AS Aspek Pendidikan Religius Pada Tradisi Jual Dawet Dalam Pernikahan Adat Jawa.

(1)

AS

(Stud

F

SPEK PEND DAWET di Kasus Du

Untuk mem deraja

FAKULTA UNIVERS

DIDIKAN R T DALAM P

usun Ngepr Kabu

NASKA menuhi seba at Sarjana Pancasila d Di RATRI KU A S KEGURU ITAS MUH RELIGIUS PERNIKAH reh Desa Dib upaten Boyo

AH PUBLIK agian persya -1 Program S

dan Kewarga

isusun oleh USUMANIN A220090059

UAN DAN I HAMMADIY 2013 PADA TRA HAN ADAT bal Kecama olali) KASI aratan guna m

Studi Pendid anegaraan   : NGRUM ILMU PEN YAH SURA ADISI JUAL JAWA atan Ngemp mencapai dikan DIDIKAN AKARTA L plak


(2)

AS (Stud Telah D PER SPEK PEND DAWET di Kasus Du

Y

Disetujui un Fakultas K

RSETUJUAN

DIDIKAN R T DALAM P

usun Ngepr Kabu Yang dipersia RATRI KU A ntuk Dipertah Keguruan dan Pendidika P Dra. Sri N NASKAH RELIGIUS PERNIKAH reh Desa Dib upaten Boyo

apkan dan d

USUMANIN A220090059

hankan di D n Ilmu Pendi an Kewargan

Pembimbing

i Arfiah SH NIK. 235 H PUBLIKA PADA TRA HAN ADAT bal Kecama olali) isusun oleh: NGRUM epan Dewan idikan Progr negaraan g H. M.Pd ASI ADISI JUAL JAWA atan Ngemp

n Penguji Sk ram Studi

L

plak


(3)

ASPEK PENDIDIKAN RELIGIUS PADA TRADISI JUAL DAWET DALAM PERNIKAHAN ADAT JAWA

(SATUDI Kasus Dusun Ngepreh Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

Ratri Kusumaningrum, A220090059, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013,xv +58 halaman Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang, alat-alat, proses pelaksanaan upacara, serta aspek pendidikan religius pada tradisi jual dawet dalam pernikahan adat jawa du Dusu Ngepreh Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi, observasi langsung, dan wawancara mendalam. Untuk menguji keabsahan datanya dengan cara tianggulasi, khususnya trianggulasi sumber data dan trianggulasi teknik pengumpulan data, sedangkan untuk menganalisis data menerapkan model analisis interaktif melalui proses reduksi data, sedangkan untuk menganalisis data menggunakan model analisis interaktif melalui proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jual dawet adalah cara membeli memakai pecahan genting yang masih baru seperti pecahan kuwali, pecahan genting yang belum terpakai jadi tidak pecahan kaca atau pecahan bahan dari tanah yang termasuk barang lama. Alat-alat salah satunya adalah krewang yang masing-masing memiliki makna. Jual dawet merupakan salah satu bagian dalam tradisi pernikahan adat Jawa, yang terdiri dari krewang, songsong, slendang.

Jual dawet berfungsi dan bermakna sebagai pengatur perilaku individu antar individu, khususnya antara suami dan istri dalam hidup berumah tangga, serta sebagai penata hubungan manusia (suami dan istri) dengan alam lingkungan, terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga dapat dimaknai dari dua sisi, yaitu historis dan filosofis. Secara historis, jual dawet ini sudah ada sejak waktuyang sangat lama dan mengandung nilai-nilai yang patut dilestarikan. Sedangkan secara filosofis, tradisi ini merupakan perwujudan permohonan atau do’a terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jual dawet dalam tradisi pernikahan adat Jawa mempunyai kandungan pendidikan rwligius yang bertujuan untuk memohon berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam setiap detail jual dawet memiliki kandungan makna pendidikan religius baik pada peralatan yang digunakan maupun pada upacara jual dawet.

Kata Kunci: Religius, jual dawet, adat Jawa

Surakarta, 29 Juni 2013 Penulis


(4)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya. Negara juga menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Artinya pelestarian budaya menjadi tanggung jawab bagi seluruh warga negara Indonesia terutama generasi penerus bagsa. Budaya dapat dijadikan sebagai cermin nilai-nilai dari masyarakat yang menjalankanya. Pelestarian budaya yang ada menjadi tanggung jawab bagi generasi penerusnya, agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat menjadi pembimbing perilaku masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Aneka ragam budaya yang terdapat di Indonesia merupakan kekayaan yang tidak mungkin dimiliki juga oleh Negara lain. Suatu adat kebiasaan atau hasil karya manusia yang dilakukan di daerah tertentu sebagai warisan dari nenek moyang yang telah turun temurun dilakukan disebut tradisi. Tradisi dapat dikatakan sebagai bagian dari kebudayaan, karena Koentjaraningrat (1990:180) menjelkaskan pengertian kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasa, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.

Budaya sering dikaitkan dengan hal-hal gaib yang berujung pada tindakan mempersekutukan Tuhan, namun budaya jual dawet tidak termasuk ke dalam tindakan yang mempersekutukan Tuhan. Dewasa ini masyarakat Indonesia telah banyak mengalmi perubahan, terutama keyakinan terhadap Tuhan. Masyarakat telah mengalami pentingnya beragama, namun masyarakat tidak begitu saja meninggalkan budaya atau tradisi yang telah ada, karenanya terjadi pergeseran makna dalam sebuah tradisi guna menghindari tindakan-tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai agama.

Perkawinan merupakan salah satu fase kehidupan yang akan dilalui oleh manusia, dalam agama Islam perkawinan hukumnya sunnah bagi pemeluknya dan


(5)

menjadi bagian dari materi Hukum Islam. Artinya bila dilaksanakan mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan tidak berdosa. Perkawinan seolah-olah menjadi suatau keharusan dikarenakan dari suatu perkawinan seseorang dapat mempertahankan garis keturunan keluarganya, yang diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Demi melestarikan budaya adat pada pernikahan adat Jual Dawet pada pernikahan adat jawa tersebut sampai saat ini masih dilaksanakan dan terpelihara dengan baik serta dihormati oleh masyarakat di Dusun Ngepreh Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Jual dawet pada setiap daerah belum tentu di laksanakan dengan sama dengan daerah lain, maka dari itulah peneliti tertarik untuk meneliti mengenai aspek pendidikan religius pada tradisi jual dawet dalam pernikahan adat Jawa.

METODE PENELITIAN

Tempat penelitian ini adalah di Dusun Ngepreh Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Tahap-tahap pelaksanaan kegiatan sejak persiapan sampai dengan penulisan laporan penelitian secara keseluruhan dilakukan selama kurang lebih empat bulan, Maret 2013 sampai dengan bulan Juni 2013.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang dilaksanakan di lapangan yaitu mengadakan penelitian di Dusun Ngepreh, Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Aspek yang dikaji adalah pendidikan teligius pada tradisi jual dawet dalam pernikahan adat Jawa. Menurut Moleong (2004:6), “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.”

Strategi penelitian ini adalah studi kasus, karena kesimpulannya hanya berlaku untuk kasus ini saja yaitu aspek pendidikan religius pada tradisi jual dawet dalam pernikahan adat Jawa di Dusun Ngepreh, Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Menurut Surakhmad (1990:143) “studi kasus


(6)

memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek yang diselidiki dari suatu unit (atau satu kesatuan unit) yang dipandang sebagai kasus”. Studi kasus dalam penelitian ini di Dusun Ngepreh, Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali.

1. Teknik Pengumpulan data

a. Observasi Partisipasif. Menurut Sugoyono (2009:65), dalam observasi partisipatif berarti :”Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.”

b. Wawancara Mendalam. Susan Stainblack sebagaimana dikutip oleh Sugiono (2009:72), mengemukakan bahwa :

Dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal hal yang telah mendalam tentang partisipasi dalam menginterpresentasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

c. Dokumen Sugiyono (2009:82) menyatakan bahwa : Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya karya monomental dari seseorang.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Sugiyono (2009:59), menjelaskan bahwa “Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah penelitian itu sendiri”. Selain itu pemeliti juga menggunakan kisi-kisi observasi, kisi-kisi wawancara dan telaah dokumentasi.

HASIL PENELITIAN 1. Sejarah Jual Dawet

Jual dawet merupakan salah satu tradisi yang digunakan oleh masyarakat Jawa yang digunakan dalam upacara perkawinan. Tradisi ini dilakukan atas dasar kepercayaan masyarakat terhadap kejadian pada masa lampau dan sebagai warisan dari para leluhur mereka. Sejarah munculnya jual dawet dapat diuraikan sebagai berikut ini.


(7)

Dawet dijadikan perlambangan magis adat Jawa dengan upacra “Jual dawet” pada acara siraman menjelang akad nikah Jawa. Konon perlambang permohonan banyak rejeki sehingga uangnya untel-untelan (saling tumpuk) seperti dawet.

Adapun cerita kabar mengenai adanya jual dawet dalam perkawinan adat Jawa, yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Bapak Waino diceritakan sebagai berikut.

Pada perkawinan adat Jawa ada beberapa upacara untuk meminta agar dalam upacara perkawinan tersebut mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, sejarah adanya jual dawet dalam perkawinan disini diambil dari makna cendol yaitu berbentuk bulat-bulat melambangkan kebulatan kehendak orang tua untuk menikahkan anaknya, serta rasanya manis dan gurih melambangkan mempunyai harapan menjadikannya merasakan manis dan gurih berjalanya atau bisa menemukan kebaikan dalam kehidupanya. Adapun juga dalam upacara jual dawet menggunakan peralatan yaitu Krewang dengan mempercayai penggunaan uang dengan Krewang karena hal ini menunjukan kehidupan manusia berasal dari bumi dan juga menggunakan Songsong karena dengan menggunakan songsong melambangkan bahwa anaknya sudah menikah, orang tua masih siap melindungi dan ikut menjemput kebahagiaan anaknya yang akan menikah serta menggunakan selendang yaitu berupa harapan akan berlangsungnya rumah tangga yang kekal dan abadi.

Berdasarkan cerita yang dipaparkan di atas merupakan sejarah tradisi jual dawet sekarang menjadi sebuah tradisi pada masyarakat Jawa. Tradisi tersebut merupakan syarat untuk upacara pernikahan di masyarakat Jawa agar berlangsungnya kehidupan berumah tangga yang kekal, saling berbagi dan mengasihi dengan cinta kasih dan dikaruniai hidup sejahtera.

2. Alat-alat yang digunakan dalam tradisi Jual Dawet

Pada prosesi upacara Jual dawet diperlukan beberapa peralatan antatra lain, kreweng (pecahan genting), songsong (payung), dan selendang alat tersebut


(8)

merupakan bagian prosesi upacara yang sangat penting karena mengandung suatu makna.

3. Proses pelaksanaan Jual dawet

Jual dawet adalah cara membeli memakai pecahan genting yang masih baru seperti pecahan kuwali, pecahan genting yang belum terpakai. Jadi tidak pecahan kaca atau pecahan bahan dari tanah yang termasuk barang lama.

Prosesi upacara jual dawet dilaksanakan setelah acara siraman yang dilaksanakan di tempat mempelai pengantin putri yang dilaksanakan pada siang hari. Prosesi tersebut akan mendapat keselamatan, tidak diganggu oleh roh-roh jahat, mendapat keberkahan, menjad keluarga yang saling membantu, hidup sejahtera, dan kekal selamanya. Oleh karena itu, dalam melaksanakannya harus mengadakan prosesi upacara Jual dawet. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Waino dapat di ceritakan sebagai berikut:

Pertama-tama pada upacara Jual dawet seorang ibu mempelai pengantin putri keluar dari rumahnya menyiapkan alat-alat yang akan di gunakan untuk proses upacara Jual dawet. Selanjutnya ibu dan ayah mempelai pengantin putri keluar bersamaan dengan menggunakan songsong (payung) yang dimegarkan dengan berjalan menuju tempat penjual dawet serta diirngi musik penyambutan pengantin. Setelah itu yang menjual dawet adalah ibu, sedangkan yang menerima kreweng (pecahan genting) adalah ayahnya setelah selesai menjual dawet dan dawetnya habis sang ibu mengucapkan lari laris.

a. Aspek Pendidikan Religius Sejarah Jual Dawet

Dawet dijadikan perlambangan magis adat Jawa dengan upacra “Jual dawet” pada acara siraman menjelang akad nikah Jawa. Konon perlambang permohonan banyak rejeki sehingga uangnya untel-untelan (saling tumpuk) seperti dawet.

Sejarah munculnya Jual dawet tersebut jika ditinjau dari aspek pendidikan religiusnya, memiliki makna bahwa manusia jika ingin mendapatkan sesuatu keselamatan atau yang dimaksud dalam sejarah jual dawet tersebut yaitu yang akan digunakan untuk permohonan banyak rejeki, harus dengan kesungguhan hati


(9)

dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tujuan yang ingin bisa dengan mudah untuk dicapai.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sumber kekuatan manusia itu berasal dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta ini. Maka manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya hendaknya selalu ingat kepada-Nya dan merasa rendah dihadapanya Sang Pencipta. Begitu juga dalam kehidupan rumah tangga, sebagai suami hendaknya saling berbagi dan mengisi dengan kasih sayang dan harapan dikaruniai hidup sejahtera dan kekal.

b. Aspek Pendidikan Religius Peralatan Jual dawet

Peralatan yang digunakan prosesi upacara Jual dawet jika ditinjau dari segi aspek pendidikan religiusnya mempunyai makna masing-masing yang mengambarkan harapan terhadap kedua mempelai. Harapan untuk bisa menjalani kehidupan berumah tangga dengan baik dan sesuai dengan syariat agamanya masing-masing. Berikut makna peralatan yang digunakan dalam upacara Jual dawet:

Kreweng (pecahan genting) memupanyai makna bahwa hal ini menunjukan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Songsong (Payung) mempunyai makna mrlindungi dan menjemput artinya hal ini melambangkan meskipun anaknya sudah menikah orangtua masih siap melindungi dan ikut menjemput kebaikan anaknya yang akan menikah. Serta selendang berupa harapan akan berlangsungnya kehidupan yang kekal, saling berbagi dan mengisi dengan cinta kasih dan harapan akan dikarunia hidup sejahtera.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semua peralatan yang digunakan dalam prosesi upacara Jual dawet mengandung makna yang berbeda-beda. Kesemuanya mempunyai makna dan tujuan yang baik yaitu berupa permohonan yang ditunjukan kepada Tuhan Yang Maha Esa demi terciptanya keluarga yang bernuansa religius dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya.

c. Aspek Religius dalam Prosesi Upacara Jual dawet

Prosesi upacara jual dawet yaitu diawali dengan ibu mempelai pengantin putri berjalan menuju tempat untuk menjual dawet serta bapaknya membawa payung dengan dimegarkan dan digunakan secara bersamaan. Ibu dari pengantin


(10)

putri setelah di tempat penjualan dawet melayani para pembeli dawet dan seorang bapaknya menerima uang dari kreweng setelah selesai menjual dawet sang ibu berkata laris laris.

SIMPULAN

1. Jual dawet adalah cara membeli memakai pecahan genting yang masih baru sepererti pecahan kuwali, pecahan genting yang belum terpakai. Jadi tidak pecahan kaca atau pecahan bahan dari tanah yang termasuk dari barang lama. 2. Jual dawet merupakan salah satu bagian dalam tradisi perkawinan adat Jawa.

Dawet dijadikan perlambangan magis adat Jawa karena itu jual dawet dilaksanakan pada upacara pernikahan adat Jawa. Jual dawet dilaksanakan selesai siraman menjelang akad nikah. Konon perlambangan banyak rejeki sehingga uangnya untel-untean (saling tumpuk) seperti dawet.

3. Jual dawet dari rangkaian upacara adat pernikahan Jawa dalam upacara ini yang digunakan adalah Kreweng (pecahan genting). Songsong (payung), Slendang.

4. Makna jual dawet sebagai lambang permohonan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dalam melaksanakan upacara perkawinan dapat terhindar dari gangguan makhluk halus dan kasar, yang dimaksud makhluk kasar yaitu gangguan dari ulah tangan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Maryadi, dkk. 2011. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP. Surakarta: BP-FKIP UMS  Moleong, Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Surakhmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito


(1)

menjadi bagian dari materi Hukum Islam. Artinya bila dilaksanakan mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan tidak berdosa. Perkawinan seolah-olah menjadi suatau keharusan dikarenakan dari suatu perkawinan seseorang dapat mempertahankan garis keturunan keluarganya, yang diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Demi melestarikan budaya adat pada pernikahan adat Jual Dawet pada pernikahan adat jawa tersebut sampai saat ini masih dilaksanakan dan terpelihara dengan baik serta dihormati oleh masyarakat di Dusun Ngepreh Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Jual dawet pada setiap daerah belum tentu di laksanakan dengan sama dengan daerah lain, maka dari itulah peneliti tertarik untuk meneliti mengenai aspek pendidikan religius pada tradisi jual dawet dalam pernikahan adat Jawa.

METODE PENELITIAN

Tempat penelitian ini adalah di Dusun Ngepreh Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Tahap-tahap pelaksanaan kegiatan sejak persiapan sampai dengan penulisan laporan penelitian secara keseluruhan dilakukan selama kurang lebih empat bulan, Maret 2013 sampai dengan bulan Juni 2013.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang dilaksanakan di lapangan yaitu mengadakan penelitian di Dusun Ngepreh, Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Aspek yang dikaji adalah pendidikan teligius pada tradisi jual dawet dalam pernikahan adat Jawa. Menurut Moleong (2004:6), “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.”

Strategi penelitian ini adalah studi kasus, karena kesimpulannya hanya berlaku untuk kasus ini saja yaitu aspek pendidikan religius pada tradisi jual dawet dalam pernikahan adat Jawa di Dusun Ngepreh, Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Menurut Surakhmad (1990:143) “studi kasus


(2)

memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek yang diselidiki dari suatu unit (atau satu kesatuan unit) yang dipandang sebagai kasus”. Studi kasus dalam penelitian ini di Dusun Ngepreh, Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali.

1. Teknik Pengumpulan data

a. Observasi Partisipasif. Menurut Sugoyono (2009:65), dalam observasi partisipatif berarti :”Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.”

b. Wawancara Mendalam. Susan Stainblack sebagaimana dikutip oleh Sugiono (2009:72), mengemukakan bahwa :

Dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal hal yang telah mendalam tentang partisipasi dalam menginterpresentasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

c. Dokumen Sugiyono (2009:82) menyatakan bahwa : Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya karya monomental dari seseorang.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Sugiyono (2009:59), menjelaskan bahwa “Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah penelitian itu sendiri”. Selain itu pemeliti juga menggunakan kisi-kisi observasi, kisi-kisi wawancara dan telaah dokumentasi.

HASIL PENELITIAN 1. Sejarah Jual Dawet

Jual dawet merupakan salah satu tradisi yang digunakan oleh masyarakat Jawa yang digunakan dalam upacara perkawinan. Tradisi ini dilakukan atas dasar kepercayaan masyarakat terhadap kejadian pada masa lampau dan sebagai warisan dari para leluhur mereka. Sejarah munculnya jual dawet dapat diuraikan sebagai berikut ini.


(3)

Dawet dijadikan perlambangan magis adat Jawa dengan upacra “Jual dawet” pada acara siraman menjelang akad nikah Jawa. Konon perlambang permohonan banyak rejeki sehingga uangnya untel-untelan (saling tumpuk) seperti dawet.

Adapun cerita kabar mengenai adanya jual dawet dalam perkawinan adat Jawa, yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Bapak Waino diceritakan sebagai berikut.

Pada perkawinan adat Jawa ada beberapa upacara untuk meminta agar dalam upacara perkawinan tersebut mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, sejarah adanya jual dawet dalam perkawinan disini diambil dari makna cendol yaitu berbentuk bulat-bulat melambangkan kebulatan kehendak orang tua untuk menikahkan anaknya, serta rasanya manis dan gurih melambangkan mempunyai harapan menjadikannya merasakan manis dan gurih berjalanya atau bisa menemukan kebaikan dalam kehidupanya. Adapun juga dalam upacara jual dawet menggunakan peralatan yaitu Krewang dengan mempercayai penggunaan uang dengan Krewang karena hal ini menunjukan kehidupan manusia berasal dari bumi dan juga menggunakan Songsong karena dengan menggunakan songsong melambangkan bahwa anaknya sudah menikah, orang tua masih siap melindungi dan ikut menjemput kebahagiaan anaknya yang akan menikah serta menggunakan selendang yaitu berupa harapan akan berlangsungnya rumah tangga yang kekal dan abadi.

Berdasarkan cerita yang dipaparkan di atas merupakan sejarah tradisi jual dawet sekarang menjadi sebuah tradisi pada masyarakat Jawa. Tradisi tersebut merupakan syarat untuk upacara pernikahan di masyarakat Jawa agar berlangsungnya kehidupan berumah tangga yang kekal, saling berbagi dan mengasihi dengan cinta kasih dan dikaruniai hidup sejahtera.

2. Alat-alat yang digunakan dalam tradisi Jual Dawet

Pada prosesi upacara Jual dawet diperlukan beberapa peralatan antatra lain, kreweng (pecahan genting), songsong (payung), dan selendang alat tersebut


(4)

merupakan bagian prosesi upacara yang sangat penting karena mengandung suatu makna.

3. Proses pelaksanaan Jual dawet

Jual dawet adalah cara membeli memakai pecahan genting yang masih baru seperti pecahan kuwali, pecahan genting yang belum terpakai. Jadi tidak pecahan kaca atau pecahan bahan dari tanah yang termasuk barang lama.

Prosesi upacara jual dawet dilaksanakan setelah acara siraman yang dilaksanakan di tempat mempelai pengantin putri yang dilaksanakan pada siang hari. Prosesi tersebut akan mendapat keselamatan, tidak diganggu oleh roh-roh jahat, mendapat keberkahan, menjad keluarga yang saling membantu, hidup sejahtera, dan kekal selamanya. Oleh karena itu, dalam melaksanakannya harus mengadakan prosesi upacara Jual dawet. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Waino dapat di ceritakan sebagai berikut:

Pertama-tama pada upacara Jual dawet seorang ibu mempelai pengantin putri keluar dari rumahnya menyiapkan alat-alat yang akan di gunakan untuk proses upacara Jual dawet. Selanjutnya ibu dan ayah mempelai pengantin putri keluar bersamaan dengan menggunakan songsong (payung) yang dimegarkan dengan berjalan menuju tempat penjual dawet serta diirngi musik penyambutan pengantin. Setelah itu yang menjual dawet adalah ibu, sedangkan yang menerima kreweng (pecahan genting) adalah ayahnya setelah selesai menjual dawet dan dawetnya habis sang ibu mengucapkan lari laris.

a. Aspek Pendidikan Religius Sejarah Jual Dawet

Dawet dijadikan perlambangan magis adat Jawa dengan upacra “Jual dawet” pada acara siraman menjelang akad nikah Jawa. Konon perlambang permohonan banyak rejeki sehingga uangnya untel-untelan (saling tumpuk) seperti dawet.

Sejarah munculnya Jual dawet tersebut jika ditinjau dari aspek pendidikan religiusnya, memiliki makna bahwa manusia jika ingin mendapatkan sesuatu keselamatan atau yang dimaksud dalam sejarah jual dawet tersebut yaitu yang akan digunakan untuk permohonan banyak rejeki, harus dengan kesungguhan hati


(5)

dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tujuan yang ingin bisa dengan mudah untuk dicapai.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sumber kekuatan manusia itu berasal dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta ini. Maka manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya hendaknya selalu ingat kepada-Nya dan merasa rendah dihadapanya Sang Pencipta. Begitu juga dalam kehidupan rumah tangga, sebagai suami hendaknya saling berbagi dan mengisi dengan kasih sayang dan harapan dikaruniai hidup sejahtera dan kekal.

b. Aspek Pendidikan Religius Peralatan Jual dawet

Peralatan yang digunakan prosesi upacara Jual dawet jika ditinjau dari segi aspek pendidikan religiusnya mempunyai makna masing-masing yang mengambarkan harapan terhadap kedua mempelai. Harapan untuk bisa menjalani kehidupan berumah tangga dengan baik dan sesuai dengan syariat agamanya masing-masing. Berikut makna peralatan yang digunakan dalam upacara Jual dawet:

Kreweng (pecahan genting) memupanyai makna bahwa hal ini menunjukan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Songsong (Payung) mempunyai makna mrlindungi dan menjemput artinya hal ini melambangkan meskipun anaknya sudah menikah orangtua masih siap melindungi dan ikut menjemput kebaikan anaknya yang akan menikah. Serta selendang berupa harapan akan berlangsungnya kehidupan yang kekal, saling berbagi dan mengisi dengan cinta kasih dan harapan akan dikarunia hidup sejahtera.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semua peralatan yang digunakan dalam prosesi upacara Jual dawet mengandung makna yang berbeda-beda. Kesemuanya mempunyai makna dan tujuan yang baik yaitu berupa permohonan yang ditunjukan kepada Tuhan Yang Maha Esa demi terciptanya keluarga yang bernuansa religius dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya.

c. Aspek Religius dalam Prosesi Upacara Jual dawet

Prosesi upacara jual dawet yaitu diawali dengan ibu mempelai pengantin putri berjalan menuju tempat untuk menjual dawet serta bapaknya membawa payung dengan dimegarkan dan digunakan secara bersamaan. Ibu dari pengantin


(6)

putri setelah di tempat penjualan dawet melayani para pembeli dawet dan seorang bapaknya menerima uang dari kreweng setelah selesai menjual dawet sang ibu berkata laris laris.

SIMPULAN

1. Jual dawet adalah cara membeli memakai pecahan genting yang masih baru sepererti pecahan kuwali, pecahan genting yang belum terpakai. Jadi tidak pecahan kaca atau pecahan bahan dari tanah yang termasuk dari barang lama. 2. Jual dawet merupakan salah satu bagian dalam tradisi perkawinan adat Jawa.

Dawet dijadikan perlambangan magis adat Jawa karena itu jual dawet dilaksanakan pada upacara pernikahan adat Jawa. Jual dawet dilaksanakan selesai siraman menjelang akad nikah. Konon perlambangan banyak rejeki sehingga uangnya untel-untean (saling tumpuk) seperti dawet.

3. Jual dawet dari rangkaian upacara adat pernikahan Jawa dalam upacara ini yang digunakan adalah Kreweng (pecahan genting). Songsong (payung), Slendang.

4. Makna jual dawet sebagai lambang permohonan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dalam melaksanakan upacara perkawinan dapat terhindar dari gangguan makhluk halus dan kasar, yang dimaksud makhluk kasar yaitu gangguan dari ulah tangan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Maryadi, dkk. 2011. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP. Surakarta: BP-FKIP UMS  Moleong, Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Surakhmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito


Dokumen yang terkait

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Prosesi Lamaran Pada Perkawinan Adat Jawa (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen).

0 1 15

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Prosesi Lamaran Pada Perkawinan Adat Jawa (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen).

0 1 11

ASPEK PENDIDIKAN RELIGIUS PADA TRADISI JUAL DAWET DALAM PERNIKAHAN ADAT JAWA Aspek Pendidikan Religius Pada Tradisi Jual Dawet Dalam Pernikahan Adat Jawa.

0 2 15

A. Latar Belakang Masalah Aspek Pendidikan Religius Pada Tradisi Jual Dawet Dalam Pernikahan Adat Jawa.

0 0 6

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS PADA KEMBAR MAYANG DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS PADA KEMBAR MAYANG DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Cangakan Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar).

0 0 16

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGI PADA UPACARA MITONI DALAM TRADISI ADAT JAWA ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGI PADA UPACARA MITONI DALAM TRADISI ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali).

0 0 16

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM TRADISI BUDAYA RODAD Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Tradisi Budaya Rodad (Studi Kasus di Desa Kalimati Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali).

0 0 14

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PELAKSANAAN TRADISI MERON Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Pelaksanaan Tradisi Meron (Studi Kasus Di Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati).

0 0 14

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PELAKSANAAN TRADISI MERON Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Pelaksanaan Tradisi Meron (Studi Kasus Di Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati).

0 0 13

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM TRADISI RASULAN Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Tradisi Rasulan (Studi Kasus Di Dukuh Ngadipiro Desa Grajegan Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo).

0 2 12