pvOiBhCuTjkTkeBK NASKAH CETAK OKE

(1)

DINAMIKA

LINKAGES

LEMBAGA LITBANG DENGAN INDUSTRI

Agus Santoso, Azis Taba Pabeta, Iin Surminah dan Saut H. Siahaan

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Kemajuan suatu negara sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan sektor produksi dalam mendayagunakan teknologi untuk menghasilkan produk barang dan jasa yang berguna bagi pemenuhan kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Salah satu untuk memperoleh kemajuan tersebut, diperlukan suatu linkages antara lembaga litbang dengan industri. Kasus lembaga litbang (baca: empat puslit di LIPI) diantaranya: Puslit bioteknologi, puslit informatika, puslit fisika dan puslit elektronika dan telekomunikasi, bahwa dinamika linkages yang terjadi dengan industri tampaknya belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan industri sebagai stakeholder-nya. Hal ini terlihat dari perencanaan kegiatan penelitian lembaga litbang belum mendorong usaha bersama atau menuju pada pendirian industri. Sementara dari sisi industri orientasinya lebih pada peningkatan kemampuan untuk memperoleh nilai tambah dalam kegiatan usahanya. Sedangkan para penelitinya lebih tertarik pada kegiatan penelitiannya untuk peningkatan kompetensinya. Sejalan dengan itu mekanisme linkages lembaga litbang dengan industri umumnya terbangun melalui pembinaan SDM industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi yang dihasilkan lembaga litbang. Kegiatan-kegiatan ini umumnya dilakukan personil peneliti, sehingga linkages yang dibangun sifatnya lebih pada personal peneliti dengan industri. Sehingga secara kelembagaan masih relatif belum terbangun, karena linkages yang terjadi masih dalam tatanan pelatihan SDM industri. Pada akhirnya pola dinamika linkages lembaga litbang dengan industri hanya pemanfaatan SDM (peneliti) dan fasilitas di lembaga litbang oleh industri.


(2)

PENDAHULUAN

Dinamika linkages lembaga litbang (kasus empat puslit di LIPI) dengan industri merupakan suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk menghasilkan produk lembaga litbang yang dapat berkontribusi pada industri. Kontribusi produk lembaga litbang sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing sangat dibutuhkan di era globalisasi saat ini. Untuk mendorong kontribusi hasil lembaga litbang dibutuhkan terobosan yang strategis. Salah satu terobosan yang diharapkan mampu menjawab adalah dengan membangun linkages yang dinamis antara lembaga litbang dengan industri. Banyak produk lembaga litbang yang berpotensi dan bernilai ekonomi tinggi, namun mengalami kendala sistemik, seperti kemampuan SDM industri, penguasaan teknologi, manajemen, produksi, pemasaran dan sebagainya.

Produk lembaga litbang yang berpotensi untuk dikembangkan yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat diterima oleh masyarakat dan pasar, serta mempunyai manfaat sosial bagi masyarakat terdapat 3 (tiga) aspek yang harus dikembangkan bersama antara lembaga litbang dengan industri. Untuk membangun dinamika linkages tersebut, yaitu aspek orientasi program dan kegiatan yang ditetapkan dalam berbagai kebijakan baik di tingkat lembaga litbang maupun ditingkat penentu kebijakan serta mencakup interaksi unsur pelaku sistem iptek (Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi, Badan Usaha/Masyarakat).

Tiga aspek yang dimaksud meliputi : (1) Aspek hasil dan nilai manfaat; (2) Aspek kontribusinya bagi masyarakat; (3) Aspek ekonomi atau nilai komersial yang disertai strategi pemasaran. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif untuk melihat dinamika linkages, melalui pengumpulan dan pengolahan data serta analisis dan pembahasan mengenai terbangunnya dinamika linkages

dengan win-win solution. Oleh karenanya ada sejumlah manfaat dari studi ini, antara lain: yakni memudahkan bagi lembaga litbang untuk membangun komunikasi dengan industri; memudahkan bagi lembaga litbang untuk menentukan program-program litbang yang dibutuhkan oleh industri; dan memudahkan bagi lembaga litbang untuk meningkatkan kemampuan sumber daya industri. Dengan demikian output dari studi ini adalah akan terlihat pola dinamika

linkages antara lembaga litbang dengan industri yang dapat dijadikan rujukan dalam mendorong pembangunan nasional/daerah khususnya di bidang iptek.

KERANGKA BERPIKIR

Suatu dinamika linkages antara lembaga litbang dengan industri seperti dalam gambar 1, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor/variabel. Pada gambar yang tertulis, didalam lingkaran sebelah kiri tengah adalah lembaga litbang yang intinya terlihat meliputi perencanaan program lembaga litbang dan kemampuan sumber daya lembaga litbang yang dimiliki serta iptek yang strategis . Secara singkat hal ini dimaksudkan bahwa sebagai lembaga litbang, praktis harus melakukan kegiatan penelitian namun sebelum itu harus mempunyai perencanaan program terlebih dulu yang diharapkan hasilnya sesuai dengan kebutuhan industri. Kemudian berikutnya terlihat, sumberdaya lembaga litbang diartikaa bahwa didalam lembaga litbang tentu mempunyai SDM (khusus tenaga peneliti),


(3)

kemudian sarana dan prasarana litbang (laboratorium). Untuk masalah SDM, dalam pengembangan kedepan diwajibkan mengikuti diklat serta meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu peran lembaga litbang bisa dikatakan sebagai pemasok iptek yang mempunyai nilai strategis.

Gambar 1:Dinamika linkages lembaga litbang dengan industri

Disisi lain tertulis pada kolom sebelah kanan adalah "Industri" dimana pada sisi industri ini yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan produk industri, standar mutu produk yang dihasilkan oleh industri, bahan baku utama dan bahan baku penolong yang dbutuhkan untuk produksi, teknologi produksi, proses produksi, desain produk, pemasaran, dan harga yang terjangkau. Sedangkan garis lingkaran yang menggambarkan angka delapan menunjukkan bahwa garis tersebut, merupakan proses dinamika linkages secara feedback, nah sejauhmana dinamika linkages tersebut berjalan tergantung dari pembuktian fakta-fakta di lapangan dan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah selain kebijakan internal dari lembaga litbang juga dukungan kebijakan iptek nasional sebagai pengaruh lingkungan eksternal. Demikian pula pengaruh lingkungan eksternal lainnya adalah perkembangan teknologi yang selalu berubah dengan cepat dan penuh ketidakpastian. Dalam hubungan ini, maka dari kedua belah pihak tersebut, yaitu antara lembaga litbang dengan industri, bila diperhatikan terhadap garis yang melingkar seperti angka delapan menunjukkan adanya pola dinamika linkages yang saling berinteraksi. Nah sejauhmana pola dinamika linkages yang terjadi dari empat kasus puslit di LIPI, bisa dilihat pada bagian hasil dan pembahasan.

METODE

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Kegiatan penelitian Dinamika Linkages Litbang dengan Industri ditujukan untuk mengetahui kemampuan lembaga litbang dalam menghasilkan program yang memiliki keterkaitan/hubungan dengan industri di beberapa bidang Iptek. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memilih daerah yang


(4)

disesuaikan dengan keberadaan institusi litbang di lingkungan LIPI dan pelaku industri di bawah organisasi Kadin DKI dan Jawa Barat yang berlokasi di Bandung, dan Bogor. Dalam penelitian ini ditekankan pada dinamika linkages dengan produk-produk hasil litbang yang terkait dengan industri. Pemilihan lembaga litbang didasarkan pada pertimbangan bahwa institusi ini melakukan kegiatan litbang di bidang yang banyak menghasilkan produk yang dapat dikomersialisasikan.

Berbagai variabel dalam studi ini disusun dalam pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan dinamika linkages litbang dengan industri di beberapa bidang iptek dan industri antara lain: Produk yang terkait atau mempunyai hubungan dengan industri. Upaya peningkatan kinerja lembaga litbang dalam kaitan dinamika linkages. Dengan mengetahui variabel kemampuan dan kinerja lembaga litbang sesuai tujuan yang ingin dicapai organisasi.

Untuk memperoleh informasi yang akurat dan valid, data yang dibutuhkan adalah data primer. Data primer pada dasarnya adalah data yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Dalam penyebaran kuesioner dilakukan pendekatan secara langsung dengan menghubungi pimpinan lembaga litbang sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan penelitian tersebut. Lembaga litbang tersebut, yaitu Puslit Informatika, Puslit Bioteknologi, Puslit Fisika, Puslit Elektronika dan Telekomunikasi dilingkungan LIPI. Kuesioner yang disebarkan hanya diisi oleh pimpinan Satker/UPT litbang atau pejabat yang diberi wewenang atau ditunjuk oleh pimpinan puslit dan UPT.

Selanjutnya pengolahan data hasil kuesioner dilakukan dengan mengarahkan pada jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Teknik pengolahan menggunakan tabulasi sesuai dengan variabel-variabel utama dari studi ini. Sementara data sekunder yang diperoleh melalui studi literatur baik melalui kepustakaan, laporan tahunanl lembaga litbang maupun informasi dari media cetak dan elektronik. Adapun analisa dan pembahasan digunakan analisis isi (content analisys) untuk mengetahui dinamika linkages dan kemampuan Lembaga Litbang terkait dengan industri. Hasil analisis dan pembahasan yang secara mendalam ini diperoleh hasil secara kualitatif yang menunjukkan suatu gambaran objektif dari dinamika linkages lembaga litbang dengan industri.

Metode Pengumpulan Data

Sebagai alat penghimpun data digunakan panduan wawancara dari sejumlah responden melalui survey dengan pengambilan sampel secara sengaja (purposif sampling). Sementara itu panduan wawancara disusun dari landasan teori dinamika lingkage secara terstruktur. Hal yang perlu diperhatikan pada pengumpulan data adalah mengungkapkan hal-hal yang bersifat kausalitatif melalui variabel-variabel atau faktor-faktor dinamika linkages. Selanjutnya digunakan pula kuesioner untuk penjaringan data kemampuan lembaga litbang.

Secara khusus wawancara mendalam dilakukan kepada pengelola dan peneliti lembaga litbang, serta ketua Kadin propinsi. Dalam kasus ini peneliti perlu memahami bagaimana lembaga litbang membangun linkage dengan industri serta


(5)

dinamikanya terkait pada perencanaan, sumber daya, dan industri strategis. Selanjutnya wawancara mendalam dengan pimpinan Kadin untuk memahami faktor dinamika linkages pada sisi industri terkait pada kebutuhan produk industri, standar mutu produk, bahan baku utama dan penolong, teknologi produksi, proses, desain, pemasaran, dan daya saing.

Kriteria Responden, dipilih dari,

a. Kepala Pusat dan Peneliti di lembaga litbang LIPI yaitu: 1. Puslit Fisika (Serpong);

2. Puslit Bioteknologi (Cibinong); 3. Puslit Informatika (Bandung); dan

4. Puslit Elektronika dan Telekomunikasi (Bandung).

b. Ketua Kamar Dagang dan Industri Propinsi Jawa Barat dan DKI.

Jenis Data

Data yang digunakan:

1) Data primer, diperoleh dari hasil wawancara mendalam pada responden terpilih. Data yang dikumpulkan meliputi faktor dinamika linkage antara lembaga litbang dengan industri terkait sesuai kerangka pikir penelitian (lihat gambar 2.1)

2) Data primer, hasil pengisian kuesioner di lembaga litbang dan Kadin.

3) Data sekunder, diperoleh dari laporan tahunan lembaga dan kepustakaan, baik dari publikasi buku, artikel jurnal/journal-online, proseding, artikel dalam media masa, dan disertasi.

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel penelitian meliputi:

(a). Lembaga Litbang:

1. Perencanaan program litbang yang berkaitan dengan dinamika linkage

2. Sumber daya litbang 3. Iptek yang strategis

(b). Industri:

1. Kebutuhan produk industri 2. Standar mutu produk


(6)

4. Teknologi: produk Proses, Desain 5. Pemasaran

6. Daya saing industri

Metode Pengolahan Data dan Analisis

Data Indepth interview ditranskripkan kemudian dipilah, dan dikategorikan agar dapat diperlakukan sebagai data. Proses pengaturan urutan data, organisasi data dilakukan dengan suatu pola menurut kategori dan unit analisis (Sugiyono, 2006). Selanjutnya data kuesioner dipetakan dalam bentuk matriks untuk menunjukkan faktor-faktor dinamika linkages lembaga litbang dengan industri. Metode analisis kualitatif melalui penyusunan data secara induktif dan menginterpretasikan dinamika linkages dengan menyoroti keterkaitan program lembaga litbang dengan kebutuhan industri yang berujung pada win-win solution. Hal ini akan menunjukkan gambaran skematis dinamika linkages lembaga litbang dengan industri.

Sumber: Sugiyono (2006)

Gambar 2 : Model Analisis Data Kualitatif

Secara skematis analisis data kualitatif ditunjukkan pada gambar 2. Hal ini menunjukkan bahwa analisis kualitatif dimulai dari pengumpulan data yang dilanjutkan dengan proses pemetaan data dan reduksi data. Selanjutnya hasil data akhir digunakan untuk menggambarkan dinamika linkages. Analisis ini jika masih belum memuaskan masih dapat diulang kembali ke tahapan pengumpulan data dan seterusnya (loop tertutup). Analisis kemudian dilanjutkan dengan membangun model melalui analisis variabel yang terkait dengan dinamika


(7)

Hasil dari Puslit Bioteknologi; Puslit Informatika; Puslit Fisika dan Puslit PPET:

Dimensi Perencanaan Program Litbang

Dimensi perencanaan program litbang ditunjukkan dari kapasitas dan kapabilitas perencanaan lembaga litbang terkait pada acuannya, kebutuhan industri maupun lingkungan serta kebijakan iptek. Hasilnya menunjukkan bahwa perencanaan program litbang di P2 Bioteknologi mengacu pada nilai jual teknologi, jasa produksi, kontrak riset, inkubator, dan spin off. Dalam kasus ini perencanaan program tidak didasarkan pada kemungkinan pendirian industri maupun pendirian usaha bersama. Sementara itu perencanaan program litbang untuk memenuhi kebutuhan industri ditunjukkan melalui standar mutu produk, kemampuan teknologi, proses produksi, pengembangan dan inovasi, potensi pasar produk industri, daya saing produk dengan keunggulan teknologi dan harga yang terjangkau. Lebih jauh perencanaan program litbang juga memperhatikan ilmu pengetahuan yang strategis, lingkungan yang selalu cepat berubah, kebijakan iptek, dan daya saing bangsa.

Kemudian dalam melihat perencanaan program Puslit Informatika, juga mengacu pada kapasitas dan kapabilitas lembaga yang antara lain diarahkan pada: Jasa produksi, seperti membuat software, hardware dan aplikasi (otomasi dan kontrol). Kemudian pernah melakukan kontrak riset atau mengembangkan kerjasama dengan sejumlah instansi, seperti pada tahun 2006 dengan BPPT yang menghasilkan distribusi (distro) IGOS Nusantara. Pada tahun 2007 juga menjalin kerjasama dengan PT. INTI untuk mengembangkan model bisnis IGOS Nusantara. Selain itu Puslit Informatika berupaya menerima dan memberi pelayanan konsultasi yang berkenaan dengan software, hardware dan aplikasi.

Kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki Puslit Informatika tentu disesuaikan dengan kebutuhan industri, misalnya standar dan mutu produk, beberapa hasil produk penelitian berupa aplikasi, meliputi Network Digital Library; Aplikasi Multi Media; Sistem e-Government untuk Aset, SDM dan P2JP dan lain sebagainya. Sedang kegiatan dalam perencanaan program yang terkait dengan kapabilitas teknologi, adalah penguasaan iptek yang meliputi: Operating System, Digital, Signal Processing, Spread Spectrum, Embedded System dan Interfacing, Teknologi Pengaksesan, Arsitektur Komputer, Multimedia System. Untuk menunjang hal-hal di atas, daya saing yang dilakukan adalah dengan modifikasi teknologinya.Semua rangkaian tersebut, tentu mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan: ilmu pengetahuan yang strategis, karena dunia information technology (IT) dipengaruhi oleh lingkungan yang selalu cepat berubah.

Dalam perencanaan program Pusat Penelitian Fisika (PPF) didasarkan pada kapasitas dan kapabilitas lembaga litbang yang mengacu pada: menjual teknologi, dan kontrak riset sedangkan hal-hal lain seperti jasa produksi, pembuatan usaha bersama, konsultasi, pendirian industri, inkubator, dan Spint off tidak menjadi pertimbangan PPF-LIPI. Pilihan tersebut berarti PPF hanya sebatas


(8)

menjual teknologi yang dihasilkan oleh puslit kemudian ditawarkan pada industri, belum melihat apa sesungguhnya yang dibutuhkan pihak industri. Kemudian PPF melakukan kontrak riset dengan pihak industri/UKM sebagai pengguna hasil litbang PPF, dalam hal ini kontrak riset biasanya dilakukan kerjasama baik untuk produk, proses, maupun jasa.

Dalam perencanaan program litbang PPF tentu disesuaikan kebutuhan industri dengan mempertimbangkan pada kemampuan teknologi, proses produksi, pengembangan dan inovasi serta potensi pasar produk industri. Sedangkan dalam perencanaan program yang disesuaikan dengan kebutuhan industri PPF tidak mempertimbangkan standar dan mutu produk, bahan baku utama dan bahan baku penolong, serta daya saing produk dengan keunggulan teknologi dan harga yang terjangkau dan lainnya. Pilihan ini tentu didasarkan pada kemampuan PPF dalam menghasilkan produk-produk hasil litbangnya yang dapat dikomersialkan kepada pengguna. Kemampuan PPF tersebut meliputi kemampuan pengembangan teknologi, proses produksi, sampai melakukan pengembagan inovasi hasil litbang, serta mempertimbangkan potensi pasar dari produk hasil litbangnya.

Dalam perencanaan kedepan PPF senantiasa memikirkan iptek yang strategis yang dapat diterapkan dalam dunia bisnis demikian juga dengan dukungan kebijakan iptek yang telah ada dan dapat diacu sebagai kebijakan yang mendukung program-program PPF-LIPI selanjutnya. Di samping itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara dengan Kepala PPF-LIPI diperoleh informasi bahwa untuk menghasilkan program litbang terapan masih terbatas pada anggaran yang tersedia serta kesiapan sarana dan prasarana organisasi yang sudah ada. Dalam penyusunan program litbang terapan yang dianggap dibutuhkan oleh pelaku industri pada dasarnya mampu dari segi kesiapan SDM, namun tidak mudah direalisasikan. Salah satu kendala/hambatannya yang dihadapi oleh PPF LIPI adalah sarana dan prasarana yang dibutuhkan tidak mudah diadakan karena keterbatasan anggaran yang telah ditetapkan atau kebijakan pimpinan LIPI yang telah menetapkan pagu anggaran yang dibiayai APBN dan hal ini menjadi hambatan dan dialami oleh semua satuan kerja/ Puslit maupun UPT di lingkungan LIPI.

Demikian pula pada kasus perencanaan program litbang di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (PPET)-LIPI pada dasarnya tidak berbeda dengan puslit lainnya, yaitu selalu didasarkan atas pertimbangan pada kapasitas dan kapabilitas sumber daya litbang yang mengacu pada jual teknologi; jasa produksi; kontrak riset. Hal yang tidak dilakukan oleh PPET dalam membangun dinamika

linkages dengan industri dalam perencanaan seperti tidak mengarah pada pembuatan usaha bersama, konsultasi, pendirian industri, inkubator maupun spin off.

Selain itu dalam perencanaan program litbang, juga selalu dikaitkan dengan kebutuhan industri seperti: kemampuan teknologi, proses produksi, pengembangan dan inovasi, potensi pasar produk industri. Hal yang tidak dilakukan oleh PPET dalam membangun dinamika linkages dengan industri, seperti tidak mengarah pada standar dan mutu produk, bahan baku utama dan penolong, daya saing produk dengan keunggulan teknologi dan harga terjangkau. Dalam perencanaan program litbang juga telah dipertimbangkan hal-hal yang


(9)

menyangkut : Ilmu pengetahuan yang strategis, lingkungan yang cepat berubah, dan kebijakan iptek.

Dimensi Linkages Lembaga Litbang Dengan Industri

Pada kasus Puslit Bioteknologi lingkages dengan industri dapat dibangun mulai dari berbagai upaya seperti pengenalan iptek yang dihasilkan oleh lembaga, penetapan idea, uji coba hasil, studi kelayakan komersial, pembinaan SDM industri, implementasi produk litbang, bahkan dapat dimulai dari perencanaan sebelum kerjasama dimulai. Dalam membangun linkages dengan industri diperlukan kesiapan diantaranya adalah pengadaan peralatan litbang untuk pelengkap instrument yang sudah tersedia, pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja personal lembaga litbang, serta dana yang mencukupi. Selanjutnya mekanisme yang digunakan untuk membangun linkages dengan industri adalah

melalui koordinasi dengan industri/masyarakat /UKM,

seminar/lokakarya/workshop, pameran dan sosialisasi, jaringan teknologi informasi, dan jaringan personal/pertemanan. Kegiatan linkages atau kerjasama dengan industri dimonitor dan dievaluasi dengan mendatangi lokasi industri. Kunjungan ke industri digunakan juga sebagai ajang negosiasi bagi komersialisasi hasil litbang. Dalam hal ini negosiasi digunakan untuk menentukan harga dan standar mutu. Berdasarkan hal ini maka kemampuan yang harus dimiliki lembaga litbang meliputi kemampuan untuk perubahan dalam mengintegrasikan berbagai aspek, kemampuan untuk membangun dan menyusun ulang kompetensi internal ataupun eksternal, kemampuan berinteraksi dan saling hubungan antar kegiatan ekonomi.

Tetapi pada kasus Puslit Informatika tidak melakukan mitra atau linkages

dengan industri (UKM), tidak seperti puslit lain linkages yang terjadi biasanya menghasilkan produk, teknologi atau jasa. Jadi jarang sekali bermitra dengan UKM justru lebih banyak melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, seperti BUMN dan PTN atau PTS. Dalam kerjasama tersebut, lebih kearah partner teknologi, sehingga fungsi Puslit Informatika tidak ubahnya sebagai pengembang software, hardware dan aplikasi (otomasi). Oleh karenanya hasil litbangnya berkaitan erat dengan bidang IT, terutama membuat atau mengembangkan aplikasi software maupun menyangkut hardwarenya. Pernah suatu saat indofood membutuhkan software untuk pengontrolan barang, tapi ini bersifat sementara setelah itu aplikasinya dikembangkan sendiri oleh indofood.

Untuk itu dalam rangka membangun linkages atau kerjasama dengan mitra di atas, tentu kapabilitas SDM menjadi perhatian utama Puslit Informatika. Oleh karena itu peningkatan SDM melalui jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi terus dilakukan. Demikian pula kegiatan pelatihan dan mengikut sertakan sejumlah SDM di bidangnya ke berbagai kesempatan di dalam dan luar negeri juga merupakan bagian yang tak terpisahkan.Perlakuan semua ini tentu untuk menginisiasi berbagai kemungkinan, karena mengingat kebutuhan dan perkembangan informatika yang begitu cepat berubah. Oleh sebab itu kegiatan penelitian-penelitian baik yang dilakukan melalui program tematik maupun


(10)

program kompetitif akan menjadi sumber inspirasi bagi para peneliti khususnya dan kelembagaan Puslit Informatika pada umumnya.

Pada kasus PPF-LIPI linkages lembaga litbang dengan industri dapat dibangun dimulai dari: pengenalan iptek yang dihasilkan oleh lembaga dan pembuatan prototype. Pilihan ini disesuaikan dengan tahapan dalam menghasilkan produk hasil litbang yang dilakukan oleh PPF. Kemudian seluruh produk yang dihasilkan sudah berbentuk prototype. Linkages lembaga litbang dengan industri, dimana PPF dibentuk tidak dimulai dari tahapan-tahapan, seperti perencanaan sebelum kerjasama dilakukan, penetapan ide, uji coba hasil, uji produksi, studi kelayakan, komersial implementasi produk litbang, dan pembinaan SDM industri tidak menjadi pertimbangan oleh PPF-LIPI.

Dalam membangun linkages dengan industri, PPF-LIPI tentu sangat memerlukan pengadaan peralatan litbang untuk melengkapi alat yang ada dan memerlukan lembaga penghubung yang didukung penuh dengan kebijakan. Sedangkan dalam membangun linkages dengan industri PPF tidak memerlukan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja SDM lembaga litbang. Gambaran ini mencerminkan bahwa PPF dalam membangun linkages kedepan memang sangat membutuhkan sarana dan prasarana litbang untuk melengkapi sarana prasarana yang telah ada, karena sarana dan prasarana yang sudah ada belum memadai untuk menghasilkan produk hasil litbang yang dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh industri lain. Dalam menghasilkan produk hasil litbang untuk membangun linkages dengan pengguna kadang-kadang sarana dan prasarana yang digunakan PPF meminjam dari Puslit LIPI lainnya untuk saling melengkapi dan membantu. Selain itu juga perlu dukungan lembaga penghubung (misalnya: peran Pusinov-LIPI) yang lebih pro-aktif. Akhirnya diharapkan dukungan kebijakan internal LIPI guna mendorong program-program prioritas yang mempunyai daya saing di pasar regional maupun global.

Dalam membangun linkages litbang dengan industri dibutuhkan mekanisme, mekanisme yang dilakukan oleh PPF-LIPI, diantaranya adalah melalui: Seminar/lokakarya/workshop, dan jaringan teknologi informasi. Kegiatan seminar/lokakarya dan semacamnya sudah dilakukan baik pada event-event yang diselenggarakan oleh LIPI maupun pada kesempatan lain di luar LIPI, sepanjang anggaran untuk kegiatan dimaksud dapat mencukupi. Kemudian yang terkait dengan jaringan teknologi informasi, linkages yang dibangun dengan industri nampaknya belum berjalan secara optimal, masih terbatas pada inisiatif individu (peneliti). Sedangkan koordinasi dengan industri/masyarakat/UKM, pameran dan sosialisasi, dan jaringan personal/pertemanan tidak menjadi mekanisme dalam membangun linkages dengan industri.

Dalam melakukan monitoring dan evaluasi linkages lembaga litbang dengan industri, maka PPF melakukan langkah-langkah antara lain dengan mendatangi lokasi industri. Hal ini yang paling dianggap paling tepat untuk melakukan monitoring dan evaluasi atas linkages yang telah dibangun oleh PPF. Kegiatan mendatangi lokasi industri ini dapat dilakukan oleh Kepala Pusat, Kepala Bidang di bawahnya, Kepala Sub Bagian kerjasama, dan peneliti. Dalam kaitan ini PPF-LIPI tidak melakukan dengan mengirimkan daftar isian yang harus diisi oleh industri. Dalam membangun linkages dengan industri sebagai upaya komersialisasi hasil


(11)

litbang diperlukan negosiasi untuk menentukan: standar mutu/kualitas produk. Akan tetapi harga teknologi tidak menjadi pertimbangan oleh PPF dalam melakukan negosiasi. Untuk hal yang satu ini pihak PPF pada prinsipnya selalu menginginkan produk hasil litbangnya dapat bersaing dengan produk lain yang sejenis.

Dalam membangun linkages dengan industri diperlukan kemampuan yang menjadi pertimbangan penting bagi PPF-LIPI adalah: kemampuan berinteraksi dan saling hubungan antar kegiatan ekonomi. Kemampuan dapat membentuk kerjasama yang baik, saling menguntungkan, dan penuh komitmen selalu dituntut agar dinamika linkges terus berjalan. Disamping itu perlu jaringan kerja dengan industri/UKM dan membentuk komunikasi yang baik. Namun bagi PPF-LIPI tidak menjadi pertimbangan penting adalah mengenai kemampuan untuk perubahan dalam mengintegrasikan berbagai aspek dan kemampuan untuk membangun dan menyusun ulang kompetensi internal ataupun eksternal.

Kemudian pada kasus PPET – LIPI di bawah kepemimpinan Kapus PPET selalu diupayakan agar setiap program litbang dapat dibangun suatu linkages

dengan industri. Hal ini tampak dari kegiatan litbang di mana selalu ada pengenalan iptek dan pembuatan prototype yang dihasilkan oleh PPET untuk sebuah produk yang berpeluang untuk dimitrakan dengan industri. Selain itu, dilakukan uji coba produk dan implementasi. Sedangkan yang belum dilakukan oleh PPET pada industri adalah uji produk, studi kelayakan komersial dan pembinaan SDM industri. Oleh karenanya dalam membangun linkages dengan industri diperlukan hal-hal, seperti : (1) Pengadaan peralatan litbang untuk melengkapi alat yang telah ada; (2) Pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja SDM PPET. Mekanisme dalam membangun linkages dengan industri dilakukan, seperti: (1) Koordinasi dengan industri/masyarakat yang terkait; (2) Pameran dan sosialisasi; (3) Mengakses pada jaringan teknologi informasi; dan (4) jaringan personal/pertemanan.

Dalam monitoring dan evaluasi lingkages dengan industri dilakukan, seperti mengunjungi/mendatangi lokasi industri. Sedangkan hal yang belum dilakukan, seperti mengirimkan daftar isian yang perlu diisi oleh industri. Dalam membangun

linkages dengan industri sebagai upaya komersialisasi hasil litbang selalu dilakukan negosiasi untuk menentukan: 1). Harga teknologi yang ditawarkan kepada industri; 2). Standar mutu/kualitas produk teknologi yang akan ditawarkan. Demikian juga diperlukan kemampuan yang meliputi: kemampuan untuk perubahan dalam mengintergrasikan berbagai aspek; berinteraksi dan saling hubungan antar kegiatan ekonomi. Sedangkan yang belum dilakukan oleh PPET-LIPI kemampuan untuk membangun dan menyusun ulang kompetensi internal ataupun eksternal

Dimensi Faktor-Faktor Pendukung Linkages

Pada kasus Puslit Bioteknologi faktor-faktor yang mendukung linkages

dengan industri secara sistematis diuraikan di bawah ini. Faktor utama adalah daya saing produk litbang memegang peranan penting dalam mendukung terbangunnya kerjasama ini. Selanjutnya perlu disediakan dana litbang oleh lembaga litbang/Pemerintah yang perlu ditindaklanjuti oleh analisis kelayakan ekonominya. Selanjutnya faktor pendukung lainnya adalah keunggulan teknologi, kemudahan dalam komunikasi, memiliki potensi pasar, alih teknologi dapat


(12)

dilakukan dengan mudah, mudah pemanfaatan, pengoperasian, dan perawatannya. Seperti sudah diuraikan di atas bahwa keunggulan produk adalah faktor pendukung terbangunnya linkages antara lembaga litbang dengan industri. Walaupun demikian terbangunnya linkages lembaga litbang dengan industri juga dipengaruhi oleh kebijakan nasional iptek, kebijakakan internal lembaga litbang, struktur organisasi,tugas dan fungsi lembaga litbang, strategi dan lingkungan iptek yang strategis.

Dilihat dari sisi lembaga litbang (puslit) kesinambungan linkages tentu adanya interaksi positif antara puslit dengan industri dan sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas puslit itu sendiri. Oleh karenanya dalam interaksi ini tentu ada banyak faktor-faktor pendukung linkages tersebut, antara lain: daya saing produk litbang; tersedia dana litbang oleh puslit; analisis kelayakan ekonomi; keunggulan teknologi; kemudahan dalam komunikasi; memiliki potensi pasar; alih teknologi dapat dilakukan dengan mudah; mudah pemanfaatan, pengoperasian, dan perawatannya.

Pada kasus Puslit Informatika selain faktor-faktor pendukung linkages,

secara struktural didalam struktur organisasi lembaga litbang (puslit) kegiatan ini terkait erat dengan tugas dan fungsi yang menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan harian. Ada 3 (tiga) kegiatan bidang yang menjadi perhatian utama di puslit informatika, yaitu: (1) bidang komputer, (2) bidang otomasi dan (3) bidang sistem informasi.

Pada bidang komputer, sasaran yang hendak dicapai adalah, kemampuan penguasaan teknologi dan perekayasaan rangkaian elektronika berbasis processor DSP, microprocessor dan microcontroller, yang mendukung berbagai aplikasi di bidang industri, lingkungan, keamanan, kesehatan, teknologi jaringan informasi dan komunikasi.

Di bidang otomasi merupakan laboratorium otomasi dan kontrol (kendali) yang melakukan litbang berbagai aplikasi otomasi, diantaranya sistem monitoring, kendali dan robotika. Kemudian di bidang sistem informasi, bidang ini merupakan laboratorium komputasi yang melakukan litbang perangkat lunak (software) untuk berbagai aplikasi ilmiah, administrasi dan umum. Bidang ini juga meneliti sejumlah kinerja layanan yang diberikan oleh server dan perangkat jaringan, serta mengamati pendistribusian paket, pengalokasian koneksi, dan keamanan jaringan. Selain itu mencakup perancangan sistem, inovasi algoritma, dan pencarian solusi komputer.

Hal-hal tersebut di atas, setidaknya melihat dan mempertimbangkan strategi dan lingkungan iptek yang strategis. Satu hal yang tidak kalah penting adalah adanya daya dukung kebijakan nasional iptek disamping kebijakan internal puslit tentunya. Nampaknya semua ini menjadi pertimbangan dalam rangka mendukung linkages.

Demikian pada kasus Puslit Fisika – LIPI, faktor-faktor yang mendukung terbangunnya linkages sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas lembaga litbang. Oleh karena itu PPF melakukan tiga pilihan yang dianggap terkait, yaitu: tersedianya dana litbang oleh Lembaga litbang/pemerintah, keunggulan teknologi, dan memiliki potensi pasar. Berdasarkan ketiga pilihan ini, melihat kapasitas dan


(13)

kapabilitas puslit fisika, maka diperlukan faktor-faktor pendukung linkages, diantaranya dukungan dana penelitian. Dengan tersedianya dana pencapaian atau keunggulan teknologi melalui konsep inovasi bisa dicapai. Selain itu sebagai faktor-faktor pendukung linkages lainnya seperti, memiliki potensi pasar. Untuk hal yang satu ini tampaknya hasil litbang PPF belum bisa memenuhi kebutuhan industri secara optimal, tetapi kalau untuk kategori skala kecil sebagian puslit sudah melakukan bahkan sudah berjalan. Akan tetapi PPF-LIPI tidak menilih enam poin pilihan lainnya, yaitu: Daya saing produk litbang, analisis kelayakan ekonomi, kemudahan dalam komunikasi, alih teknologi dapat dilakukan dengan mudah, dan mudah pemanfaatan, pengoperasian, dan perawatannya.

Di samping itu faktor-faktor pendukung lain dalam membangun linkages antara PPF dengan industri juga dipertimbangkan kebijakan nasional Iptek. Masalah kebijakan nasional iptek, sejauh ini implementasi kebijakannya memang belum berjalan efektif sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan kebijakan internal lembaga litbang, Sstruktur organisasi, tugas dan fungsi lembaga litbang, dan strategi dan lingkungan iptek yang strategis tidak merupakan pertimbangan dari PPF.

Pada akhirnya kasus Puslit Elektronika dan Telekomunikasi (PPET)

dalam membangun linkages ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas litbang PPET. Oleh karena itu faktor-faktor pendukung seperti : 1). Daya saing produk litbang; 2). Keunggulan teknologi; 3). Memiliki potensi pasar. Sedangkan faktor pendukung lainnya belum diperhitungkan oleh PPET seperti : 1). Tersedianya dana litbang oleh lembaga litbang; 2). Analisa kelayakan ekonomi; 3). Kemudahan dalam komunikasi; 4). Alih teknologi dapat dilakukan dengan mudah; 5). Mudah pemanfaatan; 6). Pengoperasian dan perawatannya.Selain faktor pendukung lingkages antara litbang dengan industri yang berpengaruh seperti : 1). Kebijakan nasional iptek; 2). Kebijakan internal lembaga litbang; 3). Struktur organisasi, tugas dan fungsi lembaga litbang; 4). Strategi dan lingkungan iptek yang strategis.

Dimensi Faktor-Faktor Penghambat Terjadinya Linkages

Pada kasus Puslit Bioteknologi-LIPI, faktor penghambat linkages ini umumnya terkait pada masalah yang timbul di lembaga litbang maupun yang terjadi di industri. Masalah di lembaga litbang umumnya terkait pada budaya kerjasama yang belum kondusif, belum adanya standar uji mutu produk yang dihasilkan oleh lembaga litbang, terbatasnya potensi pasar, harga yang tidak kompetitif/daya saing, kemampuan berkomunikasi yang masih lemah, jiwa entrepreneur yang tidak dimiliki, dan kepercayaan yang belum terbangun. Sementara masalah di industri meliputi perbedaan cara pandang industri dengan lembaga litbang, kemampuan SDM industri dalam alih dan menerapkan hasi, dan tidak adanya litbang di industri.Namun sebaliknya ada pula faktor-faktor penghambat untuk menjalin terjadinya linkages, ini menunjukkan ada masalah-masalah yang dihadapi dalam membangun linkages. Pada kasus Puslit Informatika, mungkin kendalanya juga tidak jauh berbeda dengan puslit lain. Misalkan pada masalah, budaya kerjasama yang belum kondusif, seperti pendanaan merupakan kendala terbesar bagi kemajuan riset di Indonesia. Dengan adanya keterbatasan


(14)

tersebut, selayaknya dilakukan kerjasama dari dua atau bahkan beberapa laboratorium untuk mengatasi keterbatasan yang ada. Kerjasama antar laboratoirum juga akan mampu menekan penelitian yang berulang yang sebenarnya telah dilakukan oleh salah satu laboratorium.

Kemudian pada kasus Puslit Informatika, faktor penghambat lain tentang linkages, yaitu belum standarnya uji mutu produk yang dihasilkan oleh lembaga litbang (puslit). Kalau masalah standar sebagaimana disebutkan sangat sulit, karena ini menyangkut masalah TI tetapi untuk uji mutu produk hasilnya sudah dilakukan. Faktor penghambat lain, seperti terbatasnya bahan baku utama dan bahan baku penolong yang dibutuhkan untuk industri. Bagi Puslit Informatika, kalau di bidang software untuk bahan baku, mungkin belum perlu. Sedangkan kalau di bidang hardwarenya tentu sangat perlu, karena terkait dengan komponen, material dan lainnya. Tetapi dalam memenuhi kebutuhan bahan baku hardware tersebut, ketergantungan terhadap bahan baku impor masih sangat tinggi sehingga pada akhirnya harganya menjadi mahal.

Berkenaan dengan terbatasnya potensi pasar, dapat dikatakan relatif, karena posisi puslit informatika sebagai lembaga pemerintah salah satu tugas dan fungsinya adalah melayani jasa iptek di bidang informasi. Jasa iptek tersebut lebih kepada teknologi partner baik dalam bentuk kontrak riset atau kerjasama dengan instansi pemerintah atau swasta sekalipun. Berbeda dengan pelaku pengembang software dari swasta yang murni orientasinya bisnis. Sehingga kalau ditanyakan masalah "harga yang tidak kompetitif/daya saing" sebagai faktor penghambat terjadinya linkages, inipun dapat dikatakan relatif.

Kemudian pada kasus Puslit Fisika (PPF) – LIPI, masalah yang dihadapi dalam membangun linkages lembaga litbang dengan industri adalah: budaya kerjasama yang belum kondusif, akan tetapi masalah seperti belum standard dan uji mutu produk yang dihasilkan oleh lembaga litbang, terbatasnya bahan baku utama dan bahan baku penolong yang dbutuhkan untuk produksi di industri, terbatasnya potensi pasar, dan harga yang tidak kompetitif/daya saing tidak merupakan masalah yang penting bagi PPF-LIPI. Gambaran ini menunjukkan bahwa dalam membangun linkages dengan industri sangat didasari oleh pengalaman yang cukup lama, bahwa yang mana keduanya masih terjadinya diskoneksi, misalnya perbedaan "speed", "mind set" dan lain sebagainya.

Masalah lainnya yang terkait dengan industri dilihat dari kacamata industri, PPF-LIPI menilai bahwa dalam membangun linkages tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan karena adanya perbedaan cara pandang industri terhadap lembaga litbang, dan kemampuan SDM industri dalam alih teknologi dan menerapkan hasil litbang belum seimbang. Akan tetapi PPF-LIPI tidak menjadi pertimbangan bahwa hal ini merupakan penghambat adalah mengenai rendahnya tingkat pendidikan SDM, rendahnya penguasaan teknologi SDM industri, dan terbatasnya kemampuan pemasaran.

Demikian halnya pada kasus PPET-LIPI, masalah yang dihadapi terutama sebagai institusi pemerintah dalam membangun lingkages dengan industri terdapat faktor penghambat seperti: (1) Budaya kerjasama yang belum kondusif; (2) Produk litbang PPET – LIPI belum memenuhi standar dan uji mutu. Sedangkan


(15)

yang tidak diperhitungkan sebagai faktor penghambat, seperti: (1) Terbatasnya bahan baku utama dan penolong; (2) Terbatasnya potensi pasar; (3) Harga yang tidak kompetitif/berdaya saing. Faktor penghambat internal industri dalam membangun linkages seperti, perbedaan cara pandang antara lembaga litbang dengan industri. Sedangkan hal yang tidak diperhitungkan sebagai penghambat seperti: (1) Rendahnya tingkat pendidikan SDM industri; (2) Kemampuan SDM industri dalam alih teknologi dan penerapkan hasil litbang masih rendah; (3) Rendahnya penguasaan teknologi SDM industri; (4) Terbatasnya kemampuan pemasaran.

Dimensi Upaya-Upaya Meningkatkan Hubungan Dengan Industri

Untuk kasus Puslit Bioteknologi, upaya yang dilakukan lembaga litbang untuk mendrong linkages dengan industri dilakukan dengan peningkatan kapabilitas lembaga yang meliputi peningkatan kemampuan SDM, kualitas jaringan komunikasi, sarana dan prasarana litbang, anggaran/dana litbang, promosi, potensi pasar hasil litbang. Kemampuan pengelolaan lembaga litbang juga terus dikembangkan diantaranya melalui peran pimpinan dalam melibatkan peneliti untuk menjalin linkages dengan industri. Selanjutnya untuk meningkatkan keberhasilan dalam membangun linkages jangka panjang maka diperlukan pertimbangan untuk membangun mekanisme linkages yang efektif dan efisien, ketersediaan peraturan dan prosedur yang semakin mudah dan mengikuti, memberikan keuntungan kedua belah pihak yang membangun linkages.

Sedang kasus Puslit Informatika, sejauh ini upaya-upayanya tidak saja dalam rangka mendorong linkages untuk meningkatkan hubungan dengan industri, tetapi disisi lain ini merupakan kebijakan internal puslit yang terus dilakukan, yaitu pembinaan sumberdaya manusia terutama kemampuan SDM, melalui pendidikan formal dalam dan luar negeri; mengikutsertakan training, seminar; dan pemberian bimbingan teknis serta berupaya untuk berperan aktif dalam pemasyarakatan hasil penelitian. Selain itu upaya-upaya untuk mendorong linkages, puslit juga menjaga dan memelihara kualitas jaringan komunikasi serta investasi sarana dan prasarana.

Mengenai sarana dan prasarana cukup mendukung, seperti JEC (Java Education Center) merupakan pusat pelatihan dan pengembangan teknologi Java dan Open Technology yang dilengkapi dengan prasarana yang memadai yang meliputi sejumlah workstation berteknologi 64-bit dengan Processor UltraSparc lli

- Sun Blade 150, koneksi internet yang memadai dan materi pelatihan berbasis web. JEC yang diresmikan pada tanggal 22 Maret 2005 merupakan kerjasama antara Sun Microsystem dengan Pusat Penelitian Informatika - LIPI.

Masalah promosi juga sangat penting, karena hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan harus dipromosikan baik melalui media cetak atau media elektronik. Bersamaan dengan promosi tersebut, diharapkan dapat meningkatkan potensi pasar hasil litbang. Dan terakhir masalah peningkatan anggaran/dana litbang, untuk hal yang satu ini sangat sulit, sebab anggaran pemerintah sangat terbatas, kecuali ada temuan atau inovasi yang strategis dan spektakuler mungkin


(16)

bisa didanai dengan nominal yang pantas, tetapi harus melalui kegiatan program tematik/kompetitif.

Secara empiris peran pimpinan dalam membangun linkages cukup proaktif baik pada pimpinan terdahulu maupun saat ini. Kegiatan linkages ini juga melibatkan pejabat struktural dibawahnya, yaitu kepala subbagian jasa dan informasi (Eselon IV), namun subbagian ini ruang geraknya agak terbatas, mungkin mengingat pemegang eselon tersebut dipimpin oleh seorang wanita. Seandainya bagian ini masuk pada level eselon III mungkin kiprahnya agak berbeda, baik dari sisi penampilan; skill; kemampuan dan lainnya. Sedangkan keterlibatan tenaga peneliti dalam membangun linkages masih bersifat individual yang langsung dengan industri, lebih sering dilakukan oleh pimpinan lembaga atau pejabat struktural dibawahnya dan ini bersifat formal.

Upaya-upaya meningkatkan hubungan dengan industri yang dilakukan oleh Puslit Informatika selama ini diistilahkan sebagai kerjasama. Uniknya sebagian besar kerjasama tersebut dilakukan dengan instansi pemerintah, diantaranya dengan: Kementrian Negara Riset dan Teknologi - IGOS Desktop; Kementrian Komunikasi dan Informasi; PT. INTI; PT. PLN; PT. TELKOM; TNI - Angkatan Laut; PTN dan PTS. Sebaliknya hubungan dengan industri usaha kecil menengah (UKM), jarang terjadi atau bisa dikatakan tidak pernah ada. Walaupun demikian pada intinya bahwa semua bentuk kerjasama yang pernah ada tentu untuk memperlancar keberhasilan dalam membangun linkages jangka panjang. Semua ini tentunya diperlukan tahapan-tahapan: mekanisme yang efisien dan efektif; aturan dan prosedur yang semakin mudah dalam mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta memberikan keuntungan kedua belah pihak.

Pada kasus PPF-LIPI, dalam mendorong linkages upaya-upaya yang dilakukan oleh melakukan peningkatan kualitas jaringan komunikasi, anggaran/dana litbang, dan potensi pasar hasil litbang. Upaya-upaya lain seperti peningkatan kemampuan SDM, peningkatan, sarana dan prasarana litbang, dan peningkatan promosi tidak merupakan pilihan dari PPF. Gambaran ini menunjukkan bahwa merupakan pilihan ini yang dianggap cukup signifikan dalam upaya meningkakan hubungan dengan industri. Peningkatan jaringan komunikasi merupakan cara yang efektif dalam membangun linkages, disamping cukup anggaran/dana litbang dalam mengembangkan produk hasil litbang yang dibutuhkan oleh pengguna/industri/UKM, serta tidak melupakan potensi pasar yang sedang in di masyarakat agar produk-produk hasil litbang dari PPF tidak ketinggalan trend dibandingkan dengan produk-produk lain.

Peran pimpinan dalam membangun linkages PPF hanya memilih dua saja, yakni: Melibatkan pejabat di bawahnya secara aktif dalam menjalin linkages, dan pimpinan melibatkan peneliti secara aktif dalam menjalin linkages. Sedangkan peran pimpinan dalam membangun linkages pilihan pimpinan proaktif dalam menjalin linkages, melibatkan pejabat di bawahnya secara aktif dalam menjalin Linkages, dan Pimpinan melibatkan peneliti secara aktif dalam menjalin Linkages tidak menjadi pilihan bagi PPF-LIPI. Nampaknya pilihan ini, pimpinan menyerahkan sepenuhnya pada bawahannya secara struktural atau juga pada penelitinya dalam membangun linkages dengan industri.


(17)

Untuk memperlancar keberhasilan dalam membangun linkages jangka panjang PPF melakukan upaya meningkatkan kemampuan teknologi pada: proses produksi, investasi, dan inovasi teknologi dan pasar, dan pilihan kedua, memberikan keuntungan kedua belah pihak yang membangun linkages. Sedangkan mekanisme yang efisien dan efektif dan aturan dan prosedur yang semakin mudah dan mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bukan merupakan pilihan bagi PPF dalam upaya memperlancar keberhasilan membangun linkages. Kedua pilihan ini setidaknya untuk memacu kompetensi puslit guna membangun linkages jangka panjang.

Akhirnya pada kasus PPET – LIPI, dalam mendorong lingkages, upaya-upaya yang dilakukan secara internal seperti: (1) Meningkatkan kemampuan, keterampilan SDM PPET; (2) Kualitas jaringan komunikasi; (3) Sarana dan prasarana litbang; (4) Promosi; (5) Potensi pasar hasil litbang. Peran pimpinan dalam membangun linkages seperti : 1). Pimpinan proaktif dalam menjalin linkages; 2). Melibatkan pejabat di bawahnya secara aktif dalam menjalin linkages; 3). Pimpinan melibatkan peneliti secara aktif dalam menjalin linkages. Untuk memperlancar kebehasilan dengan membangun linkages jangka panjang perlu dilakukan seperti : 1). Meningkatkan kemampuan teknologi pada proses produksi, investasi, inovasi teknologi dan pasat; 2). Memberikan keuntungan kedua pihak yang bekerjasama membangun linkages.

Dimensi Unsur Dinamika Linkages

Diawali pada kasus Puslit Bioteknologi-LIPI, unsur dinamika lingkages

lembaga litbang dengan industri dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan pada alat-alat kerja setiap tahun yang mendukung produk/hasil litbang, kerjasama antar lembaga dalam penggunaan alat kerja dalam mendukung produk/hasil litbang, pengembangan SDM dalam mendukung program litbang untuk menghasilkan produk litbang yang dapat diterima oleh pengguna, SDM litbang yang turut serta dalam kegiatan litbang dengan industri, dan pengembangan produk litbang.

Pada kasus Puslit Informatika, unsur dinamika tentang perubahan pada alat-alat kerja yang mendukung produk/hasil litbang setiap tahunnya bisa dikatakan relatif dikaitkan pada masalah anggaran dan kebutuhan. Sedangkan dinamika dan perubahan pada aplikasi software tentu sangat dimungkinkan bisa terjadi mengingat perkembangan TI begitu pesat. Demikian pula perubahan pada hardware-nya terutama yang terkait dengan komponen dan material lain yang memungkinkan untuk membuat atau mengembangkan sebuah produk.

Tentang kerjasama antar lembaga dalam penggunaan alat kerja dalam mendukung produk/hasil litbang, dilihat dari beberapa pengalaman kerjasama yang pernah dilakukan, adanya saling ketergantungan dalam penggunaan alat atau perangkat teknologi tidak menutup kemungkinan bisa saja terjadi. Kemudian pada masalah pengembangan SDM dalam mendukung program litbang untuk menghasilkan produk litbang yang dapat diterima oleh pengguna. Untuk hal ini


(18)

bagi puslit informatika secara efektif selalu menyesuaikan dengan perkembangan informatika dan ilmu pengetahuan komputer terakhir.

Pada kasus PPF-LIPI, unsur dinamika gambaran dari produk hasil litbang yang duhasilkan belum menunjukkan suatu kondisi yang dinamis karena baik dampak pada internal maupun eksternal belum memberikan perubahan yang dapat dirasakan oleh dunia bisnis maupun masyarakat. Padahal sebagaimana diharapkan bahwa produk litbang terapan seharusnya mampu berkontribusi dalam memperbaiki atau mengembangkan suatu produk yang ada menjadi lebih unggul lagi sehingga mampu meningkatkan nilai tambah pada suatu produk industri. Kegiatan penelitian di lembaga litbang pada umumnya harus dimulai dari perencanaan pembuatan program kegiatan yang melihat pada kebutuhan pengguna, akan tetapi ternyata belum sepenuhnya dapat direalisasikan oleh PPF-LIPI. Alasan ini karena hasil litbang belum dapat mendorong usaha bersama yang mengarah pada pendirian industri. PPF baru pada tahap pengenalan ide dilanjutkan pembuatan prototype. Apabila dilihat dari sisi pengguna yaitu indusrti/UKM yang memanfaatkan produk hasil litbang PPF belum mengarah pada pembentukan industry tapi hanya sebatas memanfaatkan produk hasil litbang. Sedangkan pada kasus PPET-LIPI, Dalam mebangun lingkages dengan industri seperti : 1). Kerjasama antar lembaga dalam penggunaan peralatan kerja dalam mendukung produk/hasil litbang; 2) Pengembangkan SDM dalam mendukung program litbang untuk menghasilkan produk litbang yang dapat diterima oleh pengguna terutama industri terkait.

Pembahasan untuk Puslit Bioteknologi; Puslit Informatika; Puslit Fisika dan Puslit Elektronika dan Telekomunikasi

Linkages lembaga litbang dengan industri yang dibangun oleh lembaga litbang (empat puslit), secara teoritis umumnya diawali dari perencanaan program litbang untuk kemudian direalisasikan kedalam kegiatan penelitian yang merangkul industri dalam suatu kemitraan yang dinamis. Dalam kenyataannya kegiatan litbang yang berinteraksi dengan industri tidaklah sederhana, Tusy A. Adibroto (2010) menunjukkan bahwa masalah pembangunan iptek merupakan gap atau perbedaan antara supplay (diperankan lembaga litbang) dalam penyediaan solusi teknologi dan kemampuan pengguna dengan demand

(diperankan industri) dalam menyerap dan mengembangkan teknologi baru yang tersedia. Sehingga pada akhirnya dibutuhkan integrasi antara lembaga litbang sebagai penyedia teknologi dan industri sebagai penerima teknologi.

Kegiatan penelitian di lembaga litbang yang diawali dari perencanaan belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan industri sebagai stakeholder-nya. Hal ini terlihat dari belum sepenuhnya perencanaan kegiatan penelitian yang mendorong usaha bersama atau menuju pada pendirian industri. Sementara dari sisi industri orientasinya lebih pada peningkatan kemampuan untuk memperoleh nilai tambah dalam kegiatan usahanya. Walaupun wacana untuk mendorong

lingkages dengan industri sudah dikemukakan melalui perencanaan yang mendukung keunggulan teknologi dan harga, akan tetapi para peneliti lebih tertarik pada penelitian untuk peningkatan kompetensinya. Sebagai contoh


(19)

proposal penelitian dibuat oleh peneliti di sejumlah puslit dengan mempertimbangkan kebutuhan industri seperti kegiatan penelitian Pada sisi yang lain juga mengemukakan bahwa kesiapan industri untuk pemanfaatan hasil litbang melalui lembaga litbangnya (litbang industri) tidak terealisasi karena pada umumnya industri menghendaki produk yang sudah siap dan sesuai permintaannya (didasari dari permintaan pasar).

Untuk membangun linkages antara lembaga litbang dengan industri sudah disadari perlunya dukungan peralatan litbang, keterampilan SDM dan dana yang mencukupi. Sementara keterbatasan lembaga litbang pemerintah dalam penyediaan dana dan peralatan merupakan salah satu kendala dalam membangun

lingkages. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa empat puslit di LIPI dalam penelitiannya mengacu pada tupoksi yang cakupannya relatif besar, yaitu penyiapan bahan perumusan kebijakan penelitian bidang kajian; penyusunan pedoman, pembinaan, dan pemberian bimbingan teknis dalam bidang masing-masing; penyusunan rencana, program, dan pelaksanaan penelitian bidang bioteknologi; pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang bioteknologi; pelayanan jasa iptek; melakukan evaluasi dan penyusunan laporan penelitian bioteknologi; dan pelaksanaan urusan tata usaha. Sejalan dengan itu mekanisme linkages lembaga litbang dengan industri pada umumnya terbangun melalui pembinaan SDM industri, studi kelayakan, dan pengenalan teknologi yang dihasilkan lembaga litbang. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya dilakukan personil peneliti, sehingga kerjasama penelitian yang dibangun sifatnya lebih pada personal peneliti dengan industri. Sementara secara kelembagaan masih relatif belum terbangun, karena pada umumnya secara kelembagaan kerjasama masih dalam tatanan pelatihan SDM industri.

Selanjutnya hasil temuan penelitian juga menunjukkan bahwa lembaga litbang, khususnya empat puslit LIPI sebagai kasus, menyadari untuk kegiatan

lingkages perlu ditopang oleh kemampuan lembaga dalam pengelolaan perubahan dan integrasi aspek teknologi, kemampuan untuk pembangunan dan penyusunan ulang kompetensi internal atau eksternal kelembagaan, kemampuan untuk berinteraksi dan saling berhubungan antar kegiatan ekonomi. Hal mana akan melahirkan daya saing produk litbang, ketepatan pengalokasian dana, keunggulan teknologi, komunikasi yang baik, keberhasilan alih teknologi dari lembaga litbang ke industri, yang kesemuanya menuju linkages lembaga litbang-industri yang dinamis. Kerjasama linkages empat puslit di LIPI tentunya juga dilakukan dengan pertimbangan kebijakan nasional bidang iptek, strategi dan lingkungan strategis iptek.

Dalam upaya membangun linkages dengan industri, pimpinan lembaga litbang harus mampu untuk menciptakan budaya kerjasama yang kondusif serta melibatkan peneliti secara aktif. Hal mana pada gilirannya akan mendorong terbangunnya komunikasi yang baik guna menghasilkan produk litbang sesuai standar yang diinginkan industri dan harga yang kompetitif. Budaya kerjasama yang kondusif ini juga diharapkan dapat menurunkan perbedaan cara pandang industri dengan lembaga litbang serta ketiadaan unit litbang di industri. Beberapa cara yang dapat ditempuh misalnya melalui keterbukaan dan kemudahan industri untuk akses ke lembaga litbang. Oleh karena itu upaya peningkatan kemampuan


(20)

SDM lembaga litbang dan peningkatan kualitas jaringan komunikasi perlu dilakukan, baik melalui promosi hasil litbang, peningkatan sarana dan prasarana, serta insentif bagi kegiatan kerjasama litbang dengan industri. Upaya lain yang perlu ditempuh untuk membangun linkages ini antara lain adalah menciptakan mekanisme yang efektif dan efisien dan tidak menekankan pada birokrasi yang kaku serta memberikan keuntungan pada kedua belah pihak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan yang sekaligus juga menyarankan pada sejumlah puslit sebagai kasus, tentang dinamika

linkages dengan industri yang akan dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Dari setiap puslit di lingkungan LIPI agar dalam penyusunan program

litbang agar selalu dikaitkan dengan kebutuhan

industri/masyarakat/pemerintah yang telah dikoordinasi, sosialisasi perencanaan program litbangnya baik itu berupa temuan baru yang dapat diterapkan, inovasi teknologi, maupun kemampuan dalam hal kontrak riset, konsultasi sehingga industri/masyarakat/pemerintah dapat memahami dan menjawab kebutuhan mereka.

2. Dalam membangun program litbang yang diperkirakan dibutuhkan oleh industri/ masyarakat/pemerintah hendaknya ada pengembangan kualitas SDM satker yang memperlihatkan kemajuan sejalan dengan program litbang yang dihasilkan, sehingga menghasilkan SDM yang profesional dan ahli dalam bidangnya.

3. Program litbang dari setiap satker yang sudah jelas untuk membantu dan menyelesaikan kebutuhan industri/masyarakat/ pemerintah yang dapat memberi nilai tambah bagi penggunanya serta dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan dan keahlian SDM satker perlu ada upaya-upaya yang serius untuk memperjuangkan agar pendanaan dapat dipenuhi.

4. Anggaran litbang untuk mensikapi dinamika linkages perlu bahkan berbagai instrumen kebijakan harus digunakan antara lain UU Otonomi daerah No. 22 dan No. 25 serta hasil revisi menjadi UU no. 34 Tahun 2003. Undang-undang tersebut dapat digunakan sebagai strategi dalam pembiayaan litbang Daerah. Dengan demikian akan memberi peluang bagi keikutsertaan partisipasi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Pujiati. 2008. Inter Firm Linkage : Teori dan Implementasi di Indonesia, Adibroto, Tusy A. 2007. Peran Negara Dalam Pembangunan Riset.


(21)

Cohen.W.M (at.al). 1998. "Industry and the Academy: Uneasy Partners in the Cause of Technological Advance" in Challenge to the Research Universities. R.No.ll (ed). Washington D.C.: Brookings Institutions (dalam Grace).

IGN 2009 dan LIPIRISm@ di ITB Fair 2010. (http://informatika.lipi. go.id/latest/ign- 2009-dan-lipirism-di-itb-fair-2010.html, diakses 12 Januari 2011 ).

Jenny, K. 1999. "The Indo-Swiss Collaboration in Biotechnology in Search of New Direction." In Biotechnology and Development Monitor. No.39 (dalam Grace).

Leonard, D & Barton, 1990. Organization Science, Vol. 1, No. 3, Special Issue: Longitudinal Field Research Methods for Studying Processes of Organizational Change. (1990), pp. 248-266.

Movery, D. 1998. The Roles and Contributions of R&D Collaboration: Matching Policy Goals and Design. Berkeley: University of California (dalam Grace).

Schunk, K. 1999. GMD's Techno Park - Window to Technology and SME. German National Research Center for Information Technology (dalam Grace). Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Teece, David J at.al. Gary Pisano; Amy Shuen. Dinamic Capabilities and Strategic Management . Strategic Management Journal, Vol.18, No.7. (Aug., 1997),pp. 509-533.


(22)

EVALUASI HASIL LITBANG KOMPETITIF LIPI UNTUK

MENETAPKAN KLASTER UNGGULAN

Mohammad Arifin, Radot Manalu, dan Setiyowiji Handoyo

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ABSTRAK

Sejak tahun 2003, LIPI melaksanakan program kompetitif. Esensi dari program kompetitif adalah mensinergikan berbagai sumberdaya yang dimiliki LIPI, baik secara lintas satuan kerja (satker) maupun lintas kedeputian guna menghasilkan luaran yang holistik dan strategik. Program ini ditetapkan secara top-down dengan tema kegiatan mempertimbangkan isu-isu strategis dan mendesak untuk ditangani. Harapannya adalah menghasilkan keluaran yang terukur, berkualitas, dan jelas pengguna akhirnya. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 100 peneliti utama yang telah melakukan kegitan penelitian kompetitif minimal tiga kali selama periode 2004-2009. Hasil lapangan menunjukkan bahwa sebaran kegiatan litbang kompetitif menurut tujuan sosial ekonomi (TSE), yang terbesar digunakan untuk tujuan environmental management & other aspects (15,7%). Untuk tujuan manufacturing dan advancenment of natural sciences & humanities masing-masing sebesar 11,8%, serta animal production & animal primary products dan natural sciences masing-masing sebesar 9,8%. Sementara itu, kegiatan litbang untuk TSE yang lain proporsinya di bawah 8% dan yang terkecil adalah untuk TSE energy supply dan health masing-masing sebesar 2%. Pada klaster I (kegiatan eksplorasi), hampir 50% merupakan kegiatan litbang yang lebih menekankan pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk klaster II (kegiatan kebijakan), kurang dari 50% merupakan kegiatan litbang yang lebih menekankan pada aspek pemanfatan/aplikasi. Sedangkan klaster III (kegiatan menghasilkan produk), hanya sebagian kecil yang merupakan kegiatan litbang yang menekankan tidak hanya pada aspek pengembangan ilmu pengetahuan tetapi juga aspek aplikasi.

Kata kunci: Evaluasi, hasil litbang, kompertitif.

PENDAHULUAN

Tuntutan masyarakat yang semakin besar akan peran iptek dalam memberikan solusi bagi pemecahan permasalahan dan peningkatan daya saing perekonomian bangsa, mendorong LIPI sebagai salah satu lembaga riset untuk terus berupaya memberikan kontribusi yang signifikan. Selama ini, LIPI telah melakukan berbagai program dan kegiatan riset dalam berbagai spektrum keilmuan yang cukup luas. Akan tetapi, sangat menyebarnya kegiatan riset


(23)

tersebut menyebabkan output yang dihasilkan masih berskala kecil, divergen dan cenderung terfragmentasi antar satu kegiatan dengan kegiatan lainnya.

Bertolak dari hal di atas, sejak tahun 2003 LIPI menyepakati untuk melaksanakan program kompetitif. Esensi dari program kompetitif adalah mensinergikan berbagai sumberdaya yang dimiliki LIPI, baik secara lintas satuan kerja (satker) maupun lintas kedeputian guna menghasilkan luaran yang holistik dan strategik. Program ini merupakan program LIPI yang ditetapkan secara top-down dengan tema kegiatan mempertimbangkan isu-isu strategis dan mendesak untuk ditangani.

Sesuai dengan buku panduan program kompetitif, yang dimaksud dengan program kompetitif LIPI adalah program korporat LIPI yang ditetapkan secara

topdown dan keluarannya diarahkan dapat memberikan sumbangan bagi solusi masalah nasional dan/ atau pengembangan keilmuan yang strategis.

Program kompetitif bertujuan untuk mencapai tujuan berlingkup nasional maupun daerah:

1. Memberikan solusi terhadap persoalan nasional dan/atau daerah yang strategis dan berjangka panjang, serta memberikan dampak luas bagi daerah/ sektor/ disiplin keilmuan tertentu;

2. Menghasilkan penemuan baru dalam bidang keilmuan tertentu;

3. Memberikan efek bergulir dalam arti kemungkinan sumber pendanaan, peningkatan pendapatan nasional maupun daerah, penciptaan lapangan kerja; 4. Menggerakkan keterpaduan antar unit penelitian maupun antar peneliti yang

berorientasi pada kebutuhan riil, jangka pendek maupun jangka panjang; 5. Efisiensi alokasi dan penggunaan sumber daya (dana, waktu, sarana,

pelaksana penelitian) LIPI dalam melaksanakan visi dan misinya.

Tabel berikut ini menunjukkan kegiatan dalam program kompetitif yang telah berlangsung dari awal program digulirkan (tahun 2003) hingga tahun 2009, sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Kegiatan dan Biaya Program Kompetitif, 2003-2009

Tabel Sub Program

Kompetitif

Kegiatan Biaya

(miliar rupiah)

2003 5 60 14.53

2004-2008 11 625 137.49

2009 7 104 27.30

Jumlah 789 179.32


(24)

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa periode 2003-2009 jumlah kegiatan yang dilakukan dalam program kompetitif berjumlah 789 kegiatan dengan total anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 179,32 miliar. Artinya bahwa, dari satu judul kegiatan kompetitif dibiayai sekitar Rp 227 juta.

Pada periode 2004-2009 terdapat 11 Sub Program yang dilakukan dalam program kompetitif, meliputi: 1).Sensus Biota Laut; 2).Domestikasi Hayati; 3).Pasca Genomic Molecular Farming; 4).Bahan Baku Obat; 5).Produk, Komoditi, dan Teknologi; 6).Kajian Pertahanan dan Keamanan (Hankam); 7).Energi Baru dan Terbarukan; 8).Kalimantan Timur dan Bangka Belitung (Kaltim Babel); 9).Wilayah Perbatasan; 10).Pengelolaan DAS Terpadu; 11).Otda, Konflik dan Daya Saing.

Selanjutnya pada tahun 2009 kegiatan kompetitif dikelompokkan menjadi 7 sub program, yaitu:

1). Eksplorasi dan Pemanfaatan Terukur Sumberdaya Hayati; 2). Molecular Farming dan Bahan Baku Obat;

3). Material Maju dan Nanoteknologi;

4). Energi Bersih Terbarukan dan Pasokan Air Bersih Berkelanjutan; 5). Ketahanan dan Daya Saing Wilayah dan Masyarakat Pesisir; 6). Kebencanaan dan Lingkungan;

7). Critical Strategic Social Issues.

Harapan dari tujuan dan sasaran program kompetitif adalah menghasilkan keluaran yang terukur, berkualitas, dan jelas pengguna akhirnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui hal tersebut, perlu kiranya dilakukan evaluasi program kompetitif baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi maupun pencapaian hasil akhir kegiatan. Untuk lebih memperdalam analisis, ketujuh Sub Program tersebut akan dikelompokkan berdasarkan capaian-capaian yang telah dihasilkan dalam bentuk klaster unggulan dengan mempertimbangkan aspek kedalaman pengembangan iptek (knowledge intensity) dan manfaat penerapannya di masyarakat (aplicability). Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kegiatan litbang kompetitif dalam hal output dan tujuan sosial ekonominya;

2. Mendapatkan klaster unggulan hasil litbang kompetitif pada setiap sub program

Sumber data

Populasi dalam penelitian ini adalah peneliti utama yang telah melakukan kegitan penelitian kompetitif minimal tiga kali selama periode 2004-2009. Jumlahnya sebesar 100 peneliti utama, rinciannya adalah yang telah melakukan penelitian 3 kali berjumlah 65 peneliti utama, yang melakukan 4 kali berjumlah 16 peneliti utama, dan yang telah melakukan 5 kali sebanyak 19 peneliti utama.


(25)

Analisis Data

Target kegiatan litbang pada umumnya bermuara pada dua hal pokok, yaitu pengembangan iptek dan aplikasinya di masyarakat. Jika digambarkan dalam grafik dua dimensi, maka pengelompokkan hasil kegiatan litbang dapat dipetakan dalam tiga klaster unggulan sebagai berikut:

Sumber: Hakim, 2009

Gambar 1. Klaster Unggulan Hasil-hasil Kegiatan Program Kompetitif

Berdasarkan gambar di atas, maka terdapat tiga klaster unggulan yang dapat dianalisis dari kegiatan litbang program kompetitif. Klaster Unggulan I (Fundamental) dideskripsikan dengan kegiatan litbang yang lebih menekankan pada basic dan tidak memperhatikan pada penerapannya di masyarakat. Berbeda dengan klaster unggulan I, pada Klaster Unggulan II (Development) kegiatan litbang lebih menekankan pada aspek penerapannya di masyarakat. Sedangkan Klaster III (Strategic) menitikberatkan pada kegiatan Basic dan Applied yang .artinya di samping penekanan pada aspek pengembangan keilmuan juga memperhatikan aspek penerapannya pada masyarakat.

Suatu kegiatan litbang kompetitif masuk dalam salah satu klaster unggulan dilihat berdasarkan jenis kegiatan litbang yang dilakukan. Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis kegiatan litbang, yaitu kegiatan eksplorasi (E), kebijakan (K), dan produk (P).

Untuk menetapkan suatu kegiatan litbang yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan kegiatan lainnya dalam satu klaster maka dilakukan pembobotan terhadap output kegiatan yang bersangkutan. Output tersebut dikelompokkan ke dalam dua hal, yaitu knowledge intensity (meliputi: prosiding, jurnal, buku, HKI) dan aplicability (meliputi: makalah kebijakan, prototipe, dan produk).

Adapun pembobotan dari masing-masing output kegiatan litbang tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

K

n

o

w

le

d

g

e I

n

te

n

sity

Klaster Unggulan I

Basic

Klaster Unggulan III

Basic

Non Klaster

Non Basic

Klaster Unggulan II

Non Basic


(26)

Tabel 2. Pembobotan output kegiatan litbang menurut kriteria knowledge intensity

dan aplicability

Kriteria Output Kegiatan Bobot

Knowledge Intensity HKI (Paten, Desain Industri, PVT, dll)

0,25

Buku, diterbitkan penerbit asing 0,21

Jurnal internasional 0,18

Buku, diterbitkan penerbit nasional 0,14

Prosiding internasional 0,11

Jurnal nasional 0,07

Prosiding nasional 0,04

Aplicability Produk komersial/makalah

kebijakan

0,5

Produk skala laboratorium 0,33

Prototipe 0,17

Berdasarkan pembobotan di atas maka masing-masing kegiatan litbang dalam satu klaster dapat ditentukan apakah memiliki keunggulan relatif jika dibandingkan dengan kegiatan lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peneliti utama yang produktif melakukan litbang kompetitif secara kontinyu selama periode 2004-2008 berjumlah sembilan belas peneliti utama. Puslit Kimia adalah yang paling banyak peneliti utamanya yang melakukan kegiatan kompetitif secara kontinyu dalam periode tersebut, yaitu sebanyak 4 peneliti utama. Selanjutnya diikuti oleh Puslit Oseanografi yang memiliki 3 peneliti utama yang melakukan kegiatan kompetitif kontinyu selama 5 tahun. Sedangkan Puslit Biologi, Bioteknologi, Informatika, dan Limnologi hanya memiliki satu peneliti utama yang melakukan kegiatan secara kontinyu selama periode tersebut.


(27)

Selanjutnya produktifitas peneliti utama yang melakukan 4 kali kegiatan kompetitif selama periode 2004-2008 berjumlah enambelas peneliti utama, dan yang paling produktif adalah Puslit Oseanografi ada 4 peneliti utama, diikuti oleh Puslit P2ET ada 3 peneliti utama.

Sedangkan peneliti utama yang frekuensinya 3 kali melakukan kegiatan kompetitif, yang paling banyak adalah Puslit Kimia sebanyak 9 peneliti utama, diikuti Puslit Limnologi sebanyak 8 peneliti utama. Puslit Biologi dan Fisika masing-masing sebanyak 6 peneliti utama. Yang terendah atau hanya satu peneliti utama yang melakukan kegiatan kompetitif sebanyak 3 kali dalam periode 2004-2005 adalah P2KIM, P2SMTP, P2 Politik, dan P2 Ekonomi.

Dengan menggunakan instrumen penelitian yang berupa kuesioner, pada bulan Juni 2010 telah disebar ke sembilanpuluh tujuh peneliti utama, dan responden yang mengembalikan kuesioner sebanyak 51 responden (52%).

Disamping kuesioner yang disebar kepada para peneliti utama, juga dilakukan wawancara dengan para peneliti utama terpilih pada setiap sub program yang meliputi aspek: a). Proses seleksi; b).Output kegiatan; c). Pergeseran program; d). Laporan penelitian; e). Kelebihan dan kelemahan. Adapun aspek-aspek, uraian dan hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Beberapa hasil wawancara terkait dengan faktor penelitian

No. Faktor Uraian

1 Proses seleksi Secara umum proses seleksi sudah bagus, karena panelisnya melibatkan orang luar LIPI yang sesuai dengan kompetensinya. Kemudian sudah ada pedoman dan aturan2nya

2 Output kegiatan Output kegiatan yang dihasilkan perlu dikembangkan lebih lanjut oleh Satker sendiri.

3 Pergeseran program

Sebenarnya penelitian yang dilakukan tidak ada perubahan program dari tahun ke tahun, justru setelah disetujui Panelis programnya berubah. Atau ada juga penggabungan program yang dilakukan oleh Panelis, jadi bukan penelitinya yang merubah.

Ada juga penelitian yang sudah selesai tahun 2007, kemudian pada tahun 2009 dimulai lagi kegiatan penelitian baru.

4 Laporan penelitian

Laporan penelitian sudah ada yang membuat 3 versi, yaitu a). ditujukan untuk pertanggungan jawab administrasi; b). bentuk majalah populer; c). bentuk science untuk masyarakat ilmiah.

5 Kelebihan dan kelemahan

a).Kelebihannya: peneliti dapat melakukan penelitian lebih fokus/spesifik untuk mencapai sasaran. Membantu peneliti untuk meningkatkan kemampuannya, karena dana DIPA terbatas. b). Kelemahannya: kadang-kadang belum sampai kepada tujuan yang diharapkan karena terbatasnya waktu dan dana.


(1)

Pejabat structural -0,238 -3,672 0,000

Birokrasi 0,000 0,004 0,996

Koefisien determinasi (R2) 0,203

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS

Tabel 5 berikut di bawah merupakan ringkasan hasil korelasi antara 9

faktor yang berpengaruh terhadap kualitas penelitian dengan produktivitas

peneliti versi 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan terdapat

korelasi yang rendah antar keduanya (0,203). Tetapi secara statistik terdapat 2

faktor yang signifikan yaitu untuk Faktor Ingin menjadi peneliti yang tangguh

(0,001); dan Kompetensi (0,001).

Tabel 5

Ringkasan Hasil Korelasi antara 9 Faktor yang Berpengaruh terhadap

Kualitas Penelitian dengan Produktivitas Peneliti versi 2.

Faktor Koefisien Beta Nilai t Signifikan

Kepemimpinan 0,174 1,714 0,088

Lingkungan sosial peneliti 0,012 0,142 0,887

Konsistensi organisasi 0,046 0,523 0,602

Motivasi 0,236 3,465 0,001

Insentif dan lingkungan 0,013 0,197 0,844

Kompetensi -0,225 -3,508 0,001

Perkembangan ilmu -0,097 -1,523 0,129

Pejabat structural -0,108 -1,679 0,095

Birokrasi -0,019 -0,299 0,765

Koefisien determinasi (R2) 0,203

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS

Berdasarkan analisis di atas, ternyata produktivitas peneliti dalam

pengembangan pengetahuan tidak ditentukan oleh seluruh faktor tersebut di atas,

namun hanya 3 faktor yang berperan mempengaruhi produktivitas peneliti. Hal

lain yang menyebabkan lemahnya hubungan ini adalah skala pengukuran yang


(2)

digunakan adalah skala likert. Dalam penelitian yang menggunakan skala likert ini

cenderung memiliki hubungan yang relatif kecil.

Kekuatan Sistem Insentif

Secara total pengaruh variabel-variabel dalam kuesioner kami hanya

sekitar 20 persen pada produktivitas. Mengapa hal ini terjadi?

Yang memebedakan kondisi di Indonesia dengan di negara-negara maju

adalah ukuran produktivitas yang digunakan. Di Indonesia, nilai KUM antara

makalah yang terbit di jurnal luar neger dan jurnal dalam negeri hanya berbeda 5

angka. Padahal perbedaan tingkat kesulitannya, maupun lamanya waktu untuk

bisa diterbitkan sangat besar. Karena itu dorongan untuk menulis di jurnal

internasional sangat rendah. Hanya orang-orang tertentu, yang jumlahnya sangat

terbatas, yang mau mengupayakan untuk menulis di jurnal internasional. Ini bisa

dilihat dari rata-rata publikasi jurnal internasional dalam 3 tahun terakhir yang

hanya 0.82 (kurang dari 1).

Berdasarkan FGD yang kami lakukan di tiga puslit

P2 Fisika, P2

Informatika dan P2 Biologi

didapat informasi bahwa untuk proyek DIPA dan

Dikti/Ristek semuanya dilibatkan, apapun kinerjanya sebelumnya. Produktivitas

dan kualitas penelitian tidak menjadi pertimbangan dalam melibatkan orang

dalam proyek DIPA ataupun Dikti/Ristek. Proyek penelitan yang lebih selektif

adalah yang berasal dari program kompetitif, ataupun yang pendanaannya dari

luar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini adalah:

Pengaruh organisasi secara keseluruhan sangat rendah terhadap

produktivitas peneliti. Ini dikarenakan organisasi tidak memberikan

insentif pada kinerja yang bisa dirasakan dalam jangka pendek. Atau hal-hal

yang mestinya bisa dijadikan insentif, hilang efek insentifnya karena

dibagikan ke setiap orang secara sama tanpa memperdulikan kinerjanya.

Di antara pengaruh-pengaruh yang kecil ini, motivasi pribadi memiliki

pengaruh yang berarti.

Saran-saran yang bisa kami ajukan adalah sebagai berikut:

Insentif

Agar peneliti lebih terdorong meningkatkan produktivitasnya, maka

komponen insentif

yang diperoleh karena kinerjanya harus lebih besar

dibandingkan yang pasti diperoleh tanpa mempertimbangkan kinerja seseorang.

Insentifnya juga tidak harus dalam bentuk seseorang mendapatkan atau tidak


(3)

dalam jumlah jam kerja yang rendah, sedangkan yang lebih produktif bisa

mendapatkan jumlah jam yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya.

Insentifnya bisa juga dalam bentuk pengakuan. Misalnya setiap satker

menentukan tim penelitian terbaik ataupun peneliti terbaik setiap tahunnya.

Demikian juga di tingkat LIPI perlu ditentukan tim peneliti terbaik ataupun

peneliti yang paling produktif setiap tahunnya. Pengakuan, jika dipublikasikan

secara luas, akan dipersepsi sebagai penghargaan yang berarti juga bagi peneliti.

Strategi harus mengikuti visi, dan struktur harus mengikuti strategi. Karena

itu jika LIPI hendak menjadi

world-class research institution

, maka seluruh

instrumen organisasi harus diarahkan untuk mendukung pencapaian visi tersebut,

termasuk sistem insentifnya. Jika LIPI ingin memiliki reputasi internasional, maka

publikasi internasional harus secara eksplisit disosialisasikan dan didorong

dengan sistem insentif, baik finansial maupun pengakuan.

Kepemimpinan

Tugas pemimpin satker adalah mencari proporsi yang tepat antara tindakan

memelihara atau

maintaining

(M) dan tindakan produksi (P). Tindakan

memelihara, antara lain, meliputi memperhatiakan bawahan, perhatian terhadap

kebutuhan dan cita-cita mereka, membuat mereka merasa penting, membuat

orang merasa menjadi bagian dari Satker, dan lain-lain. Sementara tindakan

produksi, antara lain, meliputi menjadwalan pekerjaan, mendefinisikan tujuan,

menjelaskan pada bawahannya bagaimana mencapai tujuan tersebut, serta

memastikan agar bawahannya melakukan apa yang diharapkan dari mereka.

Pemimpin bisa menentukan kualitas manajemen dan konsistensi organisasi.

Lingkungan Sosial Sesama Peneliti

Peran lingkungan sosial cukup besar bagi peneliti. Mereka bisa saling

menginspirasi ataupun sebaliknya saling melemahkan motivasi masing-masing.

Tindakan dari pemimpin Satker bisa turut membantu terbentuknya lingkungan

sosial yang kondusif.

Motivasi

Meskipun motivasi intrinsik sangat berperanan dalam menentukan

produktivitas, penghargaan dan pengakuan dari lingkungan dan manajemen bisa

membuat peneliti lebih bersemangat lagi dalam berprestasi. Karena itu pemimpin

perlu memaksimalkan pengaruh insentif baik finansial dan penghargaan dalam

mendorong produktivitas para peneliti.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abbey, A. & Dickson, J.W. (1983). R&D Work Climate and Innovation in Semiconductors. Academy of Management Journal 26 (2).

Abbott, J, & Kleiner, B.H. (1992). Incentive pay: Not just for top management. Work Study, Mar/Apr, 41(2).

Abdullah, B. (2006). Menanti kemakmuran negeri: kumpulan esai tentang pembangunan sosial ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ambos, B. & Schlegelmilch, B.B. (2008). Innovation in Multinational Firms: Does Cultural Fit Enhance Performance? Management International Review, 48 (2).

Ayers, D.F. (2005). Organizational Climate in Its Semiotic Aspect: A Post Modern Community College Undergoes Renewal. Community College Review 33(1), Fall. Badawy, M.K. (1971). Industrial scientists and engineers: Motivational style differences.

California Management Review, Fall, 14(1).

Badawy, M.K. (2007). Managing Human Resources. Research Technology Management, July – August.

Balderston, J., Birnbaum, P., Goodman, R., & Stahl, M. (1984). Modern Management Techniques in Engineering and R&D. Van Nostrand Reinhold.

Brown, M.G., & Svenson, R.A. (1998). Measuring R&D productivity. Research Technology Management, Nov/Dec, 41(6).

Chen, Y., Gupta, A., Hoshower, L. (2006). Factors That Motivate Business Faculty to Conduct Research: An Expectancy Theory Analysis. Journal of Education for Business, 81(4).

Cohen, B.H., & Lea, R.B. (2004). Essentials of Statistics for the Social and Behavioral Sciences. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Cooper, R.G. & KleinSchmidt, E. J. (2007). Winning businesses in product development: the critical success factors. Research Technology Management, 50 (3), May/June.

Couto, J.P., & Vieira, J.C. (2004). National Culture and Research and Development Activities. Multinational Business Review, 12(1).

Daryatmi, 2002. Pengaruh motivasi, pengawasan dan budaya kerja terhadap produktivitas karyawan perusahaan. Diakses http://www.eprints.ums.ac.id/125/1/daryatmi pdf, 26/10/2010.

Denison, D.R. (1996). What is the difference between organizational culture and organizational climate? A native's point of view on a decade of paradigm wars. The Academy of Management Review 21(3).

Endang Lestari Hastuti, 1998. Hambatan Sosial Budaya Dalam Pengarusutamaan Gender di Indonesia, diakses dari http://www.ejournal.unud.ac.id, 03/01/2011.

Fogarty, T.J. & Ruhl, J.M. (1997). Institutional antecedents of accounting faculty research productivity: A L)SREL study of the Best and the Brightest . Issues in Accounting Education, 12 (1).


(5)

reputation of an award to motivate performance . Mathematical Methods of Operations Research, 61: 1 – 22.

Giddens, A. (1984). The Constitution of Society. University of California Press, Berkeley and Los Angeles.

Goodwin, T.H., & Sauer, R.D. (1995). Life Cycle Productivity in Academic Research: Evidence from Cumulative Publication Histories of Academic Economists. Southern Economic Journal 61(3).

Grover, V., Segars, A.H., and Simons, S.J. (1992). An Assessment of Institutional Research Productivity in MIS. Data Base, 23(4), 5-9.

Hofstede, G. (1987). Culture and Organizations: Software of the Mind. New York: McGraw-Hill.

Hofstede, G. (1994). Mangement Scientists are Human. Management Science, 40 (1).

Hu, Q. & Gill, T.G. (2000). IS faculty research productivity: Influencial factors and implications. Information Resources Management Journal, 13(2), 15-25.

Isaac, R.G., Herremans, I.M., Kline , T.J.B. (2009). Intellectual capital management: pathways to wealth creation. Journal of Intellectual Capital , 10(1), hal. 81-92.

Jain, R.K., Triandis, H.C., & Weick, C.W. (2010). Managing research, development and innovation : managing the unmanageable. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Jamrog, J., Vickers, M., & Bear, D. (2006). Building and Sustaining a Culture that Supports Innovation. HR. Human Resource Planning, 29 (3).

Jin, J.C. & Yau, L. (1999). Research productivity of the economics professions in East Asia. Economic Inquiry 37(4), October.

Johnson, R.A. & Wichern, D.W. (1992). Applied Multivariate Statistical Analysis. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Jordan, G.B. (2005). What matters to r&d workers. Research Technology Management, May/Jun, 48(3).

Kalling, T. , Organization-internal transfer of knowledge and the role of motivation: a qualitative case study , Knowledge and Process Management, Vol. 10 No. 2, Chichester, April/June, p. 115.

Kaya, N. & Weber, M.J. (2003). Faculty Research Productivity: Gender and Discipline Differences. Journal of Family and Consumer Sciences, Nov, 95(4).

Kenny, L.W. & Studley, R.E. (1995). Economists' salaries and life-time productivity. Southern Economic Journal October, 62(2).

Lach, S. & Mark Schankerman, M. (2008). Incentives and invention in universities . The Rand Journal of Economics, Summer, 39(2).

Kadiman, Kusmayanto (2008). Membangun daya saing Kemandirian Sains dan Teknologi Bangsa. Sekneg

Khodyakov, D.M. (2007). The Complexity of Trust-Control Relationships in Creative Organizations: Insights from a Qualitative Analysis of a Conductorless Orchestsa. Social Forces, 86 (1).

Long, R.G., Bowers, W.P., Barnett, T., & White, M.C. (1998). Research productivity of graduates in management: Effects of academic origin and affiliation. Academy of Management Journal 41(6), December.


(6)

culture and incentives influence knowledge transfer. The Learning Organization 13(1).

Manners Jr, G.E., Steger.J.A., Zimmerer, T.W. (1997). Motivating your R&D staff. Research Technology Management, Nov/Dec, 40(6).

Milne (2007). Motivation, incentives and organisational culture. Journal of Knowledge Management, 11(6).

Muhlemeyer, P. (1992). R&D – Personnel Management by Incentive Management: Results of an Empirical Survey in Research & Development. Personnel Review, 21(4).

Noordin, F., Omar, S., Sehan, S., & Idrus, S. (2010). Organizational Climate and Its Influence on Organizational Commitment. International Business and Economics Research Journal 9(2).

Park, Y. (2009). Factors influencing self-directed career management: an integrative investigation . Journal of European Industrial Training 33(7).

Patterson, M.G., West, M.A., Shackleton, V.J., Dawson, J.F., Lawthom, R., Maitlis, S., Robinson, D.L., & Wallace, A.M. (2005). Validating the organizational climate measure: links to managerial practices, productivity and innovation . Journal of Organizational Behavior 26, 379–408.

Sabrin, M. (2002). A Ranking of the Most Productive Business Ethics Scholars: A Five-Year Study. Journal of Business Ethics 36(4).

Sugianto (2001). Pengolahan Data Statistik. Penerbit Salemba Infotek. Jakarta. Supranto, J. (2004). Analisis Multivariate (Arti & Interpretasi). Penerbit. Rineka Cipta. Siagian, Sondang P. (1995). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta

Xie, Y. & Shauman, K.A. (1998). Sex differences in research productivity: new evidence about an old puzzle. American Sociological Review 63(6), December.