Analisis Penerapan Organisasi Pembelajar Pada Rumah Sakit Sentra Medika Depok

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi saat ini telah merambah ke seluruh sektor salah satunya juga sektor jasa dan pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Berdirinya rumah sakit yang bertaraf internasional di Indonesia merupakan pemicu bagi pengelola rumah sakit Indonesia untuk selalu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Selain itu, kemudahan akses informasi pada era teknologi informasi yang berkembang saat ini menjadikan pasien memiliki pengetahuan yang lebih luas dan akibatnya menuntut penyedia pelayanan kesehatan prima dalam melakukan pelayanan terhadap pasien.

Setiap organisasi termasuk rumah sakit dituntut melakukan transformasi untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang berkesinambungan (continues learning) dan menciptakan inovasi dengan mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat memiliki keunggulan bersaing. Hal tersebut dilakukan karena rumah sakit sekarang ini tidak hanya menyediakan pelayanan penyembuhan namun juga pelayanan pencegahan penyakit dan juga kegiatan-kegiatan ilmiah kepada masyarakat. Keunggulan bersaing membuat organisasi dapat bertahan atau bahkan diharapkan memimpin pasar. Untuk mencapai hal tersebut, organisasi sebaiknya tidak hanya mengelola sumber daya tangible tetapi juga mengelola pengetahuan sebagai sumber daya intangible untuk menciptakan inovasi. Seperti yang dikemukakan oleh Marquardt (2002) bahwa banyak organisasi yang saat ini menyadari hal yang sangat penting adalah menjadi Learning Organisation (organisasi pembelajar), mereka harus belajar untuk lebih baik dan lebih cepat atau mereka akan mati (bangkrut). Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan perubahan paradigma dari “resources-based competitiveness” menjadi “knowledge-based competitiveness” yang mengutamakan pengetahuan dan proses pembelajaran sebagai keunggulan kompetitif. Hal lain dikemukakan oleh de Geus yang dikutip dari Tjakraatmadja dan Lantu (2006) menuturkan bahwa penyebab pendeknya umur perusahaan, terutama karena perusahaan tersebut tidak mampu belajar


(2)

atau tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan zaman, sehingga mengecewakan konsumen, dan pada akhirnya “mati” karena kehilangan pasar atau tutup karena ditolak oleh masyarakat dan lingkungannya.

Apabila dahulu organisasi lebih konsentrasi untuk mencari cara agar dapat out-do (bertindak dengan lebih baik), saat ini organisasi sibuk mencari cara untuk dapat out-know (mempunyai strategi pengetahuan yang lebih baik dibandingkan perusahaan lain). Oleh karena itu dengan pengetahuan dan teknologi tersebut organisasi akan mengetahui bagaimana cara agar mengelola sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dengan lebih baik. Pentingnya melaksanakan pembelajaran yang berkesinambungan, dipengaruhi oleh banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat dan sulit diprediksi pada lingkungan eksternal organisasi. Berdasarkan hal tersebut maka organisasi perlu bertindak adaptif yang diwujudkan dengan kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu, mengetahui pengetahuan tentang sumber daya manusia ataupun konsumen, dapat menyelesaikan permasalahan, memiliki sumber daya manusia yang dapat membagikan pengetahuan dan pengalamannya terhadap partner kerja ataupun pada perusahaan tempatnya bekerja, pada akhirnya akan menghasilkan inovasi. Hal-hal tersebut dapat dilakukan berkelanjutan hingga pada akhirnya akan menjadi budaya sebuah organisasi yang membuat perusahaan tersebut terbentuk menjadi learning organization (organisasi pembelajar) yang menggunakan pengetahuan sebagai sumber daya utama untuk bersaing. Perusahaan yang memiliki budaya pembelajaran inilah yang akan mampu bertahan dan untuk lebih baik lagi menjadi trend setter di dunia bisnis. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Tjakraatmadja dan Lantu (2006), bahwa organisasi akan dapat diselamatkan dari kebangkrutan jika setiap anggota organiasi tersebut mau dan mampu membekali dirinya masing-masing untuk mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan, dan organisasi seperti ini disebut sebagai organisasi pembelajar.


(3)

3

Apabila pelayanan kesehatan ingin memberikan perbaikan yang diharapkan, maka harus belajar dan berkembang, serta mendukung sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut. Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan sering dinilai memiliki kompleksitas yang tinggi. Rumah sakit mengelola perubahan terus menerus dari berbagai jenis, yaitu; perubahan dalam hubungan antara praktisi medis dan paramedis kepada pasien mereka atau klien, perubahan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran ataupun keperawatan serta penunjang medis, perubahan sifat tenaga kerja seperti peran-peran baru serta pergeseran tanggung jawab dalam tim klinis. Selain itu pada rumah sakit terdapat cara yang sangat variatif oleh masing-masing karakter sumber daya manusia di rumah sakit dalam menyelesaikan tugas ataupun masalah medis sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh praktisi.

Mutu pelayanan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia yang merupakan aset utama rumah sakit yang memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan secara sinergis oleh tenaga medis (dokter), paramedis (perawat dan bidan), serta non medis (manajemen, penunjang medis dan administratif). Tenaga medis dan paramedis secara langsung berinteraksi dengan pasien dalam melaksanakan tanggung jawabnya, begitu juga dengan beberapa bagian administratif (seperti front liner).

Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya diharapkan senantiasa memperhatikan fungsi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima. Tidak adanya tindakan yang mengantisipasi ancaman eksternal dan internal persaingan rumah sakit dapat menyebabkan menurunnya minat pasien untuk datang atau profesional medis serta rumah sakit lain untuk merujuk pasien ke RS Sentra Medika. Hal ini akan berdampak kepada menurunnya jumlah pasien yang datang untuk pelayanan rawat jalan, rawat inap, serta penunjang medis. Pada


(4)

pelayanan rawat jalan, pelayanan Medical Check Up juga mengalami penurunan jumlah pasien yang konsisten selama 5 tahun terakhir. Selain itu juga jumlah nilai indikator pelayanan rawat inap Bed Occupation Rate (BOR) belum pernah mencapai nilai ideal yang ditentukan oleh Departemen Kesehatan RI sebesar 60%-85%, seperti pada tabel berikut.

Tabel 1. Perbandingan Kegiatan Pelayanan Kesehatan RS Sentra Medika Depok Tahun 2006 s.d. 2010 JENIS

PELAYANAN

JUMLAH PASIEN TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010

Rawat Jalan

-Poliklinik 46.820 47.090 44.881 42.142 43.755 -Medical Check

Up

587 375 244 189 161

Rawat Inap

-BOR (%) 44 46 40 47 38,1

Oleh karena itu rumah sakit sebaiknya melakukan tindakan untuk mengantisipasi dan penyesuaian khususnya pencegahan timbulnya komplain dari pasien ataupun pengunjung yang saat ini masih diperoleh oleh RS Sentra Medika pada aspek sarana dan prasarana, kebersihan, kecepatan pelayanan, menu makanan, serta kedatangan dokter yang tidak sesuai jadwal praktek. Idealnya prioritas sebuah organisasi bisnis adalah mempertahankan pelanggannya, maka RS Sentra Medika perlu mengelola segala potensi yang ada dan sumber daya yang dimiliki untuk dapat melakukan pembelajaran yang berkesinambungan sehingga dapat mendukung upaya terbentuknya organisasi pembelajar dan perlu diaplikasikan secara tepat, bersamaan, dan berkelanjutan.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penerapan model sistem organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok sehingga RS Sentra Medika dapat melakukan perbaikan-perbaikan dan memiliki keunggulan kompetitif untuk masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan upaya pengembangan manajemen rumah sakit yang fokus pada peningkatan mutu (Quality Improvement).


(5)

5

1.2. Rumusan Masalah

Banyaknya pesaing dibidang pelayanan kesehatan mengharuskan RS Sentra Medika Depok untuk terus bertahan dan tertantang agar lebih maju serta berkembang. RS Sentra Medika Depok memiliki berbagai pelayanan seperti rumah sakit pada umumnya yaitu Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Penunjang Medis. Selama 5 tahun terakhir, jumlah pasien pada pelayanan tersebut dinilai fluktuatif dan cenderung menurun, khususnya pada pelayanan Medical Check Up. Disisi lain, Medical Check Up seharusnya menjadi produk andalan rumah sakit yang berada di wilayah industrial. Selain itu masih terdapat komplain oleh pasien atau pengunjung kepada RS Sentra Medika Depok pada aspek sarana dan prasarana, kebersihan lingkungan rumah sakit, kecepatan pelayanan, menu makanan pasien rawat inap, serta keterlambatan praktek dokter. Salah satu upaya pembelajaran sebenarnya telah dilakukan dengan upaya pengembangan fasilitas dan teknologi yang diterapkan oleh RS Sentra Medika Depok sesuai dengan visinya yaitu menjadi rumah sakit rujukan dengan memberikan pelayanan yang optimal. Hal tersebut diharapkan agar rumah sakit lain dapat merujuk karena keterbatasan alat dan fasilitas yang mereka miliki. Akan tetapi nilai Bed Occupation Rate (BOR) RS Sentra Medika Depok belum juga memperoleh nilai yang ideal.

RS. Sentra Medika Depok sebagai organisasi pelayanan kesehatan pada umumnya yang padat karya, padat modal, padat pakar, padat teknologi, dan padat masalah, diharapkan dapat memberikan pelayanan optimal dengan mengedepankan proses pembelajaran dengan mengacu pada model sistem organisasi pembelajar. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok terhadap penerapan organisasi pembelajar ?

2. Bagaimana penerapan model sistem organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika saat ini ?

3. Bagaimana strategi RS Sentra Medika untuk menjadi organisasi pembelajar yang ideal?


(6)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika terhadap penerapan Organisasi Pembelajar

2. Menganalisis penerapan model sistem organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika saat ini

3. Merumuskan alternatif strategi RS Sentra medika untuk menjadi organisasi pembelajar yang ideal.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk 1. Bagi Perusahaan

Memperoleh informasi mengenai organisasi pembelajaran di RS Sentra Medika, sehingga dapat meningkatkan peran organisasi pembelajar dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan performance RS Sentra Medika dilingkungan bisnis pelayanan kesehatan.

2. Bagi peneliti

Sebagai bahan penerapan pengetahuan perkuliahan yang telah dijalani. Selain itu juga untuk membantu perusahaan untuk mengidentifikasi penerapan organisasi pembelajar untuk dapat meningkatkan kinerja pelayanan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan referensi untuk peneliti dibidang yang sama untuk penelitian yang sama ataupun penelitian lanjutan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini diharapkan sesuai dengan lingkup pembahasan dan terarah. Oleh karena itu ditetapkan ruang lingkup penelitian mencakup satu variabel (univariate). Hal tersebut meliputi pembahasan mengenai model sistem organisasi pembelajar melalui sub sistem pembelajaran (Learning), transformasi organisasi (Organisational transformation), orang/manusia (People), pengetahuan (Knowledge), serta teknologi (Technology), dan penerapannya pada RS Sentra Medika Depok.


(7)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Organisasi

Menurut Dimock dan Koening (Sutarto, 2006) organisasi adalah menghimpun secara teratur bagian-bagian yang saling bergantungan untuk mewujudkan suatu keseluruhan yang bersatu padu dengan mana wewenang, koordinasi, dan kontrol dapat dilaksanakan untuk mencapai maksud tertentu.

Pengertian lain dikemukakan oleh Allen (Sutarto, 2006) organisasi formal merupakan sesuatu sistem dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, masing-masing pekerjaan itu mengandung sejumlah wewenang, tugas dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka.

2.2 Pengertian Pembelajaran (Learning)

Learning merupakan satu proses fundamental yang relevan bagi banyak aspek dari perilaku organisasi. Learning merupakan satu perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran menurut Argyris (Utami, 2009) adalah suatu lingkaran aktivitas di mana seseorang menemukan suatu masalah (discovery), mencoba menemukan solusi atasnya (invention), menghasilkan atau melaksanakan solusi itu (production), dan mengevaluasi hasil yang diperoleh yang mengantarnya pada masalah-masalah baru (evaluation). Aktivitas-aktivitas ini disebut sebagai lingkaran pembelajaran.

Gambar 1. Learning Cycle (Argyris, 1982) Discovery

Invention Production


(8)

2.3 Pengertian Organisasi Pembelajar ( Learning Organization)

Sejak publikasi buku “the fifth discipline” oleh Senge (1990), konsep Learning Organization dipromosikan sebagai cara untuk mentransformasikan organisasi menjadi organisasi pembelajar dalam menghadapi tantangan masa depan. Beberapa organisasi modern telah maju dalam peningkatan kinerjanya melalui organisasi pembelajaran (Learning organization). Berbagai definisi dari learning organization, di antaranya adalah Pedler et al., dalam Dale mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri, sedangkan Lundberg dalam Dale menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya.

Menurut Pedler et al. suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang:

1. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka 2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok, dan

stakeholder lain yang signifikan

3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis

4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus

Watkins dan Marsick (Anggraeni, 2006) mendefinisikan Learning Organization sebagai organisasi yang bercirikan pembelajaran berkelanjutan untuk pengembangan yang berkesinambungan dan dengan kapasitasnya untuk berubah.

Hal lain diungkapkan oleh Sangkala (2007) yang mendefinisikan organisasi pembelajar sebagai perusahaan yang terus-menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengelola pengetahuan, memanfaatkan teknologi, memberdayakan karyawan, dan memperluas pembelajaran agar lebih baik beradaptasi dan berhasil didalam lingkungan yang senantiasa berubah.


(9)

9

Menurut Marquardt (2002), organisasi pembelajar terkini adalah yang bisa memanfaatkan pengumpulan kepintaran sumber daya manusia di tingkat individu, kelompok dan level sistem. Kemampuan tersebut disertai dengan peningkatan status organisasi, teknologi, pengelolaan pengetahuan, dan pemberdayaan orng/manusia.

Secara umum, organsasi pembelajaran dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisasi memfasilitasi untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki kecepatan berpikir dan bertindak serta pengembangan pengetahuan sehingga dapat merespon beragam perubahan yang muncul.

2.4 KarakteristikLearning Organization

Marquardt (2002), mengungkapkan bahwa pada kondisi saat ini, pembelajaran di organisasi mendatangkan bentuk pembelajaran yang baru dengan cara berikut ini:

1. Berbasis kinerja dan terkait dengan tujuan bisnis

2. Menekankan pentingnya proses belajar atau belajar bagaimana cara belajar

3. Kemampuan untuk mendefinisikan pembelajaran merupakan hal yang sama pentingnya dengan menemukan jawaban dari pertanyaan yang spesifik

4. Peluang besar organisasi untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

5. Pembelajaran adalah bagian dari pekerjaan seluruh anggota organisasi Megginson dan Pedler (Ginting, 2004) memberikan sebuah panduan mengenai konsep organisasi pembelajaran, yaitu “Suatu ide atau metaphor yang dapat bertindak sebagai bintang penunjuk. Ia bisa membantu orang berpikir dan bertindak bersama menurut apa maksud gagasan semacam ini bagi mereka sekarang dan di masa yang akan datang. Seperti halnya semua visi, ia bisa membantu menciptakan kondisi di mana sebagian ciri-ciri organisasi pembelajarna dapat dihasilkan”. Kondisi-kondisi tersebut adalah:

1. Strategi pembelajaran


(10)

3. Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang tersedia)

4. Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu belajar dari keputusan)

5. Pertukaran internal 6. Kelenturan penghargaan

7. Struktur-struktur yang memberikan kemampuan 8. Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan 9. Pembelajaran antar perusahaan

10.Suasana belajar

11.Pengembangan diri bagi semua orang

Meskipun suatu organisasi melakukan semua hal di atas, tidak otomatis suatu organisasi menjadi learning organization. Perlu dipastikan bahwa tindakan-tindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan. Tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar strategi pengembangan sumber daya manusia. Dalam learning organization, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara berperilaku, dan sistem.

2.5 Konsep Learning Organization

Watkins dan Marsick (1998) memiliki 7 (tujuh) dimensi yang berkaitan dengan pembentukan organisasi pembelajar, yaitu:

1. M encipt akan kesem pat an belajar yang t erus m enerus (cont inous learning), yait u m enggam barkan usaha organisasi dalam m encipt akan kesem pat an learning berkesinam bungan unt uk seluruh anggot anya

2. M endukung Inquiry dan dialog, yait u usaha organisasi dalam m em bangun budaya “ m em pert anyakan, um pan balik dan m elakukan percobaan

3. M endorong kelom pok learning dan kolaborasi (t eam learning), yait u m enggam barkan sem angat kerjasam a dan kem ampuan kerjasam a yang m endukung pem anfaat an t im secara efekt if


(11)

11

4. M em berikan kew enangan kepada karyaw an m elalui visi bersam a (empow erment), yang diart ikan dengan proses organisasi unt uk m em bangun dan m ensosialisasikan visi bersam a dan m endapatkan um pan balik dari anggot anya t ent ang kesenjangan ant ara keadaan saat ini dengan visi yang baru

5. M enyusun sist em unt uk m engakom odasi dan m enyebarkan learning

(embedded sist em), yait u m enandakan usaha organisasi unt uk m enerapkan suat u sist em guna m enam pung dan m enyebarkan learning

6. M enghubungkan organisasi dengan lingkungannya (syst em connect ion) yang m em perlihat kan pemikiran global dan t indakan-t indakan yang dilakukan unt uk m enghubungkan organisasi dengan lingkungan ekst ernal dan int ernalnya

7. M enyediakan kepem im pinan st rat egik unt uk learning (st rat egic leadership), m em perlihat kan sejauh mana pem im pin berpikir secara st rat egis t ent ang bagaim ana m em anfaat kan learning unt uk m enciptakan perubahan dan m em baw a organisasi ke t ujuan / pasar baru.

Berdasarkan hasil penelitian Tjakraatmaja (2006) dihasilkan temuan bahwa untuk membangun Learning Organization dibutuhkan tiga pilar yang saling mendukung, yaitu (1) pembelajaran individual (individual learning), (2) jalur transformasi pengetahuan, dan (3) pembelajaran organisasional (organizational learning). Proses pembelajaran diawali dengan individual learning untuk memahami potensi diri, yang merupakan proses akumulasi pengetahuan individu untuk menghasilkan keahlian/kemahiran pribadi (personel mastery). Individual learning didapatkan melalui pendidikan, pelatihan, dan kesempatan berkembang yang membuat individu tumbuh.

Pilar transformasi pengetahuan berfungsi sebagai alat untuk munculnya proses transformasi pengetahuan (kompetensi) melalui proses berbagi pengetahuan di antara anggota-anggota organisasi. Pilar organizational learning adalah suatu pilar untuk menghasilkan intellectual capital yang mampu memberikan value added bagi organisasi. Organizational learning dapat dikatakan sebagai suatu wadah untuk membangun kelompok manusia yang memiliki kompetensi yang beragam dan mampu melaksanakan


(12)

kerjasama, sehingga mampu untuk berbagi visi, knowledge, untuk disinergikan dan ditransformasikan menjadi intellectual capital. Pembelajaran organisasi dicapai melalui riset dan pengembangan, evaluasi dan perbaikan siklus, ide dan input dari karyawan dan pelanggan, berbagai praktik terbaik dan benchmark.

Neffe (dikutip dari Anggraeini, 2006) menyimpulkan beberapa elemen yang harus ada dalam Learning organization, yaitu:

a. The Learning Process. Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir semua definisi.

b. Knowledge Acquisition or Generation. Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial and error. Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan menyebut knowledge generation

c. Individual Learning. Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris, Schon dan Pawlowsky.

d. Teams Learning. Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan bahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi. e. Organizational Knowledge. Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas

penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinya organizational actions.

Disisi lain, Senge (1990) mengemukakan bahwa di dalam organisasi pembelajaran (Learning Organization) yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni: Personal Mastery, Mental Models, Shared Vision, Team Learning, dan Sistem Thinking.

Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima

dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan sumber daya


(13)

13

manusia, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan di masa depan.

Hal serupa diungkapkan oleh Marquardt (2002) mengenai dimensi pada subsistem learning pada model sistem Learning Organization dan menambahkan satu dimensi yaitu dialog. Dalam mewujudkan proses pembelajaran (Learning) pada organisasi pembelajar, diperlukan enam dimensi didalamnya yaitu; sistem berpikir, model mental, keahlian personal, kerjasama tim, membagi visi bersama, serta dialog. Secara menyeluruh, Marquardt (2002) menjelaskan bahwa untuk mentransformasikan sebuah organisasi untuk menjadi organisasi pembelajar, maka setiap individu ataupun sebuah organisasi harus menggabungkan lima subsistem yang ada dalam model sistem organisasi pembelajar seperti pada gambar berikut:

Gambar 2. Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 2002) Gambar tersebut menunjukan bahwa irisan matematis pada model sistem organisasi pembelajaran tersebut menggambarkan bahwa proses pembelajaran juga merupakan bagian dari model sistem dan harus terjadi pada seluruh subsistem lainnya yaitu subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisasi pembelajar terjadi, akan terjadi perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan

Transformasi Organisasi

Manusia

Pengetahuan Teknologi


(14)

manusia ataupun organisasi. Kelima subsistem tersebut saling berhubungan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu subsistem tidak dimiliki atau lemah, maka subsistem lainnya akan terganggu secara signifikan.

2.5.1 Subsistem Pembelajaran (Learning)

Subsistem pembelajaran adalah inti dari organisasi pembelajar. Berada pada tingkat-tingkat pembelajaran, tipe dari pembelajaran yang krusial bagi pembelajaran yang terorganisasi, dan keahlian kritis dalam pembelajaran yang terorganisasi.

Subsistem pembelajaran dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3. Subsistem Pembelajaran (Marquardt, 2002)

Menurut Marquardt (2002) untuk membangun subsistem pembelajaran dibutuhkan beberapa hal, yaitu:

1. Tingkatan Belajar

Organisasi pembelajar termanifestasi melalui tiga tingkatan pembelajar yaitu individu, tim atau kelompok, dan organisasi (sangkala, 2007).

a. Pembelajaran tingkat individu, pembelajaran dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan, wawasan, pengetahuan, sikap, dan

Pembelajaran

Tipe:

1. Adaptive 2. Anticipaty 3. Action Tingkatan:

1. Individual 2. Grup 3. Organisasi

Keahlian:

1. System Thingking 2. Mental Models 3. Personal Mastery 4. Team Learning 5. Shared vision 6. Dialogue


(15)

15

nilai-nilai yang diperoleh pembelajaran yang mandiri, petunjuk berbasis teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990), organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki kemampuan untuk belajar, namun jika individunya tidak ingin belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajar. Sebaliknya, apabila individu memiliki keinginan untuk belajar maka akan tercipta organisasi pembelajar. Hal ini membuktikan bahwa peranan pembelajaran individu sangat penting bagi pembentukan organisasi pembelajar. Karena itu organisasi pembelajar sebaiknya senantiasa memberikan ruang inovasi dan kreatifitas melalui berbagai percakapan dan pengambilan tindakan nyata. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Marquard dan Kaipa (dikutip dari Sangkala, 2007), bahwa kreativitas akan muncul jika karyawan diberikan ruang “kebebasan” untuk berpikir, menantang “wisdom”, dan berpikir dengan cara baru.

b. Pembelajaran tingkat kelompok atau tim, mencakup usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi-kompetensi yang dicapai oleh dan didalam kelompok itu sendiri. Pembelajaran tim dapat terlaksana melalui berbagai upaya penyelesaian konflik dengan menyatukan sudut pandang yang berbeda kedalam pemahaman yang dapat diterima tanpa kompromi. c. Pembelajaran tingkat organisasi, mewakili upaya peningkatan

intelektual dan prokduktivitas melalui komitmen dan peluang untuk upaya perbaikan yang berkesinambungan diseluruh organisasi. Pembelajaran tingkat organisasi juga merupakan keseluruhan dari pembelajaran individu dan organisasi, sehingga menghasilkan pengetahuan keseluruhan dalam organisasi.

2. Tipe Pembelajaran

Ada tiga pendekatan untuk proses pembelajaran yang bernilai dan signifikan bagi organisasi pembelajar. Walaupun masing-masing tipe pembelajaran tersebut berbeda-beda namun seringkali tumpang tindih dan saling melengkapi. Tipe pembelajaran tersebut yaitu:


(16)

a. Pembelajaran adaptif, terjadi ketika organisasi merefleksikan pengalaman masa lalu dan mengubah tindakan di masa depan. Bagi tipe pembelajaran ini, masa lalu dapat dijadikan pembelajaran untuk dapat menentukan langkah-langkah yang lebih baik di masa depan.

b. Pembelajaran antisipatif, merupakan proses memperoleh pengetahuan dari cara pandang kedepan melalui pendekatan yang merubah pandangan menjadi tindakan dan untuk refleksi.

c. Pembelajaran tindakan, merupakan pembelajaran yang melibatkan pemecahan permasalahan yang nyata dan fokus kepada perolehan pengetahuan dan benar-benar menerapkan solusi.

3. Keahlian Pembelajaran

Senge (1990) menjelaskan bahwa dimensi organisasi pembelajar adalah visi bersama, model mental, tim pembelajaran, individu yang ahli dibidangnya, berpikir sistem. Marquardt (2002) menambahkan satu dimensi lagi yaitu dialog untuk membentuk subsistem pembelajaran yang membentuk organisasi pembelajar.

a. Berpikir Sistem

Berpikir sistem mencakup pengujian dan refleksi atas seluruh aspek kehidupan organsiasi seperti misi dan strategi, struktur, kultur dan praktik manajerial. Berpikir sistem merupakan bagian dari pemimpin, manajer, dan karyawan yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan tindakannya lebih fokus pada pengintegrasian bagian atau divisi yang berbeda kearah memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, serta meningkatkan seluruh operasionalisasi organisasi.

b. Model Mental

Keahlian ini mencakup nilai-nilai, kepercayaan, sikap, dan asumsi yang membentuk cara pandang seseorang. Struktur, pengalaman, kultur, dan sistem kepercayaan mendukung model mental, dimana member pedoman kepada seseorang dan bertindak sebagai


(17)

17

penyaring selama keputusan dibuat. Model mental berperan mendukung organisasi pembelajaran dengan membantu setiap karyawan memahami setiap peristiwa yang tampak acak.

c. Individual yang Ahli dibidangnya

Hal ini menjadi pra syarat yang penting sebagai bagian dari asset organisasi yang sangat strategis. Keahlian dan keterampilan individu dapat diperoleh dari pendidikan, aktivitas pembelajaran formal, informal, dan pengalaman kerja.

d. Pembelajaran Tim

Pembelajaran tim ini membantu proses komunikasi dan kerja sama, menggiring kearah sinergi dan rasa saling menghormati diantara anggota. Anggota tim akan dapat memperluas wawasannya. Pembelajaran tim ini dipandang sebagai interaksi dan sekaligus refleksi dari suatu tindakan.

e. Visi Bersama

Merupakan landasan untama organisasi pembelajar karena menggambarkan perspektif bersama anggota organisasi termasuk pemahaman mereka terhadap misi dan sasaran organisasinya. Pimpinan, manajer, dan karyawan memiliki persepsi yang sama mengenai pentingnya pembelajaran, bagi karyawan maupun organisasi.

f. Dialog

Merupakan intensitas, komunikasi tingkat tinggi yang berdasar pada kebebasan, kreatifitas, eksplorasi timbal balik, saling mendengarkan satu sama lain, dan menanggukan pandangan diri. Dengan menerapkan disiplin dialog ini, dapat dipelajari pola-pola interaksi tim yang dapat menguatkan atau melemahkan pembelajaran.

2.5.2 Subsistem Transformasi Organisasi (Organization)

Untuk merubah diri dari organisasi yang belum melaksanakan pembelajaran menjadi organisasi pembelajar, dibutuhkan transformasi yang signifikan seperti halnya metamorfosis sebuah ulat untuk menjadi


(18)

kupu-kupu. Struktur dan stragegi organisasi harus mengalami perubahan secara dramatis sebelum terbentuk menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Dalam mengembangkan organisasi dalam bentuk yang baru, organisasi harus mengatur kembali organisasi tesebut dengan fokus pada empat dimensi subsistem transformasi organisasi, seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4. Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 2002) Pada gambar diatas dijelaskan bahwa tujuan dan desain organisasi pada masing-masing dimensi subsistem transformasi organisasi harus berubah yang semula fokus kepada pekerjaan dan produktivitas, menjadi fokus secara bersama kepada pembelajaran dan pengembangan organisasi.

1. Visi (Vision), hal utama dan langkah paling penting untuk menjadi organisasi pembelajar adalah penanaman fondasi yang kuat dengan membangun visi bersama mengenai pembelajaran. Visi mengungkapkan tujuan, sasaran, dan arah yang ingin dituju oleh organisasi (sangkala, 2007). Visi organisasi pembelajar mengungkapkan pentingnya pembelajaran untuk mencapai sasaran masa depan yang diinginkan, membangun keinginan organisasi, serta

Organisasi

Visi

Budaya

Strategi Struktur


(19)

19

terus menerus memperbarui organisasi dalam rangka mempertahankan pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Budaya (Culture), seperti sebuah bangsa yang memiliki bermacam-macam budaya, organisasi memiliki berbagai kepercayaan, cara berpikir, dan tindakan yang diwujudkan oleh simbol-simbol, adat-istiadat, kebiasaan, ideologi, dan nilai-nilai. Sifat dari pembelajaran dan sikap yang terjadi di organisasi ditentukan secara signifikan oleh budaya organisasi. Budaya pembelajar mendorong individu dan tim tumbuh dan berkembang melalui kreatifitas, tim kerja, perbaikan yang kontinyu, dan manajemen diri. Organisasi pembelajar memberikan iklim yang mendukung fasilitasi pembelajaran serta hadiah (reward) bagi personil dan tim yang melakukan pembelajaran dengan baik. 3. Strategi (strategy), kekuatan dan pengaruh strategi dapat mempercepat

dan mengaktifkan sebuah organisasi untuk merubah dirinya menjadi organisasi pembelajar dengan mendorong dan memaksimalkan pembelajaran yang diperlukan, penyebaran dan pemanfaatan oleh seluruh departemen, tindakan dan inisiatif organisasi.

4. Struktur (Structure), menurut sangkala (2007), struktur organisasi mencakup konfigurasi unit, departemen dan divisi. Organisasi pembelajar menunjukan struktur yang sederhana yang meminimalkan pemisahan antara orang dengan proses, sambil memaksimalkan kontak, alur informasi, dan kolaborasi diantara individu dan tim.

Untuk memeprcepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi transformasi organisasi untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Melakukan dialog untuk mengembangkan visi pada organisasi pembelajar

2. Adanya dukungan dari manajemen tingkat atas untuk mewujudkan organisasi pembelajar dan proyek pemenang pembelajar

3. Menciptakan iklim perusahaan untuk pembelajaran yang berkelanjutan


(20)

5. Mengakui dan menghargai pembelajaran individu dan tim

6. Menjadikan pembelajaran menjadi bagian dari seluruh kebijakan prosedural

7. Membuat unit percontohan untuk menjalankan proyek pembelajaran 8. Menggunakan ukuran finansial dan non finansial dalam menentukan

aktivitas pembelajaran

9. Menciptakan waktu, ruang dan lingkungan fisik untuk pembelajaran 10. Membuat keinginan untuk belajar pada setiap waktu dan lokasi

2.5.3 Subsistem Pemberdayaan dan Pengaktifan Orang / Manusia (People) Manville (dikutip dari Marquardt, 2002) menyatakan bahwa penjelasan strategis telah bergeser dari “mengelola pengetahuan” menjadi “mengelola orang dengan pengetahuan” serta memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tersebut dengan mutu yang tinggi. Pertumbuhan, inovasi, dan ciri khas organisasi pembelajar diperoleh dari kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya manusia. Subsistem ini memiliki enam komponen seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Subsistem Pemberdayaan Orang / Manusia (Marquardt, 2002) Sebagai kontribusi kepada organisasi pembelajar, masing-masing dari komponen ini harus diberdayakan dan diaktifkan. Jika mereka diberdayakan namun tidak diaktifkan maka mereka hanya akan memiliki sumber daya yang diperlukan tetapi tidak memiliki pengetahuan untuk memberdayakan mereka secara efektif. Komponen yang diaktifkan namun tidak diberdayakan hanya akan memiliki pengetahuan yang

Orang / Manusia Karyawan

Konsumen

Rekan Kerja dan Aliansi Suplier dan

Vendor Masyarakat

Manajer dan Pemimpin


(21)

21

diperlukan namun tidak tahu bagaimana cara mengaplikasikannya (Marquardt, 2002). Oleh karena itu masing-masing komponen tersebut diberikan kesempatan untuk belajar.

Para manajemen infrastruktur organisasi menekankan kemampuan dalam hal membangun infrastruktur sumber daya manusia yang professional dan efektif sehingga seluruh proses yang berkaitan seperti penempatan, pelatihan, penilaian, promosi dan sebagainya dalam pengelolaan alur kepegawaian dalam organisasi berjalan sebagaimana mestinya.

Masing-masing komponen tersebut dapat diberdayakan dan aktif dalam pelaksanaan organisasi pembelajar, yaitu:

1. Para manajer melaksanakan tugas untuk tugas-tugas pelatihan, penasehatan, dan permodelan dengan suatu tanggung jawab utama membangkitkan dan mempertinggi kesempatan pembelajaran bagi orang-orang disekitar mereka.

2. Para pegawai diberi wewenang dan diharapkan untuk belajar, merencanakan kompetensi masa depan mereka, mengambil tindakan dan risiko, dan memecahkan masalah. Organisasi sebaiknya memperlakukan karyawan sebagai karyawan yang dewasa dengan kapasitas untuk belajar, mempunyai keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, memiliki tanggung jawab serta menyukai penghargaan. Jika karyawan diindikasikan sebagai pembelajar, maka mereka perlu diberikan kebebasan serta dorongan dari organisasi. 3. Para pelanggan berpartisipasi dalam mengidentifikasi

kebutuhan-kebutuhan, menerima pelatihan, dan dihubungkan dengan pembelajaran organisasi. Organisasi pembelajar mengakui bahwa pelanggan bisa menjadi ladang yang subur atas informasi dan ide-ide yang terkait erat dengan sistem dan strategi organisasi pembelajar. 4. Para supplier dapat menerima dan memberi kontribusi terhadap

instruksi program. Organisasi pembelajar menyadari bahwa kesuksesan bergantung kepada sebagian besar keberhasilan seluruh


(22)

jaringan bisnis, tidak hanya mengacu kepada karyawan dan pelanggan saja.

5. Para partner aliansi / mitra kerja dapat berbagi kompetensi dan pengetahuan.

6. Kelompok-kelompok komunitas masyarakat termasuk wakil-wakil ekonomi, pendidikan, dan sosial dapat berbagi dalam menyediakan dan menerima pembelajaran.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pemberdayaan manusia untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Membuat kebijakan yang menghargai personil yang belajar

2. Membentuk tim kerja yang memiliki otonomi mengatur dirinya sendiri

3. Memberi karyawan wewenang untuk belajar

4. Mendorong pimpinan untuk menjadi model pembelajaran

5. Melibatkan pimpinan dalam melakukan proses pembelajaran dan pengerjaan proyek-proyek, misalnya dengan mendorong ide penyelesaian masalah tanpa diminta, menanggapi ide dan usulan karyawan, membina dan menghargai pembelajaran

6. Menyeimbangkan kebutuhan individu dengan organisasi sehingga akan mendorong menjadi pembelajar yang lebih baik dan karyawan yang lebih produktif

7. Mendorong dan menyingkatkan partisipasi pelanggan dalam organisasi pembelajar

8. Menyiapkan kesempatan belajar bagi masyarakat

9. Membangun hubungan belajar dengan suppliers dan vendors

10. Memaksimalkan pembelajaran dari mitra aliansi dan mitra kerjasama

2.5.4 Subsistem Pengetahuan (knowledge)

Stewart dalam Marquardt (2002), mengatakan bahwa “dengan sederhana mengatakan, pengetahuan telah menjadi lebih penting untuk organisasi daripada sumberdaya keuangan, posisi pasar, teknologi, atau


(23)

23

asset perusahaan lainnya”. Dunia kerja saat ini, pengetahuan terlihat sebagai sumberdaya primer untuk kinerja dalam sebuah organisasi. Perusahaan memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk memperbaiki produk dan jasa dengan demikian dapat memberikan keuntungan bagi klien dan konsumen. Subsistem pengetahuan memiliki 6 dimensi seperti gambar berikut ini:

Gambar 6. Subsistem Pengetahuan (Marquardt, 2002)

Enam dimensi tersebut merupakan sebuah proses perolehan pengetahuan dari sumber awal hingga siap digunakan. Organisasi belajar secara efektif dan efisien ketika keenam proses ini berjalan dengan baik dan interaktif.

1. Akuisisi (penguasaan), berkenaan dengan pengumpulan informasi dan data yang ada dari dalam dan luar organisasi.

2. Penciptaan, melibatkan pengetahuan baru yang diciptakan dalam organisasi melalui wawasan dan pemecahan masalah

3. Penyimpanan, merupakan suatu pengkodean dan pemeliharaan pengetahuan berharga organisasi untuk akses yang mudah oleh anggota staf pada suatu waktu dan dari mana pun.

4. Analisis dan penggalian data, merupakan cara untuk menganalisis dan menggali data. Cara manual memiliki keterbatasan dalam menganalisis data dengan jumlah (volume) yang meningkat dalam jumlah besar, oleh karena itu proses penggalian data (data mining)

Pengetahuan

Penciptaan

Penyimpanan

Analisis dan Penggalian data Transfer dan

Penyebaran Aplikasi dan

Pengesahan Penguasaan


(24)

dilakukan. Salah satu contoh alat untuk melakukan penggalian data tersebut adalah Data Mind dan IBM’s Intellegent Miner yang sangat membantu untuk menganalisis data. Penggalian data ini digunakan oleh organisasi yang sedang mempersiapkan pertumbuhannya.

5. Transfer dan penyebaran, termasuk kepada mekanikal, elektronik, dan pergerakan interpersonal dari informasi dan pengetahuan, secara sengaja dan tidak sengaja diseluruh organisasi serta aplikasinya dan kegunaannya oleh para anggota organisasi.

6. Aplikasi dan pengesahan, teknologi memungkinkan pengaplikasian pengetahuan organisasi secara optimal. Sebuah perusahaan yang memiliki kemampuan untuk memelihara konsumennya melalui pengenalan dan membantu pemecahan masalah adalah contoh yang baik dari pengaplikasian dan pengesahan pengetahuan.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Menciptakan kesadaran bagi semua akan pentingnya mengumpulkan dan menyebarkan pengetahuan

2. Menangkap kemungkinan untuk mendapat pengetahuan dari luar secara sistematik

3. Mengatur kegiatan pembelajaran seperti forum-forum dimana pengetahuan dapat dibagi-bagi, misalnya dengan mengadakan simposium dan internal benchmarking

4. Mengembangkan kreatifitas dan cara yang baik dalam berpikir maupun belajar, misalnya dengan menghargai usaha yang imaginatif dan beresiko, mengadakan workshop mengenai kreatifitas dan penggunaan cara berpikir dengan otak sebelah kanan, mendorong penemuan banyak ide untuk mencapat satu ide yang terbaik, mendorong dan menghargai inovasi dan penemuan 5. Mengajari karyawan untuk menyimpan dan mencari kembali


(25)

25

6. Mendorong pencampuran tim dan perputaran pekerjaan untuk memaksimalisasi penyebaran pengetahuan

7. Mengembangkan pengetahuan berdasarkan nilai dan kebutuhan pembelajaran

8. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan pengetahuan

9. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan pembelajaran

10.Merubah pembelajaran "dalam kelas" kepada pemanfaatan belajar disertai pekerjaan (on-the-job)

2.5.5Subsistem Teknologi (Technology)

Subsistem yang kelima adalah subsistem teknologi yang terdiri dari dimensi pengelolaan pengetahuan dan peningkatan pembelajaran. Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 7. Subsistem Teknologi (Marquardt, 2002)

Menurut Marquardt (2002), masing-masing dimensi tersebut memiliki peran untuk mendukung organisasi pembelajaran, seperti berikut:

1. Teknologi untuk mengelola pengetahuan, meliputi teknologi berbasis komputer untuk mengumpulkan, pengkodean, memproses, penyimpanan, transfer dan penggunaan data antara mesin, orang-orang, dan organisasi

2. Teknologi untuk meningkatkan kecepatan dan kualitas pembelajaran, melalui video, audio, dan training multimedia berbasis komputerisasi

Teknologi

Peningkatan Pembelajaran Pengelolaan


(26)

untuk membawakan dan membagikan pengetahuan dan kemampuan dimanapun dan kapanpun.

Tanpa kelima subsistem tersebut, organisasi hanya akan memiliki sebagian apresiasi dari proses dan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam mentransformasikan sebuah organisasi yang dalam keadaan belum belajar menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Mendorong dan mengajari seluruh karyawan dalam memanfaatkan informasi teknologi

2. Mengembangkan penggunaan multimedia dan pembelajaran yang menggunakan teknologi

3. Menciptakan / memperluas interaksi dengan menggunakan video 4. Menggunakan teknologi untuk mendapatkan pengetahuan dari dalam

maupun luar organisasi

5. Mengembangkan kompetensi dan pembelajaran dengan menggunakan teknologi

6. Menggunakan EPSS yang dimengerti oleh wartawan

7. Merencanakan dan mengembangkan sistem pembelajaran just in time.

8. Membangun kemampuan dan keahlian penggunaan teknologi

9. Mengembangkan kesadaran dan penghargaan akan teknolohi sebagai alat yang canggih dalam proses belajar

10.Meningkatkan kemampuan manajemen dan staf sumber daya manusia

2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Utami (2009), skripsi dengan judul identifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT. Taspen (Persero) cabang Bogor. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor, serta mengidentifikasi ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan


(27)

27

karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajar. Peneliti menggunakan kuesioner Learning Organization Profile untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, sedangkan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan model sistem organisasi belajar, peneliti menggunakan uji kruskal wallis. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa keseluruhan tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) adalah sebesar 34,35 yang berarti sangat baik karena telah diatas rata-rata perusahaan yang diteliti oleh Marquardt yang dikutip dari Rahmatunnisa (2000), yaitu rata-rata 22,00. Dari hasil uji kruskal wallis, nilai p untuk keseluruhan model sistem organisasi pembelajar diperoleh sebesar 0,366 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi mengenai penerapan model sistem organisasi pembelajar di PT Taspen (Persero).

Purnama dan Budiharjo (2009) dengan jurnal penelitian yang berjudul peran budaya pembelajaran dan knowledge management terhadap kinerja perusahaan: studi kasus PT XYZ. Pada jurnal penelitian ini ada beberapa tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengidentifikasi budaya pembelajaran di PT XYZ berdasarkan tujuh dimensi nilai dari Learning organization, mengintervensinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode field study non experimental dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Intstrumen yang digunakan yaitu Dimensions of Learning organization questionnaires (DLOQ) dari Marsick dan Watkins (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai budaya pembelajaran di PT XYZ berdasarkan 7 dimensi organisasi pembelajaran, dimensi empowerment masuk kedalam kategori dimensi yang buruk yang belum mencapai nilai ideal. Sedangkan dimensi yang lain masuk kedalam kategori rata-rata baik walaupun belum memiliki nilai diatas rata-rata 3,25 – 4,00 (sangat baik). Secara keseluruhan diketahui bahwa nilai total dari dimensi organisasi pembelajar adalah sebesar 2,63 yang masuk kedalam kategori baik (minimal). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa persepsi karyawan mengenai aktivitas


(28)

pembelajaran PT XYZ lebih kearah single loop Learning (adaptive Learning) dimana belum tampak generate Learning yang dapat menumbuhkan knowledge creation.

Kesumaningdyah (2010), dengan judul skripsi penerapan organisasi pembelajar pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui penerapan seluruh dimensi organisasi pembelajar pada level individu, kelompok, dan organisasi serta menganalisis persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor. Penarikan sample yang digunakan adalah metode purposive serta metode yang digunakan untuk menganalisis yaitu metode kruskal wallis. Hasil pada penelitian ini dikemukakan bahwa LPP RRI telah menerapkan dimensi organisasi pembelajar sebesar 41,28% . selain itu juga didapatkan hasil bahwa LPP RRI memiliki nilai 25,92 diatas perbandingan nilai rata-rata penelitian 500 perusahaan yang dilakukan oleh Marquardt (1996). Hasil uji kruskal wallis menunjukan bahwa nilai P-value adalah 0,331 lebih besar dari 0,005, maka dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara karyawan dan pimpinan dalam penerapan organisasi pembelajar di LPP RRI Bogor.


(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Sebuah organisasi perlu menerapkan organisasi pembelajaran agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal maupun internal disegala bidang agar tetap menjaga eksistensi organisasi tersebut. Bertambahnya jumlah pesaing dibidang pelayanan kesehatan saat ini menuntut RS Sentra Medika yang mengutamakan potensi sumber daya manusia dan sumber daya pengetahuan untuk melakukan pelayanan kepada pasien secara prima dengan memaksimalkan penerapan pembelajaran organisasi.

Pada penelitian ini diidentifikasikan penilaian persepsi dan penerapan organisasi pembelajar RS Sentra Medika berdasarkan lima subsistem dari model sistem organisasi pembelajaran oleh Marquardt (2002). Penelitian ini mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Marquardt (2002). Marquardt menjelaskan learning organization model system secara terperinci dari seluruh aspek yang berkaitan dengan seluruh subsistem pembelajaran, organisasi, manusia, pengetahuan, dan teknologi. Seluruh hal tersebut merupakan hal penting pada industri pelayanan kesehatan yang padat karya, padat modal, padat pakar, padat teknologi dan padat masalah, lalu menjelaskan keterkaitan antara subsistem tersebut. Marquardt juga telah menggunakan model sistem tersebut untuk melakukan penelitian terhadap lebih dari 500 organisasi di dunia, sehingga dapat membantu organisasi tersebut untuk menjadi organisasi pembelajar. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.


(30)

RS. SENTRA MEDIKA

Penilaian Penerapan Organisasi Pembelajar RSSM

Model Sistem Organisasi Pembelajaran: 1 Pembelajaran 2 Transformasi

Organisasi 3 Orang / manusia 4 Pengetahuan 5 Teknologi

Penilaian Penerapan Organisasi Pembelajar

yang Ideal pada Organisasi

Performa RS Sentra Medika dalam strategi meningkatkan

Penerapan Organisasi pembelajar

VISI DAN MISI

Persepsi Penerapan Organisasi Pembelajar

di RS Sentra Medika

Staf Pimpinan

Uji Tingkat Perbedaan Persepsi

Tingkat Perbedaan Persepsi penerapan Organisasi

Pembelajar di RS Sentra Medika

Rekomendasi Strategi Peningkatan Pelaksanaan

Organisasi Pembelajar di RS Sentra Medika

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pada Gambar 8 dapat dilihat kerangka penelitian yang akan dilakukan. Langkah pertama akan dilakukan adalah melihat apakah terdapat perbedaan persepsi tentang organisasi pembelajar pada staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok. Selanjutnya, dilakukan penilaian penerapan organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok serta penilaian penerapan organisasi pembelajar yang ideal berdasarkan model sistem organisasi pembelajar Marquardt (2002). Setelah pengujian dan


(31)

31

penilaian tersebut dilakukan, akan terlihat gambaran ada atau tidak perbedaan persepsi tentang organisasi pembelajar antara staf dan pimpinan serta performa (kinerja) RS Sentra Medika Depok sehingga penulis dapat menentukan strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja dengan mengoptimalkan organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu pada RS Sentra Medika cabang Depok, Jl Raya Bogor Km. 33 Kecamatan Cisalak Kota Depok. Peneliti menentukan lokasi penelitian ini secara purpossive karena RS Sentra Medika Depok adalah rumah sakit terbesar pertama yang dibangun di wilayah Depok serta kemudahan akses penelitian. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 hingga bulan Desember 2011.

3.2.2 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini ada beberapa jenis dan sumber data yang diperoleh untuk mendukung proses penelitian, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sumber pertama, dimana data tersebut belum diolah sehingga belum terdapat info yang menggambarkan hal tertentu. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dengan manajemen RS Sentra Medika Depok dan kuesioner yang diberikan kepada staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner Learning Organization Profile oleh Marquardt (2002) yang berisi tentang pertanyaan mengenai lima subsistem dalam pembentukan organisasi pembelajar, yang telah disesuaikan dengan kondisi RS Sentra Medika.

Skala pengukuran kuesioner ini adalah skala likert dengan bentuk 4 pilihan berganda. Hal ini dimaksudkan agar menghindari jawaban ragu-ragu oleh responden sehingga akan terdapat jawaban


(32)

yang jelas kearah positif atau negatif. Adapun nilai bobot untuk setiap kemungkinan dari skala tersebut adalah:

1. Belum diterapkan

2. Sebagian kecil telah diterapkan 3. Sebagian besar telah diterapkan 4. Seluruhnya diterapkan

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan penelitian terdahulu, jurnal, artikel, internet, dan buku-buku mengenai organisasi pembelajar.

3.2.3 Definisi Konsep

Definisi konsep organisasi pembelajar merupakan definisi dari model sistem organisasi pembelajaran yang terdiri dari subsistem sebagai indikator yang menjadi konsep pertanyaan pada Learning Organization Profile yang mencakup yang dikembangkan oleh Marquardt (2002).

3.2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional dari organisasi pembelajar adalah jumlah nilai yang diperoleh dari kuesioner mengenai organisasi pembelajar yang terdiri dari 5 (lima) subsistem lalu diperjelas dengan 19 indikator yang mewakili masing-masing subsistem tersebut yang telah disesuaikan dengan kondisi organisasi, seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Instrument Penelitian

No Variabel Sub Variabel Indikator Item Pertanyaan

1

Organisasi

Pembelajar Pembelajaran

1. Pembelajaran Individu 2. Pembelajaran

Kelompok 3. Pembelajaran

Organisasi

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 9, 10, 11, 12, 13, 14 1 – 14

2 Organisasi Pembelajar Transformasi Organisasi 1. Visi 2. Budaya 3. Strategi 4. Struktur 15, 16,

17, 18, 19, 20, 21 22, 23 24, 25 3 Pemberdayaan orang-orang / manusia 1. Pegawai 2. Manajer 3. Pelanggan 4. Masyarakat 5. Supplier 6. Mitra Kerja

26, 27 28, 29, 30 31, 32, 33, 34 35, 36


(33)

33

Lanjutan Tabel 2. Matriks Instrument Penelitian

4

Organisasi

Pembelajar Pengetahuan

1. Akuisisi 2. Penciptaan 3. Penyimpanan 4. Analisis dan

Penggalian data 5. Transfer dan

Penyebaran 6. Penggunaan

37, 38, 39 40, 41 42 43 44, 45 46

5 Organisasi

Pembelajar Teknologi

1. Teknologi dalam Pengelolaan Pengetahuan 2. Teknologi dalam

Peningkatan Pembelajaran 3. Kinerja

Elektronik

47, 48

49, 50, 51

52, 53, 54, 55, 56

3.2.5 Metode Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono (2009), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah mixed method sampling technique yaitu stratified purposive sampling (Teddlie dan Tashakkori, 2009). Dalam hal ini peneliti akan membagi sampel menjadi dua kelompok dengan level staf dan pimpinan. Selain itu peneliti juga mempertimbangkan beberapa kriteria untuk menentukan sampel yaitu responden menjalani masa kerja minimal satu tahun atau karyawan tetap, dan memiliki kualifikasi pendidikan minimal SMU. Hal ini dimaksudkan agar responden mampu menjawab dan mengerti tentang kondisi dan lingkungan kinerja organisasi.

Seluruh staf RS Sentra Medika Depok berjumlah 337 orang dan 67 dokter. Sedangkan jumlah karyawan yang sesuai dengan kriteria penelitian ini terdiri dari 252 staf tetap dan 10 Dokter purna waktu. Seluruh staf tetap di RS Sentra Medika memiliki kualifikasi pendidikan mulai SMU sederajat hingga pasca sarjana. Peneliti mengklasifikasikan


(34)

sampel menjadi kelompok pimpinan dan staf yang terdiri dari bagian medis, paramedis, serta non medis seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Stratifikasi Sampel Penelitian

Kelompok Sampel Jumlah

SDM Persentase

Pimpinan

(paramedis, non medis) 29 orang 11,07 %

Staf

(medis purna waktu, paramedis, non medis)

233 orang 88,93%

Total 262 orang 100%

Sumber: Data Kepegawaian RS Sentra Medika Desember 2010

Seluruh jumlah yang memenuhi kriteria tersebut terdiri dari 29 orang pimpinan (11,07 %) (Wakil Direktur, Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Sessie, dan Kepala Ruangan), serta 233 staf (88,93%).

Penentuan ukuran sampel yang akan digunakan adalah pendekatan slovin dengan rumus berikut:

2

1 Ne

N n

 ……… (1)

keterangan: n = sampel N = populasi

d = nilai presisi 90% atau sig. = 0,1.

Berdasarkan perhitungan berdasarkan rumus Slovin tersebut, maka didapatkan ukuran sampel yang akan diambil sebagai responden seperti berikut:

2

) 1 , 0 ( 262 1

262

 

n

= 72,37 dibulatkan menjadi 72 orang

Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka jumlah responden akan diambil berdasarkan persentase pada masing-masing level, seperti berikut ini:


(35)

35

Tabel 4. Jumlah Responden Penelitian

Kelompok Sampel Jumlah

SDM Persentase

Pimpinan

(paramedis, non medis) 8 orang 11,07 %

Staf

(medis purna waktu, paramedis, non medis)

64 orang 88,93%

Total 72 orang 100%

3.2.6 Pengolahan dan Analisis Data

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas ini merupakan salah satu syarat dari uji statistik parametrik. Pada penelitian ini akan digunakan uji normalitas dengan model komolgorov-smirnov (α = 0,05).

2. Uji Validitas

Validitas (validity, kesahihan) digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas kuesioner adalah teknik korelasi product moment pearson berikut :

n ∑ XY - ∑ X ∑ Y

rxy = …………....….. (2)

√ n ∑ X2 – (∑ X)2 - √ n∑Y2 – (∑ Y)2 Keterangan:

r hitung = nilai koefisien pearson

n = jumlah responden

X = skor butir instrument


(36)

Untuk melakukan uji validitas kuesioner diuji coba pada 30 responden. Dari hasil perhitungan tersebut, angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Apabila didapatkan nilai r hitung > r tabel maka pertanyaan tersebut valid. Dalam penelitian ini menggunakan taraf kesalahan 5% maka r tabel sebesar 0,361

3. Uji Reliabilitas

Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas (reliability, kepercayaan) menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach berikut:                

2

1 2 11 σ σ 1 1 k k

r ...………(3)

keterangan:

r

11 = reliabilitas instrument

k = banyaknya butir

∑ 2 = jumlah ragam butir 1 2 = jumlah ragam total

untuk mencari nilai ragam digunakan rumus berikut:

n n X X

 2 2 2

………... (4)

keterangan:

n = jumlah responden X = nilai skor yang dipilih

Reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Alpha Cronbach’s, apabila nilai Alpha Cronbach’s lebih besar dari 0,60 maka dapat


(37)

37

disimpulkan bahwa butir-butir pertanyaan pada dimensi atau atribut tersebut andal.

3.3 Analisis Deskriptif dengan Rataan Skor

3.3.1 Rentang Skala Rataan Skor

Analisis deskriptif dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang persepsi atau intepretasi karyawan dalam menilai setiap indikator atau variabel yang dianalisis. Penelitian ini menggunakan skala Likert 1 sampai dengan 4. Nilai rentang skala rataan skor yang diperoleh pada penelitian Marquardt yang dikutip dari Hellena (2007) adalah sebagai berikut.

< 17 : Buruk 18 – 24 : Cukup 25 – 32 : Baik

> 33 : Sangat Baik

Rentang skala rataan skor tersebut diberlakukan pada sepuluh pertanyaan yang ada pada masing-masing subsistem organisasi pembelajar sehingga interpretasi didapatkan pada skala 10 hingga 40. Kuesioner Learning Organization Profile pada penelitian ini telah disesuaikan dengan kondisi RS Sentra Medika Depok sehingga pertanyaan yang ada pada masing-masing subsistem organisasi pembelajar tidak baku berjumlah sepuluh pertanyaan. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan rentang skala rataan skor yang merujuk pada penelitian Marquardt, namun menggunakan skala 1 hingga 4. Hal ini bertujuan agar skala rataan tersebut dapat berlaku pada masing-masing item pertanyaan sehingga jumlah pertanyaan tidak berpengaruh kepada interpretasi akhir penelitian. Skala rataan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.


(38)

Tabel 5. Rentang Skala Rataan Skor Penelitian Rentang

Skala Intepretasi Hasil

< 1,7 Buruk

1,8 – 2,4 Cukup

2,5 – 3,2 Baik

> 3,3 Sangat Baik

Kemudian peneliti perlu mengambil kesimpulan pada setiap variabel digunakan nilai rataan skor dari setiap indikator. Rumus yang digunakan dalam mencari nilai rataan skor untuk mendapatkan kesimpulan adalah sebagai berikut:

...(5) Dimana :

Rs = Rata-rata

n1 = Responden yang memilih skor tertentu

s1 = Bobot skor

n = Jumlah total responden

3.3.2 Rataan Tingkat Penerapan Pembelajaran pada Organisasi Dunia

Melalui Learning Organization Profile, Marquardt telah melakukan penelitian mengenai organisasi pembelajar terhadap lebih dari 500 organisasi di diseluruh dunia. Berdasarkan penelitian tersebut, Marquardt telah memiliki skor rata-rata dari penerapan kelima subsistem organisasi pembelajar pada perusahaan di seluruh dunia. Nilai rata-rata tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dinamika pembelajaran : 23,2 atau 58% (skala 40) 2. Transformasi organisasi : 22,4 atau 56% (skala 40) 3. Pemberdayaan manusia : 21,8 atau 54% (skala 40) 4. Pengelolaan pengetahuan : 21,6 atau 54% (skala 40) 5. Penggunaan teknologi : 21,0 atau 52,5% (skala 40)

3.4 Uji Beda

Pada uji perbedaan akan diuji apakah sebuah sampel mempunyai perbedaan yang nyata dengan sampel lain. Uji-t dilakukan jika perbedaan


(39)

39

dilakukan atas 2 kelompok saja (1 sampel atau 2 sampel, sedangkan jika kelompok sampelnya lebih dari dua dipergunakan teknik Analisis Varians (Nurgiyantoro, 2009). Uji-t yang dimaksud adalah uji beda dengan sampel bebas (independent sample) karena terdiri dari 2 kelompok sampel yaitu staf dan pimpinan dengan menguji perbedaan persepsi mengenai penerapan organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok, tanpa mendapatkan perlakuan khusus pada kedua kelompok tersebut.

Uji beda dua rata-rata hitung dari dua sampel pada hakikatnya merupakan uji dari dua distribusi rata-rata hitung. Maka diperlukan alat taksir untuk mengetes ada atau tidaknya perbedaan yang mencakup kedua distribusi yang bersangkutan. Untuk melakukan estimasi tersebut dapat menggunakan simpangan baku perbedaan rata-rata hitung kedua distribusi sampel tersebut.

Rumus uji – t tersebut adalah sebagai berikut:

………..……… (6)

Dimana S:

………..…… (7)

Keterangan:

Xa = rata-rata kelompok a Xb = rata-rata kelompok b S2 = varian populasi

N1 = banyaknya sampel di kelompok a

N2 = banyaknya sampel di kelompok b

Tahap analisis uji-t adalah sebagai berikut:

1. Menguji apakah varian kedua sampel sama (homogen) dengan menggunakan Levene’s Test.

2. Berdasarkan hasil pada poin sebelumnya 1, akan diuji apakah Pembelajaran dari Jabatan Pimpinan dan Staf memiliki persepsi tentang organisasi pembelajar yang sama. Digunakan uji t untuk keperluan ini. 3. Pengujian varians dua sampel


(40)

a. Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitasnya > 0,05 maka dua kelompok

sampel memiliki varian yang sama

b.Jika Fhitung > Ftabel atau probabilitasnya < 0,05 maka dua kelompok

sampel memiliki varian yang berbeda

4. Oleh karena kedua sampel mempunyai sebaiknya varians yang sama maka pengujian terhadap nilai rata-rata menggunakan data equal variances assumed (diasumsikan kedua sampel mempunyai varians yang sama). Hipotesis:

a. Ho : Persepsi organisasi pembelajar Pimpinan dan Staf sama

b. Ha : Persepsi organisasi pembelajar Pimpinan dan Staf berbeda

Penentuan hasil hipotesis dapat dilakukan dengan cara pengambilan keputusan berikut.

i. Jika -ttabel < thitung < ttabel atau probabilitasnya > 0,05 maka Ho

diterima

ii. Jika thitung < -ttabel atau thitung > ttabel atau probabilitasnya < 0,05 maka


(41)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum RS Sentra Medika Depok

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan RS Sentra Medika Depok

Rumah Sakit Sentra Medika Depok adalah rumah sakit swasta yang berlokasi di Jalan Raya Bogor Km.33, Cisalak Depok dan mulai beroperasional pada tanggal 12 Juli 1999. Pada awal operasionalnya RS Sentra Medika Depok merupakan rumah sakit tipe C, namun sesuai dengan perkembangan dan keinginan RS Sentra Medika Depok untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, RS Sentra Medika Depok berusaha untuk memenuhi syarat menjadi rumah sakit tipe B dan berhasil diraih pada tahun 2009. Selain penetapan peningkatan kelas tipe rumah sakit, RS Sentra Medika Depok secara bertahap memenuhi syarat pelaksanaan akreditasi 5 pelayanan pada tahun 2007 dan lulus akreditasi tingkat lanjut untuk 16 pelayanan rumah sakit pada bulan November 2011. Peningkatan kelas tipe serta akreditasi ini tentunya disertai dengan peningkatan seluruh aspek rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat khususnya pelayanan medis dan penunjang medis. RS Sentra Medika Depok telah mengembangkan fasilitas pelayanan rawat inap melalui peningkatan jumlah tempat tidur yang awalnya memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 185, saat ini memiliki kapasitas rawat inap sebanyak 197 tempat tidur.

4.1.2 Visi dan Misi RS Sentra Medika Depok

Dalam melaksanakan pelayananannya, RS Sentra Medika Depok memiliki Visi dan Misi yang menjadi pedoman dan tujuan bersama yaitu: 1. Visi : menjadi rumah sakit rujukan dengan memberikan pelayanan

optimal

Pada visi RS Sentra Medika Depok ini dapat dilihat bahwa RS Sentra Medika Depok berusaha dalam menjalankan perannya sebagai rumah sakit yang dapat melengkapi rumah sakit lainnya di sekitar Depok


(42)

dengan berusaha meningkatkan sarana dan prasarana seperti fasilitas pelayanan dan teknologi medis yang tidak dimiliki oleh rumah sakit lain, salah satunya adalah endoscopy, CT-Scan, Hemodialisa, dengan harapan rumah sakit lain di sekitar wilayah Depok akan merujuk pasiennya yang tidak dapat ditangani dengan sarana dan prasarana yang mereka miliki. Hal ini dilakukan dalam rangka mengoptimalkan RS Sentra Medika Depok sebagai pusat rujukan dari rumah sakit lain di wilayah Depok.

2. Misi : Memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, informatif di lingkungan yang bersih dan nyaman kepada masyarakat dengan biaya yang terjangkau.

Dalam melaksanakan misinya, RS Sentra Medika Depok membidik pasar di wilayah Depok dan sekitarnya mulai dari kalangan bawah, menengah, hingga kalangan atas. Karena itu RS Sentra Medika Depok selalu memperhatikan faktor biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien namun tetap memberikan pelayanan yang optimal. Hal tersebut dilakukan melalui lingkungan yang selalu terjaga kebersihannya, nyaman, pelayanan oleh tenaga yang profesional, serta kejelasan dan ketepatan informasi yang disampaikan secara komunikatif kepada pasien, keluarga pasien, maupun pengunjung rumah sakit.

4.1.3 Pelayanan RS Sentra Medika Depok

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS Sentra Medika Depok didukung oleh fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya:

1. Medical Check Up

RS Sentra Medika Depok berada pada wilayah industrial dan telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada karyawan mereka. Dengan mengoptimalkan pelayanan medical check up, diharapkan perusahaan yang ada disekitar wilayah rumah sakit dapat mempercayakan medical check up karyawannya kepada RS Sentra Medika Depok. Paket medical check up dikemas dalam beberapa


(43)

43

paket mulai dari paket dasar hingga eksekutif yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 jam

IGD merupakan salah satu pelayanan 24 jam yang sangat penting bagi sebuah rumah sakit, oleh karena itu RS Sentra Medika Depok telah meningkatkan pelayanan IGD dengan rambu triase yang sesuai dengan standar akreditasi, serta tenaga medis dan paramedis yang selalu sigap dalam melaksanakan tugasnya. IGD juga merupakan pengganti poliklinik umum dimalam hari.

3. Kamar Operasi

Kamar operasi RS Sentra Medika Depok dapat digunakan dalam 24 jam, untuk mendukung kegiatan pelayanan.

4. Pemeriksaan penunjang diagnostik 24 jam

Pemeriksaan penunjang yang mencakup laboratorium dan radiologi yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan medis pasien.

5. Instalasi Farmasi 24 jam

Instalasi farmasi melayani resep dokter baik rawat jalan maupun rawat inap.

6. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap terdiri dari ruang bersalin, ruang perawatan umum, ruang perawatan anak, perinatologi, ICU, HCU. Masing-masing ruangan memiliki kualifikasi sesuai dengan penyakit pasien, sehingga tidak terjadi infeksi nosokomial dan kemungkinan penularan penyakit kepada pasien lainnya.

7. Pelayanan Rawat Jalan

Pelayanan rawat jalan terdiri dari beberapa poliklinik yang memberikan pelayanan kesehatan oleh dokter spesialis, dokter umum, dan dokter gigi.

8. Hemodialisa

Hemodialisa memberikan pelayanan hingga siang hari kepada pasien yang akan melaksanakan kegiatan mencuci darah.


(44)

9. Bank Darah (PMI)

Bank darah merupakan unit yang mempersiapkan darah donor untuk pasien-pasien RS Sentra Medika Depok yang membutuhkan transfusi darah. Bank darah juga merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan akreditasi 16 pelayanan rumah sakit. Dengan adanya bank darah, diharapkan pasien tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan transfusi darah, khususnya jika transfusi darah dibutuhkan mendesak (cito) dalam kegiatan operasi.

4.1.4 Struktur Organisasi

RS Sentra Medika Depok dipimpin oleh seorang Direktur yang dibantu oleh Komite Medis dalam hal mengendalikan kegiatan medis serta pengembangannya. Sedangkan untuk bidang manajemen, Direktur dibantu oleh Wakil Direktur Keuangan, Umum dan HRD, Wakil Direktur Pelayanan, serta Wakil Direktur Marketing dan Humas untuk mengambil keputusan dan pengawasan regulasi rumah sakit. Bidang-bidang yang ada di RS Sentra Medika Depok masing-masing dipimpin oleh Kepala Bidang di bidang medis, penunjang medis, paramedis, serta non medis. Kepala bidang memimpin ruangan-ruangan yang ada di RS Sentra Medika Depok yang dipimpin oleh Kepala Ruangan. Kepala Ruangan terdiri dari ruangan rawat inap maupun ruangan penunjang medis serta administratif. Struktur organisasi secara menyeluruh dapat dilihat pada Lampiran 3.

.4.2.1Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Sebelum dilakukan uji statistik lanjutan, diperlukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner untuk mengetahui apakah pertanyaan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini valid (sahih) dan reliabel (andal) atau tidak. Untuk itu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

4.2.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner

Uji validitas dilakukan pada 30 responden di RS Sentra Medika Depok. Hasil uji validitas menyatakan bahwa atribut-atribut pertanyaan dari seluruh subsistem organisasi pembelajar memliki α (corrected item –


(45)

45

total correlation) lebih dari r tabel (0,361) dengan selang kepercayaan sebesar 95% dan n = 30. Dengan hasil tersebut, maka dapat dinyatakan seluruh pertanyaan pada kuesioner penelitian ini valid, (Lampiran 4)

4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner

Pada uji reliabilitas nilai Alpha Cronbach’s masing-masing atribut dibandingkan dengan nilai r tabel. Setelah dilakukan uji reliabilitas, terdapat hasil bahwa seluruh atribut pertanyaan kuesioner memiliki Alpha Cronbach’s yang lebih besar dari 0,60. Dengan demikikan maka seluruh pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan reliabel, (Lampiran 5)

.4.2.2Karakteristik Responden

Seluruh responden dalam penelitian ini berjumlah 72 orang yang merupakan karyawan tetap RS Sentra Medika Depok pada bidang medis, paramedis, dan non medis dari berbagai unit. Karakteristik responden yang diidentifikasi pada penelitian ini dilihat berdasarkan tingkat jabatan, bidang pekerjaan, unit kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, serta masa kerja. Seluruh karakteristik responden diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengetahui demografi responden. Karakteristik tersebut juga akan mempengaruhi kemampuan responden dalam melakukan pembelajaran secara individu, kelompok, dan organisasi.

4.3.1 Tingkat Jabatan

Pada sebuah organisasi, tingkat jabatan mempengaruhi wewenang dan tanggung jawab karyawan. Tingkat jabatan dapat ditentukan berdasarkan beberapa hal seperti pendidikan, pengalaman kerja, keterampilan, serta prestasi yang telah diperoleh. Pada organisasi pembelajar, jabatan dapat mempengaruhi wewenang untuk mengambil keputusan ataupun pelaksanaan regulasi. Berdasarkan perhitungan data responden, tingkat jabatan yang mendominasi adalah staf sebesar 64 orang (89%) lalu pimpinan sebesar 8 orang (11%). Pemimpin diharapkan dapat mengelola seluruh staf untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam konteks organisasi pembelajar, pimpinan


(1)

Lampiran 3. Struktur Organisasi RS Sentra Medika Depok

Dir ektur Utama PT. Sentra M edika

Per sada

Di rektur

Tim K-3

Tim KPRS

Tim SPI SM F Bedah

SM F Radi ologi

SM F Anestesi

SM F Dokter Gi gi

SM F Dokter Um um SM F Peny. M ata

SM F Peny. Dalam

SM F Peny. THT

SM F Peny. Paru SM F Peny. Syaraf

& Psikiatri

SM F Kebidanan & Kandungan

Kom ite M edik Kom ite Keperawatan Bendahar a Sekretar is Komite Dali n

SM F Anak

Dir ektur Operasi onal

Ka. Bid Rawat Jalan

Ka. Bi d. Rawat Inap

HSC

Ka. Bid. Keperawatan

Kli ni k Umum dan Gi gi Ruang Perawatan Ka. Sie. Asuhan Instal asi Far masi Instalasi Laborator ium Instalasi Radi ol ogi

Instal asi Rekam M edik

Instalasi Gizi

Instal asi Rehab M edi k Instalasi CSSD Customer Care Surveilanc e Instalasi VK Instalasi ICU/ HCU/ PICU/ NIC

U Instalasi OK Instalasi Rawat Inap Instal asi Perinatolog i Kli nik Spesialis

Instalasi M CU

IGD

Instalasi Hemodi al is

a Ka. Sie. Peralatan Ka. Sie. SDM Kabag HRD Kabag Um um

Kabag IT Kabag

Keuangan Kabag Akuntansi Sub. Bag. Di klat Sub. Bag. HRD

URT dan Logi stik IPSRS Dr iver Oper ator Telepon Laundr y Pi utan g Pendapata n Tunai Hutang Penggajian, Bendahara, M aster Tari f

Bendahara Kas Admi n Raw at Inap & Rawat

Jalan Pendaftar an Tunai dan Jami nan Ka.Sub. Bag. Pajak Ka.Sub. Bag. Pencatatan Kabag M arketi ng

One Day Car e

Endoscop y

Har dw ar e dan Instal asi

Softw ar e dan Pengembanga

n

PR & EO

Perusahaa n Asuransi

Pemasaran M CU & JangM ed

Ruj ukan

ESWL SM F Rehab

M edik SM F Kulit &

Kel am in SM F Patol ogi

Klinik SM F Jantung &

Pembul uh Dar ah

Ka. Bid. Pelayanan M edik

Wadir Pelayanan dan Penunjang M edi k

Ka. Bi d. Penunj ang

M edik

Wadir HRD, Um um & keuangan

Wadir M ar keting &


(2)

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas

Corrected Item-Total Correlation

Keterangan

Corrected Item-Total Correlation

Keterangan

P1 0,580 Valid P29 0,652 Valid

P2 0,420 Valid P30 0,429 Valid

P3 0,477 Valid P31 0,529 Valid

P4 0,424 Valid P32 0,646 Valid

P5 0,635 Valid P33 0,525 Valid

P6 0,582 Valid P34 0,451 Valid

P7 0,433 Valid P35 0,554 Valid

P8 0,376 Valid P36 0,513 Valid

P9 0,525 Valid P37 0,471 Valid

P10 0,412 Valid P38 0,635 Valid

P11 0,570 Valid P39 0,433 Valid

P12 0,512 Valid P40 0,598 Valid

P13 0,632 Valid P41 0,671 Valid

P14 0,407 Valid P42 0,524 Valid

P15 0,594 Valid P43 0,503 Valid

P16 0,418 Valid P44 0,534 Valid

P17 0,578 Valid P45 0,473 Valid

P18 0,622 Valid P46 0,768 Valid

P19 0,516 Valid P47 0,576 Valid

P20 0,518 Valid P48 0,766 Valid

P21 0,451 Valid P49 0,731 Valid

P22 0,425 Valid P50 0,735 Valid

P23 0,668 Valid P51 0,669 Valid

P24 0,372 Valid P52 0,794 Valid

P25 0,417 Valid P53 0,749 Valid

P26 0,476 Valid P54 0,670 Valid

P27 0,529 Valid P55 0,487 Valid

P28 0,392 Valid P56 0,589 Valid

Keterangan:

Seluruh nilai hasil uji validitas pertanyaan pada kuesioner lebih dari 0,361 maka kuesioner penelitian ini valid untuk digunakan.


(3)

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excluded(

a) 0 .0

Total 30 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

.961 .962 56

Keterangan:

Nilai hasil uji reliabilitas kuesioner (alpha cronbach) lebih dari 0,60 maka kuesioner penelitian ini reliabel


(4)

Lampiran 6. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pembelajaran

Transformasi organisasi

Pemberda yaan orang/man

usia

Pengelolaan pengetahuan

Penerapan teknologi

N 72 72 72 72 72

Normal Parameters(a,b) Mean 30.3611 24.1389 23.4028 20.4722 20.2917

Std. Deviation 5.83893 4.21033 5.36724 4.61160 6.17454

Most Extreme Differences

Absolute .086 .164 .117 .102 .092

Positive .063 .096 .117 .079 .082

Negative -.086 -.164 -.075 -.102 -.092

Kolmogorov-Smirnov Z .734 1.395 .995 .866 .783

Asymp. Sig. (2-tailed) .655 .041 .276 .442 .572

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.


(5)

(6)

RINGKASAN

RETRY TYAS TANJUNGSARI. H24076108. Analisis Penerapan Organisasi

Pembelajar pada Rumah Sakit Sentra Medika Depok. Dibawah bimbingan ANGGRAINI

SUKMAWATI

Jasa pelayanan kesehatan saat ini telah berada pada persaingan global yang didukung dengan teknologi informasi, sehingga mempermudah masyarakat untuk memperoleh informasi dan memiliki pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang baik. Perubahan yang cepat dalam dunia ilmu kesehatan menuntut rumah sakit sebagai organisasi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan untuk dapat mengembangkan diri sesuai dengan ilmu pengetahuan terkini. Berdasarkan hal-hal tersebut rumah sakit harus memiliki keunggulan melalui kemampuan untuk menjadi organisasi pembelajar sehingga dapat melakukan pembelajaran berkesinambungan yang dapat mengatisipasi perubahan yang ada serta melakukan pelayanan dengan prima. Hal tersebut diperlukan karena rumah sakit harus bertahan dalam persaingan atau lebih baik lagi untuk menjadi pemimpin pasar. Tujuan dari penelitian ini adalah; menganalisis perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok terhadap penerapan organisasi pembelajar, mengidentifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok saat ini, serta menganalisis strategi yang dapat dilakukan oleh RS Sentra medika Depok untuk menjadi organisasi pembelajar yang ideal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner kepada staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok. Data sekunder diperoleh melalui peninjauan buku-buku, internet, jurnal, serta dokumentasi RS

Sentra Medika Depok. Pengambilan sampel menggunakan teknik Stratified Purpossive

Sampling. Sampel yang diambil pada penelitian ini berjumlah 72 orang karyawan tetap, dan pada metode penelitian dilakukan uji normalitas data, uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Selain itu untuk menguji perbedaan persepsi antara staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok mengenai penerapan organisasi pembelajaran dilakukan dengan Uji-t. Pengolahan data hasil penelitian menghasilkan nilai t hitung pada uji perbedaan persepsi sebesar 1,605. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai t tabel yaitu 1,99 yang berarti Ho : µ1 = µ2 tidak dapat ditolak atau tidak ada perbedaan persepsi mengenai penerapan

organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok antara staf dan pimpinan. Selain itu pada penelitian ini juga didapatkan skor rata-rata penerapan seluruh subsistem organisasi pembelajar RS Sentra Medika Depok sebesar 2,12 (dari skala 4). Penerapan terbesar dilakukan pada subsistem transformasi organisasi sebesar 2,28, sedangkan penerapan terkecil terdapat pada subsistem penerapan teknologi dengan nilai 2,02. Skor tersebut menunjukkan bahwa RS Sentra Medika Depok cukup menerapkan organisasi pembelajar

namun belum optimal. Hal ini sesuai pada range result pada learning organization

profile Marquardt (1996). Selain itu penelitian ini juga membandingkan tingkat penerapan organisasi pembelajar RS Sentra Medika Depok dengan rata-rata tingkat penerapan organisasi pembelajar pada 500 organisasi penelitian Marquardt (1996). Tingkat penerapan organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok sebesar 52,75% masih berada dibawah rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada penelitian Marquardt (1996) sebesar 55%.

Kata Kunci : Organisasi Pembelajar, Learning Organization Profile, Rumah Sakit,