Karakterisasi Morfologi Bawang Merah Lokal Samosir (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Kecamatan Bakti Raja

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Tanaman
divisi

bawang

spermatophyta,

merah

subdivisi

diklasifikasikan

angiospermae,

kelas

sebagai


berikut,

monocotyledonae,

ordo liliales, famili liliaceae, genus Allium dan spesies : Allium ascalonicum L.
(Steenis, 2003).
Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dan tinggi dapat
mencapai 15–50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.
Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam
tertanam dalam tanah. Seperti juga bawang putih, tanaman ini termasuk tidak tahan
kekeringan (Wibowo, 2007).
Bawang merah memiliki batang semu atau disebut discus yang bentuknya
seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekat akar dan mata tunas (titik
tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari
pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah
bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis kelopak bulbus
terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau anakan terutama
pada spesies bawang merah biasa (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Daun merupakan organ tanaman yang memiliki fungsi sentral dalam
tumbuhan. Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip

pipa, berlubang, memiliki panjang 15-40 cm dan meruncing pada bagian ujung.
Daun berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi
setegak daun yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung
tanaman (Suparman, 2010). Dalam penelitian Elisabeth et al, (2012) dikatakan

bahwa semakin banyak jumlah daun yang dihasilkan maka peluang untuk
menghasilkan bobot segar dan bobot kering total tanaman juga tinggi.
Pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang
tidak sempurna. Bagian bawah cakram menjadi tempat tumbuhnya akar-akar
serabut pendek, sedangkan bagian atas di antara lapisan kelopak daun yang
membengkak, terdapat mata tunas sebagai calon tanaman baru. Pada bagian tengah
cakram terdapat mata tunas utama yang memunculkan bunga. Tunas yang
memunculkan bunga ini disebut tunas apikal, sedangkan tunas lain yang berada
diantara lapisan kelopak daun dan dapat tumbuh menjadi tanaman baru disebut
tunas lateral. Setiap umbi bawang dapat dijumpai banyak tunas lateral, yaitu
mencapai 3-20 tunas (Brewster, 2008).
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan.
Setiap tandan mengandung sekitar 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar.
Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang setiap bunga terdapat benang
sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan sebuah putik dengan

daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan, serta bakal buah duduk di atas
membentuk suatu bangun seperti kubah (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah
2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi
setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai
bahan perbanyakan tenaman secara generatif (Rukmana, 1995).
Umbi bawang merah merupakan umbi ganda ini terdapat lapisan tipis yang
tampak jelas, dan umbi-umbinya tampak jelas juga sebagai benjolan kekanan dan
kekiri dan mirip siung bawang putih. Lapisan pembungkus siung umbi bawang

merah tidak banyak, hanya sekitar 2-3 lapis dan tipis yang mudah kering.
Sedangkan lapisan dari setiap umbi berukuran lebih banyak dan tebal. Maka besar
kecilnya siung bawang merah tergantung oleh banyak dan tebalnya lapisan
pembungkus umbi (Suparman, 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim
Bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yakni
pada

ketinggian


antara

0–900

m

di

atas

permukaan

air

laut.

Tanaman bawang merah sangat bagus dan memberikan hasil optimum, baik
kualitas maupun kuantitas, apabila ditanam di daerah dengan ketinggian sampai
dengan 250 m di atas permukaan laut. Bawang merah yang ditanam di ketinggian

800–900 m di atas permukaan laut hasilnya kurang baik. Selain umur panennya
lebih panjang, umbi yang dihasilkan pun kecil-kecil. Curah hujan yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman bawang merah adalah 300–2500 mm per tahun, dengan
intensitas sinar matahari penuh (Dalmadi, 2010).
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi
serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang maksimal
(minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32°C dan kelembaban nisbi 50-70%
(Sumarni dan Hidayat, 2005). Menurut Lakitan (1994) dalam Moeljan et al., (2011)
disebutkan juga bahwa penyinaran lebih dari 12 jam dapat meningkatkan bunga
dari 30% menjadi 70-80%, hal ini disebabkan karena tanaman bawang merah akan
berbunga jika mendapatkan penyinaran dan temperatur (suhu) dingin di dataran

tinggi. Fase generatif tanaman (pembentukan organ reproduksi) juga akan terjadi
jika menerima penyinaran > 14 jam dalam sehari.
Tanah
Tanaman bawang merah menginginkan tanah berstruktur remah, tekstur
sedang sampai liat, drainase/aerase baik, mengandung bahan organik yang cukup,
dan reaksi tidak masam. Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah
adalah tanah Alluvial atau kombinasi dengan tanah Glei-Humus atau Latosol

karena jenis tanah ini memiliki sifat yang cukup lembab dan air tidak menggenang
(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Bawang merah tumbuh pada tanah yang tidak tergenang air dan dapat
tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, tekstur sedang sampai liat. pH tanah dijaga
antara 5.6 - 6.5. Jika pH-nya terlalu asam (lebih rendah dari 5,5), garam alumunium
(Al) larut dalam tanah, garam tersebut akan bersifat racun terhadap tanaman
bawang hingga tumbuhnya menjadi kerdil. Jika pH-nya lebih dari 6,5 (netral
sampai basa), unsur mangan (Mn) tidak dapat dimanfaatkan hingga umbi-umbinya
menjadi kecil (Dalmadi, 2010).
Eksplorasi Tanaman Bawang Merah
Pemuliaan

tanaman

dikenal

sebagai

cabang


multidisiplin

ilmu

dengan

menggabungkan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi atau metode yang merakit
keragaman genetik tanaman menjadi suatu bentuk yang lebih bermanfaat bagi
kebutuhan masyarakat. Kegiatan utama dari pemuliaan tanaman meliputi tiga hal,
yakni eksplorasi, seleksi dan evaluasi. Eksplorasi merupakan suatu kegiatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan dan mengkoleksi semua sumber keragaman genetik
yang tersedia sedangkan identifikasi yang merupakan suatu kegiatan karakterisasi

semua sifat yang dimiliki atau yang terdapat pada sumber keragaman genetik
sebagai

data

base


sebelum

memulai

rencana

pemuliaan

tanaman.

Seleksi merupakan metode/prosedur pemuliaan yang paling tua dan sebagai dasar
untuk

semua

pengembangan

tanaman,

baik


yang

dikembangkan

secara

konvensional maupun non konvensional dan evaluasi merupakan suatu kegiatan
yang bertujuan menguji apakah program pemuliaan yang dikerjakan sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai (Swasti, 2007).
Dalam melakukan kegiatan eksplorasi terdapat serangkaian kegiatan yang
meliputi pelacakan, penjelajahan, mencari dan mengumpulkan jenis-jenis
sumberdaya genetik tertentu untuk dimanfaatkan dan mengamankannya dari
kepunahan. Kegiatan eksplorasi diperlukan guna menyelamatkan varietas-varietas
lokal dan kerabat liar yang semakin terdesak keberadaannya, akibat semakin
intensifnya penggunaan varietas unggul baru, perusakan habitat sumberdaya
genetik tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan penyempitan lahan
kehidupan tanaman obat akibat perluasan pembangunan industri-industri besar yang
tidak mengenal belas kasihan (Kusumo et al., 2002).
Identifikasi dan karakterisasi perlu dilakukan terutama untuk keperluan

data base bawang merah dan untuk mendapatkan varietas bawang merah yang
mempunyai keunikan khusus, baik dari aspek pertumbuhan, ketahanan terhadap
penyakit, produksi maupun kandungan senyawa yang terdapat dalam bawang
merah yang sangat bermanfaat sebgai obat untuk kesehatan manusia ataupun
sebagai bahan bakterisida dan fungisida untuk mengendalikan penyakit tanaman
(Hardiyanto et al., 2007).
Karakterisasi Tanaman Bawang Merah

Karakterisasi merupakan kegiatan penting dalam pengelolaan plasma nutfah
yang digunakan untuk menyusun deskripsi varietas dalam rangka seleksi tetua pada
mengidentifikasi jenis atau varietas bawang, tetapi juga menentukan hubungan
genetik atau kekerabatan diantara aksesi bawang merah tersebut. Hubungan
kekerabatan genetik antar genotip dalam populasi dapat diukur berdasarkan
kesamaan sejumlah karakter yang berbeda dari suatu individu, menggambarkan
perbedaan susunan genetiknya. Informasi tentang keragaman genetik berimplikasi
dalam penentuan program pengembangan/budidaya yang akan digunakan dan juga
untuk menentukan program pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul serta
konservasinya (Rosmayati et al., 2012).
Karakterisasi dan evaluasi suatu tanaman memerlukan suatu daftar
deskriptor. Daftar deskriptor merupakan suatu identifikasi dan ukuran sifat atau

karaktersasi suatu aksesi tanaman seperti warna dan tinggi tanaman yang digunakan
untuk membuat klasifikasi, penyimpanan, pencarian dan penggunaan yang lebih
seragam. Suatu daftar deskriptor merupakan satu pembanding dari semua deskriptor
individu yang digunakan untuk suatu tanaman tertentu. Panduan untuk karakterisasi
pertanian biasanya mengacu pada International Plant Genetic Resources Institute
(IPGRI) (Kartikaningrum et al., 2004).
Karakterisasi morfologi yang dideskripsikan berdasarkan survei dilapangan
terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif diberi skoring
berdasarkan visualisasi dan data kuantitatif diberi skoring berdasarkan ukuran
tertentu (Radiya, 2013).