Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah Dan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Jeruk (Kasus Petani Hortikultura Di Kabupaten Karo)

(1)

DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA TERHADAP

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH DAN KADAR

RESIDU PESTISIDA PADA BUAH JERUK

(KASUS PETANI HORTIKULTURA DI KABUPATEN KARO)

TESIS

Oleh

WITA KHAIRIA

067004018/PSL

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA TERHADAP

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH DAN KADAR

RESIDU PESTISIDA PADA BUAH JERUK

(KASUS PETANI HORTIKULTURA DI KABUPATEN KARO)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

WITA KHAIRIA

067004018/PSL

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA TERHADAP KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH DAN KADAR RESIDU PESTISIDA PADA BUAH JERUK (KASUS PETANI HORTIKULTURA DI KABUPATEN KARO)

Nama Mahasiswa : Wita Khairia Nomor Pokok : 067004018

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Harlem Marpaung, M.Sc) Ketua

(Prof. Dr. Darma Bakti, MS) Anggota

(Dr. Edison Purba) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Harlem Marpaung, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Darma Bakti, MS

2. Dr. Edison Purba 3. Dr. Dwi Suryanto, MS 4. Ir. Guslim, MS


(5)

ABSTRAK

Penggunaan pestisida bertujuan untuk menekan populasi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) secara cepat dibandingkan dengan pengendalian lainnya. Karena keunggulan pestisida tersebut, kenyataan di lapangan petani menggunakan pestisida secara berjadwal (sistem kalender). Akibat dari penggunaan pestisida secara terus menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan, tanah, udara maupun makhluk hidup yang bukan sasaran.

Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah dan Kadar Residu Pestisida pada Buah Jeruk merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi bahwa keanekaragam arthropoda tanah lebih tinggi pada kebun yang penggunaan pestisidanya terkontrol dan memperoleh hasil analisis residu pestisida pada buah jeruk petani yang mengikuti pelatihan dan jeruk petani yang tidak mengikuti pelatihan penggunaan pestisida yang baik dan benar.

Penelitian ini dilakukan dengan memasang perangkap Fit Fall Trap untuk merangkap arthropoda tanah dan mengambil sampel jeruk untuk dianalisis residu pestisidanya pada kebun petani yang dilatih maupun yang tidak dilatih.

Ternyata pada kebun petani yang dilatih jumlah jenis arthropoda tanahnya lebih tinggi dan keanekaragaman arthropoda tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani yang tidak dilatih. Hasil analisis residu pestisida jeruk petani yang dilatih tidak terdeteksi sedangkan jeruk petani yang tidak dilatih terdeteksi adanya Fenvalerat (0.0928 mg/kg), namun masih di bawah Batas Maksimum Residu yang telah ditetapkan pemerintah.

Kata Kunci: Arthropoda Tanah, Keanekaragaman, Residu Pestisida, Batas Maksimum Residu.


(6)

ABSTRACT

The adventage of pesticide application is this chemical method suppresses pest population faster than any other pest control methods. This advantage encourages farmers to apply pesticide in their farms frequently through calendar system. Such pesticide application practice brings injurious effects to environment which are damaging aquatic, terrestrial and aerial environment aside from harmful to non target organisms.

Research on the Impact of Pesticide Use to the Biodiversity of Soil Arthropodes and to the Level of Pesticide Residues on Citrus is aimed to gain information which justified that the biodiversity of soil arthropod on the citrus fields managed by the trained farmers is higher than on the field managed by the untrained farmers. Likewise, this research is also aimed to gather result of pesticide residue analysis on citrus fruit produced by the trained farmers as well as by untrained farmers.

Research was done by installing the fit fall trap to capture the soil arthropod. The fit fall trap was installed in both trained and untrained farmers’ citrus field. For the purpose of investigating the pesticide residues level, samples of citrus fruit were collected from citrus field operated by trained farmers as well as from untrained farmers’.

Research shows that the biodiversity level of soil arthropod on the citrus fields operated by trained farmers is higher than on untrained farmers’. The pesticide residue analysis shows that no pesticide residues found on the fruit samples collected from the trained farmers. Unlikely, the residue of Fenvalerate (0,0928 mg/kg) is detected on the fruit samples of untrained farmers, although the level is under the Residual Maximum Limit determined by the Government.

Keywords: Soil Arthropod, Biodiversity, Pesticide Residue, Residual Maximum Limit.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Judul penelitian ini adalah “Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah dan Kadar Residu Pestisida pada Buah Jeruk (Kasus Petani Hortikultura di Kabupaten Karo)” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Darma Bakti, M.S dan Bapak Dr. Edison Purba selaku Anggota Pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Juga kepada suami yang banyak membantu dan memotivasi penulis serta pengertian dari anak-anakku tercinta.

Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tesis ini di masa yang akan datang.

Medan, Januari 2009


(8)

RIWAYAT HIDUP

WITA KHAIRIA, lahir di Medan pada tanggal 9 Januari 1972, anak kedua dari pasangan Husni Sudiro dan Ridayati br Silitonga. Penulis telah menikah dengan Deden Indra Teja Maya, SP, MSc dan telah dikaruniai dua orang anak Caang Manah Putra Wiratema dan Syifa Uli Medina Wiratema.

Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun 1996 penulis lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang dibiayai dari Departemen Pertanian.

Penulis sekarang bekerja di Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura Pasar Minggu Jakarta.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Sekilas tentang Jeruk ... 5

2.2 Perjalanan Pestisida ke Lingkungan ... 6

2.3. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida di Lingkungan ... 8

2.4. Peraturan-peraturan yang Berkaitan dengan Pestisida... 9

2.5. Residu Pestisida... 11

2.6 Lingkup Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian... 11

2.7. Kelompok Arthropoda Tanah... 12

2.8. Peranan Fauna Tanah... 14

III. METODE PENELITIAN... 16

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 16

3.2. Bahan dan Alat... 17

3.3. Metode Penelitian... 17

3.4. Perangkap Arthopoda... 19

3.5. Pengambilan Sampel Jeruk... 20

3.6 Prosedur Analisis Pestisida... 20

3.7. Variabel yang Diteliti... 25


(10)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

5.1. Analisis Jumlah Jenis Arthropoda Tanah... 29

5.2. Keanekaragaman Arthropoda Tanah pada Ekosistem Pertanaman Jeruk... 30

5.3. Faktor Fisik dan Kimia pada Ekosistem Pertanaman Jeruk... 34

5.4. Aplikasi Pestisida... 35

a. Frekuensi Penyemprotan Pestisida... 36

b. Dosis Pemakaian Pestisida yang Digunakan Petani... 38

c. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Buah Jeruk... 39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

6.1. Kesimpulan... 41

6.2. Saran... 41


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Jumlah Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk... 30 5.2. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman

Jeruk Petani yang Dilatih... 31 5.3. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman

Jeruk Petani yang Tidak Dilatih... 32 5.4. Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H) pada Kebun

Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih... 32 5.5. Faktor Fisik dan Kimia Tanah... 34 5.6. Frekuensi Penyemprotan Pestisida Petani yang Dilatih dan

yang Tidak Dilatih... 37 5.7. Penentuan Dosis Aplikasi Pestisida... 39 5.8. Hasil Analisis Residu Pestisida terhadap Buah Jeruk... 40


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

5.1. Aplikasi Pestisida pada Petani yang Dilatih... 37 5.2. Aplikasi Pestisida pada Petani yang Tidak Dilatih... 38


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Petani Jeruk ... 46

2. Materi Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar... 48

3. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener (H) pada Kebun Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih... 49

4. Penentuan Sampel Lahan Petani ... 54

5. Jenis-jenis Pestisida yang Terdaftar Pada Komisi Pestisida... 55

6. Luas Wilayah Desa di Kecamatan Tiga Panah... 58

7. Nama-nama Petani Peserta Pelatihan Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tiga Panah... 59

8. Nama Pemandu dan Instansi ... 60

9. Gambar Serangga yang Terperangkap Pit Fall Trap... 61

10. Data Hasil Analisis Tanah... 62

11. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida pada Buah Jeruk... 63


(14)

ABSTRAK

Penggunaan pestisida bertujuan untuk menekan populasi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) secara cepat dibandingkan dengan pengendalian lainnya. Karena keunggulan pestisida tersebut, kenyataan di lapangan petani menggunakan pestisida secara berjadwal (sistem kalender). Akibat dari penggunaan pestisida secara terus menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan, tanah, udara maupun makhluk hidup yang bukan sasaran.

Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Keanekaragaman Arthropoda Tanah dan Kadar Residu Pestisida pada Buah Jeruk merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi bahwa keanekaragam arthropoda tanah lebih tinggi pada kebun yang penggunaan pestisidanya terkontrol dan memperoleh hasil analisis residu pestisida pada buah jeruk petani yang mengikuti pelatihan dan jeruk petani yang tidak mengikuti pelatihan penggunaan pestisida yang baik dan benar.

Penelitian ini dilakukan dengan memasang perangkap Fit Fall Trap untuk merangkap arthropoda tanah dan mengambil sampel jeruk untuk dianalisis residu pestisidanya pada kebun petani yang dilatih maupun yang tidak dilatih.

Ternyata pada kebun petani yang dilatih jumlah jenis arthropoda tanahnya lebih tinggi dan keanekaragaman arthropoda tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani yang tidak dilatih. Hasil analisis residu pestisida jeruk petani yang dilatih tidak terdeteksi sedangkan jeruk petani yang tidak dilatih terdeteksi adanya Fenvalerat (0.0928 mg/kg), namun masih di bawah Batas Maksimum Residu yang telah ditetapkan pemerintah.

Kata Kunci: Arthropoda Tanah, Keanekaragaman, Residu Pestisida, Batas Maksimum Residu.


(15)

ABSTRACT

The adventage of pesticide application is this chemical method suppresses pest population faster than any other pest control methods. This advantage encourages farmers to apply pesticide in their farms frequently through calendar system. Such pesticide application practice brings injurious effects to environment which are damaging aquatic, terrestrial and aerial environment aside from harmful to non target organisms.

Research on the Impact of Pesticide Use to the Biodiversity of Soil Arthropodes and to the Level of Pesticide Residues on Citrus is aimed to gain information which justified that the biodiversity of soil arthropod on the citrus fields managed by the trained farmers is higher than on the field managed by the untrained farmers. Likewise, this research is also aimed to gather result of pesticide residue analysis on citrus fruit produced by the trained farmers as well as by untrained farmers.

Research was done by installing the fit fall trap to capture the soil arthropod. The fit fall trap was installed in both trained and untrained farmers’ citrus field. For the purpose of investigating the pesticide residues level, samples of citrus fruit were collected from citrus field operated by trained farmers as well as from untrained farmers’.

Research shows that the biodiversity level of soil arthropod on the citrus fields operated by trained farmers is higher than on untrained farmers’. The pesticide residue analysis shows that no pesticide residues found on the fruit samples collected from the trained farmers. Unlikely, the residue of Fenvalerate (0,0928 mg/kg) is detected on the fruit samples of untrained farmers, although the level is under the Residual Maximum Limit determined by the Government.

Keywords: Soil Arthropod, Biodiversity, Pesticide Residue, Residual Maximum Limit.


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi, aspek pelestarian lingkungan hidup dan perlindungan konsumen, terutama terhadap kemungkinan kontaminasi/pencemaran sejumlah bahan kimia, telah menjadi isu sentral di berbagai negara, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Hanya komoditas yang telah teruji aman bagi konsumen dan tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan yang mampu bersaing di pasaran internasional (Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004).

Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah sentra produksi buah jeruk di Sumatera Utara. Jeruk memiliki prospek dan potensi pasar yang sangat baik di dalam maupun di luar negeri, maka pengusahaan komoditas tersebut memerlukan peningkatan baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Sampai saat ini produktivitas jeruk di Indonesia masih rendah. Rendahnya produktivitas tersebut antara lain disebabkan oleh gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 1996).

OPT merupakan salah satu faktor pembatas dalam usaha peningkatan produksi pertanian. OPT dapat menyerang tanaman sejak mulai pembibitan, pertanaman bahkan sampai pada penyimpanan. Salah satu upaya untuk menghindarkan kerusakan tanaman yang menyebabkan kerugian secara ekonomi


(17)

digunakan pestisida. Penggunaan pestisida berkembang pesat sejak dekade enam puluhan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pertanian (Komisi Pestisida, 1997).

Penggunaan pestisida ditujukan untuk menekan populasi OPT secara cepat dibandingkan metode pengendalian lainnya. Karena keunggulan pestisida tersebut, kenyataan di lapangan petani menggunakan pestisida secara berjadwal (sistem kalender). Akibat dari penggunaan pestisida secara terus-menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan, tanah, udara maupun makhluk hidup yang bukan sasaran (Komisi Pestisida, 1997).

Salah satu kerugian penggunaan pestisida pada tanaman pertanian adalah timbulnya residu pestisida pada tanaman sebagai bahan makanan manusia. Sebagian besar residu pestisida terakumulasi di dalam tanah. Residu ini dapat bertahan dalam waktu lama dalam tanah sampai beberapa tahun tergantung jenis pestisidanya. Residu pestisida ini dapat mempengaruhi kehidupan di dalam tanah, terakumulasi di dalam tubuh hewan dan dapat berpindah dari satu hewan ke hewan lainnya melalui rantai makanan (Hardjowigeno, 1995).

Pemerintah telah menjadikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai suatu kebijakan dalam pengendalian hama. Kebijakan ini telah mempunyai dukungan hukum yang kuat dengan keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 Pasal 20 dinyatakan bahwa 1). perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem PHT (ayat


(18)

1). Salah satu prinsip PHT tersebut adalah penggunaan pestisida secara baik dan benar.

Di dalam ekosistem pertanian arthropoda tanah sangat beranekaragam dan penting peranannya dalam mengaduk dan mengaerasi tanah, menghancurkan bahan-bahan organik dan mengatur jumlah populasi fauna lainnya (Moldenke, 2001). Dampak positif penerapan penggunaan pestisida secara baik dan benar terhadap keanekaragaman arthropoda tanah belum banyak diketahui. Hal ini perlu diketahui untuk menilai penggunaan pestisida secara baik dan benar dalam menciptakan lingkungan pertanian yang aman dari pencemaran, dan sistem budidaya tanaman yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Medan telah melaksanakan pelatihan Penggunaan Pestisida Secara Baik dan Benar di 4 (empat) desa yaitu: Desa Tiga Panah, Desa Bunuraya, Desa Seberaya dan Desa Bertah Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo. Setiap desa dilatih satu kelompok tani yang berjumlah 25 orang. Jumlah petani yang telah dilatih sebanyak 100 orang. Pemandu berasal dari petugas BPTPH dan staf dari perusahaan pestisida. Pelatihan telah berlangsung dari bulan Maret sampai April 2008. Tesis ini mengkaji sejauhmana dampak dari pelatihan penggunaan pestisida terhadap keanekaragaman arthropoda tanah dan kadar residu pestisida pada buah jeruk bagi petani yang telah terlatih dibandingkan dengan yang tidak mengikuti pelatihan.


(19)

1.2. Perumusan Masalah

1. Penggunaan pestisida secara terus menerus akan menimbulkan residu

pestisida pada tanaman sebagai bahan makanan manusia.

2. Penggunaan pestisida secara terus menerus dan tidak terkontrol akan menyebabkan menurunnya populasi dan jenis hewan-hewan tanah (arthropoda tanah) yang berfungsi dalam merubah sisa-sisa organisme mati menjadi bahan organik yang lebih sederhana.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Memperoleh hasil analisis residu pestisida pada buah jeruk milik petani yang mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan penggunaan pestisida. 2. Memperoleh informasi bahwa keanekaragaman arthropoda tanah lebih tinggi

pada kebun yang penggunaan pestisidanya terkontrol.

1.4. Hipotesis

1. Adanya perbedaan kadar residu pestisida pada jeruk milik petani yang mengikuti pelatihan penggunaan pestisida dengan yang tidak mengikuti pelatihan.

2. Keanekaragaman arthropoda tanah lebih tinggi pada lokasi kebun petani yang mengikuti pelatihan penggunaan pestisida dibanding dengan yang tidak mengikuti.


(20)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sekilas tentang Jeruk

Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Negara Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh (David, 2007). Klasifikasi tanaman jerukadalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae Genus : Citrus Species : Citrus sp.

Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok (Citrus reticulata/nobilis L.), jeruk Siem (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L) yang terdiri atas Siem Pontianak, Siem Garut, Siem Lumajang, jeruk manis (C. auranticum L. dan C.sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), jeruk besar (C.maxima Herr) yang terdiri atas jeruk Nambangan-Madium dan Bali. Jeruk untuk bumbu masakan yang terdiri atas jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk Purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C.hystix ABC). Jeruk varietas introduksi yang banyak ditanam adalah varitas


(21)

Lemon dan Grapefruit. Sedangkan varitas lokal adalah Jeruk Siem, Jeruk Baby, Keprok Medan, Bali, Nipis Dan Purut (Prihatman, 2000).

Manfaat buah jeruk salah satunya sebagai makanan buah segar atau makanan olahan, di mana kandungan vitamin C yang tinggi. Di beberapa negara telah diproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk, gula tetes, alkohol dan pektin dari buah jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk dipakai untuk membuat minyak wangi, sabun wangi, esens minuman dan untuk campuran kue. Beberapa jenis jeruk seperti jeruk nipis dimanfaatkan sebagai obat tradisional penurun panas, pereda nyeri saluran napas bagian atas dan penyembuh radang mata (Prihatman, 2000).

2.2. Perjalanan Pestisida ke Lingkungan

Pelaksanaan perlindungan tanaman serta penggunaan sarana dan cara dalam rangka perlindungan tanaman memang bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi kerugian ekonomis yang dapat ditimbulkan oleh organisme pengganggu tumbuhan. Di pihak lain, pelaksana perlindungan tanaman termasuk penggunaan sarana dan cara tertentu dapat mengganggu kesehatan dan mengancam keselamatan manusia dan menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004).

Tarumingkeng (1992) menyatakan sebab utama terjadinya pencemaran lingkungan oleh pestisida adalah pengendapan (deposits) dan residu pestisida yang digunakan untuk pengendalian hama, penyakit serta tumbuhan pengganggu (gulma)


(22)

serta serangga yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Deposit adalah materi yang terdapat pada permukaan segera setelah aplikasi, sedangkan residu merupakan materi yang terdapat di atas atau di dalam benda lain setelah beberapa saat atau mengalami penuaan (aging), perubahan kimia (alteration) atau keduanya. Residu permukaan atau residu efektif adalah banyaknya materi yang tertinggal, misalnya pada tanaman setelah aplikasi. Residu permukaan dapat hilang karena pencucian (pembilasan), penggosokan, hidrolisis dan sebagainya. Dalam waktu 1-2 jam setelah aplikasi pestisida, kemungkinan besar 90% deposit telah hilang karena pencucian oleh air hujan, sisanya biasanya terurai oleh sinar ultraviolet. Beberapa jenis pestisida lipofilik cenderung terakumulasi (menumpuk) pada lapisan malam (lilin) dan lemak tanaman, terutama di bagian kulit. Itulah sebabnya sayuran atau buah terutama yang dikonsumsi mentah perlu dicuci atau dikupas terlebih dahulu.

Pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan, kemudian terangkut ke tempat lain oleh air, angin atau organisme yang berpindah tempat. Ketiga komponen ini kemudian mengubah pestisida tersebut melalui proses kimiawi atau biokimiawi menjadi senyawa lain yang masih beracun atau senyawa yang telah hilang sifat racunnya. Yang menjadi perhatian utama dalam toksikologi lingkungan adalah berbagai pengaruh dinamis pestisida dan derivat-derivatnya setelah mengalami perubahan oleh faktor lingkungan secara langsung atau faktor hayati terhadap sistem hayati dan ekosistemnya (Tarumingkeng, 1976).

Air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida. Pindahnya pestisida dapat bersama partikel air atau debu pembawa. Pestisida dapat pula menguap karena


(23)

suhu yang tinggi (pembakaran). Pestisida yang ada di udara bisa kembali ke tanah oleh hujan atau pengendapan debu (Tarumingkeng, 1992).

2.3. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida di Lingkungan

Pemberantasan hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida dapat menimbulkan masalah ekologi yang rawan. Keadaan ini mengakibatkan pencemaran tanah dan air, adanya resiko yang tinggi keracunan bagi manusia yang memperlakukan pestisida dan tanaman, kemungkinan adanya residu pestisida yang tinggi pada produk-produk yang dipasarkan dan biaya produksi yang tinggi (Arifin dan Lubis, 2003).

Dewasa ini kasus mengenai residu atau pencemaran pestisida pada hasil pertanian menjadi sorotan tajam. Hal ini disebabkan karena residu pestisida yang terkandung pada tanaman yang dikonsumsi dapat mengganggu kesehatan manusia bahkan membahayakan manusia. Dalam kaitan ini, pengujian analisis residu pestisida di laboratorium selalu digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah hasil pertanian ada pada tingkat yang aman atau tidak untuk dikonsumsi (Bethlee, dan Cloyd, 2000).

Dampak negatif penggunaan pestisida selain disebut di atas, yaitu: 1. Menimbulkan resistensi pada hama pertanian.

2. Menurunkan populasi predator baik dari golongan serangga, burung maupun ikan yang sebenarnya bukan sasaran.


(24)

3. Menurunkan populasi organisme yang berperan penting dalam menjaga kesuburan tanah (cacing tanah, jamur, dan serangga tanah).

4. Menghambat aktivitas fiksasi nitrogen pada tanaman kacang-kacangan

(bakteri nitrat dan nitrit).

5. Tidak terdegradasi di lingkungan sehingga residunya akan terdistribusi melalui rantai makanan.

6. Menimbulkan keracunan pada hewan ternak dan manusia.

7. Racun pestisida dapat terakumulasi melalui rantai makanan dan dapat terkonsentrasi pada organisme tertentu. Cacing tanah, misalnya dapat mengkonsentrasikan pestisida pada tubuhnya hingga mencapai 20 kali konsentrasi pestisida pada tanah sekitarnya.

8. Karena peristiwa akumulasi tersebut (bioakumulasi) melalui rantai makanan, pestisida cenderung untuk lebih terkonsentrasi pada organisme yang menempati piramida makanan yang lebih tinggi. Salah satu organisme tersebut adalah manusia. Hal ini menyebabkan manusia rawan untuk teracuni pestisida, yang menurut penelitian diduga kuat termasuk bahan karsinogenik atau penyebab kanker (Komisi Pestisida, 1997).

2.4. Peraturan-peraturan yang Berkaitan dengan Pestisida

Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis residu Pestisida pada Hasil Pertanian 2004 menyatakan untuk menjamin penggunaan bahan kimia agar ramah lingkungan dan meningkatkan keamanan yang tinggi maka diperlukan


(25)

peraturan dan perundang-undangan sebagai upaya pengelolaan penggunaan bahan kimia tersebut baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional untuk mengurangi resiko terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Berikut ini adalah berbagai kebijakan dan perundang-undangan Indonesia mengenai bahan kimia berbahaya beracun dan pestisida:

1. Stockholm Convention tentang Persistent Organic Pollutants (POPs). 2. UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

3. UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4. PP No. 7/1973 tentang Pengawasan Distribusi, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.

5. PP No. 6/1995 tentang Perlindungan Tanaman.

6. PP No. 85/1999 tentang Perubahan Undang-Undang yang Berkaitan dengan Bahaya serta Penanganan Limbah B3.

7. PP No. 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

8. KEPMENTAN No. 434/Kpts/TP.270/7/2001 tentang Syarat-syarat dan

Prosedur Pendaftaran Pestisida.

9. KEPMENTAN bulan September 2002 tentang Manajemen Pengawasan

Pestisida.

10.Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor: 881/Menkes/SKBVIII/1996 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada 771/Kpts/TP.270/8/96 Hasil Pertanian.


(26)

2.5. Residu Pestisida

Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian, bahan pangan, atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida (Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis Residu Pestisida Pada Hasil Pertanian, 2004).

Hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi Batas Maksimum Residu (BMR). BMR didefinisikan sebagai konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima dalam atau pada hasil pertanian, bahan pangan, atau bahan pakan hewan. Konsentrasi tersebut dinyatakan dalam miligram residu pestisida per kilogram hasil (Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004).

2.6. Lingkup Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian

Suatu proses pengujian harus dilakukan untuk menentukan apakah suatu hasil pertanian telah memenuhi persyaratan ketentuan BMR Pestisida. Penetapan apakah suatu hasil pertanian diterima atau ditolak untuk beredar di pasaran Indonesia harus didasarkan pada data analisis dengan validitas dan reliabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menghindari kesalahan teknis yang tidak perlu sebagai akibat dari kesalahan interprestasi dalam pamahaman terhadap metode pengujian residu pestisida, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat


(27)

Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan menyusun Buku Pedoman Pengujian Residu Pestisida dalam hasil Pertanian yang merupakan acuan untuk tujuan pengujian tingkat residu pestisida (Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004).

Langkah-langkah pengujian tingkat residu pestisida adalah sebagai berikut: 1) pengambilan contoh/sampel, 2) penyiapan dan penyimpanan contoh analitik, dan 3) pelaksanaan analisis. Prosedur lengkap ketiga langkah tersebut harus sesuai dengan Pedoman Pegujian Residu Pestisida dalam hasil Pertanian (Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian, 2004).

2.7. Kelompok Arthropoda Tanah

Salah satu fauna tanah yang memegang peranan penting di dalam tanah adalah arthropoda. Arthropoda adalah Phylum fauna yang terbesar dan sangat beragam. Fauna yang termasuk ke dalam arthropoda adalah insekta (serangga), krustasea, centipoda, milipoda, simfila, pauropoda dan trilobita yang telah punah. Arthropoda dicirikan dengan segmentasi dan badannya dilapisi dengan sisik luar (exoskleton) dengan pasangan anggota pada setiap segmen, sistem syaraf yang kompleks dengan tulang belakang, sambungan syaraf melalui ujung anterior dari alat pencernaan (Borror, 1992).

Dalam dunia fauna, arthropoda meliputi lebih dari 90% kingdom animalia. Secara literal arthropoda berarti kaki yang beruas-ruas. Semua anggota dari kelompok


(28)

ini mempunyai bagian tubuh yang beruas-ruas, tidak hanya pada kakinya (Borror, 1992).

Arthropoda yang hidup di tanah disebut arthropoda tanah. Arthropoda tanah dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya di dalam tanah sebagai penghancur, predator, herbivor dan pemakan fungi (Moldenke, 2001).

1. Penghancur

Beberapa arthropoda besar di atas permukaan tanah biasanya sebagai penghancur. Mereka mengunyah bahan-bahan tumbuhan yang telah mati, sekaligus juga memakan bakteri dan fungi yang menempel di permukaan tanaman. Jenis yang paling melimpah pada kelompok ini adalah lipan, kutu, rayap dan tungau (mite). Dalam tanah pertanian, kelompok arthropoda ini dapat menjadi hama karena memakan akar tanaman yang masih hidup jika bahan-bahan makanan yang telah mati kurang mencukupi (Moldenke, 2001).

2. Predator dan Parasit

Beberapa arthropoda tanah adalah predator dan parasit. Predator dan mikropredator dapat disebut generalis, yaitu memakan beberapa tipe mangsa yang berbeda atau spesialis, yaitu hanya berburu satu tipe mangsa. Predator meliputi kelabang, laba-laba, kumbang tanah, kalajengking, laba-laba serigala, pseudoscorpion, semut dan tungau. Beberapa predator memakan hama tanaman diantaranya kumbang dan tawon parasit telah dikembangkan untuk biokontrol komersial (Moldenke, 2001).


(29)

3. Herbivora

Beberapa arthropoda yang menghabiskan hidupnya di dalam tanah seperti kumbang, symphylans, cicadas, mole-crikets, lalat centhomyiid adalah herbivora dan dapat menjadi hama tanaman. Jumlah herbivora ini cukup besar dan menyebabkan kerusakan pada akar atau bagian tanaman lainnya (Moldenke, 2001).

4. Pemakan Fungi

Beberapa arthropoda seperti springtail, beberapa tungau, silverfish memakan fungi dan juga beberapa jenis bakteri. Mereka menggaruk dan memakan bakteri dan fungi yang ada di permukaan akar. Sejumlah besar fraksi nutrient bagi tumbuhan dihasilkan oleh fauna pemakan mikroba ini (Moldenke, 2001).

2.8. Peranan Fauna Tanah

Fauna tanah adalah semua organisme yang hidup di tanah, baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah, sebagian atau seluruh siklus hidupnya berlangsung di dalam tanah. Kelompok fauna tanah ini sangat banyak dan beranekaragam, mulai dari protozoa, rotifera, nematoda, anelida, moluska, arthropoda hingga vertebrata (Kalshoven, 1981).

Peran hewan tanah pada ekosistem tanah cukup besar dalam menentukan kualitas dan struktur tanah. Peran hewan tanah dalam proses perombakan bisa terlaksana secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung karena memakan dan menghancurkan bahan organik, dan secara tidak langsung berupa


(30)

keikutsertaannya dalam meningkatkan jumlah mikroflora tanah yang juga berperan dalam proses perombakan bahan organik (Deshmukh, 1992).

Hewan tanah melaksanakan dua proses yang berlainan dalam perombakan. Pertama, pengecilan adalah reduksi ukuran partikel organik, yang terjadi berkat aktivitas makan hewan-hewan tanah. Kedua, katabolisme adalah pemecahan secara biokimia molekul organik kompleks berkat proses pencernaan fauna dan mikroflora tanah (Deshmukh, 1992). Selain berperan dalam proses perombakan bahan organik dan memperbaiki struktur tanah, fauna tanah juga berperan menaikkan nilai tukar kation dan menyumbang nitrogen bagi tanah (Graham, 1996).

Tanah yang kekurangan bahan organik menjadi padat, karena salah satu fungsi bahan organik adalah untuk memperbaiki tekstur dan struktur tanah. Fungsi lain bahan organik adalah sebagai sumber mineral sehingga di dalam tanah tersedia unsur hara yang diperlukan tanaman. Di dalam tanah bahan organik secara berangsur-angsur mengalami mineralisasi membentuk hara tanah. Kondisi tanah yang kekurangan bahan organik akan menyulitkan tanaman menyerap unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno, 1995).


(31)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tiga Panah yang merupakan daerah sentra produksi buah jeruk di Kabupaten Karo. Di kecamatan tersebut telah dilaksanakan Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar. Pelatihan telah dilaksanakan selama satu bulan dengan peserta berasal dari petani setempat berjumlah 100 orang (4 kelompok tani). Nara sumber/pemandu berasal dari petugas Pengamat Hama dan Penyakit (PHP) dan petugas dari perusahaan pestisida. Pada lokasi tersebut dilakukan observasi, interview, pembagian kuisioner, pengambilan sampel buah jeruk dan pemasangan perangkap arthropoda tanah (Pit Fall Trap).

Pengujian residu pestisida pada sampel buah jeruk dilaksanakan di Laboratorium Pestisida BPTPH Sumatera Utara yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional dengan Nomor LP-350-IDN.

Untuk identifikasi arthropoda tanah yang terperangkap dilakukan di Laboratorium Ekologi Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Pengambilan sampel dan pemasangan perangkap arthropoda dilakukan di lokasi kebun petani yang mengikuti pelatihan penggunaan pestisida dan di lokasi kebun petani yang tidak mengikuti pelatihan. Waktu penelitian dijadwalkan mulai


(32)

bulan Juli sampai Agustus 2008 yang sebelumnya diawali dengan survei pendahuluan sejak Maret 2008.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam pengambilan sampel jeruk untuk analisis residu adalah pisau, gunting, aluminium foil, plastik ukuran 5 kg, kertas label dan spidol.

Alat-alat yang digunakan dalam analisis residu adalah gas Chromatography (GC), pereaksi, dan bahan standar (bahan aktif).

Bahan yang digunakan untuk perangkap arthropoda adalah aquadest, alkohol 70% dan detergen.

Alat-alat yang digunakan untuk perangkap arthropoda adalah botol specimen, cangkul, sekop, kain katun, tripleks penutup perangkap, stoples, petridish, pinset, kuas, dan pipet.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengetahui keragaman arthropoda dan residu pestisida pada buah jeruk di Kecamatan Tiga Panah (Desa Tiga Panah, Desa Bunuraya, Desa Bertah dan Desa Seberaya) adalah dengan metode survei. Metode survei dilakukan melalui teknik pengumpulan data. Data yang dikumpul dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani sampel (responden) dengan menggunakan


(33)

kuisioner (Lampiran 1) sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian setempat.

Penetapan petani sampel (responden) diperoleh dari jumlah petani yang dilatih di Kecamatan Tiga Panah (100 orang), di mana jumlah petani terlatih merupakan populasi. Dari populasi diambil sampel dengan menggunakan persamaan Taro Yamane:

N (Yamane dalam Rahmat, 1997) n =

N. d2 + 1 n = sampel

N = Populasi d = Presisi (10%)

Maka diperoleh sampel petani (responden): 100

n =

100 (0.1)2 + 1 n = 50 responden

Dari hasil wawancara terhadap 50 responden/petani, kemudian ditentukan lahan tempat pengambilan sampel dan pemasangan perangkap yaitu berdasarkan tingkat penggunaan pestisida dari segi frekuensi penyemprotan pestisida. Di mana akan dibagi menjadi dua interval pemakaian pestisida (rendah dan tinggi). Dari dua interval tersebut akan dipilih secara acak lokasi kebun tempat pengambilan sampel dan pemasangan arthropoda yang mewakili petani yang pemakaian pestisidanya rendah dan tinggi.


(34)

3.4. Perangkap Arthropoda

Pada semua lokasi tempat pengambilan sampel buah jeruk dipasang perangkap jatuhan (Pit Fall Trap). Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan makro arthropoda yang aktif di permukaan tanah.

Cara pemasangan perangkap Pit Fall Trap

Pada setiap areal kebun, di mana sampel buah jeruk diambil, ditanam stoples-stoples plastik yang digunakan sebagai perangkap. Pada setiap lahan kebun dipasang 5 perangkap dengan mengikuti cara diagonal dengan harapan sampel yang diperoleh mewakili seluruh areal kebun. Permukaan stoples yang ditanam diusahakan rata dengan permukaan tanah. Stoples-stoples tersebut diberi atap dari tripleks setinggi 20-30 cm untuk mencegah masuknya air bila hujan. Ke dalam masing-masing stoples dimasukkan air, alkohol 70% dan sedikit detergen dengan volume lebih kurang 500 ml. Perangkap-perangkap tersebut dipasang selama 3 (tiga) hari dan seminggu kemudian dipasang kembali sampai tiga kali pemasangan perangkap.

Bila air campuran larutan alkohol dan detergen pada stoples kotor atau kurang dilakukan penggantian air atau penambahan. Pemeriksaan dilakukan setiap hari sekitar jam 08.00-09.00 WIB.

Arthropoda tanah yang terperangkap diambil dan dibawa ke laboratorium Ekologi Departeman Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara untuk diidentifikasi sampai tingkat genus atau species.


(35)

3.5. Pengambilan Sampel Jeruk

Pengambilan sampel jeruk dilakukan di kebun petani baik yang mengikuti pelatihan maupun yang tidak.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara diagonal yaitu area sampel di lapangan ditarik garis diagonalnya, dari titik-titik diagonal tersebut diambil sampel. Sampel diambil dari kebun yang siap panen sebanyak 5 kg per kebun/lokasi sampel. Sampel dibungkus alumunium foil agar tidak terkontaminasi dan diberi label yang memberikan informasi tentang lokasi pengambilan, kode dan tanggal pengambilan. Sampel tersebut kemudian dimasukkan dalam plastik untuk dibawa ke laboratorium.

3.6. Prosedur Analisis Residu Pestisida

Berdasarkan survei pendahuluan pada Bulan Maret 2008, telah diperoleh data (informasi) tentang jenis pestisida yang banyak digunakan di Kecamatan Tiga Panah yaitu dari golongan organofosfat dan piretroid. Untuk menghemat tenaga, waktu dan biaya, analisis residu pestisida yang dilakukan hanya pada kedua golongan tersebut saja.

a. Metode Pengujian Analisis Residu Pestisida Organofosfat Prinsip

Pestisida diekstraksi dengan aseton, diklorometana dan petroleum eter 400- 600. Ekstrak diuapkan sampai hampir kering dan residu dilarutkan dalam iso oktana/toluena. Umumnya tidak diperlukan pembersihan (clean up), dan ditetapkan dengan kromatograf gas menggunakan detektor


(36)

spesifik untuk senyawa yang mengandung unsur fosfor, yaitu detektor fotometri nyala (FPD) dengan filter P (526 nm) atau detektor ionisasi nyala alkali (AFID).

Pereaksi: aseton, diklorometana, petroleum eter 400- 600, iso oktana, toluena.

Peralatan: pencincang, blender atau ultra turaks, kromatograf gas, dilengkapi dengan detektor spesifik untuk senyawa yang mengandung unsur fosfor (FPD dan NPD).

Prosedur Ekstraksi

1. Contoh analitik yang telah dicincang, ditimbang seberat 15 gram.

2. Lumatkan dengan ultra turaks (blender) dengan 30 ml aseton selama 30 detik.

3. Tambahkan 30 ml diklorometan dan 30 ml petroleum eter 400- 600. 4. Campuran dilumatkan selama 30 detik.

5. Sentrifugasi selama 2 menit pada 4.000 rpm (bila larutan keruh). 6. Tuangkan fase organik.

7. Pipet 25 ml fase organik ke dalam labu bulat.

8. Pekatkan dalam rotavapor pada suhu tangas air 400C, sampai hampir kering, kemudian keringkan dengan mengalirkan gas nitrogen sampai kering.


(37)

Pembersihan (Clean Up)

Umumnya tidak diperlukan pembersihan.

Penetapan

Suntikkan 1-2 μl ekstrak ke dalam kromatograf gas.

Penghitungan

Bandingkan waktu lambat dan tinggi atau luas puncak kromatogram yang diperoleh dari larutan cuplikan dan larutan baku pembanding.

b. Metode Pengujian Analisis Residu Pestisida Piretroid Prinsip

Pestisida diekstraksi dengan aseton, diklorometana dan petroleum eter 400- 600. Ekstrak diuapkan sampai hampir kering dan residu dilarutkan dalam iso oktana/toluena. Umumnya tidak diperlukan pembersihan (clean up). Bila ada gangguan pembersihan dilakukan dengan kolom silika gel dan ditetapkan dengan kromatograf gas menggunakan detektor penangkap elektron (ECD).

Pereaksi: aseton, diklorometana, petroleum eter 400-600, iso oktana, toluena, etil asetat, n-Heksana, n-Dekana, silika gel 60, ukuran partikel 70-230 mesh, Merek art.no.7754, Eluen A: campuran etil asetat dan n-Heksana (0,2 : 99,8 v/v), Eluen B: campuran etil asetat dan n-n-Heksana (10 : 90 v/v), Baku internal (internal standar) dekaklorobifenil (DCB), larutan dekaklorobifenil 1 μg DCB/ml n-Heksana.


(38)

Peralatan: pencincang, blender atau ultra turaks, rotavapor, kolom kromatograf gas 250 mm x 6 mm yang dilengkapi dengan kran teflon dan tempat cadangan pelarut, kapas atau wol kaca yang telah dibersihkan dengan campuran petroleum eter dan aseton (4 : 1, v/v) selama 8 jam dalam soxhlet, kromatograf gas yang dilengkapi dengan detektor penangkap elektron (ECD), alat sentrifus.

Prosedur Ekstraksi

1. Contoh analitik yang telah dicincang, ditimbang seberat 15 gram.

2. Lumatkan dengan ultra turaks (blender) dengan 30 ml aseton selama 30 detik.

3. Tambahkan 30 ml diklorometan dan 30 ml petroleum eter 400- 600. 4. Campuran dilumatkan selama 30 detik.

5. Sentrifugasi selama 2 menit pada 4.000 rpm (bila larutan keruh). 6. Tuangkan fase organik.

7. Pipet 25 ml fase organik ke dalam labu bulat.

8. Pekatkan dalam rotavapor pada suhu tangas air 400C, sampai hampir kering, kemudian keringkan dengan mengalirkan gas nitrogen sampai kering.

9. Larutkan residu dalam 5 ml iso oktana : toluena (90 : 10, v/v). 10. Suntikkan 1-2μl ekstrak ke dalam kromatograf gas.


(39)

Pembersihan (Clean Up)

Umumnya tidak diperlukan pembersihan. Bila ada gangguan, pembersihan dilakukan dengan cara:

1. Uapkan 5,8 ml ekstrak sampai kering dengan rotapor pada suhu tangas air 400C.

2. Larutkan residu dalam 2 ml n-Heksana sehingga mengandung 1 gr

cuplikan analitik.

3. Masukkan berturut-turut wol kaca, 5 ml n-Heksana dan 1 gr silika gel yang telah diaktifkan, campur dan aduk dengan batang pengaduk sampai rata.

4. Bilas dinding kolom bagian dalam dengan 2 ml n-Heksana, alirkan cairan sampai minikusnya tepat di atas silika gel.

5. Elusi dengan 20 ml eluen campuran A, ambil 10 ml eluat pertama

(mangandung baku internal) dan buang sisa eluat.

6. Elusi piretroid dengan 35 ml eluen B dan tampung eluat dalam labu beralas bulat. Kemudian masukkan 10 ml eluat pertama yang mengandung baku internal.

7. Uapkan dengan hati-hati sampai hampir kering. Larutkan residu dengan n-dekana hingga volumenya tepat 1 ml.

Penetapan


(40)

Penghitungan

Bandingkan waktu lambat dan tinggi atau luas puncak kromatogram yang diperoleh dari larutan cuplikan dan larutan baku pembanding, berupa cara perhitungan dengan internal standard DCB.

3.7. Variabel yang Diteliti

Untuk menjelaskan hipotesis penelitian dilakukan penghitungan:

1. Untuk keragaman arthropoda dilakukan penghitungan indeks keragaman

arthropoda tanah pada kebun petani yang mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan.

2. Analisis residu pestisida pada sampel untuk membedakan residu yang terdapat pada sampel jeruk pada lokasi kebun petani yang mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan.

3. Untuk mengetahui faktor fisik dan kimia pada lokasi percobaan dilakukan pengukuran variabel: suhu udara, pH tanah dan kandungan mineral utama tanah.

4. Data-data lain yang perlu diketahui adalah: 1) vegetasi tanaman yang ditumpangsarikan (jenis klon tanaman jeruk, jenis tanaman pelindung bila ada, umur tanaman, dan tanaman lain yang tumbuh di areal pertanaman tersebut), 2) teknik budidaya dan pemeliharaan tanaman (asal bibit, penyiapan lahan, jarak tanam, jarak tanam tanaman pelindung, pemupukan,


(41)

pemangkasan, jadwal panen, sanitasi kebun dan lain-lain), 3) Cara pengelolaan hama dan penyakit di lokasi kebun.

Untuk menghitung masing-masing variabel yang akan diteliti dijelaskan

sebagai berikut:

Indeks Keanekaragaman

Untuk mengetahui perbedaan spesies arthropoda tanah dilakukan penghitungan indeks keanekaragaman arthropoda pada kebun petani yang mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan sebelum dan setelah pelatihan dan membandingkannya. Indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus Shannon-Wiener (H) (Odum, 1971).

H = - ∑ Pi2 ln Pi2

Di mana : H = indeks keanekaragaman

Pi= Jumlah individu ke I dibagi total individu semua jenis

3.8. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Tanah

1. Pengukuran udara dilakukan pada kebun petani yang mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan dengan menggunakan termometer.

2. Pengukuran pH tanah dan analisis kandungan mineral utama tanah dilakukan di Laboratorium Central Universitas Sumatera Utara. Tanah diambil dari dua lokasi, yaitu dari kebun petani yang mengikuti pelatihan dan yang tidak


(42)

mengikuti pelatihan. Unsur yang diteliti kandungannya adalah Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K).


(43)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Lokasi penelitian di Kecamatan Tiga Panah (Desa Tiga Panah, Seberaya, Bunuraya dan Bertah). Kecamatan Tiga Panah terletak pada ketinggian 1.192 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Tiga Panah sebesar 18,684 Km2.

Secara geografis Kecamatan Tiga Panah terletak di sebelah Utara dengan Kecamatan Dolat Rakyat, sebelah Selatan dengan Kecamatan Merek, sebelah Barat dengan Kecamatan Juhar, Munte dan Kabanjahe, serta sebelah Timur dengan Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Merek.

Berdasarkan data dari Kantor Kecamatan Tiga Panah memiliki curah hujan rata-rata 2.500 mm/tahun.

Jumlah penduduk di Kecamatan Tiga Panah sebanyak 29.626 orang, yang terdiri dari 14.753 orang laki-laki dan 14.873 perempuan. Jumlah penduduk daerah penelitian adalah sebagai berikut: Desa Tiga Panah sebanyak 2.569 orang, Desa Bunuraya 2.596 orang, Desa Seberaya sebanyak 2.796 orang dan Desa Bertah sebanyak 302 orang.

Luas wilayah Kecamatan Tiga Panah sebesar 18.684 Ha (Lampiran 4). Luas wilayah daerah penelitian untuk masing masing desa adalah sebagai berikut: Desa Bunuraya seluas 1.300 Ha, Desa Seberaya seluas 2.000 Ha, Desa Bertah seluas 500 Ha dan Desa Tiga Panah seluas 300 Ha.


(44)

Hampir seluruh desa di Kecamatan Tiga Panah produsen buah jeruk. Data mengenai produksi rata-rata per desa di Kecamatan Tiga Panah belum tercatat dengan lengkap.

Informasi hasil survei pendahuluan dari PHP setempat tentang hama dan penyakit yang dominan menyerang tanaman jeruk di empat desa daerah penelitian adalah: Aphis sp., Thrips, peliang daun Phylocnistis citrella, vektor CPVD Diaphorina citri, kutu daun Toxoptera aurantii, tungau Tetranychus sp., dan lalat buah. Penyakit yang dominan adalah: penyakit busuk pangkal batang dan akar Phytophthora sp., penyakit Diplodia sp., penyakit embun tepung Oidium tingitanium, dan embun jelaga.


(45)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Jumlah Jenis Arthropoda Tanah pada Ekosistem Pertanaman Jeruk

Rata-rata jumlah jenis arthropoda tanah masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jumlah Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk Jumlah Jenis

No. Lokasi kebun Pengamatan

1

Pengamatan 2

Pengamatan 3

Jumlah

1. Petani yang dilatih 16 16 19 51

2. Petani yang tidak

dilatih 10 9 5 24

Jumlah jenis arthropoda tanah lebih banyak di kebun petani yang dilatih dibandingkan dengan di kebun petani yang tidak mengikuti pelatihan. Hal ini menunjukkan faktor makanan, habitat yang sesuai dan tekanan lingkungan khususnya pencemaran pestisida yang rendah di kebun petani yang dilatih dibandingkan dengan kebun petani yang tidak dilatih.

Jumlah dan tipe organisme yang ada bervariasi tergantung pada praktek-praktek pengelolaan tanah pertanian. Hubungan umum jumlah jenis dan jumlah individu per jenis berbanding terbalik. Semakin tinggi jumlah jenis semakin kecil jumlah individu per jenis. Tekanan (pencemaran pestisida) menyebabkan jumlah jenis turun dan populasi jenis yang tahan terhadap tekanan meningkat (Odum, 1971).


(46)

5.2. Keanekaragaman Arthropoda Tanah pada Ekosistem Pertanaman Jeruk

Identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Fakultas MIFA Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan buku identifikasi Soil Biology Guide dan Fresh Water Invertebrate of The United Stated (Dindal, (2004) dan Pennak, (1990)).

Keanekaragaman arthropoda tanah pada ekosistem pertanaman jeruk pada kebun petani yang dilatih dan yang tidak dilatih masing-masing tertera pada Tabel 5.2 dan 5.3.

Tabel 5.2. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk Petani yang Dilatih

No Ordo Famili Genus/species Pengama

tan 1

Pengama tan 2

Pengama tan 3

1. Collembola Entomobryidae Entomobrya 52 11 35

2. Orthoptera Gryllidae Gryllusbimaculatus 1 1 2

Blattodea Blatella sp. 1 - 1

Gryllotalpidae Gryllotalpa sp. 1 2 2

Tettigoniidae Neoconocephalus. 1 - 1

3. Hemiptera Coreidae - 2 1

4. Hymenoptera Formicidae Camponotus 6 8 2

Cardiocondila. 5 2 7

Brachymyrmex 7 6 9

5. Coleoptera Nitinulidae Carpophilus 7 6 3

Cucurlionidae Graphognathus - 1 1

Hydrophylidae Tropisternus . - 1 1

Hydrophilus 2 1 1

6. Lepidoptera Saturniidae Actias 1 - 1

7. Diptera Spheroseridae Leptocera 2 1 1

Chamaemyiidae Chamaemyia 1 1 1

Muscomorpha Lecanocerus 2 3 6

Drosophilidae Drosophila 12 10 7

8. Arachnida Lycosidae 3 5 4


(47)

Tabel 5.3. Keanekaragaman Jenis Arthropoda Tanah pada Pertanaman Jeruk Petani yang Tidak Dilatih

No Ordo Famili Genus Pengamatan

1

Pengamatan 2

Pengamatan 3

1. Collembola Entomobryidae Entomobrya 583 1093 581

2. Orthoptera Gryllidae Gryllus 1 1 -

Blattodea Blatellasp. 1 2 1

Gryllotalpidae Gryllotalpa 1 2 2

Tettigoniidae Neoconocephalus 1 - -

3. Hemiptera Coreidae - 1 - -

4. Hymenoptera Formicidae Camponotus 2 7 9

5. Coleoptera Nitinulidae Carpophilus 6 3 3

6. Diptera Spheroseridae Leptocera 1 1 -

Drosophilidae Drosophila 4 2 -

7. Arachnida Lycosidae - - 1 -

Jumlah 601 1112 596

Tabel 5.4. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H) pada Kebun Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih

No Lokasi Kebun Pengamatan

1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 Rata-rata Indeks

1. Kebun petani yang dilatih 0.50582 0.45171 0.48413 0,48055

2. Kebun petani yang tidak

dilatih

0.05893 0.03394 0.05079 0,04788

Indeks keanekaragaman pada kebun petani yang dilatih lebih tinggi daripada indeks keanekaragaman pada kebun petani yang tidak dilatih (Tabel 5.4). Tingginya indeks keanekaragaman pada kebun petani yang dilatih disebabkan jumlah jenis di kebun petani yang dilatih lebih banyak dan jumlah populasi tiap jenis lebih merata (equitibilitas lebih tinggi). Perhitungan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H) pada kebun petani yang dilatih dan kebun petani yang tidak dilatih dapat dilihat pada Lampiran 3.


(48)

Ordo yang terbanyak pada kebun petani yang dilatih maupun pada kebun petani yang tidak dilatih adalah ordo Collembola. Hal ini disebabkan karena Collembola mempunyai habitat yang luas. Adianto (1993) menyatakan Collembola membutuhkan habitat yang kelembabannya tinggi dan banyak sisa-sisa tanaman. Perbedaan kepadatan Collembola di setiap kebun diduga dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan faktor makanan yang berbeda pada setiap kebun. Collembola yang banyak ditemukan berasal dari famili Entomobryidae.

Pada kebun petani yang tidak dilatih dengan banyaknya tanaman tumpang sari dan pohon pelindung, kelembabannya lebih tinggi dari kebun petani yang dilatih. Hal ini menyebabkan pada kebun petani yang tidak dilatih jumlah Collembola yang terperangkap jauh lebih banyak dari kebun petani yang dilatih.

Odum (1971) menyatakan keanaekaragaman jenis itu mempunyai komponen yang dapat memberi reaksi secara berbeda terhadap faktor-faktor geografi, perkembangan atau fisik. Komponen utama pertama adalah kekayaan jenis dan komponen utama kedua adalah equitibilitas yaitu kesamarataan jumlah populasi tiap jenis. Indeks keanekaragaman berhubungan langsung dengan jumlah jenis (kekayaan jenis). Semakin tinggi jumlah jenis semakin tinggi indeks keanekaragaman. Pada lingkungan yang keras keanekaragaman berubah menurut kelimpahan relatifnya sedang pada lingkungan yang tidak keras (yang dikendalikan secara biologi) akan merupakan fungsi dari jumlah jenis.

Pada keanekaragaman tinggi terdapat rantai makanan lebih panjang dan kompleks dan banyak simbiosis terjadi (mutualisme, parasitisme, komensalisme, dan


(49)

sebagainya). Keanekaragaman tinggi menyebabkan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya kendali umpan balik negatif dalam jaringan makanan yang mengurangi ketidakstabilan. Pada keadaan keanekaragaman jenis tinggi banyak berlangsung proses makan memakan atau saling mengendalikan yang menyebabkan tidak ada fluktuasi populasi tertentu yang sangat menonjol atau ledakan populasi suatu jenis (Odum, 1971).

5.3. Faktor Fisik dan Kimia pada Ekosistem Pertanaman Jeruk

Faktor sifat fisik dan kimia tanah (pH, suhu kebun, kandungan N, P dan K) pada kebun petani yang dilatih dan kebun petani yang tidak dilatih ditampilkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Faktor Fisik dan Kimia Tanah

No. Parameter Petani yang

Dilatih

Petani yang Tidak Dilatih

1 Suhu udara (0C) 27,0 26,0

2. pH 5,07 6,33

3. Kandungan N (%) 0,31 0,38

4. Kandungan P (ppm) 89,69 72,64

5. Kandungan K (me/100 gr)

1,869 1,404

Pada kebun petani yang dilatih suhu kebun lebih tinggi daripada kebun petani yang tidak dilatih. Hal ini disebabkan pada kebun petani yang tidak dilatih ditanam pohon kelapa dan beberapa jenis tanaman buah sebagai tanaman pelindung. Pohon kelapa sebagai tanaman pelindung telah setinggi 4-5 meter pada saat pengambilan


(50)

data dan kanopinya telah berfungsi sebagai pelindung, sehingga suhu udara di kebun petani yang dilatih lebih tinggi dari kebun petani yang tidak dilatih.

Pada kebun petani yang dilatih pH tanahnya lebih rendah dari pH tanah kebun petani yang tidak dilatih. Hal ini diduga berhubungan dengan jenis tanah bukan akibat dari faktor pengelolaan tanaman jeruk.

Hasil analisis hara tanah menunjukkan bahwa kandungan hara N pada kebun petani yang dilatih kelihatan lebih rendah dibandingkan dengan N kebun petani yang tidak dilatih. Hal ini disebabkan karena pada kebun petani yang tidak dilatih ditanam juga tanaman sawi sebagai tanaman tumpang sari. Sayuran sawi juga dilakukan pemupukan, sehingga N nya lebih tinggi.

5.4. Aplikasi Pestisida

Dari hasil wawancara dan informasi petani sangat dominan menggunakan pestisida dari golongan piretroid, organoposfat dan karbamat. Bahkan akhir-akhir ini pihak formulator banyak memformulasikan insektisida dari golongan Piretroid untuk mengatasi berbagai masalah di lapangan pada berbagai komoditi. Hal ini terkait dengan sifat kimia dari golongan Piretroid yang lebih persisten dibandingkan dengan golongan organoposfat dan karbamat yang sebelumnya lebih dahulu populer di kalangan petani (Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004).

Juga dapat diketahui informasi dari hasil wawancara bahwa semua pestisida yang digunakan petani berstatus terdaftar pada Komisi Pestisida. Semua pestisida dari


(51)

golongan organoklor yang telah dilarang pemakaiannya seperti DDT, Aldrin, Dieldrin, Endrin, Heptaklor, Klordan, BHC, Mireks, dan Toksafen sudah tidak terdapat di toko-toko pestisida lagi.

Pada daerah penelitian (Desa Tiga Panah, Seberaya, Bunuraya dan Bertah) telah dilakukan Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Bijaksana yang merupakan program Dinas Pertanian UPT. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Program ini diarahkan agar petani merubah pola pikir dalam penggunaan dan pemakaian pestisida dari sistem kalender menjadi pengendalian terpadu dengan menerapkan terlebih dahulu sistem monitoring OPT serta mengutamakan pengendalian hayati. Pengendalian terpadu memiliki konsep bahwa pestisida merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian OPT pada saat populasinya berada pada ambang ekonomi (pada tingkat yang merugikan). Adapun pestisida yang digunakan diharapkan bersifat selektif terhadap OPT dan tidak berspektrum luas dalam arti bahwa tidak akan membunuh musuh alami, predator atau organisme berguna lainnya.

a. Frekuensi Penyemprotan Pestisida

Data tentang frekuensi penggunaan pestisida yang digunakan petani yang dilatih dan petani yang tidak dilatih dapt dilihat pada Tabel 5.6.


(52)

Tabel 5.6. Frekuensi Penyemprotan Pestisida Petani yang Dilatih dan yang Tidak Dilatih

Petani yang Dilatih Petani yang Tidak Dilatih

No. Frekuensi

Penyemprotan Frekuensi Responden/ petani Persentase (%) Frekuensi Responden/ petani Persentase (%)

1. 1 minggu sekali 1 2 13 26

2. 1 – 2 minggu sekali 6 12 5 10

3. 2 – 3 minggu 17 34 29 58

4. 1 bulan sekali 26 52 3 6

Total 50 100 50 100

2-3 m inggu

1 m inggu

1-2 m inggu 1 bulan 0 20 40 60 Pesentase Jumlah Petani

Persentase Frekuensi Aplikasi Pestisida Petani yang Dilatih


(53)

2-3 m inggu

1 m inggu

1-2 m inggu 1 bulan 0

20 40 60 Persentase

Jumlah Petani

Persentase Aplikasi Pestisida Petani yang Tidak Dilatih

Gambar 5.2. Aplikasi Pestisida pada Petani yang Tidak Dilatih

Dari Tabel 5.6 diketahui bahwa petani yang telah dilatih cenderung melakukan penyemprotan setiap sebulan sekali, tetapi ada beberapa petani yang masih mengikuti sistem kalender karena takut akan kehilangan hasil panen. Petani yang tidak dilatih cenderung melakukan penyemprotan setiap 16 hari sekali (2-3 minggu sekali). Hasil wawancara diketahui bahwa walaupun petani tersebut tidak memiliki dana namun karena takut tanamannya akan terserang OPT bila tidak disemprot mereka rela untuk meminjam uang.

b. Dosis Pemakaian Pestisida yang Digunakan Petani

Hasil pengumpulan data tentang dosis pemakaian pestisida yang digunakan petani yang dilatih dan yang tidak dilatih dapat dilihat pada Tabel 5.7.


(54)

Tabel 5.7. Penentuan Dosis Aplikasi Pestisida

Petani Dilatih Petani Tidak Dilatih

No. Penentuan

Dosis Pestisida

Frekuensi petani /responden

Persentase

Frekuensi petani /responden

Persentase

1. = dosis anjuran 39 78 19 38

2. > dosis anjuran 9 18 29 58

3. < dosis anjuran 2 4 2 4

Total 50 100 50 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa petani yang telah dilatih sebanyak 78% melakukan penyemprotan sesuai dengan dosis anjuran yang tertera pada label pestisida yang digunakan. Sedangkan petani yang tidak dilatih 38% melakukan penyemprotan sesuai dengan dosis anjuran dan 58% melakukan penyemprotan lebih dari dosis anjuran.

Pada petani yang telah dilatih masih ada 18% petani yang melakukan penyemprotan lebih dari dosis anjuran. Hal ini disebabkan karena pada saat membeli pestisida tidak diberi sendok takar, sehingga petani menuangkan pestisida tanpa menggunakan takaran.

c. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Buah Jeruk

Hasil analisis residu pestisida pada buah jeruk kedua kelompok petani ditampilkan pada Tabel 5.8.


(55)

Tabel 5.8. Hasil Analisis Residu Pestisida terhadap Buah Jeruk Sumber Sampel

Petani yang Tidak Dilatih Petani yang Dilatih Residu Pestisida

BMR yg ditetapkan

Pemerintah Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4

Dimetoat 2,00 ttd ttd ttd ttd

Profenofos - ttd ttd ttd ttd

Sifultrin - ttd ttd ttd ttd

Fenvalerat 2,00 0,0928 ttd ttd ttd

Keterangan : ttd : tidak terdeteksi

Sampel 1 dan 3 : pemakaian pestisida tinggi Sampel 2 dan 4 : pemakaian pestisida rendah

Dari hasil analisis residu pestisida dengan menggunakan alat gas chromatografi dapat diketahui bahwa pada sampel 1 (petani yang tidak terlatih) terdapat residu pestisida dari golongan piretroid dengan bahan aktif Fenvalerat dan nama dagang Fenval sebesar 0,0928 mg/kg. Namun masih di bawah BMR yang telah ditetapkan pemerintah (2,00 mg/kg). Pada sampel 2 (petani yang tidak dilatih) kandungan residunya tidak terdeteksi baik dari golongan organofosfat maupun dari golongan piretroid. Hal ini disebabkan karena naiknya harga pestisida, sehingga petani yang tidak dilatih memperkecil pemakaian pestisida.

Pada sampel 3 dan sampel 4 (petani yang dilatih) kandungan residunya tidak terdeteksi baik dari golongan organofosfat maupun dari golongan piretroid.


(56)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Indeks keanekaragaman arthropoda tanah pada kebun petani yang dilatih lebih tinggi daripada kebun petani yang tidak dilatih.

2. Jumlah jenis arthropoda tanah pada kebun petani yang dilatih lebih tinggi dari kebun petani yang tidak dilatih.

3. Ordo Collembola merupakan ordo dominan yang terdapat pada seluruh kebun, baik kebun petani yang dilatih maupun kebun petani yang tidak dilatih.

4. Petani yang telah dilatih cenderung melakukan penyemprotan pestisida sebulan sekali, petani yang tidak dilatih melakukan penyemprotan pestisida setiap 2 minggu sekali.

5. Masih terdapatnya residu pestisida dari golongan piretroid pada buah jeruk petani yang tidak dilatih (0.0928), namun hasil analisis tersebut masih di bawah BMR.

6.2. Saran

1. Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan dan belum merupakan penelitian yang komprehensif, tapi masih merupakan penelitian awal yang perlu ditidaklanjuti. Hasil penelitian ini belum merupakan jawaban yang


(57)

membenarkan bahwa isu residu pestisida pada hasil pertanian di Tanah Karo telah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.

2. Komisi Pestisida agar lebih meningkatkan pemantauan peredaran, pemalsuan, dan pemakaian pestisida yang terkontrol di kalangan petani.

3. Potensi arthropoda tanah yang menguntungkan perlu diberdayakan secara optimal sehingga memberikan kontribusi yang cukup berarti pada penerapan PHT dan produksi jeruk.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati dan Insektisida. Alumni. Bandung

Arifin, K dan Lahmuddin Lubis. 2003. Teknik PHT pada Tanaman Cabai. Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Bethlee, J. A and Raymond, A. C. 2000. Pest Management. http://proquest. umi. com/pq dweb.

Borror, D. J., I. C. A. Triplehrorn and N.F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam Gadjah mada University Press. Yogyakarta.

Dindal, D. L. 1990. Soil Biology Guide. John Willey & Sons. Canada.

David, J. A. 2007. Standar Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Madu Karo. USAID From the American People. Agribusiness Market and Support Activity.

Direktorat Perlindungan Hortikultura. 1996. Pengenalan dan Pengendalian

Organisme Pengganggu Tumbuhan Hortikultura. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Jenderal Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta.

Deshmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Graham, E. B. 1996. The Orgin and Evolution of Arthropods. http://proquest. umi.

com/pq dweb.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hove. Jakarta.

Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian. 2004. Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian. Direktorat Perlindungan Tanaman. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.


(59)

Komisi Pestisida. 1997. Metode Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Komisi Pestisida. 2004. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Direktorat Pupuk dan Pestisida. Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Moldenke, A.R. 2001. The Soil Biology Primer. Oregon State University.

http;//www. Statlab.iastate.edu/survey/SQI/Soil Biology/arthopods.htm. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounder Campany. New York.

Pennak, R. W. 1978. Fresh Water Invertebrate of The United Stated. 2nd. Ed John Willey and Sons. Canada.

Prihatman, K. 2000. Jeruk (Citrus sp.). Sistem Informasi Manajemen Pembangunan Pedesaan. BAPPENAS. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang yang Berkaitan dengan Bahaya serta Penanganan Limbah B3.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Rahmat. 1997. Teknik Sampling. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tarumingkeng, R. C. 1976. Pestisida Sebagai Alat Pengelola Hama Tanaman. Bahan Seminar Peranan Pestisida dalam Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman dan Tumbuhan Pengganggu. Jakarta. 5-7 Juli 1976.

Tarumingkeng, R C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak

Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Diperbanyak Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura I. Medan.


(60)

Untung, K. 1993. Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada Press. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


(61)

Lampiran 1. Kuisioner Petani Jeruk

Nama petani :

Desa/Kecamatan :

1. Umur tanaman :

2. Apakah tanaman jeruk ditumpangsari dengan tanaman lain? a. Ya b. Tidak

3. Apakah ada tanaman pelindung? a. Ada b. Tidak 4. Apakah dilakukan pemupukan?

a. Ya b. Tidak

5. Darimana saudara mendapat informasi tentang pestisida yang akan digunakan?

a. Toko obat/pestisida b. Petani sebelah/tetangga c. PHP/PPL setempat d. Pengalaman pribadi

6. Apakah saudara menggunakan dosis pestisida sesuai dengan petunjuk di label botol pestisida?

a. sesuai dengan petunjuk di label b. menggunakan sendok makan c. dicicipi/dirasa

d. berdasarkan pengalaman

7. Apakah aplikasi pestisida dilakukan setelah melakukan pengamatan agro ekosistem?

a. Jika ada serangga hama/penyakit b. Secara terjadwal

c. Jika petani sebelah/tetangga menyemprot d. Berdasarkan keuangan

8. Apakah ada pengendalian OPT selain dengan menggunakan pestisida? a. Ada b. Tidak ada


(62)

9. Jika ada pengendalian lain dengan : a. penggunaan musuh alami b. pemakaian pestisida nabati c. sanitasi lingkungan

d. pengendalian lainnya

10.Isilah tabel berikut: aplikasi pestisida yang digunakan selama satu masa panen

No. Nama dagang Dosis Frekuensi Hari sebelum

panen 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15


(63)

Lampiran 2. Materi Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar 1. Klasifikasi Pestisida

2. Identifikasi OPT

3. Peraturan dan Perizinan Pestisida 4. Memilih PPT

5. Pemahaman Label 6. Kalibrasi Alat

7. Pemeliharaan Alat Semprot

8. Penanganan PPT (membeli, mengangkut, menyimpan, menggunakan, menangani limbah)

9. Teknik Aplikasi (penentuan dosis, penentuan volume semprot, penggunaan alat pelindung diri (APD), mengetahui kondisi angin dan cuaca)


(64)

Lampiran 4. Penentuan Sampel Lahan Petani

No. Nama Petani Frekuensi Aplikasi Pestisida Dosis Aplikasi Pestisida

1. Andarias Tarigan 2-3 minggu = dosis anjuran

2. Bahtra Tarigan 2-3 minggu = dosis anjuran

3. Daniel Pinem 1 bulan = dosis anjuran

4 Eprada Tarigan 1 bulan = dosis anjuran

5 Harhar tarigan 2-3 minggu = dosis anjuran

6 Jakup Kemit *) 1 minggu > dosis anjuran

7 Jusup Surbakti 2-3 minggu = dosis anjuran

8 Manan Tarigan 1 bulan = dosis anjuran

9 Naik Kalvin S 1 bulan = dosis anjuran

10 Nd Rut Br. Karo 1-2 minggu = dosis anjuran

11 Sakti Kemit 1 bulan = dosis anjuran

12 Sariaman Ginting 2-3 minggu = dosis anjuran

13 Dermawan Ginting 1 bulan = dosis anjuran

14 Oslan Ginting 1-2 minggu = dosis anjuran

15 Ismail Sinuraya 1 bulan = dosis anjuran

16 Aladin Ginting 2-3 minggu = dosis anjuran

17 Simon Barus 1 bulan > dosis anjuran

18 Lion Perangin-angin 1 bulan > dosis anjuran

19 Eluma Br. Munte 1-2 minggu = dosis anjuran

20 Antonius Sinuraya 2-3 minggu = dosis anjuran

21 Beres Ginting **) 1 bulan < dosis anjuran

22 Herlina Br. Sinuraya 1 bulan > dosis anjuran

23 James Sinuraya 2-3 minggu = dosis anjuran

24 Iwansah Barus 2-3 minggu = dosis anjuran

25 Rasta Sinuraya 1 bulan = dosis anjuran

26 Aman pandia 2-3 minggu = dosis anjuran

27 Peno Pandia 1-2 minggu = dosis anjuran

28 Binsar Pandia 1 bulan = dosis anjuran

29 Mulana Br. Sitepu 1 bulan > dosis anjuran

30 Durahmin Depari 2-3 minggu = dosis anjuran

31 Hormat Depari 1 bulan = dosis anjuran

32 Jago Celia 1 bulan = dosis anjuran

33 Johnri Ginting 2-3 minggu = dosis anjuran

34 Lohpian Ginting 1 bulan > dosis anjuran

35 Mahakim Barus 2-3 minggu = dosis anjuran

36 Praktek Karo Sekali 1 bulan = dosis anjuran

37 Renda Barus 2-3 minggu = dosis anjuran

38 Tenang Purba 1-2 minggu > dosis anjuran

39 Toni Bukit 1 bulan = dosis anjuran

40 Tetap Sinuhaji 2-3 minggu = dosis anjuran

41 Hermawati Br. Barus 1 bulan = dosis anjuran

42 Rezeki Sinuhaji 2-3 minggu = dosis anjuran

43 Sari alam 1 bulan = dosis anjuran

44 Pintar tarigan 1 bulan = dosis anjuran

45 Ali Imran 1 bulan = dosis anjuran

46 Jopinter Tarigan 1-2 minggu < dosis anjuran

47 Daniel Karo Sekali 2-3 minggu = dosis anjuran

48 Naji Br. Karo Sekali 1 bulan = dosis anjuran

49 Dedi Sembiring 1 bulan > dosis anjuran

50 Pendi 1 bulan > dosis anjuran

Ket : * Petani dengan pemakaian pestisida tinggi ** Petani dengan pemakaian pestisida rendah


(65)

Lampiran 5. Jenis-jenis Pestisida yang Tedaftar pada Komisi Pestisida

No. OPT Sasaran Golongan Nama Formulasi

1. Penyakit busuk pangkal batang dan akar Phytophthora sp.

- Folirfos 400 AS

2. Penyakit Diplodia sp. Triazol Alto 100 SL

3. Penyakit embun tepung Oidium sp. Triazol Anorganik Azol Kloronitrile

Alto 100 SL Kocide 54 WDG Score 250 EC Tagoling 75 WP Penyakit tepung Oidium

tingitaninum

Anorganik Karbamat Anorganik

Agrocide 77 WP Antracol 70 WP Kocide 77 WDG

5. Hama Apihis sp. Triazol

Piretroid Triazol Nitro imidazolidin Organofosfat Organofosfat Organofosfat Organofosfat Piretroid Organofosfat

Actara 25 WG Buldok 25 EC Chess 25 WP Confidor 200 SL Lebaycid 500 EC Orthene 75 SP Perfekthion 400 EC

Perfektan 425 Raydok 28 EC Supracide 25 WP

6. Hama Thrips sp. Triazol

Piretroid

Actara 25 WG Bestax 50 EC

7. Hama Aphis tavaressi Organofosfat Supracide 40 EC

8. Hama Phyllocnictis citrella Piretroid

Nitro imidazolidin Organofosfat Organofosfat Piretroid Organofosfat Organofosfat Organofosfat Organofosfat Organofosfat Organofosfat

Buldok 25 EC Confidor 200 SL Lebaycid 500 EC Matrix 200 EC Raydock 28 EC Raydent 200 EC Sidazinon 600 EC Starfidor 5 WP Starfidor 100 SL Supracide 25 WP Supracide 40 EC


(66)

9. Kutu daun Toxoptera sp. Piretroid Organofosfat Piretroid Piretroid Piret

Bestox 50 EC Matrix 200 EC Pounce 20 EC Talstar 25 EC Tetrin 30 EC

10. Kutu daun Toxoptera aurantii Karbamat

Piretroid Piretroid Piretroid

Lannate 40 SP Methrisida 100 EC Meothrin 50 EC Sumialpha 25 EC

11. Hama Aphids,Toxoptera citrida Piretroid

Organofosfat Organofosfat Organofosfat Organofosfat

Exocet 50 EC Kanon 400 EC Raydent 200 EC Winder 100 EC Winder 25 EC

12. Tungau Tetranychus sp. Triazol

Piretroid roid Karbamat Piretroid Piretroid Piretroid

Actara 25 WG Arrivo 30 EC Antimit 570 EC Lannate 40 SP Meothrin 50 EC Omite 570 EC Pounce 20 EC Samite 135 EC Sumialpha 25 EC


(67)

14. Hama Diaphorina citri Piretroid Piretroid Nitro imidazolidin Organofosfat Piretroid Piretroid Piretroid Organofosfat Piretroidoid Organofosfat Organofosfat Piret Piretroid - - Organofosfat Organofosfat Piretroid Piretroid Piretroid

Bestox 50 EC Bravo 50 EC Confidor 200 SL Curacron 500 EC Exocet 50 EC Fenval 200 EC Kanon 400 EC Matador 25 EC Matrix 200 EC Perfektan 425 EC Perfektion 400 EC Pounce 20 EC Sidazinon 600 EC Starfidor 5 WP Starfidor 100 SL Supracide 40 EC Telstar 25 EC Tetrin 30 EC Winder 100 EC Winder 25 WP 15. Peliang daun Phylocnistis citrella Piretroid

Organofosfat Organofosfat Piretroid Piretroid Piretroid

Exocet 50 EC Supracide 40 EC Supracide 25 WP Tetrin 30 EC Winder 25 WP Winder 100 EC 16 Nematoda Tylenchulus

semipenetrans

Karbamat Furadan 3 G

17. Gulma berdaun lebar Bipiridilium

Urea, triazin Urea

Gramoxone Medally 200 WG Paracol

18. Gulma berdaun sempit Bipiridilium

Urea, triazin Urea

Gramoxone Medally 200 WG Paracol

19 Teki Bipiridilium

Urea

Gramoxone Paracol 20. Meningkatkan pembentukan buah,

besar buah, berat buah dan produksi buah


(68)

Lampiran 6. Luas Wilayah Desa di Kecamatan Tiga Panah

No. Desa/Kelurahan Luas (Km2) Ratio Terhadap Total Luas Kecamatan (%)

1. Sukamaju 12,00 6,42

2 Kuta Mbelin 3,20 1,71

3. Singa 8,00 4,28

4. Kubu Simbelang 7,00 3,75

5. Kacinambun 8,00 4,28

6. Lau Riman 6,60 3,53

7. Manuk Mulia 4,00 2,14

8. Kuta Kepar 6,00 3,21

9. Bunuraya 13,00 6,96

10. Mulawari 1,85 0,99

11. Suka 58,00 31,04

12. Sukadame 4,50 2,41

13. Tiga Panah 3,00 1,61

14. Kuta Bale 0,53 0,28

15. Seberaya 20,00 10,70

16. Lepar Samura 2,50 1,34

17. Ajimbelang 2,00 1,07

18. Kutajulu 2,00 1,07

19. Bertah 5,00 2,68

20 Ajibuhara 4,50 2,41

21. Ajijahe 10,00 3,53

22. Ajijulu 5,16 2,76

Total 186,84 100


(69)

(70)

Lampiran 7. Nama-nama Petani Mengikuti Pelatihan Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tiga Panah

No. Desa Tiga Panah Desa Bunuraya Desa Seberaya Desa Bertah

1 Andarias Tarigan Dermawan Ginting Aman Pandia Rejeki Sinuhaji

2 Antoni Tarigan Matius Ginting Demo Pandia Ojak Sitorus

3 Ariston Tarigan Oslan Ginting Binsar Pandia Sari Alam

4 Bahtra Tarigan Sarminda Br. Sembiring Charles Karo Sekali Kursi Ginting

5 Bangun Ginting Ismail Sinuraya Darma Pandia Petrus

6 BP. Mariani Ginting Rejeki barus Mulana Br. Sitepu Maria Br. Sinuraya

7 Daniel Pinem Aladin Ginting Delna Br. Tarigan Rabu Ginting

8 Eprada Tarigan Simon barus Durahmin Depari Pintar Tarigan

9 Harhar tarigan Deli Sinuraya Dwikora S. Depari Jafar

10 Jakup Kemit Johan Barus Hormat S. Depari Ali Imran

11 Juna Kemit Daniel Ginting Ida Dameria Br. Ginting Zulkifli Pandia

12 Jusup Surbakti Lion Perangin-angin Jago Colia James Tarigan

13 Kenan Ginting Eluma Br. Munte Johnri Ginting Dolok Tarigan

14 Manan Tarigan Sariana Br. Tarigan Lohpian Ginting Naji Br. Karo

15 Marim Bukit Antonius Sinuraya Lichtar tarigan Murida Br Tarigan

16 Naik Kalvin Sembiring Armada Tarigan Mahakim Barus Sakti Sembiring

17 Nd. Nelly Br Bukit Beres Ginting Permasi Karosekali Rolinda Br. Sitepu

18 Nd. Rut Br Karo Ardi Sembiring Praktek karosekali Rusli

19 Noperman Bukit Mariani Br. Gurusinga Ralin Nainggolan Jopinter Tarigan

20 Pasta karo Sekali Malemtina Br. Tarigan Rolince Br. Brutu Anton Silitonga

21 Piah Malem Ginting Herlina Br. Sinuraya Renda Br. Barus Mual Simanjuntak

22 Rediancon Tarigan Maria Br. Tarigan Tenang Purba Daniel Karosekali

23 Sakti Kemit James Sinuraya Tetap Br. Sinuhaji Binsar Pasaribu

24 Sariaman Ginting Iwansah barus Toni Bukit Dedi Sembiring


(71)

Lampiran 8. Nama Pemandu dan Instansi

No. Nama Instansi

1 Ropendi Ginting BPTPH

2 Ilham Nasution Syngenta

3 Ibrani Sembiring Petani Pemandu


(72)

Lampiran 9. Gambar Serangga pada Perangkap Fit Fall Trap

Chamaemyia sp Graphognathus sp.

Actias sp.

Tropisternus sp.

Hydrophilus sp. Neoconochepalus sp.


(73)

(74)

Lampiran 10. Data Hasil Analisis Tanah


(75)

No Ordo Famili Genus Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3

1. Collembola 52 11 35

2. Orthoptera

Gryllidae Gryllus

bimaculatus 1

1 -

Blattodea Blatella sp. 1 - 1

Gryllotalpidae Gryllotalpasp. 1 2 2

Tettigoniidae Neoconocephalus

sp. 1

- -

3. Hemiptera Coreidae - - 2 -

4. Hymenopter

a Formoicidae Camponotus sp. 6

8 2

Cardiocondilasp. 5 2 7

Brachymyrmexsp. 7 6 9

5. Coleoptera Nitinulidae Carpophilussp. 7 6 3

Cucurlionidae Graphognathus sp. - 1 1

Hydrophylidae Tropisternus sp. - 1 1

Hydrophilus sp. 2 1 -

6. Lepidoptera Saturniidae Actias sp. 1 - 1

7. Diptera Spheroseridae Leptocerasp. 2 1 1

Chamaemyiidae Chamaemyia sp. 1 1 -

Muscomorpha Lecanocerussp. 2 3 6

Drosophilidae Drosophila sp. 12 10 7

8. Araneida Lycosidae - 3 5 4


(76)

LAMPIRAN GAMBAR

Chamaemyia

Cochliopa


(77)

Neoconocephalus

Tropisternus


(78)

Camponotus

Carpophilus


(1)

(2)

Lampiran 10. Data Hasil Analisis Tanah


(3)

No Ordo Famili Genus Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3

1. Collembola 52 11 35

2. Orthoptera

Gryllidae Gryllus

bimaculatus 1

1 -

Blattodea Blatella sp. 1 - 1

Gryllotalpidae Gryllotalpa sp. 1 2 2

Tettigoniidae Neoconocephalus

sp. 1

- -

3. Hemiptera Coreidae - - 2 -

4. Hymenopter

a Formoicidae Camponotus sp. 6

8 2 Cardiocondila sp. 5 2 7 Brachymyrmex sp. 7 6 9

5. Coleoptera Nitinulidae Carpophilus sp. 7 6 3

Cucurlionidae Graphognathus sp. - 1 1

Hydrophylidae Tropisternus sp. - 1 1

Hydrophilus sp. 2 1 -

6. Lepidoptera Saturniidae Actias sp. 1 - 1

7. Diptera Spheroseridae Leptocera sp. 2 1 1

Chamaemyiidae Chamaemyia sp. 1 1 -

Muscomorpha Lecanocerus sp. 2 3 6

Drosophilidae Drosophila sp. 12 10 7

8. Araneida Lycosidae - 3 5 4


(4)

LAMPIRAN GAMBAR

Chamaemyia

Cochliopa


(5)

Neoconocephalus


(6)

Camponotus

Carpophilus