Analisis Hukum Hak Sisa Hasil Lelang Atas Barang Jaminan Pada Pembiayaan Perbankan Syariah (Studi di PT. Bank Muamalat, Tbk. Cabang Stabat)

BAB II
KETENTUAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PT. BANK
MUAMALAT TBK. CABANG STABAT DAN CARA PENYELESAIANNYA
A. Pengertian Dan Prinsip Bank Syariah
Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa
pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Bank syariah terdiri atas dua kata, yaitu bank dan
syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai
perantara keuangan dari dua pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang
kekurangan dana. Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan
perjanjian yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana
dan/atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainya sesuai dengan hukum
Islam.40
Pengertian bank menurut undang-undang perbankan Indonesia adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya pada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningktkan taraf hidup rakyat banyak.41 Sehingga secara umum,
fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari msyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan.
Istilah “bank syariah” itu sendiri sebenarnya adalah khas Indonesia yang tidak
dijumpai di negara lain. Di tempat lain, lembaga itu disebut “bank Islam” (Islamic

40

Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika,,2008), hal.1.
Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
41

26
Universitas Sumatera Utara

27

Bank).42 Di Indonesia istilah atau penyebutan yang dipakai ialah “bank Islam” atau
“bank syariah” dan “perbankan Islam”. Namun dari sekian istilah yang ada tersebut
masyarakat Indonesia lebih dekat dengan nama “bank syariah”. Hal tersebut juga
dapat dilihat pada pencantuman kata “syariah” dibelakang nama-nama bank di
Indonesia yang melakukan berdasarkan prinsip syariah.43 Pemakaian kata “syariah”
di belakang nama bank, menunjukkan bahwa dalam operasional bank tersebut
memakai prinsip-prinsip syariah yang berdasarkan hukum Islam.
Menurut UU No. 10 Pasal 8 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun

1992 tentang Perbankan, Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Artinya bahwa Bank Syariah dalam
menajemen investasi dan finansial dituntut untuk menggunakan asas profit oriented
sebagaimana bank konvensioanl menjalaninya sehingga dengan asas tadi Bank
Syariah bisa berkembang, bonafid dan professional bukan sekedar menggunakan jalur
emosional keagamaan untuk menjaring nasabahnya. Itulah salah satu persamaan yang
bisa dijadikan referensi dan motivasi dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan
Perbankan Syariah.44

42

Adiwarman A. Karim, Bank-Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Penerbit PT.
RajagrafindoPersada, 2004), hal. XXII.
43
Dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, diatur bahwa bank yang telah
mendapat izin usaha dari Gubernur Bank Indonesia wajib mencantumkan secara jelas kata ”syariah”
sesudah kata ”bank” pada penulisan namanya.
44

Arisson Hendry, Et, al, Perbankan Syari'ah Perspektif Praktisi, (Jakarta : Penerbit
Muamalat Institute, 1999),hal. 73.

Universitas Sumatera Utara

28

Menurut Pasal 1angka (1) UU Nomor 21 Tahun 2008, pengertian perbankan
syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah dalam menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiyaan Rakyat Syariah (BPRS), yaitu :
1. Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank ini dapat berusaha
sebagai bank devisa dan bank nondevisa. Bank devisa adalah bank yang
dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan
dengan mata uang asing secara keseluruhan seperti transfer ke luar negeri,
inkaso ke luar negeri, pembukuan letter of credit dan sebagainya.
2. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum

konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit
syariah. Unit Usaha Syariah berada satu tingkat di bawah direksi bank
umum konvensional bersangkutan. Unit Usaha Syariah juga dapat
berusaha sebagai bank devisa dan bank nondevisa.

Universitas Sumatera Utara

29

3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bentuk hukum BPRS adalah perseroan terbatas maka dari itu hanya boleh
dimiliki oleh WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia, pemerintah daerah,
atau kemitraan antara WNI atau badan hukum indonesia dengan
pemerintah daerah.45
Seperti halnya bank konvensional, bank syariah juga berfungsi sebagai suatu

lembaga yaitu menampung dan mengarahkan dana dari masyarakat serta
menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk
fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah usahanya tidak berdasarkan bunga (interest
free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan
kerugian,

seperti

juga

bank

konvensional,

selain

memberikan

jasajasa


pembiayaanbank, bank syariah juga memberikan jasa-jasa lain, seperti jasa kiriman
uang, pembukaan letter of credit, jaminan dan jasa-jasa lainya.46
Bank syariah didirikan bertujuan untuk menghindari persoalan bunga uang
yang terus menjadi perdebatan berkepanjangan, yang dikhawatirkan mengandung
unsur riba. Oleh karena itu setiap aktivitas bank Syariah harus menghindari
kekhawatiran adanya unsur-unsur riba. Bank syariah bukan sekedar bank bebas

45

Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Penerbit Kencana,
2010), hal. 61-62.
46
Sutan Remy Sjahdeini,Perbankan Islam, (Jakarta : PenerbitPustaka Utama Grafiti, 2005),
hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

30

bunga, tetapi juga memiliki oriantasi pencapaian kesejahteraan. Secara fundamental

terdapat beberapa karakteristik bank syariah :
1. Penghapusan riba.
2. Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosioekonomi Islam.
3. Bank syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari bank
kemersial dan bank investasi.
4. Bank syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati-hati terhadap
permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal,
karena bank kemersial syariah menerapkan profit and loss sharing dalam
konsinyasi, ventura, bisnis, atau industri.
5. Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara bank syariah dan
pengusaha
6. Kerangka yang dibangun dalam membantu bank mengatasi kesulitan
likuiditasnya dengan memanfaatkan instrumen pasar uang antarbank
syariah dan instrumen bank sentral berbasis syariah.47
Oleh karena itu, maka secara struktural dan sistem pengawasannya berbeda
dari bank konvensional. Pengawasan perbankan Islam mencakup dua hal, yaitu
pertama, pengawasandari aspek keuangan, kepatuhan pada perbankan secara umum,
dan prinsip kehati-hatian bank. Kedua, pengawasan prinsip syariah dalam kegiatan
operasional bank. Secara struktural kepengurusan bank syariah terdiri dari Dewan
47


Andri Soemitra, Op.Cit., hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

31

Komisaris dan Direksi dan wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi
mengawasi kegiatan bank syariah.48
Prinsip-prinsip dasar ekonomi Syariat yang selama ini kita kenal melalui Bank
Syariah adalah nilai-nilai etika dan norma ekonomi yang universal dan komprehensif.
Secara global, Pertama, Islam mengatur semua transaksi ekonomi melalui nilai-nilai
universal (attandzim), mudah (alyusru) dan luas (assa’ah).49 Hal ini dilakukan
dengan mengamati aturan ekonomi yang ada dalam Quran dan Hadits, jelaslah bahwa
Islam benar-benar telah mengatur sistem ekonomi dengan teliti dan jelas melalui
nilai-nilainya yang universal, yaitu bahwa setiap transaksi ekonomi (muamalat) harus
didasarkan pada asas kejujuran, keadilan, toleransi dan suka sama suka, baik dalam
perdagangan, kerjasama (sharing) ataupun semua aspek ekonomi. Indikasinya bisa
dilihat dari dibolehkannya sistem barter (materi dan manfaat), baik melalui jual beli,
sewa menyewa, penggadaian, kerja sama dan lainnya.

Islam juga telah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam
melakukan transaksi ekonomi (selama tidak melanggar nilai-nilai universal Islam)
bahkan menyuruh umatnya untuk terus dinamis dalam menciptakan kemudahankemudahan transaksi melalui instrumen-instrumennya agar selalu update dan valid
dengan perubahan waktu dan perbedaan tempat. Indikasinya nampak pada tidak ada
pengkhususan instrumen tertentu atau pembatasan pada instrumen tertentu. Apa yang
telah diterapkan Rasulallah dan para sahabatnya pada jaman itu adalah hanya
48

Wirdyaningsih, dkk, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Kencana
Preada Media, 2005), hal. 61.
49
Arisson Hendry, Et, al, Op. Cit, hal. 76.

Universitas Sumatera Utara

32

kecocokan jaman dan pengenalan mereka pada instrumen dan produk tersebut,
dimana hanya instrumen/produk itulah yang dikenal mereka dan dipakai pada saat itu.
Artinya tidak ada keharusan bagi generasi-generasi berikutnya untuk melaksanakan

instrumen dan produk yang pernah dipakai mereka selama nilai-nilai universalnya
tetap dipertahankan. Nilai-nilai tersebut harus tetap dipertahankan dalam setiap waktu
dan tempat.
Kedua, Islam telah mengharamkan setiap transaksi perekonomian yang
mengandung unsur kedhaliman, curang dan penipuan. Apabila Islam telah
membolehkan setiap transaksi ekonomi yang benar, berdasarkan keadilan dan
kejujuran serta bertujuan mencapai kemaslahatan umat, maka di sisi lain, Islam juga
telah mengharamkan setiap transaksi yang mengandung unsur kedhaliman,
kecurangan dan penipuan seperti monopoli untuk menguasai pangsa pasar,
menentukan harga seenaknya, jual beli gharar (spekulasi), manipulasi dalam jual beli,
sumpah bohong, mengurangi timbangan, menjual belikan barang-barang yang
diharamkan Syariat dan lainnya.
Bank Syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Keadilan. Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi
hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara
Bank dan Nasabah .
2. Prinsip Kemitraan, Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpanan dana,
nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan
sederajat dengan mitra usaha. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko


Universitas Sumatera Utara

33

dan keuntungan yang berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah
pengguna dana maupun Bank. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai
intermediary institution lewat skim-skim pembiayaan yang dimilikinya.
3. Prinsip Keterbukaan, Melalui laporan keuangan bank yang terbuka secara
berkesinambungan, nasabah dapat mengetahui tingkat keamanan dana dan
kualitas manajemen bank
4. Univeralitas Bank dalam mendukung operasionalnya tidak membeda-bedakan
suku, agama, ras dan golongan agama dalam masyarakat dengan prinsip Islam
sebagai rahmatan lil'alamiin.50
Perbankan syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya.
Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam
melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga atau riba. Pelarangan inilah
yang membedakan sistem perbankan Islam dengan sistem perbankan konvesional.
Pelarangan riba diatur dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 278-279:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan lepaskan sisasisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Jika kamu bertobat (dari
pengambilan riba), maka bagimu modalmu. Kami tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya”.
Ayat di atas menunjukkan bahwa sesuatu yang lebih dari modal dasar adalah riba,
sedikit atau banyak. Jadi, setiap kelebihan dari modal dasar yang ditentukan
sebelumnya karena semata-mata imbalan bagi berlalunya waktu adalah riba.51
50

Makhalul Ilmi SM, Teori Dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah: Beberapa
Permasalahan Dan Alternatif Solusi. (Yogyakarta : Penerbit UII Press, 2002), hal. 84.

Universitas Sumatera Utara

34

Sebagai pengganti sistem bunga, maka bank syariah menerapkan berbagai
cara yang bersih dan bebas dari unsur riba yaitu melalui prinsip-prinsip :
1. Wadiah ( titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito). Wadiah ini
biasa diterapkan oleh bank Islam dalam operasinya menghimpun dana dari
masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang dan suratsurat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank
Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus
membayar imbalannya (rente/bunga), tetapi bank harus menjamin bisa
mengembalikan dana itu pada waktu depositor memerlukannnya.
2. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar
perjanjian profit and loss sharing). Dengan mudharabah ini, bank Islam dapat
memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan
perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan perjanjian.
3. Musyarakah/Syirkah (persekutuan). Di bawah kerjasama musrakah/syirkah
ini pihak bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (modal)
pada usaha patungan (joint venture). Karena itu kedua belah pihak
berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya
bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing.
4. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atau dasar
harga pembeliannnya pertama secara jujur).
5. Qiradh hasan ( pinjaman yang baik atau benevolent loan). Bank Islam dapat
memberikan pinjamannya tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah
yang baik, terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam itu sebagai
salah satu service dan penghargaan bank kepada para deposan, karena
deposan tidak menerima bunga atas depositonya dari bank Islam.
6. Bank Islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul
untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang profitable. Dalam
hal ini, bank sendiri yang melakukan manajemennya secara langsung, berbeda
dengan investasi patungan maka menejemennya dilakukan oleh bank bersama
patner usahanya dengan perjanjian profit and loss sharing.52

51

Yusuf al-Qardhawi, Bunga Bank Haram, diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo
daribuku Fawaid al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram , (Jakarta: Penerbit Akbar Media Eka Sarana,
2003), hal. 58.
52
Zulkarnain, Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil Pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah
diDaerah Kabupaten Deli Serdang (Studi kasus BPR Syariah Kafalatul Ummah Sunggal dan BPR
Syariah Al-Wasliyah Tanjung Morawa), Tesis, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2000, hal. 29.

Universitas Sumatera Utara

35

B. Kegiatan Usaha Dan Pembiayaan Bank Syariah
Bank Syariah pada dasarnya melakukan kegiatan usaha yang sama dengan
bank konvesional, yaitu melakukan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat
di samping penyediaan jasa keuangan lainnya. Perbedaannya adalah seluruh kegiatan
usaha bank syariah di dasarkan pada prinsip syariah. Implikasinya, di samping harus
selalu sesuai dengan prinsip hukum Islam, juga karena dalam prinsip syariah
memiliki berbagai variasi akad yang akan menimbulkan variasi produk yang lebih
banyak dibandignkan produk bank konvensional.53
Adapun kegiatan usaha Bank Syariah adalah :54
1. Penghimpun Dana
Dalam penghimpunan dana, bank syariah melakukan mobilisasi dan investasi
tabungan dengan cara yang adil. Mobilisasi dana sangat penting karena Islam
mengutuk penumpukan dan penimbunan harta dan mendorong penggunaannya secara
produktif dalam rangka mencapai tujuan ekonomi dan sosial. Sumber dana bank
syariah berasal dari modal disetor dan hasil mobilisasi kegiatan penghimpunan dana
melalui rekening giro, rekening tabungan, rekening investasi umum dan rekening
investasi khusus. Di samping itu bank syariah juga dapat menerbitkan obligasi
syariah sebagai alternatif pembiayaan jangka panjang. Penghimpunan dana terdiri
atas Modal Inti, Simpanan dan Investasi.

53
54

Andri Soemitra, Op.Cit., hal. 72.
Ibid., hal. 73.

Universitas Sumatera Utara

36

2. Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi ke dalam 6 (enam) kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu :
a. pembiayaan Berdasarkan Pola Jual Beli Dengan Akad Murabahah, Salam
atau Istishna’.
b. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad Mudharabah atau Musyarakah.
c. Pembiayaan berdasarkan Akad Qardh.
d. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik.
e. Pengambilalihan utang berdasarkan Akad Hawalah.
f. Pembiayaan Multijasa.
3.

Jasa Keuangan Perbankan
Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank syariah

juga dapat menawarkan jasa keuangan perbankan. Jasa keuangan perbankan syariah
antara lain Letter of credit (L/C), impor syariah, bank garansi syariah dan penukaran
valuta asing (sharf).
Pembiayaan dalam arti sempit dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah.
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang

Universitas Sumatera Utara

37

dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan
sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain. Pembiayaan juga merupakan salah satu
tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak yang merupakan deficit unit.55
Pengertian pembiayaan menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 berbunyi :
Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.56
Kemudian di jelaskan lagi dalam UU no. 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah pasal 1 angka ke 25 menjelasakan bahwa:
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Penerbit Gema
Insani Press. 2001) hal. 160.
56
Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
55

Universitas Sumatera Utara

38

tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa
imbalan, atau bagi hasil.57
Pembiayaan juga dapat diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri atau lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.58
Secara teknis bank memberikan pendanaan atau pembiayaan untuk
mendukung investasi atau berjalannya usaha yang telah direncanakan antara kedua
belah pihak dengan kesepakatan bagi hasil di dalamnya. Sebagaimana dalam AlQur’an surat Al-Maidah ayat 1 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, patuhilah aqad-aqad itu...”
Ayat di atas menjelaskan tentang akad atau perjanjian yaitu mencakup janjia
prasetia kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan
sesamanya (antara pihak bank dengan nasabah). Pada bank konvensional kegiatan
pembiayaan dikenal dengan istilah kredit yaitu penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakandengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
utangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga.59

57

Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Veithzal Rivai, dan Arfian Arifin. Islamic Banking: Sebuah teori, konsep, dan aplikasi.
(Jakarta: Pebernit Bumi Aksara, 2010), hal. 681.
59
Kasmir, Bank dan Keuangan Lainnya, (Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2000),
hal. 92.
58

Universitas Sumatera Utara

39

Pada dasarnya konsep kredit pada bank konvensional dan pembiayaan pada
bank syariah tidak selalu berbeda, dimana yang menjadi perbedaan antara kredit yang
diberikan bank konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah
adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank konvensional
keuntungan yang diperoleh melalui bunga sedangkan bagi bank syariah berupa
imbalan atau bagi hasil.60Kredit pada bank konvensional, mengharuskan debitur
mengembalikan pinjaman dengan pemberian bunga kepada Bank, sedangkan pada
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pengembalian pinjaman dengan bagi hasil
berdasarkan kesepakatan antara Bank dan debitur. Misalnya, pembiayaan dengan
prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan
prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa.61
Setiap

pemberian

pembiayaan

apabila

dijabarkan

secara

mendalam

mengandung beberapa arti, sehingga jika kita berbicara tentang pembiayaan maka
termasuk membicarakan unsur-unsur yang ada di dalamnya, meliputi :
a. Kepercayaan, yaitu diberikan kepada debitur baik dalam bentuk uang , jasa
maupun barang akan benar-benar dapat diterima kembali oleh bank dalam
jangka waktu yang telah ditentukan.
b. Kesepakatan, dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing
pihak

60

menandatangai

hak

dan

kewajiban.

Kesepakatan

penyaluran

Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Peersada, 2001), hal.

73.
61

Ayus Ahmad Yusuf, dan Abdul Aziz, Manajemen Operasional Bank Syariah. (Cirebon:
Penerbit STAIN Press, 2009) hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

40

pembiayaan dituangkan dalam akad pembiayaan yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak, yaitu bank dengan nasabah.
c. Jangka waktu, diberikan sesuai dengan kesepakatan dimana mencakup waktu
pengambilan pembiayaan yang telah disepakati. Hampir dapat dipastikan
bahwa tidak ada pembiayaan yang tidak memiliki jangka waktu.
d. Resiko, dimana dalam memberikan pembiayaan, bank tidak selamanya
mendapatkan keuntungan, bank juga bisa mendapat resiko kerugian. Seperti
terjadinya

side

streaming,

lalai

dan

kesalahan

disengaja,

maupun

penyembunyian keuntungan oleh nasabah. Suatu resiko ini muncul karena ada
tenggang waktu pengembalian. Semakin lama jangka waktu pembiayaan
maka semakin besar resiko tidak tertagih demikian pula sebaliknhya.
e. Balas jasa, merupakan keuntungan atas pemberian suatu pembiayaan atau jasa
tersebut yang kita kenal dengan bagi hasil. Balas jasa dalam bentuk bagi hasil
ini dan biaya administrasi ini merupakan keuntungan bank.
Berdasarkan unsur tersebut di atas membuktikan bahwa pada dasarnya
pembiayan merupakan pemberian kepercayaan dan berarti pula prestasi yang
diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh penerima pembiayaan sesuai
dengan waktu dan syarat yang telah disepakati oleh semua pihak
Secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam 6 (enam)
kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :62

62

Andri Soemitra, Op.Cit., hal. 78.

Universitas Sumatera Utara

41

2.1 Pembiayaan Berdasarkan Pola Jual Beli Dengan Akad Murabahah, Salam
Dan Istishna’
a. Akad murabahah, adalah akad jual beli barang dengan menyatukan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh
penjual dan pembeli.63Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah
sebagai pembeli. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika
telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam
perbankan murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan
(bi tsaman ajil) dan barang diserahkan segera setelah akad sedangkan
pembayaran dilakukan secara tangguh. Landasan syariah murabahah adalah
Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
b. Akad Salam, adalah akad pembiayan suatu barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan
syarat tertentu yang disepakati. Dalam praktek perbankan, ketika barang
telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan
nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan.
Dalam hal bank menjual secara tunai biasa disebut pembiayaan talangan
(bridging financing), sedangkan dalam hal cicilan, kedua belah pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Landasan syariah
salam adalah Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual

63

Adiwarnam Karim, Analisis Fiqih Dan Keuangan, (Jakarta : Penerbit IIIT Indonesia, 2003),

hal. 161.

Universitas Sumatera Utara

42

Beli Salam. Pembiayaan ini umumnya diterapkan bagi barang yang belum
ada seperti komuditas pertanian. Sebelum membeli hasil pertanian dari
nasabah pertama, bank terlebih dahulu telah menawarkan kepada nasabah
kedua untuk membeli hasil pertanian dari nasabah pertama dalam ketetapan
harga pembelian dan penjualan yang disepakati bersama antara nasabah
pertama dengan nasabah kedua.64
c.

Akad Istishna’, adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk

pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni’) dan
penjual atau pembuat (shani’). Dalam bank syariah umumnya diaplikasikan
pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi, dimana kasus yang sering
ditemui yaitu pada proses pembangunan rumah atau gedung, usaha
konfeksi dan lain-lain.65 Landasan syariah Istishna’ adalah Fatwa DSN
MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’.
2.2 Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad Mudharabah atau Musyarakah.
a. Akad Mudharabahadalah pembiayaan antara bank dengan nasabah
dimana bank menyediakan seratus persen pembiayan bagia kegiatan
tertantu dari nasabah. Sedangkan nasabah mengelola usaha tersebut tanpa

64

Sonarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta : Penerbit Zikrul
Hakim, 2003), hal. 73.
65
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

43

campur tangan bank.66 Landasan hukum Mudharabah terdapat dalam AlQur’an Surat 4 ayat 29 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sana suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dalam prakteknya, pihak pertama (bank syariah) yang menyediakan
seluruh modal dan pihak kedua (nasabah) yang bertindak selaku pengeola
dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh
bank syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Landasan syariah pembiayaan
mudharabah adalah Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
b. Akad Musyarakah adalah akad kerjasama di antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi
dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana
masing-masing. Landasan syariah Pembiayaan Musyarakah adalah Fatwa
DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentangPembiayaan Musyarakah.

66

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga Terkait (BAMUI dan
Tafakuly di Indoensia), (Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

44

Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat
berupa

dana,

barang

perdagangan,

kewiraswastaan,

kepandaian,

kepemilikan, peralatan, kepercayaan, dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkun seluruh kombinasi dari
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu
menjadikan produk ini sangat fleksibel.
2.3 Pembiayaan berdasarkan Akad Qardh yaitu akad pinjaman dana kepada
nasabah dengan ketentuanbahwa nasabah wajib mengembalikan pokok
pinjaman yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati baik secara
sekaligus maupun cicilan. Landasan syariah Akad Qardh adalah Fatwa
DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2000 tentang Qard.
2.4 Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik.
a. Akad Ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan
hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan kepemilikan
barang itu sendiri.Landasan syariah Akad Ijarah adalah Fatwa DSN MUI
No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentangPembiayaan Ijarah.
b. Akad ijarah muntahiya bittamlik adalah akad penyediaan dana dalam
rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
Landasan syariah Akad Ijarah muntahiya bittamlik adalah Fatwa DSN

Universitas Sumatera Utara

45

MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentangPembiayaan Ijarah muntahiya
bittamlik.
2.5 Pengambilalihan utang berdasarkan Akad Hawalah, yaitu pengalihan utang
dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau
membayar.

Landasan syariah Hawalah adalah Fatwa DSN MUI No.

12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah.
Dalam prakteknya fasilitas hawalah lazimnya untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank
mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan utang. Untuk mengantisipasi
resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas
kemampuan pihak yang berutangdan kebenaran transaksi antara yang
memindahkan piutang dengan yang berutang.
2.6 Pembiayaan Multijasa, yaitu pembiayaan yang diberikan bank dalam bentuk
sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah dan kafalah. Landasan syariah
pembiayaan multijasa adalah Fatwa DSN MUI No. 44/DSN-MUI/VII/2004
tentangPembiayaanMultijasa.

C. Sejarah Berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Bank Muamalat Indonesia didirikan atas ide awal yang tercetus pada
lokakarya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian didukung dan duprakarsai
oleh beberapa pejabat penting pemerintah. Para pengusaha yang berpengalaman di
bidang perbankan bahkan kemudia Presiden Soeharto dan Wakil Presiden

Universitas Sumatera Utara

46

Soedarmono pada saat itu bersedia mendukung utama BMI (Bank Muamalat
Indonesia).67 Dengan tema “Masalah Bunga Bank dan Perbankan” saat itu MUI
meumutuskan agara memprakarsai berdirinya bank tanpa bunga, sehingga
dibentuklak kelompok kerja yang diketuai oleh H.S. Prodjokusumo yang saat itu
menjabat sebagai sekjen MUI.
Salah satu nama bank yang disusun oleh kelompok kerja tersebut
adalah”Bank Syariat Islam” namun dengan pertibangan perdebatan pemakaian kata
syariat Islam pada piagam Jakarta di masa lali sehingga nama tersebut tidak dipilih.
Nama yang kemudian diusulkan adalah “Bank Muamalat Islam Indonesia” yang
kemudian usulan nama Bank ini disetujui oleh Presiden Soeharto dengan
menghilangkan kata”Islam” dan dipakailah nama “Bank Muamalat Indonesia”.68
Secara resmi pada tanggal 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991
berdiri Bank Muamalat Indonesia dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal
1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank
Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian
saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian
Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana

67

Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, (Jakarta : Penerbit Alvabet, 2000), hal. 17
Andrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Jakarta : Penerbit
Ghalia Indonesia, 2009), hal. 9
68

Universitas Sumatera Utara

47

Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut
menanam modal senilai Rp 106 miliar.69
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Kini Bank Muamalat
memiliki bank koresponden di Arab Saudi, Sudan, Singapura, Inggris, Belanda,
Amerika, Korea Selatan, Hongkong dan Malaysia.70 Pengakuan ini semakin
memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di
Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
Pada

akhir

tahun

90-an,

Indonesia

dilanda

krisis

moneter

yang

memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara.Sektor perbankan
nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi.Bank Muamalat pun
terimbas dampak krisis.Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai
lebih dari 60%.Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar.71 Ekuitas mencapai
titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal
yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB)
yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi.Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB
secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya,
kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh
69

M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam : Geliat Perbankan Syariah, (Malang: Penerbit UIN
Malang Pers, 2009), hal. 140
70
Zainul Arifin, Op.Cit., hal 176
71
http://www.bankmuamalat.co.id/profil-bank-muamalat, diakses pada tanggal 14 Januari
2017

Universitas Sumatera Utara

48

tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut,
Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya
dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi
pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan
syariah secara murni.72
Sebagaimana diketahui bank merupakan lembaga intermediasi antara pihak
surplus dana dengan pihak yang membutuhka dana. Dalam rangka terus melayani
masyarakat Indonesia khususnya di luar ibukota propinsi, maka PT. Bank Muamalat
Indonesia,Tbk

melakukan

ekspansi

jaringannya

hingga

ke

ibukota

kabupaten/kotamadya. Segmen retail sangat berpotensi besar bagi PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk, dikerenakan dana pihak ketiga (DPK) berbebtuk tabungan
merupakan dana murah dan banyak tersebar. Oleh karenanya ekspansi jaringan kantor
niscaya dibutuhkan untuk menggarap dana tersebut. Juga peluang pembiayaan
konsumtif seperti KPR juga cukup menjanjikan.73
Untuk melakukan hal tersebut di atas maka manajemen Kantor Pusat PT.
Bank Muamalat Indonesia, Tbk melalui Kantor Cabang Medan, membuka jaringan
baru di Kabupaten Langkat, tepatnya di Kota Stabat, yang terletak di Jalan KH.
Zainul Arifin Nomor 52 B-C yang resmi beroperasi pada tanggal 12 Juli 2012.
Kehadiran PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Stabat sangat didukung oleh

72

Ibid.
Hasil Wawancara, Taufik, Sub Brach ManagerPT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang
Stabat, pada tanggal 14 Januari 2017
73

Universitas Sumatera Utara

49

Majelis Ulama Indnesia (MUI) Kabupaten Langkat, sama seperti pada tahun 1991
berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang merupakan inisiatif dan
dukungan MUI dan ICM saat itu.74
Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 4,3 juta nasabah
melalui 457 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung
pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh
Indonesia, 1996 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga merupakan
satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala
Lumpur, Malaysia.Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama
dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga
layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Selain itu Bank
Muamalat memiliki produk shar-e gold dengan teknologi chip pertama di Indonesia
yang dapat digunakan di 170 negara dan bebas biaya diseluruh merchant berlogo visa.
Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk
menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun
juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen
tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan
internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang
diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain
sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala
Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2009 oleh Global
74

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

50

Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic Finance House in In Indonesia
2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong).75

D. Ketentuan Pembiayan Bermasalah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia
Tbk. CabangStabat Dan Cara Penyelesaiannya
Dalam berbagai peraturan yang diterbitkan Bank Indonesia tidak dijumpai
pengertian dari pembiayaan bermasalah. Begitu juga istilah Non Performing
Financings (NPFs) untuk fasilitas pembiayaan maupun istilah Non Performing Loan
(NPL) untuk fasilitas kredit tidak dijumpai dalam peraturan-peraturan yang
diterbitkan Bank Indonesia. Namun dalam setiap Statistik Perbankan Syariah yang
diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dapat dijumpai istilah
Non Performing Financings (NPFs) yang diartikan sebagai Pembiayaan Non-lancar
mulai dari kurang lancar sampai dengan macet. 76
Pembiayaan bermasalah tersebut, dari segi produktivitasnya yaitu dalam
kaitannya dengan kemampuannya menghasilkan pendapatan bagi bank, sudah
berkurang atau menurun dan bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Bahkan dari segi
bank, sudah tentu mengurangi pendapatan, memperbesar biaya pencadangan, yaitu
PAP (Penyisihan Aktiva Produktif), sedangkan dari segi nasional, mengurangi
kontribusinya terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian

75

Ibid.
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syaria, (Jakarta:
Penerbit Sinar Grafika, 2012), hal. 64.
76

Universitas Sumatera Utara

51

dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang
kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar, diragukan, dan macet.77
Sedangkan menurut Dendawijaya, kredit bermasalah (Non Perfoming Loan)
merupakan kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar
angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang telah disepakati kedua belah
pihak dalam perjanjian kredit.78
Kualitas pembiayaan dinilai berdasarkan aspek-aspek, yaitu Prospek usaha,
kinerja

(perfomance)

nasabah,

dan

kemampuan

membayar/

kemampuan

menyerahkan barang pesanan. Atas dasar penilaian aspek-aspek tersebut kualitas
pembiayaan diterapkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu lancar, dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet.79
1. Lancar, apabila pembayaran angsuran tepat waktu, tidak ada tunggakan,
sesuai dengan persyaratan akad, selalu menyampaikan laporan keuangan
secara teratur dan akurat, serta dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan
pengikatan agunan lengkap.
2. Dalam perhatian khusus, apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran
pokok dan atau margin sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari, selalu
menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat, dokumentasi

77
78

Ibid., hal. 66.
Dendawijaya Lukman, Manajemen Perbankan, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia,2005),

hal. 82.
79

Sutojo Siswanto, Menejemen TerapanBank (Jakarta: Penerbit LPPM/PT. Pustaka Binaman
Presindo,1999), hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

52

perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat, serta pelanggaran
terhadap persyaratan perjanjian piutang yang tidak prinsipil.
3. Kurang lancar, apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan
atau margin yang telah melewati 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 180
(seratus delapan puluh) hari, penyampaian laporan keuangan tidak teratur dan
meragukan, dokumentasi perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan
agunan kuat, terjadi pelanggaran terhadap persyaratan pokok perjanjian
piutang,

dan

berupaya

melakukan

perpanjangan

piutang

untuk

menyembunyikan kesulitan keuangan.
4. Diragukan, apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau
margin yang telah melewati 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan
270 (dua ratus tujuh puluh) hari. Nasabah tidak menyampaikan informasi
keuangan atau tidak dapat dipercaya, dokumentasi perjanjian piutang tidak
lengkap dan pengikatan agunan lemah serta terjadi pelanggaran yang prinsipil
terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang.
5. Macet, apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau
margin yang telah melewati 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, dan dokumentasi
perjanjian piutang dan atau pengikatan agunan tidak ada.
Sama hal nya dengan pembiayaan pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Cabang Stabat, akan dikategorikan bermasalah apabila berada dalam kategori :80

80

Hasil Wawancara, Taufik, Sub Brach ManagerPT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang
Stabat, pada tanggal 7 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

53

1. Dalam Perhatian Khusus atau disebut juga Collectibility 2, apabila tunggakan
1 (satu) dampai dengan 90 (sembilan puluh) hari.
2. Kurang Lancar atau disebut juga Collectibility 3, apabila tunggakan
91(sembilan puluh satu) sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari.
3. Diragukan atau disebut juga Collectibility 4, apabila tunggakan 181 (seratus
delapan puluh satu) sampai dengan 270 (dua ratus tujuh puluh) hari.
4. Macet atau disebut juga Collectibility 5, apabila tunggakan telah lebih dari
270 (dua ratus tujuh puluh) hari.
Setiap nasabah yang tergolong dalam kategori bermasalah akan dikenai denda
keterlambatan pembayaran sesaui dengan kesepakatan pada awal akad, dan uang
denda tersebut akan dimasukkan ke rekening ZIS (Zakat, Infaq dan Sadaqah).
Kemudian nasabah juga akan dtindaklanjuti dengan kebijakan-kebijakan tertentu
sesuai keputusan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat berdasarkan
Undang-Undang Perbankan Syariah.81
Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 jo. UndangUndang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam penjelasan Pasal 37
UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah antara lain dinyatakan bahwa
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank
mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan
asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat.

81

Hasil Wawancara, Taufik, Sub Brach ManagerPT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang
Stabat, pada tanggal 7 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

54

Apabila pihak lembaga keuangan syariah tidak memperhatikan asas-asas
pembiayaan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaannya, maka akan timbul
berbagai resiko yang harus ditanggung oleh bank antara lain berupa:
1. Utang/kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar
2. Margin/bagi hasil/fee tidak dibayar
3. Membengkaknya biaya yang dikeluarkan
4. Turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness).
Resiko-resiko

tersebut

dapat

mengakibatkan

timbulnya

pembiayaan

bermasalah (Non Perfoming Financings/NPFs) yang disebabkan oleh faktor intern
bank.
Secara umum pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor-faktor intern
dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri,
dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Timbulnya
kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial
dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan
penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang
kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang
tidak cukup. Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan
manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi
perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi, dan lain-lain.82

82

Dendawijaya Lukman, Op.Cit., hal. 73.

Universitas Sumatera Utara

55

Selain itu juga, pembiayaan bermasalah dapat disebabkan karena adanya
unsur kelemahan dari sisi debitur. Faktor-faktor pembiayaan bermasalah karena
kesalahan pihak debitur (nasabah) antara lain:
1. Faktor keuangan nasabah
a.

Hutang meningkat sangat tajam.

b. Hutang meningkat tidak seimbang dengan peningkatan aset.
c. Pendapatan bersih menurun.
d. Penurunan penjualan, biaya umum dan administrasi meningkat.
e. Perubahan kebijakan dan syarat-syarat penjualan secara pembiayaan.
f. Rata-rata umur piutang bertambah lama sehingga perputaran piutang
semakin lambat.
g. Tagihan yang terkonsentrasi pada pihak tertentu.
h. Piutang tak tertagih meningkat.
2. Faktor operasional usaha
a. Hubungan nasabah dengan mitra usahanya semakin menurun.
b. Terhambatnya pasokan bahan baku/bahan penopang.
c. Kehilangan satu atau lebih pelanggan utama.
d. Distribusi pemasaran terganggu.83
3. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak
akan mengembalikan kredit).

83

Sutojo Siswanto, Op.Cit., hal. 334.

Universitas Sumatera Utara

56

4. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan,
atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga
debitur.
Menurut Muchdarsyah, penyebab kredit bermasalah dapat bersumber dari
faktor internal dan eksternal yakni:84
1. Faktor internal nasabah yang timbul dari mental manajemen dan
ketidakmampuan manajemen dalam pengelolaan dana kredit adalah
kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, tidak efektif kontrol
atas biaya dan pengeluaran (cash outflow), kebijakan hutang yang tidak baik,
penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap dan permodalan yang tidak
cukup.
2. Faktor eksternal nasabah terjadinya keuangan yang terjadi disebabkan hal-hal
yang berada diluar jangkauan manajemenantara lain: bencana alam,
peperangan, kerusuhan sosial, permogokan, perombakan dalam kondisi
perekonomian, perdagangan dan perubahan ilmu pengetahuan/teknologi.
Sedangkan, Kasmir mengemukakan ada dua faktor penyebab macetnya suatu
fasilitas kredit, yaitu:85
1. Pihak perbankan
Dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti baik dalam mengecek
kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan perhitungan

84
85

Ibid., hal. 241.
Ibid., hal. 102-103.

Universitas Sumatera Utara

57

dengan rasio-rasio yang ada. Akibatnya apa yang seharusnya terjadi, tidak
diprediksi sebelumnya. Kemacetan suatu kredit dapat pula terjadi akibat
kolusi dari pihak analisis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam
analisisnya dilakukan tidak objektif.
2. Pihak nasabah
Kemacetan kredit yang disebabkan oleh nasabah diakibatkan oleh 2 (dua) hal,
yaitu:
a. Adanya unsur kesengajaan. Artinya nasabah sengaja tidak mau membayar
kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang dibrikan dengan sendiri
macet.
b. Adanya unsur ketidaksengajaan. Artinya nasabah memiliki kemauan
untuk membayar akan tetapi tidak mampudikarenakan usaha yang dibiayai
terkena musibah misalnya kebakaran, kebanjiran.
Untuk menentukan langkah yang perlu diambil dalam menghadapi
pembiayaan bermasalah terlebih dahulu perlu diteliti sebab-sebab terjadinya
pembiayaan bermasalah. Apabila pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor
eksternal seperti bencana alam, bank tidak perlu lagi melakukan analisis lebih lanjut.
Yang perlu adalah bagaimana membantu nasabah untuk segera memperoleh
penggantian dari perusahaan asuransi. Yang perlu diteliti adalah faktor internal, yaitu
yang terjadi karena sebab-sebab manajerial. 86

86

Ibid., hal. 73-74.

Universitas Sumatera Utara

58

Apabila bank telah melakukan pengawasan secara seksama dari bulan ke
bulan, dari tahun ke tahun, lalu timbul pembiayaan bermasalah, sedikit banyak terkait
pula dengan kelemahan pengawasan itu sendiri. Kecuali apabila aktivitas pengawasan
telah dilaksanakan dengan baik, masih juga terjadi kesulitan keuangan, perlu diteliti
sebab-sebab pembiayaan bermasalah secara lebih mendalam. Mungkin kesulitan itu
disengaja oleh manajemen perusahaan, yang berarti pengusaha telah melakukan halhal yang tidak jujur. Misalnya dengan sengaja pengusaha telah mengalihkan
penggunaan dana yang tersedia untuk keperluan kegiatan usaha lain di luar proyek
pembiayaan yang disepakati.87
Dalam pembiayaan perbankan syariah khususnya di PT. Bank Muamalat
Indonesia Tbk, Cabang Stabat, yang sangat berpotensi terjadi pembiayaan bermasalah
adalah nasabah koperasi. Namun penanggulangan pembiayaan bermasalah dapat
dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan upaya-upaya yang bersifat
represif/kuratif.UU Perbankan Syariah sudah mengatakan konsep penanganan yang
bersifat prefentif dengan tidak terjadi pembiayaan bermasalah yang diuraikan dalam
pasal 34 sampai dengan pasal 40 yang meliputi : a) tata kelola perbankan syariah;
b) prinsip kehati-hatian;