Hubungan Konsep Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja Putri Di Smk Namira Tech Medan Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diri
Istilah konsep diri merupakan terjemahan dari bahasa inggris “self concept”.
Istilah self didalam psikologi memiliki dua arti yaitu sikap dan peran seseorang
terhadap dirinya sendiri, dan suatu keseluruhan proses psikologis yang menguasai
tingkah laku dan penyesuaian diri. Arti yang pertaman dapat disebut pengertian self
sebagai objek karena pengertian ini menunjukkan sikap, perasaan dan pengamatan
serta penilaian seseorang. Sedangkan self sebagai proses, dalam hal ini self adalah
suatu kesatuan yang terdiri dari proses aktif seperti berfikir, mengingat dan
mengamati (Agustiani, 2006).
Menurut Hurlock (1999) mengemukakan bahwa konsep diri adalah
merupakan gambaran yang dimiliki oleh seorang individu tentang dirinya sendiri
yang meliputri kondisi fisik, psikologis, sosial, dan emosional, aspirasi dan prestasi.
Konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Citra fisik diri biasanya
terbentuk pertama - tama dan berkaitan dengan penampilan fisik, daya tariknya dan
kesesuaian atau ketidak sesuaian dengan jenis kelamin serta pentingnya berbagai
bagian tubuh untuk perilaku dan harga dirinya dimata orang lain. Sedangkan citra
psikologis diri sendiri didasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi. Citra ini terdiri

12


atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, sifat
- sifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian dan kepercayaan diri serta berbagai
jenis aspirasi dan kemampuan.
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,
yang dibentuk melalui pengalaman - pengalaman yang diperoleh dari interaksi
dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan
berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari
konsep diri individu ditanamkan pada saat - saat dini kehidupan anak dan menjadi
dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya kemudian hari (Agustiani, 2006).
Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,
menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spritual. Termasuk didalamnya
adalah persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu
dengan orang lain maupun lingkungannya, nilai - nilai yang berkaitan dengan
pengalaman dan objek, serta tujuan, harapan dan keinginannya (Sunaryo, 2004).
William H. Fitts (1971, dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa
konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri
seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts
mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang.
Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan

memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu
berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri.

Berdasarkan berbagai pendapat sebelumnya, dinyatakan bahwa konsep diri
memiliki peran yang sangat penting terlebih jika dikaitkan dengan siswa remaja yang
memiliki konsep diri yang rentan terhadap modifikasi atau perubahan. Siswa remaja
khususnya remaja putri memiliki pandangan tentang dirinya sendiri. Oleh karena itu
dapat dipahami bahwa konsep diri seseorang terutama remaja putri cenderung untuk
tidak konsisten karena perubahan kondisi fisik maupun psikologisnya dan dalam hal
ini disebabkan karena sikap orang lain yang dipersepsikannya juga mengalami
perubahan (Kartono, 2007).
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan pandangan,
asumsi serta kesan siswa tentang karakteristik yang dimilikinya baik secara fisik
maupun psikis, penerimaan, penilaian, penghargaan dan keyakinan yang terdapat
dalam diri siswa yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila siswa memiliki
konsep diri yang positif, maka ia akan mengembangkan sifat - sifat seperti percaya
diri, rasa berharga dan kemampuan untuk menilai dirinya secara realistis, sedangkan
siswa yang memiliki konsep diri yang cenderung negatif akan mengembangkan sikap
merasa tidak mampu dan rendah diri sehingga muncul perilaku kurang percaya diri.
Setiap keputusan yang diambil remaja merupakan cerminan dari konsep diri

remaja tersebut. Konsep diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
perilaku remaja, yaitu remaja akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang
dimiliki. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola
kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri seperti perubahan fisik dan

psikologis pada masa remaja. Konsep diri adalah inti dari pola kepribadian atau
gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya (Hurlock, 1973).

2.1.1 Aspek – aspek Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran mental yang memiliki oleh seorang
individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu mengenai dirinya sendiri,
pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai
dirinya sendri.
1.

Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang
dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah - istilah kuantitas seperti usia, jenis
kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain - lain dan suatu yang merujuk pada
istilah - istilah kualitas.


2.

Harapan tentang siapa dirinya
Harapan tentang siapa dirinya, selain individu mempunyai pandangan tentang
siapa dirinya, individu juga memiliki satu pembanding lain yaitu tentang
kemungkinan menjadi apa dimasa mendatang.

3.

Penilaian
Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Penilaian
terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini
dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.

2.1.2 Komponen – komponen Konsep Diri

MenurutSunaryo (2004) mengemukakan lima komponen konsep diri, yaitu :
1. Gambaran diri
Gambaran diri adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar

maupun tidak sadar, meliputri : performance, potensi tubuh, fungsi tubuh, serta
persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh.
2.

Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan
standar pribadi yang terkait dengan cita - cita, harapan, dan keinginan, tipe orang
yang diidam - idamkan, dan nilai yang ingin dicapai.

3.

Harga diri
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang ingin dicapai dengan
cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal
diri. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan diri sendiri. Aspek utama
harga diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi, orang lain dan mendapat
penghargaan dari orang lain.

4.


Peran diri
Peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai dan aspirasi yang diharapkan individu
berdasarkan posisinya di masyarakat.

5.

Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan
dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan
yang utuh.

2.1.3 Faktor - faktor yang Memengaruhi Konsep Diri
Syamsu Yusuf (2000) mengemukakan terdapat delapan faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu; (a) kondisi fisik; (b) kematangan
biologis; (c) dampak media massa; (d) tuntutan sekolah; (e) pengalaman ajaran
agama; (f) masalah ekonomi keluarga; (g) hubungan dalam keluarga; (h) harapan
orang tua.
Menurut Fitts (1997 dalam Agustiani, 2006) konsep diri seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut; (a) pengalaman, terutama
pengalaman inter personal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan

berharga; (b) kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain ; (c)
aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.
Sedangkan Hurlock (1973) mengungkapkan bahwa faktor - faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri di antaranya adalah; fisik, pakaian, nama
dan nama panggilan, intelegensi, tingkat aspirasi, emosi, budaya, sekolah dan
perguruan tinggi, status sosial ekonomi, dan keluarga. Pengaruh keluarga sangat besar
bagi pembentukan konsep diri karena untuk beberapa waktu lamanya anak belum
mengenal lingkungan sosial di luar keluarganya. Pengaruh karakteristik hubungan
orang tua dengan anak sangat penting dalam pembentukan identitas, ketrampilan
persepsi sosial, dan penalaran. Sedangkan pada masa remaja pengaruh lingkungan
sosial justru yang sangat berpengaruh.

Burns (1993) menyebutkan bahwa secara garis besar ada lima faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu: citra fisik, merupakan evaluasi
terhadap diri secara fisik, bahasa, yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan
verbalisasi, umpan balik dari lingkungan, identifikasi dengan model dan peran jenis
yang tepat, dan pola asuh orang tua. Konsep diri individu akan terbentuk baik dan
menjadi positif jika faktor - faktor yang mempengaruhi tersebut berfungsi secara
positif juga.
2.1.4 Pembentukan Konsep Diri

Masa bayi, konsep diri terutama adalah kesadaran tentang eksistensi mandiri
seseorang yang dipelajari di masa lalu sebagai hasil dari kontak sosial dan
pengalaman dengan orang lain. Anak usia sekolah lebih menyadari perbedaan di
antara orang lain, lebih sensitif terhadap tekanan sosial, dan menjadi lebih sibuk
memikirkan masalah kritikan diri dan evaluasi diri. Selama masa remaja awal, anak
lebih berfokus pada perubahan fisik dan emosi yang terjadi dan pada penerimaan
teman sebaya. Konsep diri diperjelas selama masa remaja akhir ketika anak muda
mengatur konsep diri mereka disekitar nilai, tujuan, dan kompetensi yang didapat
selama masa kanak - kanak (Wong.et al, 2009).
Masa anak - anak konsep diri yang dipunyai seseorang biasanya berlainan
dengan konsep diri yang dipunyai ketika ia memasuki usia remaja. Pada dasarnya,
konsep diri itu tersusun atas tahapan - tahapan.Selama masa anak akhir konsep diri
yang terbentuk sudah agak stabil. Tetapi dengan mulainya masa pubertas terjadi
perubahan drastis pada konsep diri. Remaja yang masih muda mempersepsikan

dirinya sebagai orang dewasa dalam banyak cara, namun bagi orang tua ia tetap
masih seorang anak - anak. Walaupun tidak ketergantungan dari orang dewasa masih
belum mungkin terjadi dalam beberapa tahun, remaja mulai terarah pada pengaturan
tingkah laku sendiri (Agustiani, 2006).


2.2

Perilaku Seksual

2.2.1 Perilaku
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme atau makhluk hidup
yang mempunyai aktifitas masing - masing disepanjang kegiatan yang dilakukannya
seperti: berjalan, berfikir, berbicara, berpendapat, bereaksi dan lain sebagainya.
Bloom membedakan perilaku dalam tiga bentuk komponen yaitu: kognitif, afektif,
dan psikomotor. Sedangkan bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu: perilaku dalam bentuk pengetahuan yang artinya mengetahui
situasi atau rangsangan dari luar, perilaku dalam bentuk sikap artinya tanggapan
bathin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar subjek, dan perilaku dalam bentuk
tindakan artinya sudah kongkrit yang berupa perbuatan terhadap situasi atau
rangsangan dari luar. Penelitian Rongers (1974) mengungkapkan bahwa seseorang
mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu:
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus.

2. Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut bagi dirinya, hal

ini berarti responden sudah lebih baik lagi.
3. Evaluation (menimbang - nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus bagi dirinya
hal ini berarti sikap responden sudah mulai baik lagi.
4. Trial (percobaan) dimana orang mulai mencoba berperilaku baru.
5. Adoption (adopsi) dimana subjek sudah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Skiner (1938) adalah seorang ahli perilaku mengungkapkan bahwa perilaku
adalah hasil hubungan antara perangsang atau stimulus dan respon. Skiner
membedakan perilaku menjadi dua respon yaitu:
1.

Respon atau refleksif adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan
yang disebut electing stimuli karena menimbulkan respon - respon yang relatif
tetap.

2.

Operan respon atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan
bekembang diikuti oleh perangsang ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer
karena rangsangan tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan organisme

(Notoadmodjo, 2010).
Menurut Skinner (2001) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara,
menangis, bekerja dan sebagainya.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku
menjadi dua: (a) perilaku tertutup (covert behavio): Respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain. (b) perilaku terbuka (overt behavior): Respon seseorng terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus
tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat orang lain.
Skinner dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon,
respon dibedakan menjadi dua respon: (a) respondent response atau reflexive respon,
ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan - rangsangan tertentu yang relatif
tetap. Responden respon (respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan
emotional behaviour.(b) operant respons atau instrumental respon adalah respon
yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini
disebut reinforsing stimuli atau reinforcer.
Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek - aspek dalam diri individu
yang sangat berperan atau berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi,
motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari
penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah

dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi
diwujudkan dalam bentuk tindakan.
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual
baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis (Sarwono,
2012).
Remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas
tahapan - tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium, berpelukan,
memegang atau meraba bagian sensitif, oral sex, dan bersenggama (sexual
intercourse).
Perilaku seksual pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai
dampak yang merugikan remaja itu sendiri.
1. Teori Determinan Perilaku
a. Teori Lawrence Green (1980) faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku adalah
sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai - nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedianya fasilitas - fasilitas atau sarana - sarana kesehatan misalya
puskesmas, obat - obatan dan lain - lain.
3. Faktor pendorong / pemungkin (reinforcing factor) yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoadmodjo, 2010).

b. Teori WHO (1948)
Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan orang berperilaku adalah
karena adanya beberapa alasan yaitu:
1.

Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

2.

Kepercayaan
Kepercayaan sering kita peroleh dari orang tua, kakek atau nenek, seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.

3.

Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling
dekat.

4.

Orang penting sebagai referensi
Perilaku lebih banyak dipengaruhi oleh orang - orang yang dianggap penting,
apabila seseorang itu penting baginya maka apa yang ia katakan atau perbuat
cenderung untuk dicontoh.

5.

Sumber daya
Sumber daya mencakup uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu
berpengaruh terhadap perilaku seseorang.

6.

Perilaku normal
Kebiasaan, nilai, dan penggunaan sumber di dalam suatu masyarakat akan
menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Santrock (2003) yang mengutip pendapat Bandura (2000) menyatakan bahwa

faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berinteraksi secara timbal - balik. Dengan
demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat mempengaruhi perilaku
seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan. Prinsip
dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar
sosial dan moral terjadi melalui peniruan dan penyajian contoh perilaku (modeling).
2. Bentuk Perilaku
1.

Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui panca
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan yang mencakup dominan kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat mengintropeksikan materi tersebut secara
benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi dapat juga diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum - hukum, rumus - rumus, metode dan
prinsip dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek dalam
komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasai dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan
dan sebagainya.
5. Sintesis (Syntesis)
Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian - bagian di dalam sesuatu bentuk keseluruhan yang baru.
Sintesis berarti suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang sudah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap sesuatu materi atau objek. Penilaian didasarkan kepada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria - kriteria yang sudah ada.
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang terhadap
stimulus tertentu dalam kehidupan sehari - hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktifitas tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
1. Ciri - ciri sikap
a. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam
hubungan objek tertentu.
b. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat - syarat tertentu
terhadap suatu kelompok.
c. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tetapi dapat juga berupa kumpulan dari
hal - hal tersebut.
Dalam bagian lain Allport (1945) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai
tiga komponen yaitu:
1.

Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek.

2.

Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3.

Kecenderungan untuk bertindak (tren to behave) seperti halnya dengan
pengetahuan.

2. Tingkatan Sikap
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau objek mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan objek.
b. Merespon (Responding)
Memberi jawaban bila ditanya, dan menyelesaikan tugas yang diberikan ini
adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat ketiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala yang telah dipilihnya merupakan sikap yang
paling tinggi. Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara langsung. Secara
langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu
objek (Notoadmodjo, 2010).
3. Tindakan
Tindakan adalah suatu sikap yang belum otomatis dalam suatu tindakan, untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata maka diperlukan faktor
pendukung lain. Tindakan merupakan aturan yang mengadakan adanya hubungan erat
antara sikap dan tindakan yang didukung oleh sikap yang mengatakan bahwa sikap

merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak
(Notoatmodjo, 2010).
1. Tingkatan Tindakan
a. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil.
a. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh.
b. Mekanisme (Mechanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan, maka ini sudah mencapai
praktek tingkat tiga.
c. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah tindakan yang sudah berkembang dengan baik yang berarti
bahwa tindakan sudah dimodifikasi dengan baik tanpa mengurangi kebenaran
tindakan lanjut (Notoadmodjo, 2010).
2.2.2

Seksualitas
Banyak defenisi tentang seksualitas, diantaranya adalah defenisi yang

dihasilkan dari konferensi APNET (Asia Pasific Network for Social Health) di Cebu,
Filipina 1996 yang mengatakan, seksualitas adalah ekspresi seksual seseorang yang

secara sosial dianggap dapat menerima serta mengandung aspek - aspek kepribadian
yang luas dan mendalam.
Sedangkan menurut Depkes RI, seksualitas adalah suatu kekuatan dan
dorongan hidup yang ada di antara laki - laki dan perempuan, dimana kedua makhluk
ini merupakan suatu sistem yang memungkinkan terjadinya keturunan yang sambung
menyambung sehingga eksistensi manusia itu tidak punah.
Didalam pengertian tersebut diatas terdapat 2 aspek (segi) dari seksualitas:
1.

Seksualitas dalam arti sempit
Dalam artinya yang sempit seks berarti kelamin. Termasuk dalam pengertian
kelamin adalah:
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Kelenjar dan hormon - hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya
alat - alat kelamin
c. Anggota tubuh dari ciri - ciri badaniah lainnya yang membedakan laki - laki
dan wanita
d. Hubungan kelamin
e. Proses pembuahan, kehamilan dan kelahiran

2.

Seksualitas dalam arti luas
Yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin,
antara lain:
a. Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, dan lain - lain.
b. Perbedaan atribut: pakaian, nama

c. Perbedaan peran dan pekerjaan
d. Hubungan antara laki - laki dan wanita: tata krama, pergaulan, percintaan,
perkawinan.
Sarwono (2012) juga mengatakan bahwa perilaku seksual merupakan segala
bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun
dengan sesama jenis. Bentuk perilaku seksual, mulai dari bergandengan tangan
(memegang lengan pasangan), berpelukan (seperti merengkuh bahu, merengkuh
pinggang), bercumbu (seperti cium pipi, cium kening, cium bibir), meraba bagian
tubuh yang sensitif, menggesek - gesekkan alat kelamin sampai dengan memasukkan
alat kelamin. Demikian halnya dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akan
muncul ketika remaja mampu mengkondisikan situasi untuk merealisasikan dorongan
emosional dan pemikirannya tentang perilaku seksualnya atau sikap terhadap perilaku
seksualnya.
1. Dampak Perilaku Seksual
Perilaku seksual dapat menimbulkan berbagai dampak pada remaja,
diantaranya sebagai berikut: (a) dampak psikologis, dampak psikologis dari perilaku
seksual pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri,
bersalah dan berdosa. (b) dampak fisiologis, dampak fisiologis dari perilaku seksual
tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi. (c)
dampak sosial, dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan
sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang
hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang

mencela dan menolak keadaan tersebut. (d) dampak fisik, dampak fisik lainnya
sendiri adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan
frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15 24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa
sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS (Sarwono, 2012).
2. Perilaku Seksual Remaja dan Permasalahannya
Perilaku seksual adalah segala bentuk tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Bentuk bentuk tingkah laku ini bisa bermacam - macam, mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa
orang lain, orang dalam khayalan ataupun diri sendiri (Sarwono, 2012).
Belajar adalah suatu proses terjadinya perubahan perilaku. Salah satunya
ialah karena mencontoh perilaku yang terjadi disekitarnya, sehingga bukan semata mata merupakan akibat dari kondisi dalam lingkungan. Dalam perilaku mencontoh,
remaja sering mengidentifikasi dirinya pada suatu model. Seks merupakan faktor
penting bagi remaja. Oleh karena itu, perilaku seksual remaja perlu diperhatikan,
khususnya penyaluran dorongan seks yang sehat dan positif. Jika tidak, seks akan
membawa malapetaka yang bisa menghancurkan masa depan hidupnya.
Karena meningkatnya minat pada seks, remaja selalu berusaha mencari lebih
banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk
beluk tentang seks dapat dipelajari dari orang tuanya. Oleh karena itu, remaja mencari

berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya disekolah, teman
- teman, buku - buku tentang seks.
Sikap sosial yang baru terhadap seks, mudahnya memperoleh alat - alat
kontrasepsi dan legalisasi pengguguran kandungan. Telah membawa banyak
perubahan dalam perilaku seksual selama masa remaja, dan dalam sikap terhadap
seks dan perilaku seks. Meskipun perubahan yang terjadi tidak bersifat universal
tetapi sudah sangat meluas, sehingga dapat dianggap khas remaja masa kini, di
berbagai kota besar dan pinggiran kota bahkan di kota - kota kecil dan pedesaan
(Hurlock, 1999).
Beberapa masalah seksualitas yang menunjukkan adanya perbenturan antara
ketakutan akan dosa dan dorongan seksual remaja antara lain adalah:
1.

Masturbasi
Pertanyaan remaja mengenai masturbasi ini sering mencerminkan adanya rasa
bersalah dan takut dosa.

2. Hubungan seks dengan lawan jenis
Disini pun terjadi konflik antara norma - norma sosial yang melarang hubungan
seks sebelum menikah dengan dorongan biologis remaja dalam masalah seksual.
3. Ejakulasi
Anggapan bahwa reproduksi pertama hanya untuk kepentingan reproduksi,
menbuat remaja merasa cemas ketika ia mengalami “mimpi basah” atau
mengalami ejakulasi (Kartono, 2007).
3. Faktor – faktor yang dapat Berpengaruh terhadap Seksualitas Remaja

Dalam sebuah artikel yang berjudul Adolecent Sexuality and Fertility in Kenya,
(Ajayi, Ayo, Cs), dikemukakan bahwa sikap dan perilaku remaja dalam hal reproduksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor sosial, faktor demografi serta faktor
lingkungan.
Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan terhadap perilaku
seksual remaja sebelumnya bahwa masalah seksualitas pada remaja timbul karena
faktor - faktor berikut (Sarwono, 2012) :
1.

Perubahan - perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja.
Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah
laku seksual tertentu.

2.

Akan tetapi penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya
penundaan usia perkawinan, baik secara hukum maupun norma sosial yang
semakin lama semakin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk
perkawinan.

3.

Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya
teknologi canggih menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam
periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau
didengarnya dari media massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum
pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tua.

4.

Orang tua, baik karena ketidak tahuannya maupun karena sikapnya yang masih
mentabukan pembicaraan seks dengan anaknya, malah cenderung membuat jarak
dengan anak dalam masalah yang satu ini.

5.

Dipihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang
makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat
berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin
sejajar dengan pria.

2.3

Remaja Putri
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak - kanak dan masa

dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11
atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda.
Memasuki masa remaja yang diawali dengan terjadinya kematangan seksual, maka
remaja akan dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat
menerima perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan perubahan bentuk tubuh
sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Datangnya menarche dapat
menimbulkan reaksi positif maupun negatif bagi remaja perempuan (Soetjiningsih.
2006).
Pada masa remaja tersebut, terjadilah perubahan organ - organ fisik secara cepat
dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan. Terjadinya
perubahan besar ini umumnya membingungkan remaja yang mengalaminya. Perlu
akan adanya pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan disekitarnya, agar

dalam sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat
sedemikian rupa sehingga kelak remaja tersebut menjadi manusia dewasa yang sehat
secara jasmani, rohani dan sosial (Widyastuti, 2009).
2.3.1 Tahapan Tumbuh Kembang Remaja
Wong,et al (2009) mengemukakan masa remaja terdiri atas tiga subfase yang
jelas, yaitu: (a) masa remaja awal usia 11 - 14 tahun; (b) masa remaja pertengahan
usia 15 - 17 tahun; (c) masa remaja akhir usia 18 - 20 tahun. perkembangan remaja
terlihat pada: (a) perkembangan biologis, perubahan fisik pada pubertas merupakan
hasil aktivitas hormonal di bawah pengaruh sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang
sangat jelas tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik dan pada penampakan serta
perkembangan karakteristik seks sekunder ; (b) perkembangan psikologis, teori
psikososial tradisional menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja
menghasilkan terbentuknya identitas; (c) perkembangan kognitif, berfikir kognitif
mencapai puncaknya pada kemampuan berfikir abstrak. Remaja tidak lagi dibatasi
dengan kenyataan dan aktual yang merupakan ciri periode berfikir konkret, remaja
juga memerhatikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi; (d) perkembangan
moral, anak yang lebih muda hanya dapat menerima keputusan atau sudut pandang
orang dewasa, sedangkan remaja, untuk memperoleh autonomi dari orang dewasa,
mereka harus mengganti seperangkat moral dan nilai mereka sendiri; (e)
perkembangan

spiritual,

remaja

mampu

memahami

konsep

abstrak

dan

menginterpretasi analogi serta simbol - simbol. Mereka mampu berempati, berfilosofi
dan berfikir secara logis; (f) perkembangan sosial, untuk memperoleh kematangan

penuh, remaja harus membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan
menetapkan sebuah identitas yang mandiri dari wewenang orang tua. Masa remaja
adalah masa dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat terhadap teman sebaya dan
teman dekat.
Menurut Widyastuti (2009) berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya,
remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu: (a) masa remaja awal (10 - 12 tahun), yaitu:
1) tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya; 2) tampak dan
merasa ingin bebas; 3) tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal. (b) masa remaja tengah (13 - 15 tahun),
yaitu: 1) tampak dan merasa ingin mencari identitas diri; 2) ada keinginan untuk
berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis; 3) timbul perasaan cinta yang
mendalam; 4) kemampuan berpikir abstrak; 5) berkhayal mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan seksual. (c) masa remaja akhir (16 - 19 tahun), yaitu: 1)
menampakkan pengungkapan kebebasan diri; 2) dalam mencari teman sebaya lebih
selektif; 3) memiliki citra atau gambaran, keadaan, peranan terhadap dirinya; 4) dapat
mewujudkan perasaan cinta; 5) memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
Menurut Sarwono (2012) ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu :
(a) remaja awal: seorang remaja pada tahap ini masih heran akan perubahan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan - dorongan yang
menyertai perubahan - perubahan. Mereka mengembangkan pikiran - pikiran baru,
cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang
bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih -

lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para
remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. (b) remaja madya: sada
tahap ini remaja sangat membutuhakan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman
yang menyukainya. Ada kecenderungan

narcistis, yaitu mencintai diri sendiri,

dengan menyukai teman - teman yang punya sifat yang sama dengan dirinya. (c)
remaja akhir: tahap ini adalah masa konsolidalitas menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu: 1) minat yang makin mantap terhadap fungsi
- fungsi intelek; 2) egonya mencari kesepatan untuk bersatu dengan orang - orang lain
dan dalam pengalaman - pengalaman baru; 3) terbentuk identitas seksual yang tidak
akan berubah lagi; 4) egosentris (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain; 4)
tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat.
Agustiani (2006) mengemukakan masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu: (a)
masa remaja awal (12 - 15 tahun), pada masa ini individu mulai meninggalkan peran
sebagai anak - anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik
dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap
bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya;
(b) masa remaja pertengahan (15 - 18 tahun), masa ini ditandai dengan
berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran
yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri. Pada
masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku. Belajar
mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan - keputusan awal yang

berkaitan dengan tujuan vaksional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari
lawan jenis menjadi penting bagi individu; (c) masa remaja akhir (19 - 22 tahun),
masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran - peran orang dewasa.
Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vaksional dan
mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi
matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi
ciri dari tahap ini.
2.3.2 Perubahan Fisik pada Masa Remaja
Awal pubertas, ekstremitas tumbuh lebih cepat dari pada batang tubuh.
Pertumbuhan ekstremitas kemudian berhenti, tetapi batang tubuh terus tumbuh
dengan baik sampai remaja. Pertumbuhan batang tubuh yang paling besar biasanya
pada tulang pelvis. Lebarnya bertambah lebih cepat dari pada ukuran anterior posterior.

Rongga

pelvis

memanjang

dan pintu

panggul

melebar,

untuk

mempersiapkan fungsi kehamilan.
Terjadi pertumbuhan yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan, sehingga mampu
melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya:
1. Tanda - tanda seks primer, yaitu yang berhubungan langsung dengan organ seks
(terjadinya haid pada remaja putri dan terjadinya mimpi basah pada remaja laki laki).
2. Tanda - tanda seks sekunder, yaitu: (1) pada remaja laki - laki terjadi perubahan
suara, timbulnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi

dan ejakulasi, dada lebih besar, badan berotot, tumbuhnya kumis, jambang dan
rambut di sekitar kemaluan dan ketiak; (2) pada remaja putri: panggul melebar,
petumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut di ketiak
dan sekitar kemaluan (pubis).
Perubahan fisik pada pubertas merupakan hasil aktivitas hormonal di bawah
pengaruh sistem saraf pusat, walaupun semua aspek fungsi fisiologis berinteraksi
secara bersama - sama. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan
peningkatan fisik dan pada penampakan serta perkembangan karakteristik seks
sekunder. Perubahan yang tidak tampak jelas adalah perubahan fisiologis dan
kematangan neurogonad yang disertai dengan kemampuan untuk bereproduksi.
Perbedaan fisik antara kedua jenis kelamin di tentukan berdasarkan karakteristik
pembeda; karakteristik seks primer merupakan organ eksternal dan internal yang
melaksanakan fungsi reproduktif (misalnya: ovarium, uterus, payudara, penis);
karakteristik seks sekunder merupakan perubahan yang terjadi di seluruh tubuh
sebagai hasil dari perubahan hormonal (misalnya, perubahan suara, munculnya
rambut pubertas dan bulu pada wajah, penumpukan lemak) tetapi tidak berperan
langsung dalam reproduksi (Wong,et al, 2009).
Menurut Al-Mighwar (2006) perubahan - perubahan fisik yang penting dan
terjadi selama masa remaja adalah sebagai berikut:
a.

Perubahan ukuran tubuh
Pertumbuhan tinggi dan berat badan merupakan perubahan fisik mendasar yang

pertama pada masa pubertas. Hurlock berpendapat bahwa pertambahan tinggi badan

anak - anak perempuan mencapai rata - rata 3 inci per tahun, dalam tahun sebelum
haid, bahkan bisa saja mencapai 5 hingga 6 inci. Peningkatan berat tubuh bukan
hanya disebabkan lemak, tetapi juga semakin bertambah beratnya tulang dan jaringan
otot. Pada anak perempuan, peningkatan berat tubuh yang paling besar terjadi sesaat
sebelum dan sesudah haid. Pada awal terjadinya pertumbuhan pesat, lemak cenderung
menumpuk, terutama di sekitar perut, putting susu, pinggul, paha, pipi, leher dan
rahang. Biasanya lemak itu akan hilang dengan sendirinya pada saat akhir masa puber
dan pesatnya pertumbuhan tinggi badan.
b.

Perubahan bentuk tubuh
Perubahan bentuk tubuh merupakan perubahan fisik mendasar kedua. Akibat

terjadinya kematangan yang lebih cepat dari daerah - daerah tubuh yang lain,
sekarang daerah - daerah tubuh tertentu yang tadinya kecil menjadi besar. Gejala ini
tampak jelas pada hidung, kaki dan tangan. Namun demikian semua bagian itu akan
mencapai ukuran dewasa walaupun perubahannya terjadi sebelum akhir masa puber
pada akhir masa remaja.
c.

Ciri kelamin primer
Pertumbuhan dan perkembangan ciri - ciri seks primer, yaitu organ - organ seks

merupakan perubahan fisik mendasar yang ketiga. Organ - organ reproduksi wanita
tumbuh selama masa puber dengan tingkat kecepatan yang bervariasi. Haid dianggap
sebagai petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan menjadi
matang. Gejala ini merupakan awal dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan

jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, dan akan berhenti saat wanita
mencapai menopause.
d.

Ciri kelamin sekunder
Ciri - ciri seksual pada remaja putri seperti pinggul menjadi tambah lebar dan

bulat, kulit lebih halus dan pori - pori bertambah besar. Selanjutnya ciri sekunder
lainnya ditandai oleh kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif, dan sumbatan
kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat.
Ciri - ciri seks sekunder pada wanita antara lain (Al-Mighwar, 2006):
a. Pinggul yang membesar dan membulat sebagai akibat membesarnya tulang
pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit.
b. Buah dada dan putring susu semakin tampak menonjol, dan dengan
berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi semakin lebih besar dan lebih
bulat lagi.
c. Tumbuhnya rambut di kemaluan, ketiak, lengan dan kaki, dan kulit wajah. Semua
rambut, kecuali rambut wajah mula - mula lurus dan terang warnanya, kemudian
menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan agak keriting.
d. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat dan lubang pori - pori
bertambah besar.
e. Suara dari suara kanak - kanak menjadi merdu (melodious), suara serak dan suara
yang pecah jarang sekali terjadi.
f. Kelenjar keringat lebih aktif, dan kulit lebih menjadi kasar dibanding kulit anak anak. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di

ketiak mengeluarkan banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama
masa haid.
g. Otot semakin kuat dan semakin besar, terutama pada pertengahan dan menjelang
akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan dan tungkai
kaki.

2.4

Landasan Teori
Landasan teori adalah menggunakan teori Bandura yang terkenal dengan teori

belajar sosial (Social learning Theory), menyatakan bahwa faktor perilaku dan faktor
lingkungan dapat berinteraksi secara timbal balik. Dengan demikian dalam
pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi perilaku seseorang, namun
seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan.Teori ini menekankan pada
hubungan segi tiga antara orang, perilaku dan lingkungan dalam suatu proses. Pada
teori ini terjadi tiga proses utama yaitu pengalaman langsung, tidak langsung atau
pengalaman dari mengamati orang lain. Pembentukan perilaku dapat dilakukan
dengan adanya proses interaksi antara person/ orang dengan lingkungannya dan
adanya proses peniruan (imitation)/perilaku model (modeling) yang mampu
memberikan pengalaman yang menyenagkan.
Perilaku terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni
stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan
respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal).
Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan

fisik, dan non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu
merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi,
sugesti, dan sebagainya. Faktor internal merupakan karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Dalam hal ini konsep diri sangat mempengaruhi perilaku. Perilaku
dipengaruhi oleh lingkungan dari luar atau rangsangan dari luar dimana antara konsep
diri dan perilaku akan terjadi interaksi komunikasi baik secara langsung maupun tidak
langsung yang dipengaruhi oleh lingkungan. Komunikasi antara remaja dengan
lingkungan akan menimbulkan dampak tertentu khususnya terhadap perilaku seksual
remaja. Hal ini akan memberi akibat pada terjadinya respon terhadap ide yang
terkandung dalam konsep diri sehingga terjadi perubahan perilaku. Dengan adanya
perilaku meniru yang diperlihatkan melalui media remaja termotivasi untuk
melakukan aktifitas seksualnya. Perilaku seksual yang dapat terjadi merupakan hasil
dari segala macam pengalaman atau perolehan informasi serta interaksi dengan
lingkungannya.Apabila remaja memiliki konsep diri yang positif, maka ia akan
mengembangkan sifat - sifat seperti percaya diri, rasa berharga dan kemampuan
untuk menilai dirinya secara realistis, sedangkan remaja yang memiliki konsep diri
yang cenderung negatif akan mengembangkan sikap merasa tidak mampu dan rendah
diri sehingga muncul perilaku kurang percaya diri.

Konsep pembentukan perilaku dari teori Bandura :
B=E-P
Keterangan

:

B = Behaviour (Perilaku)
E = Enviroutment (Lingkungan)
P = Person (Orang / Model)
Berdasarkan teori tersebut, maka landasan teori dapat digambarkan dalam
gambar dibawah ini :
Perilaku

Orang

Lingkungan

Gambar 2.1. Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku Seksual Remaja Putri
Menurut Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)
Konsep diri dengan perilaku seksual yang kemungkinan dapat disebabkan
faktor orang dan lingkungan. Menurut Sunaryo (2004) terdapat lima komponen
konsep diri yaitu gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identittas diri.
Sedangkan komponen perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.

2.5

Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu kepada landasan teori yang

telah diuraikan diatas, dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini :
Variabel Independen
Konsep diri remaja putri:

Gambar
an diri

Ideal
diri

Harga
di i

Variabel Dependen

Perilaku seksual remaja putri

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan gambar diatas, didapat

variabel bebas (Independen) dalam

penelitian ini adalah konsep diri remaja putri, sedangkan variabel terikat (Dependen)
dalam penelitian ini adalah perilaku seksual remaja putri.