pelaksanaan dan penegakkan hukum di indo

MAKALAH PENGANTAR ILMU HUKUM
PELAKSANAAN DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
Dosen Pengampu:

MUSLEH HERRY, M. HUM

Disusun oleh:
Faisal Azhari

(11210010)

Nizar Abdussalam

(11210019)

Warda Humairo

(11210020)

Roiful Amali


(11210022)

Siti Fadilatul Munawwarah (11210029)
Indana Zulfa

(11210077)

JURUSAN AKHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2012
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah Pengantar Ilmu Hukum yang berjudul “PELAKSANAAN
DAN PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA’’.
Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
1. Bapak Rektor UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2. Bapak Musleh Herry M, Hi selaku Dosen Mata pelajaran yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan,pengarahan,dorongan dalam rangka
penyelesaian penyusunan makalah ini.
3. Rekan-rekan semua dikelas A jurusan Al Ahwal Al Syaksiyah
4. Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang tiada
henti-hentinya memberikan dorongan dan semangat kepada kami baik dalam selama
mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
5. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya saya berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dorongan serta memberikan semangat kepada kami sehingga
makalah ini dapat selesai, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Malang, 2 Juni 2012

Penyusun

BAB I

Latar Belakang

Hukum adalah suatu system yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu kekuasaan atau pun
kelembagaan. Dengan adanya hukum, suatu kelembagaan akan mendapatkant penjagaanpenjagaan yang bisa mengarahkan suatu kelembagaan ke arah yang lebih baik. Hal ini
dikarenakan apabila terjadi pelanggaran dalam suatu hukum, maka akan diberikan sanksi yang
sesuai dengan hukum yang telah tetapkan
Suatu Negara dapat berjalan dengan baik salah satunya adalah dikarenakan hukum yang
baik pula. Negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dijalankan atas dasar hukum yang
adil dan baik. Disebut juga Negara hukum.
Begitu pula di Indonesia. Indonesia adalah suatu Negara hukum yang menjunjung Negaranya
untuk menjalankan hukum atas dasar hukum yang adil dan baik. Di Indonesia hukum telah
tersusun dengan rapi dan terstruktur. Kalau sudah seperti itu, maka kami memiliki pandangan
bahwa Negara Indonesia hanya tinggal melakukan pelaksanaannya dan menjalankannya serta
penegakkannya dengan baik tanpa harus ada penyimpangan-penyimpangan yang dapat
merapuhkan Negara kita sendiri.
Akan tetapi apakah Negara Indonesia sampai saat ini telah menjadi Negara hukum yang
sesungguhnya dalam arti telah menjalankan hukum atas dasar hukum yang adil dan baik? atau
masih terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan hukum tersebut ? atau bahkan
sering terjadi ?. Maka dari itu kami disini ingin membahas hal-hal yang terkait dengan
pelaksanaan dan penegakannya sebagai salah satu jalan supaya hukum Negara kita tercinta ini

bisa benar-benar tegak secara sempurna sesuai dengan tujuannya.

Rumusan masalah :
1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud pelaksanaan hukum dan penegakan hukum ?
Apa kriteria yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia?
Faktor dan unsur apa saja dalam penegakan hukum ?
Manfaat pelaksanaan dan penegakan hukum ?

Tujuan :
1.
2.
3.
4.

Mengetahui arti pelaksanaan hukum dan penegakkan hukum ?

Mengetahui kriteria yang harus dipenuihi dalam pelaksanan hukum di Indonesia?
Mengetahui Faktor dalam penegakan hukum ?
Mengetahui Manfaat pelaksanaan dan penegakkan hukum ?

BAB II
Pembahasan
A. Pengertian
Penegakan hokum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hokum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hokum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari
sudut subjeknya, penegakan hokum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat
pula diartikan sebagai upaya penegakan hokum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau
sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hokum itu melibatkan semua subjek hokum
dalam setiap hubungan hokum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative atau
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma
aturan hokum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hokum.
Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hokum itu hanya diartikan sebagai
upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu
aturan hokum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hokum itu,
apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya

paksa.
Pengertian penegakan hokum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi
hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit.
Dalam arti luas, penegakan hokum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hokum itu hanya menyangkut
penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan
‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan
hukum’ dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’ dalam arti
sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hokum yang tertulis dengan cakupan nilai
keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa inggris sendiri dengan
dikembangkan istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the
rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the rule of man
by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh hokum,
tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan
yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah ‘the rule of just law’. Dalam
istilah ‘the rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada
hakikatnya pemerintahan suatu Negara hokum modern itu dilakukan oleh hokum, bukan
oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai
pemerintahan oleh orang yang menggunakan hokum sekedar sebagai alat kekuasaan
belaka.

Dengan uraian di atas jelaslah kiranya yang dimaksud dengan penegakan hokum itu
kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hokum, baik dalam rti
formil yang sempit maupun dalam yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas,
sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hokum, baik oleh para subjek hokum

yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hokum yang resmi diberi tugas dan
kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hokum
yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas
itu, pembahasan kita tentang penegaan hokum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya.
Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan hokum itu, baik
dari segi subjekna maupun objeknya atau kita batasi hanya membahas hal-hal tertentu
saja, misalnya, hanya menelaah aspek-aspek subjektifnya saja.
B. Kriteria Dalam Penegakkan Hukum
Pelaksanaan hukum di Indonesia harus sesuai dengan dua hal penting dalam hukum, yakni asasasas perundang-undangan dan Subyek hukum.
a. Asas-asas Peraturan Perundangan
Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Soerjono Soekanto, memperkenalkan enam asas
sebagai berikut:
1. Undang-undang tidak berlaku surut. Asas ini dapat dibaca dalam:
Pasal 3 Algemene Bepalingen van Wetgeving (disingkat AB) yang terjemahannya adalah:
“Undang-undang hanya mengikat untuk masa mendatang dan tidak mempunyai kekuatan

yang berlaku surut.”
Pasal 1 ayat 1 KUH Pidana yang terjemahannya adalah sebagai berikut: “Tiada peristiwa
dapat dipidana, kecuali atas dasar kekuatan suatu aturan perundang-undangan pidana
yang mendahulukan.”
peraturan perundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa-peristiwa
hukum yang terjadi setelah peraturan perundang-undangan itu lahir. Namun demikian,
mengabaikan asas ini dimungkinkan terjadi dalam rangka untuk memenuhi keadilan
masyarakat. Sebagai contoh UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang
digunakan untuk mengadili peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di
Timor Timur yang terjadi pada 1999.
2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula.
3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generalis). Maksud
dari asas ini adalah bahwa terhadap peristiwa khusus wajib diberlakukan undang-undang
yang menyebut peristiwa itu, walaupun untuk peristiwa khusus tersebut dapat pula

diberlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa yang lebih luas atau lebih umum
yang dapat juga mencakup peristiwa khusus tersebut. Sebagai contoh UU No. 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh adalah lex specialis yang banyak mengesampingkan

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku
terdahulu (lex posteriori derogate lex periori). Dalam setiap peraturan perundangundangan biasanya terdapat klausul yang menegaskan keberlakuan peraturan perundangundangan tersebut dan menyatakan peraturan perundang-undangan sejenis yang
sebelumnya digunakan, kecuali terhadap pengaturan yang tidak bertentangan. Terhadap
asas ini, oleh pasal 1 ayat 2 KUH Pidana dimungkinkan pengecualiannya, karena
berdasarkan pasal tersebut UU yang lama yang makna atau tujuannya bertentangan
dengan UU yang baru dapat diberlakukan asalkan memenuhi syarat-syaratnya.
5. Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat. Asas ini dinyatakan dengan
tegas dalam undang-undang sementara pasal 95 ayat 2 . Tidak disemua negara berlaku
asas ini. Di negeri belanda dimungkinkan terhadap perjanjian internasional. Dalam UUD
45 tidak ada satu pasalpun yang memuat asas ini. Makna dari asas ini adalah:
a. Adanya kemungkinan bahwa isi undang-undang menyimpang dari UUD.
b. Hakim atau siapapun juga tidak mempunyai hak uji materiil terhadap undang-undang
tersebut. Artinya isi undang-undang tersebut tidak boleh diuji apakah bertentangan
dengan UUD atau dan keadilan apa tidak, hak tersebut hanya dimiliki oleh pembuat
undang-undang tersebut. Hak uji formal, yaitu hak untuk meneliti apakah undangundang tersebut pada saat dibentuknya ialah dengan acara yang sah, tetap dimiliki
oleh hakim.
6. Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat
mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun individu, melalui
pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).


A. Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat
memiliki) hak dan kewajiban. Subjek hukum ini, dalam kamus ilmu hukum disebut juga “orang”
atau “pendukung hak dan kewajiban”.Dengan demikian, subjek hukum memiliki kewenangan

untuk bertindak menurut tata cara yang ditentukan atau dibenarkan hukum.1 Sebab apabila
seseorang melakukan perampasan hak sehingga mengakibatkan kematian perdata bagi orang lain
walaupun termasuk mendukung hak, maka hal ini dilarang.Contoh, perbudakan adalah dilarang
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.2

Menurut macamnya, subjek hukum terdiri atas dua, yakni manusia (natuurlijke persoon),
dan badan hukum (rechts persoon).
1) Manusia (natuurlijke persoon) menurut hukum adalah setiap orang yang mempunyai
kedudukan yang sama, selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada dasarnya seseorang
dinyatakan sebagai subjek hukum ketika dilahirkan, dan berakhir ketika meninggal
dunia.Namun hal ini tidak mutlak, sebab ada pengecualian seperti yang diatur dan
ditetapkan dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Perdata:3
“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak

menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkan, dianggaplah ia tak
pernah ada.”
Hal ini berarti bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan
menjadi subjek hukum,apabila kepentingannya menghendaki (dalam hal menerima
pembagian warisan). Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia, menurut
hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan subjek hukum (tidak menerima
pembagian warisan).
Sebagai subjek hukum, manusia mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewajiban
dan menerima haknya. Dengan kata lain manusia mempunyai kewenangan untuk
melakukan tindakan hukum, misalnya membuat perjanjian, membuat surat warisan,
melakukan perkawinan dan lain sebagainya.
Namun demikian, kewenangan itu dibatasi oleh beberapa faktor dan keadaan tertentu,
sehingga seseorang dapat dinyatakan wenang untuk melakukan tindakan hukum apabila
dia telah dewasa, sehat jiwanya serta tidak berada dalam pengampuan (curandus).4
Adapun golongan manusia yang dianggap tidak cakap bertindak atau melakukan perbuatan
hukum,karena berada dalam masa pengampuan, golongan ini disebut personae miserabile,
sehingga mengakibatkan mereka tidak dapat melaksanakan sendiri hak-hak dan
1 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, II, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011, hlm. 23.
2 Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, II, Bandung: PT Refika Aditama, 2003,
3 R. Soebakti, Op cit, hlm. 25.
4 Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, II, Bandung: PT Refika Aditama, 2003,

hlm. 32.
hlm. 33.

kewajibannya. Jadi, untuk menjalankan hak-hak dan kewajibannya, harus diwakili oleh
orang tertentu yang ditunjuk, yaitu oleh walinya atau pengampunya (kuratornya).
Golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum (personae miserable) tersebut,
dalam arti tidak dapat melakukan perbuatan hukum di bidang keperdataan atau harta
benda, adalah sebagai berikut:
a) Anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa (belum berusia 21 tahun),
belum kawin/nikah.
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, terdapat berbagai ketentuan usia
minimal seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau memperoleh hak,
yaitu sebagai berikut:
1) Pasal 330 KUHP Perdata untuk dapat melakukan perbuatan hukum di bidang
harta benda, usia 21 tahun atau telah nikah (kawin) atau pernah kawin/nikah.
2) Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
menetapkan bahwa untuk dapat melangsungkan perkawinan, usia 19 tahun bagi
pria dan usia 16 tahun bagi wanita. Namun menurut pasal 6 ayat (1) “yang belum
berusia 21 tahun harus mendapat izin dari orang tua atau walinya untuk
melakukan perkawinan”.
3) Pasal 45 KUHP Pidana, belum dapat dipidana seseorang yang belum berusia 16
tahun. Namun menurut pasal 46 KUHP Pidana, apabila juga akan dipindana
hakim dapat memilih tiga putusan, yaitu mengembalikan kepada orang tua Si
anak, memasukkan dalam pemeliharaan anak Negara, atau menjatuhkan pidana
tetapi dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal pidana yang dilanggar dan
dipenjara pada penjara khusus anak-anak.
4) Pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
(Pemilu), hak seseorang untuk memilih adalah pada usia 17 tahun atau sudah/
pernah kawin pada waktu pendaftaran pemilih.
5) Pasal 2 ayat (1) butir d PP Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi, bahwa usia untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), adalah
sebagai berikut:

a. SIM C dan SIM D, usia 16 tahun.

b. SIM A, usia 17 tahun.
c. SIM B1 dan SIM B2,usia 20 tahun.
d. Pasal 33 Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1997 tentang kependudukan,
usia 17 tahun atau sudah /pernah nikah /kawin wajib memiliki Kartu Tanda
Penduduk (KTP).

b) Orang dewasa yang berada di bawah pengampunan (curatele), disebabkan oleh,
sebagai berikut:
1) Sakit ingatan: gila, orang dungu, penyakit suka mencuri (kleptomania),
khususnya penyakitnya.
2) Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya khusus dalam peralihan hak di
bidang harta kekayaan).
3) Istri yang tunduk pada Pasal 110 BW /KUH-Perdata.Namun berdasarkan surat
edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 tahun 1963, setiap istri sudah
dianggap cakap melakukan perbuatan hukun.Isteri yang ditempatkan di bawah
pengampunan berdasarkan penetapan hakim yang disebut “Kurandus”.

Lain lagi pengertian dewasa menurut hukum adat. Menurut hukum adat seseorang
dikatakan telah dewasa apabila ia telah “kuat gawe” atau telah mampu mencari nafkah
sendiri.Menurut Soepomo,”Anak lelaki yang tertua telah dewasa, ia cakap bekerja (kuat
gawe).”5 Menurut Djuarni Witarsa pengertian dewasa,apabila laki-laki telah mencar, mentas,
dan keluar jakun, sedangkan bagi perempuan biasanya ditandai dengan membesarnya
payudara.6

Terakhir, pengertian dewasa menurut Hukum Islam. Menurut Syariat Islam seseorang
dinyatakan sebagai subjek hukum atau mukallaf (kewajiban untuk melaksanakan peraturan
Allah), yaitu apabila:
a. Ajaran Islam sudah sampai kepadanya.
b. Berakal (sehat, tidak gila atau dalam keadaan tidak sadar, dan sebagainya).
5 Soepomo,Bab-bab Tentang hukum Adat, Jakarta:Penerbit Pradnya Paramita, 1980,hlm. 84
6 Djuarni Witarsa, Catatan Kuliah Hukum Adat, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana, 19831987.

c. Baligh yang cirri-cirinya antara lain sudah berumur 15 tahun, pernah mimpi
bersetubuh, sudah menikah, dan menstruasi (haid) bagi wanita.7

2) Badan Hukum (rechts person), merupakan pendukung hak dan kewajiban berdasarkan
hukum yang bukan manusia. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai
kewenangan untuk melakukan tindakan hukum, misalnya mengadakan perjanjian dengan
pihak lain, mengadakan transaksi jual beli dan lain sebagainya. Kemudian sudah barang
tentu pelaksanaan tindakan hukum tadi dilakukan oleh para pengurus

badan hukum

tersebut. Pengertian lain, badan hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang
dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu.
Badan hukum terbagi atas dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Badan hukum Privat/Perdata adalah badan hukum yang didirikan dan diatur menurut
hukum perdata.Seperti Perseroan Terbatas (PT), firma, CV, badan koperasi, yayasan,
gereja (Badan Hukum Perdata Barat), Gereja Indonesia, Masjid, Wakaf, Koperasi
Indonesia(Badan Hukum Perdata Indonesia) dan sebagainya.

b. Badan hukum Publik adalah suatu badan hukum dapat yabg didirikan dan diatur
menurut hukum public.Seperti desa, kotamadya, provinsi, dan negara (mulai dari
pemerintah pusat, sampai pemerintah desa), dan instansi pemerintah.

Suatu badan hukum dikatakan hampir selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya;
b. Memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya
secara pribadi;
c. Memiliki sifat kesinambungan, sebab hak dan kewajiban badan hukum tetap melekat
walaupu angotanya silih berganti.

7 Zakiyah Daradjat, dkk., Op cit, hlm. 212.

Sebagai landasan yuridis dari suatu badan hukum,maka keberadaan suatu badan hukum,
ditinjau dari teori ilmu hukum ditentukan oleh empat teori yang menjadi syarat suatu badan
hukum agar tergolong sebagai subjek hukum,yaitu sebagai berikut:
a. Teori Fiksi (Fictie Theorie) dari F.C. Von Savigny
Menurut teori ini, badan hukum itu semata-mata buatan negara. Selain negara, badan
hukum itu merupakan fiksi semata.Artinya esuatu yang sesunggunya tidak pernah ada,
akan tetapi dihidupkan dalam bayangan manusia guna menerankan sesuatu.
b. Teori Kekayaan Bertujuan (Zweckvermogen Theorie) dari Brinz
Menurut teori ini, hanya manusialah yang dapat menjadi subjek hukum dan kekayaan
yang dianggap milik suatu badan hukum sebenarnya milik suatu tujuan.Teori hanya
dapat menerangkan landasan yuridis dari yayasan.
c. Teori Organ (Orgaan Theorie) dari Otto von Gierke.
Menurut teori ini, badan hukum itu diibaratkan seperti manusia ,sesuatu yang sungguhsungguh menjelma dalam pergaulan hukum.Selanjutnya menurut teori ini disebutkan
bahwa badan hukum itu menjadi suatu badan yang membentuk kemauannya dengan
perantaraan alat-alat yang ada padanya, seperti manusia.Jadi, fungsi badan hukum
disamakan dengan manusia.
d. Teori Milik Bersama (Propiete Collevtive) dari Planiol dan Molengraaff.
Menurut teori ini, hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan
kewajiban anggota secara bersam-sama.Maka dari itu badan hukum hanyalah
merupakan suatu konstruksi yuridis semata.

Konsekuensi pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dengan harta pribadi para
pengurus atau anggotanya, adalah sebagai berikut:
a. Penagih pribadi terhadap anggota badan hukum, tidak berhak menuntut harta badan
hukum.
b. Para pengurus / anggota tidak boleh secara pribadi menagih piutang badan hukum
terhadap pihak ketiga.
c. Tidak dibenarkan kompensasi (ganti kerugian) utang pribadi dari pengurus atau anggota
dengan utang badan hukum.
d. Hubungan hukum berupaperjanjian antara pengurus / anggota dengan badan hukum,
disamakan hubungan hukum dengan pihak ketiga.

e. Jika badan hukum pailit, hanya para kreditur saja yang dapat menuntut harta kekayaan
badan hukum.

C. Faktor–Faktor Dan Unsur-Unsur Penegakkan hukum

1.
2.
3.
4.
5.

Faktor-Faktor
Penegakan hukum di Indonesia merupakan suatu persoalan yang dihadapi setiap
masyarakat di Indonesia. Penegakan hukum secara nasional untuk saat telah ini dinilai sangat
buruk dan amburadul. Hal ini timbul akibat lemahnya penegakan hukum di Negara ini, seperti
kasus dana talangan Bank Century, skandal Nazarudin, kasus Nunun Nurbaeti, aksi kekerasan
atas nama suku agama ras dan antargolongan atau yang sering disebut SARA, kasus para
penegak hukum baik kepolisian, jaksa maupun hakim seringkali masih menggunakan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam penyelesaian sengketa pers. dan masih banyak
lagi kasus-kasus yang timbul dari itu kasus yang kecil maupun besar. Walaupun penegakan
hukum untuk belakangan ini sudah mulai dinilai buruk dan amburadul oleh masyarakat, namun
masyarakat mempunyai tujuan yang sama, agar di dalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai
akibat dari penegakan hukum yang formil.
Penegakan hukum, tekanannya selalu diletakkan pada aspek ketertiban. Hal ini mungkin
sekali disebabkan oleh karena hukum diidentikkan dengan penegakan perundang-undangan,
asumsi seperti ini adalah sangat keliru sekali, karena hukum itu harus dilihat dalam satu sistem,
yang menimbulkan interaksi tertentu dalam berbagai unsur sistem hukum. Jika hukum
diidentikkan dengan perundang-undangan, maka salah satu akibatnya dapat dirasakan, adalah
kalau ada bidang kehidupan yang belum diatur dalam perundang-undangan, maka dikatakan
hukum tertinggal oleh perkembangan masyarakat. Demikian juga kepastian hukum tidak identik
dengan dengan kepastian undang-undang. Apabila kepastian hukum diidentikkan dengan
kepastian undang-undang, maka dalam proses penegakan hukum dilakukan tanpa
memperhatikan kenyataan hukum yang berlaku
Pokok penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dapat menjadi dampak positif atau
negatif, terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut:
Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja.
Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia
di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan, karena merupakan esensi dari penegakan hukum,
dan juga merupakan tolak ukur pada efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka
kelima faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut:

1.

2.

Undang-undang
Undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan
dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah. Mengenai berlakunya undang-undang
tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai
dampak yang positif.

Penegak Hukum
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat,mereka Mencakup yang
bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan pemasyarakatan yang
merupakan golongan panutan dalam masyarakat yang harus dapat berkomunikasi dan mampu
menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Selain itu mereka (penegak hukum)
hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu dalam menyelesaikan permasalahan
pelanggaran hukum, yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi
dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu menjalankan atau
membawakan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Penegak hukum berasal dari masyarakat
dan bertujuan untuk mencapai kedamaian yang dipandang dari sudut manapun. Maka masyarakat
dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut
3. Faktor Sarana atau Fasilitas
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan
berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai dan keuangan yang
cukup. Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum.
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan
peranan yang seharusnya dengan peranan yang actual.
4. Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian
dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat
mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat Indonesia mempunyai kecendrungan
yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas
(dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik
buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum tersebut.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk
memenuhi kehidupannya dengan cara belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan
bermasyarakat. Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap
baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).
Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan), maka hukum mencakup
struktur, substansi, dan kebudayaan.

Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut seperti tatanan lembaga-lembaga
hukum formal, hubungan antar lembaga-lembaga tersebut dan hak-hak serta kewajiban.
Substansi mencakup isi norma-norma hukum beserta perumusannya maupun acara untuk
menegakkannya yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan. Kebudayaan atau
sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai
yang konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan buruk.
Unsur-Unsur Penegakkan Hukum
Hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi
oleh hukum maka hukum tersebut barus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung
secara normal dan damai, tetapi dapat juga terjadi pelanggaran hukum . Maka dalam hal ini
hukum harus ditegakkan melalui penegakkan hukum inilah tujuan hukum ini akan menjadi
kenyataan. Dalam penegakkan hukum ini aa tiga unsure yang harus selalu diperhatikan yakni:
1. Kepastian hukum (Rechssicherheit).
Setiap manusia menginginkan supaya hukum dapat ditegakkannya secara nyata dalam hal
terjadinya peristiwa yang konkret. Bagaiman hukumnya itulah yang harus berlaku dan
pada dasarnya tidak dipernolehkan menyimpang: fiat justitia et pereat mundus (meskipun
dunia ini runtuh, hukum harus tetap ditegakkan). Hal inilah yang diinginkan oleh
kepastian hukum. Maka Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap
tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh
sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu, masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum maka masyarakat akan menjadi
lebih tertib dan aman. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan
untuk ketertiban masyarakat8.
2. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit)
Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum. Hukum
adalah untuk manusia, maka pelaksanaan atau penegakkan hukum harus member manfaat
atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai karena hukumnya harus dilaksanakan dan
ditegakkan timbul keresahan dalam masyarakat.
3. Keadilan (Gerechtigkeit).
Sudah barang tentu masyarakat sangat menginginkan bahwa dalam pelaksanaan atau
penegakkanhukum masalah keadilan harus sangat diperhatikan. Dalam penegakkan atau
pelaksanaan hukum harus dilakukan dengan adil. Hukum tidak identik dengan keadilan.
Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa
mencuri maka harus dihukum tanpa menbeda-bedakan siapa yang mencuri. Sebaliknya
keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak menyamaratakan: adil bagi Si Tukijo
belum tentu adil bagi Si Ricard.

8 Sudikno Mertokusumo. Mengenal Ilmu Hukum. 208

Dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsure diatas. Ketiga unsure itu
harus dapat diterapkan secara proporsional. Walaupun dalam praktiknya tidak selalu mudah
mengusahakan kompromi secara seimbang diantara ketiga unsure itu, tetapi perlu ditegaskan lagi
bahwa unsure-unsure itu harus dapat diterapkan secara proporsional.
D. Manfaat Dan Tujuan
Dalam tahap pembuatan hukum harus disusul oleh pelaksanaannya secara konkrit dalm
kehidupan masyarakat sehari-hari , inilah yang disebut dengan penegakan hukum.
Dalam indonesia dikenal beberapa istilah di luar penegakan hukum tersebut, seperti “pener
apan hukum”. Akan tetapi istilah penegakan hukum adalah yang paling sering di gunakan .
Dalam bahasa asing kita mengenal berbagai istilah seperti : rechtstoepassing, rechtshandhaving
(Belanda); law enforcement, application (Amerika).
Sekarang di indonesia juga banyak menerapkan hukun modern (sebagaimana banyak pula di
terapkan di negara lain) memiliki pola yang bersumber pada hhukum Eropa. Konsrsp-konsep,
sistemnya, prosedurnya banyak di ambil dari Eropa. Dengan memperhatikan dan memahami
konteks sosial historis hukum Eropa tersesbut maka tentunya kita aakan lebih arif dan waspada
tentang bagaimana kita akan memperlakukan hukum modern di Negara kita.
Hukum awalnya ditemukan, dibentuk, dilaksanakan dan ditegakkan. Dilaksanakan dengan
adanya aturan-aturan, subjek dan objek hukum. Ditegakkan dengan adanya aturan, aparat,
masyarakat, budaya dan sarana.
TUJUAN HUKUM
Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan
tujuan. Hukum mempunyai sasarann yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah
menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan .
Dengan tercapainya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan
terlindungi. Dalam mencapai tujuannya iti, tentu pelaksanaan serta penegakan hukum itu harus
terlaksanakan, hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam
masyarakat , membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta
memelihara kepastian hukum.9
TUJUAN ATAU MANFAAT PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
1. Dapat dan untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan dalam
masyarakat secara seksama.
Yang mana hukum tidak hanya mengurus manusia yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal, melainkan juga menjangkau bayi yang masih ada dalam kandungan ibunya
sesuai dengan maksim nasciturus pro jam nato habetur. Perhatiann dan perlindungan
9 Agra, Rechtsaanvang, 1975, hlm. 256.

2.
3.

4.

5.

terhadap bayi yang masih dalam kandungan tersebut terletak dalam fiksi di bidang hukum
tentang harta kekayaan, yang memikirkann tentang kemungkinan bayi tersebut nantinya
untuk mendapatkan kekayaan atau untuk diperhitungkan sebagai kehidupan yang ingin
dilindungi oleh hukum, dengan syarat bahwa bayi tersebut hidup pada waktu dilahirkan
dari kandungan ibunya,
Dapat mengurus atau mengatur kepentingan manusia.
Hukum yang memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan-kepentingan
Dapat dan untuk terciptanya keadilan. Menurut Soebekti bahwa hukum adalah mengabdi
kepada tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya,
dalam mengabdi terhadap tujuan negara itu dengan menyalenggarakan keadilan dan
ketertiban.
Dapat dan untuk terciptanya ketertiban, menurut Mochtar Kusumaatmadaja tujuan pokok
pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebbutuhann akan ketertiban ini syarat pokok
(fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur
Dapat dan untuk terciptanya kesejahteraan bersama, menurut Purnadi dan Soerjono
Soekanto tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban
ekstrem antar pribadi dan ketenangan intern pribadi. Mirip pula pendapat Purnadi ini
dengan pendapat Van Apeldoorn yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur
pergaulan hidup manusia secara damai.
Tujuan hukum menurut hukum positif kita tercantum dalam alinea 4 pembukaan UndangUndang Dasar, yang berbunyi:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
di pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Jadi tujuan
hukum positif kita adalah untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdeskan kehidupan bangsa serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.

E.

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2113607-faktor-faktor-yangmempengaruhi-penegakan/#ixzz1wYDgDWD6. Diakses pada tanggal 30 mei 2012
http://rezamahendra09.blogspot.com/2012/03/penegakan-hukum-di-indonesia.html. Diakses pada
tanggal 29 mei 2012
http://khairunnisafathin.wordpress.com/2012/03/20/masalah-penegakan-hukum-di-indonesia-2/
Diakses pada tanggal 29 mei 2012
http://catatankuliahhukumpidana.blogspot.com/2010/10/faktor-faktor-penegakan-hukum.html.
Diakses pada tanggal 30 mei 2012

Mertokusumo, Sudikno. 2010. Mengenal Ilmu Hukum. Jogajarta:Universitas Triatma Jaya.
Mas, Marwan.2011.Pengantar Ilmu Hukum.Bogor: Ghalia Indonesia.
Rahardjo,Satjipto.2006.Ilmu Hukum.Semarang:Citra Aditya Bhakti.
Machmudin,Dudu Duswara.2003.Pengantar Ilmu Hukum Sbuah Sketsa.Bandung:PT.Refika
Aditama.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24