Pengaruh Budaya terhadap sistem pendidik

Pengaruh Budaya terhadap sistem pendidikan karakter di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 mengatakan “pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara” (Depdiknas, 2003(3)). Pada dewasa ini sistem
pendidikan nasional sudah mengalami perubahan salah satunya dengan di
berlakukan sistem pendidikan karakter. Pendidikan karakter di Indonesia untuk
pertama kalinya di canangkan secara resmi oleh menteri pendidikan,
Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA pada tanggal 2 Mei 2010.
Pentingnya pendidikan karakter untuk segera dikembangkan dan
diinternalisasikan, baik dalam dunia pendidikan formal maupun dalam pendidikan
non formal tentu beralasan, karena memiliki tujuan yang cukup mulia bagi bekal
kehidupan peserta didik agar senantiasa siap dalam merespon segala dinamika
kehidupan dengan penuh tanggung jawab. Saptono (2011) mengatakan pendidikan
karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan

karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana
menanamkan kebiasaan (habbit) tentang hal-hal baik dalam kehidupan, sehingga
anak peserta didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta
kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan seharihari.

Dalam perkembangannya sistem pendidikan karakter mengalamai beberapa
kendala. Kendala utama yang dihadapi lembaga pendidikan sekolah adalah
lemahnya sistem penjaminan mutu pendidikan karakter, lemahnya dukungan
sistem informasi untuk mendukung kegiatan pendidikan karakter berkualitas.
Selain dari pada itu, anggaran yang terbatas serta belum berfungsinya budaya
mutu sebagai pembeda sekolah yang fokus dengan pendidikan karakter dengan
sekolah yang tidak memiliki orientasi pada pendidikan karakter (suherman ,
2017). Selain itu Warsito dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Budaya
dan Pendidikan Karakter Bagi Pembangunan Bangsa” yang mengatakan jika
pendidikan karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik
dengan guru di kelas dan di sekolah maka pencapain karakter yang di harapkan
sulit diwujudkan.
Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam rangka dinamika proses
pembentukan individu, para insan pendidik seperti guru, orang tua, staff sekolah,
masyarakat dan lainnya, diharapkan semakin menyadari pentingnya pendidikan

karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku, pengayaan nilai individu
dengan cara memberikan ruang bagi figur keteladanan bagi anak didik dan
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi proses pertumbuhan berupa
kenyamanan dan keamanan yang membantu suasana pengembangan diri satu
sama lain dalam keseluruhan dimensinya. Muchlas Samani (2016) Konsep
pendidikan karakter perlu dipahami secara universal bahwa sebenarnya telah ada
pendidikan karakter yang asli (genuine) Indonesia. Konsep pendidikan karakter
Indonesia yang asli itu dapat digali dari berbagai adat istiadat dan budaya di
Indonesia .

Sistem pendidikan karakter bukan hanya

diterapkan di dalam lembaga

Pendidikan Indonesia namun keluarga dan lingkungan merupakan agen utama
untuk membentuk karakter yang dilatarbelakangi ajaran budaya yang dianut.
Alasan-alasan diatas seharusnya dipertimbangkan kembali oleh pemerintah dalam
menetapkan sebuah kebijakan pendidikan karakter, sebab budaya juga mempunyai
aturan yang fundamental bagi penganut budaya tersebut.
Roger M keesing dalam bukunya yang berjudul Teori-Teori Tentang Budaya

mengatakan, konsep budaya turun menjadi adat istiadat”(customs) atau “cara
kehidupan” (way of life) manusia. Salah satunya adalah dari segi pendidikan yang
di mana pendidikan juga mempunyai sebuah regulasi yang harus di jalankan
secara universal oleh setiap individu yang bersekolah, namun sebagai anggota
masyarakat yang berbudaya setiap anggota sudah memiliki sifat karakter yang
fundamental di bentuk dari lingkungannya sehingga aturan dalam sebuah sistem
kebijakan pendidikan yang di buat pemerintah dapat di pengaruhi oleh budaya
setempat sebab budaya itu mengakar sekaligus dinamis. Keberadaannya tidak
semata-mata ada, tetapi dibangun dari nol sampai beratus tahun atau berabad
kemudian menjadi besar dan memiliki banyak penganut budaya. Dalam budaya,
untuk mempermudah identifikasi, masyarakat memberikan nama untuk budaya
yang dianut (Chyisanti Arumsari).
Memandang kondisi tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh budaya terhadap pendidikan karakter. Beberapa daerah di indonesia
yang terkait dengan fenomena ini adalah daerah sumatera utara, jawa tengah,
makasar, bali, maluku, dan papua. Hal itu dikarenakan daerah tersebut sudah
mencakup berbagai macam karakteristik budaya di indonesia.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan identifikasi masalah

sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan pendidikan berkarakter pada peserta didik di daerah
penelitian?
2. Bagaimana pengaruh karakteristik budaya terhadap penerapan pendidikan
karakter di daerah penelitian?
3.

Apa saja karakteristik budaya yang berpengaruh terhadap faktor pendukung
dan faktor penghambat penerapan pendidikan berkarakter di daerah penelitian?

4. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat dalam penerapan pendidikan
berkarakter di daerah penelitian?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan dan mengkaji lebih dalam tentang penerapan pendidikan
berkarakter, dalam hal ini meneliti peran budaya dengan menitikberatkan
perhatian pada metode yang dilakukan guru dalam menerapkan pendidikan
berkarakter di daerah penelitian.
2. Mendeskripsikan dan mengkaji lebih dalam tentang pengaruh karakteristik
budaya terhadap penerapan pendidikan karakter di daerah penelitian.

3.

Untuk mengetahui apa saja karakteristik budaya yang berpengaruh terhadap
faktor penghambat dan faktor pendukung dalam penerapan pendidikan
berkarakter di daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui cara mengatasi faktor penghambat dalam penerapan
pendidikan berkarakter di daerah penelitian.

1.4. Manfaat Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam meninjau kembali terkait
UU No. 20 tahun 2003 terkait kebijakan pendidikan berkarakter.
2.

Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan kepada pihak pemerintah
untuk terus mengembangkan kebijakan, melihat pentingnya membangun
karakter pada pelajar sesuai dengan budaya yang berkembang di masyarakat.

3. Sebagai media evaluasi bagi daerah-daerah yang diteliti terkait pengaruh

budaya yang berkembang terhadap pendidikan karakter di daerah penelitian.
4. Sebagai bahan informasi dan refrensi yang dapat menambah dan memperkaya
bahan kajian teori untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Platform Pendidikan Karakter
Pada bagian ini akan menguraikan platform (visi, misi, tujuan, dan sasaran)
pendidikan karakter.
1. Visi dan Misi Pendidikan Karakter
a. Visi pendidikan karakter dalam konteks ini adalah kemampuan untuk
memandang arah pendidikan karakter ke depan dengan berpijak pada
permasalahan saat ini untuk disusun perencanaan secara bijak. Menurut
Buku I Pedoman Umum dan Nilai Budi Pekerti untuk Pendidikan Dasar dan
Menengah (2004: 4), visi pendidikan budi

pekerti/karakter adalah

mewujudkan pendidikan budi pekerti/karakter sebagai bentuk pendidikan

nilai, moral, etika yang berfungsi menumbuhkembangkan individu warga
negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam piker, sikap, dan
perbuatannya sehari-hari, yang secara kurikuler benar-benar menjiwai dan
memaknai semua mata pelajaran yang relevan serta sistem sosial-kultural
dunia pendidikan sehingga dari dalam diri setiap lulusan setiap jenis, jalur,
jenjang pendidikan terpancar akhlak mulia.
b. Adapun misi pendidikan budi pekerti/karakter menurut Cahyoto (2001: 19)
adalah sebagai berikut.
 Membantu siswa memahami kecendurungan masyarakat yang terbuka
dalam era globalisasi, tuntutan kualitas dalam segala bidang, dan

kehidupan yang demokratis dengan tetap berlandaskan norma budi
pekerti warga Indonesia.
 Membantu

siswa

memahami

displin


ilmu

yang

berperan

mengembangkan budi pekerti/karakter sehingga diperoleh wawasan
keilmuan yang berguna untuk mengembangkan penggunaan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara.
 Membantu siswa memahami arti demokrasi dengan cara belajar dalam
suasana demokratis bagi upaya mewujudkan masyarakat yang lebih
demokratis.
2. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Karakter
a. Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) tujuan
pendidikan karakter adalah sebagai berikut.
 Siswa memahami nilai-nilai karakter di lingkungan keluarga, lokal,
nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang,
dan tatanan antarbangsa.
 Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten

dalam mengambil keputuan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya
kehidupan bermasyarakat saat ini.
 Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara
rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan
pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti/karakter.
 Siswa mampu menggunakan pengalaman karakter/budi pekerti yang baik
bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan
bertanggunga jawab atas tindakannya.

b. Sasaran Pendidikan Karakter “Pendidikan karakter mempunyai sasaran
kepribadian siswa, khusunya unsur karakter atau watak yang mengandung
hati nurani (conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk
berbuat kebijakan (virtue)” (Ibid, 2007: 68).
2.1.2. Budaya dalam Pendidikan Karakter
1. Budaya Batak Terkait Pendidikan Karakter
Prinsip etika sosial Batak berlandaskan pada Dalihan na Tolu, artinya tungku
berkaki tiga. Masyarakat Batak diumpamakan sebuah kuali dan Dahlian na
Tolu adalah tungkunya. Di sini tergambar perlunya keharmonisan dari ketiga kaki
tungku


tersebut

yakni: Hula-hula (para

keturunan

laki-laki

dari

satu

luluhur), Boru (anak perempuan), dan Dongan Sabutuha (semua anggota laki-laki
semarga).
Dengan adanya tungku itu maka kuali masyarakat Batak menjadi seimbang,
harmonis, dan menyala api solidaritasnya. Akar dari sistem nilai Dalihan na
Tolu adalah kerendahan hati (humble). Orang Batak harus hormat kepada Hulahulanya tanpa syarat, tidak peduli hula-hulanya miskin, tidak berpendidikan dan
sebagainya. Kecuali itu Dahlian na Tolu juga dikembangkan oleh keinginan
memanifestasi Olong (rasa kasih sayang).
Dengan Dahlian na Tolu, muncul dan berakarlah demokrasi kekeluargaan dalam

masyarakat Batak. Demokrasi kekeluargaan ini dibina dengan cara musyawarah
mufakat. Esensi hasil musyawarah mufakat adalah:
a) Pembicaraan

perseorangan

tidak

diterima,

pendapat

menentukan.
b) Jangan disimpan dalam hati, baiknya dikeluarkan saja.

umumlah

yang

c) Mayoritas bergembira, jika sudah tidak ada minoritas yang mengeluh.
d) Putusan yang diharapkan, yaitu putusan yang dapat diterima oleh semua
orang.
e) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, sangat bergantung kepada
masyarakat.
Sampel
Kabupaten samosir : kehidupan masyarakat samosir yang masih kental akan
budaya batak terlihat dari bahasa sehari-hari yang mereka gunakan yaitu bahasa
batak dan kabupaten somosir merupakan daerah pusuk buhit yang merupakan asal
muasal orang batak.
2. Budaya jawa dalam pembentukan karakter
Dalam budaya jawa pembentukan karakter terlihat dari pola asuh yang sesuai
dengan ajaran budayanya salah satunya pola asuh pemenuhan kebutuhan anak,
ada satu pola yang tampaknya tidak ada pada budaya lain, yaitu ngelulu. Ngelulu
yaitu memenuhi permintaan anak secaraberlebihan, atau justru menyuruh anak
untuk berbuat hal yang dilarang. Model pengasuhan ini sebenarnya tidak
bermaksudkan untuk menjerumuskan anak pada hal-hal buruk, tetapi lebih
dimaksudkan untuk membentuk kesadaran pada diri anak bahwa permintaan atau
perbuatan tersebut tidak baik. Saat anak dilulu, biasanya dia tidak begitu saja akan
menuruti kata hatinya, tetapi membentuk proses berpikir yang pada akhirnya
menumbuhkan kesadaran pada dirinya tentang baik buruknya perbuatan ataupun
permintaannya. Orang tua sepertinya membiarkan anak, namun sebenarnya
menghalangi untuk bersabar menunda keinginannya. Model pengasuhan kedua

yang diterapkan orang tua Jawa adalah dengan memberi perintah terperinci, dan
tidak emosional serta tanpa ancaman hukuman. (Idrus 2012)
Sampel
Kabupaten Sleman : budaya jawa yang masih kental di kehidupan masyarakat
sleman terlihat dari peran pemuda dalam menjaga kelestarian budaya ketoprak
sehingga sampe sekarang ketoprak masih eksis di Sleman dalam membentuk
karakter di luar pendidikan formal ( Perwitasari 2017 )
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=11
3936&obyek_id=4
3. Budaya dayak dalam pembentukan karakter
Budaya Gawai Dayak memberikan kontribusi dalam menanamkan nilai-nilai
solidaritas sosial terutama nilai perasaan moral dan kepercayaan bersama pada
generasi muda. Pelaksanaan Gawai Dayak di desa Sekendal terdiri dari tahap
persiapan, pelaksanaan dan penutupan. Gawai Dayak berkontribusi dalam
menumbuhkan nilai-nilai perasaan moral pada generasi muda dengan saling
mengunjungi, saling bersilahturahmi dan memberikan salam serta berlaku sopan
santun dalam berinteraksi antar sesama baik terhadap kaum muda atau teman
sebaya maupun orang yang lebih tua. Gawai Dayak berkontribusi dalam
menumbuhkan rasa kepercayaan bersama dengan menjalankan kegiatan dan ritual
serta adat istiadat Gawai yang dapat menanamkan rasa kepercayaan pada generasi
muda dalam mengamalkan kebudayaan nenek moyang mereka demi menjaga
kelestarian adat dan budaya Dayak. (Simeon 2016).

Sampel
Kabupaten landak : sistem pendidikan yang di harapkan oleh pemerintah
kabupaten Landak salah satunya adalah membentuk karakter para peserta didik
tanpa mengesampingkan nilai-nilai lokal atau kebudayaan.
http://www.disdik.landakkab.co.id/html/siswa.php?
id=profil&kode=11&profil=Visi%20dan%20Misi
4. Budaya Toraja dalam pembentukan karakter
Upacara rambu solo’ dapat dijadikan sebagi sumber pembelajaran pendidikan
berkarakter. Hal tersebut dikarenakan aspek sosial-budaya yang terkandung
upcara rambu solo’, yaitu sebagai wadah pemersatu keluarga, sebagai tempat
menyatakan martabat,sebagai tempat bergotong royong dan tanggung jawab, dan
sebagai wadah berdonasi. Nilai ini dibutuhkan untuk membentuk karakter bangsa
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.(Panggara 2015 : 22)
Sampel
Kabupaten Tana Toraja : Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan
bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta
jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja,
Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa
http://www.torajaparadise.com/2015/02/kajian-antropologis-suku-torajasebuah.html

5. Budaya Asmat dalam pembentukan karakter
Bagi suku Asmat seni adalah hidup artinya seni tidak dapat di pisahkan dari
kehidupan mereka, baik itu seni tari, seni ukir, seni musik dan lainnya. Seni
adalah bagian dari sendi-sendi kebudayaan Asmat, seni adalah penyeimbang
dalam kehidupan manusia Asmat dengan sesamanya, manusia Asmat dengan
lingkungannya dan manusia Asmat dengan Roh leluhur nenek moyang mereka.
Sehingga seni membentuk karakter kepribadian Suku Asmat untuk hidup saling
menghormati.
Sampel
Kabupaten Asmat : kabupaten asmat merukan salah satu daerah yang mayoritas
suku Asmat.
2.2. Landasan Teori
2.2.2 Pendidikan Karakter
Teori-teori pendidikan karakter menurut ahli adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona
Karakter menurut Lickona terbagi atas beberapa bagian yang tercakup di
dalamnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lickona di bawah ini:
Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral
feeling, and moral behavior. Good character consists of knowing the good,
desiring the good, and doing the good, habits of the mind, habits of the heart, and
habits of action. All three are necessary for leading a moral life, all three make up
moral maturity. When we think about the kind of character we want for our
children, it's clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply

about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of
pressure from without and temptation from within. (1991: 51).
Berdasarkan pendapat Lickona di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri atas
tiga korelasi antara lain moral knowing, moral feeling, dan moral behavior.
Karakter itu sendiri terdiri atas, antara lain: mengetahui hal-hal yang baik,
memiliki keinginan untuk berbuat baik, dan melaksanakan yang baik tadi
berdasarkan atas pemikiran, dan perasaan apakah hal tersebut baik untuk
dilakukan atau tidak, kemudian dikerjakan. Ketiga hal tersebut dapat memberikan
pengarahan atau pengalaman moral hidup yang baik, dan memberikan
kedewasaan dalam bersikap.
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha
yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk
mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan
karakter yang disampaikan oleh thomas lickona. Lickona menyatakan bahwa
pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk
membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan
melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2.

Pendidikan karakter menurut Suyanto

Suyanto (koesoema 2017 ) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

3. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas

“Bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak”.
4. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2008)
Karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors),
motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan
orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah
moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya,
yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis,
kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta
ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur,
menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia,
bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin,
antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien,
menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah,
cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki
kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu
bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi
perkembangan positif individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha

melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,
emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan,
dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster
optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponenkomponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu,
pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
5.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D.

Pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the
deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical
values. When we think about the kind of character we want for our children, it is
clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what
is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure
from without and temptation from within”.
6. Yahya Khan

Ada empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses
pendidikan, yaitu:
1. Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu
Tuhan (konservasi moral).
2. pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi
pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para
pemimpin bangsa.
3. pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan). pendidikan
karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran
pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan (konservasi humanis) Yahya Khan, 2010.
2.2.2. Budaya
Liliweri (2002 :8) budaya merupakan perilaku yang telah

tertanam, ia

merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari
pengalaman yang dialihkan secara social (disosialisasikan) tidak sekedar sebuah
catatab ringkas, tetapi dalam bentuk sebuah prilaku melalui pembelajaran sosial.
Clifford (Bernard 2000:19) budaya merupakan suatu sistem simbol dari maknamakna : kebuadayaan adalah sesuatu yang dengannya kita memahami dan
memberi makna pada hidup kita dan kebudayaan mengacu pada suatu pola
makna-makna yang di wujudkan dalam simbol-simbol yang diturunalihkan secara
historis, suatu sistem gagasan-gagasan yang diwarisi dan diungkapkan dengan
bentuk-bentuk simbolikyang dengan manusia menyampaikan, melestarikan dan
mengembangkan pengetahuan mereka mengenai,serta sikap dan pendirian mereka
terhadap pendirian.
Unsur-unsur yang terkandung dalam budaya adalah:

1. Unsur Religi
Unsur religi ialah dimana manusia mengakui keberadaan tuhan sebagai sang
pencipta, di indonesia sendiri terdapat berbagai macam agama di antaranya
mayoritas penduduk indonesia memeuk agama islam. Agama ialah suatu unsur
yang wajib di perlakukan dalam kehidupan sehari - hari kita, karena jika seorang
manusia tidak memiliki kepercayaan terhadapagama maka semua manusia tidak
akan teratur karena tidak memiliki peraturan. Fungsi agama yaitu untuk mengatur
kehidupan manusa dalam hubunganya dengan sang pencipta.
2. Sistem Kemasyarakatan
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa diciptakan sebagai yang
paling sempurna namun tetap memiliki kekurangan/kelemahan dan kelebihan
masing - masing antar individu sehingga untukberorganisasi dan bersatu karena
pada dasarnya manusia bukan lah makluk yang invidiualis mereka saling
membutuhkan satu sama lain agar bisa berkembang.
3. Sistem Peralatan
Maksuda dari sistem ini sendiri ialah peralatan yang di gunakan manusia untuk
menopang kehidupan sehari - hari manusia. Pada zaman sekarang lebih tepatnya
era globalisasi manusia memerlukan peralatan yang memudahkan dalam
melakukan tugas apapun dalam keseharianya, agar bisa mengirit waktu ataupun
mempermudah dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.
4. Sistem Mata Pencaharian
Sistem mata pencaharian ilah sistem yang memenuhi kebutuhan hidup manusia, di
karenakan manusia memiliki tuntutan hidup diantaranya konsumsi, sandang,

pangan dll karena itulah manusia di tuntut atau di haruskan bekerja untuk tetap
bertahan hidup dan memenuhi segala kebutuhan nya.
5. Sistem Bahasa
Bahasa adalah cara manusia berkomunkasi, terdapat banyak bahasa di muka bumi
ini tergantung kebudayaanya di indonesia sendiri ada satu bahasa pedoman yakni
bahasa indonesia yang di jadikan cara berkomunikasi sehari - hari namun masih
banyak bahsa - bahasa dari berbagai macam suku di indonesia sendiri.
6. Sistem Pengetahuan
Ilmu pengetahuan sendiri sangatlah identik dengan manusia, karena manusia
memiliki akal dan fikiran yang telah di karuniakan kepada masing - masing
individualis. Di indonesia masyarakatnya sendiri di wajibkan mengeyam bangku
sekolah sampai 9 tahun dari SD, SMP dan SMA karena mereka sadar akapn
penting nya ilmu pengetahuan dalam perkembangan zaman di era globalisasi ini
persaingan antar manusia semakin sengit dalam segi profsei ataupun yang lainya.
7. Seni
Dalam kehdiupan manusia, manusia tidak lepas dari yang namanya seni. Karena
disitulah manusia bebas berekpresi meluapkan kreatifitasnya sendiri, dalam
kehdiupan sehari - haripun manusia tidak bisa lepas dari seni karena seni adalah
bagian dari manusia.

3.4. Kerangka Berpikir
Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011 : 60) mengemukakan bahwa
“Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang
penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman
yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang
paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk
proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan.”
Pendidikan karakter merupakan suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam
dunia pendidikan. Penerapan kebijakan tersebut tidak terlepas dari unsur budaya
yang berkembang pada daerah-daerah di Iindonesia. Hal tersebut akan
menghasilkan faktor pendukung dan faktor penghambat realisasi pendidikan
karakter. Sehingga dibutuhkan suatu konsep yang matang dalam mengatasi faktor
penghambat pendidikan karakter. Adapun yang menjadi kerangka konseptual dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran

HIPOTESIS
Hipotesis Penelitian

Definisi hipotesis menurut Uma Sekaran (2011:103) adalah hubungan yang
diduga secara logis antar dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang
dapat diuji secara empiris. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu,

hipotesis dalam penelitian ini

adalah : Budaya Barat dan Budaya Timur berepengaruh terhadap Pendidikan
Berkarakter.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara purpose sampling
(disengaja). Teknik purpose sampling pada dasarnya dilakukan sebagai sebuah
teknik yang secara sengaja mengambil sample tertentu yang telah sesuai dan
memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan yang meliputi: sifat-sifat,
karakteristik, ciri dan kriteria sample tertentu, dimana dalam hal ini pengambilan
sample mencerminkan populasi dari sample itu sendiri.
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Populasi adalah “generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono 2013: 117). Jadi populasi bukan
hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga
bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi
seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti itu.
Populasi dalam penelitian ini adalah 12 Kota di Indoneia yang mempunyai budaya
yang berbeda.
Sehingga penentuan besar sample menggunakan rumus Slovin yaitu:
n=

N
N ( d )2 +1

a. Kabupaten Samosir
Sekolah dasar

:

19 088

Sekolah Menegah Pertama

:

9 556

Sekolah Menegah Atas

:

5 300

Sekolah Menengah Kejuruan

:

2 413

Jumlah

:

36.357

n=

36.357
36.357 ( 0,05 )2 +1

= 395,64
= 396
b. Kabupaten Sleman
Sekolah Dasar
Sekolah Menengah Pertama
Sekolah Menengah Atas
Sekolah Menengah Kejuruan
Jumlah
n=

:
:
:
:
:

26 179
13 693
3 806
13 538
57.216

57.216
57.216 ( 0,05 )2 +1

= 397,2
= 397
c. Kabupaten Landak
Sekolah Dasar

:

46988

Sekolah Menegah Pertama

:

22022

Sekolah Menengah Atas

:

11669

Sekolah Menengah Kejuruan

:

3848

Jumlah

:

84.527

n=

84.979
84.979 ( 0,05 )2 +1

= 398,12
= 398
d. Kabupaten Tana Toraja
Sekola dasar

:

34.058

Sekolah menegah pertama

:

18.194

Sekolah menengah atas

:

6.609

Sekolah menegah kejuruan

:

6.831

Jumlah

:

65.692

n=

65.692
65.692 ( 0,05 )2 +1

= 397,6
= 398
e. Kabupaten Asmat
Sekolah Dasar

:

18.168

Sekolah Menengah Pertama

:

2.797

Sekolah Menengah Atas

:

1.131

Sekolah Menegah Kejuruan

:

57

Jumlah Total

:

22.153

n=

22.153
22.153 ( 0,05 )2 +1

= 392,9
= 393
TOTAL KESELURUHAN = 396 + 397 + 398 + 398 + 393
= 1.982
Sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut “(Sugiyono 2013: 118). Metode pengambilan sample yang
digunakan adalah Nonprobality Sampling dengan teknik simple random sampling.
Simple Random Sampling adalah “pengambilan anggota sampel dari populasi
yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi

itu” (Sugiyono, 2013: 93). Simple Random Sampling dilakukan apabila anggota
populasi dianggap homogen. Simple Random Sampling dapat dilakukan dengan
cara undian, memilih bilangan dari daftar bilangan secara acak, dsb. Dari 12 Kota
yang menjadi populasi penelitian ini adalah 6 Kota.
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat dan waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Sumatera Utara
Tempat :

Kabupaten Samosir

Waktu

:

7 – 18 juli

Penelitian Lapangan
Keterangan

:

tanggal 15 juli libur

DI Yogyakarta
Tempat

:

kabupaten Sleman

Waktu

:

19 juli – 30 juli

Penelitian Lapangan
Keterangan

:

tanggal 29 libur

Kalimantan barat
Tempat:

kabupaten landak

Waktu

:

31 juli - 11 agustus

Penelitian Lapangan
Keterangan

:

tanggal 5 agustus libur

Sulawesi Selatan
Tempat

: kabupaten tana toraja

Waktu

: 12 - 24 agustus
Penelitian Lapangan

Keterangan

: libur 17 &19 agustus

Papua
Tempat

:

kabupaten asmat

Waktu

:

25 agustus - 6 september

Penelitian Lapangan
Keterangan

:

tanggal 5 september libur

3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data
primer. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner dan hasil wawancara mendalam. Data primer adalah
“data yang mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh
peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi. Sumber
data primer adalah responden individu, kelompok fokus, internet juga dapat
menjadi sumber data primer jika koesioner disebarkan melalui internet” (Uma
Sekaran, 2011).
3.4. Metode Analisis Data
Sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian yang dilakukan, maka keterkaitan
antara variabel penelitian dapat digambarkan secara spesifik dalam Analisis

Regresi Logistik. Analisis ini dapat digunakan untuk menerangkan tingkat
ketergantungan suatu variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas.
Variabel terikat yang dimasukkan adalah konversi lahan, sedangkan untuk
variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi logistik adalah:
1. Tingkat Usia (Tahun)
Tingkat usia menunjukkan produktivitas seseorang. Semakin tinggi usia seseorang
maka produktivitas dalam mengadopsi kebijakan pendidikan berkarakter lebih
tinggi.
2. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga diasumsikan memiliki pengaruh dalam mengadopsi
pendidikan karakter, dikarenakan keluarga merupakan lembaga pertama dan
utama dalam pendidikan.
3. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga yang lebih tinggi diasumsikan pelajar tersebut memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga
4. Lama Pendidikan Petani (Tahun)
Lama pendidikan diduga berpengaruh terhadap keputusan peserta didik
mengadopsi kebijakan pendidikan berkarakter. Karena semakin lama tingkat
pendidikan diasumsikan semakin mudah menerima pendidikan karakter
5. Penggunaan Bahasa Daerah
Bahasa merupakan salah satu elemen kebudayaan yang sangat mendasar.
Sehingga, pelajar yang cakap dalam berbahasa daerah dianggap lebih mudah
menerima pendidikan karakter
6. Lokasi Tinggal

Lokasi tinggal yang jauh dari kota dianggap memiliki kebudayaan yang lebih
kental dibanding yang tinggal dikota. Sehingga nilai-nilai budaya yang kental
tersebut memudahkan menerima pendidikan karakter
Analisis regresi logistik digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang
mempengaruhi petani dalam mengkonversi lahan jeruk menjadi kopi. Menurut
Nachrowi et all (2002), model logit adalah model non linear, baik dalam
parameter maupun dalamvariabel. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi
peluang logistik yang dapat dispesifikasikan sebagai berikut (Juanda 2009) :
Pi = F ( Zi ) = F ( ∝ + βXi ) =

1
1
=
-z
1+ e
1+ e- (α+ βXi )

Dimana e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718....).
Dengan aljabar biasa, persamaan dapat di tunjukkan menjadi :
ez =

Pi
1- Pi

Peubah Pi/1 - Pi dalam persamaan diatas disebut sebagai odds, yaitu rasio peluang
terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter
model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood (ML).
Dengan persamaan logaritma natural, maka :
Zi= ln

Pi
P
→ ln i =Zi = α + βXi
1- P i
1- P i

Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
alih fungsi lahan adalah sebagai berikut :
ln

Pi
= Z = α+ β1 X1+ β 2 X2+ β3 X3+ β 4 X4+ β5 X5+β 6 X6+…+ϵ
1- P i

Dimana:
Pi

= Peluang petani mengkonversikan lahannya (Y=0)

1-Pi

= Peluang petani tidak mengkonversikan lahanna (Y=1)

Y

= Keputusan petani

α = Intersep
βi = Koefisien regresi
ϵ

= Error Term

X1

= Umur (Tahun)

X2

=

Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa)

X3

=

Pendapatan Keluarga (Rupiah)

X4

=

Lama Pendidikan (Tahun)

D1

=

Penggunaan Bahasa Daerah

D2

=

Lokasi Tinggal

Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan pengujian
untuk melihat model logit yang dihasilkan keseluruhan dapat menjelaskan
keputusan pilihan secara kualitatif. Pengujian parameter yang dilakukan dengan
menguji semua secara keseluruhan dan menguji masing–masing parameter secara
terpisah. Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Uji Hosmer and Lemeshow
H0 : ( 1 - B) = 0, B (distribusi frekuensi estimasi/ observasi) = 1. Artinya tidak ada
perbedaan antara distribusi obeservasi dengan distribusi frekuensi estimasi,
sehingga model dinyatakan sesuai untuk digunakan.
H1 : ada perbedaan antara distribusi observasi dengan distribusi frekuensi
estimasi.
Sig > 0,05 ; tolak H1 ,terima H0
Sig. ≤ 0,05 ; terima H1, tolak H0

b. Uji Seluruh Variabel (uji G)
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0, dimana tidak ada satupun variabel bebas yang
berpengaruh terhadap variabel terikat.
H1 : βx ≠ 0, sekurang kurangnya terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh
terhadap variabel terikat.

Sig > 0,05 : tolak H1 ,terima H0
Sig ≤ 0,05 : terima H1, tolak H0
c. Uji Wald
Uji ini untuk menguji signifikansi setiap variabel bebas.
H0 : βj= 0 untuk suatu j tertentu; j = 1,2..p maka tidak ada pengaruh antara
variabel bebas dengan variabel terikat.
H1: βj ≠ 0 maka ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Wj ≤

2
x a ,1 atau Sig. > 0,05; tolak H1, terima H0

Wj >

x 2a ,1 atau Sig. < 0,05; terima H1, tolak H0

d. Efek Marginal
Efek marginal dapat melihat rata-rata perubahan dengan cara menghitung suatu
variabel bebas yang mempengaruhi sementara variabel lain dianggap konstan.
Untuk model logit, tingkat perubahan probabilitas dari keterjadian sebuah
peristiwa adalah sebagai berikut :
Efek Marjinal = βi. Pi. (1 - Pi)
Dimana
P = probabilitas konsumen menggunakan biosolar
β = koefisien dari variabel independen

:

3.5. BATASAN MASALAH
Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberikan
batasan permasalahan sebagai berikut.
a. Batasan tempat
Tempat yang menjadi wilayah penelitian ini adalah wilayah – wilayah yang
dimana terdapat perbedaan budaya antara Barat dan Timur Indonesia sebagai yaitu
enam kota di indonesia yaitu Medan, Semarang, Makassar, Bali, Maluku, Papua.
b. Batasan Waktu

Karena terbatasnya waktu yang diberikan bagi peneliti untuk melakukan
penelitian ini, maka waktu yang dibutuhkan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian ini adalah sejak tanggal 6 Juni 2018 hingga 30 Agustus 2018.

Daftar pustaka

BUKU
Bernard, (2000). Etika Sosial Lintas Budaya . Kanisius: Yoyakarta.
Direktorat Pembinaan SMP, (2010) Panduan Pendidikan Karakter. Depdiknas:
Jakarta.

Koesoema , (2007). Pendidikan Karakter. Grasindo : Jakarta
Liliweri Alo, (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya . Lkis:
Yogyakarta.
Panggara Robi, (2015) .Upacara Rambu Solo di Tana Toraja : Memahami Bnetuk
Kerekununan di tengah situasi konflik. STT Jaffray : Makasar.
Saptono , (2011) . Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter . Erlangga.
Samani , Hariyanto , (2016). Pendidikan Karakter. PT Remaja Rosdakarya :
Bandung.
Selamat suyanto, (2009) Strategi Pendidikan Anak, Yogyakarta : Hikayat.
Tadkirotun Musfidah, (2008). Pembinaan karakter si SMP, Jakarta: Direktorat
PSMP.
Thomas lickona ,(1991) Terjemahan; education of carakter, Bandung: alfabeta.
Warsito. (2012). Pendidikan Pancasila Era Reformasi .Yogyakarta: Penerbit
Ombak
Wiranata ,(2011). Antropologi Budaya. Bandung : Citra Aditya Bakti
JURNAL
CHAMBERLAIN, 2016 . Recognizing and Responding to Cultural Differences in
the Education of Culturally and Linguistically Diverse Learners.
Chyisanti Arumsari , 2012. “Dinamika Timur” dan “Barat” dalam tokoh Boonyi
Kaul Noman dalam Shalimar the Clown Karya Shalman Rushdie. Depok
Guntara, Fatchan, Ruja, 2016. KAJIAN SOSIAL-BUDAYA RAMBU
SOLO’DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK. Malang.
Hatta Simeon, 2016 . KONTRIBUSI GAWAI DAYAK DALAM MENUMBUHKAN
NILAI-NILAI SOLIDARITAS GENERASI MUDA DESA SEKENDAL. Pontianak.
Idrus Muhamad. 2012. PENDIDIKAN KARAKTER PADA KELUARGA JAWA.
Yoyakarta.
Istiawati Fitri , 2016. PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI-NILAI
KEARIFAN LOKAL ADAT AMMATOA DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER
KONSERVASI. Blitar.
Ramdhani Ali , 2014. Lingkungan Pendidikan dalam Implementasi Pendidikan
Karakter.Bandung

Rumansara,Kondologit,Flassy,Irianto,Sarini, 2014 . Inventarisasi dan Verifikasi
Karya Budaya SENI UKIR ASMAT. Yogyakarta.

Sumber Internet
(http://www.goodcharacter.com/Article_4.html) (Diunduh 17 Maret 2018)
(https://www.scribd.com/07/ringkasan+buku+karakter+lickona/htm dikunjungi 17
Maret 2018.