Hubungan Konsep Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja Putri Di Smk Namira Tech Medan Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spritual. Termasuk didalamnya
adalah persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu
dengan orang lain maupun lingkungannya, nilai - nilai yang berkaitan dengan
pengalaman dan objek, serta tujuan, harapan dan keinginannya (Sunaryo, 2004).
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,
yang dibentuk melalui pengalaman - pengalaman yang diperoleh dari interaksi
dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan
berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari
konsep diri individu ditanamkan pada saat - saat dini kehidupan anak dan menjadi
dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya kemudian hari (Agustiani, 2006).
Menurut Hurlock (1999) konsep diri adalah merupakan gambaran yang
dimiliki oleh seorang individu tentang dirinya sendiri yang meliputri kondisi fisik,
psikologis, sosial, dan emosional, aspirasi dan prestasi. Konsep diri mencakup citra

fisik dan psikologis diri. Citra fisik diri biasanya terbentuk pertama - tama dan
berkaitan dengan penampilan fisik, daya tariknya dan kesesuaian atau ketidak
sesuaian dengan jenis kelamin serta pentingnya berbagai bagian tubuh untuk perilaku
dan harga dirinya dimata orang lain. Sedangkan citra psikologis diri sendiri

1

didasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi. Citra ini terdiri atas kualitas dan
kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, sifat - sifat seperti
keberanian, kejujuran, kemandirian dan kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi
dan kemampuan.
Syamsu Yusuf (2000) mengemukakan terdapat delapan faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu; (a) kondisi fisik; (b) kematangan
biologis; (c) dampak media massa; (d) tuntutan sekolah; (e) pengalaman ajaran
agama; (f) masalah ekonomi keluarga; (g) hubungan dalam keluarga; (h) harapan
orang tua.
Menurut Fitts (1997 dalam Agustiani, 2006) konsep diri seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut; (a) pengalaman, terutama
pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan
berharga; (b) kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain; (c)

aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.
Sedangkan masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang
kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut
bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa
kanak - kanak dan masa dewasa atau yang lebih kita kenal dengan pubertas. Kita
semua mengetahui bahwa antara anak - anak dengan orang dewasa ada beberapa
perbedaan yang selain bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat psikologis
(Agustiani, 2006).

Pada masa remaja individu mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun
psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh
berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula
dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara
kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini
pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka
menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa(Al-mighwar, 2006).
Perubahan peran, fisik dan psikologis mempengaruhi konsep diri seseorang
dan konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan
mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah memahami tingkah laku
orang tersebut (Agustiani, 2006).

Faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja paling
tinggi hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman
sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2006).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah
perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui
media massa, tabu - larangan, norma - norma dimasyarakat, serta pergaulan yang
makin bebas antara laki - laki dan perempuan (Sarwono, 2012).
Sekarang ini jumlah remaja seindonesia sebanyak 43 juta atau 10,6% dari
jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 30,9% pria dan 34,7% remaja
putri yang berusia 15 - 19 tahun pernah melakukan hubungan suami istri (Chulasoh,
13 Februari 2013).

Jumlah remaja di seluruh Indonesia tercatat lebih dari 70 juta jiwa atau 13 kali
lipat dari jumlah penduduk Singapura. Jumlah remaja di Indonesia yang bertambah
banyak itu seringkali diikuti berbagai macam situasi memperihatinkan. Penelitian
yang dilakukan Universitas Indonesia (UI) dan Australia National University pada
tahun 2010 menyebutkan sebanyak 20,9% remaja putri di Indonesia telah hamil di
luar nikah karena berhubungan seks dan 38,7% telah melakukan pernikahan usia dini
(Alimeose, 13 Februari 2015).
Remaja dan permasalahannya menjadi isu penting saat ini. Jumlah yang besar

yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia (Sensus Penduduk,
2010), mengakibatkan remaja memerlukan perhatian besar dalam pembinaannya.
Disamping itu remaja sangat rentan terhadap tiga hal yang mengancam kesehatan
reproduksi remaja (Seksualitas, NAPZA, HIV dan AIDS). Perilaku seksual yang
tidak sehat dikalangan remaja, khususnya remaja yang belum menikah cenderung
meningkat. Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009 menunjukkan bahwa 35,9%
remaja di empat kota besar (Medan, Jakarta Pusat, Bandung, dan Surabaya)
mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9%
responden telah melakukan hubungan seks pranikah (BKKBN, 2012).
Data WHO menyebutkan bahwa 15-50% kematian ibu disebabkan karena
pengguguran kandungan yang tidak aman. Bahkan Departemen Kesehatan RI
mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700.000 kasus aborsi pada remaja atau 30%
dari total 2 juta kasus dimana sebagian besar dilakukan oleh dukun. Dari penelitian
yang dilakukan PKBI tahun 2005 di 9 kota mengenai aborsi dengan 37.685

responden, 27% dilakukan oleh klien yang belum menikah dan biasanya sudah
mengupayakan aborsi terlebih dahulu secara sendiri dengan meminum jamu khusus.
Sementara 21,8% dilakukan oleh klien dengan kehamilan lanjut dan tidak dapat
dilayani permintaan aborsinya.
Menurut data SDKI 2012, rata - rata angka kematian ibu melahirkan (AKI)

mencapai 359/100 ribu kelahiran hidup meningkat sekitar 57% dibanding hasil SDKI
2007 yang mencapai 228/100 ribu kelahiran hidup rata - rata kematian ini jauh
melonjak. Sementara itu, laporan 2013 dari Australian Consortium For In Country
Indonesian Studies menunjukan hasil penelitian di 10 kota besar dan 6 kabupaten di
Indonesia terjadi 43% aborsi/100 kelahiran hidup. Aborsi tersebut dilakukan oleh
perempuan di perkotaan sebesar 78% dan perempuan di pedesaan sebesar 40%.
Di Indonesia setiap tahun diperkirakan 1,5 juta kehamilan yang tidak
dikehendaki dan sebahagian besar adalah remaja sebesar 80% dari mereka sudah
mencoba untuk menggugurkan kandungannya dengan berbagai cara.
Berdasarkan laporan dari profil kab/kota AKI maternal yang dilaporkan di
Sumatera Utara tahun 2012 hanya 106/100.000 kelahiran hidup. Profil Kesehatan
Sumatera Utara Tahun 2012, namun ini belum bisa menggambarkan AKI yang
sebenarnya di populasi. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, AKI di sumatera
utara sebesar 328/100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi bila
dibandingkan dengan angka nasional.

Terkait dengan kasus aborsi sebagai imbas dari hubungan seksual pada
remaja. Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI, 1996) mengemukakan fakta
dari 37.685 pelaku aborsi, 27% belum menikah dan sudah mengupayakan upaya
aborsi terlebih dahulu sendiri, seperti minum jamu, tetapi gagal. Sementara data dari

lembaga Kisaran, Bali, tercatat kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja
cenderung meningkat antara 150.000 - 200.000 kasus setiap tahun. Perilaku seks,
khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh memperihatinkan.
Menurut data BKKBN (2012), dari 552 remaja yang ada di Sumatera Utara,
diketahui sebanyak 86,3% remaja yang berpegangan tangan ketika pacaran, 32,2%
remaja yang melakukan ciuman bibir, dan sebanyak 8,2% remaja yang melakukan
rabaan/rangsangan. Sebanyak 4,9% laki - laki dan 1,5% perempuan telah melakukan
hubungan seksual pada saat berpacaran. Sedangkan data BKKBN (2008) sebanyak
63% remaja di beberapa kota besar di Indonesia telah melakukan seks pranikah.
Hubungan seks yang mereka lakukan ini juga dilandasi pemikiran bahwa
berhubungan seks satu kali tidak menyebabkan kehamilan. Sementara data Annisa
Foundation (2006) menunjukkan bahwa 42,3% remaja SMP dan SMA di Cianjur,
Jawa Barat, melakukan hubungan seks yang pertama di bangku sekolah dan
melakukannya berdasarkan rasa suka dan tanpa paksaan.
Data Depkes RI (2010), menunjukkan jumlah remaja umur 10 - 19 tahun di
Indonesia sekitar 43 juta (19,61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu juta remaja
pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka
pernah melakukan hubungan seksual.

Hasil survei dari 33 provinsi di Indonesia pada 2008 menunjukkan bahwa

63% remaja SMP dan SMA pernah berhubungan seks. Angka ini naik dibandingkan
dengan tahun - tahun sebelumnya yaitu penelitian tahun 2005 - 2006 di kota - kota
besar mulai Jabotabek, Medan, Bandung, Surabaya, dan Makasar, ditemukan sekitar
47% - 54% remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah, sehingga
remaja rentan terhadap risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV/AIDS.
Departemen kesehatan tahun 2008 menyebutkan, dari 15.210 penderita HIV/AIDS
54% adalah remaja.
Demikian juga hasil survei Komnas anak bekerja sama dengan lembaga
perlindungan anak (LPA) di 12 provinsi pada tahun 2007 terungkap sebanyak 93,7%
anak SMP dan SMU yang disurvei mengaku pernah melakukan ciuman, petting, dan
oral seks. Sebanyak 62,7% anak SMP yang diteliti mengaku sudah tidak perawan.
Serta 21,2% remaja SMA yang disurvei mengaku pernah melakukan aborsi dan 97%
pelajar SMP dan SMA yang disurvei mengaku suka menonton film porno.
Sedangkan hasil survei yang dilakukan oleh Annisa Fondation cukup
mengejutkan karena 42,3% pelajar perempuan telah melakukan hubungan seks
pranikah. Siaran pers lembaga independen yang bergerak dibidang kemanusian dan
kesejahteraan gender ini, menerangkan sebanyak 42,3% pelajar di Cianjur sudah
hilang keperawanannya saat duduk di bangku sekolah. Parahnya, mereka yang
terlibat kegiatan seks bebas itu bukan berarti karena tidak mengerti atau tidak paham
nilai agama atau budi pekerti. Sebab hampir 90% dari mereka mengaku praktik


hubungan seksual di luar nikah merupakan perbuatan dosa yang seharusnya dihindari
(Hidayat, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Edi Subroto pada tahun 1996, disalah satu
sekolah menengah atas di wilayah kecamatan medan kota, juga didapatkan bahwa
cukup banyak dari siswa sekolah yang telah berpacaran sebanyak 68,7%, terdapat
4,5% siswa pernah melakukan hubungan seks pranikah, sedang yang pernah
melakukan dengan lebih dari satu orang sebanyak 1,04%, dan yang telah
menggunakan alat kontrasepsi dalam melakukan hubungan seks sebanyak 3%.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh tim survey proyek di Medan
tahun 2000, terhadap 100 orang mahasiswa dari lima perguruan tinggi negeri dan
swasta ditemukan sebanyak 23% pernah melakukan hubungan seks pranikah, 37%
tidak mengetahui ciri kematangan seksual pada laki - laki, 20% tidak mengetahui ciri
kematangan seksual pada perempuan.
Data diperoleh dengan cara mengumpulkan 14.726 sampel anak SMP dan
SMA di 12 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Makasar, Medan,
Lampung, Palembang, Kepulauan Riau dan kota - kota di Sumatera Barat dalam
Forum Diskusi Anak Remaja pada 2011. Hasilnya mengagetkan, mereka mengaku
hampir 93,7% pernah melakukan hubungan seks, 83% mengaku pernah menonton
video porno, dan 21,2% mengaku pernah melakukan aborsi (Arist, 25 Juli 2012).

Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMK Namira Tech Medan
kepada beberapa siswa ketika pulang sekolah berboncengan sambil melingkarkan
tangan pada pasangan saat mengendarai sepada motor. Hasil wawancara dengan

beberapa orang siswa SMK Namira Tech Medan diperoleh, remaja cenderung
menganggap biasa saja tentang perilaku seksual ringan (menaksir, pergi kencan,
berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening dan pipi) pada remaja sekarang.
Para siswa tersebut mengatakan bahwa perilaku seksual ringan boleh saja dilakukan
asalkan kedua belah pihak merasa senang untuk melakukannya, tidak ada paksaan
untuk melakukan dan perilaku seksual ringan bukan lagi hal yang tabu untuk
dilakukan oleh remaja. Mereka beranggapan bahwa cinta dan seks merupakan dua hal
yang berhubungan erat, bila cinta terhadap seseorang harus dibumbui dengan perilaku
seks, dan seks yang dilakukan dengan pacar harus berlandaskan cinta.
Beberapa siswa yang diwawancarai juga mengatakan ada yang telah
melakukan

perilaku seksual berat seperti berciuman bibir. Berdasarkan hasil

wawancara dengan salah seorang guru SMK Namira Tech Medan diperoleh beberapa
permasalahan siswa diantaranya bolos sekolah, merokok, berpacaran dekat sekolah

saat jam pelajaran.
Hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa siswa mengemukakan
bahwa mereka merasa sungkan untuk mengungkapkan penolakan ajakan pacar ketika
sedang sibuk mengerjakan tugas dari sekolah, sehingga lebih memilih untuk menuruti
keinginan pacar dan tugas sekolah terabaikan.Sebenarnya ada remaja yang tidak suka
dan tidak mau melakukan hubungan seksual tetapi pada akhirnya melakukan
hubungan seksual. Hal ini disebabkan karena remaja tidak tegas menolak keinginan
dan paksaan dari pasangannya atau juga karena remaja merasa takut ditinggalkan oleh
pasangannya. Rasa takut yang dialami oleh remaja menunjukkan bahwa remaja

tersebut tidak dapat bersikap mandiri dan tegas. Remaja dalam menentukan sikap
haruslah bersikap mandiri, tegas dan bebas karena artinya remaja dapat mengambil
keputusan sesuai keinginan tanpa harus membatasi diri, dapat menentukan apa yang
terbaik untuk dirinya sendiri.
Berdasarkan beberapa uraian dan penjelasan sebelumnya tentang perilaku
seksual dan pentingnya konsep diri pada perilaku seksual remaja yang dapat
mempengaruhi konsep diri dengan perilaku seksual remaja tersebut. Maka peneliti
tertarik ingin melakukan penelitian mengenai hubungan konsep diri dengan perilaku
seksual remaja putri di SMK Namira Tech Medan Tahun 2015.


1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah masih rendahnya konsep diri remaja dan tingginya perilaku seksual remaja
putri di SMK Namira Tech Medan Tahun 2015.

1.3

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adakah hubungan antara konsep diri dengan perilaku seksual

remaja putri Di SMK Namira Tech Medan Tahun 2015.

1.4

Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan dari

hubungan konsep diri dengan perilaku seksual remaja putri Di SMK Namira Tech
Medan Tahun 2015.

1.5

Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan, Sebagai bahan masukan untuk penambahan ilmu
pengetahuan serta acuan dalam pengembangan ilmu kesehatan yang berkaitan
dengan konsep diri terhadap perilaku seksual remaja dan bahan informasi bagi
sekolah terkait dalam upaya peningkatan mutu pendidikan
2. Bagi Remaja, Sebagai bekal pengetahuan dan bahan masukan pentingnya
informasi bagi remaja tentang konsep diri dengan perilaku seksual.
3. Bagi Peneliti, Menjadi bahan referensi atau perbandingan bagi peneliti
selanjutnya yang melakukan penelitian dengan topik yang sama.