Profil Penderita Tumor Otak Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2013

(1)

PROFIL PENDERITA TUMOR OTAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2013

Oleh : YAUMIL REIZA

110100124

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PROFIL PENDERITA TUMOR OTAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2013

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: YAUMIL REIZA

110100124

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Profil Penderita Tumor Otak di RSUP H. Adam Malik Tahun

2011-2013

Nama : Yaumil Reiza

NIM : 110100124

Pembimbing

dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes, Sp.PA NIP: 1976 1004 2001 12 2002

Penguji II

dr. Edhie Djohan Utama, Sp.MK NIP: 130535845

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP: 1954 0220 198011 1001

Penguji I

Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) NIP: 1946 0430 1973 02 1001


(4)

PROFIL PENDERITA TUMOR OTAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2013

Yaumil Reiza

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Latar Belakang: Tumor otak, yaitu lesi ekspansif jinak atau ganas yang membentuk massa di intrakranial atau medula spinalis, adalah salah satu tumor yang dapat menimbulkan progresi yang buruk.

Tujuan: Mengetahui profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, gambaran histopatologi, lokasi tumor, dan gejala klinis utama.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif. Data diambil dengan teknik total sampling di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013, kemudian diolah dan dikelompokkan sesuai variabel yang ditemukan, disajikan dalam bentuk tabel, diagram, atau grafik, dan dideskripsikan.

Hasil: Dari 57 orang penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013, kejadian tumor otak paling banyak ditemukan pada kelompok usia 51-60 tahun (35,09%) dan jenis kelamin perempuan (52,63%). Tipe histopatologi yang paling banyak dijumpai adalah meningioma (43,86%), dan lokasi tumor yang paling banyak dijumpai adalah lobus frontalis (17,54%). Sebanyak 39 orang (68,42%) mengeluhkan adanya defisit neurologis fokal, sebanyak 14 orang (24,56%) mengeluhkan adanya kejang, dan sebanyak 48 orang (84,21%) mengeluhkan adanya kelainan neurologis nonfokal berupa sakit kepala, mual/muntah, dan penurunan kesadaran.


(5)

PROFILE OF BRAIN TUMOR PATIENTS AT H. ADAM MALIK CENTRAL GENERAL HOSPITAL MEDAN IN 2011-2013

Yaumil Reiza

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

Background: Brain tumor, which is benign or malignant expansive lesions that form intracranial or spinal cord masses, is one of the tumors that shows bad progression.

Objective: To know the profiles of patients with brain tumors who were treated at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013 based on age, sex, histopathological type, tumor location, and main clinical manifestation.

Method: This is a retrospective descriptive study. Data were retrieved with total sampling technique from the Medical Records Installation at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013, processed and categorized according to desired variables, presented in tables, diagrams, or charts, and described.

Results: Of 57 patients with brain tumors at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013, most cases occurred in the age group 51-60 years (35,09%) and female sex (52,63%). The most common histopathological type was meningioma (43,86%), and the most common tumor location was frontal lobe (17,54%). Focal neurological deficits was found in 39 patients (68,42%), seizures was found in 14 patients (24,56%), and nonfocal neurological disorders was found in 48 patients (84,21%).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul ”Profil Penderita Tumor Otak di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2013”. Laporan hasil penelitian ini disusun sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, di antaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing dalam penelitian ini, dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes., Sp. PA, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga penyelesaian laporan hasil penelitian ini. Juga kepada Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp. PD, Sp.JP dan dr. Edhie Djohan Utama, Sp.MK selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

3. Kepada seluruh staf RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu penulis baik pada saat melakukan survei awal penelitian maupun pada saat pengumpulan data penelitian.

4. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Setiawardi dan Ibunda Nazarni, adik-adik penulis, Siti Sarah Fazira dan Qastaril Faisa yang senantiasa mendukung dan memberikan bantuan moral dan material dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.

5. Kepada sahabat-sahabat sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan 2011, atas dukungan moral dan material yang diberikan dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini.


(7)

6. Kepada semua pihak lainnya yang telah membantu dalam proses penulisan laporan hasil penelitian ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2014


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Sistem Saraf Pusat ... 4

2.1.1. Embriologi ... 4

2.1.2. Anatomi ... 5

2.1.3. Histologi ... 7

2.1.4. Fisiologi ... 10

2.2.Tumor Otak ... 12

2.2.1. Definisi ... 12

2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko ... 13

2.2.3. Epidemiologi ... 14

2.2.4. Patogenesis ... 15

2.2.5. Patofisiologi ... 16


(9)

2.2.7. Diagnosis ... 19

2.2.8. Klasifikasi ... 21

2.2.9. Staging ... 30

2.2.10.Penatalaksanaan ... 30

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 33

3.1. Kerangka Konsep ... 33

3.2. Definisi Operasional ... 33

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 35

4.1.Jenis Penelitian ... 35

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

4.2.1. Waktu Penelitian ... 35

4.2.2. Tempat Penelitian ... 35

4.3.Populasi dan Sampel ... 35

4.2.1. Populasi ... 35

4.2.2. Sampel ... 35

4.4.Metode Pengumpulan Data ... 36

4.5.Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1. Hasil Penelitian ... 37

5.2.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

5.2.2. Karakteristik Data Penelitian ... 37

5.2.3. Distribusi Data Penelitian ... 38

5.1.3.1.Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Usia ... 38

5.1.3.2.Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

5.1.3.3.Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Gambaran Histopatologi ... 39

5.1.3.4.Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Lokasi Tumor ... 40

5.1.3.5.Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Gejala Klinis Utama ... 41

5.2. Pembahasan ... 42


(10)

5.2.2. Analisis Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Jenis

Kelamin ... 43

5.2.3. Analisis Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Gambaran Histopatologi ... 43

5.2.4. Analisis Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Lokasi Tumor ... 47

5.2.5. Analisis Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Gejala Klinis Utama ... 48

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6.1. Kesimpulan ... 54

6.2. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Fungsi komponen utama otak 11

2.2. Distribusi tumor otak berdasarkan usia dan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik dan RS Haji Medan tahun 2003-2004

15

2.3. Klasifikasi tumor otak menurut WHO 2007 28 2.4. Staging tumor otak menurut WHO 2007 30 5.1. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik

tahun 2011-2013 berdasarkan kelompok usia

38 5.2. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik

tahun 2011-2013 berdasarkan jenis kelamin

39 5.3. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik

tahun 2011-2013 berdasarkan gambaran histopatologi

39 5.4. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik

tahun 2011-2013 berdasarkan lokasi tumor

40 5.5. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik

tahun 2011-2013 berdasarkan gejala klinis utama

41 5.6. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik

tahun 2011-2013 berdasarkan banyaknya gejala klinis yang diderita

41

5.7. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan gambaran histopatologi tumor dan jenis kelamin

45

5.8. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan gambaran histopatologi tumor dan kelompok usia

46

5.9. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan lokasi tumor dan ada tidaknya defisit neurologis fokal

50

5.10. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan lokasi tumor dan ada tidaknya kejang

51

5.11. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan lokasi tumor dan ada tidaknya kelainan neurologis nonfokal


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Potongan otak secara sagital 5

2.2. Bagian-bagian neuron 8

2.3. Astrosit fibrosa dan kapiler di otak 9

2.4. Oligodendrosit otak 9

2.5. Mikroglia otak 10

2.6. Sel ependimal pada kanalis sentralis medula spinalis 10 2.7. Gambaran histopatologi dari astrositoma pilositik

(WHO grade I)

23 2.8. Gambaran histopatologi dari glioblastoma multiforme 23 2.9. Gambaran histopatologi dari ependimoma 24 2.10. Gambaran histopatologi dari oligodendroglioma 24 2.11. Gambaran histopatologi dari berbagai varian

meningioma WHO grade I

26 2.12. Gambaran histopatologi dari berbagai varian

meningioma WHO grade II

27 2.13. Gambaran histopatologi dari berbagai varian

meningioma WHO grade III

27 2.14. Gambaran histopatologi dari meduloblastoma 27


(13)

DAFTAR SINGKATAN

CT Computed tomography

EEG Elektroensefalogram

H&E Hematoksilin dan eosin MRI Magnetic resonance imaging RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

SSP Sistem saraf pusat

TIK Tekanan intrakranial TNM Tumor, Nodule, Metastasis WHO World Health Organization


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Data Induk

Lampiran 3 Ethical Clearance Lampiran 4 Surat Izin Penelitian


(15)

PROFIL PENDERITA TUMOR OTAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2013

Yaumil Reiza

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Latar Belakang: Tumor otak, yaitu lesi ekspansif jinak atau ganas yang membentuk massa di intrakranial atau medula spinalis, adalah salah satu tumor yang dapat menimbulkan progresi yang buruk.

Tujuan: Mengetahui profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, gambaran histopatologi, lokasi tumor, dan gejala klinis utama.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif. Data diambil dengan teknik total sampling di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013, kemudian diolah dan dikelompokkan sesuai variabel yang ditemukan, disajikan dalam bentuk tabel, diagram, atau grafik, dan dideskripsikan.

Hasil: Dari 57 orang penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013, kejadian tumor otak paling banyak ditemukan pada kelompok usia 51-60 tahun (35,09%) dan jenis kelamin perempuan (52,63%). Tipe histopatologi yang paling banyak dijumpai adalah meningioma (43,86%), dan lokasi tumor yang paling banyak dijumpai adalah lobus frontalis (17,54%). Sebanyak 39 orang (68,42%) mengeluhkan adanya defisit neurologis fokal, sebanyak 14 orang (24,56%) mengeluhkan adanya kejang, dan sebanyak 48 orang (84,21%) mengeluhkan adanya kelainan neurologis nonfokal berupa sakit kepala, mual/muntah, dan penurunan kesadaran.


(16)

PROFILE OF BRAIN TUMOR PATIENTS AT H. ADAM MALIK CENTRAL GENERAL HOSPITAL MEDAN IN 2011-2013

Yaumil Reiza

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

Background: Brain tumor, which is benign or malignant expansive lesions that form intracranial or spinal cord masses, is one of the tumors that shows bad progression.

Objective: To know the profiles of patients with brain tumors who were treated at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013 based on age, sex, histopathological type, tumor location, and main clinical manifestation.

Method: This is a retrospective descriptive study. Data were retrieved with total sampling technique from the Medical Records Installation at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013, processed and categorized according to desired variables, presented in tables, diagrams, or charts, and described.

Results: Of 57 patients with brain tumors at H. Adam Malik Central General Hospital Medan in 2011-2013, most cases occurred in the age group 51-60 years (35,09%) and female sex (52,63%). The most common histopathological type was meningioma (43,86%), and the most common tumor location was frontal lobe (17,54%). Focal neurological deficits was found in 39 patients (68,42%), seizures was found in 14 patients (24,56%), and nonfocal neurological disorders was found in 48 patients (84,21%).


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tumor yang dapat menimbulkan progresivitas yang buruk adalah tumor otak. Menurut Hakim (2005), tumor otak adalah lesi ekspansif jinak atau ganas yang membentuk massa di intrakranial atau medula spinalis. Tumor otak, baik primer ataupun metastasis, merupakan salah satu penyakit yang ditakuti masyarakat karena dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Meskipun jinak, tumor otak tetap berbahaya sama seperti tumor yang ganas tergantung pada lokasi tumor, di mana tumor yang terletak pada bagian otak yang penting akan menimbulkan gejala yang serius (Cancer Research UK, 2013). Diperkirakan setiap tahunnya, sekitar 445.000 orang di seluruh dunia didiagnosis dengan tumor yang berlokasi di otak atau di bagian mana pun di SSP. Angka harapan hidup penderita tumor otak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, stadium, jenis histopatologi, ada atau tidaknya defisit neurologis, dan modalitas terapi (Widjanarko, 2011).

Menurut Cancer Research UK (2013), pada tahun 2008-2010 di Inggris Raya, didapat bahwa sekitar 43% tumor SSP didiagnosis pada pria dan wanita berusia 65 tahun ke atas dan 10% didiagnosis pada kelompok umur di bawah 30 tahun. Tingkat insidensi spesifik-umur relatif stabil dari masa kanak-kanak ke kelompok usia 20-24, kemudian meningkat secara perlahan ke kelompok usia 45-49, sebelum meningkat secara tajam, khususnya pada pria, pada kelompok usia 55-59. Pada tahun 2010, terdaftar sebanyak 9.156 kasus tumor SSP dengan rincian 4.541 kasus (49,60%) terdapat pada pria dan 4.615 kasus (50,40%) pada wanita dengan tipe yang paling sering ditemukan adalah astrositoma (34%) dan meningioma (21%).

Hakim (2005) menemukan bahwa pada tahun 2003-2004 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan Rumah Sakit Haji, Medan, Indonesia, terdapat 48 kasus tumor otak dengan persentase penderita tumor otak yang terbanyak adalah laki-laki (72,92%) pada kelompok umur di atas 60 tahun. Tipe tumor otak


(18)

yang paling banyak terdapat di Medan, Indonesia, adalah meningioma (25%) dan lokasi tumor paling banyak adalah di serebelum (20,83%).

Sementara itu, Sari, Windarti, dan Wahyuni (2014) menemukan bahwa di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek dan Rumah Sakit Immanuel, Bandar Lampung, terdapat 173 kasus tumor otak selama periode 1 Januari 2009 – 31 Oktober 2013 dengan wanita lebih banyak terkena dibandingkan dengan pria (rasio 1,8 : 1). Meningioma merupakan tumor terbanyak dengan 100 kasus dari 173 kasus (57,8%) dengan lokasi tumor terbanyak pada lobus frontalis (30,1%). Kasus tumor otak meningkat pada rentang usia 30-34 tahun (9,2%) dan mencapai puncak pada 40-44 tahun (17,9%), kemudian terjadi penurunan kasus pada usia yang lebih tua.

Penelitian mengenai epidemiologi tumor otak, terutama di Indonesia, masih tergolong sedikit, padahal tumor otak merupakan salah satu penyakit yang serius. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana profil para penderita tumor otak di Medan, yaitu di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan usia.


(19)

2. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan jenis kelamin.

3. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan gambaran histopatologi.

4. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan lokasi tumor.

5. Mengetahui karakteristik tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013 berdasarkan gejala klinis utama.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan program pendidikan sarjana (S1) dan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan peneliti di bidang penelitian.

2. Bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan, penelitian ini diharapkan dapat: a. Memberikan informasi mengenai profil penderita tumor otak di RSUP H.

Adam Malik Medan

b. Membantu pihak rumah sakit dalam pengolahan data tentang tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan

c. Sebagai landasan untuk penelitian-penelitian tentang tumor otak di masa mendatang, baik bagi peneliti maupun bagi pihak lainnya

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi tentang tumor otak sehingga meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam penanganan tumor otak.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Saraf Pusat 2.1.1. Embriologi

Menurut Sadler (2010), sistem saraf pusat (SSP) terbentuk pada awal minggu ketiga sebagai lempeng neuralis (neural plate) pada daerah middorsal di depan nodus primitif. Tepi-tepi lateralnya bergerak naik untuk membentuk lipatan-lipatan neuralis (neural folds). Seiring perkembangannya, lipatan-lipatan neuralis ini terus menaik, saling mendekati satu sama lain di garis tengah, dan akhirnya menyatu membentuk tuba neuralis. Fusi dimulai di daerah servikal dan begitu dimulai, ujung-ujung tuba neuralis yang terbuka membentuk neuroporus kranialis dan kaudalis yang berhubungan dengan rongga amniotik. Penutupan akhir neuroporus kranial terjadi pada tahap 18-20 somit (hari ke-25), sedangkan penutupan akhir neuroporus kaudal terjadi kira-kira dua hari kemudian.

Ujung sefalik dari tuba neuralis menunjukkan tiga pelebaran, yaitu vesikel-vesikel otak primer: (a) prosensefalon, atau otak depan; (b) mesensefalon, atau otak tengah; dan (c) rhombensefalon, atau otak belakang. Secara bersamaan akan terbentuk dua fleksura: (a) fleksura servikalis pada pertemuan otak belakang dan medula spinalis, dan (b) fleksura sefalik di daerah otak tengah. Ketika embrio berumur lima minggu, prosensefalon terdiri dari dua bagian: (a) telensefalon dan (b) diensefalon (Sadler, 2010).

Rhombensefalon dipisahkan dari mesensefalon oleh isthmus rhomboensefalikus. Rhombensefalon juga terdiri dari dua bagian: (a) metensefalon, yang nantinya membentuk pons dan serebelum, dan (b) mielensefalon. Kedua bagian ini dibatasi oleh fleksura pontin. Lumen medula spinalis, yaitu kanalis sentralis, berkesinambungan dengan vesikel-vesikel otak. Rongga pada rhombensefalon merupakan ventrikel keempat, rongga pada diensefalon merupakan ventrikel ketiga, dan rongga pada hemisfer serebri merupakan ventrikel-ventrikel lateral. Lumen mesensefalon menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat. Lumen ini menjadi sangat sempit dan kemudian


(21)

disebut aqueduct of Sylvius. Ventrikel-ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui interventricular foramina of Monro (Sadler, 2010).

Pada mulanya sel-sel neuroektoderm yang membatasi tuba neuralis berdiferensiasi menjadi neuroblas dan spongioblas. Neuroblas merupakan cikal bakal neuron, sedangkan spongioblas berdiferensiasi menjadi spongioblas yang sebagian menetap dan membentuk jaringan epitel yang membatasi langsung tuba neuralis sebagai spongioblas ependim. Sebagian lagi menjadi spongioblas yang bebas meninggalkan jajaran epitel dan berkembang menjadi berbagai bentuk sel glia seperti astrosit protoplasmatik, astrosit fibrosa, dan oligodendrosit (Subowo, 1989).

2.1.2. Anatomi

Gambar 2.1. Potongan otak secara sagital

(Sumber: Netter, F.H., 2011. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. United States of America: Saunders Elsevier, 105)

Menurut Hansen (2010), otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan jaringan ikat membranosa yang disebut meninges, yang meliputi:


(22)

1. Dura mater, yaitu lapisan terluar yang kaya akan serabut saraf sensoris. Dura mater terutama disarafi oleh cabang-cabang sensoris meningeal dari nervus trigeminus, nervus vagus, dan saraf-saraf servikal atas. Dura mater juga membentuk lipatan atau lapisan jaringan ikat tebal yang memisahkan berbagai regio otak seperti falks serebri, falks serebeli, tentorium serebeli, dan diafragma sella.

2. Araknoid mater, yaitu lapisan di bawah dura mater yang avaskular. Ruang di antara araknoid mater dan pia mater disebut spatium subarachnoideum dan mengandung cairan serebrospinalis.

3. Pia mater, yaitu lapisan jaringan ikat yang langsung membungkus otak dan medula spinalis. Araknoid mater dan pia mater tidak memiliki serabut saraf sensoris.

Bagian yang paling menonjol dari otak manusia adalah hemisfer serebri. Beberapa regio korteks serebri yang berhubungan dengan fungsi-fungsi spesifik dibagi atas lobus-lobus. Lobus-lobus tersebut dan fungsinya masing-masing antara lain:

1. Lobus frontal memengaruhi kontrol motorik, kemampuan berbicara ekspresif, kepribadian, dan hawa nafsu

2. Lobus parietal memengaruhi input sensoris, representasi dan integrasi, serta kemampuan berbicara reseptif

3. Lobus oksipital memengaruhi input dan pemrosesan penglihatan 4. Lobus temporal memengaruhi input pendengaran dan integrasi ingatan 5. Lobus insula memengaruhi emosi dan fungsi limbik

6. Lobus limbik memengaruhi emosi dan fungsi otonom (Hansen, 2010) Komponen-komponen otak lainnya antara lain:

1. Talamus merupakan pusat relai di antara area kortikal dan subkortikal.

2. Serebelum mengkoordinasikan aktivitas motorik halus dan memproses posisi otot.

3. Batang otak (otak tengah, pons, dan medula oblongata) menyampaikan informasi sensoris dan motorik dari somatik dan otonom serta informasi motorik dari pusat yang lebih tinggi ke target-target perifer (Hansen, 2010).


(23)

Otak mengandung empat ventrikel, yaitu dua ventrikel lateral serta ventrikel ketiga dan keempat yang terletak di sentral. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koroideus, beredar melalui ventrikel-ventrikel, dan kemudian memasuki ruang subaraknoid melalui foramen Luschka atau foramen Magendie di ventrikel keempat. Otak terutama diperdarahi oleh arteri vertebral yang berasal dari arteri subklavia, naik melalui foramen transversum dari vertebra C1-C6, dan memasuki foramen magnum tengkorak; dan arteri karotid internal yang berasal dari arteri karotis komunis di leher, naik di leher, dan memasuki kanalis karotis dan melintasi foramen laserum sehingga berakhir sebagai arteri serebral anterior dan medial yang beranastomosis dengan sirkulus Willisi (Hansen, 2010).

2.1.3. Histologi

Menurut Eroschenko (2008), otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang, jaringan ikat, dan cairan serebrospinalis. Di dalam kranium dan foramen vertebrale terdapat meninges, yaitu suatu jaringan ikat yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu dura mater, araknoid mater, dan pia mater. Di antara araknoid mater dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum, tempat beredarnya cairan serebrospinalis yang membasahi dan melindungi otak dan medula spinalis.

Sel struktural dan fungsional jaringan saraf adalah neuron. Setiap neuron terdiri dari soma atau badan sel, banyak dendrit, dan satu akson. Badan sel atau soma mengandung nukleus, nukleolus, berbagai organel, dan sitoplasma atau perikarion. Dari badan sel muncul tonjolan-tonjolan sitoplasma yang disebut dendrit yang membentuk percabangan dendritik. Neuron dikelilingi oleh sel yang lebih kecil dan lebih banyak yaitu neuroglia, yaitu sel penunjang nonneural yang memiliki banyak percabangan di SSP dan mengelilingi neuron, akson, dan dendrit. Sel ini tidak terangsang atau menghantarkan impuls karena secara morfologis dan fungsional berbeda dari neuron. Sel neuroglia dapat dibedakan dari ukurannya yang jauh lebih kecil dan nukleus yang berwarna gelap dan jumlahnya sekitar sepuluh kali lipat lebih banyak daripada neuron (Eroschenko, 2008).


(24)

Gambar 2.2. Bagian-bagian neuron (X100, H&E)

(Sumber: Mescher, A.L., 2009. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed. United States of America: The McGraw-Hill Professional)

Empat jenis sel neuroglia adalah astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal. Astrosit adalah sel neuroglia terbesar dan paling banyak ditemukan di substansia grisea. Astrosit terdiri dari dua jenis, yaitu astrosit fibrosa dan astrosit protoplasmik. Oligodendrosit membentuk selubung mielin akson di SSP. Mikroglia berasal dari sumsum tulang dan fungsi utamanya mirip dengan makrofag jaringan ikat. Sel ependimal adalah sel epitel kolumnar pendek atau selapis kuboid yang melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis medula spinalis (Eroschenko, 2008).

Otak dan medula spinalis mengandung substansia grisea dan substansia alba. Substansia grisea terdiri dari neuron-neuron, dendrit-dendritnya, dan neuroglia, sedangkan substansia alba tidak mengandung badan sel neuron dan terutama terdiri dari akson bermielin, sebagian akson tidak bermielin, dan oligodendrosit penunjang (Eroschenko, 2008).


(25)

Gambar 2.3. Astrosit fibrosa dan kapiler di otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran sedang.

(Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. 11th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159)

Gambar 2.4. Oligodendrosit otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran sedang. (Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. 11th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159)


(26)

Gambar 2.5. Mikroglia otak. Pewarnaan: metode Hortega. Pembesaran sedang. (Sumber: Eroschenko, V.P., 2008. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. 11th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan Brahm U. Pendit. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. 2008. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC, 159)

Gambar 2.6. Sel ependimal pada kanalis sentralis medula spinalis (X200, H&E) (Sumber: Mescher, A.L., 2009. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed. United States of America: The McGraw-Hill Professional)

2.1.4. Fisiologi

Menurut Sherwood (2011), sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medula spinalis. Tidak ada bagian otak yang bekerja sendiri dan terpisah dari bagian-bagian otak lain karena anyaman neuron-neuron terhubung secara anatomis oleh sinaps, dan neuron-neuron di seluruh otak berkomunikasi secara


(27)

ekstensif satu sama lain dengan cara listrik atau kimiawi. Akan tetapi, neuron-neuron yang bekerja sama untuk melaksanakan fungsi tertentu cenderung tersusun dalam lokasi yang terpisah. Karena itu, meskipun merupakan suatu keseluruhan yang fungsional, otak tersusun menjadi bagian-bagian yang berbeda. Bagian-bagian otak dapat dikelompokkan dalam berbagai cara bergantung pada perbedaan anatomik, spesialisasi fungsi, dan perkembangan evolusi.

Medula spinalis memiliki lokasi strategis antara otak dan serat aferen dan eferen susunan saraf tepi. Lokasi ini memungkinkan medula spinalis memenuhi dua fungsi primernya, yaitu sebagai penghubung untuk transmisi informasi antara otak dan bagian tubuh lainnya dan mengintegrasikan aktivitas refleks antara masukan aferen dan keluaran eferen tanpa melibatkan otak. Jenis aktivitas refleks ini disebut refleks spinal (Sherwood, 2011).

Tabel 2.1. Fungsi komponen utama otak

KOMPONEN OTAK FUNGSI UTAMA

Korteks serebri 1. Persepsi sensorik 2. Kontrol gerakan sadar 3. Bahasa

4. Sifat kepribadian

5. Proses mental canggih (fungsi luhur), misalnya berpikir, mengingat, mengambil keputusan, kreativitas, dan kesadaran diri

Nukleus basalis 1. Inhibisi tonus otot

2. Koordinasi gerakan lambat, menetap

3. Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat Talamus 1. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps

2. Kesadaran kasar akan sensasi 3. Berperan dalam kesadaran 4. Berperan dalam kontrol motorik

Hipotalamus 1. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan

2. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin

3. Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar Serebelum 1. Mempertahankan keseimbangan

2. Meningkatkan tonus otot

3. Mengkoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar terampil


(28)

Batang otak (otak tengah, pons, dan medula)

1. Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer

2. Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan

3. Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan postur

4. Penerimaan dan integrasi semua input sinaps dari medula spinalis; pengaktifan korteks serebri dan keadaan terjaga

5. Peran dalam siklus tidur-bangun

(Sumber: Sherwood, L. 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Singapore: Cengange Learning Asia Pte Ltd. Terjemahan Brahm U. Pendit. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2011. Edisi Ke-6. Jakarta: EGC, 155)

2.2. Tumor Otak

2.2.1. Definisi

Menurut Hakim (2005), tumor otak adalah lesi ekspansif jinak atau ganas yang membentuk massa di intrakranial atau medula spinalis. Tumor otak dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu tumor otak primer dan tumor metastasis. Tumor otak primer merupakan tumor yang muncul sebagai akibat dari pertumbuhan abnormal jaringan otak itu sendiri. Tumor metastasis berasal dari organ-organ lain seperti paru-paru, payudara, prostat, dan ginjal (Sagar dan Israel, 2010).

Menurut Kumar (2013), tumor otak memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan tumor-tumor lain, di antaranya adalah:

1. Tumor otak tidak memiliki tahap premaligna atau in situ yang dapat dideteksi seperti pada karsinoma.

2. Tumor low-grade sekalipun dapat menginfiltrasi regio otak sehingga menyebabkan defisit klinis yang serius, tidak dapat direseksi, dan prognosis yang buruk.

3. Lokasi anatomis tumor dapat memengaruhi perjalanan penyakit tanpa memandang tipe histopatologis karena efek lokal yang ditimbulkan atau tumor tidak dapat direseksi.


(29)

2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko

Menurut Cancer Research UK (2013), tumor otak tidak memiliki etiologi yang pasti, namun melibatkan faktor-faktor risiko seperti:

1. Umur

Umur memegang peran penting karena sebagian besar tumor otak terjadi pada anak-anak dan orang dewasa tua meskipun setiap kelompok usia memiliki peluang yang sama untuk mengidap tumor otak (American Society of Clinical Oncology, 2013; Cancer Research UK, 2013).

2. Jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih mungkin menderita tumor otak daripada perempuan, namun beberapa jenis tumor otak yang spesifik seperti meningioma lebih umum terjadi pada perempuan (American Society of Clinical Oncology, 2013).

3. Industri dan pekerjaan

Zat-zat karsinogenik dan neurotoksik seperti pelarut organik, minyak pelumas, akrilonitril, formaldehida, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan fenol dapat menginduksi tumor otak pada hewan coba. Pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan operasi mesin kendaraan bermotor, pengolahan karet, dan penggunaan pestisida berkaitan dengan insidensi tumor otak (El-Zein, 2013). 4. Radiasi ionisasi

Radiasi ionisasi dosis tinggi diketahui dapat meningkatkan risiko meningioma, glioma, dan nerve sheath tumor (Deangelis dan Rosenfeld, 2009; El-Zein, 2013). 5. Makanan dan diet

Konsumsi senyawa N-nitrosourea diduga berperan sebagai neurokarsinogen dengan mekanisme-mekanisme yang melibatkan kerusakan pada DNA (deoxyribonucleic acid) (El-Zein, 2013).

6. Pemakaian telepon selular

Telepon selular memiliki sebuah transmiter kecil yang memancarkan radiasi frekuensi radio berenergi rendah tepat di samping kepala sehingga memunculkan kekhawatiran bahwa individu yang terpapar radiasi memiliki risiko untuk mengidap tumor otak. Namun, penelitian-penelitian yang sudah ada belum


(30)

menunjukkan adanya hubungan antara pemakaian telepon dengan tumor otak atau tumor lainnya (El-Zein, 2013).

7. Supresi imun

Supresi sistem imun yang didapat seperti pada infeksi HIV (human immunodeficiency virus) atau terapi imunosupresif kronis setelah transplantasi organ meningkatkan risiko limfoma SSP primer. Risiko glioma juga meningkat pada individu yang terinfeksi HIV (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

8. Obat-obatan dan bahan kimia lainnya

Beberapa penelitian telah menemukan adanya hubungan antara tumor otak pada anak-anak dengan paparan prenatal terhadap obat fertilitas, kontrasepsi oral, obat tidur, obat antinyeri, antihistamin, dan diuretik. Pada orang dewasa, obat sakit kepala, antinyeri, dan obat tidur memiliki efek protektif yang tidak signifikan terhadap tumor otak (El-Zein, 2013).

9. Sindrom genetik

Menurut Deangelis dan Rosenfeld (2009), sejumlah sindrom herediter berhubungan dengan peningkatan risiko tumor otak. Misalnya, neurofibromatosis tipe 1 meningkatkan risiko glioma, neurofibromatosis tipe 2 meningkatkan risiko schwannoma vestibular dan meningioma, dan sindrom Li-Fraumeni yang berkaitan dengan mutasi pada gen supresor tumor p53 menyebabkan glioma dan meduloblastoma.

2.2.3. Epidemiologi

Menurut Deangelis dan Rosenfeld (2009), tumor intrakranial dapat terjadi pada usia manapun, tetapi histopatologi dan insidensi tumor bervariasi menurut usia. Kasus tumor otak lebih banyak terdapat pada pria daripada wanita, kecuali meningioma yang sangat didominasi oleh wanita. Pada anak-anak, meduloblastoma dan astrositoma low-grade lebih mendominasi, sedangkan pada orang dewasa, astrositoma maligna dan meningioma adalah tumor otak yang paling umum terjadi. Tabel 2.2. menunjukkan epidemiologi tumor otak di Medan, Indonesia, pada tahun 2003-2004.


(31)

Tabel 2.2. Distribusi tumor otak berdasarkan usia dan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik dan RS Haji Medan tahun 2003-2004

No Umur (tahun)

Jenis kelamin

Jumlah (N)

Persentas e (%) Laki-laki Perempuan

n % n %

1 0-10 1 2,08 1 2,08 2 4,17

2 11-20 2 4,17 1 2,08 3 6,25

3 21-30 4 8,33 2 4,17 6 12,50

4 31-40 3 6,25 1 2,08 4 8,33

5 41-50 7 14,58 3 6,25 10 20,83

6 51-60 7 14,58 2 4,17 9 18,75

7 >60 11 22,92 3 6,25 14 29,17

Jumlah total 35 72,92 13 27,08 48 100,00

(Sumber: Hakim, A.A., 2005. Kasus-Kasus Tumor Otak di Rumah Sakit H. Adam Malik dan Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2003-2004. Medan: Universitas Sumatera Utara. Tersedia di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15584)

2.2.4. Patogenesis

Menurut Ropper dan Samuels (2009), tumor dapat berasal dari sel-sel embrionik yang tertinggal di otak selama proses perkembangan. Tumor juga dapat muncul dari transformasi neoplastik sel-sel dewasa yang matang seperti astrosit, oligodendrosit, mikroglia, atau sel ependimal. Selama sel-sel ini memperbanyak diri, sel-sel anakan menjadi anaplastik dan derajat keganasan semakin bertambah.

Terbentuknya tumor didasarkan atas anggapan bahwa lapisan sel tuba neuralis bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi meduloblas yang kemudian berdiferensiasi menjadi dua bagian, yaitu golongan neuron menjadi neuroblas dan neuron, dan golongan glia melalui spongioblas menjadi astrosit dan oligodendrosit. Lapisan sel tuba neuralis juga dapat menjadi sel ependimal. Setiap tipe sel ini dapat berubah menjadi neoplastik sehingga meduloblas menjadi meduloblastoma, neuroblas menjadi neuroblastoma dan ganglioneuroma, astrosit menjadi astrositoma, oligodendrosit menjadi oligodendroglioma, dan sel ependimal menjadi ependimoma. Tumor yang berasal dari sel-sel glia ini dinamakan glioma (Sobirin, 2001).

Identifikasi penyimpangan kromosom tertentu yang timbul pada sel-sel tumor sistem saraf memberi kesan bahwa biogenesis dan perkembangan tumor


(32)

otak disebabkan oleh gangguan kendali siklus sel. Sebagian defek molekuler memengaruhi terbentuknya tumor, sedangkan sebagian yang lain mendasari perkembangan berikutnya, mempercepat transformasi menjadi ganas, dan menimbulkan sensitivitas atau resistansi terhadap kemoterapi. Mutasi pada gen-gen yang normalnya menekan proliferasi sel, yaitu gen-gen supresor tumor, dapat memicu perkembangan tumor, contohnya mutasi berupa delesi gen supresor tumor p53 pada kromosom 17p yang ditemukan pada 50% kasus astrositoma (Ropper dan Samuels, 2009).

Perubahan lainnya adalah ekspresi berlebihan faktor-faktor pertumbuhan atau reseptornya. Perkembangan menjadi keganasan dapat dipicu oleh defek pada jalur signaling gen p16-retinoblastoma, hilangnya kromosom 10, atau ekspresi berlebihan gen faktor pertumbuhan epidermal (epidermal growth factor). Contohnya antara lain ekspresi berlebihan (overexpression) atau bentuk mutan dari EGFR (epidermal growth factor receptor) dan PDGFR (platelet-derived transforming growth factor receptor) pada sekitar 50% kasus glioma. Konsentrasi yang tinggi dari VEGF (vascular endothelial growth factor) ditemukan pada meningioma yang secara alamiah kaya akan pembuluh darah. Namun, belum jelas apakah penemuan ini menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat atau hanya suatu penyimpangan proses genetik yang menyertai pertumbuhan dan perkembangan tumor (Ropper dan Samuels, 2009).

Saat ini, teori yang umum dianut adalah kanker berkembang melalui akumulasi dari perubahan genetik yang memungkinkan sel-sel untuk tumbuh di luar kendali mekanisme regulasi yang normal dan lolos dari proses penghancuran oleh sistem imun. Perubahan-perubahan genetik tersebut mencakup agregasi familial, sindrom-sindrom herediter, faktor-faktor metabolik, sensitivitas mutagen, serta instabilitas kromosom (El-Zein, 2013).

2.2.5. Patofisiologi

Menurut Ropper dan Samuels (2009), kavum kranii memiliki volume yang terbatas dan memiliki tiga unsur yang relatif tidak dapat terkompresi, yaitu otak (sekitar 1.200-1.400 mL), cairan serebrospinalis (70-140 mL), dan darah (150


(33)

mL). Hukum Monro-Kellie menyatakan volume total ketiga unsur ini selalu konstan dan penambahan volume salah satu unsur mengurangi volume unsur lainnya. Tumor yang tumbuh di salah satu bagian otak akan menekan jaringan otak di sekitarnya dan mengurangi volume cairan serebrospinalis dan darah. Begitu batas akomodasi ini telah dicapai, tekanan intrakranial (TIK) akan meningkat.

Seiring pertumbuhan tumor, venula-venula di jaringan otak yang berdekatan dengan tumor akan tertekan sehingga tekanan kapiler meningkat, terutama pada jaringan substansia alba di mana edema lebih mencolok. Pertumbuhan tumor yang lambat memungkinkan otak untuk menyesuaikan diri dengan perubahan aliran darah otak dan peningkatan TIK. Pada stadium pertumbuhan tumor yang lebih lanjut, mekanisme kompensasi gagal serta tekanan cairan serebrospinalis dan TIK meningkat. Pada awalnya, tumor mulai menggeser jaringan di sekitarnya dan kemudian menggeser jaringan pada jarak tertentu dari tumor, menimbulkan tanda-tanda lokalisasi yang palsu (Ropper dan Samuels, 2009).

2.2.6. Gejala Klinis

Menurut Hansen (2010), gejala klinis tumor otak bergantung pada lokasi dan derajat peningkatan TIK. Tumor-tumor yang tumbuh dengan lambat di daerah-daerah yang relatif tenang seperti lobus frontalis mungkin saja tidak terdeteksi dan dapat menjadi cukup besar sebelum memunculkan gejala. Tumor-tumor kecil di daerah-daerah penting dapat menimbulkan kejang, hemiparesis, atau afasia.

Tumor otak biasanya muncul dengan salah satu dari tiga sindrom: (1) progresi subakut dari suatu defisit neurologis fokal, (2) kejang, atau (3) kelainan neurologis nonfokal. Adanya gejala sistemik seperti malaise, penurunan berat badan, anoreksia, atau demam cenderung menunjukkan suatu metastasis dibandingkan suatu tumor otak yang primer. Defisit neurologis fokal yang progresif muncul dari kompresi neuron dan jaras-jaras pada substansia alba oleh karena perkembangan tumor dan edema di sekitarnya. Tumor otak jarang muncul


(34)

dengan defisit neurologis fokal yang bersifat tiba-tiba seperti pada stroke. Kejang dapat disebabkan oleh gangguan pada sirkuit kortikal. Kelainan neurologis nonfokal biasanya menunjukkan peningkatan TIK, hidrosefalus, atau penyebaran tumor yang difus. Peningkatan TIK dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih luas dengan mengkompresi struktur otak yang kritis. Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah penurunan kesadaran, malaise, sakit kepala, mual/muntah, dan papiledema. Sakit kepala pada tumor otak, selain disebabkan oleh peningkatan TIK, dapat juga diakibatkan oleh iritasi fokal atau pergeseran dari struktur-struktur yang sensitif terhadap nyeri (Sagar dan Israel, 2010).

Menurut Ropper dan Samuels (2009), tumor otak seringkali muncul tanpa adanya gejala yang berarti seperti gangguan kapasitas aktivitas mental, sedangkan tanda-tanda fokal lainnya tidak muncul. Pada kelompok pasien yang lain, terdapat indikasi awal adanya tumor otak berupa hemiparesis yang progresif, kejang yang muncul pada orang yang sebelumnya sehat, dan gejala-gejala lainnya. Kelompok pasien yang lainnya memiliki gejala berupa peningkatan TIK dengan atau tanpa tanda-tanda lokalisasi tumor. Beberapa pasien juga memiliki gejala-gejala yang sangat khas yang jarang muncul oleh karena penyakit yang lainnya sehingga dapat ditegakkan diagnosis bukan hanya eksistensi tumor otaknya saja, namun juga tipe dan lokasi tumor tersebut.

Menurut Deangelis dan Rosenfeld (2009), gejala klinis tumor otak bervariasi menurut lokasinya, seperti:

1. Tumor lobus oksipitalis menyebabkan hemianopia dan gangguan penglihatan. 2. Tumor lobus frontalis sering menyebabkan perubahan kepribadian, demensia, kelainan cara berjalan, seizure, hemiparesis, dan afasia ekspresif dari hemisfer serebri yang dominan.

3. Tumor lobus temporalis menyebabkan perubahan kepribadian, termasuk gangguan berbahasa dari hemisfer serebri yang dominan, kejang parsial kompleks, dan defisit lapangan pandang.

4. Tumor pada korpus kalosum dapat menyebabkan demensia apabila kalosum anterior terlibat, perubahan kepribadian dan kehilangan ingatan yang berat


(35)

dengan sindrom amnestik apabila splenium terlibat, atau tanpa gejala sama sekali.

5. Tumor pada sudut serebelopontin dapat menyebabkan ketulian ipsilateral, mati rasa pada wajah, kelemahan, dan ataksia.

6. Tumor basis kranii umumnya memengaruhi saraf kranialis.

7. Tumor pineal menyebabkan hidrosefalus dan sindrom Parinaud dengan upgaze yang terganggu dan kelainan pada pupil.

8. Tumor serebelum menyebabkan sakit kepala, ataksia, nistagmus, dan nyeri leher.

9. Tumor hipofisis menyebabkan hemianopia bitemporal dari kompresi kiasma optikum.

2.2.7. Diagnosis

Menurut Sobirin (2001), tidak selalu mudah untuk menduga dan membuat suatu diagnosis tumor otak karena gejala klinis yang dihasilkan dapat bervariasi tergantung pada histopatologi dan lokasinya. Misalnya, glioma tahap dini, yaitu astrositoma grade I dan II, dapat mendekam di otak tanpa menimbulkan manifestasi klinis apapun. Selain itu, gejala klinisnya sukar dibedakan dengan penyakit-penyakit lainnya, sehingga dugaan yang mengarah ke tumor otak sering terlewatkan. Padahal, tumor otak merupakan penyakit yang serius dan kesuksesan pengobatannya bergantung pada diagnosis yang lebih dini. Diagnosis tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan penunjang, di antaranya pemeriksaan EEG, CT scan, arteriografi, dan patologi anatomi.

Menurut Deangelis dan Rosenfeld (2009), pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya massa intrakranial antara lain: 1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan pilihan utama dalam mengevaluasi tumor intrakranial. MRI lebih sensitif daripada CT scan untuk menggambarkan detail anatomis dan tumor-tumor di fossa posterior. Functional MRI (fMRI) dapat menunjukkan hubungan tumor dengan struktur intrakranial yang lain seperti pusat motorik atau berbicara


(36)

sehingga dokter bedah dapat memastikan keamanan reseksi komplit sebelum pasien dibawa ke ruang operasi (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

2. Computed tomography scan (CT scan)

CT scan berguna dalam mendeteksi erosi tulang pada tumor metastasis atau hiperostosis pada meningioma, namun kurang sensitif untuk tumor yang terletak di fossa posterior. Administrasi kontras pada CT scan dan MRI dapat mendeteksi defek pada sawar darah-otak dan tumor ekstraaksial. Baik CT scan maupun MRI dapat menvisualisasikan perdarahan (hemorrhage) pada suatu tumor (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

3. Positron-emission tomography (PET)

PET dengan 18F-fluoro-deoxyglucose (FDG) digunakan untuk mengukur metabolisme tumor dan membedakan tumor dari nekrosis radiasi (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

4. Single-photon emission computed tomography (SPECT)

SPECT melibatkan administrasi zat radioaktif dan digunakan untuk fungsi yang sama dengan FDG-PET (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

5. Elektroensefalografi (EEG)

EEG hampir tidak berguna untuk mendiagnosis tumor otak, namun dapat bermanfaat apabila pasien tidak responsif dan dicurigai menderita status epileptikus nonkonvulsif (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

6. Angiografi

Angiografi digunakan untuk menetapkan anatomi pembuluh darah sebelum pembedahan seperti menggambarkan patensi sinus venosus, dan untuk embolisasi preoperatif untuk mengurangi vaskularitas tumor sebelum reseksi, seperti pada tumor glomus jugularis (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

7. Analisis cairan serebrospinalis

Analisis cairan serebrospinalis umumnya tidak diperlukan untuk kebanyakan neoplasma intrakranial. Tes ini bermanfaat hanya untuk staging neurologis yang dibutuhkan dalam diagnosis limfoma SSP primer, tumor germ cell intrakranial, meduloblastoma, atau pineoblastoma (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).


(37)

2.2.8. Klasifikasi

Menurut Ropper dan Samuels (2009), tumor otak diklasifikasikan berdasarkan sel asal tumor dan tingkat keganasan untuk menilai laju pertumbuhan dan perilaku klinis tumor. Perbedaan antara tumor otak varian klasik dan anaplastik penting untuk penatalaksanaan pascapembedahan di lokasi-lokasi otak tertentu dan prognosis tumor. Menurut American Brain Tumor Association (2014), karakteristik beberapa tumor otak secara umum menurut gambaran histopatologi adalah sebagai berikut:

1. Glioma

Glioma merupakan tumor yang berasal dari sel glia. Ada tiga jenis sel glia yang dapat menghasilkan tumor, yaitu astrosit yang menghasilkan astrositoma, oligodendrosit yang menghasilkan oligodendroglioma, dan sel ependimal yang menghasilkan ependimoma. Tumor yang menampilkan campuran dari berbagai jenis sel ini disebut mixed glioma (American Brain Tumor Association, 2012). 2. Astrositoma

Astrositoma berasal dari astrosit, yaitu sel-sel berbentuk bintang yang membentuk jaringan penyokong otak. Berdasarkan normal atau tidaknya penampakan sel-selnya, dikenal adanya astrositoma low-grade yang umum pada anak-anak dan high-grade yang umum pada orang dewasa. Astrositoma paling sering dijumpai pada usia 45 tahun ke atas, meskipun jenis astrositoma tertentu seperti astrositoma pilositik lebih sering muncul pada anak-anak dan dewasa muda. Tumor ini lebih sering muncul pada laki-laki dibandingkan pada perempuan (American Brain Tumor Association, 2012). Contoh gambaran histopatologi astrositoma antara lain astrositoma pilositik, astrositoma well-differentiated, dan astrositoma anaplastik. Astrositoma pilositik seringkali bersifat kistik, dan jika padat, biasanya berbatas tegas. Tumor ini terdiri dari sel-sel bipolar dengan prosesus-prosesus yang panjang dan tipis. Rosenthal fibers, badan-badan granul eosinofilik, mikrokista sering dijumpai, sedangkan nekrosis dan mitosis jarang dijumpai. Astrositoma well-differentiated dicirikan oleh peningkatan jumlah nukleus sel glia yang ringan sampai sedang, pleomorfisme nukleus yang bervariasi, dan prosesus-prosesus sel astrosit yang memberikan penampilan seperti fibril. Astrositoma anaplastik


(38)

menunjukkan kelompok sel-sel yang lebih padat, pleomorfisme nukleus yang lebih berat, dan dijumpai mitosis (Kumar, 2013).

3. Glioblastoma multiforme (GBM)

Glioblastoma multiforme merupakan tumor dari astrosit yang sangat ganas karena sel-selnya bereproduksi dengan cepat dan disokong oleh jaringan pembuluh darah yang luas. Tumor ini biasanya mengandung campuran dari berbagai jenis sel, mineral kistik, deposit kalsium, dan pembuluh-pembuluh darah (American Brain Tumor Association, 2012). Glioblastoma multiforme memiliki tampilan histopatologis yang sama dengan astrositoma anaplastik, disertai nekrosis dengan nukleus yang pseudopalisading atau proliferasi pembuluh darah (Kumar, 2013). 4. Ependimoma

Ependimoma berasal dari sel-sel ependimal yang melapisi ventrikel-ventrikel otak dan kanalis sentralis medula spinalis. Ependimoma adalah tumor yang lembek dan berwarna keabu-abuan atau merah yang mungkin mengandung kista atau kalsifikasi mineral (American Brain Tumor Association, 2012). Sel-sel ependimoma terdiri dari sel-sel dengan nukleus yang bulat hingga oval, reguler, dan penebalan kromatin granular. Di antara nukleus-nukleus terdapat latar belakang fibrilaris yang padat. Sel-sel tumor dapat membentuk struktur seperti rosette yang menyerupai kanalis ependimalis yang terdapat pada embrio dengan prosesus-prosesus yang menjorok ke dalam lumen. Ependimoma anaplastik menunjukkan peningkatan kepadatan sel, laju mitosis yang tinggi, nekrosis, dan diferensiasi sel-sel ependimal yang kurang jelas (Kumar, 2013).

5. Oligodendroglioma

Oligodendroglioma berasal dari oligodendrosit. Oligodendroglioma umumnya tampak sebagai tumor yang lembek, berwarna merah muda keabu-abuan, dan sering mengandung deposit kalsifikasi mineral, area perdarahan, dan/atau kista. Oligodendroglioma kadang-kadang bercampur dengan tipe-tipe sel lainnya, seperti oligoastrositoma, yaitu tumor yang mengandung sel astrositoma dan oligodendroglioma (American Brain Tumor Association, 2012). Pada pemeriksaan mikroskopis, terdapat sel-sel tumor yang tersusun reguler dengan nukleus berbentuk sferis yang berisi kromatin-kromatin granular, dikelilingi oleh


(39)

sitoplasma jernih berbentuk halo. Tumor ini biasanya memiliki jaringan anastomosis kapiler yang halus. Kalsifikasi yang dijumpai pada tumor beragam ukurannya mulai dari fokus-fokus mikroskopis hingga deposisi yang masif, dan aktivitas mitosis biasanya sulit dideteksi. Oligodendroglioma anaplastik adalah subtipe tumor yang lebih agresif dengan kepadatan sel, anaplasia nukleus, dan aktivitas mitosis yang lebih tinggi (Kumar, 2013).

Gambar 2.7. Gambaran histopatologi dari astrositoma pilositik (WHO grade I) Sumber: Brain Tumor Research, 2008. Tumors We Work On: Pediatric Low-Grade Gliomas. Maryland: John Hopkins University. Tersedia di: http://pathology.jhu.edu/pma/what.php)

Gambar 2.8. Gambaran histopatologi dari glioblastoma multiforme

(Sumber: Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 843)


(40)

Gambar 2.9. Gambaran histopatologi dari ependimoma

(Sumber: Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 844)

Gambar 2.10. Gambaran histopatologi dari oligodendroglioma

(Sumber: Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 844)

6. Meningioma

Meskipun diklasifikasikan sebagai tumor otak, meningioma tidak berasal dari jaringan otak, namun berasal dari meninges (American Brain Tumor Association, 2012). Menurut Kumar (2013), meningioma dapat mengkompresi jaringan otak namun tidak menginvasinya. Meningioma dapat juga meluas hingga ke tulang di dekatnya. Menurut Riemenscheider (2006), meningioma diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu benigna (WHO grade I), atipikal (WHO grade II), dan anaplastik (WHO grade III). Menurut American Brain Tumor Association (2012) dan


(41)

American Society of Clinical Oncology (2013), meningioma lebih umum terjadi pada perempuan dengan tingkat insidensi dua kali lipat lebih sering dibandingkan pada pria. Hubungan antara jenis kelamin dengan insidensi meningioma diduga disebabkan oleh pengaruh hormon, meskipun belum terdapat bukti yang konsisten (Riemenschneider, 2006; Wiemels, 2010). Menurut Kumar (2013), pola-pola histopatologi meningioma yang sering dijumpai adalah:

a. Meningioma sinsitial (meningotelial), berupa kluster sel-sel yang whorling tanpa terlihat adanya membran sel yang tersusun rapat.

b. Meningioma fibroblastik, dengan sel-sel yang elongasi dan deposisi kolagen yang melimpah di antara sel-sel tersebut.

c. Meningioma transitional, yang memiliki tampilan berupa campuran dari meningioma sinsitial dan fibroblastik.

d. Meningioma psammomatosa, berupa sel-sel dengan psammoma bodies yang jumlahnya banyak.

e. Meningioma sekretori, dengan sekresi eosinofilik seperti kelenjar yang disebut pseudopsammoma bodies.

f. Meningioma atipikal dicirikan dengan nukleolus yang mencolok, selularitas yang meningkat, pertumbuhan yang tak berpola, dan laju mitosis yang lebih tinggi. Tumor ini lebih agresif dan tingkat rekurensinya lebih tinggi.

g. Meningioma anaplastik adalah tumor yang sangat agresif yang menyerupai sarkoma atau karsinoma high-grade, meskipun dapat terlihat adanya asal sel meningotelial secara histopatologis.

7. Meduloblastoma

Meduloblastoma adalah tumor yang berasal dari sel-sel embrional pada saat tahap awal perkembangan. Tumor ini terlihat seperti massa berwarna abu-abu keunguan atau merah muda. Gambaran klasik histopatologisnya berupa sel-sel bulat kecil padat dengan nukleus yang besar. Sel-sel tumor memiliki sitoplasma yang sedikit, nukleus yang hiperkromatik, dan laju mitosis yang meningkat. Namun, sel-sel tumor juga dapat memiliki pola-pola lain, seperti meduloblastoma anaplastik yang


(42)

mengandung sel-sel tumor yang besar (American Brain Tumor Association, 2012; Kumar, 2013).

8. Metastasis

Lesi-lesi metastatik, sebagian besar berupa karsinoma, mencakup kira-kira seperempat hingga setengah dari jumlah tumor intrakranial. Lesi-lesi tersebut membentuk massa yang berbatas jelas antara sel-sel tumor dengan parenkim otak disertai dengan gliosis reaktif di sekelililing lesi (Kumar, 2013). Tumor otak yang berupa metastasis berasal dari sel-sel tumor dari bagian tubuh yang lain, di antaranya kanker paru-paru, kanker payudara, melanoma, kanker kolon, dan kanker ginjal (American Brain Tumor Association, 2012).

Gambar 2.11. Gambaran histopatologi berbagai varian meningioma WHO grade I: meningioma meningotelial (A), fibroblastik (B), transisional (C), psammomatosa (D), angiomatosa (E), mikrokistik (F), sekretori (G), limfoplasmasit (H), dan metaplastik (I). Pewarnaan: A-D, F, H, I: hematoksilin-eosin, E: immunostaining dengan antibodi anti-CD34; G: periodic acid Schiff stain.

(Sumber: Riemenschneider M. J., Perry A., and Reifenberger G., 2006. Histological classification and molecular genetics of meningiomas. Lancet Neurology. 5: 1045-54. Tersedia di: http://www.unilim.fr/campus-neurochirurgie/IMG/pdf/LancetNe.pdf)


(43)

Gambar 2.12. Gambaran histopatologi berbagai varian meningioma WHO grade II: meningioma atipikal (A), clear-cell (B), dan chordoid (C). Pewarnaan: hematoksilin-eosin.

(Sumber: Riemenschneider M. J., Perry A., and Reifenberger G., 2006. Histological classification and molecular genetics of meningiomas. Lancet Neurology. 5: 1045-54. Tersedia di: http://www.unilim.fr/campus-neurochirurgie/IMG/pdf/LancetNe.pdf)

Gambar 2.13. Gambaran histopatologi berbagai varian meningioma WHO grade III: meningioma anaplastik (A), rhabdoid (B), dan papillary (C). Pewarnaan: A-C: hematoksilin-eosin; B: toluidine biru.

(Sumber: Riemenschneider M. J., Perry A., and Reifenberger G., 2006. Histological classification and molecular genetics of meningiomas. Lancet Neurology. 5: 1045-54. Tersedia di: http://www.unilim.fr/campus-neurochirurgie/IMG/pdf/LancetNe.pdf)

Gambar 2.14. Gambaran histopatologi dari meduloblastoma

(Sumber: Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C., 2013. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 845)


(44)

(45)

(Sumber: Louis, D.N. et al., 2007. The 2007 WHO Classification of Tumours of Central Nervous System. Acta Neuropathologica. 114(2): 97–109)


(46)

2.2.9. Staging

Menurut National Cancer Institute (2014), tumor otak juga dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat keganasannya. Tumor otak tidak dikelompokkan berdasarkan staging TNM oleh karena ukuran tumor (T) kurang relevan dibandingkan dengan histopatologi dan lokasi tumor, otak dan medula spinalis tidak memiliki jaringan limfatik (N), dan tumor otak jarang bermetastasis (M) dan pasien tumor otak kebanyakan tidak hidup cukup lama untuk mengalami metastasis.

Tabel 2.4. Staging tumor otak menurut WHO 2007

Staging Deskripsi Contoh

Grade I Tampilan tumor hampir mirip dengan jaringan otak yang normal, tumbuh dengan lambat, dan efektif disembuhkan dengan pembedahan. Biasanya tumor grade ini dihubungkan dengan kelangsungan hidup yang cukup panjang.

Astrositoma pilositik,

kraniofaringioma

Grade II Tumor tumbuh dengan lambat dan terlihat sedikit abnormal di bawah mikroskop dibandingkan dengan tumor grade I.

Oligodendroglioma, ependimoma

Grade III Tumor bersifat ganas dan memiliki tampilan nuklear yang atipik dan aktivitas mitotik yang meningkat. Tumor memiliki gambaran histopatologis yang anaplastik.

Astrositoma anaplastik

Grade IV Tumor bersifat paling ganas. Sel-selnya bereproduksi dengan cepat dan memiliki tampilan yang aneh di bawah mikroskop. Tumor ini membentuk pembuluh darah yang baru untuk mempertahankan pertumbuhannya yang cepat dan terdapat juga area nekrosis.

Glioblastoma multiforme

(Sumber: American Brain Tumor Association, 2012. Tumor Grading and Staging. Chicago: American Brain Tumor Association; National Cancer Institute, 2014. Classification of Adult Brain Tumors. United States of America: National Cancer Institute; Ropper, A.H. and Samuels, M.A., 2009. Adams & Victor’s Principles of Neurology. 9th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies)

2.2.10.Penatalaksanaan

Menurut National Cancer Institute (2014), penatalaksanaan tumor otak bervariasi menurut histopatologi dan lokasi anatomis. Bahkan untuk tumor-tumor


(47)

seperti meningioma low-grade yang asimtomatis, observasi saja sudah cukup dan terapi dilakukan apabila telah terdeteksi pertumbuhan tumor atau munculnya gejala. Adapun pilihan penatalaksanaan tumor otak secara umum mencakup: 1. Pembedahan

Untuk sebagian besar tumor otak, usaha pembedahan komplit atau hampir komplit umumnya direkomendasikan, apabila mungkin, dengan pemeliharaan fungsi neurologis dan kesehatan pasien. Tujuan pembedahan adalah untuk menegakkan diagnosis histopatologi dan mengurangi TIK (National Cancer Institute, 2014). 2. Terapi radiasi

Pasien yang menjalani terapi radiasi pascaoperasi baik tumor low-grade maupun high-grade dinilai dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan yang tidak menjalani terapi radiasi. Terapi radiasi yang berulang harus diberikan dengan hati-hati karena adanya risiko defisit neurokognitif dan nekrosis yang timbul akibat radiasi (National Cancer Institute, 2014).

3. Kemoterapi

Selama beberapa tahun, kemoterapi sistemik yang digunakan adalah nitrosourea carmustine (BCNU) yang merupakan kemoterapi standar sekaligus dengan pembedahan dan radiasi untuk glioma maligna. Namun saat ini, temozolomide sudah menggantikan carmustine sebagai kemoterapi standar. Kemoterapi bukan terapi utama bagi kebanyakan pasien, namun dapat bermanfaat bagi pasien dengan metastasis tumor yang kemosensitif (National Cancer Institute, 2014).

4. Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat meredakan gejala tumor otak dengan cepat dengan cara mengurangi edema di sekitar tumor dan mengurangi TIK. Obat standar yang digunakan adalah deksametason. Deksametason dapat memperbaiki sawar darah otak yang terganggu pada tumor otak yang ganas. Kortikosteroid diindikasikan pada seluruh pasien tumor otak yang simtomatis, khususnya pasien dengan edema peritumoral yang terlihat pada pencitraan, kecuali pada pasien dengan limfoma SSP primer di mana kortikosteroid dapat meregresi tumor sehingga menyulitkan penegakan diagnosis apabila diberikan sebelum tumor dibiopsi. Meskipun bermanfaat, pemberian kortikosteroid jangka panjang dapat mengakibatkan


(48)

toksisitas klinis, sehingga apabila gejala yang dialami pasien sudah terkontrol dan terapi yang spesifik untuk tumor telah dilakukan, dosis kortikosteroid harus dikurangi (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

5. Antikonvulsan

Antikonvulsan diberikan pada seluruh pasien tumor otak yang mengalami kejang. Namun, kebanyakan pasien tumor otak tidak mengalami kejang sebagai gejala awal. Pemberian antikonvulsan profilaksis tidak dianjurkan bagi pasien tumor otak yang belum mengalami kejang karena diteliti tidak bermanfaat. Yang lebih penting, banyak antikonvulsan berinteraksi dengan obat-obatan yang lain, misalnya dapat meningkatkan metabolisme agen kemoterapi sehingga kadarnya menurun ke level subterapetik (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).


(49)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional

1. Penderita tumor otak adalah semua pasien yang dinyatakan menderita tumor otak berdasarkan diagnosis dokter, dengan pemeriksaan histopatologi dan/atau radiologi, sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013.

2. Usia adalah lamanya waktu hidup, terhitung sejak lahir sampai tanggal masuk sebagai pasien seperti yang tercatat pada rekam medis.

a. Cara pengukuran: observasi data rekam medis b. Alat ukur: rekam medis

c. Hasil pengukuran: usia pasien dikelompokkan menjadi: • 0-10 tahun

• 11-20 tahun • 21-30 tahun • 31-40 tahun

• 41-50 tahun • 51-60 tahun • >60 tahun

d. Skala ukur: interval

• Usia

• Jenis kelamin

• Gambaran histopatologi • Lokasi tumor

• Gejala klinis utama Profil penderita tumor otak


(50)

3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita seperti yang tercatat pada rekam medis.

a. Cara pengukuran: observasi data rekam medis b. Alat ukur: rekam medis

c. Hasil pengukuran: jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi: • Laki-laki

• Perempuan d. Skala ukur: nominal

4. Gambaran histopatologi adalah gambaran jaringan tumor otak yang dibiopsi dan dilihat di bawah mikroskop seperti tercatat pada rekam medis.

a. Cara pengukuran: observasi data rekam medis b. Alat ukur: rekam medis

c. Hasil pengukuran: gambaran histopatologi tumor otak seperti yang tertera pada rekam medis

d. Skala ukur: nominal

5. Lokasi tumor adalah lokasi di mana tumor otak ditemukan dengan pemeriksaan pencitraan seperti yang tercatat pada rekam medis.

a. Cara pengukuran: observasi data rekam medis b. Alat ukur: rekam medis

c. Hasil pengukuran: lokasi tumor otak seperti yang tertera pada rekam medis d. Skala ukur: nominal

6. Gejala klinis utama adalah gejala utama yang dialami pasien yang mendorongnya untuk datang ke rumah sakit.

a. Cara pengukuran: observasi data rekam medis b. Alat ukur: rekam medis

c. Hasil pengukuran: gejala klinis utama yang dialami pasien seperti yang tertera pada rekam medis dan dikelompokkan menjadi:

• Defisit neurologis fokal • Kejang

• Kelainan neurologis nonfokal d. Skala ukur: nominal


(51)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif retrospektif.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari bulan April sampai Desember 2014, dimulai dari penyusunan proposal, pengumpulan data penelitian, analisis data, dan penyusunan laporan akhir.

4.2.2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah RSUP H. Adam Malik Medan. Tempat penelitian ini dipilih karena RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit tipe A sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 335/MENKES/SK/VII/1990 yang merupakan tempat rujukan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan sehingga cukup representatif untuk dijadikan acuan sumber data epidemiologi khususnya di provinsi Sumatera Utara. Selain itu, RSUP H. Adam Malik juga merupakan Rumah Sakit Pendidikan sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 502/MENKES/SK/IX/1991.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita tumor otak dari 1 Januari 2011-31 Desember 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling, yaitu seluruh populasi yang memenuhi kelengkapan data digunakan sebagai sampel.


(52)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data rekam medis pasien tumor otak di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan. Data dikumpulkan pada bulan September-Oktober 2014 dengan cara observasi data rekam medis, kemudian diolah dan dikelompokkan sesuai variabel-variabel yang ditemukan.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang telah dikumpulkan kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram, atau grafik dan dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui profil penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik Medan.


(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. RSUP H. Adam Malik juga merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km. 12, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik yang terletak di lantai satu gedung RSUP H. Adam Malik Medan.

5.1.2. Karakteristik Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis penderita tumor otak yang berisi hasil pemeriksaan radiologi dan/atau histopatologi dari tumor otak di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan. Data yang diambil berada pada kurun waktu tiga tahun, yaitu dari 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2013.

Jumlah data keseluruhan adalah 241 rekam medis. Sebanyak 49 rekam medis (20,33%) tidak ditemukan berkasnya dan 135 rekam medis (56,02%) tidak memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan, sehingga hanya 57 rekam medis (23,65%) yang dimasukkan sebagai sampel penelitian. Adapun 57 rekam medis tersebut merupakan rekam medis lengkap yang berisi data dasar berupa nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, dan hasil pemeriksaan histopatologi tumor otak, lokasi tumor otak, dan gejala klinis utama.

Dari 57 orang pasien tumor otak tersebut, sebanyak 34 orang (59,65%) didiagnosis menderita tumor otak hanya dengan pemeriksaan fisik dan pencitraan; 4 orang (7,02%) didiagnosis disertai dengan pemeriksaan sitologi cairan


(54)

serebrospinalis; dan 19 orang (33,33%) didiagnosis disertai dengan pemeriksaan histopatologi jaringan tumor. Hal ini disebabkan tidak semua pasien menjalani prosedur biopsi dan/atau operasi yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis tumor otak secara definitif.

5.1.3. Distribusi Data Penelitian

5.1.3.1. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Usia

Distribusi data penelitian yang menunjukkan kelompok usia penderita tumor otak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan kelompok usia

Kelompok usia (tahun) n (%)

0-10 2 (3,51)

11-20 3 (5,26)

21-30 7 (12,28)

31-40 7 (12,28)

41-50 14 (24,56)

51-60 20 (35,09)

>60 4 (7,02)

Jumlah 57 (100,00)

Berdasarkan Tabel 5.1., dapat diketahui bahwa jumlah penderita tumor otak terbanyak terdapat pada kelompok usia 51-60 tahun dengan 20 orang (35,09%), diikuti oleh kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 14 orang (24,56%). Kelompok usia dengan jumlah penderita tumor otak paling sedikit adalah kelompok usia 0-10 tahun, yaitu sebanyak 2 orang (3,51%).


(55)

5.1.3.2. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi data penelitian yang menunjukkan jenis kelamin penderita tumor otak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin n (%)

Laki-laki 27 (47,37)

Perempuan 30 (52,63)

Jumlah 57 (100,00)

Berdasarkan Tabel 5.2., dapat diketahui bahwa jumlah pasien perempuan (30 orang = 52,63%) yang menderita tumor otak lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (27 orang = 47,37%).

5.1.3.3. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Gambaran

Histopatologi

Distribusi data penelitian yang menunjukkan gambaran histopatologi dari tumor otak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.3. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan gambaran histopatologi

Diagnosis tumor n (%)

Meningioma 25 (43,86)

Astrositoma 6 (10,53)

Glioblastoma multiforme 3 (5,26)

Kraniofaringioma 3 (5,26)

Oligodendroglioma 3 (5,26)

Metastasis tiroid 1 (1,75)

Makroadenoma pituitari 1 (1,75)

Tidak dapat ditentukan 15 (26,32)

Jumlah 57 (100,00)

Berdasarkan Tabel 5.3., dapat diketahui bahwa meningioma merupakan jenis tumor otak yang paling banyak dijumpai, yaitu sebanyak 25 orang (43,86%), diikuti oleh astrositoma sebanyak 6 orang (10,53%). Sebanyak 15 orang (26,32%)


(56)

didiagnosis menderita tumor otak, namun tidak ditentukan histopatologi tumornya.

5.1.3.4. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Lokasi Tumor

Distribusi data penelitian yang menunjukkan jenis kelamin penderita tumor otak dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.4. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan lokasi tumor

Lokasi tumor n (%)

Lobus frontal 10 (17,54)

Lobus parietal 6 (10,53)

Lobus temporal 3 (5,26)

Lobus oksipital 2 (3,51)

Serebelum 5 (8,77)

Sudut serebelopontin 6 (10,53)

Sella turcica 7 (12,28)

Frontotemporal 4 (7,02)

Frontotemporoparietal 3 (5,26)

Temporooksipital 1 (1,75)

Temporoparietal 4 (7,02)

Ganglia basalis 1 (1,75)

Kelenjar pineal 2 (3,51)

Skull base 1 (1,75)

Ventrikel lateral 1 (1,75)

Multiple 1 (1,75)

Jumlah 57 (100,00)

Berdasarkan Tabel 5.4., dapat diketahui bahwa lokasi tumor pada penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 paling banyak terdapat pada lobus frontal dengan jumlah 10 orang (17,54%), diikuti oleh sella turcica sebanyak 7 orang (12,28%).


(57)

5.1.3.5. Distribusi Penderita Tumor Otak Berdasarkan Gejala Klinis Utama

Distribusi data penelitian yang menunjukkan gejala klinis utama yang dialami penderita tumor otak adalah sebagai berikut.

Tabel 5.5. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan gejala klinis utama

Gejala klinis Ada Tidak ada Total

n (%) n (%) n (%)

Defisit neurologis fokal 39 (68,42) 18 (31,58) 57 (100,00) Kejang 14 (24,56) 43 (75,44) 57 (100,00) Kelainan neurologis nonfokal 48 (84,21) 9 (15,79) 57 (100,00)

Berdasarkan Tabel 5.5, dapat diketahui bahwa dari 57 orang penderita tumor otak pada tahun 2011-2013, sebanyak 39 orang (68,42%) mengeluhkan adanya defisit neurologis fokal dan 18 orang (31,58%) tidak memiliki keluhan tersebut. Dari jumlah yang sama, juga ditemukan bahwa sebanyak 14 orang (24,56%) mengeluhkan adanya kejang dan 43 orang (75,44%) tidak memiliki keluhan tersebut. Gejala kelainan neurologis nonfokal juga dijumpai pada 48 orang (84,21%), namun tidak dijumpai pada sisanya, yaitu 9 orang (15,79%).

Tabel 5.6. Distribusi penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik tahun 2011-2013 berdasarkan banyaknya gejala klinis yang diderita

Banyaknya gejala klinis yang diderita n (%)

1 gejala 20 (35,09)

2 gejala 31 (54,39)

3 gejala 6 (10,53)

Jumlah 57 (100,00)

Tabel 5.6. menunjukkan distribusi penderita tumor otak berdasarkan banyaknya jenis gejala yang dideritanya di antara tiga gejala yang biasanya dijumpai pada penderita tumor otak, yaitu (1) defisit neurologis fokal, (2) kejang, dan (3) kelainan neurologis nonfokal. Berdasarkan Tabel 5.6., dapat kita amati bahwa penderita tumor otak yang memiliki dua macam gejala lebih sering dijumpai, yaitu sebanyak 31 orang (54,39%). Jumlah pasien yang menderita


(58)

hanya satu macam gejala saja adalah sebanyak 20 orang (35,09%), sedangkan jumlah pasien yang menderita ketiga macam gejala sebanyak 6 orang (10,53%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Analisis Distribusi Usia Penderita Tumor Otak

Berdasarkan Tabel 5.1., dapat diketahui bahwa jumlah penderita tumor otak terbanyak terdapat pada kelompok usia 51-60 tahun dengan 20 orang (35,09%), diikuti oleh kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 14 orang (24,56%). Kelompok usia dengan jumlah penderita tumor otak paling sedikit adalah kelompok usia 0-10 tahun, yaitu sebanyak 2 orang (3,51%). Namun, hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Hakim (2005) di Medan. Penelitian tersebut menemukan bahwa dari 48 orang penderita tumor otak di RSUP H. Adam Malik dan RS Haji Medan pada tahun 2003-2004, kelompok usia yang paling banyak menderita tumor otak adalah kelompok usia >60 tahun, yaitu sebanyak 29,17%.

Berdasarkan Tabel 5.1., juga dapat dilihat bahwa tingkat insidensi spesifik-umur tumor otak meningkat secara perlahan dari usia 0-10 tahun ke usia 21-30 tahun, menetap hingga usia 31-40 tahun, kemudian meningkat tajam mulai dari usia 41-50 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 51-60 tahun sebelum akhirnya menurun pada usia >60 tahun. Cancer Research UK (2013) menyatakan bahwa tingkat insidensi spesifik-umur relatif stabil dari masa kanak-kanak ke kelompok usia 20-24, kemudian meningkat secara perlahan ke kelompok usia 45-49, sebelum meningkat secara tajam, khususnya pada pria, pada kelompok usia 55-59. Sari (2014) di Bandar Lampung menemukan bahwa dari 173 orang pasien tumor otak, terdapat peningkatan kasus pada rentang usia 30-34 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 40-44 tahun, kemudian terjadi penurunan mulai dari kelompok usia 55 tahun. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan kepustakaan. Menurut American Society of Clinical Oncology (2013) dan Cancer Research UK (2013), setiap kelompok usia memiliki peluang yang sama untuk mengidap tumor otak. Selain itu, adanya perbedaan populasi yang terdapat pada rentang waktu dan lokasi yang berbeda menjelaskan mengapa terdapat hasil


(59)

yang berbeda mengenai distribusi kelompok usia antara penelitian-penelitian tentang tumor otak.

5.2.2. Analisis Distribusi Jenis Kelamin Penderita Tumor Otak

Berdasarkan Tabel 5.2., kita dapat melihat bahwa perempuan lebih banyak menderita tumor otak dibandingkan dengan laki-laki, di mana perempuan berjumlah 30 orang (52,63%) orang, sedangkan laki-laki berjumlah 27 orang (47,37%). Hal yang sama ditemukan pada data statistik dari Cancer Research UK (2013) yang menyatakan bahwa pada tahun 2010 di Inggris Raya, terdaftar sebanyak 9.156 kasus tumor SSP dengan rincian 4.541 kasus (49,60%) terdapat pada laki-laki dan 4.615 kasus (50,40%) pada wanita. Penelitian Sari (2014) di Bandar Lampung menemukan adanya perbandingan antara pria dan wanita sebesar 1:1,8.

Namun, hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hakim (2005) di Medan yang menemukan bahwa dari 48 orang penderita tumor otak di Medan pada tahun 2003-2004, laki-laki lebih banyak menderita tumor otak, yaitu sebanyak 35 orang (72,92%) dibandingkan dengan perempuan yang hanya sebanyak 13 orang (27,08%). Terdapat jugapertentangan dengan kepustakaan di mana penderita laki-laki lebih mungkin menderita tumor otak daripada perempuan (American Society of Clinical Oncology, 2013). Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan populasi yang terdapat pada rentang waktu dan lokasi yang berbeda. Pada tahun 2003-2004, populasi penderita tumor otak didominasi oleh laki-laki, sedangkan pada tahun 2011-2013, populasi penderita tumor otak didominasi oleh perempuan. Selain itu, jumlah data juga dapat memengaruhi hasil penelitian. Jumlah sampel yang diperoleh dalam penelitian ini belum mencerminkan populasi penderita tumor otak secara keseluruhan.

5.2.3. Analisis Distribusi Gambaran Histopatologi Tumor Otak

Berdasarkan Tabel 5.3., dapat diketahui bahwa meningioma merupakan jenis tumor otak yang paling banyak dijumpai, yaitu sebanyak 25 orang (43,86%), diikuti oleh astrositoma sebanyak 6 orang (10,53%). Hal ini sejalan dengan


(1)

14 55 14 57 Munawar 51 L Nyeri kepala, muntah Cerebellum (R) DD/ Tumor cerebellum Tidak ada histopatologi 15 48 48 60 Lamhot 39 L Pusing, nyeri kepala, telinga

berdengung

Occipital DD/ Tumor CPA Tidak ada histopatologi 16 49 54 62 Adil 51 L Tidak dapat melihat, sakit di

bagian belakang kepala, muntah menyembur tanpa didahului mual, telinga kanan berdenging, papiledema + nistagmus kanan

Cerebellopontine angle (R)

DD/ Tumor CPA Tidak ada histopatologi

17 45 70 15 Hasanusi 54 L Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah, kejang, cerebellar sign (+)

Cerebellopontine angle DD/ Tumor CPA

meningioma, schwannoma

Tidak ada histopatologi 18 51 72 36 Rukiyah 30 P Mata kabur, nyeri kepala,

muntah

Pineal region DD/ Tumor fossa posterior Tidak ada histopatologi 19 48 90 97 Ngesah 58 P Nyeri kepala, muntah Cerebellum (L) DD/ Tumor fossa posterior Ada sitologi, tidak

ada histopatologi 20 51 58 35 Royandi 15 L Sakit kepala, kejang, muntah,

pingsan

Pineal region DD/ Tumor pineal region Tidak ada histopatologi 21 46 41 91 Muliadi 51 L Gangguan visus Sella turcica DD/ Tumor suprasellar Tidak ada

histopatologi 22 54 00 03 Samajor 62 L Pusing, hoyong, mual/muntah,

pingsan

Cerebellum (L) Glioblastoma multiforme Tidak ada histopatologi 23 50 00 20 Jendakem 60 P Penurunan kesadaran, nyeri

kepala

Frontotemporal (R) Glioblastoma multiforme Tidak ada histopatologi 24 54 08 53 Anton 54 L Penurunan kesadaran, hoyong,

bicara kacau

Basal ganglia (L) Glioblastoma multiforme o/t basal ganglia

Tidak ada histopatologi 25 58 21 23 Diki 10 L Nyeri kepala, muntah,

lapangan pandang menyempit

Sella turcica: Intrasellar Kraniofaringioma Tidak ada histopatologi 26 58 48 21 Aidil 23 L Mata kabur Sella turcica: Suprasellar Kraniofaringioma Tidak ada

histopatologi 27 57 49 07 Kaswadi 25 L Mata kiri tidak dapat melihat Sella turcica:

Sellar/suprasellar

Kraniofaringioma Tidak ada histopatologi 28 51 68 08 Sudian 49 L Nyeri kepala, pandangan kabur Sella turcica: Intrasellar Macroadenoma pituitary Tidak ada


(2)

29 55 32 03 Duma 51 P Penurunan kesadaran, nyeri kepala, pandangan kabur, tiba-tiba marah dan nangis sendiri

Frontotemporoparietal (R) dan (L)

Meningioma Tidak ada histopatologi 30 57 60 31 Riki 54 P Lemah lengan dan tungkai

kanan, nyeri kepala, penurunan kesadaran

Frontal (R) Meningioma Tidak ada histopatologi 31 50 54 23 Saor 69 P Nyeri kepala, lemah tubuh

sebelah kiri

Temporoparietal (R) Meningioma Tidak ada histopatologi 32 36 51 57 Sion 52 P Nyeri kepala, mata kabur,

cerebellar sign (+),

diadokokinesia (+), finger to nose test (+)

Cerebellopontine angle (L)

Meningioma angioblastic Ada histopatologi

33 49 38 17 Nurana 48 P Nyeri kepala, muntah Parietal (L) Meningioma clear cell Ada histopatologi 34 58 43 43 Junaidi 39 L Penurunan kesadaran, nyeri

kepala, lemah sebelah kiri

Parietal (L) Meningioma convexity Tidak ada histopatologi 35 58 40 21 Miniati 35 P Penurunan kesadaran, nyeri

kepala, kejang, muntah

Frontal (L) Meningioma convexity Tidak ada histopatologi 36 55 79 23 Sannur 43 P Penurunan kesadaran, kejang,

nyeri kepala

Frontotemporal (R) Meningioma convexity Tidak ada histopatologi 37 54 17 34 Sumayani 49 P Tidak dapat melihat, sakit

kepala, muntah

Frontotemporoparietal (R)

Meningioma convexity Tidak ada histopatologi 38 51 98 75 Salmi 32 P Nyeri kepala, mata tidak bisa

melihat

Temporoparietal (L) Meningioma en masse Tidak ada histopatologi 39 52 58 62 Tuminem 49 P Nyeri kepala, penurunan visus,

gangguan bicara, gangguan kepribadian

Frontal midline Meningioma falks Tidak ada histopatologi 40 57 00 30 Rabiatul 41 P Nyeri kepala, gangguan

pendengaran kiri, kebas pada wajah kiri

Cerebellum (R) Meningioma fibroblastic (WHO grade I)

Ada sitologi, tidak ada histopatologi 41 51 63 70 Farida 55 P Nyeri kepala, muntah, kejang,

cerebellar sign (+), diplopia parese N. VI sinistra

Cerebellopontine angle (L)

Meningioma fibroblastic (WHO grade I)

Ada histopatologi

42 46 07 10 Magasalem 57 L Kejang, demam Parietal (L) Meningioma malignant / fibrosarcoma meninges


(3)

44 48 17 56 Freddy 30 L Nyeri kepala, monoparesis kaki kanan, kejang, mual/muntah

Parietal (L) Meningioma meningothelial Ada histopatologi

45 58 05 36 Tiarmida 73 P Penurunan kesadaran, nyeri kepala, hoyong

Temporal (L) Meningioma meningothelial Tidak ada histopatologi 46 50 06 25 Dedi 29 L Sakit kepala, hoyong,

penglihatan kabur, muntah

Cerebellum (foramen magnum)

Meningioma meningothelial (WHO grade I)

Ada histopatologi 47 46 83 56 Khairul 41 L Buta (gangguan penglihatan) Frontotemporal (L) Meningioma meningothelial

(WHO grade I)

Ada histopatologi 48 54 07 69 Kartini 36 P Nyeri kepala Frontal (R) Meningioma meningothelial

(WHO grade I)

Ada histopatologi 49 47 22 43 Tuti 50 P Badan lemah, penurunan

kesadaran

Frontal (L) Meningioma meningothelial (WHO grade I)

Ada histopatologi

50 55 05 79 Nurmala 58 P Kedua mata kabur, pusing Skull base Meningioma meningothelial (WHO grade I)

Ada histopatologi 51 54 15 32 Rosminta 57 P Nyeri kepala Temporal (L) Meningioma sphenoid wing Tidak ada

histopatologi 52 53 63 69 Kandiri 27 L Kedua mata tidak dapat

melihat

Sella turcica: Sellar/suprasellar

Meningioma suprasellar Ada sitologi, tidak ada histopatologi 53 50 29 23 Suratik 46 P Nyeri kepala, hoyong,

exophthalmos, pandangan kabur

Temporoparietal (R) Meningioma transitional (WHO grade I)

Ada histopatologi

54 50 74 26 Lasiem 49 P Nyeri kepala hilang timbul Temporooccipital (R) Metastasis adenocarcinoma tiroid

Ada histopatologi 55 58 50 83 Wagini 48 P Nyeri kepala, kejang, lemah

seluruh tubuh, papiledema bilateral, sudut mulut tertarik ke kiri

Frontal (L) Oligodendroglioma Tidak ada histopatologi

56 57 10 38 Erwinsyah 34 L Nyeri kepala Parietal (R) (tidak jelas) Oligodendroglioma (WHO grade II)

Ada histopatologi 57 57 96 03 Rosmida 61 P Nyeri kepala, lemah lengan

dan tungkai kanan

Frontal (L) Oligodendroglioma anaplastic (WHO grade III)

Tidak ada histopatologi


(4)

(5)

(6)