

commit to user

3. Bagaimana upaya pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam menata ulang NJOP?

4. Apa pengaruh NJOP terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Sukoharjo?

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah NJOP yang ditetapkan oleh Kementrian Keuangan sudah sesuai dengan harga pasar.

2. Untuk mengetahui cara perhitungan BPHTB saat menjadi pajak pusat dan saat menjadi pajak daerah.

3. Untuk mengetahui upaya yang akan dilakukan pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam menata ulang NJOP.

4. Untuk mengetahui pengaruh NJOP terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Sukoharjo.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi penulis

Dapat menerapkan mata kuliah yang diperoleh saat dibangku kuliah khususnya mata kuliah perpajakan dalam praktik sesungguhnya.


(29)

commit to user

2. Bagi DPPKAD Sukoharjo

Bisa dijadikan sebagai masukan atau bahan pertimbangan apabila terdapat kelemahan atau kelebihan yang ditemukan, yang bisa meningkatkan kinerja DPPKAD Sukoharjo menjadi lebih baik.

3. Bagi pihak lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan sebagai referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa.


(30)

commit to user

BAB II

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Nilai dan Harga

Nilai adalah apa yang sepatutnya dibayar oleh seseorang pembeli atau diterima oleh penjual dalam sebuah transaksi, dan harga adalah apa yang akhirnya disetujui (Harjanto Budi, 2003 dalam Muhammad Ismail Ali Rosyid).

Pengertian Pajak

Untuk mengetahui arti pajak, Santoso Brotodihardjo, S.H., dalam bukunya

Pengantar Ilmu Hukum Pajak, mengemukakan beberapa pendapat pakar

tentang definisi pajak (Wirawan B. Ilyas, 2010), beberapa di antaranya seperti dalam kutipan sebagai berikut:

Macam-macam pengertian pajak antara lain:

1. Mr. Dr. N. J. Feldmann

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.


(31)

commit to user

2. Prof. Dr. M.J.H. Smeets

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra-prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

3. Dr. Soeparman Soemahamidjaja

Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

4. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari beberapa pengertian pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu:

1) pembayaran pajak harus berdasarkan UU,

2) sifatnya dapat dipaksakan,

3) tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak,


(32)

commit to user

4) pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta), dan

5) pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

Penggolongan jenis pajak

Jenis-jenis pajak yang dikenakan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan (Wirawan B. Ilyas, 2010), antara lain:

1. Menurut Sifatnya

Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua, yaitu:

a. Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (WP) dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya PPh.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan kepada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misalnya Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sasaran/ Objeknya

Menurut sasarannya, jenis-jenis pajak dapat dibagi dua, yaitu:

a. Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan pertama-tama dengan memperhatikan keadaan pribadi WP (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul, apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya PPh.


(33)

commit to user

b. Pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan /melihat objeknya, baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya, barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui, misalnya Pajak Pertambahan Nilai.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya

Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak dapat dibagi dua, yaitu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, yang sering disebut dengan pajak pusat dan pajak daerah.

Fungsi Pajak

Dalam literatur pajak, sering disebutkan pajak mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi budgeter dan regulerend. Namun, dalam perkembangannya, fungsi pajak tersebut dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi, yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi (Wirawan B. Ilyas, 2010).

1. Fungsi budgeter adalah fungsi yang terletak di sektor publik, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan UU berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.


(34)

commit to user

2. Fungsi regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Fungsi ini umumnya dapat dilihat pada sektor swasta. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Dr. Soemitro Djojohadikusumo, yaitu fiscal policy sebagai suatu alat pembangunan yang harus mempunyai satu tujuan yang bersamaan secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan untuk public

invesment dan secara tidak langsung digunakan untuk menyalurkan private

saving ke arah sektor-sektor yang produktif, maupun digunakan untuk

mencegah pengeluaran-pengeluaran yang mengahambat pembangunan. 3. Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah

satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemeritahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi pada masa sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila seseorang telah melakukan kewajibannya membayar pajak kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. Bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint) terhadap pemerintah dengan menyatakan bahwa ia telah membayar pajak, mengapa tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya.

4. Fungsi redistribusi, yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat,


(35)

commit to user

misalnya dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarkat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarkat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit (kecil).

Fungsi pajak ketiga dan keempat tersebut sering kali disebut sebagai fungsi tambahan karena bukan merupakan tujuan utama pemungutan pajak. Akan tetapi, dengan perkembangan masyarakat modern, fungsi ketiga dan keempat menjadi fungsi yang juga sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam rangka kemaslahatan manusia serta keseimbangan dalam mewujudkan hak dan kewajiban masyarakat.

Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi empat macam (Wirawan B. Ilyas, 2010), antara lain:

1. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. Dengan sistem ini masyarakat (WP) bersifat pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh fiskus. Besarnya utang pajak seseorang baru diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak.

2. Semiself assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang pada fiskus dan WP untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang.


(36)

commit to user

Dalam sistem ini, setiap awal tahun pajak WP menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan yang merupakan angsuran yang bagi WP yang harus disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun pajak fiskus menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan oleh WP.

3. Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang penuh kepada WP untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak.

Dalam sistem ini WP yang aktif sedangkan fiskus tidak turut campur dalam penentuan besarnya pajak yang terutang seseorang, kecuali WP melanggar ketentuan yang berlaku.

4. Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkannya kepada fiskus. Pada sistem ini, fiskus dan WP tidak aktif. Fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Pajak Pusat

Pajak pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari Penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Wirawan B. Ilyas, 2010).


(37)

commit to user PBB

PBB adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas benda berupa harta tidak bergerak yaitu bumi dan bangunan. Pajak ini termasuk pajak objektif dan merupakan pajak pusat, walaupun sebagian besar penerimaannya diberikan kepada daerah (Soemarso S.R, 2007).

Pengertian bangunan meliputi:

a. jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan; b. jalan tol;

c. kolam renang; d. pagar mewah; e. tempat olahraga;

f. galangan kapal, dermaga; g. taman mewah;

h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; i. fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Bumi dan bangunan diklasifikasikan berdasarkan nilai jualnya. Klasifikasi ini digunakan sebagai dasar untuk memudahkan dalam perhitungan pajak yang terutang. Klasifikasi diatur oleh menteri keuangan. Dalam menentukan klasifikasi bangunan faktor-faktor yang diperhatikan adalah:

1. bahan yang digunakan; 2. rekayasa;

3. letak;


(38)

commit to user

Untuk menentukan klasifikasi bumi/tanah, Mardiasmo (2004) dalam bukunya Perpajakan, memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

a. letak, b. peruntukan, c. pemanfaatan,

d. kondisi lingkungan dan lain-lain.

Dengan keputusan menteri keuangan nomor 523/KMK.04/1998 tentang penetuan klasifikasi dan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB (Waluyo, 2007) telah mengatur pokok-pokok:

1. Standar investasi adalah jumlah yang diinvestasikan untuk suatu pembangunan dan atau penanaman dan atau penggalian jenis sumber daya alam atau budi daya tertentu, yang dihitung berdasarkan komponen tenaga kerja, bahan dan alat mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan sampai tahap produksi atau menghasilkan.

2. Objek pajak yang bersifat khusus adalah objek pajak letak, bentuk, peruntukan dan atau penggunaannya mempunyai sifat dan karakteristik khusus.

3. Dalam hal objek pajak yang nilai jual per m2-nya lebih besar dari ketentuan NJOP, maka NJOP yang terjadi dilapangan digunakan sebagai dasar pengenaan PBB.

4. Objek pajak sektor pedesaan dan perkotaan yang tidak bersifat khusus, NJOP ditentukan berdasarkan nilai indikasi rata-rata yang diperoleh dari hasil penilaian secara massal.


(39)

commit to user

5. Besarnya NJOP sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan serta usaha bidang perikanan, peternakan dan perairan untuk areal produksi dan atau areal belum produksi, ditentukan berdasarkan nilai jual permukaan bumi dan bangunan ditambah dengan nilai investasi atau nilai jual pengganti atau dihitung secara keseluruhan berdasarkan nilai jual penggati.

6. Untuk objek pajak tertentu yang bersifat khusus, NJOP dapat ditentukan berdasarkan nilai pasar yang dilakukan oleh pejabat fungsional penilaian secara individual.

7. Klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual, dapat dilihat pada lampiran IA, IB, IIA, IIB Keputusan Menteri Keuangan.

Pajak Daerah

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010).

Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU No.28 Tahun 2009, terdiri dari:

1. Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

2. Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

3. Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.


(40)

commit to user

5. Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

6. Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

7. Pajak mineral bukan logam dan batuan (perubahan nomenklatur) adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

8. Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

9. Pajak sarang burung walet (baru) adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

10.PBB pedesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

11.Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.


(41)

commit to user Pendapatan Asli Daerah

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tentang Pendapatan asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:

1. Hasil pajak daerah,

2. Hasil retribusi daerah,

3. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Adapun pengertian bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Selanjutnya, perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.


(42)

commit to user

Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berdasarkan NJOP yang terdapat pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atas Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB). Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti (Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010). Pajak atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan didasarkan pada NJOP PBB. Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi NPOPTKP.

Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Yang menjadi objek pajak BPHTB dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010 adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi:

1. Pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah.

2. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak, dan di luar pelepasan hak.


(43)

commit to user

Hak atas tanah sebagaimana dimaksud diatas adalah hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.

Dengan demikian, perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan menurut Erly Suandy (2006) dapat berupa:

1. Tanah termasuk tanaman diatasnya

2. Tanah dan bangunan

3. Bangunan

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010 adalah objek pajak yang diperoleh:

1. Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;


(44)

commit to user

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

5. Orang pribadi atau badan karena wakaf; dan

6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menjadi subjek pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek pajak tersebut jika dikenakan kewajiban untuk membayar pajak, menjadi wajib pajak.

Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Dasar pengenaan BPHTB dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010 adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dapat berupa harga transaksi atau nilai pasar atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NPOP dalam hal:

1. Jual beli adalah harga transaksi objek pajak tersebut;

2. Tukar-menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

3. Hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

4. Hibah wasiat adalah nilai pasar objek pajak tersebut;


(45)

commit to user

6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

10.Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

11.Penggabungan usaha adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

12.Peleburan usaha adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

13.Pemekaran usaha adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

14.Hadiah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

15.Penunjukkan pembeli dalam lelang adalah nilai transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

B. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN a. ANALISIS DATA

Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian


(46)

commit to user

2. Jenis Data a) Data primer

Penulis memperoleh data dari DPPKAD Sukoharjo dan KPP Sukoharjo.

b) Data Sekunder

Penulis memperoleh data dari buku-buku dan referensi lainnya yang berhubungan dengan tema penelitian.

3. Metode Pengumpulan Data

a) Obsevasi (observation) merupakan teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data primer dengan cara mengamati langsung objek datanya (Jogiyanto, 2004). Observasi yang dilakukan yaitu pengamati secara langsung pada DPPKAD Sukoharjo khususnya dibidang pendapatan dan di KPP Sukoharjo.

b) Wawancara (interview) adalah komunikasi dua arah untuk mendapatkan data dari responden (Jogiyanto, 2004). Wawancara yang dilakukan yaitu mewawancarai Kepala, Pegawai dan Staff DPPKAD Sukoharjo khususnya dibidang pendapatan.

c) Perpustakaan yaitu mencari dan membaca referensi yang ada kaitannya dengan tema penelitian.

4. Metode Analisa Data

Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta


(47)

commit to user

situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Whitney, 1960). Metode analisa data yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu membandingkan NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan dengan harga pasar.

b. PEMBAHASAN

1. NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan dan Harga Pasar

Klasifikasi dan besarnya NJOP bumi Kabupaten Sukoharjo tahun 2011 ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan nomor Kep.024/RI.32/09.03/2010 pada tanggal 27 Desember 2010. Tiap-tiap daerah yang ada di Kabupaten Sukoharjo tentu saja memiliki nilai maupun harga tanah yang berbeda-beda. Kabupaten Sukoharjo sendiri terdiri dari 12 kecamatan antara lain Baki, Bendosari, Bulu, Gatak, Grogol, Kartasura, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo, Tawangsari, dan Weru. Jika dibahas satu per satu mengenai besarnya nilai maupun harga tanah diseluruh wilayah Sukoharjo maka akan membutuhkan banyak waktu sehingga tidak efisien. Oleh karena itu, Kabupaten Sukoharjo dikelompokkan menurut perkembangan daerahnya, antara lain:

1) Daerah perkembangan cepat, yaitu pada kecamatan Kartasura tepatnya di kelurahan Kartasura.


(48)

commit to user

2) Daerah perkembangan sedang, yaitu pada kecamatan Baki tepatnya di kelurahan Gentan.

3) Daerah perkembangan lambat, yaitu pada kecamatan Bulu tepatnya di kelurahan Kedungsono.

Berdasarkan pengelompokan tersebut di atas, klasifikasi dan besarnya NJOP bumi tahun 2011 Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada tabel II.1. Klasifikasi dan besarnya NJOP bumi tahun 2011 Kabupaten Sukoharjo antara lain sebagai berikut:

1) Daerah perkembangan cepat, yaitu pada kecamatan Kartasura tepatnya di kelurahan Kartasura. Dengan nama jalan yaitu JL. Ahmad Yani, kode ZNT adalah AE, dan kelas bumi 057 masuk dalam pengelompokan nilai jual bumi antara Rp2.091.000,00 sampai dengan Rp2.261.000,00 per m2 mempunyai NJOP bumi senilai Rp2.176.000,00 per m2 yang merupakan ZNT tertinggi di kelurahan Kartasura. Untuk nama jalan yaitu DK. Purwogondo, kode ZNT adalah AC, dan kelas bumi 080 masuk dalam pengelompokan nilai jual bumi antara Rp73.000,00 sampai dengan Rp91.000,00 per m2 mempunyai NJOP bumi senilai Rp82.000,00 per m2 yang merupakan ZNT terendah di kelurahan Kartasura.

2) Daerah perkembangan sedang, yaitu pada kecamatan Baki tepatnya di kelurahan Gentan. Dengan nama jalan yaitu JL. Raya Songgolangit, kode ZNT adalah AW, dan kelas bumi 070 masuk dalam pengelompokan nilai jual bumi antara Rp501.000,00 sampai dengan


(49)

commit to user

Rp573.000,00 per m2 mempunyai NJOP bumi senilai Rp537.000,00 per m2 yang merupakan ZNT tertinggi di kelurahan Gentan. Untuk nama jalan yaitu KP. Gentan, kode ZNT adalah AN, dan kelas bumi 081 masuk dalam pengelompokan nilai jual bumi antara Rp55.000,00 sampai dengan Rp73.000,00 per m2 mempunyai NJOP bumi senilai Rp64.000,00 per m2 yang merupakan ZNT terendah di kelurahan Gentan.

3) Daerah perkembangan lambat, yaitu pada kecamatan Bulu tepatnya di kelurahan Kedungsono. Dengan nama jalan yaitu DK. Kedungsono, kode ZNT adalah AF, dan kelas bumi 085 masuk dalam pengelompokan nilai jual bumi antara Rp17.000,00 sampai dengan Rp23.000,00 per m2 mempunyai NJOP bumi senilai Rp20.000,00 per m2 yang merupakan ZNT tertinggi di kelurahan Kedungsono. Untuk nama jalan yaitu DK. Kedungsono, kode ZNT adalah AA, dan kelas bumi 092 masuk dalam pengelompokan nilai jual bumi antara Rp1.400,00 sampai dengan Rp2.000,00 per m2 mempunyai NJOP bumi senilai Rp1.700,00 per m2 yang merupakan ZNT terendah di kelurahan Kedungsono.


(50)

commit to user Tabel II.1

Klasifikasi dan Besarnya NJOP Bumi Tahun 2011

Sumber: KPP Sukoharjo

Untuk mengetahui penetapan NJOP oleh Menteri Keuangan sudah sesuai dengan harga pasar atau belum, maka penulis melakukan perbandingan antara NJOP dengan harga pasar dilapangan. Adapun NJOP dan harga pasar pada masing-masing daerah di Kabupaten Sukoharjo, antara lain:

1) Daerah perkembangan cepat, yaitu pada kecamatan Kartasura tepatnya di kelurahan Kartasura. Dengan nama jalan yaitu JL. Ahmad Yani, kode ZNT adalah AE, dan kelas bumi 057 mempunyai NJOP bumi senilai Rp2.176.000,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp3.000.000,00 per m2. Untuk nama jalan yaitu DK. Purwogondo, kode ZNT adalah AC, dan kelas bumi 080 mempunyai NJOP bumi senilai Rp82.000,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp300.000 per m2.

Daerah Nama Jalan Kode ZNT

Kelas Bumi

Pengelompokan Nilai Jual Bumi (Rp/m2)

NJOP Bumi (Rp/m2)

Cepat JL. Ahmad Yani AE 057 2.091.000 s/d 2.261.000 2.176.000 DK. Purwogondo AC 080 73.000 s/d 91.000 82.000 Sedang JL. Raya Songgolangit AW 070 501.000 s/d 573.000 537.000 KP. Gentan AN 081 55.000 s/d 73.000 64.000 Lambat DK. Kedungsono AF 085 17.000 s/d 23.000 20.000 DK. Kedungsono AA 092 1.400 s/d 2.000 1.700


(51)

commit to user

2) Daerah perkembangan sedang, yaitu pada kecamatan Baki tepatnya di kelurahan Gentan. Dengan nama jalan yaitu JL. Raya Songgolangit, kode ZNT adalah AW, dan kelas bumi 070 mempunyai NJOP bumi senilai Rp537.000,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp2.500.000,00 per m2. Untuk nama jalan yaitu KP. Gentan, kode ZNT adalah AN, dan kelas bumi 081 mempunyai NJOP bumi senilai Rp64.000,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp400.000,00 per m2. 3) Daerah perkembangan lambat, yaitu pada kecamatan Bulu tepatnya di

kelurahan Kedungsono. Dengan nama jalan yaitu DK. Kedungsono, kode ZNT adalah AF, dan kelas bumi 085 mempunyai NJOP bumi senilai Rp20.000,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp20.000,00 per m2. Untuk nama jalan yaitu DK. Kedungsono, kode ZNT adalah AA, dan kelas bumi 092 mempunyai NJOP bumi senilai Rp1.700,00 per m2 dan harga pasarnya adalah Rp1.500 per m2.

Berdasarkan NJOP dan harga pasar pada masing-masing daerah di Kabupaten Sukoharjo tersebut, apabila terdapat perbedaan antara NJOP dengan harga pasarnya maka dihitung selisihnya. Selisih NJOP dan harga pasar pada masing-masing daerah di Kabupaten Sukoharjo tersebut dapat dilihat pada tabel II.2. Adapun perhitungan selisih antara NJOP dan harga pasar adalah sebagai berikut:

JL. Ahmad Yani = Rp2.176.000,00 - Rp3.000.000,00 = Rp824.000,00 DK. Purwogondo = Rp82.000,00 - Rp300.000,00 = Rp218.000,00


(52)

commit to user

KP. Gentan = Rp64.000,00 - Rp400.000,00 = Rp336.000,00 DK. Kedungsono = Rp20.000,00 - Rp20.000,00 = 0

DK. Kedungsono = Rp1.700,00 - Rp1.500,00 = Rp200,00

Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan NJOP yang ada di JL. Ahmad Yani lebih rendah Rp824.000,00 dari harga pasarnya. Penetapan NJOP di DK. Purwogondo lebih rendah Rp218.000,00 dari harga pasarnya. Penetapan NJOP di JL. Raya Songgolangit lebih rendah Rp 1.963.000,00 dari harga pasarnya. Penetapan NJOP di KP. Gentan lebih rendah Rp336.000,00 dari harga pasarnya. Penetapan NJOP DK. Kedungsono dengan kode AF sudah sesuai dengan harga pasarnya. Penetapan NJOP di DK. Kedungsono dengan kode AA lebih tinggi Rp200,00 dari harga pasarnya.

Tabel II.2

Selisih NJOP dan Harga Pasar

Sumber: data yang diolah

Daerah Nama Jalan Kode ZNT

Kelas Bumi

NJOP Bumi (Rp/m2)

Harga Pasar (Rp/m2)

Selisih (Rp/m2)

Cepat JL. Ahmad Yani AE 057 2.176.000 3.000.000 824.000 DK. Purwogondo AC 080 82.000 300.000 218.000 Sedang JL. Raya Songgolangit AW 070 537.000 2.500.000 1.963.000 KP. Gentan AN 081 64.000 400.000 336.000 Lambat DK. Kedungsono AF 085 20.000 20.000 0 DK. Kedungsono AA 092 1.700 1.500 200


(53)

commit to user

Untuk mengetahui tingkatan selisih antara NJOP dan harga pasar tersebut di atas, penulis akan menganalisis dengan menggunakan analisis rasio, rumusnya adalah:

Analisis rasio = Selisih NJOP dan Harga Pasar NJOP

Adapun perhitungan untuk mengetahui tingkatan selisih antara NJOP dan harga pasar masing-masing desa tersebut adalah sebagai berikut: JL. Ahmad Yani = Rp824.000,00 = 0,378 x

Rp2.176.000,00

DK. Purwogondo = Rp218.000,00 = 2,658 x Rp82.000,00

JL. Raya Songgolangit = Rp1.963.000,00 = 3,65 x Rp537.000,00

KP. Gentan = Rp336.000,00 = 5,25 x Rp64.000,00

DK. Kedungsono = 0 = 0 Rp20.000,00

DK. Kedungsono = Rp200,00 = 0,117 x Rp1.700,00

Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan NJOP pada JL. Ahmad Yani sebesar Rp2.176.000,00 masih kurang Rp824.000,00 agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp3.000.000,00, maka diperlukan 0,378 kali dari NJOP agar bisa mencapai kekurangan tersebut sebesar Rp824.000,00. Penetapan NJOP pada DK. Purwogondo sebesar Rp82.000,00 masih kurang Rp218.000,00 agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp300.000,00, maka diperlukan 2,658 kali dari NJOP


(54)

commit to user

agar bisa mencapai kekurangan tersebut sebesar Rp218.000,00. Penetapan NJOP pada JL. Raya Songgolangit sebesar Rp537.000,00 masih kurang Rp1.963.000,00 agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp2.500.000,00, maka diperlukan 3,655 kali dari NJOP agar bisa mencapai kekurangan tersebut sebesar Rp1.963.000,00. Penetapan NJOP pada KP. Gentan sebesar Rp64.000,00 masih kurang Rp336.000,00 agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp400.000,00, maka diperlukan 5,25 kali dari NJOP agar bisa mencapai kekurangan tersebut sebesar Rp336.000,00. Penetapan NJOP pada DK. Kedungsono dengan kode ZNT AF sebesar Rp20.000,00 sudah sesuai dengan harga pasarnya. Penetapan NJOP pada DK. Kedungsono dengan kode ZNT AA sebesar Rp1.700,00, lebih tinggi Rp200,00 dari harga pasar sebesar Rp1.500,00, maka NJOP sebesar Rp1.700,00 dikurangi 0,117 kali dari NJOP agar sesuai dengan harga pasar sebesar Rp1.500,00.

Tabel II.3

Rasio Selisih NJOP dan Harga Pasar

Sumber: data yang diolah

Daerah Nama Jalan Kode ZNT

Kelas Bumi

NJOP Bumi (Rp/m2)

Harga Pasar (Rp/m2)

Selisih (Rp/m2)

Rasio

Cepat JL. Ahmad Yani AE 057 2.176.000 3.000.000 824.000 0,378 x DK. Purwogondo AC 080 82.000 300.000 218.000 2,658 x Sedang JL. Raya Songgolangit AW 070 537.000 2.500.000 1.963.000 3,65 x

KP. Gentan AN 081 64.000 400.000 336.000 5,25 x Lambat DK. Kedungsono AF 085 20.000 20.000 0 0


(55)

commit to user

Berdasarkan analisis dan perhitungan dari enam sampel tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penetapan NJOP lebih rendah dari harga pasarnya, tetapi ada juga yang lebih tinggi dari harga pasarnya.

2. Perhitungan BPHTB

a. Saat menjadi pajak pusat

Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 besarnya tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (Soessanto, 2010). Kemudian, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan sebesar Rp20 juta (dua puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri. Penentuan besarnya NPOPTKP diatur dalam dalam peraturan pemerintah RI Nomor 113 Tahun 2000, dalam pelaksanaannya NPOPTKP ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Menghitung BPHTB terutang:

BPHTB terutang = tarif pajak x NPOPKP ( NPOP-NPOPTKP)

Besarnya BPHTB yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena waris dan hibah wasiat dalam pelaksanaannya yang dilakukan oleh direktorat jenderal pajak dikenakan sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang. Ketentuan yang mengatur BPHTB atas perolehan karena hak waris dan hibah wasiat adalah peraturan pemerintah


(56)

commit to user

RI Nomor 111 Tahun 2000 tentang pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena waris dan hibah wasiat.

Besarnya BPHTB yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena pemberian hak pengelolaan:

1) 0% (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, apabila penerima hak pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah non Departemen, Pemda Provinsi, Pemda Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perum Perumnas;

2) 50% dari BPHTB seharusnya terutang, apabila penerima hak pengelolaan selain dimaksud diatas.

Ketentuan yang mengatur pengenaan BPHTB atas perolehan hak karena pemberian hak pengelolaan, dalam pelaksanaannya di Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan peraturan pemerintah RI Nomor 112 Tahun 2000 tentang pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena pemberian hak pengelolaan.

Contoh perhitungan:

1) PT. Indah membeli sebidang tanah dan bangunan dengan nilai transaksi sebesar Rp450.000.000,00. Sesuai SPPT PBB, tanah seluas 60 m2 mempunyai NJOP Rp2.608.000,00 per m2 dan bangunan seluas 100 m2 mempunyai NJOP Rp2.625.000,00 per m2. Besarnya BPHTB terutang dihitung sebagai berikut:


(57)

commit to user

NJOP tanah: 60 m2 x Rp2.608.000,00 Rp156.480.000,00 NJOP bangunan:100 m2 x Rp2.625.000,00 Rp262.500.000,00 (+) NJOP PBB Rp418.980.000,00

Harga transaksi /nilai pasar Rp450.000.000,00

Harga transaksi lebih besar dari pada NJOP PBB, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah nilai/harga transaksi, sebaliknya apabila NJOP PBB lebih besar dari pada harga transaksi, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah NJOP PBB.

NPOP Rp450.000.000,00

NPOPTKP Rp 20.000.000,00 (-)

NPOPKP Rp430.000.000,00

BPHTB yang terutang:

5% x Rp430.000.000,00 = Rp21.500.000,00

2) Tuan Restu memperoleh hibah wasiat dari orang tuanya sebidang tanah senilai Rp700.000.000,00. Dalam SPPT PBB tertera luas tanah (bumi) 2.200 m2 dengan NJOP Rp335.000,00 per m2. Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut:

NJOP tanah: 2.200 m2 x Rp335.000,00 Rp 737.000.000,00 NJOP PBB Rp 737.000.000,00


(58)

commit to user

NJOP PBB lebih besar dari pada harga transaksi, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah NJOP PBB, dan sebaliknya.

NPOP Rp737.000.000,00

NPOPTKP Rp150.000.000,00 (-)

NPOPKP Rp587.000.000,00

BPHTB yang terutang:

5% x Rp587.000.000,00 = Rp29.350.000,00 BPHTB yang harus dibayar:

50% x Rp21.850.000,00 = Rp14.675.000,00

3) Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) memperoleh hak pengelolaan atas tanah seluas 10 ha dengan NPOP sebesar Rp1.000.000.000,00, maka besarnya BPHTB yang terutang adalah sebagai berikut:

NPOP Rp1.000.000.000,00

NPOPTKP Rp 60.000.000,00 (-) NPOPKP Rp 940.000.000,00 BPHTB yang terutang:

5% x Rp940.000.000,00 = Rp47.000.000,00 BPHTB yang harus dibayar:


(59)

commit to user

b. Setelah menjadi pajak daerah

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) atas pengalihan wewenang pemungutan BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, besarnya tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5%, tarif ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Kemudian, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling rendah sebesar Rp60 juta (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp300 juta (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri. NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010.

Cara menghitung BPHTB:

BPHTB terutang = tarif pajak x NPOPKP ( NPOP-NPOPTKP) Contoh perhitungan:

1) PT. Indah membeli sebidang tanah dan bangunan dengan nilai transaksi sebesar Rp450.000.000,00. Sesuai SPPT PBB, tanah seluas 60 m2 mempunyai NJOP Rp2.608.000,00 per m2 dan bangunan seluas 100 m2 mempunyai NJOP Rp2.625.000,00 per m2. Besarnya BPHTB terutang dihitung sebagai berikut:


(60)

commit to user

NJOP tanah: 60 m2 x Rp2.608.000,00 Rp156.480.000,00 NJOP bangunan: 100 m2 x Rp2.625.000,00 Rp262.500.000,00 (+)

NJOP PBB Rp418.980.000,00

Harga transaksi /nilai pasar Rp450.000.000,00

Harga transaksi lebih besar dari pada NJOP PBB, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah nilai/harga transaksi, sebaliknya apabila NJOP PBB lebih besar dari pada harga transaksi, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah NJOP PBB.

NPOP Rp450.000.000,00

NPOPTKP Rp 60.000.000,00 (-)

NPOPKP Rp390.000.000,00

BPHTB yang terutang:

5% x Rp390.000.000,00 = Rp19.500.000,00

2) Tuan Restu memperoleh hibah wasiat dari orang tuanya sebidang tanah senilai Rp700.000.000,00. Dalam SPPT PBB tertera luas tanah (bumi) 2.200 m2 dengan NJOP Rp335.000,00 per m2. Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut:

NJOP tanah: 2.200 m2 x Rp335.000,00 Rp 737.000.000,00

NJOP PBB Rp 737.000.000,00


(61)

commit to user

NJOP PBB lebih besar dari pada harga transaksi, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah NJOP PBB, dan sebaliknya.

NPOP Rp737.000.000,00

NPOPTKP Rp300.000.000,00 (-)

NPOPKP Rp437.000.000,00

BPHTB yang terutang:

5% x Rp437.000.000,00 = Rp21.850.000,00

Berdasarkan perhitungan BPHTB saat menjadi pajak pusat dan saat menjadi pajak daerah tersebut di atas, ternyata terdapat adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka pendapatan daerah menjadi lebih kecil. Belum lagi dengan adanya perhitungan BPHTB yang nihil. Jadi ada indikasi bahwa NJOP nantinya akan naik. Dengan naiknya NJOP maka pendapatan daerah akan teratasi.

3. Upaya Tata Ulang NJOP

Saat ini penetapan NJOP sebagai dasar perhitungan BPHTB menjadi kewenangan Kementrian Keuangan, dalam kenyataan NJOP yang ditetapkan Kementrian Keuangan belum sesuai dengan harga pasar yang ada di lapangan. Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) BPHTB dan PBB khususnya sektor perdesaan dan perkotaan ditambahkan sebagai pajak daerah.

Di tahun 2011 ini BPHTB sudah menjadi pajak daerah, sedangkan PBB Pedesaan dan Perkotaan untuk saat ini masih merupakan pajak pusat. Padahal


(62)

commit to user

perhitungan BPHTB didasarkan pada NJOP yang terdapat pada SPPT PBB. Apabila nanti PBB sudah menjadi pajak daerah, maka kewenangan ketentuan NJOP menjadi kewenangan Kabupaten Sukoharjo. Oleh sebab itu, dalam upaya penataan ini yang ditempuh Pemerintah Kabupaten antara lain sebagai berikut:

1) menginventarisir NJOP yang sudah ada, 2) mendata harga pasar dilapangan,

3) membandingkan harga pasar dengan harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan

4) apabila harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan masih jauh dari harga pasar, maka akan disesuaikan dengan harga lapangan yang ada.

4. Pengaruh NJOP terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sukoharjo

Dengan penataan NJOP maka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Hal tersebut karena pemungutan BPHTB didasarkan pada NJOP. Besarnya BPHTB dihitung tarif (5%) x NJOP, apabila NJOP sudah disesuaikan dengan harga pasar dilapangan (dinaikkan) maka penerimaan BPHTB akan mengalami kenaikkan, dengan demikian PAD akan meningkat. Sebaliknya, apabila NJOP belum disesuaikan dengan harga pasar maka penerimaan BPHTB belum bisa maksimal, jadi NJOP sangat berpengaruh bagi pendapatan asli daerah.


(63)

commit to user

BAB III

TEMUAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan analisis serta perhitungan terhadap data-data dan informasi yang diperoleh, penulis menemukan kelebihan dan kelemahan.

A. KELEBIHAN

1. Pada perhitungan BPHTB ditemukan adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka NPOPTKP sebagai pengurang NPOP akan memperkecil jumlah NPOPKP untuk menghitung BPHTB yang terutang, sehingga akan menguntungkan bagi wajib pajak karena jumlah pajak yang harus dibayarkan lebih sedikit.

2. Apabila NJOP sudah sesuai dengan harga pasar dilapangan, maka pendapatan daerah akan mengalami peningkatan.

B. KELEMAHAN

1. Pada perhitungan BPHTB ditemukan adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka pendapatan daerah menjadi lebih kecil. Hal ini merugikan bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.

2. Apabila NJOP sudah sesuai dengan harga pasar yang ada dilapangan, maka dalam perhitungan BPHTB jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak akan lebih besar, sehingga merugikan wajib pajak.


(64)

commit to user

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian yang penulis lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:

1. Dari enam sampel yang mewakili Kabupaten Sukoharjo tersebut, disimpulkan bahwa sebagian besar penetapan NJOP lebih rendah dari harga pasarnya, tetapi ada juga yang lebih tinggi dari harga pasarnya. 2. Perhitungan BPHTB saat menjadi pajak pusat dan saat menjadi pajak

daerah terdapat adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar. a. Saat menjadi pajak pusat, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak

kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan sebesar Rp20 juta (dua puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri.

b. Saat menjadi pajak daerah, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling rendah sebesar Rp60 juta (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp300 juta (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau


(65)

commit to user

hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri.

Atas perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka pendapatan daerah menjadi lebih kecil. Belum lagi dengan adanya perhitungan BPHTB yang nihil. Jadi ada indikasi bahwa nilai NJOP nantinya akan naik. Dengan naiknya nilai NJOP maka pendapatan daerah akan teratasi.

3. Upaya penataan ulang NJOP yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo antara lain sebagai berikut:

1) menginventarisir NJOP yang sudah ada, 2) mendata harga pasar dilapangan,

3) membandingkan harga pasar dengan harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan

4) apabila harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan masih jauh dari harga pasar, maka akan disesuaikan dengan harga lapangan yang ada.

4. Penataan NJOP akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Hal tersebut karena pemungutan BPHTB didasarkan pada NJOP. Besarnya BPHTB dihitung tarif (5%) x NJOP, apabila NJOP sudah disesuaikan dengan harga pasar dilapangan (dinaikkan) maka penerimaan BPHTB


(66)

commit to user

akan mengalami kenaikkan, dengan demikian pendapatan asli daerah akan meningkat. Jadi NJOP sangat berpengaruh bagi pendapatan asli daerah.

B. REKOMENDASI

Dengan melihat kelemahan yang ditemukan, maka penulis mengemukakan rekomendasi yang mungkin dapat berguna bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, antara lain:

1. Sebaiknya Pemda mempersiapkan SDM sebaik mungkin dan mempersiapkan segala infrastruktur termasuk segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur tentang PBB Pedesaan dan Perkotaan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan agar mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, sehingga PBB Pedesaan dan Perkotaan dapat segera dialihkan ke daerah pada awal tahun 2014. Dengan demikian, kewenangan NJOP bisa segera menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo bisa segera menata ulang NJOP agar pendapatan daerah yang diperoleh dari BPHTB bisa lebih maksimal.

2. Sebaiknya Pemerintah Daerah mensosialisasikan kepada wajib pajak perihal BPHTB yang sekarang pemungutannya dialihkan ke daerah agar wajib pajak benar-benar memahami aturan baru yang berlaku di Kabupaten Sukoharjo dan juga proses perhitungan pajaknya. Dengan


(67)

commit to user

memahami aturan maka dapat dilakukan pengawasan, sehingga apabila daerah menentukan tarif ataupun NJOP yang tidak sesuai dengan batas kewajaran, wajib pajak bisa menegur.


(1)

commit to user

perhitungan BPHTB didasarkan pada NJOP yang terdapat pada SPPT PBB. Apabila nanti PBB sudah menjadi pajak daerah, maka kewenangan ketentuan NJOP menjadi kewenangan Kabupaten Sukoharjo. Oleh sebab itu, dalam upaya penataan ini yang ditempuh Pemerintah Kabupaten antara lain sebagai berikut:

1) menginventarisir NJOP yang sudah ada, 2) mendata harga pasar dilapangan,

3) membandingkan harga pasar dengan harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan

4) apabila harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan masih jauh dari harga pasar, maka akan disesuaikan dengan harga lapangan yang ada.

4. Pengaruh NJOP terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sukoharjo

Dengan penataan NJOP maka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Hal tersebut karena pemungutan BPHTB didasarkan pada NJOP. Besarnya BPHTB dihitung tarif (5%) x NJOP, apabila NJOP sudah disesuaikan dengan harga pasar dilapangan (dinaikkan) maka penerimaan BPHTB akan mengalami kenaikkan, dengan demikian PAD akan meningkat. Sebaliknya, apabila NJOP belum disesuaikan dengan harga pasar maka penerimaan BPHTB belum bisa maksimal, jadi NJOP sangat berpengaruh bagi pendapatan asli daerah.


(2)

commit to user

BAB III

TEMUAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan analisis serta perhitungan terhadap data-data dan informasi yang diperoleh, penulis menemukan kelebihan dan kelemahan.

A. KELEBIHAN

1. Pada perhitungan BPHTB ditemukan adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka NPOPTKP sebagai pengurang NPOP akan memperkecil jumlah NPOPKP untuk menghitung BPHTB yang terutang, sehingga akan menguntungkan bagi wajib pajak karena jumlah pajak yang harus dibayarkan lebih sedikit.

2. Apabila NJOP sudah sesuai dengan harga pasar dilapangan, maka pendapatan daerah akan mengalami peningkatan.

B. KELEMAHAN

1. Pada perhitungan BPHTB ditemukan adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka pendapatan daerah menjadi lebih kecil. Hal ini merugikan bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.

2. Apabila NJOP sudah sesuai dengan harga pasar yang ada dilapangan, maka dalam perhitungan BPHTB jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak akan lebih besar, sehingga merugikan wajib pajak.


(3)

commit to user

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian yang penulis lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:

1. Dari enam sampel yang mewakili Kabupaten Sukoharjo tersebut,

disimpulkan bahwa sebagian besar penetapan NJOP lebih rendah dari harga pasarnya, tetapi ada juga yang lebih tinggi dari harga pasarnya. 2. Perhitungan BPHTB saat menjadi pajak pusat dan saat menjadi pajak

daerah terdapat adanya perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar. a. Saat menjadi pajak pusat, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak

kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan sebesar Rp20 juta (dua puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri.

b. Saat menjadi pajak daerah, besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling rendah sebesar Rp60 juta (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, dan Rp300 juta (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris atau


(4)

commit to user

hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri.

Atas perubahan nilai NPOPTKP yang lebih besar, maka pendapatan daerah menjadi lebih kecil. Belum lagi dengan adanya perhitungan BPHTB yang nihil. Jadi ada indikasi bahwa nilai NJOP nantinya akan naik. Dengan naiknya nilai NJOP maka pendapatan daerah akan teratasi.

3. Upaya penataan ulang NJOP yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo antara lain sebagai berikut:

1) menginventarisir NJOP yang sudah ada, 2) mendata harga pasar dilapangan,

3) membandingkan harga pasar dengan harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan

4) apabila harga NJOP yang ditetapkan Menteri Keuangan masih jauh dari harga pasar, maka akan disesuaikan dengan harga lapangan yang ada.

4. Penataan NJOP akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Hal tersebut karena pemungutan BPHTB didasarkan pada NJOP. Besarnya BPHTB dihitung tarif (5%) x NJOP, apabila NJOP sudah disesuaikan dengan harga pasar dilapangan (dinaikkan) maka penerimaan BPHTB


(5)

commit to user

akan mengalami kenaikkan, dengan demikian pendapatan asli daerah akan meningkat. Jadi NJOP sangat berpengaruh bagi pendapatan asli daerah.

B. REKOMENDASI

Dengan melihat kelemahan yang ditemukan, maka penulis mengemukakan rekomendasi yang mungkin dapat berguna bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, antara lain:

1. Sebaiknya Pemda mempersiapkan SDM sebaik mungkin dan

mempersiapkan segala infrastruktur termasuk segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur tentang PBB Pedesaan dan Perkotaan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan agar mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, sehingga PBB Pedesaan dan Perkotaan dapat segera dialihkan ke daerah pada awal tahun 2014. Dengan demikian, kewenangan NJOP bisa segera menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo bisa segera menata ulang NJOP agar pendapatan daerah yang diperoleh dari BPHTB bisa lebih maksimal.

2. Sebaiknya Pemerintah Daerah mensosialisasikan kepada wajib pajak perihal BPHTB yang sekarang pemungutannya dialihkan ke daerah agar wajib pajak benar-benar memahami aturan baru yang berlaku di Kabupaten Sukoharjo dan juga proses perhitungan pajaknya. Dengan


(6)

commit to user

memahami aturan maka dapat dilakukan pengawasan, sehingga apabila daerah menentukan tarif ataupun NJOP yang tidak sesuai dengan batas kewajaran, wajib pajak bisa menegur.