Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal di Kota Medan (Studi Kasus : BPOM Kota Medan dan MUI Kota Medan)

BAB II
TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP
PEREDARAN MAKANAN DAN MINUMAN HALAL
2.1. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen
2.1.1. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha
Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau
consument/konsument (Belanda).Pengertian konsumen dalam perundang-undangan
Belanda menegaskannya sebagai “een natuurlijk persoon die niet handelt in de
uitoefening van zijn beroep of bedriif” (orang alami yang bertindak tidak dalam
profesi atau usahanya). 20Secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari
produsen) setiap orang yang menggunakan barang. 21Menurut Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan. Orang yang dimaksudkan dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen ini wajiblah merupakan orang alami dan bukan badan
hukum. Sebab yang dapat memakai, menggunakan dan/atau memanfaatkan barang
dan/atau jasa untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, hanyalah orang alami atau
manusia. Bandingkan dengan kerajaan Belanda yang juga memberikan pengertian
pada istilah bersamaan (konsument). Termasuk pengertian konsumen pemakai,

pengguna dan/atau pemanfaat ini antara lain adalah: pembeli barang/jasa, termasuk
keluarga dan tamu-tamunya, peminjam, penukar, pelanggan atau nasabah, pasien dsb.

20

Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Jakarta:
Grafindo Persada, hal. 67.
21
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, hal. 22.

12

Universitas Sumatera Utara

13

Pengertian Konsumen pada umumnya Menurut Undang-Undang Perlindungan
Konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri atas: 22
1) Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat
barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

2) Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang
dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang /jasa lain atau untuk
memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen
antara ini sama dengan pelaku usaha; dan
3) Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang
dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau
rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Konsumen (akhir) inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam UU
Perlindungan Konsumen tersebut.Konsumen menurut Shidarta, 23tidak hanya diartikan
hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau
pemakai terakhir.Pakar masalahkonsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan bahwa
para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai
produksi terakhir daribenda dan jasa. 24Pengertian pemakai dalam definisi yang
terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
dapat menunjukkan bahwa barang dan/atau jasa dalam rumusan pengertian konsumen
tidak harus sebagai hasil dari transaksi jual beli.25Dari pengertian konsumen Menurut
Pasal 1 ayat (2) tersebut dapat ditemukan unsur-unsurnya sebagai berikut: 26
a. Setiap orang
Adalah subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang
yangberstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa.

b. Pemakai
Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan
tersebut sekaligus menunjukkan barang dan/atau jasayang dipakai tidak serta
merta hasil dari transaksi jual beli.
22

Undang-Undang No. 7 tahun 1996, tentang Pangan yang diundangkan pada tanggal 4 November
1996, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 99.
23
Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, hlm 60.
24
Ibid, hlm. 3.
25
N.H.T Siahaan, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung JawabProdukJakarta: Panta
rei, hlm 10.
26
Shidarta, Op.,Cit, hlm. 5-10.

Universitas Sumatera Utara


14

c. Barang dan/atau jasa
Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai setiap
benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidakbergerak, baik yang dihabiskan maupun yang tidak dihabiskan, yang
dapatuntuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan
olehkonsumen
d. Yang tersedia dalam masyarakat berarti barang dan/atau jasa yang
ditawarkankepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran
e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hiduplainnya. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk
memperluaspengertian kepentingan yang tidak sekedar diajukan untuk diri
sendiri dankeluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi
orang lainbahkan untuk makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.
f. Barang dan/atau jasa tidak untuk diperdagangkan.Pengertian konsumen dalam
Undang-Undang

Perlindungan


Konsumen

inidipertegas,

yakni

hanya

konsumen akhir.
Senada dengan pengertian konsumen diatas menurut Susanti Adi Nugroho dapat
terdiri dari 3 pengertian yaitu : 27
1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasayang
digunakan untuk tujuan tertentu.
2) Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barangdan/atau jasa
yang digunakan untuk diperdagangkan, komersial.
3) Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapatkan barangdan/ataujasa
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hiduppribadinya, keluarga,
dan/atau rumah tangganya dan tidak untukdiperdagangkan kembali.
Adapun yang menjadi syarat-syarat Konsumen Menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen adalah: 28
a. Pemakai barang dan/atau jasa, baik memperolehnya melalui pembelian
maupun secara cuma-cuma.
b. Pemakaian barang dan/atau jasa untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain dan makhluk hidup lain.
27

Susanti Adi Nugroho, 2008, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara
Serta Kendala Implementasinya, Jakarta: Kenaca Prenada Media Group, hlm. 62.
28
Shidarta, Op.,Cit., hlm. 76.

Universitas Sumatera Utara

15

c. Tidak untuk diperdagangkan.
Perlindungan konsumen sendiri adalah segala upaya yang menjamin kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Salah satu bagian dari hukum
konsumen adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan

hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain. 29Janus Sidabalok mengemukakan
ada 4 (empat) alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai
berikut: 30
1. Melindungi

konsumen

sama

artinya

dengan

melindungi

seluruh

bangsasebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut
UUD NRI Tahun 1945;
2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak

negatif penggunaan teknologi;
3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang
sehatrohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti
jugauntuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional;
4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunanyang
bersumber dari masyarakat konsumen.
Menurut Ali Mansyur, kepentingan konsumen dapat dibagi menjadi empat macam
kepentingan, yaitu sebagai berikut: 31
1. Kepentingan fisik;
Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan
dengankeamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan
barangdan/atau jasa.Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan kesehatan
dankeselamatan jiwa.Kepentingan fisik konsumen ini harus diperhatikan
olehpelaku usaha.
2. Kepentingan sosial dan lingkungan;
Kepentingan

sosial

dan


lingkungan

konsumen

adalah

terwujudnya

keinginankonsumen untuk memperoleh hasil yang optimal dari penggunaan
sumber- sumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan jasa
yangmerupakan kebutuhan hidup, sehingga konsumen memerlukan informasi
29

Ibid.,hlm. 12.
Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, hlm. 6.
31
M. Ali Mansyur, 2007, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam
Perwujudan Perlindungan Konsumen,Yogyakarta : Genta Press, hlm. 81.

30

Universitas Sumatera Utara

16

yang benar mengenai produk yang mereka konsumen.Sebab jika tidak maka
akanterjadi gejolak sosial apabila konsumen mengkonsumsi produk yang
tidakaman.
3. Kepentingan ekonomi;
Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba yang
sebesar-besarnya

adalah

sesuatu

yang

wajar,


akan

tetapi

dayabeli

konsumenjuga harus dipertimbangkan dalam artian pelaku usaha jangan
memikirkankeuntungan semata tanpa merinci biaya riil produksi atas suatu
produk yangdihasilkan.
4. Kepentingan perlindungan hukum.
Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap keadilan (acces to
justice), konsumen berhak untuk dilindungi dari perlakuan-perlakuan pelaku
usaha yang merugikan.
Di dalam usaha memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen,terdapat
beberapa asas yang terkandung di dalamnya.Perlindungan konsumen dilakukan
sebagai bentuk usaha bersama antara masyarakat (konsumen), pelaku usaha dan
Pemerintah sebagai pembentuk Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan
dengan Perlindungan Konsumen, hal ini terkandung dalam ketentuan pasal 2 UUPK.
Kelima asas tersebut adalah :
1. Asas manfaat
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalampenyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar- besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum
perlindungankonsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu
pihak diatas pihakyang lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan
kepada masing-masingpihak, pelaku usaha (produsen) dan konsumen, apa
yang menjadi haknya.Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan
penegakan hukumperlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan
masyarakat dan padagilirannya bermanfaat bagi kehidupan berbangsa.
2. Asas keadilan
Asas

keadilan

dimaksudkan

agar

partisipasi

seluruh

rakyat

dapat

diwujudkansecara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen

Universitas Sumatera Utara

17

dan pelakuusaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya
secara adil.Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum
perlindungankonsumen ini, konsumen dan pelaku usaha (produsen) dapat
berlaku adil melaluiperolehan hak dan penunaian kewajiban secara
seimbang.Karena itu, UUPKmengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen
dan pelaku usaha.
3. Asas keseimbangan
Asas

keseimbangan

dimaksudkan

untuk

memberikan

keseimbangan

antarakepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
ataupunspiritual.Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha
(produsen), dan Pemerintahmemperoleh manfaat yang seimbang dari
pengaturan dan penegakan hukumperlindungan konsumen.Kepentingan antara
konsumen, pelaku usaha (produsen)dan Pemerintah diatur dan harus
diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hakdan kewajibannya masingmasing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Tidak ada salah satu pihak
yang mendapat perlindungan atas kepentingannyayang lebih besar dari pihak
lain sebagai komponen bangsa dan Negara.Keseimbangan perlindungan antara
pelaku usaha dan konsumen menampakkan fungsi hukum yang menurut
Roscoe Pound sebagai saranapengendalian hidup bermasyarakat dengan
menyeimbangkan kepentingan- kepentingan yang ada dalam masyarakat atau
dengan kata lain sebagai sarana kontrol sosial. 32
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas

ini

dimaksudkan

untuk

memberikan

jaminan

atas

keamanan

dankeselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatanbarang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.Asas ini
menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akanmemperoleh
manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknyabahwa
produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa danharta
bendanya. Karena itu Undang-Undang ini membebankan sejumlahkewajiban
yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larang yang harusdipatuhi oleh
produsen dalam memperoduksi dan mengedarkan produknya.
32

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2008, hlm. 28.

Universitas Sumatera Utara

18

5. Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati
hukumdan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, sertanegara menjamin kepastian hukum.Artinya Undang-Undang
ini mengharapkan bahwa aturan-aturan tentang hak dankewajiban yang
terkandung di dalam undang-undang ini harus diwujudkan dalamkehidupan
sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan.Olehkarena
itu, Negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang-undang inisesuai
dengan bunyinya.
Adapun Tujuan Perlindungan Konsumen, sebagaimana termaksud dalam
ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen bertujuan :
a. meningkatkan

kesadaran,

kemampuan

dan

kemandirian

konsumen

untukmelindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dariekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastianhukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usahaproduksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dankeselamatan konsumen.
Achmad Ali mengatakan bahwa “ masing-masing undang-undang memiliki tujuan
khusus “. 33Hal itu tampak dalam pengaturan pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen yang juga mengatur tujuan khusus perlindungan
konsumen sekaligus membedakan tujuan umum.
33

Achmad Ali, 2002, Menguak Takbir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Cetakan Kedua,
Jakarta : PT. Toko Gunung Agung Tbk, (selanjutnya disebut Achmad Ali I), hlm. 25.

Universitas Sumatera Utara

19

Rumusan tujuan perlindungan konsumen huruf a dan e mencerminkan tujuan
hukum mendapatkan keadilan. Sedangkan rumusan huruf a, b, termasuk c dan d serta
huruf f mencerminkan tujuan hukum memberikan kemanfaatan, dan tujuan hukum
khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum tercermin dalam rumusan huruf
d. Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat
dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang dapat
dikualifikasi sebagai tujuan ganda.
Kesulitan

memenuhi

ketiga

tujuan

hukum

(umum)

sekaligus

sebagaimanadikemukakan sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam
huruf a sampai dengan huruf f dari pasal 3 tersebut hanya dapat tercapai secara
maksimal, apabila didukung oleh keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur
dalam undang- undang ini, tanpa mengabaikan fasilitas penunjang dan kondisi
masyarakat. Unsur masyarakat sebagaimana dikemukakan berhubungan dengan
persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, yang seterusnya menentukan
efektivitas Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh
Achmad Ali bahwa kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas perundangundangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan. 34Agar tujuan hukum
perlindungan konsumen ini dapat berjalan sebagaimanaseperti yang telah dicitacitakan, hal ini harus diperkuat oleh kesatuan dari keseluruhan sub sistem yang
terkandung dalam undang-undang perlindungankonsumen didukung oleh sarana dan
fasilitas yang menunjang.
Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau perlindungan
dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Ada beberapa caraperlindungan
secara hukum, antara lain sebagai berikut : 35
1) membuat peraturan (by giving regulation), yang bertujuan untuk :
a. Memberikan hak dan kewajiban;
b. Menjamin hak-hak para subyek hukum;
2) Menegakkan peraturan (by the law enforcement) melalui :

34

Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta : Yarsif Watampone,,
(selanjutnya disebut Achmad Ali II),1988, hlm. 191.
35
Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas
Lampung, Bandar Lampung, 2007, hlm. 31.

Universitas Sumatera Utara

20

a. Hukum administrasi Negara yang berfungsi untuk mencegah
(preventif)terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan perijinan
dan pengawasan;
b. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive)
setiappelanggaran

terhadap

peraturan-undangan,

dengan

cara

mengenakansanksi hukum berupa sanksi pidana dan hukuman;
c. Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative,
recovery), dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.
2.1.2. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak konsumen dalam artian yang luas ini dapat disebut sebagai dimensi baru
hak asasi manusia yang tumbuh dan harus dilindungi dari kemungkinan
penyalahgunaan
kekuasaan

yang

atau

tindakan-tindakan

bersifat

sewenang-wenang

horizontal

antara

pihak

dalam
produsen

hubungan
dengan

konsumennya.Konsepsi generasi keempat ini dapat disebut sebagai Konsepsi Generasi
Kedua apabila seluruh corak pemikiran atau konsepsi hak asasi manusia sebelumnya
yang bersifat vertikal dikelompokkan sebagai satu generasi tersendiri dalam
pertumbuhan dan perkembangan konsepsi hak asasi manusia.Konsepsi Generasi
kedua adalah konsepsi hak asasi manusia untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial
dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untuk menentukan status politik,
hak untuk menikmati ragam penemuan-penemuan ilmiah, dan lain-lain sebagainya.
Secara historis mengenai hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan
oleh Presiden Amerika Serikat J.F. Kennedy “Presiden yang pertama kali mengangkat
martabat konsumen” saat menyampaikan pidato revolusioner di depankongres (US
Congress) pada tanggal 15 Maret 1962 tentang Hak konsumen. Iaberujar, “Menurut
definisi, konsumen adalah kita semua. Mereka adalah kelompokekonomi paling besar
yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiapkeputusan ekonomi Publik
dan swasta, tetapi mereka hanya sekelompok penting yangsuaranya nyaris tak
didengar.”Yang di dalam pesannya kepada Kongres dengan judulA Special Massage
of Protection the Consumer Interest. Presiden J.F. Kennedy menjabarkan empat hak
konsumen sebagai berikut: 36
1. The right to safety (hak atas keamanan)
36

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta :PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2001 hlm. 27.

Universitas Sumatera Utara

21

2. The right to choose (hak untuk memilih)
3. The right tobe informed (hak mendapatkan informasi)
4. The right tobe heard (hak untuk didengar pendapatnya)
Selanjutnya dalam perkembangannya hak-hak tersebut dituangkan di dalam Piagam
Hak Konsumen yang juga dikenal dengan Kennedy’s Hill of Right. Kemudian muncul
beberapa hak konsumen selain itu, yaitu hak ganti rugi, hak pendidikan konsumen,
hak atas pemenuhan kebutuhan dasar dan hak atas lingkungan yang sehat.
Selanjutnya, keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak- hak Asasi
Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing- masing
pada pasal 3, 8, 19, 21 dan pasal 26, yang oleh Organisasi Konsumen Sedunia
(International Organization of Consumers Union- IOCU) ditambahkan empat hak
dasar konsumen lainnya, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, hak untuk
memperoleh ganti rugi, hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, hak untuk
memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga
menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut, hak perlindungan
kesehatandan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid),
hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn economische
belangen), hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding), hak atas penerangan
(recht op voorlichting en vorming), hak untuk didengar (recht om te worden gehord).
Dua dekade kemudian setelah Kennedy menyampaikan pidato, pada tanggal
15 Maret 1983, maka Hari Hak Konsumen dirayakan untuk pertama kali, dan setelah
perjalanan panjang gerakan konsumen sejak pidatonya, hak konsumen akhirnya
diterima secara prinsip oleh pemerintah seluruh dunia dalam Sidang Majelis Umum
PBB (UN General Assembly) pada tanggal 9 April 1985. Pengakuan hak konsumen
dilakukan melalui adopsi UN guidelines for Consumers Protection.Lobi yang
konsisten oleh kelompok konsumen berdasarkan Guidelines tersebut merupakan
kesinambungan untuk meningkatkan dan memperkuat perlindungan hukum bagi
kelanjutan gerakan konsumen di seluruh dunia baik di negara berkembang maupun di
negara maju.Usai Presiden Amerika Serikat John .F. Kennedy sesudah itu, L.B.
Johnson, menambahkan perlu dikembangkan konsep product warranty dan product
liability.

Universitas Sumatera Utara

22

Dan sementara itu, RRC, hak-hak konsumen diakui sebagai hak-hak: (1). To
select commodities and service of their own will; (2). To know the real circumstances
of the price, quality, Weight-measurement, function, ect., of commodities and service;
(3). To have guarantees of quality, weigths and measures, price, safety, and hygienes
as stipulated by law; (4). To request receipts for payment in purcahsing
commoditiesand services; (5). To request repairing, replacing, or returning
commodities orservice because of unstatisfactory quality according to the standard
provided by law agreed by the parties, to request compensation when persobal or
property damage is caused thereof; (6). To have other rights as stipulated law. Dalam
catatan, mengenai urutan hak-hak diatas tersebut telah beberapa kali diubah dan tidak
bersifat tunggal untuk seluruh negara tersebut. 37
Hak konsumen di Indonesia sebagaimana tertuang dalam pasal 4 UU No.
8Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :
a. Hak

atas

kenyamanan,

keamanan,

dan

keselamatan

dalam

mengkonsumsibarang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barangdan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasayang
digunakan;
e. Hak

untuk

mendapatkan

advokasi,

perlindungan,

dan

upaya

penyelesaiansengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidakdiskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjianatau tidak
sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undanganlainnya.
kewajiban konsumen dijelaskan dalam pasal 5 UUPK, yakni :
37

Ibid

Universitas Sumatera Utara

23

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
ataupemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumensecara
patut.
2.1.3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UUPKadalah :
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenaikondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikadtidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukumsengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugiankonsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
kewajiban pelaku usaha diatur dalam pasal 7, yakni :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminanbarang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan
danpemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidakdiskriminatif;
d. Menjamin

mutu

barang

dan/atau

jasa

yang

diproduksi

dan/atau

diperdagangkanberdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barangdan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yangdibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

Universitas Sumatera Utara

24

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/ataujasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2.1.4. Larangan Pelaku Usaha
Pasal 8 UUPK, disebutkan larangan-larangan tentang produksi barang dan/atau
jasa, dan larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa,antara lain :
1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang :
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
danketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalamhitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barangtersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitunganmenurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak

sesuai

dengan

kondisi,

jaminan,

keistimewaan

atau

kemanjuransebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/ataujasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya,mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label
atauketerangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak

mencantumkan

tanggal

kadaluwarsa

atau

jangka

waktupenggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak

mengikuti

ketentuan

berproduksi

secara

halal,

sebagaimana

pernyataan"halal" yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
namabarang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,
tanggalpembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keteranganlain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di
pasang/dibuat;

Universitas Sumatera Utara

25

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalambahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas,dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barangdimaksud.
3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yangrusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasisecara lengkap dan benar.
4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarangmemperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dariperedaran.
Ketentuan Pasal 14 UUPK yang menyebutkan :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Dalam memasarkan produknya, pelaku usaha dilarang untuk melakukan cara- cara
penjualan dengan cara tidak benar dapat mengganggu secara fisik maupun
psikiskonsumen. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 15 UUPK yang bunyinya :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan
dengancara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik
fisik maupun psikis terhadap konsumen.
2.2. Pengertian Makanan dan Minuman
Secara etimologi makan berarti memasukkan sesuatu melalui mulut,
sedangkan makanan ialah segala sesuatu yang boleh dimakan.Sedangkan dalam
ensiklopedi hukum Islam makanan ialah segala sesuatu yang boleh dimakan oleh
manusia atau sesuatu yang menghilangkan lapar. 38 Pengertian makanan dalam Pasal 1
huruf a Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180/Men.Kes/Per/Iv/85
38

Abdul Azis Dahlan, et. al., Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve, 1996), Cet.
ke-1, hlm. 1071

Universitas Sumatera Utara

26

Tentang Makanan Daluarsa adalah barang yang diwadahi dan diberikan label yang
digunakan sebagai makanan dan minuman manusia, akan tetapi bukan obat.
Minum, secara etimologi berarti meneguk barang cair dengan mulut,
sedangkan minuman adalah segala sesuatu yang boleh diminumdalam ensiklopedi
hukum Islam diartikan dengan jenis air atau zat cair yang bisa diminum. 39Dalam buku
Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal yang diterbitkan oleh Departemen
Agama disebutkan makanan adalah barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau
diminum oleh manusia, serta bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan
minuman.
2.3. Tinjauan Umum Tentang Label
2.3.1. Pengertian Label
Konsumen akan memperoleh informasi yang benar, jelas dan baik mengenai
kuantitas, isi, kualitas mengenai barang/jasa beredar dan dapat menentukan pilihan
sebelum membeli atau mengkonsumsi barang dan jasa. Dan setiap orang yang
memproduksi atau memasukan pangan yang dikemas kedalam wilayah Indonesia
untuk diperdagangankan, wajib mencantumkan label, diluar atau didalam kemasan
pangan. Serta usaha yang wajib mencantumkan nama dan alamat pangan ialah
produsen pangan, importir, pengedar produk pangan. Hal ini bertujuan agar konsumen
dapat memperoleh informasi yang lengkap yaitu baik importir pangan yang
bersangkutan.Selama
mencantumkan

produk makanan dan minuman dalam kemasan wajib

tanggal,

bulan

dan

Tahun

kadaluarsa.

Hal

ini

agar

konsumenmakanan/minuman dapat mengetahui apakah barang tersebut masih layak
dikonsumsi atau tidak hal ini tertera dalam ketentuan Kadaluarsa menurut UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Ketentuan ini berlaku
mengikat tidak hanya pangan yang diproduksi didalam negeri, berlaku juga terhadap
pangan

yang

dimasukan

ke

dalam

wilayah

Indonesia

untuk

diperdagangkan.Tujuannya adalah agar informasi tentang pangan dapat dipahami oleh
seluruh lapisan masyarakat.Ketentuan Halal Menurut Undang-Undang No.8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen.Yaitu pelaku usaha wajib mengikuti ketentuan
berproduksi secara halal yang di cantumkan dalam label.Untuk mendukung
pernyataan halal, produsen wajib memeriksakan pangan pada lembaga pemeriksa
yang sudah terakreditasi sesuai ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku.Dengan
39

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

27

demikian para konsumen membiasakan diri untuk membaca label tersebut karena
dengan mambaca label akan diketahui isi bungkusan /wadah barang tersebut. Karena
hampir semua makanan jadiyang dijual di pasaran berada dalam kemasan sehingga
konsumen tidak dapat memeriksa apa dan bagaimana keadaan isinya waktu membeli.
Menurut Pasal 1 (3) dari PP No. 69 Tahun 1999 menentukan bahwa yang
dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentukgambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada
pangan,dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan
pangan.Dari pengertian label diatas dapat diketahui bahwa didalam label itu termuat
informasi. Informasi mana sangat berguna bagi konsumen, karena dari informasipada
label, konsumen secara tepat dapat menentukan pilihan sebelum membeli danatau
mengkonsumsi pangan. Informasi pada label tidak hanya bermanfaat bagikonsumen,
karena label juga memberikan dampak signifikan untuk meningkatkanefisiensi dari
konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan kesetiaannyaterhadap produk
tertentu, sehingga akan memberikan keuntungan juga bagi pelakuusaha. Sedangkan
pangan adalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atauminuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
bakupangan

dan

bahan

lain

yang

digunakan

pengolahan,dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

dalam

proses

penyiapan,

40

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal, produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halalsesuai
syariat Islam. Labelisasi halal sifatnya sukarela, kecuali untuk makanan haji itu
sifatnya wajib.Sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang
dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang selanjutnya
disingkat BPJPH. 41
Menurut Disperindag Kabupaten banjar bahwa “Label adalah sejumlah
keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau
merk produk, bahan baku, ukuran,bahan tambahan komposisi, informasi gizi, tanggal
kedaluwarsa, berat isi bersih (netto), aturan pakai, akibat sampingan dan nama alamat

40

Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

41

Universitas Sumatera Utara

28

usaha

serta

keterangan

untuk

penggunaan

menurut

ketentuan

harus

dipasang/dibuat”. 42
Pada dasarnya, umat Islam diwajibkan mengkonsumsi makanan yang halal
menurut syariat agama Islam. Untuk itu pencantuman label halal pada produkmakanan
sangatlah penting. Hal ini juga ditegaskan dalam Peraturan pemerintahNomor 69
Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan Pasal 10 ayat (1) : “setiaporang yang
memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas kedalam wilayah Indonesia
untuk diperdagangkan menyatakan bahwa pangan tersebuthalal bagi umat Islam,
bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut danwajib mencantumkan
keterangan atau tulisan halal pada label.
2.3.2. Fungsi Label
Fungsi Label menurut Disperindag Kabupaten Banjar adalah: 43
a. Merupakan salah satu bentuk perlindungan pemerintahkepada para konsumen
yang berupa pelaksanaan tertibsuatu Undang-Undang bahan makanan dan
minuman atauobat. Dalam hal ini pemerintah mewajibkan produsenuntuk
melekatkan labe/etiket pada hasil produksinya sesuaidengan peraturan yang
tercantum dalam Undang-Undangbahan makan;
b. Dengan

melekatkan

label

sesuai

dengan

peraturan

berartiprodusen

memberikan keterangan yang diperlakukan olehpara konsumen agar dapat
memilih membeli serta menelitisecara bijaksana;
c. Merupakan jaminan bahwa barang yang telah dipilih tidakberbahaya bia
digunakan ,untuk megatasi hal ini maka parakonsumen membiasakan diri
untuk membaca label terlebihdahulu sebelum membelinya;
d. Bagi produsen label dipergunakan untuk alat promosi danperkenalan terhadap
barang tersebut.

2.3.3. Pengaturan Tentang Label
Pengaturan tentang label didalam perundang-undangan di Indonesia telah
diatur Pasal 8 ayat (1) huruf i Undang-UndangPerlindungan Konsumen yang
berbunyi: “tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
42

(http://www.disperindagbanjarkab.com/pentingnyalabel-bagi-anda-tanggal-kadaluarsa
jaminan-kesehatan diakses tanggal 9 Maret 2015 jam 21.30 WIB).
43
Ibid.

produk-

Universitas Sumatera Utara

29

pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat”. Sejalan dengan
Pasal 8 ayat (1) huruf (i) Undang-UndangPerlindungan Konsumen, pengaturan
mengenai label diperkuat juga oleh Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
tentang Label.
2.4. Pengertian Halal
Kata

halal

berasal

dari

bahasa

Arab

yang

artinya

sesuatu

yang

diperbolehkan.Adapun dari sisi terminologi, halal adalah sesuatu yang diperbolehkan
oleh Syariat Islam. 44Dengan perkataan lain, halal merupakan setiap sesuatu yang
43F

terbebas dari hal-hal yang diharamkan bagi umat Islam. 45Kata halal memiliki
4F

kesamaan makna dengan mubah dan jâiz. 46 Menurut al-Jurjani kata halal memiliki
45F

makna kebolehan menggunakan dan memanfaatkan benda-benda serta hal apapun
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti makanan, minuman serta
obat-obatan berdasar pada nash. 47
46F

Melalui beberapa firman-Nya, Allah S.W.T memerintahkan manusia untuk
mengonsumsi hal-hal yang berstatus halal, di antaranya:
Pertama, Allah berfirman:
ُ ‫ﺽ َﺣ َﻼ ًﻻ َﻁ ﱢﻳﺑًﺎ َﻭ َﻻ َﺗ ﱠﺗ ِﺑﻌُﻭﺍ ُﺧ‬
ٌ◌‫ﺎﻥ ۚ ﺇِ ﱠﻧ ُﻪ ﻟَ ُﻛ ْﻡ َﻋ ُﺩ ﱞﻭ ﻣ ُِﺑﻳﻥ‬
ِ ‫ﻁ َﻭﺍ‬
ِ ْ‫ َﻳﺎ ﺃَ ﱡﻳ َﻬﺎ ﺍﻟ ﱠﻧﺎﺱُ ُﻛﻠُﻭﺍ ِﻣﻣﱠﺎ ﻓِﻲ ْﺍﻷَﺭ‬.
ِ ‫ﺕ ﺍﻟ ﱠﺷ ْﻳ َﻁ‬
“Wahai manusia, makanlah dari makanan yang halal dan baik yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sungguh
syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah [2]: 168)
Kedua, Allah berfirman:
‫ﻙ َﻣ َﺎﺫﺍ ﺃ ُ ِﺣ ﱠﻝ ﻟَ ُﻬ ْﻡ ۖ ﻗُ ْﻝ ﺃ ُ ِﺣ ﱠﻝ ﻟَ ُﻛ ُﻡ ﱠ‬
‫ﻳﻥ ُﺗ َﻌﻠﱢﻣُﻭ َﻧﻬُﻥﱠ ِﻣﻣﱠﺎ َﻋﻠﱠ َﻣ ُﻛ ُﻡ ﱠ‬
ُ ‫ﺍﻟﻁ ﱢﻳ َﺑ‬
ۖ ُ‫ﷲ‬
َ ‫ﺍﺭ ِﺡ ُﻣ َﻛﻠﱢ ِﺑ‬
َ ‫َﻳﺳْ ﺄَﻟُﻭ َﻧ‬
ِ ‫ﺎﺕ ۙ َﻭ َﻣﺎ َﻋﻠﱠ ْﻣ ُﺗ ْﻡ ﻣ َِﻥ ْﺍﻟ َﺟ َﻭ‬
‫ﺏ‬
ِ ‫ﷲ َﺳ ِﺭﻳ ُﻊ ْﺍﻟ ِﺣ َﺳﺎ‬
ِ ‫َﻓ ُﻛﻠُﻭﺍ ِﻣﻣﱠﺎ ﺃَ ْﻣ َﺳ ْﻛ َﻥ َﻋﻠَ ْﻳ ُﻛ ْﻡ َﻭ ْﺍﺫ ُﻛﺭُﻭﺍ ﺍﺳْ َﻡ ﱠ‬
َ ‫ﷲ ۚ ﺇِﻥﱠ ﱠ‬
َ ‫ﷲ َﻋﻠَ ْﻳ ِﻪ ۖ َﻭﺍ ﱠﺗﻘُﻭﺍ ﱠ‬
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “apakah yang dihalalkan bagi
mereka?” Katakanlah yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baikbaik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu
latih untuk berburu yang telah kamu latih menurut apa yang Allah ajarkan
kepadamu. Maka makanlah apa yang ditangkap untukmu dan sebutlah nama
44

Tim Penyusun Ensiklopedi Hukum Islam.2001, Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru
van Hoeve. hlm.604.
45
Zalina Zakaria. 2008, Tapping into the world halal market: Some discussions on Malaysian Laws
and Standards. Shariah Journal.Vol. 16. Edisi Khusus. hlm. 604.
46
Zein,Satria Effendi M. 2005, Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media. hlm. 60.
47
Op.Cit.,Ensiklopedi Hukum Islam.

Universitas Sumatera Utara

30

Allah (waktu melepasnya). Dan bertaqwalah kepada Allah niscaya Allah
sangat cepat perhitungan-Nya”(QS al-Mâidah [5]: 4)
Adapun haram secara lughawi berarti sesuatu yang dilarang.Dalam kajian
ushul fiqh, haram didefinisikan sebagai sesuatu yang dituntut Syâri’ (pembuat hukum)
untuk tidak melakukannya dengan tuntutan yang pasti.M. Quraish Shihab mengartikan
haram sebagai sesuatu yang terlarang atau suatu aktivitas mukallaf yang melahirkan
dosa dan dapat mengakibatkan siksa. 48Oleh sebab itu, dalam ushulfiqh, haram juga
dimaknai sebagai sesuatu yang diberi pahala bagi orang yang meninggalkannya dan
dikenakan dosa serta ancaman bagi orang yang melakukannya.Pada prinsipnya, Allah
tidak mengharamkan sesuatu hal tertentu kecuali karena dalam sesuatu tersebut
terkandung mudharat bagi yang melakukannya. Dengan demikian setiap hal yang
diharamkan oleh Allahl melalui nash, semata-mata untuk kebaikan Umat Islam dan
menghindarkan Umat Islam dari konsekuensi negatif yang ditimbulkan oleh berbagai
hal yang diharamkan. 49
Secara konseptual, haram dibagi menjadi 2 macam. Pertama,haram li
dzatihi(haram karena zatnya). Haram li dzatihi adalah sesuatu yang keharamannya
langsung atau sejak semula ditentukan oleh syariat Islam.Keharaman haramli dzatihi
merupakan keharaman pada esensi perbuatannya yang mengandung kemudaratan
apabila perbuatan tersebut dilakukan. 50Terdapat beberapa contoh perbuatan yang
49F

termasuk dalam kategori haram li dzatihi seperti:Memakan bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembeli atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang puas kecuali yang
sempat disembelih. Sebagaimana firman Allah:
ْ ‫ﺣُﺭﱢ َﻣ‬
‫ﻳﺣ ُﺔ َﻭ َﻣﺎ ﺃَ َﻛ َﻝ‬
َ ِ‫ﷲ ِﺑ ِﻪ َﻭ ْﺍﻟ ُﻣ ْﻧ َﺧ ِﻧ َﻘ ُﺔ َﻭ ْﺍﻟ َﻣ ْﻭﻗُﻭ َﺫﺓُ َﻭ ْﺍﻟ ُﻣ َﺗ َﺭ ﱢﺩ َﻳ ُﺔ َﻭﺍﻟ ﱠﻧﻁ‬
ِ ‫ﻳﺭ َﻭ َﻣﺎ ﺃ ُ ِﻫ ﱠﻝ ﻟِﻐَ ﻳ ِْﺭ ﱠ‬
ِ ‫ﺕ َﻋﻠَ ْﻳ ُﻛ ُﻡ ْﺍﻟ َﻣ ْﻳ َﺗ ُﺔ َﻭﺍﻟ ﱠﺩ ُﻡ َﻭﻟَﺣْ ُﻡ ْﺍﻟ ِﺧ ْﻧ ِﺯ‬
ٰ
ُ ‫ﺍﻟ ﱠﺳ ُﺑ ُﻊ ﺇِ ﱠﻻ َﻣﺎ َﺫ ﱠﻛ ْﻳ ُﺗ ْﻡ َﻭ َﻣﺎ ُﺫ ِﺑ َﺢ َﻋﻠَﻰ ﺍﻟ ﱡﻧ‬
‫ِﻳﻥ َﻛ َﻔﺭُﻭﺍ ِﻣﻥْ ﺩِﻳ ِﻧ ُﻛ ْﻡ َﻓ َﻼ‬
ِ ‫ﺻ‬
َ ‫ِﺱ ﺍﻟﱠﺫ‬
َ ‫ﺏ َﻭﺃَﻥْ َﺗﺳْ َﺗ ْﻘﺳِ ﻣُﻭﺍ ِﺑ ْﺎﻷَ ْﺯ َﻻ ِﻡ ۚ َﺫﻟِ ُﻛ ْﻡ ِﻓﺳْ ٌﻕ ۗ ْﺍﻟ َﻳ ْﻭ َﻡ َﻳﺋ‬
ُ ْ‫ﻳﺕ ﻟَ ُﻛ ُﻡ ْﺍﻹﺳْ َﻼ َﻡ ﺩِﻳ ًﻧﺎ ۚ َﻓ َﻣ ِﻥ ﺍﺿ‬
ْ ‫َﺗ ْﺧ َﺷ ْﻭ ُﻫ ْﻡ َﻭ‬
ُ ِ‫ْﺕ َﻋﻠَ ْﻳ ُﻛ ْﻡ ِﻧﻌْ َﻣﺗِﻲ َﻭ َﺭﺿ‬
ُ ‫ﺕ ﻟَ ُﻛ ْﻡ ﺩِﻳ َﻧ ُﻛ ْﻡ َﻭﺃَ ْﺗ َﻣﻣ‬
ُ ‫ﺍﺧ َﺷ ْﻭ ِﻥ ۚ ْﺍﻟ َﻳ ْﻭ َﻡ ﺃَ ْﻛ َﻣ ْﻠ‬
‫ﻁﺭﱠ ﻓِﻲ‬
ِ
‫ﺻ ٍﺔ َﻏﻳ َْﺭ ُﻣ َﺗ َﺟﺎﻧِﻑٍ ِﻹِ ْﺛ ٍﻡ ۙ َﻓﺈِﻥﱠ ﱠ‬
‫ﷲَ َﻏﻔُﻭ ٌﺭ َﺭﺣِﻳ ٌﻡ‬
َ ‫َﻣ ْﺧ َﻣ‬
.

48

Shihab.M.Quraish. 2008, Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. hlm. 496. Lihat juga M. Quraish
Shihab. 2008, Lentera Al-Qur’an; Kisah Dan Hikmah Kehidupan. Bandung: PT Mizan Pustaka. hlm.
334.
49
Muslih, Abdullah dan Salah al-Sawi.tt.Memahami Aqidah, Syariat dan Adab.terj. Ahmad Amin
Sjihab, Amir Hamzah dan Hanif Yahya. ttp.:t.p. hlm. 348.
50
Syafe’i,Rachmat. 2010, Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 307.

Universitas Sumatera Utara

31

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan

yang diterkam binatang buas kecuali

yang sempat kamu

menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan”(QS al-Mâidah [5]: 3)
Meminum khamr, 51berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan
50F

anak panah. Sebagaimana firman Allah l:
‫ﺎﻥ َﻓﺎﺟْ َﺗ ِﻧﺑُﻭﻩُ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻛ ْﻡ ُﺗ ْﻔﻠِﺣُﻭﻥ‬
َ ‫ِﻳﻥ ﺁ َﻣ ُﻧﻭﺍ ﺇِ ﱠﻧ َﻣﺎ ْﺍﻟ َﺧﻣْ ُﺭ َﻭ ْﺍﻟ َﻣ ْﻳﺳِ ُﺭ َﻭ ْﺍﻷَ ْﻧ‬
َ ‫َﻳﺎ ﺃَ ﱡﻳ َﻬﺎ ﺍﻟﱠﺫ‬
ِ ‫ﺻﺎﺏُ َﻭ ْﺍﻷَ ْﺯ َﻻ ُﻡ ِﺭﺟْ ﺱٌ ِﻣﻥْ َﻋ َﻣ ِﻝ ﺍﻟ ﱠﺷ ْﻳ َﻁ‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, termasuk perbuatan
syaitan

maka

jauhilah

perbuatan-perbuatan

itu

agar

kamu

mendapat

keberuntungan.”(QS al-Mâidah [5]: 90)
Berzina. Sebagaimana firman Allah:
‫َﻭ َﻻ َﺗ ْﻘ َﺭﺑُﻭﺍ ﱢ‬
‫ﺎﻥ َﻓﺎ ِﺣ َﺷ ًﺔ َﻭ َﺳﺎ َء َﺳ ِﺑﻳ ًﻝ‬
َ ‫ﺍﻟﺯ َﻧﺎ ۖ ﺇِ ﱠﻧ ُﻪ َﻛ‬

‫ﺍ‬

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk.”(QS al-Isra [17]: 32)
Kedua,haram li ghairihi (haram karena yang lain). Haram li ghairihi adalah sesuatu
yang dilarang bukan karena esensinya sebab secara esensi tidak mengandung larangan
dan kemudaratan, namun karena dilakukan dalam kondisi tertentu yang terlarang,
maka status hukumnya menjadi haram. 52Contoh dari haram li ghairihi adalah
51F

melakukan transaksi jual beli pada saat adzan shalat Jum’at berkumandang.Jual beli
pada prinsipnya diperbolehkan 53 namun status hukumnya menjadi haram jika
52F

transaksi jual beli dilakukan pada saat adzan shalat Jumat berkumandang.
Sebagaimana firman Allah:
‫ﷲ َﻭ َﺫﺭُﻭﺍ ْﺍﻟ َﺑﻳ َْﻊ ۚ ٰ َﺫﻟِ ُﻛ ْﻡ َﺧ ْﻳ ٌﺭ ﻟَ ُﻛ ْﻡ ﺇِﻥْ ُﻛ ْﻧ ُﺗ ْﻡ‬
ِ ‫ِﻱ ﻟِﻠﺻ َﱠﻼ ِﺓ ِﻣﻥْ َﻳ ْﻭ ِﻡ ْﺍﻟ ُﺟ ُﻣ َﻌ ِﺔ َﻓﺎﺳْ َﻌ ْﻭﺍ ﺇِﻟَ ٰﻰ ﺫ ِْﻛ ِﺭ ﱠ‬
َ ‫ِﻳﻥ ﺁ َﻣ ُﻧﻭﺍ ﺇِ َﺫﺍ ُﻧﻭﺩ‬
َ ‫َﻳﺎ ﺃَ ﱡﻳ َﻬﺎ ﺍﻟﱠﺫ‬
‫ُﻭﻥ‬
َ ‫َﺗﻌْ ﻠَﻣ‬
51

Imam Abu Hanifah mendefinisikan khamer sebagai jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur
sesudah dimasak sampai mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih
kembali.Adapun mayoritas ulama termasuk Imam Malik dan Imam Syafi’i mendefinisikan khamer
sebagai setiap minuman yang mengandung unsur memabukkan, sekalipun tidak terbuat dari perasan
anggur. Salim, Abu Malik Kamal Said. 2010 M.Shahihu Fiqhi Sunnah wa Adilatuhu. Jilid 4.al-Qahirah:
Daral-Taufiqiyat Lil Turatst. hlm. 65. Lihat Juga Shihab, M.Quraish. 2011 M.Membumikan Al-Qur’an
Jilid 2: Memfungsikan Wahyu Dalam Kehidupan. Tangerang: Lentera Hati. hlm. 171.
52
Syarifudin,Amir. 2009 M.Ushul.hlm. 368.
53
Al-Qur’an Surat al-Baqarah Ayat 275.

Universitas Sumatera Utara

32

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan shalat pada
hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli.Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Jumu’ah
[62]: 9)
Pengertian Halal Dalam literatur Pedoman Penyusunan Manual SistemJaminan
Halal Bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) dinyatakan bahwa: “Kebijakan halal
merupakan pernyataan tertulis tentang komitmen perusahaan untuk memproduksi
produk halal secara konsisten, mencakup konsistensi dalam penggunaan dan
pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta konsistensi dalam
proses produksihalal sesuai dengan syariat Islam. 54
2.5. Pengaturan Terkait Produk Makanan dan Minuman Halal di Indonesia
Sebagai bentuk perlindungan bagi konsumen, Pemerintah Indonesia dan
Lembaga Legislatif telah membentuk beberapa produk hukum baik pada level UU,
Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri maupun peraturan lain. Dalam
beberapa peraturan diwajibkan bagi setiap produsen yang memproduksi produk
pangan untuk mencantumkan komposisi yang digunakan dalam proses produksi.
Dengan dicantumkannya komposisi yang digunakan dalam kemasan produk, maka
konsumen dapat mengetahui terdapat atau tidak bahan-bahan yang diharamkan untuk
dikonsumsi. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, yang mengharuskan produsen memberikan keterangan dalam produknya
sebagai berikut:
1. Bahan yang dipakai,
2. Komposisi setiap bahan,
3. Tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa,
Konsekuensi dari keberadaan aturan terkait pencantuman label sebagaimana
tersebut di atas adalah setiap produsen yang memproduksi produk makanan maupun
minuman berkeharusan untuk mencantumkan tanda yang berisi bahan-bahan yang
dipakai dan komposisi setiap bahan pada produk. Informasi terkait komposisi bahan
dalam produksi suatu produk dapat dijadikan sebagai media bagi konsumen untuk
mencermati produk tersebut. Jika dalam keterangan tersebut terdapat komposisi yang
secara esensi berstatus haram dalam perspektif Hukum Islam, maka menjadi
54

http//halal.mui.com/ Pedoman Penyusunan Manual Sistem Halal Bagi Industri Kecil dan Menengah/
diakses pada Tanggal 1 Maret 2017

Universitas Sumatera Utara

33

keharusan

bagi

konsumen

khususya

yang

beragama

islamuntuk

tidak

mengonsumsinya. Urgensi ketentuan tanda atau label bagi konsumen muslim dalam
UU tentang Kesehatan adalah menginformasikan komposisi suatu produk makanan
utamanya kepada konsumen, sehingga konsumen muslim dapat mencermati
komposisi dari suatu produk yang hendak dikonsumsi.
Penegakan hukum perlindungan konsumen atau penegakan hak-hak konsumen
pada dasarnya hanya dapat dibagi atas tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu: 55
a. Hak yang dimaksud untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian
personal, maupun kerugian harta kekayaan;
b. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar;
c. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang
dihadapi.
Sebagaimana diketahui bahwa peraturan perundang-undangan yang bermaksud untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen tidak hanya terbatas pada UUPK saja
melainkan berbagai peraturan perundang-undangan dalam berbagai tingkatan, maka
perlu diadakan pengkajian atas berbagai peraturan perundang-undangan tersebut
tentang cakupannya dalam memberikan perlindungan kepada konsumen.
Upaya memberikan perlindungan konsumen dari produk haram telah
dilakukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, hanya saja masih dilakukan
secara parsial sehingga tidak dirasakan sebagai perlindungan konsumen muslim
karena n