Analisis Hukum Hak Sisa Hasil Lelang Atas Barang Jaminan Pada Pembiayaan Perbankan Syariah (Studi di PT. Bank Muamalat, Tbk. Cabang Stabat)

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Dalam Kehidupan masyarakat, kredit bukanlah merupakan sesuatu yang

asing lagi. Bukan hanya dikota-kota besar saja istilah ini dikenal masyarakat, akan
tetapi sampai di pelosok-pelosok desa, kata-kata kredit telah demikian populer. Salah
satu jenis layanan jasa perbankan yang sudah cukup dikenal di masyarakat adalah
memberikan kredit kepada nasabahnya. Akan tetapi tidak setiap orang dapat
meminjam uang ke bank dan bank tidak secara cuma-cuma memberikan kredit
kepada nasabahnya, harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi jika ingin
mendapatkan kredit dari bank.
Secara terminologi kata kredit berasal dari bahasa latin “Credere” yang
mempunyai makna kepercayaan. Jadi, pemberi kredit atau kreditor percaya bahwa
penerima kredit atau debitor akan memenuhi janjinya sesuai dengan apa yang telah
disepakati secara bersama antara pemberi kredit dengan penerima kredit.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharno, kepercayaan dilihat dari sudut
pandang bank berarti adanya suatu keyakinan bahwa dana yang akan diberikan
kepada debitor akan dikembalikan tepat pada waktunya sesuai dengan kesepakatan

kedua belah pihak yang akan dituangkan dalam perjanjian tertulis.1
Fungsi menyalurkan dana kepada masyarakat yang paling dominan
dilakukan bank adalah melalui usaha perkreditan. Walaupun disadari bahwa
1

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Edisi Revisi, Mandar Maju, hal. 148.

1
Universitas Sumatera Utara

2

disamping menjanjikan keuntungan sebagai sumber utama pendapatan bank,
pemberian kredit juga mempunyai sisi risiko yang tinggi bagi bank. Oleh sebab
itu terdapat pokok-pokok kaidah yang harus diperhatikan atau dilakukan bank
sebelum memberikan kreditnya yaitu prinsip kehati-hatian, seperti yang tertuang
dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang menyatakan:
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank
umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi

utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Direksi BI No. 27/162/KTP/DIR
tanggal 31 Maret 1995 kepada bank diwajibkan untuk:
Memiliki kebijakan perkreditan secara tertulis, yang sekuang-kurangnya
memuat atau mengatur prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi dan
manajemen prekreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan
administrasi kredit, pengawasan dan penyelesaian kredit bermasalah. Melalui
ketentuan tersebut diharapkan bank mempunyai panduan yang jelas sebagai
pedoman pelaksanaan perkreditannya, sehingga risiko yang mungkin timbul
sedini mungkin dapat dideteksi dan dikendalikan, sekaligus dapat
menghindari kemungkinan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian
kredit.2
Secara umum, dalam tata hukum perbankan Indonesia dikenal dua sistem
perbankan nasional yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah. Salah
satu kegiatan usaha Bank yaitu pemberian atau penyaluran kredit pada Bank
Konvensional dan pembiayaan pada Bank Syariah.

2


Wahyudi Santoso, Restrukturisasi Kredit, Sebagai Bagian Integral Restrukturisasi
Perbankan , Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 6, Nomor 14 I, April 2008, hal.
18.

Universitas Sumatera Utara

3

Pasal 1 angka 12 UU No. 10 Tahun 1998 tentang tentang Perbankan
menerangkan pengertian pembiayaan sebagai berikut: “Pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
Ketentuan di atas menjelaskan bahwa pembiayaan adalah sama halnya
dengan kredit pada bank konvensional berupa uang atau tagihan dan adanya
kesepakatan antara bank dengan nasabah penerima pembiayaan. Hal yang
membedakan adalah kredit yang diberikan oleh Bank konvensional dengan prinsip
bunga sedangkan pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah dengan prinsip bagi
hasil dari keuntungan yang diperoleh nasabah.

Sebagai bank nonkenvensional pertama di Indonesia yang menerapkan
sistem syariah yaitu Bank Muamalat. Pada awal pendirian bank Muamalat,
keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan
industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan
sistem syariah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”.3
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya Bank Syariah berpedoman
Undang-Undang Nomor

pada

21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam

pemberian pembiayaan disyaratkan oleh bank adanya agunan atau jaminan

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,
2001, hal. 26.
3

Universitas Sumatera Utara


4

pembiayaan. Definisi dari Agunan menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah:
“Jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak
bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank Syariah
dan/atau UUS (Unit Usaha Syariah) guna menjamin pelunasan kewajiban
Nasabah Penerima Fasilitas.“
Fungsi dari pemberian agunan/jaminan adalah guna memberikan hak dan
kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan
tersebut, bila debitur cidera janji tidak membayar kembali hutangnya pada waktu
yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
Pelaksaanaan pemberian kredit atau pembiayaan pada umumnya dilakukan
dengan mengadakan suatu perjanjian atau akad. Perjanjian tersebut terdiri dari
perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang dan dengan perjanjian tambahan
berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur.
Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan
ditentukan bahwa, “Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan.”
Jaminan dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk jaminan, yaitu Jaminan materiil

(kebendaan) dan jaminan imateriil (perorangan).4 Dalam praktik jaminan yang sering
digunakan adalah jaminan kebendaan yang dijadikan jaminan atau disebut Hak

4

H.S. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia , Radja Grafindo Persada, 2004,

hal.27

Universitas Sumatera Utara

5

Tanggungan. Pemberian jaminan dengan Hak Tanggungan diberikan melalui Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Apabila debitur selaku pemberi Hak Tanggungan cidera janji (wanprestasi).
Wanprestasi dimulai pada saat pihak debitur tidak melakukan kewajibannya sesuai
dengan kesepakatan dan lalai melaksanakannya. Maka suatu wanprestasi dari pihak
debitur menyebabkan salah satu pihak dirugikan yang dalam hal ini adalah bank,
yang mana suatu resiko yang tidak dapat dihindari oleh setiap bank dalam pemberian

pembiayaan.
Dalam hal ini Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan merupakan langkah
terakhir yang dilakukan kreditur selaku penerima Hak Tanggungan apabila pihak
kreditur atau bank dalam melakukan penagihan pembiayaan bermasalah hasilnya
tidak cukup efektif, maka berdasarkan Pasal 20 ayat (1)

huruf

b Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan cara
pelelangan dimuka umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yaitu: “Apabila debitur cidera janji,
pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak
Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan asset tersebut”, artinya adalah apabila
debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk

Universitas Sumatera Utara


6

menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.5
Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan
nilai suatu barang atau mencairkan suatu barang, untuk memenuhi kebutuhan
penjualan lelang sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, untuk memenuhi atau melaksanakan putusan pengadilan, dan untuk
memenuhi kebutuhan dunia usaha pada umumnya, produsen atau pemilik
barang dimungkinkan melakukan penjualan lelang.
Sebagaimana diketahui lembaga lelang sudah ada sejak zaman Belanda
dengan lahirnya Vendu Reglement termuat dalam Ordonantie tanggal 28 Februari
1980 Staatsblaad 1941 Nomor 3, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1908,
hingga kini masih menjadi dasar hukum penyelenggaraan pelaksanaan pelelangan
atau penjualan barang jaminan di muka umum di Indonesia.6
PT. Bank Muamalat, Tbk Cabang Stabat langsung melakukan lelang dengan
mendaftarkannya ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tanpa
melalui proses pengadilan. Dipilihnya Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) oleh Bank dikarenakan biaya terjangkau, jangka waktu relatif lebih
singkat, dan masih memberikan toleransi waktu kepada debitur dalam rangka
menyelesaikan kewajiban-kewajibannya.


5

Ni Nengah Sugihartini, Jurnal Ilmiah: Pelelangan Obyek Hak Tanggungan Karena Debitur
Wanprestasi (Studi Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Mataram), Fakultas
Hukum Universitas Mataram, 2015, hal. 1.
6
Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hal. 14.

Universitas Sumatera Utara

7

Sebelum lelang dilakukan, bank akan meminta nasabah debitur untuk
melengkapi dokumen persyaratan lelang Hak Tanggungan. Kemudian Kepala Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) menetapkan hari, dan tanggal
pelaksanaan lelang setelah dilakukan analisa kelengkapan dokumen.
Pelaksanaan lelang diawali dengan penawaran secara tertulis (tertutup) dari
para peserta, kemudian apabila penawaran tertinggi dari peserta telah melampaui
limit lelang yang ditetapkan, maka peserta dengan penawaran tertinggi tersebut

ditunjuk sebagai pemenang lelang, namun apabila penawaran belum melampaui limit
lelang, penawaran dilanjutkan dengan penawaran terbuka secara naik-naik hingga
diperoleh harga tertinggi di atas limit lelang. Jika tahap ini pun penawaran tertinggi
belum melampaui limit lelang, maka lelang akan diulang dalam jangka waktu kurang
lebih dalam satu bulan ke depan dan hal ini mempunyai implikasi biaya.
Adapun perbedaan proses eksekusi hak tanggungan dengan Bank
Konvensional adalah PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Cabang Stabat sudah
menilai biaya lelang diawal ketika nasabah debitur mengajukan permohonan
pembiayaan di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat. Mengenai
besarnya biaya lelang diatur dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 34, Pasal 37 dan
Pasal 38 Keputusan Menteri Keuangan RI No.27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang. Biaya operasional dari pendaftaran objek lelang sampai setelah
lelang berbeda-beda dan besarnya biaya lelang tergantung pada jenis barang yang
akan dilelang.

Universitas Sumatera Utara

8

Setelah proses lelang dilakukan, maka pembagian hasil lelang dipergunakan

untuk melunasi hutang pokok dan margin tertunggak. Hal tersebut sifatnya wajib
untuk didahulukan karena kedua hal tersebut merupakan hak kreditur selaku pemberi
dana pembiayaan dan kewajiban debitur untuk memenuhinya. Selain itu sebagian lagi
untuk biaya yang dikeluarkan untuk melelang barang tersebut. Selanjutnya pemenang
lelang mendapatkan risalah lelang sebagai bukti tertulis dan digunakan untuk
melakukan balik nama kepada pemenang lelang. Dari risalah lelang tersebut maka
diketahui sisa hasil eksekusi jaminan tersebut, karena biasanya dalam pelaksanaan
lelang harga barang jaminan nilai jualnya jauh lebih besar dengan hutang debitur.
Dalam hal nasabah tidak diketahui keberadaannya dan tidak pula meninggalkan
kuasanya pada wakil untuk mengurus harta kekayaan serta kepentingannya, maka
nasabah tersebut dapat dinyatakan berada dalam keadaan tidak hadir. Keadaan tidak
hadir seorang nasabah yang sudah dilelang barang jaminannya sangat mempengaruhi
bank dalam mengambil tindakan untuk mengembalikan sisa hasil lelang, karena sisa
hasil lelang atas barang jaminan tersebut tidak boleh dimasukkan ke neraca laba rugi
bank. Maka apa yang dapat dilakukan oleh pihak bank terhadap sisa hasil lelang
tersebut dan bagaimana penyelesaiannya.
Saat ini lelang menjadi suatu alternatif penjualan yang efektif dan
efisien. Namun dalam praktek pelaksanaan sampai berakhirnya lelang tidak selalu
berjalan dengan baik, karena adanya kendala-kendala dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, untuk mengetahui hak-hak debitur dan
kewajiban kreditur terhadap sisa hasil lelang terhadap barang jaminan tersebut, maka

Universitas Sumatera Utara

9

dilakukan penelitian dalam bentuk tesis yang berjudul “Analisis Hukum Hak Sisa
Hasil Lelang Atas Barang Jaminan Pada Pembiayaan Perbankan Syariah (Studi Di
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat)”.

B.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:
1.

Bagaimana ketentuan pembiayaan bermasalah pada PT. Bank Muamalat,
Tbk Cabang Stabat dan cara penyelesaiannya?

2.

Bagaimana prosedur pelaksanaan lelang pada PT. Bank Muamalat, Tbk
Cabang Stabat ?

3.

Bagaimana penyelesaian setelah dilaksanakannya lelang terdapat sisa hasil
lelang di PT. Bank Muamalat, Tbk. Cabang Stabat ?

C.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan Permasalahan yang dikemukakan di atas, adapun tujuan yang

ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui dan

menganalisis ketentuan pembiayaan bermasalah

pada PT. Bank Muamalat, Tbk Cabang Stabat dan cara penyelesaiannya.
2.

Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur pelaksanaan lelang pada PT.
Bank Muamalat, Tbk Cabang Stabat.

Universitas Sumatera Utara

10

3.

Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian setelah dilaksanakannya
lelang terdapat sisa hasil lelang di PT. Bank Muamalat, Tbk. Cabang Stabat.

D.

Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang

hendak dicapai bersama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis dan praktis, yaitu:
1.

Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu
pengetahuan hukum dan diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis untuk
menambah literatur kepustakaan, memberikan sumbangan ide dan konsep
pemikiran untuk perkembangan ilmu hukum.

2.

Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat,
khususnya kepada nasabah atau debitur Bank Muamalat Cabang Stabat, agar
semua pihak dapat terlindungi dan tidak merugikan pihak manapun apabila
mengalami permasalahan dalam pelaksanaan terhadap penyelesaian hak sisa
hasil lelang atas barang jaminan pada kredit perbankan.

E.

Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara

khususnya di program Magister Kenotariatan dan Magister ilmu Hukum Universitas

Universitas Sumatera Utara

11

Sumatera Utara, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul tentang “Analisis
Hukum Hak Sisa Hasil Lelang Atas Barang Jaminan Pada Kredit Perbankan Syariah
(Studi Di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat).
Akan tetapi berdasarkan penelusuran literatur sebelumnya, ada ditemukan
beberapa penelitian yang membahas mengenai antara lain:
1.

Elman Simangunsong, NIM 097005048, mahasiswa Program Pasca Sarjana
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2009, berjudul
Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Barang Jaminan Tidak Bergerak Yang Di Beli
Berdasarkan Lelang Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang
(KPKNL) Medan.
Rumusan Masalah:
A.

Bagaimana pengaturan tata cara lelang eksekusi jaminan tidak bergerak?

B.

Bagaimana pelaksanaan lelang eksekusi barang jaminan tidak bergerak pada
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan?

C.

Bagaimana hambatan-hambatan dalam pelaksanaan lelang eksekusi barang
jaminan tidak bergerak?

2.

Meilie, NIM 087011145, mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2008, berjudul Pelaksanaan
Lelang Barang Jaminan Kredit Pada Bank Melalui Balai Lelang Swasta ( Studi
Kasus Pada PT. Bank Swasta ).
Rumusan Masalah:
A.

Bagaimana ketentuan hukum lelang melalui balai lelang swasta?

Universitas Sumatera Utara

12

B.

Bagaimana mekanisme pelaksanaan lelang barang jaminan kredit pada
Bank Swasta melalui Balai Lelang Swasta?

C.

Bagaimana kekuatan hukum risalah lelang dari pelaksanaan lelang barang
jaminan kredit Bank Swasta melalui Balai Lelang Swasta?

F.

Kerangka Teori Dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proposi-proposi

yang telah diuji kebenarannya, berpedoman pada teori maka akan dapat
menjelaskan, aneka macam gejala sosial yang dihadapi, walau hal ini tidak selalu
berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi, suatu teori juga
mungkin memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan dan
memberikan taraf pemahaman tertentu.7 Dalam dunia ilmu, teori menempati
yang penting karena memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum
serta memahami

masalah yang kita bicarakan secara lebih baik.8 Teori

adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses
tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.9

7

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UII Press, Jakarta, 1991, hal. 6.
Sadjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 259.
9
J. J.J.M. Wuisman, Penyunting M.Hisam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, azas-azas, FE UI,
Jakarta, 1996, hal. 203.
8

Universitas Sumatera Utara

13

Sebagai tolak ukur menganalisis permasalahan yang akan diteliti
karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit
mencakup hal-hal sebagai berikut:10
a.

Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan
fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenarannya.

b.

Teori sangat berguna di dalam mengembangkan konsep-konsep.

c.

Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah
diteliti.

d.

Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh
karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin
faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e.

Teori

memberikan

petunjuk-petunjuk

terhadap

kekurangan

pada

pengetahuan penelitian.
Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir,
pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi
bahan pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujuinya.11
Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana

10

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya , Alumni, Bandung 1993, hal. 254.
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian , PT. Sofmedia, Medan, 2012, hal. 129

11

Universitas Sumatera Utara

14

mengorganisasikan

dan

menginterprestasikan

hasil-hasil

penelitian

dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.12
Sehubungan dengan pembahasan diatas maka penelitian ini perlu
mempunyai landasan fikir, yaitu teori hukum yang akan digunakan yaitu teori
perlindungan hukum dan teori kepastian hukum.
1.

Teori Perlindungan Hukum
Teori perlindungan hukum oleh Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum

yang dimaksud di sini adalah suatu perbuatan hal melindungi subjek-subjek
hukum dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya
dapat dipaksakan dengan suatu sanksi.13 Perlindungan hukum bagi rakyat terdiri
2 (dua) macam yaitu:
a.

Perlindungan hukum represif artinya ketentuan hukum dapat dihadirkan
sebagai upaya pencegahan terhadap tindakan pelanggaran hukum. Upaya ini
diimplementasikan dengan membentuk aturan hukum yang bersifat normatif.

b.

Perlindungan

hukum

yang

preventif

bertujuan

untuk

mencegah

terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap
hati-hati dalam pengambilan keputusan.
Di negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila maka
negara wajib memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh warga
masyarakat sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan hukum
12

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Rhineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 19
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
2006. hal. 84.
13

Universitas Sumatera Utara

15

berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum akan harkat
dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan,
Persatuan, Permusyawaratan serta

Keadilan

Sosial.

Nilai-nilai

tersebut

melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wadah
kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai
kesejahteraan bersama,14
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa
yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan
ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya
sebagai manusia.15
Adapula menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk
melindungi

individu

dengan

menyerasikan

hubungan

nilai-nilai

atau

kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan
adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.
Pada dasarnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek yang
dilindungi oleh hukum yang dapat menimbulkan adanya hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak. Hak dan kewajiban didalam hubungan hukum
tersebut harus mendapatkan perlindungan oleh hukum, sehingga anggota

14

Donni Gusmawan, Perlindungan Hukum di Negara Pancasila , Liberty, Yogyakarta, 2007,

hal. 38.
15

Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai sesuatu Sistem, Remaja Rosdakarya,
Bandung 2003, hal 79.

Universitas Sumatera Utara

16

masyarakan merasa aman dalam melaksanakannya. Hal ini menunjukkan
bahwa arti dari perlindungan hukum itu sendiri adalah pemberian kepastian atau
jaminan bahwa seseorang yang melakukan hak dan kewajiban telah dilindungi
oleh hukum.16
2.

Teori Kepastian Hukum
Teori kepastian hukum menurut Gustav Radbruch, hubungan antara

keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum
harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus
ditaati, walaupun isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan
hukum. Tetapi dapat pengecualian bilamana pertentangan antara isi tata hukum
tentang keadilan begitu besar. Sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada
saat itu tata hukum boleh dilepaskan.17
Pendapat tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian hukum
adalah kepastian hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan produk dari
hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya
tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum positif yang mengatur
kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati
meskipun hukum positif itu kurang adil.
Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama
adanya peraturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan
16
17

SatjiptoRaharjo, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal. 53.
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah , Kanisius, Yogyakarta, 1982,

hal.163.

Universitas Sumatera Utara

17

apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum
bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang
bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan
atau dilakukan oleh negara terhadqap individu. Kepastian hukum bukan hnya
berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi
dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim
lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.18
Soerjono Soekanto berpendapat, bagi kepastian hukum yang penting adalah
peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan. Apakah
peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar
pengutamaan kepastian hukum.19

2.

Konsepsi
Konsepsi adalah pemahaman yang terbangun dalam akal dan pikiran

peneliti untuk menghubungkan teori dan obserpasi, antara abstrak dan kenyataan.
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstrak yang digeneralisasikan
dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. Oleh karena itu untuk
menjawab permasalahan haruslah didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan yang

18

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Grup, Jakarta,
2008, hal. 158.
19
Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial,
Alumni, Bandung, 1982, hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

18

telah ditentukan. Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping
yang lainnya, seperti asas dan standar. Oleh sebab itu kebutuhan untuk
membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting
dalam hukum.20
Pemakaian konsep terhadap istilah terutama dalam judul penelitian,
bukanlah untuk keperluan, mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak
lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntut peneliti
sendiri didalam menangani proses

penelitian dimaksud.21

Konsepsi ini

bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran dalam penelitian
ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau
istilah, agar dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan yaitu:
a.

Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk
melalui media elektronik, dengan cara penawaran lisan untuk memperoleh
harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga secara tertulis
dan tertutup yng didahului dengan pengumuman lelang sebagai usaha untuk
mengumpulkan para calon peminat atau pembeli.22

20

Sumadi Surya Brata, Metodelogi Penelitian , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal.

4.
21

Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1999, hal. 107-108.
22
S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, Hukum Piutang Dan Lelang Negara Di
Indonesia , Pustaka Bangsa, Medan, 2002, hal. 165.

Universitas Sumatera Utara

19

b.

Sisa Hasil Lelang yaitu kelebihan hasil lelang dalam hal terdapat sisa hasil
bersih lelang atas barang jaminan hutang milik debitur atau Penanggung
Hutang (PH) yang melebihi nilai hak tanggungan.

c. Jaminan atau agunan adalah aset yang diserahkan Nasabah atau Debitur
kepada bank atau Kreditur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.23
d. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.24
Sedangkan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
disamakan

dengan

itu,

berdasarkan

persetujuan

atau

kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian.25
e. Bank adalah suatu lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan
dengan kewenangan untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
23

Munir Fuady, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.

25.
24

Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Rahman Hasanudin, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan diIndonesia , Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 31.
25

Universitas Sumatera Utara

20

atau bentu-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak,26
f.

Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.27

G.

Metode Penelitian
Untuk melengkap penulisan tesis ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah

dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang
digunakan antara lain:
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka
juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan
yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.28
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang
menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi dilapangan serta
26

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia , Raja Grafindo
Persada, 2007, hal. 50.
27
Sentosa Sembiring, Op.Cit. hal. 124.
28
Bernard Arief Shirdata, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berpikir ,
Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

21

mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan
permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan
keadaan yang terjadi dilapangan.29
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
atau penelitian hukum normatif. yaitu penelitan yang dilakukan untuk
mendapatkan data dari bahan-bahan kepustakaan terutama yang berhubungan
mengenai masalah hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum
primer, dan sekunder.30 Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara
mengkaji hukum dalam Law in Book yang dikonsepsikan sebagai apa yang
tertulis dalam peraturan perundang-undangan.31 Penelitian ini menekankan
kepada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun
teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di
masyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau
doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk
menganalisis permasalahan, yang dapat menjawab pokok permasalahan dalam
penulisan tesis ini, yaitu mengenai pelaksanaan hak sisa hasil lelang atas barang
jaminan pada kredit perbankan (studi di PT. Bank Muaalat Indonesia, Tbk.
Cabang Stabat).

29

Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research , Tarsito, Bandung, 1978, hal. 132.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat ,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 13-14.
31
Ibid.
30

Universitas Sumatera Utara

22

2.

Sumber Bahan Hukum/Data
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data

sekunder. Data sekunder yang dimaksud antara lain meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier berupa norma dasar,
perundang-undangan, hasil

penelitian ilmiah, buku-buku, dan lain-lain

sebagainya.32
a. Bahan Hukum Primer.33
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian
diantaranya adalah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
b. Bahan Hukum Sekunder.34
Bahan hukum

sekunder

yaitu bahan-bahan

yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil
32

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hal.30.
33
Romy Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990, hal. 53.
34
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

23

penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan praktisi hukum, buku
bacaan hukum, jurnal-jurnal, serta bahan dokumen-dokumen hukum
lain yang terkait.
c. Bahan Hukum Tersier.35
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang
memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedi, kamus bahasa, artikel,
internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.
Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini
juga digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari
wawancara. Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang telah ditentukan
sebagai informan atau narasumber dikhususkan untuk pemecahan masalah yang
masih memerlukan informasi lebih lanjut dalam memastikan validitas data-data
sekunder yang telah diperoleh. Dalam wawancara ini akan diperoleh data dari
sumber pertama, dalam hal ini adalah Sub. Branch Manager PT. Bank Muamalat
Indonesia Tbk, Cabang Stabat, 1 (satu) orang.

3.

Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini baik data sekunder maupun data primer diperoleh

dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian
kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang dilakukan dengan
35

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

24

mempelajari

dokumen-dokumen,

buku-buku

teks,

teori-teori,

peraturan

perundang-undangan, artikel, tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan
penelitian ini. Selain itu, guna mendukung data primer yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaan tersebut dilakukan pula wawancara dengan beberapa
informan sebagai narasumber untuk menggali data tentang hal-hal yang berkaitan
dengan penyelesaian hak sisa hasil lelang pada kredit perbankan.

4.

Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan

data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.36
Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahaan data merupakan
kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir
secara optimal.37 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan
pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan
hukum primer, sekunder, maupun tertier), untuk mengetahui validitasnya.
Setelah

itu

keseluruhan

data

tersebut

akan

disistematiskan

sehingga

36

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal

106.
37

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.77.

Universitas Sumatera Utara

25

menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.38
Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga
diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat
dalam masalah peneyelesaian hak sisa hasil lelang atas barang jaminan pada
kredit perbankan (Studi di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat).
Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif,
yaitu cara berpikir dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik
hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan
umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk
proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat
khusus,39 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan
dalam penelitian ini.

38

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,

hal. 106.
39

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris ,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 109.

Universitas Sumatera Utara