Makalah Demokrasi dan Pemilu di Indonesi

MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Demokrasi dan Pemilu di Indonesia

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1
BEATRIX DA SILVA FORESIN(13-550-0063)
RENY WULANDARI(13-550-0073)
SYARIFAH AINI (13-550-0077)
MARLIN GAT(13-550-0092)
VERONIKA DAIMAN(13-550-0095)
IZZA FAHMIYAH(13-550-0100)
VINY MAFAZA (13-550-0142)
AINUR ROSYIDAH (13-550-0150)
AINUN ROUDHOTUL KHASANAH (13-550-0154)

PRODI :PENDIDIKAN MATEMATIKA/B/2013

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA
SURABAYA
1


KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami selaku penulis
dapat menyelesaikan tugas pendidikan kewarganeraan yaitu Makalah
tentang demokrasi dan pemilu di Indonesia dengan baik.
Makalah ini disusun menggunakan bahasa yang efektif dan mudah
dimengerti serta dipahami. Sehingga diharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
membantu tersusunnya makalah ini. Semoga awal baik yang diberikan
mendapat balasan dari Tuhan yang Maha Esa. Sebagai penulis, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran selalu kami harapkan agar makalah ini dapat lebih
bermutu dan bermanfaat. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih.

Surabaya, 15 Mei
2014

Penulis


2

DAFTAR ISI
Kata
pengantar......................................................................................................
..............................................2
Daftar
isi..................................................................................................................
...............................................3
BAB 1
PENDAHULUAN..............................................................................................
.......................................4
1.1 latar
belakang.......................................................................................................
..................4
1.2 batasan
masalah........................................................................................................
............4
1.3 rumusan

masalah........................................................................................................
..........4
1.4 tujuan dan
manfaat.........................................................................................................
.....5
1.5 hasil yang
diharapkan....................................................................................................
.....5
BAB 2
PEMBAHASAN................................................................................................
........................................6
2.1
demokrasi.....................................................................................................
............................6
2.2 demokrasi di
Indonesia......................................................................................................
9
2.3

3


pemilu...........................................................................................................
...........................12
2.4 pemilu di
Indonesia.......................................................................................................
....15
BAB 3
PENUTUP........................................................................................................
.......................................22
3.1
kesimpulan....................................................................................................
........................22
3.2
saran.............................................................................................................
............................23
Daftar
pustaka.........................................................................................................
..........................................25

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
4

Faham yang dianut oleh suatu Negara sangat memengaruhi
kesinambungan pembangunan Negara tersebut. Menurut pendapat
penyusun secara tersirat, faham merupakan kartu mati Negara selain
Ideologi, dimana ia akan membawa kemakmuran bila dilaksanakan secara
baik dan benar, dan membawa malapetaka bila dalam pelaksanaannya
ternoda tindakan tak bermoral. Walaupun faham suatu Negara dapat
dirubah seiring gejolak di lingkungan elit politik, namun hal itu akan
menjadi masalah besar karena sebuah faham dianut atas asas, tujuan,
serta maknanya yang sesuai dengan pemikiran/ideologi bangsa.
Lalu apa faham yang dianut oleh Negara yang besar ini? Ya, Indonesia
menganut Faham Demokrasi, dimana faham ini telah digunakan sejak
ratusan tahun sebelum masehi. Sistem demokrasi dalam setiap Negara
tentu berbeda mengingat setiap Negara memiliki kebudayaan dan
kepribadian serta ideologi yang tidak sama. Dalam pengimplementasian

demokrasi di Indonesia, diadakan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk
memilih wakil rakyat, Kepala Daerah, dan Presiden. Keberhasilan Pemilu
dapat diartikan keberhasilan pelaksanaan sistem demokrasi yang dianut.
Akan tetapi keberhasilan tersebut bergantung pada rakyat. Apabila rakyat
faham akan pentingnya demokrasi, maka rakyat akan menggunakan hak
pilihnya dengan sebaik-baiknya tanpa terpengaruh dengan noda-noda
politik didalamnya. Oleh karena itu, makalah ini akan menjelaskan apa
yang dimaksud Demokrasi dan Pemilu di Indonesia.

1.2

BATASAN MASALAH

Peneliti membatasi masalah agar pembahasan makalah yang telah di
buat tidak terlalu meluas dan fokus pada judul. Dan masalah yang akan di
bahas yaitu tentang Demokrasi dan Pemilu di Indonesia.

1.3

RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang, berikut beberapa rumusan masalah yang
akan kita bahas pada makalah ini :


Apakah demokrasi itu ?



Bagaimanakah demokrasi di Indonesia?



Apakah pemilu itu?



Bagaimanakah pemilu di Indonesia?

1.4 TUJUAN dan MANFAAT

5



Mengetahui apa itu demokrasi.



Mengetahui demokrasi di Indonesia.



Mengetahui apa itu pemilu.



Mengetahui Bagaimana pemilu di Indonesia.

1.5 HASIL yang DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan penulis pada pembaca melalui makalah ini yaitu

lebih memahami dan mengerti bagaimana itu demokrasi dan pemilu di
Indonesia. Dan di harapkan pula makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

6

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEMOKRASI
A.

PENGERTIAN DEMOKRASI

secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani,
“demos” berarti rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep
dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa”(goverment of rule by the
people). Demokrasi memiliki arti penting bagi masyarakat yang
menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk
menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin. Jadi Negara
demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak

dan kemauan rakyat, atau jika di tinjau dari sudut organisasi, ia berarti
suatu pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atas
asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.
Menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokratis adalah
sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik.
Penerapan demokrasi diberbagai Negara di dunia, memiliki ciri khas
dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat dipengaruhi oleh
ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara.
Sehingga
dapat
disimpulkan
Demokrasi
adalah
bentuk
pemerintahan yang semua warga Negaranya memiliki hak setara dalam
pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi

mengizinkan warga Negara berpartisipasi—baik secara langsung atau
melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan
hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang
memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan
setara.

B.

SEJARAH DEMOKRASI

Di zaman kuno, Kata "demokrasi" pertama muncul pada mazhab
politik dan filsafat Yunani kuno di Negara-kota Athena. Dipimpin oleh
Cleisthenes, warga Athena mendirikan Negara yang umum dianggap
7

sebagai Negara demokrasi pertama pada tahun 508-507 SM. Cleisthenes
disebut sebagai "bapak demokrasi Athena." Dimana Demokrasi Athena
berbentuk demokrasi langsung .Demokrasi Athena tidak hanya bersifat
langsung dalam artian keputusan dibuat oleh majelis, tetapi juga sangat
langsung dalam artian rakyat, melalui majelis, boule, dan pengadilan,
mengendalikan seluruh proses politik dan sebagian besar warga Negara
terus terlibat dalam urusan publik. Meski hak-hak individu tidak dijamin
oleh konstitusi Athena dalam arti modern (bangsa Yunani kuno tidak
punya kata untuk menyebut "hak"), penduduk Athena menikmati
kebebasan tidak dengan menentang pemerintah, tetapi dengan tinggal di
sebuah kota yang tidak dikuasai kekuatan lain dan menahan diri untuk
tidak tunduk pada perintah orang lain. Pemungutan suara kisaran
pertama dilakukan di Sparta pada 700 SM. Apella merupakan majelis
rakyat yang diadakan sekali sebulan. Di Apella, penduduk Sparta memilih
pemimpin dan melakukan pemungutan suara dengan cara pemungutan
suara kisaran dan berteriak. Setiap warga Negara pria berusia 30 tahun
boleh ikut serta. Aristoteles menyebut hal ini "kekanak-kanakan", berbeda
dengan pemakaian kotak suara batu layaknya warga Athena. Tetapi
Sparta memakai cara ini karena kesederhanaannya dan mencegah
pemungutan bias, pembelian suara, atau kecurangan yang mendominasi
pemilihan-pemilihan demokratis pertama. Kemudian selama Abad
Pertengahan, muncul berbagai sistem yang memiliki pemilihan umum
atau pertemuan meski hanya melibatkan sebagian kecil penduduk.
Sistem-sistem tersebut misalnya pemilihan Gopala oleh kasta atas di
Bengal, Anak Benua India,, dan Althing di Islandia, serta Løgting di
Kepulauan Faeroe, dan lain-lain. Hingga di Era modern pada Abad ke-18
dan 19, muncul bangsa pertama dalam sejarah modern yang mengadopsi
konstitusi demokrasi yaitu Republik Korsika pada tahun 1755. Konstitusi
Korsika didasarkan pada prinsip-prinsip Pencerahan dan sudah
mengizinkan hak suara wanita, hak yang baru diberikan di Negara
demokrasi lain pada abad ke-20. Kemudian pada masa Transisi abad ke20 ke demokrasi liberal muncul dalam serangkaian "gelombang
demokrasi" yang diakibatkan oleh perang, revolusi, dekolonisasi, religious
and economic circumstances. Perang Dunia I dan pembubaran Kesultanan
Utsmaniyah dan Austria-Hongaria berakhir dengan terbentuknya
beberapa Negara-bangsa baru di Eropa, kebanyakan di antaranya tidak
terlalu demokratis. Dan Pada tahun 2010 pun , Perserikatan BangsaBangsa menyatakan 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional.
Negara-Negara berikut dikategorikan sebagai demokrasi penuh oleh
Democracy Index pada tahun 2011: Norwegia, Islandia, Denmark, Swedia,
Selandia Baru
, Australia, Swiss, Kanada, Finlandia, Belanda,
Luksemburg, Irlandia, Austria, Jerman, Malta, Republik Ceko, Uruguay,
8

Britania Raya, Amerika Serikat, Kosta Rika, Jepang, Korea Selatan, Belgia,
Mauritius, Spanyol. Democracy Index memasukkan 53 Negara di kategori
berikutnya, demokrasi tidak sempurna: Argentina, Benin, Botswana,
Brasil, Bulgaria, Tanjung Verde, Chili, Kolombia, Kroasia, Siprus, Republik
Dominika, El Salvador, Estonia, Perancis, Ghana, Yunani, Guyana,
Hongaria, Indonesia, India, Israel, Italia, Jamaika, Latvia, Lesotho, Lituania,
Makedonia, Malaysia, Mali, Meksiko, Moldova, Mongolia, Montenegro,
Namibia, Panama, Papua Nugini, Paraguay, Peru, Filipina, Polandia,
Portugal, Indonesia, Rumania, Serbia, Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan,
Sri Lanka, Suriname, Taiwan, Thailand, Timor-Leste, Trinidad dan Tobago,
Zambia.

C. BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
Demokrasi langsung

Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana
setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu
keputusan. Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam
memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung
terhadap keadaan politik yang terjadi.
Demokrasi perwakilan

Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan
melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil
keputusan bagi mereka.

D.

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI

Prinsip-prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya Negara
demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal
dengan "soko guru demokrasi" Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi
adalah: Kedaulatan rakyat; Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari
yang diperintah; Kekuasaan mayoritas; Hak-hak minoritas; Jaminan hak
asasi manusia; Pemilihan yang bebas, adil dan jujur; Persamaan di depan
hukum; Proses hukum yang wajar; Pembatasan pemerintah secara
konstitusional; Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik; Nilai-nilai toleransi,
pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

E.

ASAS POKOK DEMOKRASI
9

Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi
adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia
mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan
gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:
1. Pengakuan

partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya
pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat
secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan

2. Pengakuan

hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya
tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi
kepentingan bersama.

Ciri-ciri pemerintahan demokratis Dalam perkembangannya,
demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir
seluruh Negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah
sebagai berikut:
1. Adanya keterlibatan warga Negara (rakyat) dalam pengambilan

keputusan politik,
(perwakilan).

baik

langsung

maupun

tidak

langsung

2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hakhak asasi rakyat (warga Negara).
3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga Negara dalam segala

bidang.
4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan
independen sebagai alat penegakan hukum

kehakiman

yang

5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga Negara.

6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan
informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di
lembaga perwakilan rakyat.
8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan
(memilih) pemimpin Negara dan pemerintahan serta anggota
lembaga perwakilan rakyat.
9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama,
golongan, dan sebagainya)
10

2.2 DEMOKRASI DI INDONESIA
A.

PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA.

Dalam sejarah Negara republik inddonesia yang telah lebih dari
setengah abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode,
yaitu:
a.
Periode 1945 – 1959 masa demokrasi parlementer.
Pada masa demokrasi parlementer lebih menonjolkan peranan
parlemen serta partai – partai. Kelemahan demokrasi parlementer
memberi peluang untuk dominasi partai – partai politik dan DPR.
b.
Periode 1959 - 1965 masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin banyak aspek yang telah
menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan
beberapa aspek dari demokrasi rakyat.
c.
Periode 1966 – 1998 masa demokrasi pancasila era orde
baru.
Pada masa demokrasi pancasila era orde baru
merupakan
demokrasi konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Namun
dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap
lembaga – lembaga Negara yang lain. Kelemahan demokrasi ini adalah
pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi politis penguasa saat itu,
sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai – nilai
pancasila.
d.
Periode 1999 - sekarang masa demokrasi pancasila era
reformasi.
Pada masa demokrasi pancasila era reformasi berakar pada kekuatan
multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar
lembaga Negara, antara lain eksekutif, yudikatif, dan legislative.
Kelebihan pada masa ini adalah peran partai politik kembali menonjol,
sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru.
Konstitusi Indonesia, UUD 1945, menjelaskan bahwa Indonesia
adalah sebuah Negara demokrasi. Presiden dalam menjalankan
kepemimpinannya harus memberikan pertanggungjawaban kepada MPR
sebagai wakil rakyat. Oleh karena itu secara hirarki rakyat adalah
pemegang kekuasaan tertinggi melalui sistem perwakilan dengan cara
pemilihan umum. Pada era Presiden Soekarno, Indonesia sempat
menganut demokrasi terpimpin tahun 1956. Indonesia juga pernah
menggunakan demokrasi semu(demokrasi pancasila) pada era Presiden
Soeherto hingga tahun 1998 ketika Era Soeharto digulingkan oleh gerakan
mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang telah memakan banyak sekali harta
dan nyawa dibayar dengan senyum gembira dan rasa syukur ketika
11

Presiden Soeharto mengumumkan "berhenti sebagai Presiden Indonesia"
pada 21 Mei 1998. Setelah era Seoharto berakhir Indonesia kembali
menjadi Negara yang benar-benar demokratis mulai saat itu. Pemilu
demokratis yang diselenggarakan tahun 1999 dimenangkan oleh Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada tahun 2004 untuk pertama kali
Bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum presiden. Ini
adalah sejarah baru dalam kehidupan demokrasi Indonesia.

B.

PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945, telah dijelaskan bahwa bentuk
pemerintahan Indonesia adalah demokrasi Pancasila dengan sistem
pemerintahan presidensil.
Demokrasi Pancasila adalah sistem pemerintahan yang telah
mengatur berbagai sisi kehidupan masyarakat Indonesia yang memiliki
komposisi majemuk. Pada perjalanannya, Negara ini telah mencoba
beberapa sistem demokrasi untuk mengatur pemerintahan di Indonesia,
seperti demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin. Namun, sistem
demokrasi pancasila dinilai paling cocok dengan keadaan Negara tersebut
sehingga tujuannya mampu untuk mengatasi permasalahan disintegrasi
sosial yang sangat rawan terjadi pada masyarakat Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, demokrasi pancasila belum mampu
dijalankan secara optimal. Sehingga masih banyak kekurangan yang
dapat dilihat dari sistem pemerintahan yang ada. Bukan karena tidak
cocok atau Pancasila tidak mampu lagi untuk mengatur Negara ini, namun
kurang optimalnya pelaksanaan demokrasi Pancasilalah yang sebenarnya
menjadi penyebab utama timbulnya kekurangan-kekurangan tersebut.
Masih banyak lagi permasalahan jika hari terus berlanjut.
Kehidupan dimana demokrasi sekarang menjadi sebuah kepentingan telah
mencoreng arti demokrasi Pancasila yang sebenarnya. Ironisnya,
masyarakat hanya mampu menjadi saksi bisu apa yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat Negara. Entah karena kurangnya wadah untuk
menyampaikan aspirasinya atau memang kesadaran akan berdemokrasi
telah mengalami kejenuhan. Sehingga masyarakat hanya menganggap
suara mereka adalah suara yang percuma.
Sebagai pejabat, pemerintah kurang berhasil membawa
masyarakatnya menuju perubahan dimana mereka dapat selalu berkicau
menghiasi iklim demokrasi di Negara ini. Namun, di sisi lain masyarakat
juga masih kurang ilmu dalam sistem yang ada sekarang ini. Masyarakat
juga cenderung masih melakukan banyak penyimpangan guna
kepentingan mereka sendiri. Di sisi lain, juga masih banyak warga Negara
yang meras takut untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah guna
kemajuan bersama.
12

Ketakutan-ketakutan dan penyimpangan-penyimpangan itulah
yang tidak sesuai dengan tujuan Pancasila sebagai dasar Negara.
Masyarakat tidak menyadari bahwa secara sistem, rakyatlah yang
memegang kekuasaan tertinggi dan seharusnya selalu mampu menjadi
pengawas pemerintah dalam menjalankan tugasnya.

C.

PRINSIP DEMOKRASI DALAM NEGARA INDONESIA

Dalam demokrasi kekuasaan tertinggi di suatu Negara adalah di
tangan rakyat, maksudnya adalah menyangkut baik penyelenggaraan
Negara maupun pemerintahan. Itu artinya; pertama: pemerintahan
berada ditangan rakyat , kedua: pemerintahan oleh rakyat, ketiga:
pemerintahan untuk rakyat. prinsip pemerintahan berdasarkan kedaulatan
rakyat tersebut bagi Negara Indonesia terkandung dalam pembukaan UUD
1945 alinea IV, yang berbunyi: “................ maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Maka
prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia selain tercantum dalam
pembukaan juga berdasarkan pada dasar filsafat Negara pancasila sila
keempat yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan
perwakilan”.
Dimaksud
bahwa
dalam
pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu didasarkan pada moral
kebijaksanaan yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan
kemanusiaan yang adil dan beradap. Selain itu dasar pelaksanaan
demokrasi Indonesia juga secara eksplisit tercantum dalam UUD 1945
pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Sistem demokrasi dalam
penyelenggaraan Negara Indonesia juga diwujudkan dalam penentuan
kekuasaan Negara, yaitu menentukan dan memisahkan tentang
kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif (trias politica : sebuah ide
bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau
lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok
mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan
merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak
ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif).
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk
masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
13

seringkali
menimbulkan
pelanggaran
terhadap
hak-hak
asasi
manusia.Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga Negara yang
lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan
sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa
mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk
rakyat. Intinya, setiap lembaga Negara bukan saja harus akuntabel
(accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan
akuntabilitas dari setiap lembaga Negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan
lembaga Negara tersebut.

2.3 PEMILU
A.

DEFINISI PEMILU

Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem
demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga
perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga
Negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara
langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam
memerintah suatu Negara selama jangka waktu tertentu.
Menurut Austin Ranney, pemilu dikatakan demokratis apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:

Penyelenggaraan secara periodik (regular election),

Pilihan yang bermakna (meaningful choices),

Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth
candidate),

Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage),

Kesetaraan bobot suara (equal weighting votes),

Kebebasan untuk memilih (free registration oh choice),

Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil (accurate
counting of choices and reporting of results)
Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
b.

Cara langsung, dimana rakyat secara langsung memilih wakilwakilnya yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat.
Contohnya, pemilu di Indonesia untuk memilih anggota DPRD, DPR,
dan Presiden.

14

b.

Cara bertingkat, di mana rakyat terlebih dahulu memilih wakilnya
(senat), lantas wakil rakyat itulah yang memilih wakil rakyat yang
akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat.

Berdasarkan daftar peserta partai politik
Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu:



sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan
foto peserta partai politik
sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama
partai politik tertentu. Kedua sistem memiliki persamaan yaitu
pemilih memilih nama tokoh yang sama di mana tokoh-tokoh
tersebut bisa bermasalah di depan publik.

Dalam suatu pemilu, ada tiga sistem utama yang sering berlaku,
yaitu:
1.

Sistem perwakilan distrik (satu dapil/daerah pemilihan
untuk satu wakil)
yaitu sistem yang berdasarkan lokasi daerah pemilihan, bukan
berdasarkan jumlah penduduk. Dari semua calon, hanya ada satu
pemenang. Dengan begitu, daerah yang sedikit penduduknya memiliki
wakil yang sama dengan daerah yang banyak penduduknya, dan tentu
saja banyak suara terbuang. Karena wakil yang akan dipilih adalah
orangnya langsung, maka pemilih bisa akrab dengan wakilnya., Sistem ini
sering dipakai di Negara yang menganut sistem dwipartai, seperti Inggris
dan Amerika. sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain:
a. first past the post : sistem yang menerapkan single memberdistrict
dan pemilihan yang berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon
yang mendapatkan suara terbanyak.
b. the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua
sebagai dasar untuk menentukan pemenang pemilu. ini dijalankan
untuk memperoleh pemenang yang mendapatkan suara mayoritas.
c. the alternative vote : sama dengan first past the post bedanya adalah
para pemilih diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya
melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
d. block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih caloncalon yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai
dari calon-calon yang ada.
Kelebihan Sistem Distrik
 Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi
kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
15







Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat,
bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami.
Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat
dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan
pemilihnya menjadi lebih akrab.
Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan
mayoritas di parlemen.
Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah
diciptakan

Kelemahan Sistem Distrik
 Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan
golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam
beberapa distrik.
 Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah
dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah
mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang
tidak diperhitungkan sama sekali; dan kalau ada beberapa partai
yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat
men¬capai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil
oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan.
 Ada
kecenderungan
wakil
tersebut
lebih
mementingkan
kepentingan daerah pemilihannya dari pada kepentingan nasional
 Umumnya kurang efektife bagi suatu masyarakat heterogen
2.

Sistem Proposional ( satu dapil memilih beberapa wakil )

Dalam sistem perwakilan proporsional, jumlah kursi di DPR dibagi
kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan perolehan jumlah suara
dalam pemilihan umum. khusus di daerah pemilihan. Untuk keperluan itu,
maka ditentukan suatu pertimbangan, misalnya 1 orang wakil di DPR
mewakili 500 ribu penduduk. Jadi Sistem yang melihat pada jumlah
penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda dengan sistem
distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui
tanda gambar kertas suara saja. Sistem proporsional banyak diterapkan
oleh Negara multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan
Belanda.Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi
member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional,
yaitu ;
 list proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu
menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih
partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah
ada.
16



the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk
menentukan
preferensinya.
pemenangnya
didasarkan
atas
penggunaan kota.

Kelebihan Sistem Proposional
 Dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai
sama dengan persentase kursinya di parlemen.
 Setiap suara dihitung & tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil
& minoritas memiliki kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di
parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat majemuk(pluralis).
Kelemahan Sistem Proposional
 Sistem proporsional mempermudah terjadinya fragmentasi partai,
kurang mendorong partai untuk saling berintegrasi atau
bekerjasama,
bahkan
sebaliknya
cenderung
mempertajam
perbedaan, jika terjadi konflik umumnya anggota partai cenderung
mendirikan partai politik baru, mengingat adanya peluang partai
baru untuk mendapatkan kursi dengan menggabung suara yang
tersisa.
 Banyaknya partai yang bersaing, menyulitkan munculnya partai
dengan suara mayoritas (50% + 1) yang diperlukan untuk
membentuk pemerintahan yang kuat.
 Sistem proporsional memberikan kewenangan yang kuat terhadap
partai politik melalui sistem daftar (list system). Prosedur sistem
daftar bervariasi, umumnya yang dipakai adalah partai politik
menawarkan daftar calon kepada pemilih. Rakyat pemilih memilih
suatu partai dengan semua calonnya untuk berbagai kursi yang
diperebutkan. Sehingga wakil rakyat yang terpilih tidak memiliki
hubungan yang kuat kepada pemilih, melainkan loyalitas terhadap
partai politik.
 Dengan demikian, sistem Proporsional dapat menggeser kedaulatan
rakyat menjadi kedaulatan partai Politik.
Perbedaan utama antara sistem proporsional & distrik adalah bahwa
cara penghitungan suara dapat memunculkan perbedaan dalam
komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
3.

sistem campuran

Selain kedua bentuk utama sistem pemilu di atas, terdapat pula
sistem campuran. Artinya, dalam sistem ini setiap pemilih mempunyai
dua suara: memilih calon berdasarkan distrik dan sekaligus berdasarkan
sistem proporsional.Sistem ini membagi wiliyah Negara dalam beberapa
daerah pemilihan.Sisa suara pemilihan tidak hilang melainkan
17

diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi.Sistem gabungan
ini ditetapkan sejak pemilu tahun 1997 dalam pemilihan anggota
DPR,DPRD I,DPRD II. Pengikut sistem proporsional menganggap bahwa
sistem campuran yang masih ada unsur distriknya masih terdapat
kesenjangan perolehan kursi dengan jumlah pemilihan (distortion effect),
sedangkan penganut sistem distrik berpendapat bahwa sistem campuran
yang mengandung unsur proporsional tidak menunjang secara penuh
kontrak rakyat dengan wakilnya.

B.

FUNGSI PEMILU

Pemilihan umum mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai:

Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan),

Sarana pertanggungjawaban pejabat publik, dan

Sarana pendidikan politik rakyat
Selain fungsi tersebut,akan tetapi pemilu berfungsi juga sebagai :
Media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya, Mengubah
kebijakan,Mengganti pemerintahan,Menuntut pertanggung jawaban,
Menyalurkan aspirasi lokal .

C.

MAKNA PEMILU


Pemilu menunjukan seberapa besar dukungan rakyat kepada
pejabat atau partai politik.

Sarana bagi kita untuk melakukan kesepakatan politik baru
dengan partai politik, wakil rakyat dan penguasa.

Sebagai sarana mempertajam kesepakatan pemerintah dan
anggota legislatif terhadap aspirasi rakyat.

D.

TUJUAN PEMILU

Rakyat sebagai pemegang kedaulatan berhak menentukan warna
dan bentuk pemerintah serta tujuan yang hendak dicapai,sesuai dengan
konstitusi yang berlaku.
Berikut ini beberapa tujuan pemilu secara umum : Melaksanakan
kedaulatan rakyat, Sebagai perwujudan hak asasi politik rakya, Untuk
memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR,DPD,dan DPRD, serta
memilih presiden dan wakil presiden, Melaksanakan pergantian personal
pemerintahan secara damai,aman,dan tertib (secara konstitusional),
Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

E.

PRINSIP PEMILU DEMOKRATIS

18

1. Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU dan
Jajaran BAWASLU) yang mandiri dan bebas intervensi dari pihak
manapun.
2. Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
3. Semua tahapan dilaksanakan secara demokratis, prosedural,
transparan dan akuntabel.
4. Pemerintah dan jajarannya menjaga integritas dan netralitas.
5. Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih dengan prinsip satu
suara mempunyai nilai yang sama (one person, one vote dan one
value)

2.4 PEMILU DI INDONESIA
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan
untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada
2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula
dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat
sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai
bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian
dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah "pemilu" lebih sering merujuk
kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5
tahun sekali.

A.

ASAS PEMILU

Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang
merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal
"Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih
diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh
diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga
Negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti
pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak
manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih
bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

19

Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang
merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti
bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk
memastikan bahwa setiap warga Negara yang memiliki hak dapat memilih
sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang
sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah
perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada
pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih
tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih
ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

B.

PERKEMBANGAN PEMILU DI INDONESIA

Sejak kemerdekaan hingga tahun 2014 bangsa Indonesia telah
menyeleng-garakan 11 kali pemilihan umum, yaitu 1945, 1971, 1977,
1982, 1992, 1997, 1999, 2004 ,2009 dan 2014. Akan tetapi pemilihan
pada tahun 1955 merupakan pemilihan umum yang dianggap istimewa
karena ditengah suasana kemerdekaan yang masih tidak stabil Indonesia
melakukan PEMILU , bahkan dunia internasional memuji pemilu pada
tahun tersebut. Pemilihan umum berlangsung dengan terbuka, jujur dan
fair, meski belum ada sarana komunikasi secanggih pada saat ini ataupun
jaringan kerja KPU.
Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam
situasi yang vacuum, melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang
turut menentukan hasil pemilihan umum itu sendiri. Dari pemilihan umum
tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem
pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
a.

Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin
Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2
kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota
Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu
ini adalah sistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis
dan hikmat,, Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya
dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap
partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai
dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu
tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU,
PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa
20

masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno
zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
b.

Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sesudah mencabut maklumat pemerintah November 1945
tentang kebebasan mendirikan partai , presiden soekarno mengurangi
jumlah partai menjadi 10. Kesepuluh ini antara lain : PNI, Masyumi,NU,PKI,
Partai Katolik, Partindo,Partai Murba, PSIIArudji, IPKI, dan Partai Islam,
kemudian ikut dalam pemilu 1971 di masa orde baru. Di zaman demokrasi
terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.
c.

Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi otoriter
ada harapan besar dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikan suatu
sistem politik yang demokratis dan stabil. Salah satu caranya ialah
melalui sistem pemilihan umum . pada saat itu diperbincangkan tidak
hanya sistem proporsional yang sudah dikenal lama, tetapi juga sistem
distrik yang di Indonesia masih sangat baru.
Jika meninjau sistem pemilihan umum di Indonesia dapat ditarik
berbagai kesimpulan. Pertama, keputusan untuk tetap menggunakan
sistem proporsional pada tahun 1967 adalah keputusan yang tepat karena
tidak ada distorsi atau kesenjangan antara perolehan suara nasional
dengan jumlah kursi dalam DPR. Kedua, ketentuan di dalam UUD 12945
bahwa DPR dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan merupakan
keuntungan, karena tidak ada lagi fragmentasi karena yang dibenarkan
eksistensinya hanya tiga partai saja. Usaha untuk mendirikan partai baru
tidak bermanfaat dan tidak diperbolehkan. Dengan demikian sejumlah
kelemahan dari sistem proporsional telah teratasi.
Namun beberapa kelemahan masih melekat pada sistem politik ini.
Pertama, masih kurang dekatnya hubungan antara wakil pemerintah dan
konstituennya tetap ada. Kedua, dengan dibatasinya jumlah partai
menjadi tiga telah terjadi penyempitan dalam kesempatan untuk memilih
menurut selera dan pendapat masing-masing sehingga dapat
dipertanyakan
apakah
sipemilih
benar-benar
mencerminkan,
kecenderungan, atau ada pertimbangan lain yang menjadi pedomannya.
Ditambah lagi masalah golput, bagaimanapun juga gerakan golput telah
menunjukkan salah satu kelemahan dari sistem otoriter orde dan hal itu
patut dihargai.
d.
Zaman Reformasi (1998-sekarang)
Seperti dibidang-bidang lain, reformasi membawa beberapa perubahan
fundamental. Pertama, dibukanya kesempatan kembali untuk bergeraknya
partai politik secara bebas, termasuk mendirikan partai baru. Kedua,
pada pemilu 2004 untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia
21

diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih melalui MPR.
Ketiga, diadakannya pemilihan umum untuk suatu badan baru, yaitu
Dewan Perwakilan Daerah yang akan mewakili kepentingan daerah secara
khusus. Keempat, diadakannya “electoral thresold “ , yaitu ketentuan
bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus meraih minimal
3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem pemilu yang pernah di
anut di Indonesia adalah :
Pemilu Terbuka/tertutup Distrik/proporsional/campuran
1955
tertutup
proporsional
1971
1977
1982
1987
1992
1997
1999
2004
terbuka
campuran
2009
2014
dan Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat
Pemilihan

Total

Presiden

2

Gubernur

64

Walikota/Bupati

1022

DPR

560

DPRD

20 per kabupaten/kota

DPD

4 per provinsi

DPRA

70

C. SISTEM PEMILU DI INDONESIA MEMBERIKAN
PELUANG MONEY POLITIC
Money politic (politik uang) merupakan uang maupun barang yang
diberikan untuk menyogok atau memengaruhi keputusan masyarakat
agar memilih partai atau perorangan tersebut dalam pemilu, padahal
praktek money politic merupakan praktek yang sangat bertentangan
dengan nilai demokrasi.
22

Lemahnya Undang-Undang dalam memberikan sanksi tegas
terhadap pelaku money politic membuat praktek money politic ini
menjamur luas di masyarakat. Maraknya praktek money politic ini
disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam mengantisipasi
terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini telah hadir
dari zaman orde baru tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan
untuk menciptakan sistem pemilu yang benar-benar anti money politic.
Praktek money politic ini sungguh misterius karena sulitnya mencari
data untuk membuktikan sumber praktek tersebut, namun ironisnya
praktek money politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di
masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus
banyak perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di
Amerika yang sudah matang.
Hambatan terbesar dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di
Indonesia yaitu masih tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit
politik. Elit-elit politik tersebut menggunakan kekuasaan dan uang untuk
melakukan pembodohan dan kebohongan terhadap masyarakat dalam
mencapai kemenangan politik. Dewasanya, saat ini banyak muncul kasuskasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui lembaga peradilan
Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran nilai demokrasi dan tujuan
Pilkada langsung. Hal itu membuktikan betapa terpuruknya sistem pemilu
di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih serius.

D.

SOLUSI MENGATASI MONEY POLITIC

Kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji
keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus
pemillu agar tidak menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku.
Calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk benar-benar tidak
melakukan praktek money politik dan apabila terbukti melakukan maka
seharusnya didiskualifikasi saja.
Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya
money politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki bangsa ini,
misalnya membentuk badan khusus independen untuk mengawasi caloncalon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak melakukan
money politic.
Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber
pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut.
Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai
atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya
kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar
dari tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang.
Misalnya, anggota legislatif yang terpilih tersebut membuat peraturan
23

Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya
pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut.
Sadarilah apabila kita salah memilih pemimpin akan berakibat fatal
karena dapat menyengsarakan rakyatnya. Sebaiknya pemerintah
mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan bebas money politic
kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam
demokrasi secara langsung meningkat.
Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada
masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan
kondusif dalam memilih. Hal tersebut dapat membantu menyadarkan
masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan
praktek money politic yang dapat menghancurkan demokrasi.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebenarnya pemilu merupakan suatu hak dan partisipasi masyarakat, juga
sebagai penghubung antara infrastruktur politik atau kehidupan politik
dilingkungan masyarakat dengan supra struktur politik atau kehidupan
politik dilingkungan pemerintah sehingga memungkinnya tercipta
pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan
untuk rakyat.
Meski dapat kita lihat bahwa pemilu yang ada di Indonesia ini belum
bisa berjalan dengan baik. Hal ini dapat kita lihat , bahwa sampai
sekarang ini masih banyak masyarakat yang masih Golput, ini menjadi
tanggung jawab kita bersama dimana pemilu ini penting untuk
menentukan pemerintahan kita selama 5 Tahun mendatang.

24

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
A.

DEMOKRASI

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga
Negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat
mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga Negara
berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam
perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi
mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan
adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. bentuk-bentuk
demokrasi yaitu;. Demokrasi langsung, dan Demokrasi perwakilan,
sedangkan asas pokok demokrasi yaitu Pengakuan partisipasi rakyat
dalam pemerintahan, dan Pengakuan hakikat dan martabat manusia.

B. DEMOKRASI DI INDONESIA
Indonesia adalah sebuah Negara demokrasi. Pada era Presiden
Soekarno, Indonesia sempat menganut demokrasi terpimpin tahun 1956.
Indonesia juga pernah menggunakan demokrasi semu(demokrasi
pancasila) pada era Presiden Soeherto hingga tahun 1998 ketika Era
Soeharto digulingkan oleh gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang
telah memakan banyak sekali harta dan nyawa dibayar dengan senyum
gembira dan rasa syukur ketika Presiden Soeharto mengumumkan
"berhenti sebagai Presiden Indonesia" pada 21 Mei 1998. Setelah era
Seoharto berakhir Indonesia kembali menjadi Negara yang benar-benar
demokratis mulai saat itu. Pemilu demokratis yang diselenggarakan
tahun 1999 dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
25

Pada tahun 2004 untuk pertama kali Bangsa Indonesia menyelenggarakan
pemilihan umum presiden. Ini adalah sejarah baru dalam kehidupan
demokrasi Indonesia. Sedangkan prinsip demokrasi dalam Negara
Indonesia berdasarkan pada dasar filsafat Negara pancasila sila keempat
yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”. Dimaksud bahwa dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia itu didasarkan pada moral kebijaksanaan yang
terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang
adil dan beradap. Selain itu dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia juga
secara eksplisit tercantum dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (2) yang
berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”. Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan
Negara Indonesia juga diwujudkan dalam penentuan kekuasaan Negara,
yaitu menentukan dan memisahkan tentang kekuasaan eksekutif,
yudikatif, dan legislatif (trias politica)

C.

PEMILU

Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem
demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga
perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga
Negara di bidang politik. Dimana Pemilihan umum dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu: Cara langsung, dan Cara bertingkat. Berdasarkan
daftar peserta partai politik Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu:
sistem terbuka, dan sistem tertutup.Dalam suatu pemilu, ada tiga sistem
utama yang sering berlaku, yaitu:

Sistem perwakilan distrik (satu dapil/daerah pemilihan untuk satu
wakil)

Sistem Proposional ( satu dapil memilih beberapa wakil )

sistem campuran

B.

PEMILU DI INDONESIA

Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang
merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia".
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan
singkatan dari "Jujur dan Adil".
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2014 bangsa Indonesia telah
menyeleng-garakan 11 kali pemilihan umum, yaitu 1945, 1971, 1977,
1982, 1992, 1997, 1999, 2004
,2009 dan 2014. Namun seiring
berjalannya waktu sistem pemilu di Indonesia memberikan peluang
money politic. Padahal praktek money politic merupakan praktek yang
sangat bertentangan dengan nilai demokrasi. Ironisnya praktek money
politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat.
26

Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak
perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di
Amerika yang sudah matang. Maka solusi untuk mengatasi money politic
adalah “Harus ada perubahan bersama, baik itu dari masyarakat, UU, dan
juga pemerintah”.

3.2 SARAN
Berdasarkan pembahasan di atas, kita dapat menilai bahwa pada
dasarnya seluruh sistem yang ada dalam demokrasi adalah suatu
kebaikan bersama. Meski segala kebaikan/kelebihan tersebut masih
mengandung kekurangan, apabila sistem tersebut berjalan dengan baik,
kekurangan tersebut dapat diminimalisir.
Pemilu sebagai wujud pelaksanaan demokrasi di Indonesia
seharusnya menjadi hal penting dan sakral bagi setiap orang yang
melaksanakannya. Tetapi seperti yang kita ketahui sekarang, walaupun
pendidikan kewarganegaraan telah diberikan semenjak jenjang sekolah
dasar, tetap tidak mendorong elit politik maupun masyarakat sendiri
untuk bersikap Luber Jurdil. Ketika kita memandang secara luas, tentu
penyampaian sikap kewarganegaraan melalui jenjang sekolah masih
belum maksimal karena masih banyaknya anak tidak bersekolah. Meski
perkembangan teknologi semakin canggih, segala informasi tercakup
didalamnya, namun tidak semua rakyat sempat mengenyam canggihnya
teknologi tersebut sehingga dapat dipastikan masih membutuhkan
komunikasi langsung kepada masyarakat sendiri. Dengan adanya Otonomi
Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan penyuluhan pada setiap
daerah, melalui Pemerintah Daerah yang disampaikan kepada setiap
perwakilan organisasi muda yang ada di setiap desa (Karang Taruna) agar
penyuluhan kepada masyarakat merata dan lebih maksimal.
Kepada elit politik secara khusus, mestinya mere

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25