Profil Penderita Kanker Mulut Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2013-2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Mulut
2.1.1 Definisi
Neoplasma epitel yang bersifat invasif dengan berbagai derajat diferensiasi
skuamosa serta kecenderungan untuk metastasis ke noda limpa, terjadi terutama pada
orang dewasa yang mempunyai kebiasaan konsumsi alkohol dan tembakau pada usia
50 hingga 60.13
2.1.2 Epidemiologi
Lebih

dari

90%

neoplasma

ganas

di


rongga

mulutdan

orofaringmerupakankarsinoma sel skuamosa lapisan mukosa dan biasanya jarang
terjadi di kelenjar saliva minor dan jaringan lunak. Secara umum, laki-laki lebih
rentan pada kanker mulut daripada wanita karena mempunyai pola hidup yang buruk
misalnya kebiasaan konsumsi alkohol dan tembakau. Di India, wanita mempunyai
prevalensi yang paling tinggi di seluruh dunia dengan kebiasaan mengunyah
tembakau. Secara global, 266.672 kasus kanker mulut telah didiagnosa meliputi 5%
untuk laki-laki dan 2% untuk wanita dari semua jenis kanker. Peningkatan insidensi
telah ditemukan pada subyek yang lebih muda terutama pria, telah dilaporkan dari
berbagai negara barat dalam beberapa dekade tahun terakhir. Selain itu, prevalensi
kanker mulut yang tinggi ditemuipada negara-negara Asia khususnya Asia Tenggara.
Orang Asia memiliki pelbagai budaya dan pola hidup seperti menyirih, pola
penggunaan tembakau yang bervariasi dan konsumsi alkohol berupa faktor risiko
untuk kanker mulut.4,13

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Klasifikasi WHO dan TNM
2.1.3.1 Klasifikasi WHO tumor dari rongga mulut dan orofaring
Kode morfologi International Classification of Diseases for Oncology(ICD-O)
{821} dan Systematized Nomenclature of Medicine.
Sifat tumor dikodekan /0 untuk tumor jinak, /3 untuk tumor ganas, dan /1
untuk tidak pasti.

Gambar 1. Klasifikasi WHO tumor dari rongga mulut dan orofaring13

Universitas Sumatera Utara

2.1.3.2 Klasifikasi TNM karsinoma rongga mulut dan orofaring
Klasifikasi TNM kanker rongga mulut dan orofaring bersama dengan tahap
anatomi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Klasifikasi TNM karsinoma rongga mulut dan orofaring13
2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab kanker mulutbelum diketahui secara pasti. Penyebabnya diduga
berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi.Insidensi kanker mulut
berhubungan dengan umur yang dapat mencerminkan waktu penumpukan, perubahan
genetik dan lamanya terpapar inisiator dan promotor seperti bahan kimia, iritasi fisik,
virus, dan pengaruh hormonal, penuaan selular dan menurunnyakekebalan akibat
aging. Faktor risiko yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara lain
merupakan tembakau, menyirih, alkohol, virus, malnutrisi, sinar matahari.2

2.1.4.1 Tembakau
Tembakau

berisi

aromatic,hydrokarbon,

bahan

karsinogen

nitrosodicthanolamine,


seperti:

nitrosamine,

nitrosoproline,

dan

polycyclic
polonium.

Tembakau dapat dikunyah-kunyah, atau diletakkan dalam mulut untuk diisap, pada
semua keadaan tersebut tembakau mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut.
Kebiasaan mengunyah tembakau di masyarakat Asia dengan menggunakan campuran
sirih dan pinang dengan jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kanker mulut
sesuai dengan letak campuran tembakau yang ditempatkan pada rongga mulut.
Mengunyah tembakau dengan menyirih dapat meningkatkan keterpaparan carcinogen
tobacco specific nitrosamine (TSNA) dan nitrosamine yang berasal dari alkaloid
pinang.14


2.1.4.2 Menyirih
Kebiasan menyirih atau "nginang" merupakan salah satu kebiasaan kuno yang
dimulai sejak berabad-abad tahun yang lalu. Menyirih mulai dilakukan oleh
masyarakat di China dan India lalu menyebar ke benua Asia termasuk Indonesia.
Komposisi utama dari menyirih merupakan daun sirih (Piper betel leaves), buah
pinang (Areca nut), kapur sirih (Antacid), dan gambir (Uncaria Gambier
Roxb).Menurut penelitian, kegiatan menyirih dapat menimbulkan iritasi terhadap

Universitas Sumatera Utara

jaringan mukosa di rongga mulut dan membentukkanker mulut akibat komposisi
menyirih, frekuensi menyirih, durasi menyirih.14
2.1.4.3 Alkohol
Beberapa penelitian telah menunjukkan pola konsumsi alkohol yang tidak
terkontrol jelas meningkatkan risiko terjadinya kanker mulut. Minuman alkohol
mengandung

bahan


karsinogen

seperti

etanol,

nitrosamine,

urethane

contaminant.Alkohol dapat bekerja sebagai suatu pelarut dan menimbulkan penetrasi
karsinogen kedalam jaringan epitel. Acetaldehydeyang merupakan alkohol metabolit
telah diidentifikasi sebagai promotor tumor.Alkohol merupakan salah satu faktor
yang memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat
menimbulkan iritasi pada mukosa.
Minum alkohol disertai dengan kebiasaan merokok dapat menyebabkan efek
sinergis sehingga dapat memperoleh risiko yang lebih besar untuk terjadi kanker
mulut.Asap rokok mengandung bahan karsinogen dan alkohol menyebabkan
dehidrasi dan rasa panas yang mempengaruhi selaput lendir mulut. Meningkatnya
permeabilitasmukosa ini akan menimbulkan rangsangan menahun dimana timbul

proses kerusakan dan pemulihan jaringan yang berulang-ulang sehingga mengganggu
keseimbangan sel dan sel mengalami displasia.14

2.1.4.4 Virus
Human papilloma virus DNA, khususnya tipe 16telahditemukan di kanker
mulut. Virus papiloma jelas berhubung dengan kanker serviks tetapi hubungan
dengan kanker mulut masih bersifat spekulatif. Human papilloma viruses,
menyebabkan mutasi gen p53 yang berpotensi menyebabkan kanker mulut.14

Universitas Sumatera Utara

2.1.4.5 Malnutrisi
Asupansi

vitamin

A

yang


rendah

jelas

berkaitan

dengan

kanker

mulut.Defisiensi vitamin A menyebabkan proses keratinisasi yang berlebihanpada
kulit dan membran mukosa. Vitamin A juga memiliki fungsi protektif danpreventif
terjadinya prakanker mulut dan kanker mulut. Jumlah kandungan retinoldalam darah
dan jumlah kandungan beta-karoten pada makanan dipercayai dapatmengurangi
risiko leukoplakia dan kanker mulut.14

2.1.4.6 Sinar matahari
Paparan pada komponen ultraviolet dari sinar matahari merupakan salah satu
faktor risiko menyebabkan kanker mulut khusus di bagian bibir. Kanker mulut di
bibir biasa terjadi pada pekerjaan luar ruangan misalnya petani dan nelayan. Selain itu,

orang yang berkulit putih memiliki risiko tinggi. Lesi displastik yang disebabkan oleh
sinar matahari dapat ditemui sebelumkanker mulut terjadi dan kerusakan jaringan
bibir akibat matahari dapat diidentifikasi secara klinis dengan adanyakehilangan
elastisitas dan atrofi pada epitel.14

2.1.4.7 Pekerjaan
Paparan pada berbagai bahan atau zat dapat terjadi pada jenis perkerjaan yang
tertentu dan ternyata dapat meningkatkan risiko terjadi kanker mulut. Paparan pada
formaldehida, asap dari berbagai sumber, partikel kayu, serat mineral, asbes, partikel
karbon ternyata berhubungan dengan kanker mulut.Efek karsinogenik pada
formaldehid merupakan genotoksisitasnya dengan meningkatkan proliferasi sel.
Paparan pada serat mineral dan asbes dapat menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi, sitokin dan faktor pertumbuhan. Hal ini dapat mengubah pola diferensiasi
dan proliferasi pada sel epitel serta mesothelial. Peningkatkan frekuensi displasia dan
metaplasia kuboid dapat terjadi pada paparan partikel kayu.27

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Patogenesis
Patogenesis molekul kanker mulut merupakan akumulasi perubahan genetik

yang terjadi selama bertahun-tahun. Walaupun tidak diketahui apakah kanker mulut
dapat terjadi tanpa perubahan premalignant pada jaringan, setidaknya 20%
berhubungan dengan prekursor lesi yang dapat dilihat secara klinis seperti
leukoplakia dan eritroplakia. Karsinogenesis merupakan proses genetik yang merubah
pada morfologi dan perilaku seluler. Gen utama yang terlibat meliputi proto-onkogen
dan gen supresor tumor (TSGs). Faktor lain yang berperan dalam perkembangan
kanker mulut, berupa kehilangan alel di daerah kromosom, mutasi pada protoonkogen dan TSGs atau perubahan epigenetik misalnya metilasi pada asam
deoksiribonukleat (DNA) dan deasetilasi histone. Selain itu, faktor pertumbuhan
sitokin, angiogenesis, adhesi sel molekul, fungsi kekebalan tubuh, dan homeostasis
juga berperan penting dalam perkembangan kanker mulut. Proto-onkogen berperan
untuk faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan, protein kinase, sinyal
transduser, nuklirphosphoproteins, dan faktor-faktor transkripsi. Proto-onkogen
meningkatkan pertumbuhan sel dan diferensiasi serta mungkin terlibat dalam
karsinogenesis. Proto-onkogen yang terkait dengan kanker mulut yaitu ras (tikus
sarcoma), cyclin-D1, myc, Erb-b (eritroblastosis), bcl-1, bcl-2 (limfoma sel B), int-2,
CK8, dan CK19. TSGs menghambat pertumbuhan sel dan diferensiasi, kehilangan
fungsional dari TSGs berperan untuk karsinogenesis. Kehilangan kedua alel dari TSG
akan menyebabkan loss of function(“two-hit” hypothesis ). Kehilangan fungsional
TSGs melibatkan kromosom 3p, 4q, 8p, 9p, 11q, 13q, dan 17p. TSGs yang terlibat di
kanker mulut merupakanP53, Rb (retinoblastoma), dan p16INK4A.2


Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Model Molekul Displasia Dan Karsinogenesis

2.1.6 Tanda dan Gejala
Kanker mulutbiasanya diidentifikasi setelah perkembangan gejala penyakit
terjadi pada tahap lanjut.Ketidaknyamanan merupakan gejala yang paling umum dan
biasanya ditemui pada saat diagnosis sekitar 85%. Penderita juga menyadari adanya
massa di mulut atau leher. Selain itu, disfagia, odynophagia, otalgia, pembatasan
gerakan, perdarahan mulut, massa leher, dan penurunan berat badan dapat
ditemuisebagai tanda kanker mulut. Perubahan jaringan termasuk lesi merah, lesi
putih, lesi merah dan putih, tekstur halus, granular, kasar, berkulit luka, atau adanya
massa serta ulserasi dapat ditemui sebagai tanda saat pemeriksaan klinis. Lesi
mungkin berbentuk datar, tinggi, ulserasi, tidak ulserasi dan mungkin minimal teraba
atau indurasi. Kehilangan fungsi yang melibatkan lidah dapat mempengaruhi bicara,
penelanan, dan diet. Penyebaran ke limfatik pada kanker mulut biasanya melibatkan
submandibular, node digastrikus, noda serviks atas, dan, akhirnya, noda yang tersisa
dari rantai serviks. Nodayang paling sering terlibat merupakan di sisi yang sama

Universitas Sumatera Utara

dengan tumor primer. Kelenjar limpa yang berhubungan dengan kanker
mulutbiasanya membesar dan mempunyai tekstur yang keras. Nodabiasanya tidak
akan teraba lembut kecuali saat infeksi sekunder atau inflamasi yang mungkin terjadi
setelah biopsi.2

2.1.7 Diagnosis
Deteksi dini lesi ganas sangat disarankan. Pemeriksaan intraoral pada kepala
dan leher harus dilakukan. Alat bantu untuk pemeriksaan intraoral termasuk
imagingand light technologies, pewarnaan jaringan dengan menggunakan toluidin
biru, dan pemeriksaan sitologi denganbrush biopsi.
Toluidin biru dapat diterapkan langsung ke lesi yang mencurigakan atau
digunakan sebagai bahan kumur. Penilaian penyerapan zat warna tergantung pada
penilaian klinis dan pengalaman. Retensi yang positif yaitu lesi yang menyerap warna
dari toluidin biru menunjukkan perlunya biopsi. Positif palsu pada retensi dye dapat
terjadi pada lesi inflamasi dan ulseratif, tetapi negatif palsu jarang terjadi. Tes
definitif tetap biopsidan setiap lesi yang dicurigakan harus tetap diperiksakan.
Toluidin biru memprediksi lesi premalignantyang berisiko berkembang menjadi
karsinoma sel skuamosa dan memberikan panduan pada lokasi yang akandilakukan
biopsi.
Brush biopsimerupakan teknik yang menggunakan sikat bulat yang berbulu
kaku untuk mengumpulkan sel dari permukaan dan bawah permukaan lapisan lesi
dengan abrasi. Sel-sel yang dikumpulkan kemudian dipindahkan ke slide
mikroskopdan smear diamati denganimage analyzer untuk mengidentifikasi sel-sel
abnormal. Selain itu, jaringan dapat diperoleh untuk histopatologi dengan
menggunakan fine-needle aspiration.
Radiologi konvensional, computed tomography (CT), nuclear scintiscanning,
magnetic resonance imaging (MRI), dan ultrasonography dapat memberikan
gambaran keterlibatan tulang dan dapat menunjukkan adakah lesijaringan lunak yang
menginvasi. Imaging untuk menentukan keterlibatan tulang dapat dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

radiologi konvensional misalnya radiografi gigi yang memberi gambaran tulang
alveolar dan CT. Nuclear scintiscanning dapat memberikan gambaran keterlibatan
tulang oleh tumor dan nekrosis tulang setelah terapi radiasi. MRI terbatas dalam
menentukan keterlibatan tulang tetapi dapat menunjukkan distorsi trabekula tulang.
Keterlibatan jaringan lunak dari antrum dan nasofaring dapat dinilai dengan CT dan
MRI. CT dan MRI dalam menentukan status kelenjar noda limpa serviks.2,14

2.1.8 Pencegahan
2.1.8.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghindari atau mengurangi paparan
pada faktor risiko. Komunikasi pribadi, film, artikel surat kabar, program radio, seni
rakyat, poster merupakan media yang dapat memotivasi orang untuk menghindari
faktor risiko.
2.1.8.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan deteksi dini pada kanker. Pengobatan yang
tepat dan awaldapatmencegah penyakit berlanjut ke tahap parah. Waktu yang ideal
untuk mendeteksi kanker mulut merupakan ketika lesi masih kecil dan belum
menyebar maka dokter gigi bertanggungjawab untuk melakukan skrining pada setiap
pasien yang dicurigai supaya deteksi dini dapat dicapai.
2.1.8.3 Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier ditujukan pada tahap terminal. Lebih dari 70% kasus
kanker memiliki sakit dan gejala yang parah pada tahap terminal maka kontrol nyeri
dan perawatan paliatif merupakan strategi utama pada pencegahan tersier.15

Universitas Sumatera Utara

2.2 Kerangka Teori

Karsinogen






Jenis Kelamin

Usia

Tembakau
Alkohol
Bahan sirih
Sinar matahari
Virus

Proto-onkogen

Gen Supresor Tumor

Onkogen

Kanker Mulut

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Konsep

Profil Penderita
Usia
Kanker Mulut

Jenis Kelamin
Pekerjaan
Faktor Risiko
Prevalensi Lokasi Lesi
Prevalensi Jenis Tumor Epitel Ganas

Universitas Sumatera Utara