Vaksin CARNA-5 dan Pemangkasan pada Berbagai Frekuensi Pemupukan Fosfor Berpengaruh Kepada Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicum esculentum Mill)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Tomat
Tanaman tomat adalah tumbuhan setahun, berbentuk perdu atau semak dan
termasuk ke dalam golongan tanaman berbunga (Angiospermae), Devisio:
Spermatophyta, Klas: Dicotyledoneae, Ordo: Tubiflorae, Famili: Solanaceae,
Genus: Lycopersicum (Tugiono, 2001). Akar tomat merupakan jenis akar
tunggang. Akar tunggang menghasilkan akar sekunder samping yang menjalar
dilapisan permukaan tanah (Agroindonesia, 2005). Batang muda lemah dan
berbulu, bila sudah tua bersegi, keras dan berkayu. Bunga tersusun dalam tandan
yang berjumlah 4-20 buah tergantung pada varietas, yang terletak pada buku
batang (Thompson dan Kelly, 1979). Bunga tomat kecil berwarna kuning cerah,
dengan diameter sekitar 2 cm. Dibagian bawah terdapat 5 buah kelopak bunga
yang berwarna hijau dengan mahkota berwarna kuning cerah dan berjumlah 6
buah dengan ukuran sekitar 1 cm dan mempunyai 6 buah benang sari, umumnya
menyerbuk sendiri (Tim Penulis PS, 2004).
Berdasarkan sifat pertumbuhannya tomat terdiri dari type determinate yang
dicirikan oleh terhentinya pertumbuhan pencabangan setelah terbentuknya bunga
dan buah. Type indeterminate pertumbuhan percabangan berlangsung terus
walaupun bunga dan buah telah terbentuk (Tim BPPP, 2000).
Pertumbuhan dan perkembangan organ vegetatif tanaman ditentukan oleh

aktivitas meristem apikal, dari sini awal terbentuknya pemanjangan permulaan

Universitas Sumatera Utara

batang dan primordia daun disertai banyaknya rangsangan hormon untuk
menentukan perkembangan tanaman berikutnya. Antara ujung dan primordia daun
terbentuk tunas samping, dalam kondisi yang sesuai akan berkembang menjadi
cabang (Goldsworthy dan Fisher, 1984).
Buah secara botanis termasuk buah berry mempunyai 2 atau lebih rongga
yang berisi biji-biji yang dilapisi senyawa gelatin yang melunak jika buah masak
dan biji telah berkembang sempurna (Edmond, et al, 1975; Calvin dan Knutson,
1983).

Syarat Tumbuh Tanaman Tomat
Tanaman tomat dapat tumbuh dan berproduksi baik pada berbagai jenis
tanah, tetapi paling baik pada tanah liat berpasir. Keadaan tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman tomat adalah tanah yang kaya humus, gembur, sirkulasi
udara dan tata air baik, pH tanah berkisar 5 – 6 dan curah hujan optimal
100-200 mm/bulan (Tim BPPP, 2000).
Tanaman


tomat

tidak

peka

terhadap

fotoperiodisme,

dan

untuk

pertumbuhan dan hasil yang baik tanaman tomat memerlukan penyinaran matahari
sepanjang hari, cahaya matahari diketahui berkorelasi dengan kandungan asam
askorbat di dalam buah (Thompson dan Kelly, 1979).
Untuk pertumbuhan tomat yang memuaskan dalam bentuk vegetatif
maupun generatif (bunga dan buah) diperlukan:


Universitas Sumatera Utara

a. Curah hujan yang cukup, tidak deras, dalam masa pertumbuhan bunga dan
buahnya.
b. Suhu udara rata-rata 20 – 300 C pada siang hari dan 10 – 200C pada malam hari
untuk dapat menjamin persarian yang baik.
c. Angin yang tidak kering dan kecepatan yang sedang (Rismunandar, 1995).

Penyakit Cucumber Mozaic Virus (CMV)
Sampai tahun 1994 sudah dikenal sebanyak 713 virus tumbuhan. Hasil
pengujian secara ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) hanya sekitar 10
jenis virus yang menyerang tanaman cabai dan sebanyak 45.73% contoh tanaman
yang sakit terinfeksi oleh patogen virus (Deptan, 1999, Semangun, 2001).
Patogen virus tersebut terletak di antara patogen yang hidup (animate
pathogent) dan patogen yang mati (manimate pathogen). Di luar jaringan tanaman
virus merupakan benda protein yang mati, tetapi ketika virus masuk dalam
jaringan tanaman menjadi aktif dan memperbanyak diri serta dapat menular.
Perpindahan patogen virus ke tanaman lain harus ada agen pembawa
(Duriat, 2003).

Secara kimiawi virus ini merupakan nukleo protein yang terdiri dari asam
nukleat dan protein dan RNA-nya merupakan komponen terpenting dari virus.
(Semangun, 2001). Agrios, (1998) mengatakan setiap virus tumbuhan paling
sedikit satu rantai asam nukleat dan protein, serta mengandung beberapa senyawa
kimia tambahan seperti poliamina, lipid dan enzim spesifik.

Universitas Sumatera Utara

Patogen Cucumber Mozaik Virus dapat terbawa oleh biji dan dapat
terinfeksi di persemaian dan di lapangan pada fase pertumbuhan vegetatif dan
generatif tanaman (Duriat, 2003). CMV ini sering disebut virus mosaik mentimun
dan diklasifikasikan kedalam kelompok cucumo virus. Partikel virus ini bentuknya
isometrik dengan ukuran 28 – 30 mm (Deptan, 1996). Strukturnya memanjang
tampak seperti benang lentur disertai kisaran inangnya yang sangat luas (Agrios,
1988) dapat menginfeksi 775 jenis tanaman mulai dari gulma dan tanaman yang
dibudidayakan (Deptan, 2000) serta aktif pada pH 2 – 10 (Semangun, 2001).
Kebanyakan virus penyebab penyakit tumbuhan CMV mengandung RNA
tanpa membran dan sedikit DNA. Asam nukleat virus CMV terdiri atas RNA
sebanyak 6.400 nukleotida dan protein virus dari 158 asam amino dalam urutan
yang konstan dan bentuk susunannya heliks. Virus ini dapat memperbanyak diri

dan menyebabkan infeksi penyakit tumbuhan melalui RNA-nya (Agrios, 1988,
Semangun, 2001).
Semangun, (2001) mengatakan virus yang berada dalam jaringan daun
tidak dapat membelah dan membentuk alat reproduksi sendiri, tetapi dapat
bertambah banyak dengan mempengaruhi sel inang untuk membentuk zarah-zarah
virus baru sebagai perbanyakan diri di dalam sel-sel hidup dengan cara asam
nukleat virus masuk ke dalam sel inang tumbuhan untuk mengalihkan
metabolisme sel tumbuhan dan sekaligus membuat bahan pembentuk virus, yang
seharusnya membentuk produk sel yang normal. Partikel virus ini kemudian

Universitas Sumatera Utara

terurai dan melepaskan asam nukleat dari sel inang dan bergabung dengan protein
struktural untuk membentuk partikel virus baru.
Serangan virus dapat menyebabkan gangguan proses metabolisme pada sel
pareankim daun dan dapat berpindah dari sel yang satu ke sel lainnya kira-kira 1
mm sebanyak 8 – 10 sel per hari secara terus menerus melalui plasmodesma
sebagai penghubung sel yang berdekatan (sitoplasma antar sel), kemudian
memperbanyak diri dengan cara transkripsi dan replikasi melalui RNA.
Penyebaran virus sangat cepat berpindah menuju ke titik tumbuh (meristem ujung)

melalui pembuluh tapis (Agrios, 1988), sehingga menyebabkan pucuk cekung
mengkerut berwarna mosaik hijau pucat, daun-daun muda mosaik kuning disertai
pertumbuhan tanaman terhambat.
Kerusakan

yang

ditimbulkan

oleh

virus

umumnya

menyebabkan

menurunnya jumlah klorofil daun, luas daun, pembentukan daun baru dan
substansi


hormon

pertumbuhan,

tetapi

meningkatkan

substansi

hormon

penghambat pertumbuhan, berkurangnya nitrogen terlarut dalam jaringan tanaman
pada saat infeksi dan sintesis virus. Akibat kerusakan maka laju fotosintesa akan
menurun dan laju respirasi meningkat, sehingga terjadi penurunan karbohidrat
disertai kronis dalam jaringan tanaman (Agrios, 1988, Semangun, 2001).
Menurut Lukman (1992), serangan virus tidak selalu mematikan tanaman,
bahkan kadang tidak terlihat gejala-gejalanya, namun serangan virus ini dipastikan
akan menurunkan kualitas dan produktivitas tanaman.


Universitas Sumatera Utara

Faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas hama daun yaitu suhu
kelembaban dan intensitas cahaya matahari. Pengaruh intensitas cahaya matahari
lebih berperan, sehingga secara tidak langsung penggunaan mulsa plastik perak
dapat mengurangi intensitas serangan hama kutu daun sebagai vaktor virus
penyebab penyakit CMV (Saleh, 2003).

Pemanfaatan Vaksin CARNA-5
Sampai saat ini belum ditemukan suatu bahan kimia (pestisida) dan secara
fisik untuk dapat mematikan bahkan menginaktifkan virus yang ada di dalam
jaringan sel tanaman, tanpa mengganggu kehidupan tanaman itu sendiri
(Saleh, 2003).
Perkembangan penyakit CMV sangat cepat pada tanaman cabai merah. Salah
satu alternatif pengendaliannya melalui vaksin CARNA-5. RNA-5 ditemukan sebagai
vaksin, karena lebih mudah disintesis dalam jaringan sel tanaman dari pada RNA
virus mosaik ketimun, serta dapat berasosiasi dan merupakan satelit komponen virus
yang tidak berdiri sendiri dan bertindak sebagai parasitnya (Deptan, 1996, Semangun,
2001).
Penggunaan satelit virus CARNA-5 sebagai vaksin, dapat berfungsi sebagai

pengontrol, membatasi dan melemahkan perbanyakan CMV yang berada di dalam
jaringan sel tanaman sampai ke tingkat yang tidak merugikan, bahkan apabila terjadi
serangan virus gejalanya tidak tampak atau dalam keadaan ringan (Deptan, 2000b).
Artinya jika RNA-5 diberikan pada tanaman akan berfungsi sebagai asam nukleat

Universitas Sumatera Utara

tambahan dan tidak akan diperlukan oleh virus untuk memperbanyak diri serta tidak
menimbulkan penyakit. Pada keadaan tertentu perkembangan RNA-5 di dalam tubuh
tanaman akan lebih banyak dari pada perkembangan CMV. Hal ini disebabkan karena
mekanisme kerja vaksin Carna-5 secara sistemik dan menyebar keseluruh jaringan sel
tanaman (Deptan, 2000b, BPTH, 2005).
Balai penelitian Sayuran Lembang, telah merakit bahan aktif vaksin yang
terbuat dari campuran RNA virus yaitu RNA-1, RNA-2 dan RNA-3 dengan RNA5, sehingga disebut sebagai CARNA-5 atau sebagai satelit virus. RNA-5
merupakan satelit RNA virus mosaik ketimun, karena multiplikasinya tergantung
pada virus penolong, yaitu virus mosaik ketimun (Murant dan Mayo, 1982 dalam
Siregar, 2004). Adanya Asosiasi antara satelit dan virus penolongnya ternyata
dapat menekan gejala penyakit, bahkan dapat menekannya secara sempurna.
Dengan demikian satelit dapat digunakan untuk pengendalian virus tanaman
(Siregar, 2004). Penggunaan vaksin CARNA-5 harus lebih dahulu diencerkan

apabila menggunakan inokulum murni dan inokulum daun (Deptan, 2000).
Agrios, (1988) mengatakan setelah pengenceran harus ditambahkan larutan fosfor
sebagai penyangga (buffer) dan pemberian carborundum 600 mesh untuk
membantu melukai sel secara kimia pada daun tanaman.
Penelitian lapangan menunjukkan bahwa tanaman cabai merah yang
divaksin dengan isolat virus mengandung satelit CARNA-5 dapat menghasilkan
buah yang lebih banyak dibandingkan dengan tanpa vaksin. Pada tanaman paprika

Universitas Sumatera Utara

di dataran tinggi Lembang dapat meningkatkan hasil rata-rata 30% dan tanaman
tomat di negara China dapat menaikkan produksi antara 10 – 15% (Deptan, 1999).

Pemangkasan
Selama fase pertumbuhan vegetatif terjadi, maka daun, batang, dan akar
saling berkompetisi untuk mendapatkan assimilat, hara dan air. Jumlah assimilat
yang

ditrasportasikan


dari

ketiga

organ

tersebut

dapat

mempengaruhi

pertumbuhan dan produktivitas dan batang berperan sebagai penyimpan fotosintat.
Sel-sel meristem seperti pucuk, daun-daun muda dan cabang muda serta organ
reproduktif memiliki posisi yang lebih menguntungkan untuk mendapatkan
assimilat (Widodo, 1990).
Pada daun muda hampir seluruhnya fotosintat dipergunakan untuk
menghasilkan energi. Karena pada awal pertumbuhannya daun-daun muda berperan
sebagai wadah dan kebutuhan assimilatnya dipasok dari daun-daun dewasa
melalui floem, kemudian akan berubah menjadi sumber fotosintat. Widodo,
(1990) juga sependapat bahwa daun-daun muda masih memerlukan assimilat dari
organ daun-daun dewasa hingga saatnya daun muda tersebut mampu mencukupi
kebutuhannya sendiri. Tujuan utama pemangkasan adalah bagaimana cara
mengalokasikan assimilat agar lebih efisien ke biji maupun buah yaitu melalui
pengurangan daun bagian non produktif
Pemangkasan

merupakan

bagian

dari

pemeliharaan

dengan

cara

membuang bagian dari organ-organ tanaman yang tidak diinginkan (Poincelot,

Universitas Sumatera Utara

1980) dan juga untuk mengatur bentuk kanopi tanaman, merangsang pertumbuhan
bidang percabangan yang luas, membuang tanaman yang sakit dan rusak serta
meremajakan kanopi tanaman (Purbiati, 1996).
Pamangkasan dapat dilakukan pada tunas air, tunas muda, cabang yang
bersilang, cabang yang tumbuh melintang dan besarnya sama, cabang bersudut
sempit dan cabang di bawah cabang utama, sehingga tanaman lebih seimbang dari
segi ukuran, bentuk dan kokoh serta susunan cabang yang teratur dan lebih mudah
dirawat (Poincelot, 1980).
Mawarni, (1998) mengatakan melalui pemangkasan distribusi cahaya
matahari dapat lebih merata pada kanopi daun di bawahnya sehingga sumber
(source) dapat memenuhi kebutuhan sink (wadah) yakni bunga dan buah.
Jika pemangkasan tunas apikal dilakukan maka akan terjadi pematahan
dominasi pucuk dan akan merubah keseimbangan antara akar dan batang. Hal ini
akan mengganggu produksi auksin dari meristem apikal dan pengaruhnya
mempercepat pembatasan auksin pada tunas-tunas lateral, sehingga tunas-tunas ini
akan ke luar dari dormansi, di mana air dan zat hara yang tersedia akan
merangsang pertumbuhan dan munculnya percabangan baru (Poincelot, 1980).
Pemangkasan tunas apikal dan cabang meristem ortotrop adalah cara utama
untuk menjaga bentuk dan ukuran tanaman. Sehingga teknik pemangkasan yang
digunakan dapat mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan vegetatif
dan generatif (Poincelot, 1980).

Universitas Sumatera Utara

Pemangkasan tomat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemangkasan
tunas dan pemangkasan batang (Deptan, 2005). Pemangkasan dimaksudkan agar
dapat diperoleh buah yang besar dan cepat masak (Indonext, 2005).

Frekuensi Pemupukan Fospor
Konsep pemupukan didasarkan kepada prinsip hara, sehingga usaha untuk
penetapan dosis, cara dan waktu serta jenis pupuk yang diberikan merupakan
usaha dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi (Tarigan, 1999).
Salah satu usaha meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah yaitu
dengan pemupukan. Pemupukan akan efektif dan efisien apabila diberikan pada
saat yang tepat dengan cara yang benar yaitu dosis optimal dan jenis pupuk yang
sesuai dengan kebutuhan unsur hara tanaman (Kaderi, 1998).
Fosfor merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan dengan unsur
lainnya (Haryantini dan Santoso, 2001). Muljadi, (1997) mengatakan sebelum
aplikasi pupuk fosfor diberikan kedalam tanah, sebaiknya terlebih dahulu
diketahui sifat-sifat mineral dan kimia dari pupuk fosfor yang digunakan.
Trisawa dkk, (1996) berpesan, penggunaan pupuk yang berlebihan selain
mahal dan tidak efisien akan mengakibatkan terjadinya polusi hara dalam tanah,
sehingga jika semakin banyak penggunaan pupuk fosfor ke dalam tanah untuk
kebutuhan tanaman, maka unsur tersebut akan semakin banyak tertimbun didalam
tanah (Haryantini dan Santoso, 2001) dan tertimbun dalam bentuk tidak tersedia
bagi tanaman (Gunarto dkk, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Manurung (1987), mengatakan masalah utama fosfor dalam tanah
jumlahnya yang sangat sedikit, kelarutan dan ketersediaannya yang rendah bagi
tanaman, serta fiksasinya yang menyolok besar.
Ketersediaan fosfor tersebut sangat ditentukan oleh kondisi pH tanah,
jumlah ion-ion Al, Fe, Ca dan Mn dalam jenis liat ikut juga berperan menentukan
tingkat ketersediaan P, karena ion-ion fosfor dapat diserap oleh liat yang
bermuatan negatif dan relatif tidak tersedia bagi tanaman (Tisdale dan Nelson,
1975).
Fosfor diserap oleh akar tanaman melalui mekanisme intersepsi akar, aliran
masa dan proses difusi. Tanaman mengambil fosfor dari laurtan tanah dalam
bentuk ion-ion HPO 4 -2 , PO 4 -3 dan H 2 P0 4 -. Bentuk mana yang diambil oleh
tanaman pada saat kondisi tertentu sangat tergantung pada kemasaman tanah
(Manurung, 1987).
Umumnya bentuk H 2 PO 4 - lebih banyak diambil tanaman dan lebih tersedia
dalam larutan tanah. Hal ini didukung Loveless, (1991) fosfor yang diserap oleh
tanaman sebagai ortofosfat adalah H 2 PO 4 -. Sedangkan ion-ion HPO 4 -2 diambil
oleh tanaman bergerak sangat lambat dan tergantung dengan adanya ATP. Kadar
fofor dibutuhkan oleh jaringan tanaman 0,15 – 1,00% berat kering tanaman
(Jones, et al, 1991).
Rendahnya serapan P oleh tanaman juga disebabkan oleh kadar air tanah
yang tidak mencukupi, sehingga proses difusi P kurang memadai. Kemampuan

Universitas Sumatera Utara

tanaman untuk mengantisipasi rendahnya ketersediaan P merupakan salah satu
mekanisme toleransi (Gunarto dkk, 1998).
Kelarutan fosfor dalam berbagai bahan pelarut cukup bervariasi yaitu
fosfor larut dalam air, fosfor larut dalam asim sitrat, fosfor tersedia dan fosfor
total. Oleh karena itu kelarutan fosfor dalam air masih tetap dipakai sebagai salah
satu ukuran apakah pupuk fosfor dianggap baik atau tidak (Manurung, 1987).
Menurut Sumarni dan Rini (2001), untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan larutan hara fosfor dapat dilakukan dengan mengatur waktu aplikasi
sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Sel tumbuhan memerlukan persediaan hara anorganik dan organik untuk
pertumbuhannya, maka harus ada gerakan sinambung hara terlarut dari sumber
ketempat hara terpakai (Loveless, 1991).
Bila terjadi defisiensi atau kahat unsur fosfor, maka akan terjadi penurunan
pertumbuhan secara drastis (Soepardi, 1983 dalam Haryantini dan Santoso, 2001).
Unsur fosfor sifatnya sangat mobil di dalam tanaman, sehingga apabila
terjadi gejala kekurangan akan nampak pada bagian daun tua yang ditandai
dengan daun warna hijau dan berubah menjadi gelap atau keunguan bahkan
klorosis (Gunarto dkk, 1998), disertai pertumbuhan pucuk akan terhambat dan
kerdil, pertumbuhan batang tidak normal dan pertumbuhan akar berkurang
(Kaderi, 1998).
Demikian sebaliknya apabila terjadi peningkatan penyerapan hara P, maka
akan diikuti oleh hara lainnya, karena hara P berfungsi membentuk ATP yang

Universitas Sumatera Utara

sangat berguna untuk membantu proses penyerapan hara mineral lainnya
(Sastrahidayat, 1999 dalam Haryantini dan Santoso, 2001).
Fosfor merupakan komponen dan sintesis ATP dari ADP, karenanya sangat
penting dalam menyimpanan dan peredaran energi di dalam sel-sel hidup dan
merupakan fosfolipid bagian dari membran, nukleotida, kofaktor berbagai
koenzim serta membentuk kompleks dengan gula dan ikut berpartisipasi dalam
fosforilasi berbagai senyawa perantara fotosintesa dan respirasi (Loveless, 1991)
dan juga merupakan komponen RNA dan DNA sebagai informasi genetik (Jones,
et al, 1991).
Sebagian besar P terdapat dalam bagian-bagian muda tanaman, pada bunga
dan biji. Unsur P ini juga berpengaruh pada pembentukan bunga, pembagian sel,
pematangan buah, perkembangan akar halus dan rambut dan meningkatkan
kualitas hasil (Soepardi, 1979 dalam Manurung, 1987).

Universitas Sumatera Utara