ANALISIS PENERAPAN K3 PADA PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT X BALI.

be made from this study is the application of K3 becomes a necessity, in order to avoid work
accidents. Application of participatory approach done with supervision strictly and give
each feedback exchange inputs from all the sticks holder and all will feel responsible.
Keywords : K3, Power, and Participation Approach.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan Rumah Sakit X dilakukan untuk memenuhi pembangunan masyarakat
tentang kesehatan. Kesehatan masyarakat adalah merupakan persyaratan suatu negara yang
dapat dikatakan maju, dengan membangun kantung-kantung rumah sakit kecil seperti
PUSKESMAS, dan pembangunannya sudah tentu akan dibarengi dengan kebutuhan akan
listrik dalam jumlah besar. Tetapi listrik makin lama makin bermasalah dengan tingkat
kwalitas maupun kwantitasnya. Listrik harus terus ada di rumah sakit, walaupun dengan
menambah listrik sendiri (Genset) sebagai persiapan jika sewaktu-waktu ada pemadaman
akibat kekurangan listrik. Listrik yang ada di areal tempat dibangun Rumah Sakit di Bukit
Jimbaran telah ada, dan dilalui saluran bertegangan cukup tinggi 20 KV.
Keperluan listrik di Rumah Sakit X adalah merupakan kepentingan yang mutlak.
Rumah Sakit harus memiliki pembangkit cadangan karena kondisi listrik di Bali pada
umumnya masih belum mampu untuk memberikan pelayanan dengan baik pada pengguna
listrik yang besar. Permintaan listrik akan dipenuhi jika telah ada cadangan listrik yang
dimiliki (disel), karena di Bali saat ini sedang kekurangan daya listri pada beban puncak (jam

18.00 sampai jan 22.00), terbukti seringnya terjadinya pengkondisian pada listrik di Bali.
Saluran listrik yang melalui areal Rumah Sakit X yang sedang dibangun di Bukit Jimbaran
melalui salah satu bangunan di sebelah kanan, terlalu dekat dengan saluran listrik yang ada.
Jarak antara bangunan tembok dengan saluran listrik sangat dekat sekitar ½ meter diatas
tembok. Resiko terjadinya korban tersengat listrik sangat besar, apalagi tukang bangunan
tanpa memiliki pendidikan yang cukup, dan tidak memiliki pengetahuan cukup tentang
bahaya listrik serta tanpa mempergunakan kelengkapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) sesuai (PUIL, 2000). Terjadi korban tersengat listrik pada saat pemasangan besi beton,
hal ini tanpa diketahui oleh korban bahwa pada jarak sangat dekat tembok ada saluran listrik.
Saluran listrik yang dekat akan menyebabkan terjadi imbas dan terjadi korban tewas, yang
sekujur tubuh korban menghitam akibat terbakar.
Perlu dilakukan evaluasi secara keseluruhan mengenai cara kerja pada semua
pemborong bangunan dengan pendekatan melalui penerapan pendekatan partisipasi agar
tidak terjadi hal yang sama. Pendekatan partisipasi dilakukan agar semua pemegang
keputusan merasa bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada
kondisi yang ada dan melalui pengawasan secara bersama-sama. Manusia harus dihargai
sebagai manusia, hendaknya diberikan pengertian yang jelas bagaimana K3 harus diterapkan
pada suatu pekerjaan agar tidak terjadi kecelakaan kerja. Kemungkinan terakhir adalah
mempergunakan tenaga akhli listrik pada semua pemborong bangunan dalam pengawasan
kerja bangunan yang ada resiko terjadi korban akibat listrik.


1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah,
1. Apakah dengan penerapan K3 pada pekerja bangunan yang beresiko adanya
korban tersengat listrik dapat dihindari ?
2. Apakah penerapan pendekatan partisipasi pada pekerja bangunan dapat
mengurangi resiko kecelakaan kerja ?
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Kepada pemborong: agar dapat memberikan rasa nyaman dan aman pada pekerja
di dalam kerja yang diberikan pada pekerja dengan menerapkan K3, dan
memberikan penjelasan yang sangat perlu demi keamanan dalam kerja.
2. Kepada para pekerja: agar memperhatikan keselamatan dirinya dalam kerja
dengan meminta alat keselamatan kerja.
II. MATERI DAN METODE
2.1 Materi
Materi dalam penulisan ini adalah pekerja bangunan di Rumah tersebut di Bukit
Jimbaran, dengan sampel 10 orang, dan dengan melihat pemakaian K3 pada pekerja
bangunan.
2.2 Metode

Penulisan ini mempergunakan metode dengan melihat langsung pada lokasi dan
telaah kepustakaan atau literatur yang berusaha untuk dikaji secara mendalam dan disajikan
secara narasif berdasarkan fakta-fakta yang diungkapkan oleh pakar-pakar K3 terutama yang
berkaitan dengan K3. Rancangan mempergunakan sama subyek, karena dengan subjek yang
sama dapat merasakan perbedaan sebelum dan setelah mempergunakan K3. Analisis untuk
mendapatkan hasil rerata dan beda hasil mempergunakan Paired Sample T-Test.
III. PEMBAHASAN
3.1 Penerapan K3 Pada Pekerja Bangunan Yang Beresiko Adanya Korban Tersengat
Listrik Dapat Dihindari
Salah satu bangunan yang yang berada sebelah timur dibangun dengan ketinggian
yang berdekatan dengan saluran tegangan menengah 20 KV, berjarak sangat dekat antara
saluran listrik dengan tembok bangunan. Ini sangat menyalahi aturan cara membangun yang
mengundang resiko pada pekerja. Apalagi pekerja bekerja tanpa mempergunakan K3, seperti
pelindung kepala atau sepatu sebagai pengaman. Kondisi itu seharusnya ada suatu sinyal atau
peringatan yang dipasang pada tembok mengenai larangan bekerja sebelum listrik tersebut
dipindahkan atau jangan membangun di tempat tersebut. Bangunan harus di desain dengan
cara memenuhi standar keselamatan yang dapat dihandalkan, baik standar bangunan secara
kwalitas maupun pada cara membangunnya. Bangunan harus menjadi lebih efisien dan aman
tanpa ada hambatan dalam membangun tanpa terjadinya kecelakaan kerja. Kenyataan yang
ada, K3 masih terlupakan, terbukti dengan tidak pernah diberikan pada para pekerja berupa

alat yang merupakan persyaratan dalam bekerja di proyek bangunan. Bekerja pada bangunan
yang dikerjakan berdekatan dengan saluran listrik yang bertegangan tinggi harus mendapat
perhatian agar tidak terjadi kecelakaan kerja. Kepala proyek bangunan harus mengontrol
proyek yang ada dan memberikan batas-batas kerja yang diperbolehkan agar tidak terjadi
korban. Karena telah terjadi korban, belum adanya kesadaran dalam memberikan alat
keselatan kerja untuk bekerja, hal ini disebabkan karena :

1. Tidak mengerti akan keselamatan kerja,
2. Tidak memberikan alat keselamatan kerja, karena menganggap pekerja sudah
biasa dalam pekerjaan tersebut,
3. Adanya biaya lebih karena alat yang diberikan,
4. Adanya kemauan untuk menolak memakai alat tersebut, menganggap terlalu
menyulitkan dalam bekerja.
Tabel 1. Pemberian Pengertian dan Pemahaman K3 dan Bahaya Listrik pada Pekerja
Bangunan
Sebelum
Mengetahui
Tentang

Variabel


Setelah
Mengetahui
Tentang

Beda

t

p

N

Rerata

SB

Rerata

SB


K3

10

16,60

1,58

33,80

2,39

-17,20

-17,43

0,00

Listrik


10

16,20

1,32

29,40

2,12

-13,20

-15,01

0,00

Dari 10 sampel yang dipergunakan dengan memberikan sepuluh (10) buah
pertanyaan, menunjukkan bahwa pekerja bangunan setelah diberikan pengertian dan
pemahaman terhadap K3, telah mengalami peningkatan pemahaman rerata K3 sebesar 17,20

atau 51%.
Dari 10 sampel yang dipergunakan dengan memberikan sepuluh buah (10)
pertanyaan, menunjukkan bahwa pekerja bangunan setelah diberikan pengertian dan
pemahaman terhadap bahya listrik, telah mengalami peningkatan pemahaman rerata bahaya
listrik sebesar 13,20 atau 45%.
Pemahaman yang diberikan kepada pekerja bangunan yang dilakukan pada penelitian
ini berlangsung agak lamban karena pekerja memiliki kondisi pendidikan yang rata-rata tidak
tamat Sekolah Dasar dan merupakan orang desa, yang sudah tentu mengalami kesulitan
dalam mamahami dan mengerti apa yang diberikan.
Sangat perlu memberikan pengertian kepada pekerja dengan pendekatan secara
manusiawi, yaitu pendekatan secara mendalam agar terjadi saling pengertian antara pekerja
dan pekerja lain serta staf lainnya. Listrik harus aman, jika listrik dipergunakan harus
memenuhi persyaratan yang sesuai peraturan PLN yaitu PUIL Tahun 2000. Listrik yang ada
pada bangunan disebelah timur sangat dekat di atas tembok, boleh dikatakan mengundang
resiko yang sangat berbahaya.
Dengan kondisi pekerja pada Tabel 1. penerapan K3 dalam pelaksanaan harus
dilakukan secara baik dan konsisten, untuk menghindari kecelakaan kerja yang dilakukan
karena kesalahan manusia.
3.2 Penerapan Pendekatan Partisipasi Pada Pekerja Bangunan Dapat Mengurangi
Resiko Kecelakaan Kerja

Jarak aman minimal bekerja pada bangunan yang dilalui listrik bertegangan 20 KV
adalah pada jarak 75 Cm sesuai aturan 9.9.4.1 (PUIL, 2000). Negara seperti Australia
Selatan, negara ini menerapkan angka aman bangunan dengan saluran listrik terletak pada

jarak 5,5 m. Negara ini dalam melindungi pekerja sangat memperhatikan faktor keamanan
karena asuransi membayar sangat mahal jika terjadi musibah. Di negara kita Indonesia belum
memperhatikan keselamatan kerja, dan sudah sering terjadi kecelakaan kerja. Kecelakaan
kerja akibat tersengat listrik seperti pekerja Sukamto yang bekerja sebagai buruh bangunan di
Wates-Jogya terjadi pada Januari 2011 dan Sukarto di Kalten-Jogya menjadi korban tersengat
listrik karena menebang pohon, terjadi Pebruari 2011. Disamping penerapan K3 sangat
kurang di Indonesia, perusahan pemakai tenaga kerja tidak mengasuransikan pekerja untuk
memberikan rasa aman pada pekerja. Peran asuransi sangat kurang dalam kerja untuk
keamanan pekerja, Di dalam negara yang sedang membangun seharusnya peran asuransi
harus menjadi pegangan pada para pekerja. Kecelakaan kerja harus sesedikit mungkin terjadi,
disini peran asuransi harus menjadi nomor satu, dan kecelakaan kerja harus dibayar dengan
harga yang tinggi agar kecelakaan kerja dapat di tekan. Pemerintah harus menerapkan bagi
setiap pekerjaan harus di asuransikan, dan penerapannya harus diawasi oleh badan yang
berwenang dalam pengawasan asuransi. Dengan penerapan asuransi secara baik akan
menjamin kecelakaan kerja dapat di tekan. Kerja sama asuransi dengan asosiasi pekerja harus
dilakukan karena pekerja harus mendapatkan hak kecelakaan kerja yang layak untuk keluarga

yang ditinggalkan.
Dengan kerja sama antara asuransi dan asosiasi pekerja maka dapat dijamin
penerapan jarak ketentuan aman pekerja dapat diawasi. Mestinya ada yang mengawasi
sebagai kontrol para pekerja dalam mengerjakan pekerjaan yang dilakukan. Kontrol ini harus
dilakukan oleh pemerintah sebagai pemilik warga, PLN sebagai pembuat aturan jarak
bangunan dengan saluran listrik, asuransi sebagai penjamin kecelakaan kerja, pemborong
sebagai pemilik pekerjaan, dan pemilik bangunan harus mengetahui kondisi dari bangunan
yang dikerjakan. Kondisi ini harus selalu di pertahankan untuk mendapatkan kondisi pada
pekerjaan dengan melakukan pendekatan partisipasi. Dengan penerapan pendekatan
partisipasi semua akan merasa senang dan merasa bertanggung jawab atas baik dan buruk
hasil pekerjaan yang dilakukan. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena penerapan pengawasan
berdasarkan partisipasi tidak dilakukan, berdasarkan pendekatan mempergunakan partisipasi
pengawasan yang dilakukan akan sangat ketat dan berlapis dan untuk terjadinya kecelakaan
kerja yang menelan korban kemungkinan dapat dihindari. Pendekatan partisipasi dapat
dipergunakan untuk penerapan K3, karena pengawasan melalui secara bertingkat sangat baik
dalam pekerjaan yang mengandung resiko. Pada dasarnya pada pekerjaan beresiko seperti
pekerjaan bangunan dengan kondisi saluran listrik yang berdekatan, harus secara partisipasi
dilakukan dimana karena tingkat pendidikan pekerja sangat kurang dan pemborong sebagai
pelaku pekerjaan tidak mau mengeluarkan dana lebih untuk membeli alat K3. Dengan alasan
ini maka penerapan pendekatan partisipasi harus diterapkan untuk menghindari terjadinya

kecelakaan kerja. Maka penerapan pendekatan pastisipasi paling tepat dilakukan pada cara
kerja yang mengandung resiko.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Didalam uraian pembahasan materi diatas dapat disimpulkan bahwa,
1. Penerapan K3 menjadi suatu keharusan, untuk menghindari kecelakaan kerja.
2. Bekerja pada bangunan yang beresiko dengan adanya saluran listrik yang
berdekatan harus dilakukan dengan sistem pendekatan partisipasi. Penerapan
pendekatan partisipasi dengan pengawasan yang dilakukan dapat secara ketat dan
saling memberikan masukan dari semua stik holder dan semua akan merasa
bertanggung jawab.

4.2 Saran
Pekerjaan yang dilakukan harus di desain dengan memperhatikan keselamatan kerja,
dengan cara bekerja sehat dan setelah selesai kerja juga sehat dan selamat.
V. DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, N., Sutjana, D.P., Widana, K., Manuaba, A., O’Neill. 1997. Participatory
Anonim, 2007. Participatory Approaches. Available at www.sanicon.net/titles/
topicintro.php3?topicId=23 - 13k, Accessed September 25, 2007, at 2.04 pm.
Castello, del. R; Braun, P.M. 2006. Use of participatory methods for active involvement of all
partners in communication. Available from www.fao.org/Participation/participatorycommunication-lesson.html. Accessed September 7, 2007, at 01.55 pm.
Depkes RI. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan .
http://www.depkes.go.id/. Access. 02/11/06
Krjogja, 2011. Sedang Bekerja, Buruh Bangunan Tersengat Listrik. Wates Kulonprogo,
Jogjakarta. Kejadian pada Kamis, 27 Januari 2011 16:02:00
Krjogja, 2011. Tebang Pohon Randu, Kakek Tewas Tersengat Listik Wates Kulonprogo,
Jogjakarta. Kejadian pada Jumat, 18 Pebruari 2011 14:09:00
Manuaba, A. 1999b. Penerapan pendekatan ergonomi partisipasi dalam meningkatkan kinerja
industri. Proseding Seminar Nasional Ergonomi – Reevaluasi Penerapan Ergonomi
dalam Meningkatkan Kinerja Industri. Surabaya : 23 November.
Ninyo, 2008. Sains & Teknologi. Ergonomi, performa, Produktivitas
PUIL, 2000. Persyaratan Umum Instalasi Listrik. 9.9.4.1 SNI-04-0225-2000. Jakarta.
Sutjana, D.P., Tirtayasa, K., Widana, K., Adiputra, N., Manuaba, A. 1996. Improvement of
Working Posture Increase Productivity of Roof Tile Home Industry Workers at
Darmasaba Village, Badung Regency. J. Human Ergol, 25 (1,6) 62-65.
www.sa.gov.au/...and.../Building+ safely+ near+ powerlines, Diakses 27 Oktober 2011.