Efektivitas Terapi Tingkah Laku dengan Teknik Latihan Asertif dalam Rangka Menurunkan Derajat Stres Kerja (Studi Kasus pada Karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung).

(1)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha 

Abstrak

Penelitian dilakukan untuk melihat efektivitas terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif dalam menurunkan derajat stres kerja karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung. Jumlah sampel penelitian adalah 2 orang.

Variabel dalam penelitian ini adalah terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif dan derajat stres kerja. Data diperoleh melalui kuesioner, observasi dan interview. Kuesioner Gejala Stres Kerja yang disusun oleh Hunsaker digunakan untuk mengukur derajat stres kerja, sementara The Rathus Assertiveness Schedule (RAS) yang disusun oleh Rathus digunakan untuk mengukur tingkat perilaku asertif. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan desain penelitian one group pretest-posttest. Data yang diperoleh diolah secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif belum efektif dalam menurunkan derajat stres kerja karyawan. Latihan asertif yang diberikan membuat karyawan lebih berani dan percaya diri dalam mengungkapkan pendapat dan menghadapi masalah di lingkungan kerja. Kelancaran proses terapi ditentukan oleh kesediaan karyawan untuk terlibat aktif dalam proses terapi dan keterbukaan karyawan dalam menerima materi latihan asertif yang diberikan.

Dari hasil penelitian, dapat diajukan beberapa saran, yaitu: pihak PT “X” dapat mempertimbangkan terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif dengan bentuk terapi kelompok untuk menangani masalah stres kerja karyawan. Karyawan yang mengalami stres kerja karena tidak asertif yang akan menggunakan terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif, disarankan untuk bersedia terlibat aktif dan bersikap terbuka terhadap materi latihan asertif dan masukan yang diberikan. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut, disarankan untuk mempertimbangkan faktor kepribadian dan latar belakang budaya subyek penelitian.


(2)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister  vi  Universitas Kristen Maranatha  Abstract

The study was conducted to see the effectiveness of behavioral therapy with assertiveness training technique to reduce the degree of job stress of QMS Department and Environmental Division employees at PT "X" Bandung. The samples of this study were 2 peoples.

The variable in this study is behavior therapy with assertiveness training technique and the degree of job stress. Data were obtained through questionnaires, observations and interviews. Symptoms of Job Stress Questionnaire compiled by Hunsaker was used to measure the degree of employee stress, while The Rathus Assertiveness Schedule (RAS) which is compiled by Rathus was used to measure the level of employee’s assertiveness. The method used was a quasi-experimental with one group pretest-posttest research design. The data obtained were processed qualitatively.

The results showed that behavior therapy with assertiveness training techniques have not been effective in reducing the degree of job stress. Given assertiveness training makes employees more courageous and confident in expressing opinions and in facing problems in the work environment. Smooth process of therapy is determined by the willingness of employees to be actively involved in the therapeutic process and employee’s openness in receiving the material of assertiveness training.

From the results, it can put forward several suggestions, namely: PT "X" can consider behavior therapy with assertive training technique in the form of group therapy to deal with employee stress. For non-assertive employees who experience job stress that will use behavior therapy with assertiveness training technique, recommended to be actively involved and being open to assertiveness training materials and inputs provided. Other researchers who want to conduct further research, recommended to consider the personality and cultural background of the subject.


(3)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister viii Universitas Kristen Maranatha

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, saya sebagai peneliti dengan penuh kerendahan hati ingin memanjatkan puji syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, rahmat, bimbingan dan juga cinta kasih yang telah Ia berikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul

“Efektivitas Terapi Tingkah Laku dengan Teknik Latihan Asertif dalam Rangka Menurunkan Derajat Stres Kerja (Studi Kasus pada Karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan PT “X” Bandung)” ini.

Peneliti pun menyadari bahwa penulisan tesis ini sungguh sarat dengan hambatan dan rintangan baik dalam pelaksanaannya maupun penyusunannya. Namun berkat doa, bimbingan, bantuan, dukungan dan dorongan dari pihak-pihak yang telah hadir dalam kehidupan peneliti, maka tesis ini pun akhirnya dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, perkenankanlah peneliti untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Missiliana R, M.Si., Psikolog selaku Ketua Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

2. Ibu Ida Ayu N. Kartikawati, M.Psik, Psikolog selaku Wakil Ketua Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

3. Bapak Robert Oloan Rajagukguk, Ph.D, Psikolog selaku dosen pembimbing utama. Terima kasih atas kesediaan beliau untuk memberikan waktu dan tenaga dalam membimbing peneliti, serta kesediaan beliau dalam memberikan


(4)

ix  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha masukan-masukan yang berharga sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

4. Ibu Dra. Fifie Nurofia, MM., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping. Terima kasih atas kesediaan beliau untuk memberikan waktu dan tenaga dalam membimbing peneliti. Terima kasih pula atas semua masukan yang telah beliau berikan selama proses penyusunan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

5. Bang Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. selaku konsulen dan terapis yang telah memberikan waktu, tenaga, masukan dan pengarahan dalam proses terapi yang dilakukan untuk menyelesaikan tesis ini, sehingga proses terapi dapat berjalan dengan lancar.

6. Ibu Prof. Dr. Sawitri Sadarjoen, Bapak Dr. Yuspendi, M.Psi., M.Pd dan Ibu Ida Ayu N. Kartikawati, M.Psik., psikolog selaku dosen pembahas seminar outline yang telah memberikan masukan dan nasihat yang berharga.

7. Seluruh tim dosen pengajar di Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang dapat dijadikan masukan dan pelajar yang berharga.

8. Kak Lissa, Esther, Pak Max dan Pak Stephanus selaku staff Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung yang telah membantu peneliti sehubungan dengan keperluan administrasi dan data-data yang diperlukan. Terima kasih pula atas bincang-bincang yang menghibur selama peneliti berada di kampus saat proses penyelesaian tesis ini.


(5)

x  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha 9. Rei dan Ateu selaku responden penelitian ini. Terima kasih atas kesediaannya

membantu peneliti dalam proses menyelesaikan tesis ini walaupun kalian sedang sibuk dengan kegiatan persiapan External Quality Audit. Terima kasih atas dukungan dan sharing yang kita lakukan selama ini.

10.Bapak dan Ibu. Tidak banyak yang bisa saya katakan kepada kalian selain terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah sangat banyak membantu saya baik secara moril – dan terutama – materil selama proses penyusunan ini berlangsung. Terima kasih atas semua dukungan, motivasi, semangat dan kepercayaan yang diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

11.Eyang Putri dan keluarga besar JBSO. Terima kasih banyak atas dukungan dan doanya selama peneliti menjalani studi lanjut ini dan khususnya pada saat peneliti menyusun tugas akhir ini.

12.Teman-teman seperjuangan, angkatan XII Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Joan, Kak Eka, Angga dan Kak Dian yang telah bersama-sama dalam majoring PIO, Putri, Ririn, Dani, Kak Eva, Kak Sisca, Kak Ajeng, Tessa, Sindy yang selalu mengerjakan proses penyelesaian tesis di kampus, Chandra yang telah membantu peneliti berkaitan dengan validitas dan reliabilitas alat ukur, Kak Amel, Ome, Dinda, Ria, Kak Ceria dan Sendi. Semuanya, terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 13.Kak Riany. Terima kasih atas semua sharing, dukungan serta obrolan selama


(6)

xi  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha 14.Helen Watywiguna, Viana Sinly, Angeline Aycke dan Monica Agusta,

sahabat-sahabat karibku sedari SMA. Terima kasih atas semua doa dan dukungannya selama ini. Terima kasih pula karena kalian telah memperlihatkan indahnya persahabatan yang tak lekang oleh jarak dan waktu kepadaku. Semoga persahabatan ini akan terus berlangsung tak peduli apapun yang kita hadapi di depan sana. Untuk Helen, terima kasih atas bantuannya dalam melakukan validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. 15.Dede ‘Mori’. Terima kasih karena telah membantu peneliti dalam mencari

bahan-bahan tinjauan pustaka untuk menyusun tesis ini.

16.Kiris dan Ci Griszelda. Terima kasih atas bantuannya dalam melakukan validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.

17.Suna Gök Bulut. Thank you for the friendship and all the support.

18.Pihak-pihak lain yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini yang namanya tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu. Terima kasih atas semua bantuan, dukungan serta doanya.

Peneliti menyadari bahwa tesis yang telah disusun ini masih memiliki kekurangan karena adanya keterbatasan kemampuan yang dimiliki, karena itu peneliti tidak menutup diri untuk menerima saran dan kritik yang membangun. Tuhan memberkati dan semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandung, April 2014 Peneliti


(7)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ……….. i

ABSTRAK ……… v

ABSTRACT ……….. vi

KATA PENGANTAR ……….. vii

DAFTAR ISI ………. xii

DAFTAR TABEL ……… xviii

DAFTAR BAGAN ………... xix

DAFTAR GAMBAR ……… xx

DAFTAR LAMPIRAN ……… xxi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……… 16

1.3 Maksud dan Tujuan ………. 16

1.3.1 Maksud Penelitian ……… 16

1.3.2 Tujuan Penelitian ………. 16

1.4 Kegunaan Penelitian ……… 17

1.4.1 Kegunaan Teoritis ……… 17

1.4.2 Kegunaan Praktis ………. 17


(8)

xiii  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahasan Teoritis ……….. 20

2.1.1 Terapi Tingkah Laku ………... 20

2.1.1.1 Tujuan-tujuan Terapeutik ……….. 22

2.1.1.2 Proses Terapi ………. 23

2.1.1.3 Hubungan Terapeutik ……… 25

2.1.1.4 Latihan Asertif ……….. 26

2.1.2 Stres Kerja ……… 30

2.1.2.1 Definisi Stres Kerja ………... 30

2.1.2.2 Stresor Stres Kerja ………. 31

2.1.2.2.1 Stresor Pekerjaan ……… 31

2.1.2.2.1.1 Stresor Individual ….. 31

2.1.2.2.1.2 Stresor Kelompok dan Organisasi ………….. 33

2.1.2.2.2 Stresor Nonpekerjaan ……….. 35

2.1.2.3 Penilaian Kognitif ………. 35

2.1.2.3.1 Penilaian Primer (Primary Appraisal) ………... 36

2.1.2.3.2 Penilaian Sekunder (Secondary Appraisal) ………... 38

2.1.2.3.3 Reappraisal ………. 39


(9)

xiv  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha

2.1.2.5 Dampak Stres Kerja ……….. 42

2.1.2.5.1 Dampak Individual ………. 43

2.1.2.5.2 Dampak Organisasi ………. 44

2.1.2.6 Mengelola Stres Kerja ………... 45

2.1.2.6.1 Pendekatan Pribadi dalam Mengelola Stres Kerja ……… 45

2.1.2.6.2 Pendekatan Organisasi dalam Mengelola Stres Kerja ……… 47

2.1.3 Assertiveness ……… 49

2.2 Kerangka Pikir ………. 53

2.3 Asumsi-asumsi ………. 63

2.4 Hipotesis ……….. 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ………. 65

3.2 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ……….. 66

3.2.1 Variabel Penelitian ………... 66

3.2.2 Definisi Konseptual ………. 66

3.2.2.1 Terapi Tingkah Laku ………... 66

3.2.2.2 Stres Kerja ………... 66

3.2.3 Definisi Operasional ……… 67


(10)

xv  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha

3.2.3.2 Stres Kerja ………... 67

3.3 Teknik Pengambilan Data ………... 68

3.4 Alat Ukur ………. 68

3.4.1 Kuesioner Gejala Stres Kerja ………... 69

3.4.2 The Rathus Assertiveness Schedule (RAS) ………. 71

3.4.3 Validitas Alat Ukur ……….. 72

3.4.3.1 Validitas Kuesioner Gejala Stres Kerja ……... 73

3.4.3.2 Validitas The Rathus Assertiveness Schedule (RAS) ……….. 74

3.4.4 Reliabilitas Alat Ukur ……….. 74

3.4.4.1 Reliabilitas The Rathus Assertiveness Schedule (RAS) ………... 75

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ……….. 75

3.6 Rancangan Program Terapi Tingkah Laku dengan Teknik Latihan Asertif ……… 76

3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian ………... 82

3.7 Teknik Analisis Data ………... 83

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ………. 84

4.1.1 Hasil Kasus 1 (R) ………. 85

4.1.1.1 Identitas Kasus 1 ………. 85


(11)

xvi  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha

4.1.1.3 Status Praesens Kasus 1 ……….. 88

4.1.1.4 Observasi Kasus 1 ………... 90

4.1.1.4.1 Observasi Umum Kasus 1 ……… 90

4.1.1.4.2 Observasi Khusus Kasus 1 ……... 90

4.1.1.5 Anamnesa Kasus 1 ……….. 101

4.1.1.6 Hasil Pengukuran Kasus 1 ………... 106

4.1.2 Hasil Kasus 2 (T) ………. 107

4.1.2.1 Identitas Kasus 2 ………. 107

4.1.2.2 Riwayat Keluhan Kasus 2 ………... 107

4.1.2.3 Status Praesens Kasus 2 ……….. 109

4.1.2.4 Observasi Kasus 2 ………... 110

4.1.2.4.1 Observasi Umum Kasus 2 ……… 110

4.1.2.4.2 Observasi Khusus Kasus 2 ……... 110

4.1.2.5 Anamnesa Kasus 2 ……….. 116

4.1.2.6 Hasil Pengukuran Kasus 2 ………... 121

4.2 Pembahasan ………. 122

4.2.1 Pembahasan Kasus 1 (R) ………. 122

4.2.1.1 Analisis Masalah Stres Kerja Kasus 1 ………. 122

4.2.1.2 Analisis Proses Terapi Kasus 1 ………... 124

4.2.1.3 Analisis Hasil Pengukuran Kasus 1 ………… 137

4.2.1.4 Diskusi Kasus 1 ………... 138

4.2.2 Pembahasan Kasus 2 (T) ………. 141


(12)

xvii  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha

4.2.2.2 Analisis Proses Terapi Kasus 2 ………... 143

4.2.2.3 Analisis Hasil Pengukuran Kasus 2 ………… 148

4.2.2.4 Diskusi Kasus 2 ………... 150

4.2.3 Perbandingan Kasus ………. 152

4.2.3.1 Persamaan ……… 152

4.2.3.2 Perbedaan ……… 153

4.2.3.3 Kesimpulan Kasus ………... 154

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….. 156

5.2 Saran ……… 157

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(13)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister xviii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gejala-gejala Stres Kerja ………. 40 Tabel 3.1 Skala Penilaian Kuesioner Gejala Stres Kerja……….. 70 Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kuesioner Gejala Stres Kerja ………. 70 Tabel 3.3 Perincian Item The Rathus Assertiveness Schedule (RAS) ……. 71 Tabel 3.4 Skala Penilaian The Rathus Assertiveness Schedule (RAS) …... 72 Tabel 3.5 Kriteria Penilaian The Rathus Assertiveness Schedule (RAS) ... 72 Tabel 3.6 Rancangan Program Terapi Tingkah Laku dengan Teknik


(14)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister xix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Pikir ………. 62


(15)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister xx Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Stres Kerja dan Assertiveness R ………….. 106 Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Stres Kerja dan Assertiveness T ………….. 121


(16)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister xxi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Gambaran Organisasi

Lampiran B : Lampiran B.1 : Struktur Organisasi Kasus 1 (R) Lampiran B.2 : Struktur Organisasi Kasus 2 (T) Lampiran C : Surat Ijin dan Surat Kesediaan Responden

Lampiran D : Alat Ukur

Lampiran E : Lampiran E.1 : Proses Terapi Kasus 1 (R) Sesi I Lampiran E.2 : Proses Terapi Kasus 1 (R) Sesi II Lampiran E.3 : Proses Terapi Kasus 1 (R) Sesi III Lampiran F : Lampiran F.1 : Proses Terapi Kasus 2 (T) Sesi I

Lampiran F.2 : Proses Terapi Kasus 2 (T) Sesi II Lampiran F.3 : Proses Terapi Kasus 2 (T) Sesi III Lampiran G : Lampiran G.1 : Verbatim Terapi Sesi I

Lampiran G.2 : Verbatim Terapi Sesi II Lampiran G.3 : Verbatim Terapi Sesi III Lampiran H : Perbandingan Kasus

Lampiran I : Lampiran I.1 : Hasil Pengukuran dan Evaluasi Kasus 1 (R) Lampiran I.2 : Hasil Pengukuran dan Evaluasi Kasus 2 (T)


(17)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister 1 Universitas Kristen Maranatha 

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hunsaker (2001) mengatakan bahwa tempat kerja bisa menjadi lingkungan yang melelahkan bagi siapa saja. Setiap orang pasti pernah mengalami saat-saat dimana mereka merasakan stres pada saat bekerja. Namun demikian, stres tidak selalu berdampak negatif. Stres yang optimal akan menghasilkan motivasi dan energi yang tinggi, serta kesiap-siagaan. Sementara itu, stres dengan tingkat yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah karena individu yang bersangkutan mengalami kebosanan, kelesuan dan penurunan motivasi. Stres yang terlalu tinggi juga akan menghasilkan performance yang rendah karena akan menyebabkan individu yang bersangkutan mengalami kepanikan dan keragu-raguan. Stres kerja mengacu pada semua karakteristik yang mungkin memberi ancaman kepada individu tersebut (Caplan, et al., dalam Beehr & Newman, 1978).

Kemampuan individu dalam menangani stres di tempat kerja pun berbeda-beda. Dalam menghadapi stresor yang sama, tingkat atau konsekuensi stres yang dialami bisa berbeda. Misalnya dalam menghadapi deadline waktu penyelesaian suatu tugas, karyawan yang satu bereaksi terhadap stresor tersebut dengan tetap rileks dan fokus, sedangkan karyawan yang lain terlihat panik dan tegang dalam penyelesaian tugas tersebut, serta menjadi mudah marah (Hill, 1981).

Karyawan menggunakan pandangan mereka sendiri mengenai suatu situasi untuk melakukan evaluasi persepsi yang merupakan interpretasi karyawan dari


(18)

2   

suatu situasi atau stresor. Proses persepsi tersebut menjelaskan mengapa interpretasi seseorang terhadap suatu situasi atau stresor berbeda dari orang yang lainnya. Lazarus (dalam skripsi Mayasari Dakhi, 2006) mendefinisikan penilaian kognitif sebagai proses evaluatif yang menentukan mengapa suatu interaksi antara manusia dan lingkungannya bisa menimbulkan stres. Seseorang akan lebih menghayati suatu situasi atau stresor sebagai suatu ancaman ataukah sebagai tantangan melalui penilaian kognitif tersebut.

Menurut Ivancevich (2005), terdapat dua macam stresor yang menyebabkan stres kerja, yaitu stresor pekerjaan dan stresor nonpekerjaan. Stresor pekerjaan terdiri dari stresor individu serta stresor kelompok dan organisasi. Stresor individual mencakup konflik peran, kelebihan beban kerja serta kecepatan perubahan. Stresor kelompok dan organisasi mencakup partisipasi, hubungan intrakelompok dan interkelompok, politik organisasi, budaya organisasi, kurangnya umpan balik kerja, kesempatan pengembangan karir yang tidak mencukupi serta pengurangan jumlah karyawan. Sementara itu, stresor nonpekerjaan disebabkan oleh faktor-faktor di luar organisasi seperti keluarga, pendidikan atau kegiatan sukarela.

Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-gejala yang meliputi tiga aspek, yaitu fisiologis, psikologis dan perilaku. Gejala fisiologis memiliki indikator, yaitu terdapat perubahan pada metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan nafas, meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung. Gejala psikologis memiliki indikator, yaitu terdapat ketidakpuasan


(19)

3   

hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan. Gejala perilaku memiliki indikator, yaitu terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur (Robbins, 2003).

Bekerja memang merupakan suatu kewajiban, akan tetapi dari beragam profesi yang ada, terdapat beberapa profesi yang dikenal lebih rentan terhadap stres dibandingkan dengan jenis profesi yang lain. Beberapa pekerjaan yang berpotensi untuk memicu stres diantaranya adalah perawat atau pengasuh anak, pelayan restoran, pekerja sosial, pekerja medis, artis, entertainer, penulis, pengajar, staf administrasi, pekerja lingkungan, sales, akuntan dan penasihat keuangan (http://health.detik.com/read/2012/03/26/123056/766/yang-tak-tahan-stres-jangan-kerja-di-bidang-ini).

PT “X” didirikan pada tahun 1980 di Bandung oleh empat orang sahabat yang berprofesi sebagai arsitek. Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang konsultansi. Pada awal didirikannya, PT “X” hanya menangani konsultansi teknik dengan sumber daya multi-disipliner, antara lain arsitektur, teknik sipil, teknik mesin dan teknik elektro. Bagian perusahaan yang menangani bidang konsultansi teknik ini disebut dengan PT “XEE”. Seiring dengan perkembangan perusahaan dan juga permintaan proyek yang berhubungan dengan lingkungan, PT “X” melebarkan sayapnya dan membentuk PT “XBS” pada tahun 1989. PT “XBS” dibangun dengan beranggotakan ilmuwan, planner, serta ahli lingkungan hidup yang tertarik dengan urban planning, perkembangan


(20)

4   

sumber daya alam dan juga lingkungan. PT “XBS” menyediakan pelayanan konsultansi lingkungan, studi dan perencanaan untuk berbagai pekerjaan pengembangan dan konstruksi.

Walaupun terkesan seperti dua perusahaan yang berbeda dan tidak berhubungan, namun secara fungsional PT “XEE” dan PT “XBS” merupakan divisi besar dari PT “X”. Dengan demikian, karyawan pada masing-masing perusahaan dibawah naungan PT “X” ini dapat menggunakan tenaga kerja secara lintas, dimana jika PT “XEE” memiliki proyek yang membutuhkan jasa konsultansi lingkungan atau studi dan perencanaan, maka PT “XEE” dapat melibatkan ahli dari PT “XBS” dalam proyek tersebut. Begitu pula sebaliknya dimana jika PT “XBS” menangani proyek yang membutuhkan jasa konsultansi teknik dari salah satu disiplin ilmu yang terdapat di PT “XEE”, maka mereka dapat melibatkan ahli disiplin yang bersangkutan dari PT “XEE” dalam proyek tersebut.

PT “X” mengalami perkembangan yang cukup pesat, sehingga sejak tahun 1984 mereka sudah mampu memberikan jasa konsultansi pada klien di berbagai lokasi di Indonesia maupun di berbagai negara lainnya seperti Malaysia, Korea Selatan, Vietnam, Australia, Filipina, Timor-Leste, Nigeria, Singapura, Kongo dan Papua Nugini. Merujuk kepada banyaknya proyek yang dikerjakan oleh PT “X”, maka kegiatan yang pada awalnya terpusat di Bandung mulai dipecah kepada beberapa kantor cabang di kota di mana PT “X” ini paling banyak menerima proyek, yaitu Jakarta, Balikpapan dan Yogyakarta.


(21)

5   

Terdapat dua macam bagian di PT “X” ini, yaitu divisi dan departemen. Departemen sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu penunjang korporat (Corporate Support) dan penunjang proyek (Project Support). Corporate Support bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan korporat yang tidak terkait dengan proyek, seperti administrasi perusahaan, keuangan, absensi dan sebagainya. Sementara itu, Project Support bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan administratif yang terkait dengan proyek.

Karyawan yang bekerja di divisi disebut sebagai karyawan teknik, sementara karyawan yang bekerja di departemen disebut sebagai karyawan penunjang. Karyawan teknik merupakan karyawan yang bertugas untuk menangani semua proyek yang diterima oleh perusahaan, mulai dari kegiatan survey, proses konsultansi, pembuatan gambar teknik dan laporan, sampai pada penyampaian hasil kerja kepada klien. Sementara itu, karyawan penunjang merupakan karyawan yang bertugas untuk menangani semua urusan administratif dari proyek-proyek yang ada serta pekerjaan korporat yang tidak terkait dengan proyek. Urusan administratif proyek yang dimaksud meliputi pembuatan proposal sebagai persiapan awal proyek, pengawasan pengerjaan proyek, serta pendokumentasian proyek dan proses pengerjaannya sesuai dengan keperluan dari ISO yang diikuti oleh PT “X”. Sementara itu, pekerjaan korporat tergantung dari departemen apa karyawan penunjang tersebut bekerja, contohnya adalah karyawan dari Departemen IT yang bukan saja mengerjakan timesheet anggota tim proyek untuk keperluan proyek, namun juga mengerjakan timesheet bagi karyawan lain yang tidak terlibat proyek.


(22)

6   

Berkaitan dengan situasi kerja PT “X” dimana proses kerja mereka yang mengikuti tenggat waktu dari masing-masing proyek yang sedang ditangani, maka perusahaan memberi kebijaksanaan bagi para karyawannya yang terlibat langsung di dalam proyek maupun yang terlibat dalam mendukung proyek untuk bekerja secara fleksibel. Perusahaan mengijinkan para karyawan tersebut untuk bekerja over time (OT) atau lembur selepas jam kerja normal mereka yang berjumlah 8 jam. Perusahaan juga memberikan kompensasi kepada mereka yang bekerja lembur dalam bentuk uang lembur yang akan mereka terima pada tanggal 15 setiap bulannya sesuai dengan jumlah jam lembur yang mereka pakai.

Dikarenakan core business PT “X” ini adalah konsultansi teknik, maka karyawan yang cukup banyak berperan aktif adalah karyawan teknik. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan beberapa karyawan penunjang, didapat hasil bahwa perbedaan perlakuan antara karyawan teknik dan karyawan penunjang sangatlah terasa. Mereka berasumsi bahwa perusahaan menganggap karyawan penunjang tidak atau kurang memberikan kontribusi terhadap kemajuan perusahaan. Perusahaan cenderung lebih memperhatikan karyawan teknik dibandingkan karyawan penunjang, baik dari segi kesejahteraan karyawan, fasilitas kerja yang didapat, maupun perijinan. Dari segi kesejahteraan karyawan, dapat dilihat bahwa karyawan dengan gelar sarjana teknik mendapatkan gaji yang lebih besar dibandingkan karyawan yang memiliki gelar sarjana non-teknik. Perusahaan lebih mendahulukan karyawan teknik dalam pemberian fasilitas kerja yang nyaman seperti ruangan kerja yang ber-AC, komputer dengan program


(23)

7   

terbaru dan juga akses internet. Dari segi perijinan, salah satunya dapat dilihat dari perijinan penambahan personil.

Jika permintaan penambahan personil berasal dari divisi, yang berarti permintaan untuk penambahan karyawan teknik, perusahaan akan langsung menyetujui atau minimal memberikan kemudahan ijin. Sementara itu, jika permintaan penambahan personil berasal dari departemen, yang berarti penambahan karyawan penunjang, maka perusahaan tidak akan langsung menyetujui dan terkadang cenderung menolak atau bahkan tidak memberikan tanggapan apapun, sehingga menyebabkan adanya penyebaran karyawan yang tidak merata di departemen yang berakibat kepada tidak meratanya penyebaran pekerjaan yang ada. Keadaan tersebut juga menyebabkan terdapat beberapa departemen yang hanya beranggotakan satu orang, sehingga tidak ada pembagian pekerjaan di departemen tersebut.

Departemen Quality Management System (QMS), Departemen Safety Health Environment (SHE) dan Divisi Lingkungan hanya memiliki masing-masing satu orang karyawan penunjang untuk melakukan pekerjaan yang ada. Tidak dilakukan penambahan personil untuk masing-masing departemen dan divisi tersebut karena perusahaan menganggap bahwa pekerjaan yang ada dapat dilakukan oleh hanya satu orang karyawan. Di sisi lain, para karyawan yang ada di masing-masing departemen dan divisi tersebut sering merasa kewalahan akan banyaknya pekerjaan yang mereka tangani. Hal ini dikarenakan walaupun apa yang mereka kerjakan memang merupakan pekerjaan yang tercantum di job description mereka, namun pekerjaan tersebut dipakai di banyak proyek yang


(24)

8   

berbeda dengan tenggat waktu yang beragam. Tidak jarang juga pekerjaan mereka ditambah dengan pekerjaan lain yang berada diluar job description mereka, seperti melakukan pekerjaan yang merupakan tanggungjawab dari departemen atau divisi lain. Hal ini menimbulkan tekanan yang cukup besar bagi mereka.

R merupakan karyawan dari PT “XEE” yang berada di Departemen Quality Management System (QMS). Ia bertugas untuk menangani semua hal yang terkait dengan sistem mutu dari PT “XEE” dan PT “XBS”, mulai dari prosedur yang ada sampai dengan kesesuaian antara proses kerja dengan prosedur yang ada. Selain itu, ia juga berperan sebagai salah satu internal auditor dan juga Project Quality Officer (PQO) bagi PT “XEE”. Pekerjaan-pekerjaan korporat yang menjadi tanggung jawab R diantaranya adalah melakukan sosialisasi perihal issue-issue yang berkaitan dengan pengembangan dan pengimplementasian sistem mutu melalui kegiatan Quality & SHE talk, dimana ia mendatangi setiap departemen dan divisi untuk membagikan informasi ataupun melakukan brainstorming secara verbal.

Tugas lainnya adalah melakukan record umpan balik dari klien serta pengolahan datanya, yang ia lakukan setiap ada proyek yang selesai dikerjakan. Ia juga melakukan koordinasi mengenai korporat strategi secara situasional bersama dengan atasan langsungnya, Quality Management Representative (QMR) dan juga executive chairman. R juga melakukan update dari “X” Quality Objective (XBO) serta pengolahan datanya, melakukan update prosedur dan standar-standar lain, serta melakukan monitoring kesesuaian proses kerja dengan sistem mutu di kantor pusat dan kantor cabang. Update XBO dilakukan R setiap bulan bekerja sama


(25)

9   

dengan divisi atau departemen tempat quality objective tersebut berada. Contohnya, pengukuran mengenai training hours berada di Departemen HRD dan pengukuran mengenai absensi berada di Departemen Personalia. Data yang terkumpul kemudian R input ke dalam XBO dimana XBO tersebut disusun menggunakan metoda Balance Scorecard. Updating prosedur dan standar-standar lain dilakukan R secara situasional jika sudah terjadi ketidaksesuaian antara proses kerja dengan prosedur. Monitoring kesesuaian proses kerja dengan sistem mutu di kantor pusat dan kantor cabang dilakukan melalui kegiatan Internal Quality Audit (IQA) yang dilakukan setiap bulan. 

Tugas R sebagai seorang PQO adalah membantu Project Manager (PM) untuk memastikan proses kerja proyek tersebut berjalan sesuai dengan prosedur atau standar atau regulasi yang berlaku di PT “X” dan sesuai dengan persyaratan yang diajukan oleh klien. Hal ini dilakukan dengan melakukan Internal Quality Audit (IQA) untuk proyek yang dimaksud. R juga bertugas untuk membantu memastikan bahwa pendokumentasian proyek, baik secara fisik maupun elektronik, dilakukan dengan baik. Proses tersebut berlangsung dari awal proyek yang disebut dengan kick off meeting sampai dengan akhir proyek, yaitu project completion dan Internal Quality Audit (IQA) untuk proyek tersebut. Kick off meeting dilakukan untuk menentukan anggota tim yang akan mengerjakan proyek yang ada, sedangkan project completion dilakukan untuk menutup proyek yang telah selesai dilakukan. Dalam waktu satu bulan, R bisa menjadi PQO bagi sekitar dua sampai lima proyek dengan schedule dan perkembangan proyek yang berbeda.


(26)

10   

Output pekerjaan yang dihasilkan oleh R berupa dokumen quality berupa prosedur atau dokumentasi kesesuaian proses kerja yang telah dilakukan dengan prosedur atau standar yang digunakan. Pengguna dari hasil kerja R ini mayoritas adalah karyawan teknik yang terlibat di dalam proyek, karena dokumentasi tersebut harus dilampirkan ke dalam laporan proyek.

Berkaitan dengan jumlah pekerjaan yang diberikan kepadanya, R mengaku bahwa ia tidak terlalu merasa terganggu atau terbebani walaupun pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan proyek tersebut biasanya datang bersamaan dengan pekerjaan korporat. R merasa terganggu dengan penilaian yang ia dapat dari atasan yang merupakan General Manager (GM) yang membawahi Departemen QMS. R mengemukakan bahwa penilaian GM R terhadap dirinya tidak terlalu baik. Penilaian-penilaian tersebut juga tidak pernah disampaikan langsung kepada R, namun kepada manager-nya. R mendengar dari manager-nya bahwa GM tersebut menilai R sebagai karyawan yang lamban, tidak cekatan, tidak kreatif, tidak inovatif, tidak bisa mensosialisasikan program kerjanya, tidak mau belajar dan tidak mau berbagi ilmu. Di sisi lain, manager-nya menilai baik kinerja R dan mengatakan bahwa R sangat membantunya dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai seorang manager. Karyawan ataupun pihak lain yang bekerja dengan R dan menggunakan hasil kerja R juga menilai baik kinerja R dan tidak memberikan keluhan apapun. R juga mengungkapkan bahwa GM-nya sering memberikan feedback negatif di hadapan banyak orang atau pada saat rapat, yang dihayati R sebagai membesar-besarkan kesalahan yang ia lakukan. Kondisi tersebut membuat R merasa tidak nyaman, karena ia tidak berani mengemukakan


(27)

11   

pendapatnya atau melakukan klarifikasi pada saat GM tersebut sedang memberikan feedback. Sikapnya yang tidak berani mengemukakan pendapat inilah yang R yakini membuat GM-nya ataupun orang-orang di sekitarnya dapat dengan mudah dan selalu menekannya. R berasumsi demikian karena kejadian yang ia alami dengan GM-nya tersebut juga ia alami dengan manager-nya sebelumnya.

Tekanan yang R rasakan di lingkungan kerjanya tersebut membuatnya merasa tidak nyaman dan tidak bersemangat dalam bekerja. Ia bekerja dengan kecepatan yang lebih lambat dari biasanya dan hanya bekerja sesuai keinginannya. R juga mengaku bahwa terkadang ia terpikir untuk menyerah dan menghindari pekerjaannya. Tidak jarang ia juga berpikir untuk keluar dari perusahaan tersebut.

Walaupun T bukan merupakan satu-satunya karyawan yang bekerja di Divisi Lingkungan, namun ia lah satu-satunya karyawan yang bertugas menangani semua urusan administratif dari PT “XBS”. Pada awalnya, T merupakan ahli lingkungan yang bertugas menangani proyek, namun pada saat sistem mutu di PT “XBS” dinilai tidak berjalan dengan baik, T pun ditugaskan untuk menjadi PQO yang mengontrol jalannya proyek sesuai dengan prosedur ISO. Tugas sebagai PQO yang dilakukan oleh T mulai dari kontrak, mempersiapkan administrasi kegiatan survey, mengikuti rapat verifikasi proyek, mengemas laporan-laporan yang telah dibuat oleh ahli lingkungan yang lain, pengiriman laporan kepada klien, menangani Surat Perintah Kerja (SPK) untuk subkontraktor yang dipakai oleh perusahaan, serta mengurus pembayaran subkontraktor tersebut. Setelah proyek selesai, T bertugas memeriksa kelancaran pembayaran klien kepada PT


(28)

12   

“XBS”. Semua proses kerja tersebut kemudian dirangkum dalam form-form yang digunakan oleh perusahaan sesuai dengan prosedur ISO. Selain sebagai seorang PQO, T juga berperan sebagai seorang internal auditor, yang bertugas untuk memastikan kesesuaian proses kerja divisi dan proyek dengan prosedur yang ada dan digunakan di PT “XBS”.

T merasa stres ketika pekerjaan untuk beberapa proyek yang berbeda datang bersamaan dan semuanya meminta penyelesaian yang cepat. Konsekuensi dari hal tersebut adalah ia harus bekerja lebih keras dan lebih lama dari yang lainnya, tidak jarang ia bermalam di kantor hanya untuk menyelesaikan pekerjaan yang diminta. Namun demikian, atasan T mengeluhkan tentang seringnya T melakukan over time (OT) atau lembur untuk bekerja, padahal atasannya menilai bahwa pekerjaan tersebut bisa dilakukan pada saat jam kerja normal atau normal time (NT).

Menanggapi keluhan atasan tentang betapa seringnya T melakukan OT, T mengaku bahwa ia memang tidak pernah mengatakan atau mengeluh tentang beban kerja yang dimilikinya kepada sang atasan sehingga atasannya tidak mengetahui dengan pasti mengapa T sampai harus melakukan OT. Ia tidak mengerti mengapa atasannya mengeluhkan hal tersebut padahal tugas-tugas yang ia dapat diberikan oleh atasannya. T mengatakan bahwa ia pernah mendapati bahwa atasannya memberikan penilaian-penilaian yang negatif tentang dirinya kepada dewan direksi. Saat mendengar hal itu, T merasa sangat kecewa dan sakit hati.


(29)

13   

Pada akhirnya, dalam menyikapi keluhan-keluhan dan penilaian-penilaian tersebut T memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya dan tetap bekerja sebaik mungkin karena ia merasa bahwa pekerjaan tersebut sudah menjadi tanggung jawabnya. Namun demikian, bukannya menjadi tenang seperti yang ia harapkan, T justru sering mengalami pusing, gangguan pencernaan, kesulitan tidur, juga kelelahan yang berkesinambungan.

T merasa bahwa ia kurang tegas dalam mengungkapkan apa yang ia rasakan sehingga orang-orang atau atasannya sering menyepelekannya. Ia bukannya takut atau tidak berani bersikap tegas, namun ia lebih memilih diam daripada sikap tegas yang ia tampilkan malah membuat keributan atau hal-hal yang tidak diinginkan. T juga mengaku bahwa ia tidak bisa menolak pekerjaan, yang menyebabkan pekerjaannya selalu bertambah, termasuk pekerjaan yang tidak termasuk dalam job description posisinya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa kedua orang karyawan tersebut mengalami stres kerja, sehingga penelitian ini akan bersifat studi kasus. Kedua karyawan, yang merupakan karyawan penunjang, memandang stresor yang mereka hadapi sebagai ancaman sehingga berpengaruh kepada kinerja dan kondisi kesehatan mereka. Selain itu, didapat pula kesimpulan bahwa kedua karyawan tersebut memiliki tingkah laku yang kurang asertif sehingga membuat mereka memiliki kemampuan coping yang rendah. Hal ini menyebabkan respon mereka terhadap stresor yang ada menjadi kurang tepat, sehingga mereka memandang stresor tersebut sebagai ancaman dan menimbulkan stres kerja yang tinggi. Tingkah laku asertif menurut


(30)

14   

Rathus dan Nevid (1997) adalah tingkah laku menampilkan keberanian untuk secara jujur dan secara terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya tanpa menyakiti orang lain (dalam skripsi Laura Saragih, 2010).

Dalam Ivancevich (1987) dikatakan bahwa program manajemen stres organisasi dirancang untuk mengidentifikasi dan memodifikasi stresor kerja, mendidik karyawan dalam memodifikasi dan memahami stres serta dampaknya dan menyediakan dukungan bagi karyawan untuk menghadapi dampak negatif dari stres. Program manajemen stres dapat dilakukan berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi. Pendekatan individu dapat dilakukan dengan teknik kognitif, relaksasi, meditasi dan biofeedback. Sementara itu, pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui program bantuan karyawan (Employee Assistance Programs / EAPs) dan program kesehatan.

Salah satu elemen yang terdapat dalam program bantuan karyawan adalah adanya layanan konseling atau terapi (Ivancevich, 1987). Konseling menekankan pemberian dorongan dan nasihat kepada individu-individu yang menghadapi masalah-masalah pribadi, sementara terapi menggunakan teknik-teknik psikologis dalam proses penyembuhan kelainan-kelainan mental dan behavioral (Kartini Kartono & Dali Gulo, 2000). Dalam penelitian ini, intervensi yang akan dilakukan adalah terapi, secara lebih spesifik lagi, terapi tingkah laku. Wolpe (1973) mendefinisikan terapi tingkah laku sebagai sebuah terapi yang melibatkan penggunaan prinsip belajar yang dicoba dibentuk untuk mengubah perilaku


(31)

15   

maladaptif. Kebiasaan yang tidak adaptif akan melemah dan dihilangkan; sementara kebiasaan yang adaptif akan dimulai dan diperkuat.

Beberapa teknik yang digunakan dalam terapi tingkah laku dan teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik latihan asertif / assertive training. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon lainnya, serta merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri (Gerald Corey, 2005). Sikap asertif dapat membantu karyawan untuk mengontrol stres dan meningkatkan kemampuan coping. (http://www.mayoclinic.org/assertive/art-20044644) Latihan asertif merupakan salah satu strategi yang dirancang untuk membantu karyawan dalam menanggulangi stres kerja dengan cara yang lebih efektif. (http://www.workhealth.org/prevention/prred.html)

Penelitian ini menggunakan intervensi berupa terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif karena permasalahan yang dialami oleh karyawan dari Departemen QMS dan Divisi Lingkungan adalah sikap mereka yang tidak asertif, sehingga mereka tidak mampu menggunakan coping yang tepat dalam menghadapi stresor yang ada. Hal ini membuat mereka memandang stresor yang ada di lingkungan kerja sebagai ancaman dan membuat mereka mengalami stres kerja yang tinggi. Tujuan dari pemberian latihan asertif adalah untuk mengurangi atau menurunkan derajat non-asertif dan menumbuhkan sikap asertif mereka.


(32)

16   

Dengan demikian, diharapkan karyawan mampu menggunakan coping yang tepat dalam menghadapi stresor yang ada, sehingga derajat stres kerja yang mereka rasakan pun akan menurun dan mereka dapat mengoptimalkan kinerja mereka.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah intervensi dengan bentuk terapi tingkah laku yang menggunakan teknik latihan asertif efektif untuk menurunkan derajat stres kerja karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah program terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif yang diterapkan dapat dengan efektif menurunkan derajat stres kerja karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas program terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif yang diterapkan untuk menurunkan derajat stres kerja pada karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan program terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif yang efektif untuk menurunkan


(33)

17   

derajat stres kerja karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberikan informasi tambahan secara empirik bagi bidang ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai program terapi tingkah laku, khususnya dengan teknik latihan asertif, yang dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk menurunkan derajat stres kerja karyawan yang non-asertif maupun karyawan asertif yang menghadapi karyawan lain atau atasan yang agresif.

b. Memberikan informasi kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis ataupun penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan efektivitas program terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif untuk menurunkan derajat stres kerja karyawan yang non-asertif maupun karyawan asertif yang menghadapi karyawan lain atau atasan yang agresif.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberi informasi pada pihak manajemen PT “X” Bandung mengenai intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan derajat stres kerja


(34)

18   

karyawan-karyawan yang non-asertif maupun karyawan asertif yang menghadapi karyawan lain atau atasan yang agresif.

b. Memberikan informasi kepada PT “X” Bandung sehingga dapat mengevaluasi dan mengembangkan program terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif sehingga diharapkan program terapi tersebut dapat secara efektif dan efisien menurunkan derajat stres kerja karyawan-karyawan yang non-asertif maupun karyawan asertif yang menghadapi karyawan lain atau atasan yang agresif. c. Menumbuhkan kemampuan bersikap asertif kepada karyawan non-asertif atau

karyawan asertif yang menghadapi karyawan lain atau atasan yang agresif, yang mengalami stres kerja agar mereka berani tampil dan mampu menggunakan coping yang tepat dalam menghadapi stresor yang ada.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah program terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif yang diterapkan pada karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung efektif untuk menurunkan derajat stres kerja yang mereka hayati. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua orang, yang terdiri dari seorang karyawan Departemen QMS dan seorang karyawan Divisi Lingkungan. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi experimental karena informasi diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya namun dalam keadaan


(35)

19   

yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posttest, dimana kepada subjek penelitian dilakukan dua kali pengukuran, yaitu sebelum dan sesudah dilakukan treatment yang dalam hal ini adalah terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif. Data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif menggunakan teknik deskriptif analisis, yaitu mencoba menggambarkan hasil penelitian dalam bentuk uraian deskriptif dan melakukan perbandingan secara kualitatif antara hasil pretest dan posttest.


(36)

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister 156 Universitas Kristen Marantha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai efektivitas terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif dalam rangka menurunkan derajat stres kerja pada karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung, maka didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif belum efektif untuk menurunkan derajat stres kerja karyawan, dimana perubahan derajat stres kerja setelah terapi dilakukan tidak signifikan.

2. Stres kerja yang dihayati oleh karyawan terjadi karena mereka tidak dapat bersikap asertif dalam menghadapi situasi atau permasalahan yang ada di lingkungan kerja mereka.

3. Stresor stres kerja yang dihayati oleh karyawan adalah stresor kelompok dan organisasi berupa hubungan yang kurang harmonis dengan atasan dan juga stresor individual berupa kelebihan beban kerja kuantitatif.

4. Kedua karyawan memiliki permasalahan jika harus berhadapan atau berhubungan dengan atasan mereka karena mereka memandang atasan mereka sebagai atasan yang otoriter.

5. Gejala stres kerja yang dialami oleh karyawan berada pada aspek psikologis, fisiologis dan perilaku.


(37)

157  

6. Kelancaran proses terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif ditentukan oleh kesediaan karyawan untuk terlibat aktif dalam proses terapi dan keterbukaan karyawan dalam menerima materi latihan asertif yang diberikan. 7. Stres kerja yang dialami oleh karyawan diturunkan dengan cara melatih

karyawan agar dapat menampilkan sikap asertif pada moment yang tepat dan juga dengan memberikan dukungan dan motivasi kepada karyawan.

8. Latihan asertif yang diberikan membuat karyawan lebih berani dan lebih percaya diri dalam mengungkapkan pendapat dan dalam menghadapi masalah yang ada di lingkungan kerja.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan saran teoritis dan praktis sebagai berikut :

Saran Teoritis :

1. Penelitian ini hanya dilakukan terhadap dua orang subyek dengan kriteria yang cukup berbeda, sehingga kesimpulan yang diperoleh terbatas hanya pada kedua subyek yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan efektivitas program terapi yang lebih baik, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subyek yang lebih banyak dengan kriteria yang sama. 2. Norma alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan dari norma

kuesioner asli sehingga hasil yang didapat kurang menggambarkan keadaan subyek penelitian. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan


(38)

158  

untuk membuat norma kelompok agar hasil yang didapat lebih menggambarkan keadaan subyek penelitian.

3. Terapi yang dilakukan pada penelitian ini merupakan terapi individual. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan terapi kelompok dengan melibatkan rekan-rekan sekerja karyawan yang menjadi subyek penelitian sehingga materi latihan asertif dapat disampaikan secara merata.

4. Terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif pada penelitian ini dilakukan dalam tiga sesi dan dari hasil evaluasi diketahui bahwa subyek merasa sesi yang ada tersebut terlalu singkat, sehingga ada baiknya jika penelitian selanjutnya dilakukan dengan sesi yang lebih panjang agar derajat stres kerja yang dihayati subyek dapat mengalami penurunan.

5. Kuesioner Gejala Stres Kerja tidak cukup hanya diberikan dua kali, sehingga sebaiknya diberikan juga beberapa kali setelah sesi terakhir terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif selesai untuk melihat apakah derajat stres kerja karyawan mengalami penurunan.

6. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dipertimbangkan faktor kepribadian dan budaya dari subyek penelitian untuk melihat pengaruhnya terhadap derajat assertiveness mereka.

Saran Praktis :

1. Bagi PT “X” Bandung yang ingin menurunkan derajat stres kerja karyawan yang non-asertif dapat mempertimbangkan terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif sebagai alternatif untuk menangani masalah tersebut, dengan


(39)

159  

catatan terapi tersebut berbentuk terapi kelompok yang melibatkan rekan-rekan sekerja karyawan yang bersangkutan.

2. Bagi karyawan non-asertif yang mengalami stres kerja yang akan menggunakan terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif untuk menurunkan derajat stresnya disarankan untuk bersedia terlibat aktif dan bersikap terbuka terhadap materi latihan asertif dan masukan yang diberikan oleh terapis sehingga proses terapi dapat berjalan dengan lancar.


(40)

 

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

Hunsaker, Phillip L. 2001. Training in Management Skills. New Jersey: Prentice-Hall Ivancevich, John M, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2005. Perilaku dan

Manajemen Organisasi. Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga Kartini, Kartono, Dali Gulo. 2000. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Nelson, Richard, Jones. 2001. Theory and Practice of Counseling and Therapy third edition. London & New York: Continuum

Rathus, Spencer A., Jeffrey S. Nevid. 1977. Behavior Therapy Strategies for Solving Problems in Living. New Jersey: New American Library

Rivai, Veithzal, Deddy Mulyadi. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers

Suryabrata, Sumadi. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang


(41)

 

DAFTAR RUJUKAN

Dakhi, Mayasari. 2006. Hubungan antara Dukungan Rekan Kerja dan Sindroma Burnout pada Perawat ICU Rumah Sakit “X” Bandung. Bandung : Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Saragih, Laura. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Tingkah Laku Asertif pada Perawat Bagian Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung. Bandung : Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Tjarlim, Rosalina . 2001 . Hubungan Antara Cara Perlakuan Orang Tua dengan Perilaku Asertif pada Remaja. Bandung : Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Stres-kerja-definisi-dan ( http://jurnal-sdm.blogspot.com/2011/02/stress-kerja-definisi-kategori-dan.html), diakses tanggal 07 Desember 2012

Pekerjaan yang Berpotensi Menyebabkan Stress (http://www.oktomagazine.com/oktolifestyle/health/6199/pekerjaan.yang.berpotensi.

menyebabkan.stress), diakses tanggal 24 Januari 2013

Pengembangan SDM (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Suwarjo,%20M.Si.,%20Dr.%20/Pe

ngembangan%20SDM%20Melalui%20Kons%20Industri.pdf), diakses tanggal 17

Februari 2013

Yang tak tahan stres jangan kerja di bidang ini ( http://health.detik.com/read/2012/03/26/123056/1876316/766/yang-tak-tahan-stres-jangan-kerja-di-bidang-ini), diakses tanggal 16 April 2013

Being assertive: Reduce stress, communicate better (http://www.mayoclinic.org/assertive/art-20044644), diakses tanggal 09 Februari 2014

Reducing Occupational Stress (http://www.workhealth.org/prevention/prred.html), diakses tanggal 09 Februari 2014


(1)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai efektivitas terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif dalam rangka menurunkan derajat stres kerja pada karyawan Departemen QMS dan Divisi Lingkungan di PT “X” Bandung, maka didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif belum efektif untuk menurunkan derajat stres kerja karyawan, dimana perubahan derajat stres kerja setelah terapi dilakukan tidak signifikan.

2. Stres kerja yang dihayati oleh karyawan terjadi karena mereka tidak dapat bersikap asertif dalam menghadapi situasi atau permasalahan yang ada di lingkungan kerja mereka.

3. Stresor stres kerja yang dihayati oleh karyawan adalah stresor kelompok dan organisasi berupa hubungan yang kurang harmonis dengan atasan dan juga stresor individual berupa kelebihan beban kerja kuantitatif.

4. Kedua karyawan memiliki permasalahan jika harus berhadapan atau berhubungan dengan atasan mereka karena mereka memandang atasan mereka sebagai atasan yang otoriter.

5. Gejala stres kerja yang dialami oleh karyawan berada pada aspek psikologis, fisiologis dan perilaku.


(2)

157  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha 6. Kelancaran proses terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif ditentukan

oleh kesediaan karyawan untuk terlibat aktif dalam proses terapi dan keterbukaan karyawan dalam menerima materi latihan asertif yang diberikan. 7. Stres kerja yang dialami oleh karyawan diturunkan dengan cara melatih

karyawan agar dapat menampilkan sikap asertif pada moment yang tepat dan juga dengan memberikan dukungan dan motivasi kepada karyawan.

8. Latihan asertif yang diberikan membuat karyawan lebih berani dan lebih percaya diri dalam mengungkapkan pendapat dan dalam menghadapi masalah yang ada di lingkungan kerja.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan saran teoritis dan praktis sebagai berikut :

Saran Teoritis :

1. Penelitian ini hanya dilakukan terhadap dua orang subyek dengan kriteria yang cukup berbeda, sehingga kesimpulan yang diperoleh terbatas hanya pada kedua subyek yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan efektivitas program terapi yang lebih baik, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subyek yang lebih banyak dengan kriteria yang sama. 2. Norma alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan dari norma

kuesioner asli sehingga hasil yang didapat kurang menggambarkan keadaan subyek penelitian. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan


(3)

untuk membuat norma kelompok agar hasil yang didapat lebih menggambarkan keadaan subyek penelitian.

3. Terapi yang dilakukan pada penelitian ini merupakan terapi individual. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan terapi kelompok dengan melibatkan rekan-rekan sekerja karyawan yang menjadi subyek penelitian sehingga materi latihan asertif dapat disampaikan secara merata.

4. Terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif pada penelitian ini dilakukan dalam tiga sesi dan dari hasil evaluasi diketahui bahwa subyek merasa sesi yang ada tersebut terlalu singkat, sehingga ada baiknya jika penelitian selanjutnya dilakukan dengan sesi yang lebih panjang agar derajat stres kerja yang dihayati subyek dapat mengalami penurunan.

5. Kuesioner Gejala Stres Kerja tidak cukup hanya diberikan dua kali, sehingga sebaiknya diberikan juga beberapa kali setelah sesi terakhir terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif selesai untuk melihat apakah derajat stres kerja karyawan mengalami penurunan.

6. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dipertimbangkan faktor kepribadian dan budaya dari subyek penelitian untuk melihat pengaruhnya terhadap derajat assertiveness mereka.

Saran Praktis :

1. Bagi PT “X” Bandung yang ingin menurunkan derajat stres kerja karyawan yang non-asertif dapat mempertimbangkan terapi tingkah laku dengan teknik


(4)

159  

Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Kristen Maranatha catatan terapi tersebut berbentuk terapi kelompok yang melibatkan rekan-rekan sekerja karyawan yang bersangkutan.

2. Bagi karyawan non-asertif yang mengalami stres kerja yang akan menggunakan terapi tingkah laku dengan teknik latihan asertif untuk menurunkan derajat stresnya disarankan untuk bersedia terlibat aktif dan bersikap terbuka terhadap materi latihan asertif dan masukan yang diberikan oleh terapis sehingga proses terapi dapat berjalan dengan lancar.


(5)

Hunsaker, Phillip L. 2001. Training in Management Skills. New Jersey: Prentice-Hall Ivancevich, John M, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2005. Perilaku dan

Manajemen Organisasi. Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga Kartini, Kartono, Dali Gulo. 2000. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Nelson, Richard, Jones. 2001. Theory and Practice of Counseling and Therapy third edition. London & New York: Continuum

Rathus, Spencer A., Jeffrey S. Nevid. 1977. Behavior Therapy Strategies for Solving Problems in Living. New Jersey: New American Library

Rivai, Veithzal, Deddy Mulyadi. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers

Suryabrata, Sumadi. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang


(6)

 

DAFTAR RUJUKAN

Dakhi, Mayasari. 2006. Hubungan antara Dukungan Rekan Kerja dan Sindroma Burnout pada Perawat ICU Rumah Sakit “X” Bandung. Bandung : Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Saragih, Laura. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Tingkah Laku Asertif pada Perawat Bagian Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung. Bandung : Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Tjarlim, Rosalina . 2001 . Hubungan Antara Cara Perlakuan Orang Tua dengan Perilaku Asertif pada Remaja. Bandung : Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Stres-kerja-definisi-dan (

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2011/02/stress-kerja-definisi-kategori-dan.html), diakses tanggal 07 Desember 2012

Pekerjaan yang Berpotensi Menyebabkan Stress

(http://www.oktomagazine.com/oktolifestyle/health/6199/pekerjaan.yang.berpotensi.

menyebabkan.stress), diakses tanggal 24 Januari 2013

Pengembangan SDM

(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Suwarjo,%20M.Si.,%20Dr.%20/Pe

ngembangan%20SDM%20Melalui%20Kons%20Industri.pdf), diakses tanggal 17

Februari 2013

Yang tak tahan stres jangan kerja di bidang ini

(

http://health.detik.com/read/2012/03/26/123056/1876316/766/yang-tak-tahan-stres-jangan-kerja-di-bidang-ini), diakses tanggal 16 April 2013

Being assertive: Reduce stress, communicate better

(http://www.mayoclinic.org/assertive/art-20044644), diakses tanggal 09 Februari

2014

Reducing Occupational Stress (http://www.workhealth.org/prevention/prred.html), diakses tanggal 09 Februari 2014