Prilaku Politik Masyarakat Dalam Pilkada (Studi di Kecamatan Siantar Timur, Pematangsiantar Pada Pilkada Tahun 2016)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Undang-undang Dasar 1945, pasal 18, ayat 1 dikatakan bahwa,
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dari
daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang. Dari pengertian
kesimpulan

bahwa

Provinsi

Undang-undang tersebut dapat ditarik

dibagi

atas

beberapa


wilayah

ataupun

kabupaten.Kabupaten adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia
setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang bupati. Kabupaten dan kota desa
menjadi terdesentralisasi dan memiliki hak otonom berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat untuk mengatur rumah tangganya sendiri dan bertanggungjawab
terhadap

Bupati

atau

Walikota. Selain kabupaten, pembagian

wilayah

administratif setelah provinsi adalah kota. Secara umum, baik kabupaten dan kota

memiliki wewenang yang sama. Kabupaten bukanlah bawahan dari provinsi,
karena itu bupati atau wali kota tidak bertanggung jawab kepada gubernur.
Kabupaten maupun kota merupakan daerah otonom yang diberi wewenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan yang diatur oleh Undang-udang Otonomi Daerah.
Dijelaskan lagi pada Undang-Undang Dasar 1945 Bab VI pasal 18 ayat 3
dikatakan bahwa, Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
melalui Pemilihan Umum Kepalam Daerah (PILAKDA) , dan pada pasal 18 ayat
4 dikatakan bahwa, Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
Demokrasi1.
1

Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan rakyat. Artinya rakyat atau orang
banyak merupakan pemegang kekuasaan dalam pemerintahan. Mereka memiliki hak untuk
mengatur, mempertahankan, serta melindungi diri mereka dari adanya paksaan dari wakil-wakil
mereka, yaitu orang-orang atau badan yang diserahi wewenang untuk memerintah.Menurut H.
Harris Soche (Yogyakarta : Hanindita, 1985)


Universitas Sumatera Utara

Pemilihan kepala daerah atau yang biasa disebut PILKADA atau
Pemilukada dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif
setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket
bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang antara lain Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi, Bupati dan wakil
bupati untuk kabupaten, serta Wali kota dan wakil wali kota untuk kota. Pilkada
diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum
(Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
Pengertian lain tentang Pilkada adalah Pemilihan Gubernur dan pemilihan
Bupati/Walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di
provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dalam penyelenggaraan Pikada telah diatur didalam Undang-Undang
Pilkada Nomor 1 Tahun 2015 berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016
tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undangundang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 nomor 23, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656). Berbunyi sebagai berikut
didalam Pasal 1 dikatakan:
1. Pemilihan Gubernur dam Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
Walikotan dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut pemilihan adalah
pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota
untuk memilih Gubernur dam Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
Walikotan dan Wakil Walikota secara demokratis.
2. Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah peseta Pemilihan yang
diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan
yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Provinsi
3. Calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikotan dan Wakil Walikota adalah
peseta Pemilihan

yang diusulkan oleh partai

politik, gabungan

Universitas Sumatera Utara

partaipolitik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi

Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
Adapaun Pelaksanaan Pilkada yang dilakukan oleh KPU (Komisi
Pemilihan

Umum)

dan

juga

diatur

dalam

Undang-Undang

Tentang

Penyelenggaraan Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2011. Dalam UndangUndang ini dimaksud dengan :
1. Pemilihan


Umum,

selanjutnya

disingkat

Pemilu,

adalah

sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pemilu untuk memilih

Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
4. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk

memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu

yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu
sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung

Universitas Sumatera Utara

oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara
demokratis.
6. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga

Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang
bertugas melaksanakan Pemilu.
7. Komisi Pemilihan Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi,

adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di
provinsi.
8. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU

Kabupaten/Kota,

adalah


Penyelenggara

Pemilu

yang

bertugas

melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota.
9. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia

yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di
tingkat kecamatan atau nama lain.
10. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah panitia yang

dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di tingkat
desa atau nama lain/kelurahan.
11. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia

yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.

12. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS,

adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan
pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
13. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya

disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk
melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.
14. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat

dilaksanakannya pemungutan suara.
15. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat TPSLN,

adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.

Universitas Sumatera Utara

16. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga

penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu

di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
17. Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi,

adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi.
18. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu

Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang
bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota.
19. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disingkat Panwaslu

Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota
yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan
atau nama lain.
20. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu

Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa
atau nama lain/kelurahan.
21. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu

yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
22. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP,

adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik
Penyelenggara

Pemilu

dan

merupakan

satu

kesatuan

fungsi

penyelenggaraan Pemilu.
Sebagai Negara yang memiiki keaneragaman Budaya dan Etnis yang
memiliki lebih dari 300 kelompok etnik yang memiliki berbagai macam
budaya, bahasa, dan kehidupan sosial budaya yang berbeda-beda. Kehidupan
kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan, sebab budaya ada
karena lingkungan masyarakat yang mendukungnya. Kebudayaan merupakan
dapat diartikan sebagai cara atau

perilaku

masyarakat yang mencakup

berbagai aspek kehidupan. Seperti halnya tata cara perilaku, dan juga hasil
dari kegiatan manusia yang khas atau yang biasa dilakukan. Didalam setiap

Universitas Sumatera Utara

masyarakat, semua anggota masyarakat dikembangkan oleh pola budaya yang
ideal yang juga cenderung dilakukan sebagai kewajiban didalam keadaan
tertentu. Kebudayaan juga memaknai segala sesuatu yang dialami secara
soaial sehingga suatu kebudayaan tidak saja hanya akumulasi dari kebiasaan
dan tata cara kelakuan tetapi juga sistem perilaku yang terorganisasi.
Dalam kenyataannya nilai-nilai budaya yang diekspresikan oleh
masyarakat tidak selamanya berjalan dengan baik. Permasalahan silang
budaya didalam masyarakat majemuk (heterogen) dan jamak (pluralistis)
seringkali bersumber dari masalah komunikasi, kesenjangan tingkat
pengetahuan, status sosial, geografis dan adat kebiasaan yang merupakan
kendala bagi tercapainya suatu konsesnsus yang perlu disepakati.
Pemilihan kepala daerah merupakan pesta rakyat , dimana pemilihan
kepala daerah dapat diartikan sebagai suatu kesempatan untuk menampilkan
orang- orang yang dapat kepentingan masyarakat yang memiliki kesempatan
untuk memilih secara langsung siapa yang akan menjadi pemimpin di daerah
tersebut. Pelaksanaan pilkada sesunggunya merupakan tradisi politik dan
manifestasi dianutnya paham demokrasi dan sistem pemerintahan negara kita.
Sebuah kehidupan bangsa yang demokratis selalu dilandasi prinsip bahwa
rakyatlah yang berdaulat sehinga berhak terlibat dalam aktivitas politik.
Pilkada kali ini diiikuti oleh pemilih ataupun seluruh masyarakat yang
akan menggunakan hak pilihnya, dan para pemlih juga sebagian besar
merupakan pemilih pemula atau yang pertama kali menggunakan hak
pilihnya didalam pilkada, dan bagaimana kecenderungan orientasi kelompok
pemula ini sangat tertarik untuk dicermati/diteliti, mereka pada umumnya
berada pada masa remaja yang memiliki usia berkisar diantara 17-23 tahun.
Yang mulai melakukan intropeksi untuk menemukan keseimbangan antara
sikap diri dengan sikap kritis terhadap objek-objek (termasuk objek politik)
didalam dirinya. Dan juga banyak kita ketahui bahwa kasus-kasus pilkada
yang terjadi dimana masing-masing orientasi pemilih memiliki ciri ataupun
pendapat yang sangat berbeda-beda namun semuanya memiliki pro-dan
kontranya sendiri sendiri, seperti halnya para pemilih ataupun masyarakan

Universitas Sumatera Utara

yang akan memberikan hak atas suaranya juga memiliki 2 (dua) tipologi yang
memiliki orientasi masing masing yaitu :
1. Orientasi

Policy

yaitupemilih

yang

melakukan

pemilihan

atau

pengambilan keputusan yang memiliki kepekaan terhadap masalah
nasional ataupun masalah yang dialami oleh daerah yang akan diadakan
pemilihan kepala daerah. Dan ia memahami dan mengakui bahwa ada
program salah seolah calon pemimpin yang menurutnya baik dan kejelasan
program kerjanya yang baik dan sesuai dengan kondisi yang dibutuh kan
oleh daerahnya tersebut
2. Orientasi Ideology yaitu lebih mementingkan ikatan ‘ideology’ suatu
partai

atau

seorang

konstentan

lebih

menekankan

aspek-aspek

subjektivitas seperti: kedekatan nilai, budaya, agama moralitas, norma,
emosi dan psikologis. Semakin dekat kesamaan partai politik atau calon
pemimpin pemilih akan cenderung memberikan hak pilih atau suaranya ke
partai dan calon tersebut,
Secara sederhana, pilkada merupakan cara individu masyarakat yang
diberikan hak atau kewenangan untuk memilih. Perilaku pemilih dalam
pemilukada diartikan oleh Schumpeter (Capitalism Sosialm and Democracy,
1996) yaitu: pemilih mendapatkan informasi politik dalam jumlah besar
(overload) dan

beragam-ragam, seringkali berasal dari berbagai macam

sumber yang sangat mungkin bersifat kontra produktif
Brenman

dkk juga menyatakan bahwa keputusan memilih selama

pemilu adalah perilaku ekspresif. Menurut mereka, perilaku mereka sangat
dipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi. Keputusan untuk memberikan dan
suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup
tinggi. Dalam struktur masyarkat indonesia juga terdapat beragam ideologi
yang saling beinteraksi selama terjadinya kampanye pemilu, muncul
kristalisasi dan pengelompokan antara indeologi sama dengan yang mereka
anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan
mereka.

Universitas Sumatera Utara

Dalam prespektif individual, keputusan memilih akan dilihat sebagai
perilaku konsumsi dan pemelajaran yang cepat hilang dan habis, bukan
sebagai aktivitas yang akan dituai hasilnya dalam jangka panjang.
Melimpahnya infomasi dan pesan politik menjadi kampanye pemilihan umum
menyulitkan pemilih untuk mengubah dan mengananlisisnya, disamping itu
informasi yang tersedia sering malah terjadi bertolak belakang dengan kondisi
yang sebenarnya.

Konsep ini melihat bagaimana sipengambil keputusan

memiliki keterbatasan dalam hal memproses informasi. Secara garis besar
keputusan politik memiliki beberapa karateristik khusus sebagai salah satu
cabang ilmu pengambil keputusan. Dalam hal ini

keputusan individual

adalah bagian dari keseluruhan sebuah sistem dimana gabungan keputusan
pribadi didalam jumlah yang besar memliki pengaruh besar ke semua orang.
Fenomena keputusan politik adalah fenomena kompleks dimana faktor :
politik, sosial, budaya geofgrafis, sejarah dan psikologi masyakarat perlu
dimobilisasi secara kompherensif. Keterkaitan antara suatu faktor dengan
faktor lainnya semakin meningkatkan kompleksitas analisis perilaku pemilih
Pilkada kali ini dilakukan di Kota Pematangsiantar, dimana kota
pematangsiantar memiliki 8 (delapan) kecamatan yang mengikuti dan turut
berpartisipasi didalam pelaksanaan pilkada yaitu :
-

Kecamatan Kecamatan Siantar Marimbun

-

Kecamatan Siantar Martoba

-

Kecamatan Siantar Selatan

-

Kecamatan Siantar Sitalasari

-

Kecamatan Siantar Timur

-

Kecamatan Siantar Utara
Menurut KPUD Kota Pematangsiantar diikuti oleh 188.313 DPT

(Daftar Pemilih Tetap) yang terdapat di 8 Kecamatan, 53 Kelurahan dan 535
TPS. Daftar pemilih tetap ini terbagi atas 90.751 pemilih laki-laki dan 97.562
pemilih perempuan. Adapun persebaran jumlah daftar pemilih tetap
perkecamatan yang ditetapkan yaitu,

Universitas Sumatera Utara

- Kecamatan Siantar Barat jumlah daftar pemilih tetap 28.503 orang, yang
terbagi atas 13.724 pemilih laki-laki dan 14.779 pemilih perempuan.
Tersebar di 79 TPS
- Kecamatan Siantar Marihat jumlah daftar pemilih tetap 14.274 orang, yang
terbagi atas 6.922 jumlah pemilih laki-laki dan 7.352 pemilih perempuan.
Tersebar di 43 TPS.
- Kecamatan Siantar Marimbun jumlah daftar pemilih 11.280 orang, yang
terbagi atas 5.371 jumlah pemilih laki-laki dan 5.909 jumlah pemilih
perempuan. Tersebar di 34 TPS.
- Kecamatan Siantar Martoba jumlah daftar pemilih tetap 28.785 yang
terbagi atas 14.360 pemilih laki-laki dan 14.425 pemilih perempuan.
Tersebar di 84 TPS.
- Kecamatan Siantar Selatan jumlah daftar pemilih tetap 15.005 orang, yang
terbagi atas 6.901 pemilih laki-laki dan 8.104 pemilih perempuan.
Tersebar di 40 TPS.
- Kecamatan Siantar Sitalasari jumlah daftar pemilih tetap 22.315, yang
terbagi atas 10.534 pemilih laki-laki dan 11.781 pemilih perempuan.
Tersebar di 65 TPS.
- Kecamatan Siantar Timur jumlah daftar pemilih tetap 24.838 yang terbagi
atas 11.963 pemilih laki-laki dan 12.875. Tersebar di 78 TPS.
- Kecamatan Siantar Utara jumlah daftar pemilih tetap 43.313, yang terbagi
atas 20.967 pemilih laki-laki dan 22.337 pemilih perempuan. Tersebar di
111 TPS.
Pilkada ini juga diikuti oleh beberapa calon-calon yang mendaftarkan
diri ke KPUD Kota Siantar melalui jalur Independen maupun Jalur Partai.
Dari Jalur Partai ada 3 Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota antara
lain :
- Hulm Sitorus dengan Hefriansyah dengan partai pendukung Demokrat
- Wesly Silalahi dengan Salianto dengan partai pendukung PDIP, PKS, dan
PKP

Universitas Sumatera Utara

- Tedy Robinson Siahaan dengan Zainal Purba dengan partai pendukung
Nasdem, PAN, dan Hanura
Sedangkan dari jalur Independen ada 6 Pasangan Calon Walikota dan
Wakil Walikota Pematangsiantar, pasangan tersebut antara lain :
- Soertaman Saragih dengan M. Nurdin
- Sujidto dengan Djumadi
- Fernando dengan Arsidi
- HK Erizal Ginting dengan Tjaw Kim
- Suryani Siahaan dengan Imal
- Alosius Sihite dengan Anggi Rahditya Lubis
Dari seluruh pasangan calon walikota dan wakil walikota yang
mendaftar kepada KPUD Kota Pematangsiantar hanya ada 4 (empat)
pasangan Calon Walikota dan Wakil walikota yang lulus persyaratan dan
vertifikasi dari KPUD Kota Pematangsiantar. 3 Pasangan Calon dari Jalur
Partai dan 1 Pasangan dari jalur Independen. Ke 4 (empat) pasangan tersebut
dengan nomor urut pemilih :
- Nomor urut 1 : Pasangan Calon Sujidto dengan Djumadi
- Nomor urut 2 : Pasangan Calon Hulman Sitorus dengan Hefriasyah
- Nomor urut 3 : Pasangan Calon Teddy Robinson Siahaan dengan Zainal
- Nomor urut 4 : Pasangan Calon Wesly Silalahi dengan Salianto

Berikut Gambar Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota
Pematangsiantar.

Universitas Sumatera Utara

Foto1.1 Foto Pasangan Calon Walikota dan Wail Walikota
Dari pasangan independen yaitu Sujidto dengan Djumadi berhasil
mengumpulkan KTP berupa 23.600 jumlah dukungan yang menjadi persyaratan
untuk

menjadi

Calon

Walikota

dan

Wakil

Walikota.

(sumber.tribun.kpud.siantar.2016)
Terlepas dari munculnya Calon Walikota dan Wakil Walikota sudah tidak
hal yang baru bagi kita juga menemukan isu-isu yang ada didalam setiap
pelaksanaan Pilkada. Hampir di setiap daerah di seluruh indonesia. Isu yang
dapat muncul seperti halnya isu Money Politic, isu Sara, atapun isu-isu lokal yang
terjadi di setiap lokasi dilaksanakannya Pilkada. Dimana isu tersebut juga terdapat
didalam Pilkada Kota Pematangsiantar, dan khususnya di Kec, Siantar Timur,
dimana penulis melihat bahwa ada isu-isu yang turut muncul didalam pilkada di
Kec. Siantar timur. Dimana masyarakat yang turut memberikan hak pilih atau hak
suaranya memilki perbandingan atau penilaian yang berpengaruh terhadap hak
suara yang nantinya akan diputuskan, seperti

contoh bahwa ada kelompok

masyarat yang lebih menyukai Calon yang berasal dari daerah nya (kampungnya)

Universitas Sumatera Utara

sendiri dan menjadi salah satu patokan masyarakat untuk memberikan suaranya,
juga popularitas ataupun kontribusi para calon walikota atau wakil walikota dalam
di daerah tersebut. Dan juga adanya isu money politic yang terjadi di daerah kec.
Siantar timur. Dimana pemilih akan memberikan hak suaranya tergantung dari
siapa yang memberikan uangnya atau lebih dikenal dengan sebutan serangan
fajar. Ditambah lagi daerah kec. Siantar timur yang merupakan tempat tinggal
salah satu Calon Walikota yang juga menjabat sebagai walikota Sebelumnya yaitu
pasangan calon nomor urut 2 (dua) Hulman Sitorus dan Hefriansyah, pasangan
tersebut merekrut rata-rata anggota masyarakat yang ada di kec. Siantar timur
untuk menjadi tim pemenagannya. Sempat juga menjadi konflik antara
masyarakat dikarenakan adanya beberapa anggota masyarakat yang tidak
memihak dan menjadi tim pemenangan Pasangan nomor urut 2 (dua) tersebut.
Mereka lebih memilih menjadi Tim Pemenangan / Tim Sukes pasangan calon
lainnya di kec. Siantar timur yang membuat masyarakat kec. Siantar timur
menjadi dua kubu. Bagaimana

prilaku masyarakat terharap isu isu yang

berkembang tersebut apakah sangat berdampak terhadap partisipasi masyarakat
dalam memberikan hak pilihnya didalam pilkada. Apakah akan menjadi faktor
yang menjadi pendorong ataupun penarik masyarakat di kec. Siantar timur untuk
memberikan hak suaranya.
Dengan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti Perilaku
Politik Masyarakat Dalam Pemilu Kepala Daerah (Studi Deskriptif
Masyarakat Kecamatan Siantar Timur, Kota Pematangsiantar)

1.2 Tinjauan Pustaka
1.2.1 Sejarah Pilkada
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni
2005. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang

Universitas Sumatera Utara

Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu,
sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang
diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta
2007.
Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara
pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam
undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota.
Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait
pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal
24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan
secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala
daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi
Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang,
dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.
Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini
dinilai sebagai langkah mundur di bidang “pembangunan” demokrasi, sehingga
masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke
MK. Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung
dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun
dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan
rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih
rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD
mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika
Pemilukada secara langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD
(sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada.

Universitas Sumatera Utara

1.2.2 Pengertian Budaya Politik
Dalam

bidang

teori

antropologi,

memberikan

penjelasan

dalam

menunjukan perbedaan struktur sosial serta pola-pola kebudayaan yang berbedabeda pada tiap-tiap masyarakat, membahas pendekatan antropologi terhadap
gejala-gejala politik dalam kehidupan manusia pembahasan meliputi teori-teori
mengenai perwujudan politik dalam kehidupan manusia serta sistem politik pada
masyarakat sederhana dan modern. Selain itu membahas pendekatan antropologi
dengan gejala politik dalam kehidupan manusia termasuk yang tidak terkategori
sebagai gejala-gejala politik yang berkaitan dengan lembaga-lembaga politik
formal/pemerintah dalam masyarakat modern. Dengan demikian, cakupan
pembahasan meliputi pula berbagai gejala politik dan organisasi sosial komunitikomuniti masyarakat.
Antropologi melihat Budaya dengan kaitannya dengan politik sebagai
suatu sikap orientasi yang khas dari suatu masyarakat terhadap sistem politik.
Budaya politik adalah salah satu aspek dari nilai-nilai yang terdiri atas
pengetahuan, adat-isitiadat, tahayulm dan mitos dalam suatu populasi tertentu,
semuanya dikenal dan diakui sebagian besar masyarakat yang memberikan
rasionalisasi untuk menolak atau menerima nilai-nilai atau norma lain. Sehingga
bisa dikatakan bahwa politik juga telah menelusuk keduani agama, ekonomi,
sosial kehidupan pribadi dan secara luas dan memberikan corak suatu masyarakat
dalam meng-operasionalisasikan caranya dalam menghadapi suatu maslaahmasalah politik, misalnya masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses
pembuatan kebijakan pemerintah, dinamika partai politik, perilaku aparat negara
serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Ilmu politik pada
umumnya lebih menekankan prespektif politik pada salah satu unsur yang ada
dari berbagai unsur-unsur dalam kebudayaan.
Untuk memahami tentang budaya politik, terlebih dahulu harus dipahami
tentang pengertian budaya dan politik. Budaya berasal dari bahasa sansekerta
yaitu bhudayah, bentuk jamak dari budhi yang artinya akal. Kebudayaan adalah
segala hal-hal yang berhubungan dengan akal atau budi. Kebudayaan adalah
segala yang dihasilkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akalnya

Universitas Sumatera Utara

Menurut Almond dan Verba (1990) dalam Buku “Budaya Politik, Tingkah
Laku di Lima Negara” menyatakan bahwa budaya politik adalah aspek politik dari
sistem nilai yang berkembang dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana
jamandan tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri. Artinya, budaya politik
yang berkembang dalam suatu negara yang dilatarbelakangi oleh situasi, kondisi
dan pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama pelaku politik yang memiliki
kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan, sehingga budaya politik
yang berkembang dalam masyarakat suatu negara akan mengalami perubahan dari
waktu ke waktu.
Budaya Politik2 (kebudayaan politik) merupakan dimensi psikologis dari
sistem politik, maksudnya adalah budaya politik bukan lagi sebuah sistem
normatif yang ada di luar masyarakat, melainkan kultur politik yang berkembang
dan dipraktekkan oleh suatu masyarakat tertentu. Dalam setiap masyarakat
terdapat budaya politik yang mengambarkan pandangan masyarakat tersebut
mengenai proses politik yang berlangsung di lingkungannya. Tingkat kesadaran
dan partisipasi mereka biasanya menjadi hal penting untuk mengkur kemajuan
budaya politik yang berkembang. Perbedaan budaya politik dalam masyarakat
secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga budaya politik yaitu :
1.

Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, pasif)

2.

Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi)

3.

Budaya politik partisipatif (aktif)

Perbedaan

budaya

politik

yang

berkembang

dalam

masyarakat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1.

Tingkat pendidikan masyaakat sebagai kunci utama perkembangan upaya
politik masyarakat

2.

Tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi/sejahtera
masyarakat maka partisipasi masyarakat pun semakin besar

2

Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara,
penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan yang
dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya.

Universitas Sumatera Utara

3.

Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai kontrol sosial,
bebas, dan mandiri)
Selanjutnya, Almond mengemukakan, bahwa budaya politik suatu

masyarakat akan pengetahuan, perasaan, dan keputusan.
1.

Orientasi kognitif, merupakan pengetahuan masyarakat tentang sistem
politik,peran, dan segala kewajibannya. Termasuk didalammnya adalah
pengetahuan mengenai kebijakan-kebiajakan yang dibuat oleh pemerintah

2.

Orientasi afektif, merupakan perasaan masyarakat terhadap sistem politik
dan peranannya, serta para pelaksana dan penampilannya. Perasaan
masyarakat tersebut bisa saja merupakan perasaan untuk menolak atau
menerima sistem politik atau kebijakan yang dibuat.

3.

Orientasi evaluatif, merupakan keputusan dan pendapat masyarakat
tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan nilai moral yang
ada dalam masyarakat dengan kriteria informasi dan perasaan yang mereka
mliki.

1.2.3 Tipe-tipe Budaya Politik Dalam Masyarakat Indonesia
Geertz (1977), seorang antropolog berkebangsaan Amerika mengemukakan
tentang tipe budaya politik yang berkembang di Indonesia yaitu :
1.

Budaya Politik Abangan, yaitu budaya politik masyarkat yang lebih
menekankan pada aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap roh halus
yang dapat mempengaruhi hidup manusia. Ciri khas dari budaya politik
abangan ini adalah tradisi selamatan yang berkembang pada kelompok
masyarakat era tahun 1960 an, diyakini dapat mengusir roh jahat yang akan
menggangu manusia. Kelompok masyarakat abangan seing kali berafiliasi
dengan partai semacam PKI dan PNI

2.

Budaya Politik Santri, yaitu budaya politik masyarakat yang meekankan pada
aspek-aspek keagamaan, khususnya agama islam sebagai agama Mayoritas
Indonesia, kelompok masyarakat santri biasanya diidentikkan dengan
kelompk masyarkat yang sudah menjalankan ibadahatau ritual agama islam.
Pendidikan mereka ditempuh melalui pendidikan pesantren, madrasah, atau
mesjid, kelompok masyarakat santri biasanya memiliki pekerjaan sebagai

Universitas Sumatera Utara

pedagang. Kelompok masyarakat santri biasanya berafiliasi dengan NU atau
masyumi, namun pada masa sekarang mereka berafilisasi pada partai seperti
PKS, PKB, PPP, atau partai yang menjadikan islam sebagai dasarnya
3.

Budaya Politik Priyai, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan
pada keseluruhan tradisi. Kelompok npriyai sering dikontraskan dengan
kelompok petani, dimana kelompok priyai dianggap sebagai kelompok yang
menempati pekerjaan seperti birokrat.

Ciri-ciri masyarakat politik menurut Almond dan Verba (1990) menyatakan :
1.

Dengan sadar dan sukarela menggunakan hak pilihnya dalam pemiolu
terutama hak pilih aktif

2.

Bersifat kritis terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan
sikap :
a.

Menerima sebagaimana adanya

b.

Menolak dengan alasan tertentu atau

c.

Ada yang suka diam tanpa memberikan reaksi apa apa

3.

Memiliki komitmen kuat terhadap partai politik yang menjadi pilihannya

4.

Dalam penyelesaian suatu masalah lebih suka dengan cara dialog atau
musyawarah
Budaya politik yang berkembang di setiap negara sangat beragam, hal ini

dipengaruhi oleh karakter budaya politiknya masing-masing. Untuk mengetahui
karakter budaya politik suatu bangsa dapat diukur melalu beberapa dimensi yang
berkembang dalam masyarakat, yaitu :
1.

Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki oleh masyarakat mengenai
sistem politik negaranya, seperti pengetahuan tentang sejarah, letak
geografis, dan konstitusinya negaranya

2.

Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah dalam
suatu kebijakan

3.

Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi masukan opini
dari masyarakat dan media massa kepada pemerintah

Universitas Sumatera Utara

4.

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan bernegara, serta
pemahamannya akan hak dan kewajibanserta tanggung jawab sebagai
warga negara.
Perbedaan dimensi tersebut menurut Almond dan Verba (1990)

melahirkan beberapa tipe budaya politik yang berkembang dalam negara yaitu :
1.

Budaya Politik Perokial (parochial political culture), dimana pada
tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi
tersebut diatas sangat rendah. Tidak ada peran-peran politik masyarakat
yang bersifat khusus, sehingga peranan politik, baik yang bersifat politis,
ekonomis, maupun religius sepenuhnya diserahkan kepada pengambil
kebijakan/pemimpin yang biasanya dipegang oleh seseorang kepada
suku/adat, tokoh agama, ataupun tokoh masyarakat yang peranannya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain

2.

Budaya Politik Subjek (subject political culture), dimana pada tingkat
tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap dimensi pengetahuan
dan pemahaman cukup tinggi, tetapi masih bersifat pasif, artinya
masyarakat sudah memiliki pengetahuan, pemahaman, namun mereka
belum memiliki orientasi dimensi pemahaman mengenai penguatan
kebijakan dan partisipasi dalam kegiatan politik, mereka tidak memiliki
keinginan dan kemampuan untuk mencoba, menilai, menelaah, atau
mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, mereka menerima
apa adanya sehingga sikap masyarakat terhadap sesuatu dibagi dua ada
yang menerima, ada yang menolak.

3.

Budaya Politik Partisipan (participan political clulture), dimana pada
tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi
tersebut diatas lebih baik, masyarakat mulai bersifat aktif dalam perananperanan politik. Meskipun perasaan dan evaluasi masyarakat terhadap
peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.
Didalam kehidupan masyarakat, tidak menutup kemungkinan bahwa

terbentuknya budaya politik merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut
diatas.

Universitas Sumatera Utara

1.2.4 Terminologi Budaya
Kebudayaan dalam bahasa inggris disebut denga culture, dengan sel kata
dari bahasa latin colere yang berarti ‘mengolah tanah’dari defenisi tersebut,
berkembanglah istilah cuture sebagai ‘segala upaya serta tindakan manusia untuk
mengolah tanah dan mengubah alam’ menurut Haryono dalam buku Memahami
Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar (1996).
Menurut Linton dalam Keesing (1992), budaya adalah keseluruhan dari
pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki
dan diwariskan oleh suatu anggota masyarakat terntentu
Menurut Kluchon dan Kelly Budaya adalah semua rancangan hidup yang
tercipta secara historis, baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, dan
nonrasional, yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial bagi
perilaku manusia.
Menurut Kroeber budaya adalah keseluruhan relisasi gerak, kebiasaan, tata
cara, gagasan dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan dan perilaku yang
ditimbulkannya.
Dapat disimpulkan bahwa arti kebudayaan amat luas menurut Harsojo
(1984) , meliputi seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang terarur oleh
tata kelakuan, yang harus didapatkan dengan belajar dan semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat
Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi (2000)
berpendirian bahwa kebudaan itu ada tiga wujudnya yaitu :
1.

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Wujud ini bersifat abstrak
tidak dapat diraba atau difoto

2.

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan
yang disebut sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia
yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain.

3.

Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud
ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik dan tidak memerlukan

Universitas Sumatera Utara

banyak penjelasan, maka sifatnya berupa benda yang dapat diraba, dilihat,
dan difoto.
Unsur – unsur kebudayaan tiap-tiap bangsa dibagi kedalam jumlah unsur
yang tidak terbatas jumlahnya, dari mulai yang terkecil sampai yang merupakan
gabungan yang besar. Cara menganalisa kebudayaan dan strukturnya seperti
tersebut diatas sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan budaya itu sendiri, dan
dirasakan terlalu mekanis. Akan tetapi analisa seperti itu dapat memberikan
kepada kita gambaran ilmiah yang lebih baik tentang hakekat kebudayaan.
Dan dari beberapa terminologi budaya diatas yang merupakan pengertian
dan pemahaman budaya maka penelitian ini akan menggunakan konsep
Kebudayaan Koentjaraningrat dimana kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas serta tindakan berpola dari masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan
yan disebut sisem sosial yang terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi,
berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain. Dimana konsep tersebut yang
menitik fokuskan terhadap prilaku budaya politik masyarakat yang berupa
tindakan-tindakan atau aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan di Kec.Siantar Timur Kota Pematangsiantar.

1.2.5 Partisipasi Politik
Pelaksanaan partisipasi3 dari warga negara/masyarakat dalam salah
satucontoh keputusan yang dibuat oleh pemerintah yakni pemilihan umum di
tingkat pusat dan di tingkat desa disebut pemilihan kepala desa. Pemilihan kepala
desa tidak akan berjalan lancar apabila tidak ada partisipasi politik dari
masyarakat desa. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok
orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan
memilih pemimpin negara baik secara langsung atau tidak langsung dan
mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup
tindakan seperti

memberikan suara dalam pemilihan umum, mengadiri rapat

umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan
hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya.
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” adalah pengambilan bagian
atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan
emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.
3

Universitas Sumatera Utara

1.2.6 Pengaruh Orientasi Politik dengan Perilaku Politik
Dalam pendekatan perilaku, terdapat interaksi antara manusia satu dengan
lainnya dan akan selalu terkait dengan pengetahuan, sikap dan nilai seseorang
yang kemudian memunculkan orientasi sehingga timbul perilaku itu. Orientasi
politik itulah yang kemudian membentuk tantanan dimana interaksi-interaksi yang
muncul tersebut akhirnya mempengaruhi perilaku politik yang dilakukan
seseorang.

1.3 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah didalam Penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Partisipasi masyarakat Kecamatan Siantar Timur, Kota
Pematangsiantar dalam Pilkada Tahun 2016?
2. Faktor-Faktor apa yang mendorong masyarakat Kecamatan Siantar untuk
berpartisipasi di dalam Pilkada Tahun 2016?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitiaan
1.4.1

Tujuan Penelitian
Setiap penelitian tentu memilki tujuan yang sangat penting karena melalui

tujuan dan manfaat itulah yang membuat suatu penelitian dapat dimengerti adapun
Tujuan penelitian tersebut ialah:
1.

Untuk

mengetahui

partisipasi

masyarakat

dalam

mensukseskan

pelaksanaan dan Pilkada khususnya penggunaan hak pilihnya dalam
penyelengaraan Pilkada tahun 2016 di kota Pematangsiantar
2.

Untuk mengetahui alasan-alasan masyarakat/pemilih berpartisipasi dalam
Pilkada tahun 2016 di Kecamatan Siantar Timur. Kota Pematangsiantar

1.4.2

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1.

Secara Teoritis : penelitian ini sebagai salah satu kajian antropologi politik
dan ilmu politik, terutama berkaitan dengan sikap dan perilaku budaya
politik masyarakat Kecamatan Siantar Timur, Kota Pematangsiantar

Universitas Sumatera Utara

2.

Secara Praktis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran

bagi

pemerintah

daerah

dan

masyarakat

khususnya

penyelenggara Pilkada
3.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam upaya
menciptakan pemilihan kepala daerah yang bermutu baik dari segi kualitas
maupun kuantitas dalam memaksimalkan fungsi pendidikan politik. Selain
itu juga sebagai alat penyampai aspirasi masyarakat mengenai aspek-aspek
apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin kepala daerah

1.5 Tehnik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data di lapangan tentunya memerlukan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Teknik Wawancara Mendalam
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu teknik wawancara.
Wawancara adalah suatu kegiatan dimana terjadi percakapan yang telah
terstruktur, dimana pewanwancara akan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk
dijawab oleh orang yang akan diwawancarai sesuai dengan apa aspek yang akan
diteliti. Seperti dalam penelitian ini aspek yang akan dikaji ialah “Prilaku Politik
Masyarakat dalam Pilkada”
Selain itu hal yang juga penting sebelum penelitian ialah informan,
seorang informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan
menggunakan kata-kata, frasa dan kalimat dalam bahasa atau dialek sebagai
sumber informasi. Informan akan memberikan informasi yang sesuai dengan apa
yang diketehui dan menjadi sumber infomasi yang sesuai dengan pemahaman si
informan atas pertanyaan ataupun masalah yang diberikan.
Informan dan penetapan informan sangatlah penting dalam penelitian.
Meskipun 37ublic setiap orang dapat menjadi informan, namun tidak setiap orang
dapat menjadi informan yang baik. Informan yang baik yaitu informan yang dapat
memberikan jawaban ataupun informasi yang ditanyakan dan dapat membantu
menyelesaikan permasalahan dengan informasi yang diberikan. Pemilihan dan
penetapan informan yang tepat dapat membantu dan mempermudah proses
penelitian. Karena informan yang tepat akan mempermudah memperoleh

Universitas Sumatera Utara

informasi yang ingin didapatkan didalam penelitian, dan data-data yang diberikan
informan cukup akurat.
Adapun informan yang diwawancarai untuk mendapatkan data dan
informasi yang berkaitan dengan penelitian ini yang berjumlah 33 orang yang
terdiri dari
a. Penyelenggara Pilkada PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) bagian Divisi
Umum dan Divisi Data, yang tentunya lebih mengetahui langsung
bagaimana partisipasi ataupun peran masyarakat di Kecamatan Siantar
Timur dalam Pilkada 2016 berjumlah 2 Orang (PPK Siantar Timur)
b. Pengurus

Partai

Politik

Nasdem

di

Kec.

Sianta

Timur

Kota

Pematangsiantar dimana partai tersebut terlibat langsung dalam pilkada
dengan ikut berkoalisi untuk mendukung salah satu pasangan calon
berjumlah 2 orang ( DPC Demoktar, dan Nasdem Siantar Timur)
c. Masyarakat umum yang terlibat dan menggunakan hak pilihnya didalam
pelaksanaan Pilkada tahun 2016 berjumlah 23 Orang
d. Tim kampanye, Koordinator Kampanye, ataupun masyarakat yang terlibat
sebagai

pendukung

maupun

simpatisan

didalam

kampanye

yang

dilaksanakan oleh para calon dalam pilkada yang berjumlah 6 Orang

Wawancara

yang dilakukan adalah wawancara mendalam (depth

interview). Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data-data dengan
mengajukan pertanyaan mendalam berkaitan tentang Partisipasi, faktor-faktor, dan
perilaku politik masyarakat. Proses wawancara dilakukan diberbagai arena yang
memungkinkan dan disetujui oleh para informan. Proses tersebut dilakuan dengan
menggunakan tape recorder dan field note dengan tujuan untuk memudahkan
proses wawancara. Rekaman tersebut akan dicatat ulang dalam transkrip
wawancara.dari data yang telah diperoleh melalui tahap wawancara mendalam
kepada informan hasil data tersebut kemudian akan digabungkan da di rangkum
kembali untuk memperoleh data yang lebih akurat. Dalam proses wawancara juga
penulis tidak hanya melakukan tanya jawab kepada informan sesuai dengan
interview guide yang telah disipakan, namum penulis juga menganalisis data-data
yang diberikan oleh informan kepada penulis pada saat wawancara, dimana

Universitas Sumatera Utara

penulis melakukan analisa terhadap informan ke bagian manakah informan
tersebut dengan logika penelitian, logika penelitian yang dimaksud ialah dimana
peneliti mengumpulkan data-data yang telah diperoleh dari informan dan
kemudian peneliti menganalisis sendiri data-data yang telah diperoleh dan
memberi kesimpulan tersendiri terkait dengan masalah yang ingin ditemukan oleh
peneliti, dimana setelah itu logika penelitian juga digunakan oleh peneliti untuk
menyimpulkan atau mengklarifikasi ke bagian kategori manakah informan
tersebut dimasukkan, dan selain mengklarifikasi sendiri dari informan, peneliti
juga mengklarifikasi melalui analisis yang dilakukan berdasarkan data informan.
Dengan demikian para informan-informan yang telah memberikan datanya dapat
dengan mudah disimpulkan oleh peneliti.
Aspek-aspek yang menjadi pertanyaan wawancara kepada para 39ubli
politik ialah:
a) Bagaimana bentuk Partisipasi-partisipasi yang diberikan didalam
Pelaksanaan Pilkada tahun 2017?
b) Faktor-Faktor apa saja yang mendorong Bapak/Ibu untuk
memberikan keputusan dan dukungan dalam bentuk surat suara
didalam Pilkada tahun 2017?
c) Apa yang menjadi 39alasan Bapak/Ibu nutuk

turut Berperan

didalam Pilkada tahun 2017

b. Studi Dokumentasi
Selain teknik interview (wawancara) yang menjadi dasar teknik penelitian
ini, peneliti juga akan menggunakan metode tambahan seperti studi dokumentasi
yang bertujuan untuk mempermudah penulis dalam mencari data dengan akurat
sesuai dengan aspek penelitian yang akan dikaji di lapangan. Dokumen dapat
berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat,
catatan khusus, rekaman kaset, rekaman video, foto, dan lain sebagainya

Universitas Sumatera Utara

c. Studi pustaka
Studi Pustaka sangat dibutuhkan oleh peneliti. Jenis jenis kepustakaan
yang peneliti gunakan yaitu beberapa buku-buku yang mencakup tentang
partisipasi masyarakat terhadap pilkada, jurnal, artikel, skripsi, data Arsip dan
Dokumen Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan beberapa data-data statistik yang
bersumber dari media cetak dan elektronik , ataupun data dari lembaga yang
berakitan dengan masalah partisipasi masyarakat terhadap Pilkada data-data yang
diperoleh dijadikan beberapa acuan atau data sekunder, dan juga 40ubl menjadi
data perbandingan yang akan digunakan oleh peneliti. Sumber-sumber data yang
mendukung skripsi ini kemudian dipahami dan diresume kembali oleh peneliti
hal-hal mana saja yang diperlukan oleh peneliti.

1.6 Tehnik Analisa Data
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.
Maka teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam

kategori, ,menjabarkan ke dalam unit –unit, melakukan sintesa, menyusun
kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri

1.7 Pengalaman Penelitian
Pada Penelitian ini penulis memiliki beberapa pengalaman-pengalaman
pada saat melakukan penelitian, dimulai dari penentuan informan , pemngambilan
data sekunder , menentukan kategori informan, dan pengelompokan data-data
yang diperoleh dari beberapa informan yang berbeda. Awalnya pada saat
melakukan penelitian penulis menyiapkan materi-materi ataupun panduan
mengenai apa yang akan dibahas dan diteliti terlebih dahulu, berikutnya peneliti
menyiapkan interview guide berupa isi panduan wawancara ataupun pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan kepada informan guna memperoleh informasi
yang akurat. Informan-informan yang ditentukan melalui proses purpose sampling

Universitas Sumatera Utara

yaitu berdasarkan syarat dan kriteria tertentu. Saat hendak melakukan wawancara
kepada informan penulis juga memiliki sedikit kesulitan, diantaranya adalah
banyak masyarakat yang tidak bersedia untuk diwawancarai dan dijadikan
informan, dan pada saat wawancara awalnya penulis agak sedikit kesulitan
memperoleh informasi karena informan sedikit menjaga jarak dengan peneliti dan
seperti timbul kecurigaan. Banyak masyarakat yang enggan untuk berkomentar
mengenai pilkada, saat ditanyakan mengapa demikian, mereka menjawab bahwa
tidak terlalu paham mengenai pilkada, dan ada juga yang takut salah berkomentar,
karena mereka berpendapat bahwa apa yang mereka katakan nantinya akan
dimuat didalam surat kabat, seperti wartawan dan dapat menimbulkan kesalah
pahaman, karena cerita mengenai hal pilkada dan politik merupakan hal yang
sangat sensitif menurut masyarakat.

Maka berikutnya penulis sebelum

melakukan sedikit pendekatan terlebih dahulu kepada informan atau dalam kamus
antropologi disebut membangun rapot, diawali dengan perbincangan basa-basi,
pendekatan kepada infotman dan pelan-pelan masuk ke tahan wawancara yang
akan diberikan, dengan begitu informan akan merasa dekat dan sedikit lepas untuk
bercerita serta memberikan data-data yang saya dibutuhkan oleh peneliti. Dalam
melakukan penelitian terhadap informan penulis juga menemukan sedikit
kesulitan, yaitu dimana informan akan lebih mudah memberikan informasi kepada
peneliti jika mendapatkan sedikit sogokan dari penulis, seperti contohnya penulis
kerap memberikan sogokan seperti membayari minuman yang nantinya dipesan
oleh informan, ada beberapa informan yang melakukan hal tersebut, dan ada juga
informan yang meminta langsung pada penulis, seperti contoh pada saat sudah
mengakhiri proses wawancara, informan mengatakan bisalah belikan minuman
ya, udah haus ini daritadi cerita terus, hal tersebut tidak dapat dihindari oleh
peneliti dan dianggap juga hal biasa oleh peneliti asalkan informasi yang
diberikan memang sepadan, seperti salah seorang informan penting penulis yaitu
Anggota PPK siantar timur, dan Anggota DPC Partai di siantar timur juga tak
luput dari penulis untuk memberikan hal tersebut demi memperoleh informasi
yang dibutuhkan oleh penulis. Suka duka yang banyak dialami oleh penulis
terhadap informan-informan dari masyarkat utnuk mengumpulkan data.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal mencari data sekunder juga penulis mendapatkan kesulitan