Selanjutnya

REPUBLIK INDOl'IESIA

PENGATURAN
ANT ARA
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
DAN
DEPARTEMEN INFRASTRUKTUR DAN TRANSPORTASI AUSTRALIA
TENTANG
KERJASAMA KEAMANAN TRANSPORTASI

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (untuk selanjutnya disebut
sebagai "Kementerian") dan Departemen lnfrastruktur dan Transportasi
Australia (selanjutnya disebut sebagai "Departemen"), untuk selanjutnya
masing-masing disebut sebagai "Peserta" dan secara bersama-sama disebut
sebagai "Para Peserta".
BERKEHENDAK untuk membuat prioritas bagi kerjasama bilateral di bidang
keamanan transportasi dan menuangkan pemahaman khusus Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Australia tentang program resmi bagi
kerjasama keamanan transportasi (selanjutnya disebut "Program");
MENGAKUI pentingnya sektor transportasi untuk pembangunan ekonomi dan
sosial kedua negara;

MEMAHAMI pentingnya Persetujuan antara Republik Indonesia dan Australia
mengenai Kerangka Kerja Sama Keamanan, yang ditandatangani di Lombok
pada 13 November 2006 ;
MENGACU pada Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Australia tentang Kerjasama di Sektor Transportasi, yang
ditandatangani di Jakarta pada 11 Desember 2012 (selanjutnya disebut sebagai
"Nota Kesepahaman");
SESUAI DAN TUNDUK pada hukum dan peraturan yang berlaku di masingmasing negara ;
Telah mencapai kesepahaman sebagai berikut:

Pasal 1
Ketentuan Umum

1.

Maksud dari Pengaturan ini adalah untuk membantu pembangunan
Indonesia dalam hal sistem pencegahan keamanan untuk industri
transportasi, melalui program yang disetujui bersama oleh Para Peserta.

Sistem dimaksud akan bekerja sesuai dengan standar nasional dan

internasional yang berlaku dan praktek manajemen pencegahan keamanan
transportasi saat ini, sejalan dengan prioritas dari Pemerintah Republik
Indonesia.
2.

Sebagai tetangga terdekat, dengan kepentingan yang sama dan jaringan
transportasi yang saling terhubung, Indonesia dan Australia memiliki
kepentingan bersama dalam mengembangkan sistem transportasi yang
aman, dari tindakan-tindakan yang melawan hukum. Kedua negara memiliki
kewajiban internasional dalam hal keamanan transportasi.

3.

Para Peserta memahami bahwa untuk mengembangkan sistem tersebut,
memerlukan kemitraan jangka panjang.

4.

Pengaturan ini mewujudkan kesepahaman dari Para Pihak dan tidak
menciptakan hak atau kewajiban yang mengikat secara hukum.


5.

Kesepahaman yang diatur dalam Pengaturan ini berdasarkan pada Nota
Kesepahaman dan dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara Nota
Kesepahaman dan Pengaturan ini, maka Nota Kesepahaman yang akan
berlaku.

Pasal2
Ruang Lingkup Program

1.

Sesuai dengan tujuan Pengaturan, Para Peserta akan menyusun kerangka
kerjasama dan bantuan tahun jamak.

2.

Rancangan Program, termasuk tujuan dan hasilnya, akan ditentukan sesuai
dengan prioritas yang diidentifikasi oleh Kementerian dan saran dari

Departemen.

3.

Ruang lingkup Program akan tetap fleksibel untuk menampung proyekproyek berprioritas tinggi seperti yang telah diidentifikasi dan diputuskan
bersama oleh Para Peserta.

Pasal3
Forum Keamanan Transportasi

1. Menindaklanjuti pengesahan dari Pengaturan tersebut, Para Peserta akan
membentuk Forum Keamanan Transportasi (selanjutnya disebut "Forum")
sebagai badan tertinggi untuk mengelola hubungan bilateral keamanan
transportasi di bawah Pengaturan ini.
2.

Forum ini akan mengelola hubungan keamanan transportasi dan akan
bertemu setidaknya setahun sekali untuk menangani hal-hal strategis
termasuk: pengembangan kebijakan; berbagi informasi; penerapan standar


keamanan transportasi; hubungan dengan industri, dan menentukan
bidang-bidang yang ditentukan untuk saling bekerjasama dan membantu.
3.

Departemen akan menyediakan layanan kesekretariatan untuk Forum.

4.

Untuk tujuan Pasal ini, Forum akan melaporkan dan mengkoordinasikan
kegiatan, seperlunya, kepada Forum Menteri Indonesia-Australia (IAMF)
yang sudah ada.

Pasal4
Kelompok Pengkaji Program

1.

Para Peserta akan membentuk Kelompok Pengkaji Program (selanjutnya
disebut sebagai "PRG Keamanan Transportasi") sebagai organisasi untuk
mengelola program.


2.

PRG Keamanan Transportasi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
program, komponen proyeknya dan kegiatan lainnya: dilaksanakan secara
efektif; dana dimanfaatkan secara tepat; dan keputusan yang
mempengaruhi pelaksanaan dibuat secara responsif dan tepat waktu.
Persetujuan di luar sesi terhadap proyek-proyek di dalam program dapat
juga diberikan.

3.

PRG Keamanan Transportasi akan melapor secara langsung kepada
Forum.

4.

Masing-masing proyek dan kegiatan di dalam Program akan diidentifikasi,
dirancang, dan diputuskan secara bersama oleh para anggota PRG
Keamanan Transportasi.


5.

Proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan yang dikembangkan di dalam
Program tersebut akan dilaksanakan oleh Para Peserta melalui bantuan
teknis, peningkatan kapasitas, dan pemberian masukan tentang
peningkatan tata kelola dan praktek serta prosedur keamanan.

Pasal5
Struktur Program

1.

Para Peserta telah menentukan secara bersama-sama bahwa komponen
Program berikut ini akan ditangani melalui permintaan untuk saling
bekerjasama dan membantu:
a. keamanan bandar udara, transportasi udara dan kargo udara ;
b. keamanan pelabuhan, transportasi laut dan kargo laut;
.
c. moda transportasi lain yang disepakati bersama oleh Para Peserta.

ool

2. Melalui masing-masing moda ini, Kementerian telah mengidentifikasi
prioritas-prioritas sebagai berikut :
a. penyusunan regulasi;

b. pemenuhan kewajiban keamanan transportasi ICAO dan IMO;
c. peningkatan pelaksanaan keamanan transportasi dalam pelabuhan dan
bandar udara;
d. koordinasi kebijakan transportasi nasional; dan
e. pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.

Pasal 6
Kerahasiaan

1. Para Peserta sepakat untuk menjaga kerahasiaan dokumen, informasi dan
data lainnya yang diterima atau diberikan kepada Peserta lain selama
periode pelaksanaan Pengaturan atau pengaturan lain yang dibuat dengan
merujuk pada Pengaturan ini.
2.


Para Peserta menerima bahwa ketentuan Pasal ini akan tetap berlaku
meskipun Pengaturan ini telah berakhir.

3.

Dalam hal diperlukan untuk memberitahukan dokumen; informasi; dan data
lain yang diterima atau diberikan diantara Para Peserta, serta data atau
informasi hasil dari pelaksanaan Pengaturan ini, pemberitahuan tersebut
harus dilakukan dengan berdasarkan pada kesepakatan tertulis
sebelumnya diantara Para Peserta.

Pasal7
Penilaian Bilateral Keamanan Transportasi

1. Para Pihak sepakat untuk menyediakan akses yang cukup ke bandar
udaranya, sebagaimana dinilai perlu oleh otoritas yang berwenang, untuk
mengijinkan petugas yang berwenang untuk melakukan penilaian terhadap
pengaturan keamanan transportasi untuk penerbangan ke negaranya
masing-masing.

2.

Kecuali ditentukan bersama sebaliknya, penilaian keamanan transportasi
akan dilaksanakan sebagai penilaian yang berlaku dua arah.

3. Temuan komprehensif dari penilaian keamanan transportasi hanya akan
dibagi diantara Para Peserta, dengan mengecualikan ketentuan Pasal 6.3
Pengaturan ini.
4.

T emuan penilaian keamanan transportasi sebagaimana tersebut diatas
hanya akan dipergunakan dalam ruang lingkup Pengaturan ini dan tidak
akan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan secara sepihak yang
dibuat oleh salah satu Peserta.

Pasal8
Batasan Kegiatan Personil
Setiap orang yang terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengaturan
ini akan menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas wilayah negara
tuan rumah, dan akan menghindari setiap kegiatan yang tidak sesuai dengan

maksud dan tujuan dari Pengaturan ini.

Pasal 9
Konsultasi
Para Peserta akan berkonsultasi tentang isu-isu yang berkaitan dengan hal-hal
yang terkandung dalam Pengaturan ini.

Pasal 10
Penyelesaian Perselisihan
Setiap perselisihan atau perbedaan yang timbul dari penafsiran atau
pelaksanaan Pengaturan ini akan diselesaikan secara damai melalui konsultasi
atau perundingan antara Para Peserta.

Pasal11
Amandemen
Pengaturan ini dapat diamandemen secara tertulis setiap saat berdasarkan
kesepakatan bersama Para Peserta.

Pasal12
Mulai Berlaku, Jangka Waktu dan Pengakhiran
1. Pengaturan ini mulai berlaku pada tanggal penandatanganannya oleh
Kedua Peserta dan akan tetap berlaku sampai pada saat Neta
Kesepahaman diakhiri.
2. Salah Satu Peserta dapat mengakhiri Pengaturan ini dengan memberikan
pemberitahuan tertulis kepada Peserta lainnya tentang keinginan
pengakhiran tersebut tiga bulan sebelumnya.
3. Pengakhiran Pengaturan ini tidak akan mempengaruhi masa berlaku dari
proyek-proyek yang sedang berjalan atau kegiatan yang dibuat berdasarkan
Pengaturan ini sampai selesainya proyek-proyek atau kegiatan-kegiatan
terse but.

SEBAGAI BUKTI yang bertanda tangan di bawah ini, telah menandatangani
Pengaturan.
DITANDATANGANI rangkap dua di ..... cMエGZ|nNセQza@
..................... pada
tanggal Nセ@
.... fEB.R.\JB.t!J.. ....... ............. 2013 dalam Bahasa Indonesia dan
Bahasa lnggris.
UNTUK KEMENTERIAN
PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA

Signed
E. E. MANGINDAAN
MENTER! PERHUBUNGAN

UNTUK DEPARTEMEN INFRASTRUKTUR
DAN TRANSPORTASI AUSTRALIA

Signed
YANG tセhorma@
ANTHONY ALBANESE
MEJ>l.TERI INFRASTRUKTUR DAN
TRANSPORTAS I

REPUBLIK INDONESIA

ARRANGEMENT BETWEEN
THE MINISTRY OF TRANSPORTATION OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
AND
THE DEPARTMENT OF INFRASTRUCTURE AND TRANSPORT OF
AUSTRALIA
ON TRANSPORT SECURITY COOPERATION

The Ministry of Transportation of the Republic of Indonesia (hereinafter referred
to as "the Ministry") and the Department of Infrastructure and Transport of
Australia (hereinafter referred to as "the Department"), hereinafter individually
referred to as the Participant and collectively as the Participants.
Wishing to set out the priorities for bilateral transport security cooperation and
to express the specific understanding of the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of Australia concerning a formal program for
transport security cooperation (hereinafter referred to as "the Program");
Recognising the importance of the transport sector to economic and social
development of both countries;
Acknowledging the significance of the Agreement between Australia and the
Republic of Indonesia on the Framework for Security Cooperation, done at
Lombok on 13 November 2006;
Referring to the Memorandum of Understanding between the Government of
the Republic of Indonesia and the Government of Australia on Cooperation in
the Transport Sector, signed in Jakarta on December 2012 (hereinafter referred
to as the "the MOU");
Pursuant and subject to the prevailing laws and regulations of their respective
countries;
Have reached the following understandings:

Paragraph 1
General Provision
1. The purpose of the Arrangement is to assist Indonesia's development of a
preventive security system for its transport industry, through the program
mutually agreed by the Participants. The system will operate in accordance
with applicable international and national standards and contemporary
preventive transport security management practices, consistent with the
priorities of the Government of the Republic of Indonesia.

2.

As immediate neighbours, with shared interests and interconnected
transport networks, Indonesia and Australia have a mutual interest in
developing secure transport systems that are safe from acts of unlawful
interference. Both countries have international obligations in respect of
transport security.

3.

The Participants acknowledge that development of such a system requires
a long-term partnership.

4.

This Arrangement embodies the understandings of the Participants and
does not create legally binding rights or obligations.

5.

The understanding set out in this Arrangement is pursuant to the MOU and
in the event of any inconsistence between the MOU and this Arrangement
the MOU will prevail.

Paragraph 2
Scope of the Program

1.

In accordance with the purpose of the Arrangement, the Participants will
establish a multi-year framework of mutual cooperation and assistance.

2.

The design of the Program, including its objectives and outcomes, will be
determined in accordance with priorities identified by the Ministry and
recommendations from the Department.

3.

The scope of the Program will remain flexible to accommodate high priority
projects as identified and mutually decided upon by the Participants.

Paragraph 3
Transport Security Forum

1. Following endorsement of the Arrangement, the Participants will establish a
Transport Security Forum (hereinafter referred to as "the Forum") as the
peak body for managing the bilateral transport security relationship under
this Arrangement.
2.

The Forum will manage the transport security relationship and will meet at
least annually to address strategic issues including: policy development;
information sharing; implementation of transport security standards;
relationships with industry; and determining areas for mutual cooperation
and assistance.

3.

'
The Department will provide secretariat services to the Forum.

4.

For the purpose of this paragraph, the Forum will report and coordinate its
activities as appropriate to the existing Indonesia-Australia Ministerial
Forum (IAMF).

Paragraph 4
Program Review Group

1. The Participants will establish a Program Review Group (hereinafter referred
to as "the Transport Security PRG") as a management organisation for the
Program.
2. The Transport Security PRG is responsible for ensuring that the program, its
component projects, and other activities are: being implemented effectively;
funds are being expended appropriately; and that decisions affecting
implementation are made responsively and in a timely manner. Out of
session approval of projects within the program may also be given.
3. The Transport Security PRG will report directly to the Forum.
4. The individual projects and activities within the Program will be identified;
designed; and mutually determined by members of the Transport Security
PRG.
5. The projects and activities developed with in the Program will be
implemented by the Participants through technical assistance, capacity
building, and advising on improved governance and security management
practices and procedures.
Paragraph 5
Structure of the Program

1. The Participants have mutually determined that the following components of
the Program will be addressed through requests for mutual cooperation and
assistance:
a. airport, aviation transport and air-cargo security;
b. port, maritime transport and sea-cargo security; and
c. other transport modes as mutually agreed by the Participants.
2. Within these individual modes the Ministry has identified the following
priorities:
a. regulatory development;
b. compliance with ICAO and IMO transport security obligations;
c. improvements to operational transport security within ports and airports;
d. national transport policy coordination; and
e. training and human resource development.

Paragraph 6
Confidentiality

1. The Participants undertake to observe the confidentiality of documents;
information; and other data received or supplied to the other Participant

during the period of the implementation of this Arrangement or any other
arrangements made pursuant to this Arrangement.
2. The Participants accept that the provisions of this paragraph will remain in
effect notwithstanding the termination of this Arrangement.
3. In the event of a need to disclose any documents; information; and other
data received or supplied between the Participants, as well as data or
information resulting from the implementation of this Arrangement, such
disclosure should be conducted pursuant to a prior written consent between
the Participants.

Paragraph 7
Bilateral Transport Security Assessments

1. The Participants undertake to provide sufficient access to their airports, as
deemed required by the relevant authorities, to allow officials to undertake
assessments of transport security arrangements for flights to their respective
country.
2. Unless otherwise mutually determined, the transport security assessments
will be undertaken as dual assessments.
3. The comprehensive findings of the transport security assessments will be
shared between the Participants only, notwithstanding to the provision of
Paragraph 6.3 of this Arrangement.
4. The aforementioned findings of the transport security assessments will only
be used within the scope of this Arrangement and will not be construed as a
base for any other unilateral decision made respectively by either
Participant.

Paragraph 8
Limitation of Personnel Activities

Any persons engaged in activities related to this Arrangement will respect the
independence, sovereignty, and territorial integrity of the host country, and will
avoid any activities inconsistent with the purposes and objectives of this
Arrangement.

Paragraph 9
Consultation

The Participants will consult on issues relating to the matters contained in this
Arrangement.

Paragraph 10
Settlement of Dispute

Any dispute or differences arising out of the interpretation or implementation of
this Arrangement will be settled amicably through consultation or negotiation
between the Participants.
Paragraph 11
Amendment

This Arrangement may be amended in writing at any time by mutual consent of
the Participants.
Paragraph 12
Entry into Effect, Duration and Termination

1. This Arrangement comes into effect on the date of its signature by both
Participants and will remain in effect until such time as the MOU is
terminated.
2. Either Participant may terminate this Arrangement by giving the other
Participant three months written notice of its intention to terminate.
3. The termination of this Arrangement will not affect the validity of any ongoing
projects or activity made under this Arrangement until the completion of such
projects or activities.
IN WITNESS WHEREOF, the undersigned, have signed this Arrangement.
SIGNED


ヲNLj

N pエ・ヲ@

in

duplicate at ヲエNセァT@
........on this
2013 in Indonesian and English languages.

FOR THE MINISTRY OF
TRANSPORTATION OF THE
REPUBLIC OF INDONESIA

...... day

FOR THE DEPARTMENT OF
INFRASTRUCTURE AND TRANSPORT OF
AUSTRALIA

Signed

Signed
E. E. MANGINDAAN
MINISTER FOR
TRANSPORTATION

.... jNセ@

THE'HON0RABLE ANTHONY ALBANESE
MINl&WR FOR INFRASTRUCTURE AND
tセpor@

>

of