Kekuatan Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pengembalian Utang Pembiayaan Bermasalah Dalam Praktik PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan

(1)

KEKUATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN

PENGEMBALIAN UTANG PEMBIAYAAN BERMASALAH

DALAM PRAKTIK PT. BANK MUAMALAT

INDONESIA, Tbk CABANG MEDAN

TESIS

OLEH

SHERHAN

117005021 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KEKUATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN

PENGEMBALIAN UTANG PEMBIAYAAN BERMASALAH

DALAM PRAKTIK PT. BANK MUAMALAT

INDONESIA, Tbk CABANG MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

SHERHAN

117005021 / HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis :

Nama : Sherhan

KEKUATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN PENGEMBALIAN UTANG PEMBIAYAAN BERMASALAH DALAM PRAKTIK PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk CABANG MEDAN

NIM : 117005021 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S)

(Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum)

Anggota Anggota

(Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)


(4)

Telah diuji Pada Tanggal : 15 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS. Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

2. Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum

3. Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum 4. Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Bank syariah sebagai lembaga intermediasi yang mana dalam aktifitasnya menghimpun dana dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dengan prinsip syariah wajib memperhatikan aspek prudential banking. Pembiayaan menjadi salah satu aktifitas perbankan yang sangat mengandung resiko karena apabila Bank Syariah memberikan pembiayaan kepada nasabah (Mudharib) berarti Bank Syariah tersebut telah memutuskan untuk mengambil dan mengelola resiko tersebut. Salah satu upaya yang telah diciptakan Undang-undang dalam memitigasi resiko pembiayaan bermasalah adalah dengan diwajibkannya nasabah memberikan jaminan dalam pembiayaannya.

Sifat penelitian adalah deskriptif analitis, dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu mengadakan analisa terhadap masalah dengan melihat peraturan yang berlaku (khususnya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan). Sumber data dalam penelitian ini berasal dari bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berasal dari karangan ilmiah, buku-buku referensi dan informasi, akta perjanjian kredit dan sertifikat hak tanggungan, dan bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan dokumen-dokumen pendukung yang ada di PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk

Semangat lahirnya Undang-undang Hak Tanggungan merupakan suatu solusi bagi dunia perbankan dalam hal menguasai jaminan debitur yang mengalami pembiayaan bermasalah sebagai sumber pengembalian. Setelah dilakukan penelitian pada praktek di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan sebagai jaminan pengembalian utang bagi nasabah pembiayaan bermasalah hasilnya tidak signifikan dan maksimal. Pelaksanaan parate eksekusi maupun riil eksekusi memiliki kelemahan dan celah hukum tersendiri. Pelaksanaan parate eksekusi sebagai kelebihan yang dimiliki UUHT memiliki celah hukum dalam hal menguasai aset jaminan yang masih ditempati/dihuni karena wajib memasukkan gugatan pengosongan ke Pengadilan Negeri Domisili, selain itu pelaksanaan parate eksekusi juga dapat menimbulkan gugatan atau perlawanan dari nasabah sendiri dengan alasan harus dilaksanakan melalui Pengadilan. Sedangkan pelaksanaan Riil Eksekusi lebih memiliki kepastian hukum karena langsung dilakukan oleh Pengadilan Negeri melalui perintah Ketua Pengadilan Negeri akan tetapi prosesnya membutuhkan waktu cukup lama karena wajib melalui beberapa tahapan proses eksekusi antara lain : Aanmaning, Penetapan Sita Eksekusi, Pelaksanaan Sita Eksekusi, Penetapan dan proses Lelang. Hal tersebut menjadi kendala bagi perputaran bisnis Bank dalam menyehatkan NPF (Non Produktif Financing) dan dilema bagi Bank dalam menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat.


(6)

(7)

ABSTRACT

Islamic bank as an intermediary institution in which the activities to collect funds and distribute it back to the community with regard to Islamic principles shall banking. Financing prudential aspects of banking activity into one that is very risky because if the Islamic banks provide financing to customers (Mudharib) means Islamic Bank has decided to take on and its manage risk. One of the efforts that have created laws to mitigate the risk of financing problems that arise from the provision of financing to the community is to provide assurance to customers of compulsory its financing.

Type of the study is descriptive with normative juridical approach, which approached the problem by looking at the existing regulations (particularly Law No. 4 of 1996 on Mortgage). Sources of data in this study came from the primary, secondary and tertiary legal materials related to the regulations of legislation, scientific writing, reference books, and information, credit agreement deed and certificate of right of guarantee, any legal materials directing and explaining the secondary legal materials such as general dictionary, dictionary of legal terms/law, journals, articles, magazines and supporting documents that exist in PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk

The spirit of the birth of the Mortgage Act was a solution for the banking sector in terms of having control collateral that debtor financing problems as a source returns. After doing research on practice in PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk which carry out executions Mortgage as a loan repayment guarantees for customers financing problems and the results are not significantly the maximum. Parate execution and real implementation of execution has its own weaknesses and loopholes. Parate execution as UUHT has advantages in terms of legal loopholes guarantee control assets that are still occupied because mandatory evacuation filed suit to state court of domicile, in addition to the implementation of parate execution may also lead to a lawsuit or opposition from its own customers with reasons to be implemented through the courts. While the implementation of the execution of real legal certainly for directly by the district court through the command chair of the district court, but the process will take a long time because it must go through several stages of the process execution like Aanmaning, Determination confiscation execution, Execution of confiscation execution, Determination and the auction

process. It’s make obstacles for the Bank's business turnover in healthy NPF (Non Productive Financing), this is a problem for the Bank in disbursing financing to

the community.

.


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama dan terutama dengan segala kerendahan hati terimakasih saya kepada Allah SWT karena atas karunia dan rahmatnya yang telah menambah keyakinan dan kekuatan penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan judul “KEKUATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN PENGEMBALIAN UTANG PEMBIAYAAN BERMASALAH DALAM PRAKTIK PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk CABANG MEDAN sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril berupa bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, diucapkan terimakasih kepada dosen komisi pembimbing, yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH,

M.Hum, dan Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum, selaku dosen pembimbing,

juga kepada dosen penguji dan atas bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Selanjutnya diucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan para Pembantu Dekan serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada


(9)

Program Magister Ilmu Hukum (M.H.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Suhaidi, SH, MH, selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum (M.H.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum (M.H.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara.

5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum (M.H.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

6. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Ilmu Hukum (M.H) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga berperan dalam penyelesaian tesis ini.

7. Kepada kekasihku Aryta yang selalu membantu penulis dalam hal penulisan tesis, merapikan format tesis, doa dan dukungan dalam menyelesaikan penulisan ini.

Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang selalu mengasihi, Ayahanda Junaidi, dan Ibunda Nazia yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan nasihat untuk berbuat sesuatu yang terbaik


(10)

demi masa depan penulis, demikian juga kepada Fadhil adik penulis tercinta, atas motivasi dan doa kalian telah dapat diselesaikan tesis ini.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Sherhan

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 17 Oktober 1988

Alamat : Jl. Tulip Blok-J.43 Komp. Griya Riatur Indah Medan

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Kawin

II. Orang Tua

Nama Ayah : Junaidi Ibu : Nazia

III. Riwayat Pendidikan Formal

1. SD : SD Angkasa II Lanud Medan Tamat tahun 2000

2. SMP : SMP Harapan 1 Medan Tamat tahun 2003

3. SMA : SMA Negeri 1 Medan Tamat tahun 2006

4. S-1 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat tahun 2010

5. S-2 : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

IV. Riwayat Pendidikan Non Formal A. Seminar Ilmiah

1. Peserta Dialog bersama Kapoldasu “Jangan Ada Lagi Air Mata di Kantor Polisi tanggal 3 September 2010

2. Peserta Dialog Interaktif Deponering Kasus Bibit-Chandra tanggal 11 November 2010

3. Peserta Seminar Kepailitan AKPI tanggal 9 November 2011

4. Peserta Seminar Refleksi Penanganan Masalah Pertanahan di Sumatera Utara tanggal 15 Januari 2011

5. Peserta Seminar Essential Selling Skills Training Bank Muamalat tanggal 11-12 Maret 2011

6. Peserta In House Legal Training Bank Muamalat tanggal 11-13 Juli 2012 7. Peserta Muamalat Sales Model Training tanggal 25 Februari 2012


(12)

B. Kegiatan Non Formal

1. Peserta Pesantren Kilat Ramadhan VII tanggal 4 Desember 2000 2. Atlet Institut Karatedo Indonesia (INKAI) tanggal 14 Februari 2006 3. Pendidikan Pelatihan Komputer TRICOM tanggal 14 November 2006 4. Peserta Pelatihan Sholat Khusyu tanggal 30-3 Januari 2010


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SKEMA ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Permasalahan ... 11

C.Tujuan Penelitian ... 11

D.Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Kerangka Konsepsi ... 33

G. Metode Penelitian ... 37

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 37

2. Sumber Data ... 38

3. Pendekatan Masalah ... 38

4. Metode Pengumpulan Data ... 39


(14)

BAB II KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN SECARA PARATE EKSEKUSI PADA PRAKTIK YANG DILAKUKAN DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK CABANG MEDAN

A.Pengertian Hak Tanggungan ... 44

B.Pengertian Parate Eksekusi Dalam Hak Tanggungan ... 46

C.Kekuatan Eksekutorial Parate Eksekusi Dalam Hak Tanggungan .... 54

D.Pelaksanaan Parate Eksekusi melalui Balai Lelang Swasta ... 61

E. Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ... 63

BAB III KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN SECARA EKSEKUSI MELALUI PENGADILAN NEGERI PADA PRAKTIK YANG DILAKUKAN DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK CABANG MEDAN A.Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Pengadilan Negeri ... 69

1. Pengertian Eksekusi ... 69

2. Proses Permohonan Eksekusi Melalui Pengadilan Negei ... 72

3. Implementasi Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Pengadilan Negeri ... 75

B.Tahapan Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan ... 78

1. Aanmaning ... 78

a. Pengertian Aanmaning ... 78

b. Tata Cara Pelaksanaan Aanmaning ... 79


(15)

2. Sita Eksekusi ... 81

a. Pengertian Sita Eksekusi ... 81

b. Macam-macam Sita Yang Diatur Di dalam HIR ... 83

1) Sita Revindicatoir (Pasal 226 HIR) ... 83

2) Sita Conservatoir (Pasal 227 HIR) ... 84

3) Sita Eksekutoir (Pasal 197 HIR) ... 85

c. Tata Cara Pelaksanaan Sita Eksekusi ... 86

3. Eksekusi ... 87

a. Persiapan Sebelum Pelaksanaan Eksekusi ... 87

b. Pelaksanaan Eksekusi (Pasal 1033 Rv) ... 88

4. Lelang ... 90

a. Pengertian Lelang Eksekusi ... 90

b. Tata Cara Pelaksanaan Lelang Eksekusi ... 91

C.Pelaksanaan Eksekusi Melalui Pengadilan Negeri Pada Praktik yang dilakukan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan ... 93

BAB IV KELEMAHAN DAN KEUNTUNGAN MENGGUNAKAN PARATE EKSEKUSI DIBANDINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN EKSEKUSI MELALUI PENGADILAN NEGERI A.Keuntungan Menggunakan Parate Eksekusi ... 98

B.Kelemahan Menggunakan Parate Eksekusi ... 101

C.Keuntungan Menggunakan Eksekusi Melalui Pengadilan Negeri ... 105

D.Kelemahan Menggunakan Eksekusi Melalui Pengadilan Negeri ... 109


(16)

BAB V KESIMPULAN & SARAN

A.Kesimpulan ... 113 B.Saran ... 116


(17)

ABSTRAK

Bank syariah sebagai lembaga intermediasi yang mana dalam aktifitasnya menghimpun dana dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dengan prinsip syariah wajib memperhatikan aspek prudential banking. Pembiayaan menjadi salah satu aktifitas perbankan yang sangat mengandung resiko karena apabila Bank Syariah memberikan pembiayaan kepada nasabah (Mudharib) berarti Bank Syariah tersebut telah memutuskan untuk mengambil dan mengelola resiko tersebut. Salah satu upaya yang telah diciptakan Undang-undang dalam memitigasi resiko pembiayaan bermasalah adalah dengan diwajibkannya nasabah memberikan jaminan dalam pembiayaannya.

Sifat penelitian adalah deskriptif analitis, dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu mengadakan analisa terhadap masalah dengan melihat peraturan yang berlaku (khususnya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan). Sumber data dalam penelitian ini berasal dari bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berasal dari karangan ilmiah, buku-buku referensi dan informasi, akta perjanjian kredit dan sertifikat hak tanggungan, dan bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan dokumen-dokumen pendukung yang ada di PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk

Semangat lahirnya Undang-undang Hak Tanggungan merupakan suatu solusi bagi dunia perbankan dalam hal menguasai jaminan debitur yang mengalami pembiayaan bermasalah sebagai sumber pengembalian. Setelah dilakukan penelitian pada praktek di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan sebagai jaminan pengembalian utang bagi nasabah pembiayaan bermasalah hasilnya tidak signifikan dan maksimal. Pelaksanaan parate eksekusi maupun riil eksekusi memiliki kelemahan dan celah hukum tersendiri. Pelaksanaan parate eksekusi sebagai kelebihan yang dimiliki UUHT memiliki celah hukum dalam hal menguasai aset jaminan yang masih ditempati/dihuni karena wajib memasukkan gugatan pengosongan ke Pengadilan Negeri Domisili, selain itu pelaksanaan parate eksekusi juga dapat menimbulkan gugatan atau perlawanan dari nasabah sendiri dengan alasan harus dilaksanakan melalui Pengadilan. Sedangkan pelaksanaan Riil Eksekusi lebih memiliki kepastian hukum karena langsung dilakukan oleh Pengadilan Negeri melalui perintah Ketua Pengadilan Negeri akan tetapi prosesnya membutuhkan waktu cukup lama karena wajib melalui beberapa tahapan proses eksekusi antara lain : Aanmaning, Penetapan Sita Eksekusi, Pelaksanaan Sita Eksekusi, Penetapan dan proses Lelang. Hal tersebut menjadi kendala bagi perputaran bisnis Bank dalam menyehatkan NPF (Non Produktif Financing) dan dilema bagi Bank dalam menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat.


(18)

ABSTRACT

Islamic bank as an intermediary institution in which the activities to collect funds and distribute it back to the community with regard to Islamic principles shall banking. Financing prudential aspects of banking activity into one that is very risky because if the Islamic banks provide financing to customers (Mudharib) means Islamic Bank has decided to take on and its manage risk. One of the efforts that have created laws to mitigate the risk of financing problems that arise from the provision of financing to the community is to provide assurance to customers of compulsory its financing.

Type of the study is descriptive with normative juridical approach, which approached the problem by looking at the existing regulations (particularly Law No. 4 of 1996 on Mortgage). Sources of data in this study came from the primary, secondary and tertiary legal materials related to the regulations of legislation, scientific writing, reference books, and information, credit agreement deed and certificate of right of guarantee, any legal materials directing and explaining the secondary legal materials such as general dictionary, dictionary of legal terms/law, journals, articles, magazines and supporting documents that exist in PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk

The spirit of the birth of the Mortgage Act was a solution for the banking sector in terms of having control collateral that debtor financing problems as a source returns. After doing research on practice in PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk which carry out executions Mortgage as a loan repayment guarantees for customers financing problems and the results are not significantly the maximum. Parate execution and real implementation of execution has its own weaknesses and loopholes. Parate execution as UUHT has advantages in terms of legal loopholes guarantee control assets that are still occupied because mandatory evacuation filed suit to state court of domicile, in addition to the implementation of parate execution may also lead to a lawsuit or opposition from its own customers with reasons to be implemented through the courts. While the implementation of the execution of real legal certainly for directly by the district court through the command chair of the district court, but the process will take a long time because it must go through several stages of the process execution like Aanmaning, Determination confiscation execution, Execution of confiscation execution, Determination and the auction

process. It’s make obstacles for the Bank's business turnover in healthy NPF (Non Productive Financing), this is a problem for the Bank in disbursing financing to

the community.

.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjalanan waktu, berbagai faktor dapat mempengaruhi kualitas dari pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah debitur. Macetnya pembiayaan yang diberikan dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berkaitan erat dengan keadaan di dalam internal usaha debitur itu sendiri, sedang faktor eksternal berkaitan dengan kondisi ekonomi secara keseluruhan yang berada di luar kekuasaan debitur. Nasabah debitur tidak dapat berbuat banyak apabila keadaan ekonomi mengalami resesi yang berpengaruh terhadap volume penjualan dan kelesuan daya beli konsumen. Faktor eksternal seperti gejolak nilai tukar juga berada di luar kekuasaan debitur, yang dapat menggerus equivalent valuta asing dari rupiah yang dimiliki oleh nasabah debitur.1

Ketentuan perundang-undangan mewajibkan bahwa setiap pemberian pembiayaan harus didukung oleh jaminan baik berupa jaminan utama yakni proyek yang dibiayai dengan pembiayaan tersebut maupun jaminan tambahan yang tidak merupakan bagian dari objek yang dibiayai dengan fasilitas pembiayaan.

2

Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam.

1

Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Banker Atas Kredit Macet Nasabah, Cet-1, (Bandung : PT Alumni,2009), halaman 68

2 Ibid


(20)

Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.3

Bank dalam menyalurkan dana bagi masyarakat harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan walaupun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak mewajibkan kepada bank untuk meminta jaminan dalam pemberian pembiayaan namun telah menjadi prinsip umum pada setiap bank bahwa bank memerlukan jaminan dalam setiap penyaluran pembiayaan kepada masyarakat dengan tujuan untuk lebih memberikan kepastian terhadap pengembalian dana yang telah diterima oleh debitor bank.4

Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UUP) menyebutkan “bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas–asas pembiayaan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat”.5

3

Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, (Bandung : Visi Media, 2011), halaman 12

4

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis. (Jakarta : Djambatan, 1995), halaman 59

5

Penjelasan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


(21)

Lazimnya, jaminan yang digunakan oleh Perbankan adalah jaminan yang bersifat kebendaan. Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda yang mempunyai ciri-ciri antara lain mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dengan debitor, dapat dipertahankan siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan. Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan benda bergerak dan jaminan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya, dapat berpindah atau dipindahkan atau dalam Undang-Undang dianggap sebagai benda bergerak, seperti hak-hak yang melekat pada benda bergerak. Benda dikatakan sebagai benda tidak bergerak atau tetap adalah kebendaan yang sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, karena peruntukannya atau karena Undang-Undang menggolongkannya sebagai benda tidak bergerak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 506, dan Pasal 507 serta Pasal 508 KUHPerdata.6

Pembebanan atau pengikatan jaminan pembiayaan didasarkan pada obyek bendanya. Jika yang dijadikan jaminan berupa benda bergerak, maka pembebanan atau pengikatannya dilakukan dengan menggunakan gadai atau fidusia. Jika yang dijadikan jaminan berupa kapal laut dengan berat tertentu dan pesawat udara, maka pembebanan atau pengikatannya dengan menggunakan hipotik, sedangkan jika yang

6

Sony Harsono, Sambutan Menteri Agaria/Kepala BPN Pada Seminar Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah, (Bandung :Fakultas Hukum UNPAD, 1996) halaman 33


(22)

dijadikan jaminan berupa tanah, maka pembebanan atau pengikatannya dengan menggunakan Hak Tanggungan atas tanah.7

Istilah Hak Tanggungan sebagai hak jaminan, dilahirkan oleh Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Pembebanan Hak Tanggungan atas tanah dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang diundangkan pada tanggal 9 April 1996, selanjutnya akan disebut Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Lembaga Hak Tanggungan tersebut merupakan pengganti lembaga hipotik dan creditverband, yang sebenarnya merupakan produk hukum yang telah diamanatkan oleh Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan.

8

Berkaitan dengan hal tersebut Sutan Remy Sjahdani mengatakan :

Hak Tanggungan hanya menggantikan Hipotik sepanjang yang menyangkut tanah saja. Hipotik atas kapal laut dan pesawat udara tetap berlaku. Disamping hak- hak jaminan berupa Hipotik atas kapal laut dan Hipotik atas pesawat udara, juga berlaku Gadai dan Fidusia sebagai hak jaminan. Dengan demikian, ada beberapa jenis hak jaminan dengan nama yang berbeda-beda, tetapi asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokoknya boleh dikatakan sama. Hal ini akan dapat sangat membingungkan bagi mereka, lebih-lebih lagi bagi orang asing,

7 Ibid 8

Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah


(23)

yang ingin atau harus mempelajari hukum Indonesia mengenai hak-hak jaminan tersebut.9

Kelebihan dari Hak Tanggungan yang dapat melaksanakan eksekusi langsung dikenal dengan Parate eksekusi. Parate eksekusi merupakan pelaksanaan eksekusi tanpa melalui bantuan pengadilan. Apabila debitur cidera janji, kreditor berhak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.10

Pelaksanaan Parate eksekusi dianggap sederhana karena tidak melibatkan debitur, pengadilan maupun prosedur hukum acara. "Pelaksanaannya hanya digantungkan pada syarat 'debitur wanprestasi', padahal kreditur sendiri baru membutuhkannya apabila debitur melakukan wanprestasi. Kewenangan seperti itu tampak sebagai hak eksekusi yang selalu siap ditangan jika dibutuhkan, itulah sebabnya eksekusi yang demikian disebut sebagai Parate eksekusi".11

9

Sutan Remy Sjahdani, Hak Tanggungan, Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi oleh Perbankan; Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan, (Bandung : Alumni, Bandung, 1999), halaman 6

Dengan demikian, parate eksekusi memberikan kepastian dan kedudukan kreditur akan semakin terlindungi apabila debitur wanprestasi/cidera janji, karena debitur seolah-olah telah menyisihkan sebagian/seluruh harta kebendaannya untuk pelunasan hutangnya, dikemudian hari.

10

Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Edisi 1, Cetakan 2 (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), halaman 128

11

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hukum Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 1, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), halaman 148


(24)

Kemudian dalam eksekusi Hak Tanggungan dikenal juga dengan pelaksanaan eksekusi riil yang bersumber dari perjanjian utang atau penghukuman membayar ganti kerugian yang timbul dari “wanprestasi” berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1246 KUHPerdata atau yang timbul dari “perbuatan melawan hukum” berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Namun secara kuantitatif, eksekusi riil hampir bersumber dari penghukuman pembayaran utang atau dikenal dengan istilah eksekusi pembayaran sejumlah uang. Apabila tergugat sebagai debitur tidak melunasi pembayaran sejumlah yang dihukumkan kepadanya secara sukarela, terbuka kewenangan pengadilan menjalankan putusan secara paksa melalui eksekusi dengan melakukan penjualan lelang harta kekayaan tergugat di depan umum. Dari hasil penjualan lelang, dibayarkanlah kepada pihak penggugat (kreditor) sesuai dengan jumlah yang disebutkan dalam amar putusan.12

Dewasa ini setelah dilakukan penelitian diperoleh sebuah masalah bahwa pada praktiknya pada lembaga keuangan khususnya Bank, dalam menggunakan kekuatan eksekusi Hak Tanggungan baik secara Parate eksekusi maupun secara Riil Eksekusi melalui Pengadilan Negeri belum efektif.

Bank dalam menggunakan Parate eksekusi, masih ditemukan banyaknya celah hukum yang dapat digugat oleh debitur jika Bank melakukan Parate eksekusi

terhadap jaminan yang dijaminkan debitur kepada bank. Alasannya adalah dalam praktik penggunaan Parate eksekusi belum memiliki kepastian hukum. Apabila Bank atau kreditur melakukan Eksekusi Riil melalui Pengadilan Negeri, maka akan

12


(25)

ditemukan kendala-kendala teknis yang terjadi dalam penerapan Eksekusi riil tersebut, seperti menggunakan waktu relatif cukup lama.

PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah bank syariah pertama yang lahir di Indonesia, yang didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp. 84 miliar (delapan puluh empat miliar rupiah) pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp.106 miliar (seratus enam miliar rupiah). Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.13

Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporak-porandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh pembiayaan macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas

13

Sejarah Bank Muamalat Indonesia, Indonesia, Tbk, di akses 2 februari 2013


(26)

dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60% (enam puluh) Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar (seratus lima miliar rupiah). Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar (tiga puluh Sembilan koma tiga miliar rupiah), kurang dari sepertiga modal setor awal.14

Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.15

Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 (dua ratus tujuh puluh lima) gerai yang tersebar di 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 (empat ribu) Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 (tiga puluh dua ribu) ATM, serta 95.000 (sembilan puluh lima ribu) merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri,

14 Ibid 15


(27)

yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System

(MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 (dua ribu) ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 (tujuh puluh) award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 (lima) tahun terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic Finance House in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong). Diakhir tahun 2012 Bank Muamalat berhasil membukukan asset kurang lebih 34 Triliun (tiga puluh empat triliun).16

Sebagai bagian dari perbankan nasional, PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan juga mengalami permasalahan yang hampir sama dengan Bank umum lainnya, yaitu persoalan pembiayaan yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Menurut pengamatan awal berdasarkan data yang ada pada Bank, diketahui bahwa pelaksanaan penjualan barang jaminan, didominasi oleh penjualan barang jaminan tidak melalui lelang, yaitu dengan cara penjualan dibawah tangan

16 Ibid


(28)

berdasarkan atas kesepakatan antara debitor dan kreditor atau Bank, dimana prosesnya dilakukan dengan cara debitor menyerahkan jaminan untuk dijual secara sukarela yang mana hal tersebut dilakukan di depan notaris setelah itu hutang debitur dianggap lunas.

Fenomena ini dalam periode tertentu telah menjadi kecenderungan yang berlaku di Bank Muamalat, karena secara sistemik penjualan barang jaminan secara dibawah tangan tersebut pada akhirnya telah menjadi pola penanganan pembiayaan bermasalah, karena dengan pola tersebut telah memberikan hasil yang cukup signifikan bagi Bank. Sehingga pola tersebut tidak hanya dipertahankan bahkan semakin ditingkatkan. Akan tetapi terkadang pola tersebut menimbulkan polemik terhadap Bank sebab terkadang terdapat debitor yang sudah menyerahkan aset jaminan akan tetapi tidak mengosongkan aset atau tetap menempati, hal ini menjadi dilema tersendiri terhadap bank dalam hal melakukan penjualan aset jaminan untuk menjadi pelunasan pembiayaan.

Untuk menghindari permasalahan di atas, Bank Muamalat cenderung memilih melakukan penjualan jaminan melalui Eksekusi Riil Hak Tanggungan dimana Penjualan dilakukan melalui putusan Pengadilan Negeri Domisili melalui tahapan

Aanmaning, Sita Eksekusi, Lelang Eksekusi, dan Pengosongan bila perlu. Akan tetapi hal tersebut dinilai sangat lambat dalam mengembalikan portoFolio Pembiayaan Bermasalah atau NPF (Non Produktif Financing) Bank Muamalat sendiri karena prosesnya yang terlalu panjang.


(29)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kekuatan eksekutorial Hak Tanggungan yang dilakukan secara

parate eksekusi pada praktek yang dilakukan di Bank Muamalat Cabang Medan? 2. Bagaimana kekuatan eksekutorial hak tanggungan yang dilakukan secara eksekusi

melalui pengadilan negeri pada praktek yang dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan?

3. Apa saja kelemahan dan keuntungan dalam menggunakan parate eksekusi

dibandingkan dengan menggunakan eksekusi melalui Pengadilan Negeri?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan jawaban dari perumusan masalah, sehingga dapat memberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kekuatan eksekutorial Hak Tanggungan yang dilakukan secara parate eksekusi pada praktek Bank Muamalat Cabang Medan.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan secara eksekusi melalui Pengadilan Negeri pada praktek Bank Muamalat Cabang Medan..

3. Untuk mengetahui kelemahan dan keuntungan dalam melakukan parate eksekusi


(30)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan ataupun

tambahan ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai kekuatan eksekutorial Hak Tanggungan sebagai jaminan pengembalian hutang terhadap pembiayaan bermasalah terhadap kelebihan dan kekurangannya.

2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan pemikiran terhadap mahasiswa – mahasiswi, praktisi hukum, maupun lembaga perbankan dalam mengetahui tentang kekuatan eksekusi hak tanggungan sebagai jaminan pengembalian hutang pembiayaan bermasalah.

E. Keaslian Penelitian

Setelah melakukan penelusuran kepustakaan dari hasil penelitian yang pernah dilakukan khususnya di Universitas Sumatera Utara, maka diketahui belum ada tulisan yang mengangkat mengenai “Kekuatan Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pengembalian Utang Pembiayaan Bermasalah Dalam Praktek PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan”. Penulisan ini dilakukan berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan lembaga Hak Tanggungan, kasus aktual yang dialami lembaga-lembaga perbankan yang ingin mendapatkan perlindungan hukum terhadap debitor yang cidera janji melalui media jaminan Hak Tanggungan untuk penyehatan pembiayaan bermasalah, terdapat juga penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh :


(31)

1.

a.

Saudari Suhaili, NIM : 087011058, Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Pelunasan Kredit Dengan Menyerahkan Jaminan kepada Bank dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Penelitian Pada PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Kantor Wilayah VI Medan) dan permasalahan yang diteliti adalah :

b.

Bagaimanakah proses Penyerahan Jaminan sebagai pelunasan kredit pada PT. Bank Danamon Indonesia TbkWilayah VI Medan ?

c.

Apakah pelunasan dengan menyerahkan jaminan kepada Bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk.Wilayah VI medan telah sesuai dengan ketentuan yang ada ?

2.

Permasalahan apa sajakah yang timbul dalam pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada Bank pada PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Wilayah VI Medan dan bagaimana upaya penyelesaiannya ?

a.

Saudara Marcel Soekandar, NIM: 067011049, Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan” dan permasalahan yang diteliti adalah :

Bagaimanakah Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dan Debitur Dalam Perjanjian Jaminan Kredit Bank Berdasarkan UUHT?


(32)

b.

c.

Bagaimanakah Pelaksanaan APHT Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit Di PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan?

3.

Apakah Hambatan yang dialami PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan Dalam Melakukan Eksekusi Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit Bilamana Debitur Wanprestasi?

a.

Saudari Saraswati Jaya, NIM: 087011111, Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Dalam Penangguhan Eksekusi Jaminan Berkaitan Dengan Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan permasalahan yang diteliti adalah :

b.

Bagaimanakah Proses Eksekusi Hak Tanggungan Oleh Bank Sebagai Kreditor Separatis Dan Perlindungan hukum Yang Didapat Oleh Kreditur Tersebut ?

c.

Bagaimanakah Kedudukan Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Dengan Adanya Lembaga Penangguhan Eksekusi ?

Bila Penangguhan Eksekusi Yang Diakhiri Oleh Debitor Insolven (Tidak Mampu Membayara Utang – Utangnya), Bagaimanakah Hak Eksekusi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Dilaksanakan ?

Pada penelitian sebelumnya sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka dengan penelitian yang dilakukan saat ini adalah berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan sebuah karya asli dan sesuai dengan azas-azas


(33)

keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan keadilan hukum yang bersifat ilmiah. Sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir – butir pendapat, teori, tesis, penulis mengenai sesuatu ataupun permasalahan, problem, yang mana bagi pembaca menjadi bahan perbandingan pasangan teori, yang mungkin disetujui maupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi si pembaca.17

Teori Hukum merupakan ilmu yang sangat luas. Cakupan ilmu hukum tidak terbatas hanya pada lingkup hukum, norma, perundang-undangan semata tapi meliputi aspek antropologi, kultur, sosial, ideologi dan politik. Cakupan yang relatif luas mengindikasikan bahwa hukum tidak dapat mudah dimengerti baik definisi maupun substansinya. Namun demikian, menekuni pembelajaran ilmu hukum signifikan untuk menambah pemahaman dalam berhukum. Perjalanan teori hukum itu sendiri sudah cukup lama, bahkan untuk konteks Indonesia, teori hukum itu sudah ada sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun teori-teori hukum sudah sangat lama, namun keberadaannya dalam hukum dan terutama pembelajaran ilmu hukum masih sangat relevan. Beberapa teori hukum yang masih

17

J. J. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Dialihkan Bahasakan Oleh Arief Sidharta, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), halaman 4


(34)

menarik untuk didalami antara lain aliran-aliran Yunani, Romawi, Natural, Positivisme. 18

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Positivisme Yuridis. Teori ini mengakui bahwa keberadaan hukum berdampingan dengan aturan-aturan moral, bahkan hubungan antara hukum dengan aturan serta patokan moral merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat. Teori Positivisme Yuridis memandang hukum positif sebagai suatu gejala tersendiri, yaitu sebagai satu-satunya hukum (tata hukum) yang dapat diterima dan dipastikan kenyataannya.19

Tujuannya adalah untuk melihat sistem dari hukum jaminan itu sendiri dimana sistem sebagai entitas yang mana hukum jaminan dilihat sebagai suatu kumpulan, asas-asas hukum, ataupun kumpulan norma-norma yang membangun tertib hukum jaminan itu sendiri. Tata tertib hukum jaminan yang dimaksud adalah hukum jaminan kebendaan yang lebih dikhususkan dalam Hak Tanggungan. Hak Tanggungan merupakan subsistem dari sistem hukum jaminan kebendaan yang menurut asas-asas hukum Hak Tanggungan yang diatur dalam hukum positif yaitu pada Undang-Undang Hak Tanggungan No.4 tahun 1996.20

Hukum Jaminan dilihat sebagai kumpulan asas-asas hukum atau kumpulan norma yang membangun tertib Hukum Jaminan. Tertib hukum jaminan yang

18

Teori Stufenbau di Indonesia. 2011. februari 2013

19

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta : Konstitusi Press, 2012), halaman 9

20

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Jaminan. (Bandung : CV. Mandar Maju, 2009), halaman 12


(35)

dimaksud di atas adalah Hukum Jaminan Kebendaan. Hak Tanggungan merupakan sub sistem dari sistem Hukum Jaminan Kebendaan yang menurut asas-asas hukum Hak Tanggungan yang diatur dalam Hukum Positif yaitu Undang-Undang No. 4/1996.21

Asas atau prinsip dapat diartikan merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang dapat dijadikan pedoman pemikiran dan tindakan. Asas-asas muncul dari hasil penelitian dan tindakan. Asas sifatnya permanen, umum dan setiap ilmu pengetahuan memiliki asas yang mencerminkan “intisari” kebenaran-kebenaran dasar dalam bidang ilmu tersebut. Asas adalah dasar tapi bukan suatu yang absolut atau mutlak. Artinya penerapan asas harus memperbangkan keadaan-keadaan khusus dan keadaan yang berubah-ubah.22

Selanjutnya yang dimaksud dengan Norma adalah dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa inggris yakni norm. Dalam kamus oxford norm berarti usual or expected way of behaving.23

21

Ibid

yaitu norma umum yang berisi bagaimana cara berperilaku. Norma adalah patokan perilaku dalam satu kelompok tertentu, norma memungkinkan sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.

22

Malayu S.P Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), halaman 9

23


(36)

Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat, yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena menjaga hubungan dalam bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan, karena awal dari sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada kelompok tertentu yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma. Sehingga kita akan menemukan definisi dari budaya itu seperti ini; budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.24

Ada pula yang mengartikan norma sebagai nilai karena norma merupakan konkretasi dari nilai. Norma adalah perwujudan dari nilai karena setiap norma pasti terkandung nilai di dalamnya, nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan norma maka nilai yang hendak di jalankan itu mustahil terwujud. Norma di bagi menjadi dua yaitu norma yang datang dari Tuhan dan norma yang dibuat oleh manusia. Norma yang pertama di sebut norma agama sedang yang kedua di sebut norma sosial, meskipun pada dasarnya keduanya dalam orientasi yang sama, yakni mengatur kehidupan manusia agar menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.25

Norma hukum merupakan aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa

24

Stewart L. Tubbs dan Sylvia moss, Human comunication: Principles and Context . (London : McGraw-Hill, 2005), halaman 237

25

Herimanto dan Winarmo. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), halaman 130


(37)

orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).26

Pasal-pasal dalam Undang-Undang Hak Tanggungan menjadi tatanan yang berhubungan satu sama lain yang mana hal itu sebagai tujuan yang melengkapi aturan dari Undang-Undang Hak Tanggungan itu.27

Ada beberapa asas dari Hak Tanggungan yang perlu dipahami untuk membedakan Hak Tanggungan dari jenis jaminan utang yang lain. Asas- asas Hak Tanggungan tersebut adalah28

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan (Preferent) bagi kreditor Pemegang Hak Tanggungan. Hal ini berarti bahwa kreditor pemegang hak tanggungan mempunyai hak di dahulukan di dalam mendapatkan pelunasan atas piutangnya dari pada kreditor-kreditor lainnya atas hasil penjualan benda yang dibebani hak tanggungan tersebut;

:

b. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada artinya benda-benda yang dijadikan objek hak tanggungan itu tetap terbebani hak tanggungan walau di tangan siapapun benda itu berada. Jadi meskipun hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan tersebut telah beralih atau

berpindah-26

Ibid

27

Ibid 28

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah


(38)

pindah kepada orang lain, namun hak tanggungan yang ada tetap melekat pada objek tersebut dan tetap mempunyai kekuatan mengikat.29

c. Memenuhi Asas Spesialitas dan Publisitas. Asas Spesialitas maksudnya wajib dicantumkan berapa yang dijamin serta benda yang dijadikan jaminan, juga identitas dan domisili pemegang dan pemberi Hak Tanggungan yang wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Asas Publisitas maksudnya wajib dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

d. Asas Droit de Suite yang memiliki arti Asas berdasarkan hak suatu kebendaan seseorang yang berhak terhadap benda itu mempunyai kekuasaan/wewenang untuk mempertahankan atau menggugat bendanya dari tangan siapapun juga atau dimanapun benda itu berada.

e. Asas droit de preference yang memiliki arti Keistimewaan yang bersangkutan dengan hasil penjualan tanah yang dijadikan jaminan, dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang tidak mempunyai hak yang lebih mendahulu.

f. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, artinya dapat di eksekusi seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan pasti.30

Asas-asas dari Hak Tanggungan di dalam UUHT meliputi :

29

Sutan Remy Sjahdani,,op. cit, hal. 15 30

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia / Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, (Jakarta: Djambatan, 1997), halaman. 15, 38


(39)

a. Asas publisitas ini dapat diketahui dari Pasal 13 ayat (1) UUHT yang menegaskan bahwa : “Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan”. Pendaftaran Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan tersebut terhadap pihak ketiga.

b. Asas spesialitas ini dapat diketahui dari Penjelasan Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut dalam APHT mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum”. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai subjek, objek maupun utang yang dijamin

c. Asas tidak dapat dibagi-bagi ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1), bahwa Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 31

Setelah menunggu selama 34 tahun sejak Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) menjanjikan akan adanya Undang-undang tentang Hak Tanggungan. Undang-undang No.4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah telah disahkan pada tanggal 9 April 1996. Singkatan resmi dari nama Undang-undang

31

Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT (Semarang :


(40)

tersebut adalah “Undang-Undang Hak Tanggungan” (UUHT). Dengan telah diundangkannya UUHT tersebut, terwujudlah sudah unifikasi hukum tanah nasional. Lembaga Hak Tanggungan yang diatur oleh Undang-Undang ini adalah dimaksudkan sebagai pengganti dari Hypotheek (selanjutnya disebut dengan hipotik) sebagaimana diatur dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan Creditverband yang diatur dalam staastblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan staatsblad 1937-190, yang berdasarkan pasal 57 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agararia (UUPA), masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang-undang tentang Hak Tanggungan tersebut. 32

Selanjutnya Norma Hukum dari Hak tanggungan ini di dalam beberapa pasal juga mengatur perihal eksekusi hak tanggungan yang sebelumnya pernah menjadi obyek Putusan Mahkamah Agung No. 3201 sebagaimana disebut di atas. Dengan demikian dalam praktek hukum terdapat dua norma hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan tersebut. Di satu sisi mengatur pelaksanaan eksekusi hak tanggungan harus melalui Ketua Pengadilan, di sisi lain pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dapat dilaksanakan atas kekuasaan sendiri tanpa melalui Ketua Pengadilan sebagaimana disebut dalam Pasal 6 UUHT’.33

Pasal 6 UUHT secara jelas menyebutkan bahwa:

32

St. Remy Syahdeny, op.cit, hlm. 1-2

33

Taufiqurrohman Syahuri, Hukum Konstitusi Hukum Konstitusi Proses dan Prosedur erubahan UUD Di Indonesia 1945-2002 Serta Perbandingannya Dengan Konstitusi Negara Lain di Dunia.. (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004), halaman 15


(41)

“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”.

Memperhatikan bunyi Pasal 6 di atas, dapat ditarik beberapa unsur sebagai berikut:

a. Debitor cidera janji;

b. Hak menjual obyek hak tanggungan ditangan Pemegang Hak tanggungan Pertama; c. Penjualan obyek melalui pelelangan;

d. Hak mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

Dengan demikian apabila unsur (a) terbukti/terpenuhi, maka pemegang hak tanggungan berhak menjual obyek hak tanggungan asalkan dilakukan melalui pelelangan. Pemegang hak tanggungan juga berhak mengambil bagian dari hasil penjualannya itu untuk memenuhi membayar pelunasan hutangnya pihak pemberi hak tanggungan. Untuk memiliki kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tersebut maka dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dicantumkan janji sebagaimana diperintahkan dalam 11ayat (2) e yang berbunyi :

“Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji- janji, antara lain janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji”


(42)

Pemberian kewenangan untuk menjual sendiri atas obyek hak tanggungan melalui pelelangan ini sesuai dengan tujuan dikeluarkannya UUHT. Penjelasan umum UUHT angka 9 menyatakan:

Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate eksekusi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura). Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat-tanda-bukti adanya Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANANYANG MAHA ESA”, untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mernpunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu sertifikat hak tanggungan tersebut dinyatakan sebagai pengganti grosse acte Hypotheek, yang untuk eksekusi Hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat dalam melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua Reglemen di atas. Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai penggunaan ketentuan-ketentuan tersebut, ditegaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang ini, bahwa selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, peraturan mengenai eksekusi

Hypotheek yang diatur dalam kedua Reglemen tersebut, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.34

Disamping itu Undang-undang Hak Tanggungan juga memiliki sifat yang mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada. Hal ini tercantum dalam UUHT pasal 7 yang berbunyi :

“Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangansiapa pun obyek tersebut berada”.

Selanjutnya terdapat aturan bahwa yang memberikan Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan perbuatan hukum terhadap

34


(43)

objek Hak Tanggungan, hal tersebut tercantum dalam UUHT pasal 8 ayat (1) yang berbunyi :

“Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan”

Selain itu Hak Tanggungan juga memiliki jangka waktu pendaftaran setelah Akta Pemberian Hak Tanggungan ditandatangani, hal ini tercantum dalam UUHT pasal 13 ayat (2) yang berbunyi :

“Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan”.

Di dalam aturan Undang-Undang Hak Tanggungan sendiri dalam hal melakukan eksekusi hak tanggungan secara tegas mengatur hal tersebut dalam pasal 20 ayat (1) huruf a dan b yang berbunyi :

“(a) hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

(b) titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.”


(44)

Salim HS juga mengemukakan dalam Hak Tanggungan juga dapat dikelompokkan aturan sebagai berikut 35

a. mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);

:

b. tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996); c. hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996);

d. dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996; e. dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada

di kemudian hari (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Dengan syarat diperjanjikan secara tegas;

f. sifat perjanjian adalah tambahan (accesoir) (Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;

g. dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;

h. dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;

i. mengikuti objek dalam tangan siapa pun objek itu berada (Pasal 7 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996;

35

Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2012), halaman 102-103.


(45)

j. tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan;

k. hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;

l. wajib didaftarkan (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996); m.pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;

n. dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.

Walaupun tidak disebutkan secara tegas, tetapi mengingat Hak Tanggungan merupakan bagian dari pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (vide Pasal 51 juncto Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), maka bisa disimpulkan, bahwa hak-hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan sebagaimana disebut diatas adalah hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.36

Hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada dan yang akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanahnya, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan.”

Disamping itu, menurut Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah berbunyi:

36


(46)

Jadi selain tanah, bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dapat dijadikan objek hak tanggungan. Perhatikan baik-baik syarat “merupakan satu-kesatuan” dengan tanahnya. Namun, perlu diperhatikan dengan baik bahwa penyebutannya adalah: “juga dapat dibebankan “pada hak atas tanah....”, dari cara penyebutan mana kita tahu bahwa bangunan, tanaman dan hasil karya itu hanya bisa menjadi objek hak tanggungan kalau tanah diatas mana bangunan itu berdiri, tanaman itu tumbuh dan hasil karya itu berada juga dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Benda-benda di luar tanah, yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tidak bisa dijaminkan dengan Hak Tanggungan terlepas dari tanahnya.37

Penyebutan “yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah tersebut” mengingatkan kita pada syarat “dipersatukan secara permanen atau nagelvast” dan “dengan akar tertancap dalam tanah atau wortelvast” pada hipotik. Jadi, walaupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menganut asas hukum adat dan karenanya menganut asas pemisahan horisontal, namun disini di syaratkan harus merupakan satu-kesatuan dengan tanahnya.38

Dapat dibayangkan apa yang menjadi satu-kesatuan dengan tanah adalah apa yang berada di atas tanah, maka menurut penjelasan Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang

37

Sudaryanto.W. “Pokok-pokok Kebijaksanaan Undang-Undang Hak Tanggungan” Seminar Nasional Undang-Undang Hak Tanggungan, Tanggal 10 April 1996. (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 1996), halaman 7

38

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 5


(47)

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ternyata meliputi juga bangunan yang ada di permukaan tanah, seperti basement. Jadi, yang ada di bawah tanah hanya meliputi bangunan, atau bagian dari bangunan, yang ada di bawah tanah, dan ada hubungannya dengan tanah yang ada di atasnya. Tambang dan mineral tidak termasuk didalamnya.

Sudikno Mertokusumo mengatakan ada tiga macam eksekusi yang dikenal oleh hukum secara perdata yaitu:39

1. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 197 HIR dan seterusnya dimana seorang dihukum untuk membayar sejumlah uang.

2. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR, dimana seorang dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan.

3. Eksekusi pembayaran uang, yang dalam praktik banyak dilakukan akan tetapi tidak diatur dalam HIR.

Eksekusi yang diatur dalam pasal 197 HIR dan seterusnya dimana hukum untuk membayar sejumlah uang. Apabila seseorang enggan untuk dengan sukarela memenuhi bunyi putusan dimana ia dihukum untuk membayar sejumlah uang, maka apabila sebelum putusan dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, maka sita jaminan itu setelah dinyatakan sah dan berharga menjadi sita eksekutorial. Kemudian eksekusi dilakukan dengan cara melelang barang milik orang yang dikalahkan, sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar menurut putusan hakim dan ditambah semua biaya sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut. Apabila sebelumnya belum dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dilanjutkan dengan menyita sekian banyak barang bergerak, apabila tidak cukup juga

barang-39 Ibid


(48)

barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup untuk membayar jumlah uang yang harus dibayar menurut putusan beserta biaya-biaya pelaksanaan putusan tersebut. Penyitaan yang dilakukan ini disebut sita eksekutorial.

Eksekusi yang diatur dalam pasal 225 HIR, dimana seorang dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan. Pasal 225 HIR mengatur tentang beberapa hal mengadili perkara yang istimewa. Apabila seseorang dihukum untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu tetapi ia tidak mau melakukannya maka hakim tidak dapat memaksa terhukum untuk melakukan pekerjaan tersebut, akan tetapi hakim dapat menilai perbuatan tergugat dalam jumlah uang, lalu tergugat dihukum untuk membayar sejumlah uang untuk mengganti pekerjaan yang harus dilakukannya berdasarkan putusan hakim terdahulu.

Eksekusi rill yang dilakukan melalui eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan pada putusan pengadilan saja, tetapi dapat juga didasarkan pada bentuk akta tertentu yang oleh Undang-Undang ”disamakan” nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pembayaran sejumlah uang, antara lain berupa40

a. Grosse Akta Pengakuan Hutang; :

b. Grosse Akta Hipotek; c. Creditverband;

40

M. Yahya Harahap, Ruang lingkup Permasalahan eksekusi bidang perdata, Edisi ke 2


(49)

d. Hak Tanggungan (HT); e. Jaminan Fidusia

Hak Tanggungan di dalam UUHT tidaklah dibangun dari suatu yang belum ada. Hak Tanggungan dibangun dengan mengambil alih atau mengacu asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari hipotik yang diatur oleh KUHPerdata. Oleh karena itu, dalam penelitian ini disamping menyajikan asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari Hak Tanggungan menurut UUHT, juga dilakukan perbandingan asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari Hak Tanggungan tersebut dengan asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari hipotik yang diatur dalam KUHPerdata. Bila kedua lembaga jaminan ini dibandingkan, banyak asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari hipotik yang diambil alih atau ditiru dari hipotik. Namun, ada pula asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok Hak Tanggungan yang berbeda. Bahkan, ada asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari Hak Tanggungan yang baru yang tidak terdapat di dalam Hipotik.41

Dalam ketentuan hukum perdata dinyatakan bahwa suatu benda yaitu segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang, memberikan hak kebendaan (zakelijke recht) yaitu suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Hak kebendaan ini kemudian memberikan 2 (dua) fungsi kepada pihak yang memilikinya sesuai dengan sifat yang dimiliki benda tersebut, yaitu hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Lembaga hak

41

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 5


(50)

tanggungan merupakan salah satu dari hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan.42

Di sisi lain kedudukan preferensi hak tanggungan, secara jelas diatur dalam Pasal 5 UUHT, bahwa peringkat masing-masing hak tanggungan ditentukan tanggal pendaftaran hak tanggungan tersebut. Kemudian dalam Pasal 7 UUHT hak kebendaan

droite de suite secara tegas dinyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun.43

Pemberian pembiayaan selalu meminta jaminan dari debitor, jaminan yang dimaksud adalah keyakinan kreditor atas kemampuan debitor untuk melunasi utangnya. Keyakinan tersebut diperoleh setelah kreditor menilai watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan prospek usaha dari debitor (condition of economy). Seringkali kreditor tidak saja memegang agunan pokok yaitu barang yang dibiayai dengan pembiayaan bank, tetapi juga meminta agunan tambahan dari debitor berupa barang yang tidak dibiayai oleh pembiayaan yang diikat secara hukum. Konsekuensinya jika pembiayaannya macet, maka kreditor dapat memperoleh prioritas pengembalian dananya dengan mencairkan (melelang) agunan yang diberikan nasabah.44

42

R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan Ke-24 (Jakarta : Intermarsa, 1992), halaman 60

43

St. Remy Syahdeny, op.cit, hlm. 22 44

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, (Jakarta : Program Pasca Sarjana, FH UI, 2002), halaman. 30


(51)

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berpikir, daya berpikir khususnya penalaran dan pertimbangan.45

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangkalan pendapat. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.46

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut:

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

a. Eksekusi adalah melaksanakan secara paksa (upaya hukum paksa) putusan Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum.47

b. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, pelunasan hutang tertentu, yang

45

Komarudin dan Yola Tjuparman, Komardudin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), halaman 122

46

Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fudicia, Suatu Tinjauan Keputusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan : PPS USU), halaman 35

47


(52)

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.48

c. Eksekusi Hak Tanggungan adalah kekuatan eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan untuk dapat menjual Objek Hak Tanggungan secara langsung.49

d. Parate eksekusi adalah Hak untuk menjual Objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hal tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, maka pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual Objek Hak Tanggungan melalui Pelelangan Umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemilik Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu.50

e. Eksekusi Pembayaran Uang adalah melaksanakan hubungan hukum yang mesti dipenuhi sesuai dengan amar putusan melakukan “pembayaran sejumlah uang”51 f. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul

48

Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 Pasal 1 Ayat (1)

49

H. Salim HS, op.cit, hlm 188

50

Penjelasan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 Pasal 6

51

M. Yahya Harahap, Ruang lingkup Permasalahan eksekusi bidang perdata, Edisi ke 2


(53)

karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur.52

g. Jaminan adalah suatu keyakinan kreditur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.53

h. Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas54

i. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa55

1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; :

2. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk

ijarah muntahiya bittamlik;

3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; 4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

5. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas

52

Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

53

SK Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991

54

Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

55


(54)

dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

j. Pembiayaan Bermasalah adalah56 1. Pembiayaan yang tidak lancar

2. Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan. 3. Pembiayaan yang tidak menepati jadwal angsuran

4. Pembiayaan yang memiliki potensi merugikan

5. Pembiayaan yang memiliki potensi menunggak dalam satu waktu tertentu. k. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan

Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.57

l. Bank (PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk) adalah

Indonesia yang menerapkan prinsi operasionalnya. Sebagai lembaga intermediasi keuangan yang kegiatannya antara lain menghimpun dana, menyalurkan dana dan menawarkan jasa-jasa keuangan lainnya.58

56

Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/3/PBI/2011 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Pasal 3 Angka 2 Huruf d

57

Pasal 1 Angka 7 Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

58

Sejarah Bank Muamalat Indonesia, Indonesia, Tbk, di akses 2 februari 2013


(55)

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis Penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kekuatan eksekusi dari lembaga penjaminan Hak Tanggungan. Namun demikian, penelitian kepustakaan tidak hanya terhadap bahan perundang-undangan di Indonesia yang mengandung celah yang dapat dimanfaatkan dalam praktek penyelenggaraan Hak Tanggungan tersebut, akan tetapi juga terhadap doktrin-doktrin para sarjana terdahulu dan di dukung oleh dokumen-dokumen yang nyata di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan.

Sifat Penelitian merupakan Deskriptif analitis yang berorientasi pada pemecahan masalah karena penelitian dilakukan setelah kejadian berlangsung.

Sifat Deskriptif dalam penelitian ini untuk menggambarkan fakta yang berkembang didalam masyarakat tentang kekuatan eksekusi hak tanggungan melalui

parate eksekusi maupun rill eksekusi dengan melakukan survey normative dari aturan norma-norma hukum hak tanggungan itu sendiri.

Kemudian dilakukan analisis terhadap fakta-fakta yang terjadi dalam hal melaksanakan eksekusi hak tanggungan baik itu bagi Bank sebagai lembaga perbankan yang memegang hak tanggungan, Notaris sebagai pejabat yang ditunjuk oleh Negara sebagai pelaksana pemasang Hak Tanggungan, kemudian Pengadilan Negeri sebagai pelaksana eksekusi Hak Tanggungan.


(56)

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan, kemudian dilakukan penelitian dan dicatat gejala-gejala hukum yang terjadi yang berasal dari hasil wawancara dengan pihak terkait.

b. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi dokumentasi dan studi kepustakaan, serta berbagai dokumen tertulis lainnya baik berupa peraturan perundang-undangan, definisi para ahli hukum yang berhubungan dan mendukung proses penelitian serta untuk melengkapi data primer yang telah diperoleh.

3. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan yakni Yuridis Normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konsep (conceptual approach).

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang pernormaannya justru kondusif bagi diberlakukannya aturan mengenai Hak Tanggungan. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep hak tanggungan sehingga diharapkan penormaan dalam aturan hukum, tidak lagi memungkinkan ada lagi pemahaman yang ambigu dan kabur sehingga menjadi celah


(1)

Pembayaran Uang melalui Pengadilan Negeri dalam prakteknya masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan. Seperti Kreditur dalam menggunakan Parate Eksekusi memiliki keuntungan waktu yang singkat, pelaksanaan yang cepat dan tidak membutuhkan banyak biaya hal ini sangat dibutuhkan pihak bank karena dapat membantu penyehatan NPL (Non Produktif Loan) bank tersebut, namun parate eksekusi juga terdapat kelemahan yang tidak dapat dihindari karena dalam pelaksanaannya masih dapat dilakukan gugatan balik oleh debitur untuk menghentikan jalannya proses parate eksekusi, belum lagi apabila aset telah laku dijual namun tidak dikosongkan oleh debitur makan bank harus meminta penetapan kembali melalui jalur gugatan ke Pengadilan Negeri untuk melakukan pengosongan terhadap aset tersebut.Sedangkan Pelaksaan eksekusi riil atau yang lebih spesifiknya disebut eksekusi pembayaran uang pada pelaksaannya memiliki kelebihan mendapatkan kepastian hukun karena proses jalannya eksekusi melalui Fiat Eksekusi dari ketua Pengadilan Negeri,oleh karena itu debitur tidak dapat berbuat banyak dalam hal menghalang-halangi jalannya proses eksekusi karena proses eksekusi melalui pengadilan negeri dilakukan tahap demi tahap seperti terlebih dahulu dilakukan Aanmaning (teguran) kepada debitur melalui Pengadilan Negeri, kemudian dilanjutkan dengan peletakkan sita eksekusi, dilanjutkan dengan lelang eksekusi dan eksekusi pengosongan apabila debitur enggan mengosongkan aset yang menjadi jaminan. Pelaksanaan Eksekusi melalui Pengadilan Negeri ini juga masih terdapat


(2)

kelemahan terutama kepada proses eksekusi yang masih membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup mahal padahal ideal nya proses eksekusi Melalui Pengadilan Negeri harusnya singkat dan cepat karena proses eksekusi ini bukan seperti jalannya proses gugatan perdata pada hukum acara perdata,hal ini disebabkan pelaksaan eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri sama dengan menjalankan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap karena akta dari Hak Tanggungan dapat dipersamakan dengan putusan hakim, kelemahan selanjutnya ditemukan terhadap birokrasi di pengadilan yang begitu bertele-tele terhadap jalannya eksekusi dan biaya yang tidak sedikit yang harus disiapkan kreditur untuk jalannya proses eksekusi baik untuk pembayan SKUM perkara per tahapan proses maupun untuk dana taktis bagi pelaksana eksekusi tersebut.

B. Saran

1. Pelaksanaan aturan yang lebih mengikat perlu diberlakukan terhadap pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan, agar Kreditur atau bank lebih mudah melakukan eksekusi Hak Tanggungan dengan keadaan memiliki kepastian hukum ataupun pelaksanaan eksekusi yang mudah, cepat dan murah serta tidak melewati birokrasi yang terlalu panjang, karena bank melakukan eksekusi dalam rangka melakukan penyehatan pembiayaan bermasalah atau NPF(non produktif financing).


(3)

2. Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap pasal 6 Undang-Undang No.4 tahun 1996 mengenai pelaksanaan parate eksekusi agar lebih memiliki kekuatan hukum yang mengikat yang menjamin pihak perbankan dalam melaksanakan parate eksekusi tersebut, karena saat ini pelaksanaan parate eksekusi masih menimbulkan celah hukum bagi debitur yaitu debitur dapat melakukan gugatan balik kepada pihak perbankan.

3. Disarankan kepada Pengadilan Negeri dan KPKNL untuk lebih memudahkan pihak perbankan dalam melaksanakan eksekusi melalui proses eksekusi pembayaran uang melalui Pengadilan Negeri agar dapat melaksanakan eksekusi jaminan dengan cepat dan tentunya dengan biaya yang murah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bachar, Djazauli. Eksekusi Putusan Perkara Perdata dan Penegak Hukum, Jakarta: Pan Akademis Persin, 1987.

Daeng, Naja H. R.. Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Books, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005

Darus, Mariam. B., Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Citra Aditya Bakti, , 1991. _________________Kompilasi Hukum Jaminan., Bandung: Citra Aditya Bakti,

2009.

Devita, Irma. P. Hukum Jaminan Perbankan, Jakarta: Visi Media, 2011.

Djumhora, Mahanhal. Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002

Hallau, Djuhardah. Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan

Horizontal, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Harahap, Yahya M. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, edisi ke-2, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia/Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Jakarta: Djambatan,1997.

Herimanto dan Winarmo. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Hisyam, M., J. J. J. M. Wishar. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta: FE UI, 1996.

Indra, Ridwan. Mengenal Undang-Undang Hak Tanggungan, Jakarta : Trisula, 1997. Ibrahim, Jhony. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi,


(5)

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at. Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta : Konstitusi Press, 2012.

J. J. H. Bruggink,. Refleksi Tentang Hukum, Dialihkan Bahasakan Oleh Arief Sidharta, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999.

J. W. Henderson, dan Moness, T. S. The Financial Analysis Desk Book : A Cash

Flow Approval to Liquidity, New York : Van Nostrand Reinhold, 1989.

Komarudin dan Yola Tjuparman,. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Komaria. Hukum Perdana, Cetakan Kedua, Malang: UMM Press, 2003. Lubis, Solly M. Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Manda Maju, 1999.

Muljadi Kartini dan Widjaja Gunawan,. Hak Tanggungan, Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2005.

Ny. Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata,. Hukum Acara Perdata Dalam

Teori dan Praktek, cet. VI. Bandung : Mandar Maju, 1989.

Patrik, Purwahid dan Kashadi,. Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT, Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2002.

Poesoko, Herowati,. Parate Eksekusi Objek Hak Tanggungan ( Inkonsistensi, Konflik

Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT ), Cetakan 1, Yogyakarta :

Laksbang PRESSindo, 2008.

_________________Dinamika Hukum Parate Executie Objek Hak Tanggungan,Edisi Revisi, Yogyakarta: Aswaja Pressindo 2013.

RDH Whinbo, Pritoto, Strategi Jitu memenangi Perkara Perdata dalam Praktik

Peradilan. Visi Media, 2012

Salim HS,. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Satrio, J.,. Hukum Jaminan , Hukum Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 1, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997.

Setijoprodjo, Bambang,. Pengamanan Kredit Perbankan Yang Dijamin Oleh Hak


(6)

Sibarani, Bachtiar,. Parate Eksekusi dan Paksa Badan, Jurnal Hukum Bisnis, vol.15, 2011.

Situmorang, Victor M, dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian

Dan Eksekusi, Jakarta : Rineka Cipta, 1993

Sitompul, Zulkarnain,. Perlindungan Dana Nasabah Bank, Program Pasca Sarjana, Jakarta : FH UI, 2002.

Sihombing, Jonker,. Tanggungjawab Yuridis Banker Atas Kredit Macet Nasabah, Bandung : Penerbit Alumni, 2009.

Soedani, Sri M.S.. Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan

Jaminan Pembiayaan, Yogyakarta : Liberty, 1980.

_________________ ,.Hak Jaminan Atas Tanah, Yogyakarta : Liberty, 1975. _________________ , Hukum Perdata : Hukum Benda, Yogyakarta : Liberty, 1981. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta : Gita Karya, 1963. Soesilo, R,. RIB/HIR dengan Penjelasan, Bogor : Politeia, 1995

Stewart L. Tubbs dan Sylvia moss,. Human comunication: Principles and Context, London : McGraw-Hill, 2005.

Straus dan Corbin dalam Imron Arifin,. Penelitian Kualitatif dalam ilmu-ilmu sosial

dan Keagamaan , Malang : Kalimasahada, 1996.

Subekti, R,. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan Ke-24, Jakarta : Intermarsa, 1992.

_________________, Hukum Acara Perdata, Bandung : Bina Cipta, 1989.

_________________Pelaksanaan Perikatan, Eksekusi Riil dan Uang Paksa, dalam : Penemuan Hukum dan Pemecahan Masalah Hukum, Proyek Pengembangan

Teknis Yustisial, Jakarta : MARI.

_________________Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit, termasuk Hak

Tanggungan, Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti,

1996.

Sutedi, Adrian,. Hukum Hak Tanggungan, Edisi 1, Cetakan 2, Jakarta : Sinar Grafika, 2012.


Dokumen yang terkait

Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Konsekuensi Jaminan Kredit Untuk Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Kreditur Di Medan

1 51 83

“Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah Di PT. Bank Danamon”

2 84 95

Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia, TBK Cabang Medan)

6 143 108

Kebendaan Sebagai Jaminan Hak Tanggungan Pada Perjanjian Kredit Yang Bermasalah Di PT. Bank Sumut Cabang Utama

0 84 88

EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH (Studi pada PT Bank Muamalat Indonesia Cabang Lampung)

0 15 261

PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR

1 26 128

Prosedur Pembiayaan Kpr Ib Muamalat Akadmurabaha Pada Pt. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Medan

0 0 6

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan - Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia, TBK Cabang Medan)

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia, TBK Cabang Medan)

0 0 19

Kekuatan Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pengembalian Utang Pembiayaan Bermasalah Dalam Praktik PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan

0 0 16