BOOK Mediamorfosa IG Ngurah Putra Penyiaran Publik Lokal
Penyiaran Publik Lokal sebagai Ruang Publik :
Studi Kasus pada Ratih TV Kebumen
I Gusti Ngurah Putra
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
[email protected]
/ [email protected]
�
Pendahuluan
Kemunculan lembaga penyiaran publik sebagai salah satu bagian
sistem penyiaran di Indonesia berimplikasi penting pada land scape
penyiaran di Indonesia, tata kelola dan program-program yang
harus disajikan. Bagi lembaga penyiaran publik yang harus netral,
tak bertujuan mencari keuntungan dan melayani kepentingan
publik, ada tiga hal serius yang harus ditata ulang. Pertama, penataan
keberadaannya dalam struktur ekonomi politik Indonesia yang
memungkinkan LPP memiliki pijakan yang kuat sehingga mampu
bersaing dengan lembaga penyiaran komersial yang memiliki berbagai
keuntungan ketika berhadapn dengan lembaga penyiaran publik.
Pelepasan diri dari kendali penuh pemerintah belum lagi menunjukkan
hasil yang sesuai dengan harapan banyak pihak. Sampai saat ini,
LPP masih menjadi mainan politik kepentingan kekuasaan sehingga
posisi sebagai LPP masih belum stabil bahkan muncul gagasan untuk
mengembalikan LPP menjadi lembaga penyiaran pemerintah. Kedua,
tata kelola organisasi. Masalah yang mencuat berkait dengan kuatnya
intervensi politik dalam penunjukan dewan pengawas yang selama ini
dilakukan oleh DPR atas usulan pemerintah. Mereka yang terpilih,
terutama untuk TVRI cenderung yang masih kuat sebagai bagian
dari politisi yang mengangkat atau memilihnya. Ini berimplikasi pada
pemilihan direksi. Masalah ketiga, terkait dengan fungsi lembaga
penyiaran publik yakni sebagai lembaga yang melayani kepentingan
publik. Di berbagai negara, LPP diharapkan antara lain dapat menjadi
ruang publik, tempat warga negara bisa memperbincangkan berbagai
141
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
persoalan publik secara bebas, rasional tanpa intervensi baik oleh
kepentingan negara, modal maupun kelompok sosial dominan.
UU Penyiaran mengamanatkan bahwa TVRI dan RRI merupakan
Lembaga Penyiaran Publik yang bersiaran secara nasional. Di samping
itu, di tingkat lokal juga dimungkinkan adanya LPP Lokal. Beberapa
pemerintah kabupaten atau kota yang selama ini memiliki Radio Siaran
Pemerintah Daerah (RSPD) atau beberapa bahkan mendirikan TV
seperti Pemkot Batu, Pemkab Kebumen dan beberapa pemkab lainnya,
diwajibkan mengubah Lembaga penyiaran pemerintah menjadi LPP
Lokal. Transformasi kelembagaan sedang berlangsung dan sampai saat
ini belum sepenuhnya berhasil menjadikan LPP lokal sebagai lembaga
yang netral karena masih berada di bawah struktur SKPD yang artinya
masih dikendalikan oleh pemerintah dan dalam beberapa hal dibebani
kewajiban untuk menghasilkan keuntungan dalam usaha peningkatan
PAD, kiranya menarik untuk melihat bagaimana LPP Lokal ini menjadi
ruang publik dengan menyediakan ruang bagi partisipasi warga dalam
mendiskusikan berbagai persoalan-persoalan masyarakat yang menjadi
perhatian warga negara.
Salah satu LPP yang sejak awal digagas untuk memberi ruang
partisipasi warga oleh penggagasnya, walau dalam perkembangannya
memberi
keuntungan
naiknya
popularitas
penggagasnya,
Rustriningsih, adalah Ratih TV di Kebumen. Pemerintah Kebumen,
yang memanfaatkan anomali kebijakan penyiaran pasca runtuhnya
Orde baru, di bawah kepemimpinan Rustriningsih memanfaatkan
Radio dan TV sebagai bagian dari media komunikasi humas
pemerintah untuk membangun transparansi dan menyediakan
saluran komunikasi bagi pemerintah kepada masyarakat. Dalam
perkembangannya, kedua media ini juga menyediakan ruang dialog
bagi publik walau masih didominasi kepentingan pemerintah sesuai
dengan status kelembagaannya sebagai penyiaran pemerintah. Sejak
adanya kewajiban mengubah diri menjadi LPP lokal, ruang dialog
seharusnya sudah memberi kesempatan yang lebih terbuka bagi warga
masyarakat. Menjadi menarik untuk mengelaborasi sejauh mana LPP
Lokal di Kebumen (Ratih TV) menjadi ruang publik. Makalah ini akan
mendiskusikan bagaimana LPP Lokal di Kabupaten Kebumen menjadi
ruang publik? Apa kendala-kendala dalam mewujudkan LPP Lokal
sebagai ruang publik?
142
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Kerangka Pemikiran
Tentang Ruang Publik
Gagasan ruang publik atau public sphere yang dikemukakan
oleh ilsuf Jerman, Jurgen Habermas, pertama kali muncul dalam
karyanya dengan judul asli Strukturwandel de Ofentlichkeit, yang
terbit tahun 1962. Karya ini menjadi perbincangan yang meluas
setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Structural
Transformation of the Public Sphere di tahun 1989. Menurut McCarthy
(1989: xi) buku ini merupakan sebuah kajian sosiologi sejarah tentang
muncul, transformasi dan disintegrasi ruang publik borjuis. Ruang
publik borjuis merupakan ruang di antara masyarakat sipil dan negara
yang di dalamnya memungkinkan munculnya diskusi publik yang
kritis tentang persoalan kepentingan bersama yang dijamin secara
kelembagaan. Di samping itu, public sphere juga merupakan sebuah
ruang tempat warga negara dapat menyatakan dalam situasi yang
tak terkendala, yakni dengan jaminan kebebasan berkumpul dan
berasosiasi dan kebebasan berekspresi dan mengumumkan pendapat
mereka tentang persoalan-persoalan umum atau bersama (Held, 1980:
260). Dalam ruang ini, warga masyarakat dapat berdiskusi tentang
politik secara terbuka dalam usaha untuk mencapai solusi konsensual
dengan mendasarkan debat bukan pada dogma-dogma tradisi atau
otoritas seperti hak suci para raja. Debat harus didasarkan pada standar
pemikiran kritis.
Dalam mendiskusikan ruang publik, Habermas melacak dengan
menggunakan pembedaan antara kehidupan privat dan publik pada
masa Yunani Klasik. Habermas menemukan dalam negara kota
pada zaman Yunani Kuno, ruang polis dipisahkan dari ruang privat,
oikos (ekonomi). Terdapat dua tempat, pasar dan tempat berkumpul
yang merupakan tempat bagi warga negara untuk berkumpul untuk
memperbincangkan berbagai isu harian, membentuk kehidupan
publik. Oleh karena itu, ruang publik merupakan sebuah debat ruang
terbuka yang memberikan setiap orang dengan status warga negara
untuk berinteraksi secara setara (hompson, 1993: 175). Oleh karena
itu, menurut hompson, ruang publik pada dasarnya bersifat spasial
dan dialogis. Kemunculan ruang publik borjuis, terutama di Inggris
di awal abad ke-19 dipengaruhi antara lain oleh dua aspek perubahan
143
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
sosial di Eropa. Pertama, muncul dan berkembangnya kapitalisme
merkantilistik dan kedua munculnya negara modern (hompson,
1993). Muncul dan berkembangnya kapitalisme merkantilistik
menciptakan kelas baru yakni kelas borjuis. Ia juga menciptakan
kondisi-kondisi bagi kelas baru dalam hal sumberdaya waktu dan
materi yang menciptakan jaringan kelembagaan dalam masyarakat sipil
yang di dalamnya muncul pendapat umum sebagai kekuatan politik
baru (Garnham, 1986). Dalam hal ini, sangat penting untuk dicatat
perkembangan pers dan perkembangan baru untuk bersosialisasi
seperti munculnya salon di Perancis, warung kopi di Inggris sebagai
tempat untuk memperbincangkan berbagai masalah publik. Press yang
menyajikan berbagai komentar politik dan juga satire menjadi bagian
diskusi di berbagai warung kopi tempat warga negara terlibat dalam
diskusi kritis tentang kegiatan parlemen dan raja. Pers menjadi bagian
penting dari munculnya ruang publik (hompson, 1993). Kemunculan
dan pertumbuhan pers di awal tahun 1800an di Inggris antara lain
dimungkinkan karena semakin kendornya sensor terhadap pers.
Secara politik pers juga tidak lagi dikontrol dengan dihapuskannya
sistem lisensi atau perijinan terhadap pers yang dibuat oleh raja
Charles II di tahun 1662 (hompson, 1993: 177) dan dalam jangka
panjang, popularitas pers di Inggris didukung oleh semakin baiknya
tingkat melek huruf warga masyarakat sebagai dampak wajib belajar
sebagai penerapan Education Act 1870 (Williams, 1970). Di sisi lain,
munculnya negara modern menciptkan pembatas antara kehidupan
publik dan privat atau negara sebagai otoritas publik dan kegiatan
ekonomi sebagai aktivitas privat. Di antara kedua itu muncul sebuah
ruang baru bagi publik, sebuah ruang publik borjuis, yakni sebuah
ruang yang terdiri para individu berkumpul bersama untuk berdebat
di antara mereka tentang regulasi masyarakat sipil dan perilaku negara
(hompson, 1993: 176).
Gagasan pokok tentang ruang publik dapat dinyatakan sebagai “A
domain of our social life where such a thing as public opinion can be
formed [where] citizens . . . deal with matters of general interest without
being subject to coercion . . . [to] express and publicize their views”
(McKee, 2005: 4). Gagasan ini berisi sejumlah prinsip ruang publik,
yakni adanya kesetaraan, kesamaan kepentingan/perhatian terhadap
isu bersama, dan partisipasi dalam menyampaikan pendapat.
144
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Penyiaran sebagai Ruang Publik
Keberadaan lembaga penyiaran publik di sejumlah negara tidak
bisa dilepaskan dari pengaruh gagasan Habermas tentang ruang
publik (public sphere). Lembaga penyiaran diharapkan dapat berfungsi
sebagai ruang publik tempat warga negara mendiskusikan persoalan
publik secara bebas tanpa intervensi baik negara, modal maupun
kekuatan sosial dan budaya dominan. Lembaga penyiaran komersial
sulit mewujudkan ini mengingat motif untuk mencari keuntungan
dan juga intervensi kepemilikan yang kuat. Lembaga penyiaran
pemerintah pun harus tunduk pada pemerintah yang menjadikan
lembaga penyiaran sebagai alat propaganda pemerintah. Oleh karena
itu, pilihan terbaiknya adalah dengan membentuk lembaga penyiaran
publik. Ia menjadi bagian dari sistem politik demokratis.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan penyiaran publik? Tiada
kesepakatan di antara berbagai pihak tentang penyiaran publik.
Di samping itu, penyiaran publik di berbagai negara berbeda-beda
dalam bentuk, cara pendanaan, hubungan dengan politik, tata kelola,
kemandiriannya dan pertanggungan jawabannya. Collins (1992: 3)
mereview berbagai perbedaan konsep tentang penyiaran publik. Salah
satu pendekatan penting dalam memahami penyiaran publik adalah
dengan menggunakan gagasan neo-Habermas yang berpandangan
bahwa penyiaran publik merupakan penjamin dan instrumen
kelembagaan ruang publik (public sphere) modern.
Kops (2001: 4-6) berargumen bahwa lembaga penyiaran publik
pertama-tama dan utama haruslah sebuah lembaga penyiaran yang
‘non-governmental public broadcasting’. Ini untuk menekankan bahwa
dalam praktek, terdapat penyiaran publik yang merupakan lembaga
pemerintah. Kops menekankan bahwa keputusan tentang tugas-tugas,
isi/program, organisasi dan keuangannya harus dibuat secara publik,
bukan oleh lembaga politik atau pemerintah yang ada, tetapi oleh
lembaga publik non-pemerintah yang terpisah. Ini untuk menjamin
agar lembaga penyiaran publik tidak disalahgunakan oleh pemerintah
petahana (incumbent). Lembaga ini tidak boleh dikendalikan baik
langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah yang sedang
berkuasa. LPP harus dikontrol oleh sebuah dewan (boards) yang
mandiri secara politis yang perekrutannya dilakukan oleh warga negara
145
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
sebagai penonton dan pendengar yang merasa bertanggung jawab
pada dampak social, politik dan budaya program-program penyiaran
dan yang mampu mempengaruhi secara langsung program-program.
Dewan ini, oleh karena itu, harus dibiayai secara demokratis dan
pluralistis, tetapi tidak melalui cara yang biasanya melalui pemilihan
politis, tetapi melalui cara terpisah, cara perekrutan non-politis (Kops,
2001: 4).
Kedua, lembaga penyiaran publik juga harus lembaga penyiaran
yang non-komersial. Oleh karena program-program penyiaran
secara umum, atau paling tidak program jenis tertentu gagal secara
pasar, keputusan tentang tugas-tugas, isi, organisasi dan pendanaan
tak bisa ditentukan dengan menggunakan criteria pasar dan efektif
untuk tujuan komersial. Dengan alasannya yang sama keuntungan
penyiaran publik tak dapat dinilai dengan kreteria yangt sesuai untuk
mengevaluasi program penyiaran komersial. Penyiaran komersial perlu
mengembangkan cara penilaian tersendiri untuk menilai kegunaannya
bagi kehidupan sosial. Pengaruh komersial terhadap penyiaran
publik harus dicegah dengan dua alasan penting yakni (1) LPP harus
mengartikulasikan berbagai masalah yang bisa jadi secara komersial
tidak menguntungkan. Ini memberi peluang kepada penyiaran publik
untuk menjadi forum komunikasi yang terbuka bagi gagasan baru dan
bisa menjadi cara untuk memperbaiki gagasan-gagasan dan praktekpraktek yang salah. (2) pengaruh komersial pada penyiaran publik
berisiko pada kemungkinan menyatunya kepentingan komersial dan
politis. Kekuatan komersial bisa digunakan untuk mendikte kekuatan
politik dalam cara yang tak terbuka dan tak demokratis (Kops, 2001: 5).
Ketiga, peranan penyiaran publik dapat ditingkatkan sepanjang waktu.
Penyiaran publik dapat menciptakan kesadaran publik.
Pentingnya penyiaran publik sebagai ruang publik sangat
ditekankan antara lain oleh sejumlah penulis seperti Tracey (1992),
Raboy (1997) dan beberapa yang lain. Penyiaran publik di samping
memiliki fungsi pendidikan juga mempunyai fungsi utama sebagai
ruang publik tempat debat rasional tanpa restriksi dari kepentingan
politis, ekonomis dan agama tentang persoalan bersama dapat
berlangsung (Tracey, 1992; Raboy, 1997).
146
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi kasus yang menurut Yin (2006:
1) merupakan strategi yang cocok ketika pertanyaan yang diajukan
dalam penelitian berkenaan dengan bagaimana (how) dan mengapa
(why), serta peneliti memiliki kontrol terbatas terhadap peristiwa
yang akan diselidiki. Di samping itu, studi kasus dipilih untuk meneliti
fenomena kontemporer dalam kehidupan nyata dengan menggunakan
berbagai sumber bukti yang tersedia seperti dokumentasi, rekaman
arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipan dan
perangkat isik/artefak (Yin, 2006: 103-117). Penelitian ini antara lain
menggunakan data hasil wawancara mendalam dengan para pengelola,
tokoh-tokoh masyarakat sebagai data utama dalam penelitian dilengkapi
dokumentasi siaran untuk melengkapi dan menjamin validitas dan
reliabilitas data. Analisis data menggunakan metode pengembangan
deskripsi kasus terkait dengan fokus penelitian lembaga penyiaran
lokal sebagai ruang publik.
Hasil dan Pembahasan
Perintisan sebagai Ruang Publik
Ratih TV menjadi sangat populer dan dalam beberapa hal
fenomenal mengingat terobosan yang dilakukan oleh Rustriningsih
untuk memberi ruang bagi warga masyarakat berdialog secara interaktif
melalui Ratih TV. Melalui siaran “Selamat Pagi Bupati,” Rustriningsih
muncul setiap hari setiap pukul 06.30-07.00 WIB untuk membahas
berbagai masalah dan untuk mengetahui masalah-masalah apa yang
dihadapi warga masyarakat Kebumen. Warga masyarakat bisa langsung
berdialog dengan bupati dan juga pejabat terkait untuk menyampaikan
berbagai masalah mereka. Bupati bersama pejabat terkait berusaha
atau berjanji akan menyelesaikan masalah yang dihadapi warga
masyarakat. Ratih TV benar-benar diarahkan sebagai media untuk
keterbukaan di tengah-tengah pengalaman buruk sebelumnya yang
cenderung menempatkan media penyiaran sebagai media untuk
menyembunyikan banyak hal buruk yang terjadi di tengah masyarakat.
Kehadiran Rustriningsih yang kadang dibantu oleh pejabat teknis
terkait untuk berdialog secara rutin setiap pagi melalui Ratih TV sangat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Namun demikian, ketika
147
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
terjadi pergantian pucuk pimpinan di Kebumen, acara yang disambut
antusias oleh warga masyarakat tidak lagi dilanjutkan oleh penerus
Rustriningsih. KH Nashiruddin yang menggantikan Rustriningsih
ketika naik menjadi Wakil Gubernur Jawa Tengah tidak memanfaatkan
Ratih TV sebagaimana yang dilakukan oleh Rustriningsih. Berbeda
dengan Rustriningsih yang mampu memberi penjelasan panjang
lebar tentang berbagai persoalan dan keluhan yang dilontarkan warga
masyarakat dalam acara Selamat Pagi Bupati. Seorang wartawan
senior Suara Merdeka menggambarkan, ”gaya dan penampilan Bupati
Nashiruddin di Ratih TV pun kalem dan cenderung low proile. Saat
menjawab pertanyaan cenderung cekak aos sehingga jawaban terkesan
pendek-pendek.” (Wardopo, 11 April 2011).
Bagi pengelola dan warga Kebumen penggemar Ratih TV, naiknya
pasangan Buyar-Djuwarni membawa kemunduran semangat kerja bagi
pengelola dan warga masyarakat tak lagi bisa berdialog secara langsung
dalam waktu yang intensif dengan pemimpinnya. Sejak pasangan ini
menjadi bupati, acara favorit warga Kebumen ’Selamat Pagi Bupati’
yang lalu kemudian berubah menjadi Selamat Pagi Kebumen tidak lagi
dihadiri secara kontinyu oleh Buyar Winarso, berbeda dengan ketika
Rustriningsih yang menjadi bupati
Perubahan penting lain terjadi pada jadwal acara Selamat Pagi
Bupati. Jika sebelumnya berlangsung setiap hari, termasuk Sabtu dan
Minggu, sehubungan dengan adanya perubahan jam kerja PNS dari
enam hari kerja menjadi lima hari kerja, acara SPB untuk hari Sabtu
dan Minggu diganti dengan dialog interaktif dengan tajuk Inspirasi
untuk hari Minggu. Acara ini memberi peluang pada tokoh-tokoh LSM
dengan pemandu seorang mantan wartawan harian Wawasan yang
pernah menjadi komisioner KPU Kebumen, Kholid Anwar.
Acara Inspirasi Pagi sempat menjadi acara unggulan karena jika
SPB yang tampil dominan para pejabat, maka pada acara Inspirasi Pagi
narasumber dalam wawancara ini adalah tokoh-tokoh masyarakat,
kalangan penggiat LSM dan juga para seniman. Sayangnya, acara ini
tidak dirancang untuk menjadi acara yang berfungsi sebagai ruang
publik. Ini sebuah acara yang sesuai dengan karakter LPP, tetapi karena
dibuat bukan atas dasar pertimbangan untuk memberi ruang kepada
publik akhirnya acara tak mampu membangun roh LPP pada Ratih
148
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
TV. Acara Inspirasi Pagi hanya sebuah acara pengganti tanpa sebuah
konsep yang jelas dan berkesinambungan.
Pengganti Rustri, KH Nashiruddin tak selihai atau secerdik
Rustriningsih dalam memanfaatkan media penyiaran untuk
kepentingannya dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan.
Dampaknya bisa dilihat ketika dia maju sebagai calon bupati pada
pilkada langsung tahun 2010, ia hanya memperoleh tak lebih dari
50% suara sehingga dikalahkan oleh Buyar Winarso. Memang, ada
banyak faktor yang menyebabkan kekalahannya, tetapi kemampuan
dia memanfaatkan TV jelas tidak sebaik Rustriningsih. Program yang
disambut begitu antusias oleh warga masyarakat tak lagi berlanjut
ketika kepemimpinan Kebumen beralih ke KH Nasiruddin. Bupati
baru pun tidak lagi seperti Rustriningsih.
Siapa yang Tampil
Kesan sebagai lembaga penyiaran pemerintah masih sangat kuat
melekat pada Ratih TV jika setiap program siaran yang diharapkan
melibatkan warga masyarakat berpartisipasi, tetapi didominasi oleh
para pengisi yang berasal dari lembaga pemerintah. Acara-acara yang
bersifat interaktif seperti Selamat Pagi Bupati (menjadi Selamat Pagi
Kebumen), Sorotan, Selamat Sore Kebumen, menunjukkan Ratih TV
yang sebenarnya potensial menjadi ruang bagi warga masyarakat atau
tokoh masyarakat untuk tampil dalam kenyataannya masih didominasi
oleh para pejabat pemerintah. Hanya sekali-sekali saja tokoh
masyarakat atau LSM berhasil menjadi tokoh dominan dalam acara
dialog interaktif di Ratih TV. Ketika Ratih TV masih menjadi media
pemerintah, sebagai media kehumasan pemerintah, sangat wajar kalau
siaran-siarannya dipenuhi oleh pejabat pemerintah. Akan tetapi ketika
Ratih TV sudah berubah status menjadi Lembaga Penyiaran Publik
Lokal, partisipasi publik harusnya lebih kelihatan.
Dalam sejarah dan perkembangannya, Ratih TV memang menjadi
media yang bertugas untuk menyuarakan dan menampilkan para
pejabat di Kabupaten Kebumen, teutama Bupati dan para pembantunya
di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Program Siaran ‘Selamat
Pagi Bupati’ menjadi ajang bagi bupati dan para kepala dinas untuk
unjuk kemampuan dan kepedulian kepada masyarakat. Memang
dampaknya tentu dirasakan oleh warga masyarakat karena warga
149
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
masyarakat bisa menyampaikan berbagai masalah yang mereka hadapi
sehari-hari langsung kepada bupati dan bupati biasanya langsung
meminta dinas terkait untuk menanggapi dan berjanji untuk segera
menyelesaikan persoalan yang dikeluhkan warga masyarakat.
K. Wardopo, wartawan senior Suara Merdeka yang belasan tahun
meliput di Kebumen mengungkapkan:
“Ya betul Pak. Jadi, dengan adanya siaran SPB itu kemudian
masyarakat begitu bersemangat menyampaikan berbagai keluhan
usulan-pembangunan, jalan rusak jembatan rusak sampai hal yang
kecil misalnya lampu penerangan, traic light yang mati. Kalau toh
belum, Bupati akan didampingi kepala dinas untuk menjelaskan
alasannya. Zaman Bu Rustri, itu semua kepala dinas dan SKPD itu
diminta selama acara selalu siap kalo misalnya diminta menonton
tv ketika bupati butuh penjelasan dari dinas terkait dikontak
langsung harus siap”.
Ratih TV bukannya tidak memberi peluang kepada tokoh masyarakat
atau wakil mereka seperti anggota untuk tampil dalam acara dialog
interaktif yang diadakannya. Sayangnya, forum yang disediakan ini tidak
dimanfaatkan oleh anggota DPRD. Dewan Pengawas Ratih TV, Kholid
Anwar mengemukakan anggota DPRD yang enggan memanfaatkan
acaradi Ratih TV ketika mereka bahkan sudah diundang pada forum yang
disediakan untuk mereka. Misalnya, forum yang disediakan, Selamat
Sore Kebumen. Acara ini sebenarnya mengikutkan DPRD. Sayangnya
setiap kali diundang, tak pernah mau datang. Kemungkinan mereka takut
karena tidak biasa berkomunikasi dengan warga masyarakat atau alasan
lain. Hanya orang tertentu yang berani kalau diundang itupun topiknya
tentang apa yang dikuasai. Di sini persoalan kemampuan komunikasi
(communicative competence) menjadi soal serius karena bahkan anggota
parlemen yang merupakan wakil rakyat saja enggan berkomunikasi dengan
publik yang memilih mereka. Dalam konteks demokrasi dan pemilihan
wakil yang representative tentu menjadi soal yang serius. Jika mereka tidak
mau tampil di ruang publik untuk berdialog secara terbuka, bagaimana
mereka bisa menangkap aspirasi dan publik mengetahui kualitas mereka.
Tokoh masyarakat yang menjadi narasumber dalam acara talk show
atau dialog interaktif cenderung sangat terbatas. Apakah masyarakat
Kebumen kekurangan tokoh masyarakat untuk tampil dalam acara
dialog interaktif? Sebenarnya tidak. Ketika acara Selamat Pagi Bupati
150
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
diganti dengan acara Inspirasi Pagi yang diasuh oleh seorang aktivis LSM
dan membahas berbagai isu publik di Kebumen, justru banyak tokoh
masyarakat yang bisa tampil. Persoalanya adalah kecenderungan pengelola
untuk hanya membahas isu-isu yang dirumuskan oleh pengelola untuk
disesuaikan dengan agenda para pejabat, bukan agenda publik. Potensi
Ratih TV sebagai ruang publik akhirnya didominasi oleh mereka yang
cenderung memiliki kesamaan pandangan dengan pemeriintah.
Penentuan Isu Publik
Ketika sebuah media berfungsi sebagai ruang publik, para pengelolanya
harusnya mampu untuk menentukan agenda publik yang layak untuk
menjadi bahan perbincangan atau mampu merumuskan persoalan
kehidupan bersama yang layak diperbincangkan atau diperdebatkan
di ruang publik sehingga akan muncul pendapat umum yang dapat
digunakan oleh pengambil kebijakan untuk membuat kebijakan atau
paling tidak publik sebagai pengikut dialog yang diselenggarakan oleh
penyiaran publik memperoleh pencerahan dari dialog yang mereka ikuti.
Ratih TV pun tidak terlepas dari kewajiban ini.
Program-program talkshow interaktif yang ditayangkan cenderung
berisi materi yang sudah jelas penyelesaiannya, tidak memerlukan
diskusi publik yang melahirkan pro dan kontra untuk akhirnya mencapai
sebuah konsensus. Semisal, dalam program acara Sorotan, sebuah acara
talkshow interaktif setiap sore dibahas isu tentang beras palsu. Semua
narasumber berasal dari instansi pemerintah. Acara ini lebih tepat disebut
sebagai penjelasan pemerintah tentang beras palsu dan bagaimana warga
masyarakat menghadapi isu beras palsu ini dan tindakan apa yang perlu
diambil oleh warga masyarakat (ditayangkan pada 6 Juni 2015). Ini sangat
berbeda dengan program talkshow interaktif Inspirasi Pagi yang membahas
berbagai persoalan bersama dengan narasumber yang lebih bervariasi
baik dari wakil pemerintah maupun wakil atau tokoh masyarakat dan
juga LSM. Salah satu masalah yang dibahas adalah tentang pekerja migran
yang memang cukup banyak berasal dari daerah Kebumen khususnya dan
Jawa Tengah umumnya. Sayangnya, program seperti ini, walau mendapat
perhatian dari warga masyarakat dan banyak tokoh yang ingin tampil,
akhirnya dihentikan.
Sejak itu, isu-isu yang dibahas pun cenderung semakin terbatas
dan bahkan menyempit hanya mendiskusikan persoalan internal
151
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
pemerintahan. Seorang aktivis LSM melihat ini sebagai sebuah
kemunduran bagi Ratih TV. Dia menyoroti siaran talkshow Ratih
TV pada masa kepemimpinan Buyar Winarso yang memang kurang
memberi perhatian serius pada Ratih TV.
“Ini antusiasme terus progres dari warga sangat rendah sekali
karena sifatnya hanya seremonial formalitas saja, paling yang
muncul pada eranya Buyar yaitu persoalan-persoalan guru yang
mendominasi, GTT yang pengen jadi PNS lah, GTT yang pengen
diberikan SK dari negara lah, atau PNS yang pengen pindah/mutasi.
Hal-hal seperti itu yang mestinya bisa dihilangkan” (Wawancara
dengan M. Badrus Zaman, aktivis K3D, 22 Agustus 2016).
Gagasa-gagasan untuk menjadikan Ratih TV sebagai ruang publik
yang menjadi tempat untuk mendiskusikan isu-isu publik bukannya
tidak ada. Paling tidak, Kholid Anwar sebagai anggota Dewan Pengawas
menginginkan Ratih TV mengangkat persoalan yang berkembang di
Kebumen dan sekitarnya dengan mengacu pada tajuk-tajuk rencana
atau isu yang dibahas oleh suratkabar lokal di Jawa Tengan maupun DIY
seperti Suara Merdeka atau Kedaulatan Rakyat, sehingga pembahasan
lebih bemanfaat bagi warga masyarakat yang menjadi khalayak sasaran
Ratih TV.
“Begitu saya kembali ke sini sebagai dewan pengawas coba lah
acara ini sorotan inspirasi pagi diganti sorotan hari sabtu itu yang
arahnya sebenarnya adalah katakanlah ada isu-isu seperti kalau di
Metro itu bedah editorial mungkin kita bisa mengambil opini-opini
yang ada di media yang memiliki kedekatan dengan masyarakat
daerah, misalnya di tajuk Suara Merdekakok menyororti soal
kekeringan di Kabupaten Kebumen ada 16 kecamatan yang harus
mendapat bantuan air bersih, itu kan juga bisa kita diskusikan
tentang itu”. (Wawancara dengan Kholid Anwar, 26 Agustus 2015)
Redupnya Ruang Publik
Walau talkshow ‘Selamat Pagi Bupati” bukan sebuah acara yang
mencerminkan TV sebagai ruang publik, paling tidak acara ini memberi
ruang dialog terbatas bagi warga masyarakat. Sayangnya, acara ini
akhirnya mengalami perubahan format karena dengan semakin jarangnya
kemunculan bupati dan lepasnya peluang warga untuk berdialog dengan
bupati. Bupati hanya muncul seminggu sekali dan selebihnya diisi oleh
kepala SKPD. Di samping itu, karena adanya perubahan jam kerja dari
152
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
enam hari kerja menjadi lima hari kerja, siaran hari Sabtu ditiadakan dan
diisi dengan acara lain yakni Inspirasi Pagi.
Sebuah ketidaksengajaan yang justru menciptakan program
yang sedikit banyak membawa karakter TV publik sesungguhnya.
Berbeda dengan Selamat Pagi Bupati atau Selamat Pagi Kebumen,
acara ‘Insprirasi Pagi’ diasuh oleh seorang tokoh LSM yang berhasil
mengajak tokoh-tokoh masyarakat untuk membicarakan berbagai
persoalan-persoalan terkini yang sedang menjadi pembicaraan warga
masyarakat (Wawancara dengan Kholid Anwar, 26 Agustus 2015 dan
Murtajib, 25 Agustus 2015)
Program Inspirasi Pagi yang merupakan pengganti acara Selamat
Pagi Bupati di hari Sabtu diharapkan dapat memberi ruang kepada tokohtokoh masyarakat untuk membahas persoalan-persoalan kemasyarakatan
yang lagi hangat menjadi pembicaraan publik. Kholid Anwar yang menjadi
anggota Dewan Pengawas Ratih TV meminta Murtajib untuk mengisi
acara dengan menjadi host untuk sekali-dua kali siaran. Akan tetapi, karena
berhasil membawa program ini menjadi salah satu program unggulan,
akhirnya tugas Murtajib sebagai host berlangsung sekitar 6 sampai 7 bulan.
Sebenarnya, host atau moderator yang utama adalah Dwi Purwantoro
atau yang lebih dikenal di dunia penyiaran Kebumen sebagai Mas Pandu.
Murtajib biasanya bertugas untuk merumuskan tema yang akan dibahas
dan menentukan narasumber untuk masing-masing tema. Akan tetapi,
sering juga dia berperan sebagai narasumber atau host. Narasumber yang
biasanya diundang benar-benar merupakan orang-orang non-pemerintah
terutama dari LSM atau pemimpin komunitas. Dalam kata-kata Murtajib:
“Tadinya cuman untuk ngisi karena pergantian itu saja, acaranya
namanya Inspirasi Pagi untuk moderator/ hostnya itu kan dari
mas Pandu, jadi saya semacam apa ya kalau gak ada narasumber
lain saya narasumbernya, kalau ada narasumber lain menjadi kaya
panelis. Saya juga diminta cari sendiri narasumbernya tementemen dari LSM tak undangin satu-satu sampai habis, terus tementemen komunitas”.
Dari berbagai isu yang diperbincangkan dan keseringannya
muncul dalam siaran Inspirasi Pagi, Murtajib merasa dirinya semakin
dikenal oleh banyak orang. Popularitasnya sebagai host atau panelis
membuat banyak orang menjadi akrab dengan wajahnya.
153
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Pelibatan tokoh-tokoh masyarakat dan juga para pimpinan LSM
mendapat sambutan positif dari kalangan warga masyarakat. Program
sebelumnya yang lebih banyak menampilkan wajah pejabat membuat
tokoh masyarakat kurang mendapat tempat. Sambutan positif datang
dari berbagai tokoh LSM dan pemimpin berbagai komunitas karena
diberi kesempatann untuk tampil sebagai narasumber. Dalam katakata Murtajib:
“Jadi gini misalnya ada komunitas di mana, kita undang yang
datang nggak hanya satu dua orang mas, bawa penonton juga. Jadi
yang saya seneng itu banyak orang itu tiba-tiba kalau istilah orang
Jawa itu “diwongke” dalam artian diberi ruang untuk ngomong di
situ. Waktu itu jarang diberi ruang karena selama ini lebih banyak
bicara tentang kebijakan apa di pemda. Waktu itu saya merasa
banyak orang senang. Saya berhenti ketika ramai-ramainya kasus
Urut Sewu. Saya gak tahu apakah itu kebijakan atau bukan untuk
pembicara di luar itu agak dikurangi.Terus saya berhenti juga”.
Kasus Urut Sewu, sebuah konlik terbuka antara warga petani di
Desa Urut Sewu dan TNI terkait dengan status kepemilikan tanah.
Ini merupakan isu sangat sensitif untuk di tingkat lokal karena terkait
dengan ketentaraan yang menjadi urusan nasional. Bagi pengelola
Ratih TV, isu ini mungkin dianggap terlalu sensitif dan memang
tidak secara langsung berhubungan dengan kebijakan pemerintah
Kabupaten Kebumen sehingga kurang pas kalau didiskusikan atau
dibahas di media lokal.
Bagi tokoh-tokoh masyarakat atau pimpinan komunitas dan
LSM, bisa tampil di Ratih TV seperti mendapat pengakuan atau
legitimasi akan ketokohan mereka. Mereka membutuhkan ruang
untuk menyampaikan gagasan-gagasan, pemikiran mereka. Memang
saat ini orang bisa berbicara atau mengekspresikan pikiran mereka
melalui berbagai media termasuk yang kini popular melalui media
sosial semacam facebook. Akan tetapi, tampil di Ratih TV jelas berbeda
dengan berbicara di media sosial. Ini sama seperti ketika orang bisa
menulis atau muncul sebagai subyek berita di media massa cetak
seperti Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat dll. Murtajib lebih jauh
mengungkapkan:
“Hari ini itu kan orang bisa nulis apapun di FB secara bebas ya,
tapi orang lebih merasa bangga ketika ngomong di Kebumen
154
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Ekspres misalnya koran lokal itu seolah lebih legitimate. Jadi mau
ngomong apapun di koran sama juga ngomong di tv itu. Sekarang
ruang sangat bebas ada orang pengen ngomong di ruang itu yang
selama ini “diakui”. Sampai saat ini pun saya mengamati masih.
Jadi misalnya ada temen pakai FB kasus Urut Sewu misalnya
pakai FB bisa macem-macem kan menggugat pun bisa, tetapi
ketika ada berita di Suara Merdeka yang menurut temen-temen
gak pas itu. Jadi media-media yang dianggep legitimate misalnya
Suara Merdeka, Kebumen Ekspres , KR, Ratih TV. Itu relatif lebih
ini dianggep.Jadi ada semacam kalau ngomong di situ harus hatihati. Kalau mau di FB kayaknya ngomong apa aja itu no problem”.
(wawancara, 26 Agustus 2015)
Program Inspirasi Pagi yang diasuh oleh Murtajib hanya
berlangsung sekitar tujuh bulan. Kuat dugaan, Murtajib tak lagi
mengasuh acara ini karena ada dua isu yang sensitif dibahas. Pertama,
Murtajib mengundang para buruh migran yang saat itu menjadi
perbincangan hangat di Kebumen. Para narasumber ini berbicara
tanpa disaring.
“Saya itu penah ngundang temen-temen buruh migran yang lagi
rame, waktu itu kan lagi rame dia ngomong apa aja tanpa ilter.
Nah itu ada teguran; tegurannya bukan pada saya tapi sama
mas Pandu itu. Jadi kalau omongannya itu agak gimana gitu ada
teguran.Macem-macem sih saya dulu tapi cuman dua itu yang saya
inget. Artinya jangan terlalu anu lah temen-temen Ratih sama
saya paham, ngomongnya sambil guyon ya “jangan terlalu ini lah”
artinya saya bisa memahami kan kita di sini kerja”.
Sebelum adanya program Inspirasi Pagi ini, kecenderungan Ratih
TV digunakan sebagai corong pemerintah memang sangat kuat, walau
warga masyarakat berkesempatan untuk berdialog dengan bupati
melalui acara Selamat Pagi Bupati. Haryanto, seorang pegiat LSM, K3D
melihat ketiadaan kesempatan tokoh-tokoh di luar pemerintah atau
aktivis LSM tampil di Ratih TV. Ia mengungkapkan:
“Bahwasannya dengan adanya Ratih TV, khususnya melalui acara
Selamat Pagi Bupati, warga bisa melakukan komunikasi langsung
sekali lagi bisa menjadi momentum aspirasi dimana warga bisa
menyampaikan permasalahan keluh kesah dimana Rustri sebagai
pengambil kebijakan saat itu/top leader langsung memerintahkan pada
SKPD terkait untuk stay tune setiap pagi mulai dari hari Senin sampai
Minggu tujuh hari berturut-turut. Itu luar biasa, klimaksnya pada saat
155
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
awal pemerintahan, kemudian itu menjadi corong pemerintah iya,
itu kita akui karena ruang/space bagi kelompok lain katakanlah yang
berseberangan dengan Rustri saat itu tidak pernah ada sama sekali.
Khususnya bagi kawan-kawan NGO, organisasi kepemudaaan gak
pernah identik dengan orangnya Rustri sebagai bupati” (wawancara
dengan Haryanto, 22 Agustus 2015).
Jika dilihat kedudukan Ratih TV pada waktu itu, masih wajar
kalau media ini menjadi corong pemerintah mengingat saat itu, posisi
Ratih TV memang masih dalam status sebagai ‘penyiaran pemerintah.’
Dalam perkembangannya ketika sudah jelas-jelas statusnya sebagai
LPP Lokal, tampaknya belum ada perubahan yang signiikan untuk
menjadikan Ratih TV sebagai ruang publik. Apa yang pernah dilakukan
melalui acara Inspirasi Pagi sayangnya tidak dijadikan acuan untuk
transformasi media pemerintah menjadi LPP Lokal. Ratih TV yang
sempat menjadi ruang tempat tokoh masyarakat berdiskusi, membahas
masalah-masalah bersama yang muncul di Kebumen meredup untuk
kembali ke dalam rutinitas lama, sebagai media pemerintah walau
dengan status sebagai LPP Lokal.
Kesimpulan dan Saran
Simpulan
Lembaga Penyiaran Publik diharapkan mampu menjadi ruang
publik bagi warga sehingga menyediakan tempat dan juga suasana
untuk melakukan perdebatan atau diskusi secara rasional tanpa adanya
tekanan dari berbagai pihak baik politik, eknomis maupun dari kekuatan
sosial budaya. Ratih TV sebagai media yang sedang bertransformasi
menjadi LPP Lokal diharapkan antara lain mampu menjalankan perana
sebagai ruang publik yang menyediakan tempat bagi warga negara di
tingkat kabupaten untuk mendiskusikan persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakat di Kabupaten Kebumen.
Hasil kajian ini menemukan beberapa hal penting yang terkait
dengan keberadaan Ratih TV sebagai LPP Lokal yang menyediakan
ruang publik warga warga untuk berdiskusi secara rasional. Warisan
sebagai media pemerintah, yang pada awalanya memang menjadi
bagian penting humas pemerintah Kabupaten Kebumen menjadikan
Ratih TV seebagai media yang berorientasi kuat melayani kepentingan
156
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
pemerintah. Memang ketika dirintis pendiriannya, Bupati Kebumen
yang merintisnya, Rustriningsih memberi kesempatan warga untuk
berdialog dengan bupati. Akan tetapi, dialog seperti itu lebih banyak
menampilkan kepentingan pemerintah dan tak bisa dinapikan bahwa
sebagai politisi, Rustriningsihn dengan cerdik memanfaatkan Ratih
TV untuk meningkatkan popularitasnya tidak hanya di tingkat lokal,
tetapi juga di tingkat nasional dan internasional. Program acara dengan
label dialog interaktif pun belum sepenuhnya memberi ruang untuk
perdebatan secara rasional dan terbuka tokoh-tokoh masyarakat
mengenai persoalan-persoalan bersama. Yang terjadi adalah dialog
untuk mensosialisasikan berbagai program pemerintah.
Perubahan kepemimpinan dan juga proses transformasi lebih
lanjut Ratih TV dengan penguatan kelembagaan dan tata kelola tidak
dengan sendirinya membuat Ratih TV dapat berperan sebagai ruang
publik. Kalau itu ada lewat program Inspirasi Pagi, itu lebih merupakan
suatu kebetulan yang dengan segera berubah kembali menjadi dialog
interaktif yang sepenuhnya diisi lebih banyak oleh pejabat pemerintah.
Isu-isu yang dibahas pun lebih banyak masalah yang tidak mengandung
kontroversi yang perlu diperdebatkan. Tokoh-tokoh masyarakat yang
tampil pun lebih banyak yang memiliki sikap kompromistis terhadap
kebijakan pemerintah. Peluang terbuka untuk menjadi ruang publik
seperti yang sudah dirintis melalui acara Inspirasi Pagi yang memberi
ruang pada tokoh dan aktivitas lembaga swadaya masyarakat dan juga
tokoh masyarakat untuk muncul kembali meredup dan dilanjutkan
dengan program-program dialog interaktif yang seperti sudah disetting.
Saran
Penelitian ini belum sepenuhnya mampu menelaah siaran-siaran
Ratih TV secara lebih komperensif melalui kajian dokumen siaran yang
lebih mendalam dan lama. Kajian ini berfokus pada beberapa program
talkshow yang ada di Ratih TV baik dengan melihat sejumlah program
maupun wawancara dengan berbagai narasumber baik yang terlibat
dalam penyusunan program acara, tokoh LSM dan sejumlah wartawan.
Kajian lebih lanjut bisa dilakukan dengan melakukan analisis isi dan
juga program siaran yang terkait dengan acara yang mencerminkan
sebagai wujud implementasi TV sebagai ruang publik.
157
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Datar Pustaka
Collins, R. (1992). ‘Public Services Broadcasting & Freedom.’ Media
Information Australia. No 66, Nopember.
Garnham, N. (1986). he Media and the Public Sphere, dalam P. Golding,
G. Murdock dan P. Schlesenger (eds). Communicationg Politics:
Mass Communication and Political Process. Leicester: Leicester
University Press.
Habermas, J. (1989). he Structural Transformation of Public Sphere:
an inquiry into a category of bourgeois public sphere. Cambridge,
Mass: the MIT Press.
Held, D. (1980). Introduction to Critical heory: Hokhiemeir to
Habermas. London: Hutchinson.
Kops, M. (2001). What is Public Service Broadcasting and How Should
It Be Financed. Working Paper No 145_s Institute for Broadcasting
Economics, University of Cologne, Jerman,
McCarthy, (1989). Introduction, dalam Habermas, J. he Structural
Transformation of Public Sphere: an inquiry into a category of
bourgeois public sphere. Cambridge, Mass: the MIT Press.
McKee, A. (2005). he Public Sphere: An Introduction. Cambridge,
Cambridge University.
Raboy, M., (1997). ‘Public Service Broadcasting for the Twenty-First
Century.’ Dalam David Atkinson dan Marc Raboy (eds). Public
Services Broadcasting: the Challenges of the Twenty-irst Century.
Repots and papers on Mass Communication, UNESCO, Paris.
hompson, J. (1993). Review Article: he heory of Public Sphere.
heory, Culture and Society, Vol 10, pp 173-189.
Tracey, Michael (1992). ‘Our Better Angels: he Condition of Public
Services Broadcasting.’ Media Information Australia, No 66,
Nopember.
Williams, R. (1970). he Long Revolution. London, Verso.
Yin, Robert K. (2006). Studi Kasus: Desain & Metode. Terjemahan M.D.
Mudzakir. Jakarta, RajaGraindo Persada.
158
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Berita Online:
Wardopo, K. (17 April 2011) Pamor Ratih TV yang Kian Memudar http://
suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/04/17/143700/
Pamor-Ratih-TV-yang-Kian-Memudar
Datar Narasumber
Haryanto, aktivis LSM K3D Kebumen, wawancara 22 Agustus 2015
H. Cholid Anwar, Dewan Pengawas, wawancara, 26 Agustus 2015
Komper Wardopo, Wartawan Senior Kepala Perwakilan Suara Merdeka
Kedu, wawancara, 25 Agustus 2015
M. Badrus Zaman, aktivis LSM K3D Kebumen, wawancara 22 Agustus
2015
Murtajib, aktivis LSM dan Host acara Inspirasi Ratih TV, wawancara,
26 Agustus 2015
159
Studi Kasus pada Ratih TV Kebumen
I Gusti Ngurah Putra
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
[email protected]
/ [email protected]
�
Pendahuluan
Kemunculan lembaga penyiaran publik sebagai salah satu bagian
sistem penyiaran di Indonesia berimplikasi penting pada land scape
penyiaran di Indonesia, tata kelola dan program-program yang
harus disajikan. Bagi lembaga penyiaran publik yang harus netral,
tak bertujuan mencari keuntungan dan melayani kepentingan
publik, ada tiga hal serius yang harus ditata ulang. Pertama, penataan
keberadaannya dalam struktur ekonomi politik Indonesia yang
memungkinkan LPP memiliki pijakan yang kuat sehingga mampu
bersaing dengan lembaga penyiaran komersial yang memiliki berbagai
keuntungan ketika berhadapn dengan lembaga penyiaran publik.
Pelepasan diri dari kendali penuh pemerintah belum lagi menunjukkan
hasil yang sesuai dengan harapan banyak pihak. Sampai saat ini,
LPP masih menjadi mainan politik kepentingan kekuasaan sehingga
posisi sebagai LPP masih belum stabil bahkan muncul gagasan untuk
mengembalikan LPP menjadi lembaga penyiaran pemerintah. Kedua,
tata kelola organisasi. Masalah yang mencuat berkait dengan kuatnya
intervensi politik dalam penunjukan dewan pengawas yang selama ini
dilakukan oleh DPR atas usulan pemerintah. Mereka yang terpilih,
terutama untuk TVRI cenderung yang masih kuat sebagai bagian
dari politisi yang mengangkat atau memilihnya. Ini berimplikasi pada
pemilihan direksi. Masalah ketiga, terkait dengan fungsi lembaga
penyiaran publik yakni sebagai lembaga yang melayani kepentingan
publik. Di berbagai negara, LPP diharapkan antara lain dapat menjadi
ruang publik, tempat warga negara bisa memperbincangkan berbagai
141
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
persoalan publik secara bebas, rasional tanpa intervensi baik oleh
kepentingan negara, modal maupun kelompok sosial dominan.
UU Penyiaran mengamanatkan bahwa TVRI dan RRI merupakan
Lembaga Penyiaran Publik yang bersiaran secara nasional. Di samping
itu, di tingkat lokal juga dimungkinkan adanya LPP Lokal. Beberapa
pemerintah kabupaten atau kota yang selama ini memiliki Radio Siaran
Pemerintah Daerah (RSPD) atau beberapa bahkan mendirikan TV
seperti Pemkot Batu, Pemkab Kebumen dan beberapa pemkab lainnya,
diwajibkan mengubah Lembaga penyiaran pemerintah menjadi LPP
Lokal. Transformasi kelembagaan sedang berlangsung dan sampai saat
ini belum sepenuhnya berhasil menjadikan LPP lokal sebagai lembaga
yang netral karena masih berada di bawah struktur SKPD yang artinya
masih dikendalikan oleh pemerintah dan dalam beberapa hal dibebani
kewajiban untuk menghasilkan keuntungan dalam usaha peningkatan
PAD, kiranya menarik untuk melihat bagaimana LPP Lokal ini menjadi
ruang publik dengan menyediakan ruang bagi partisipasi warga dalam
mendiskusikan berbagai persoalan-persoalan masyarakat yang menjadi
perhatian warga negara.
Salah satu LPP yang sejak awal digagas untuk memberi ruang
partisipasi warga oleh penggagasnya, walau dalam perkembangannya
memberi
keuntungan
naiknya
popularitas
penggagasnya,
Rustriningsih, adalah Ratih TV di Kebumen. Pemerintah Kebumen,
yang memanfaatkan anomali kebijakan penyiaran pasca runtuhnya
Orde baru, di bawah kepemimpinan Rustriningsih memanfaatkan
Radio dan TV sebagai bagian dari media komunikasi humas
pemerintah untuk membangun transparansi dan menyediakan
saluran komunikasi bagi pemerintah kepada masyarakat. Dalam
perkembangannya, kedua media ini juga menyediakan ruang dialog
bagi publik walau masih didominasi kepentingan pemerintah sesuai
dengan status kelembagaannya sebagai penyiaran pemerintah. Sejak
adanya kewajiban mengubah diri menjadi LPP lokal, ruang dialog
seharusnya sudah memberi kesempatan yang lebih terbuka bagi warga
masyarakat. Menjadi menarik untuk mengelaborasi sejauh mana LPP
Lokal di Kebumen (Ratih TV) menjadi ruang publik. Makalah ini akan
mendiskusikan bagaimana LPP Lokal di Kabupaten Kebumen menjadi
ruang publik? Apa kendala-kendala dalam mewujudkan LPP Lokal
sebagai ruang publik?
142
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Kerangka Pemikiran
Tentang Ruang Publik
Gagasan ruang publik atau public sphere yang dikemukakan
oleh ilsuf Jerman, Jurgen Habermas, pertama kali muncul dalam
karyanya dengan judul asli Strukturwandel de Ofentlichkeit, yang
terbit tahun 1962. Karya ini menjadi perbincangan yang meluas
setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Structural
Transformation of the Public Sphere di tahun 1989. Menurut McCarthy
(1989: xi) buku ini merupakan sebuah kajian sosiologi sejarah tentang
muncul, transformasi dan disintegrasi ruang publik borjuis. Ruang
publik borjuis merupakan ruang di antara masyarakat sipil dan negara
yang di dalamnya memungkinkan munculnya diskusi publik yang
kritis tentang persoalan kepentingan bersama yang dijamin secara
kelembagaan. Di samping itu, public sphere juga merupakan sebuah
ruang tempat warga negara dapat menyatakan dalam situasi yang
tak terkendala, yakni dengan jaminan kebebasan berkumpul dan
berasosiasi dan kebebasan berekspresi dan mengumumkan pendapat
mereka tentang persoalan-persoalan umum atau bersama (Held, 1980:
260). Dalam ruang ini, warga masyarakat dapat berdiskusi tentang
politik secara terbuka dalam usaha untuk mencapai solusi konsensual
dengan mendasarkan debat bukan pada dogma-dogma tradisi atau
otoritas seperti hak suci para raja. Debat harus didasarkan pada standar
pemikiran kritis.
Dalam mendiskusikan ruang publik, Habermas melacak dengan
menggunakan pembedaan antara kehidupan privat dan publik pada
masa Yunani Klasik. Habermas menemukan dalam negara kota
pada zaman Yunani Kuno, ruang polis dipisahkan dari ruang privat,
oikos (ekonomi). Terdapat dua tempat, pasar dan tempat berkumpul
yang merupakan tempat bagi warga negara untuk berkumpul untuk
memperbincangkan berbagai isu harian, membentuk kehidupan
publik. Oleh karena itu, ruang publik merupakan sebuah debat ruang
terbuka yang memberikan setiap orang dengan status warga negara
untuk berinteraksi secara setara (hompson, 1993: 175). Oleh karena
itu, menurut hompson, ruang publik pada dasarnya bersifat spasial
dan dialogis. Kemunculan ruang publik borjuis, terutama di Inggris
di awal abad ke-19 dipengaruhi antara lain oleh dua aspek perubahan
143
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
sosial di Eropa. Pertama, muncul dan berkembangnya kapitalisme
merkantilistik dan kedua munculnya negara modern (hompson,
1993). Muncul dan berkembangnya kapitalisme merkantilistik
menciptakan kelas baru yakni kelas borjuis. Ia juga menciptakan
kondisi-kondisi bagi kelas baru dalam hal sumberdaya waktu dan
materi yang menciptakan jaringan kelembagaan dalam masyarakat sipil
yang di dalamnya muncul pendapat umum sebagai kekuatan politik
baru (Garnham, 1986). Dalam hal ini, sangat penting untuk dicatat
perkembangan pers dan perkembangan baru untuk bersosialisasi
seperti munculnya salon di Perancis, warung kopi di Inggris sebagai
tempat untuk memperbincangkan berbagai masalah publik. Press yang
menyajikan berbagai komentar politik dan juga satire menjadi bagian
diskusi di berbagai warung kopi tempat warga negara terlibat dalam
diskusi kritis tentang kegiatan parlemen dan raja. Pers menjadi bagian
penting dari munculnya ruang publik (hompson, 1993). Kemunculan
dan pertumbuhan pers di awal tahun 1800an di Inggris antara lain
dimungkinkan karena semakin kendornya sensor terhadap pers.
Secara politik pers juga tidak lagi dikontrol dengan dihapuskannya
sistem lisensi atau perijinan terhadap pers yang dibuat oleh raja
Charles II di tahun 1662 (hompson, 1993: 177) dan dalam jangka
panjang, popularitas pers di Inggris didukung oleh semakin baiknya
tingkat melek huruf warga masyarakat sebagai dampak wajib belajar
sebagai penerapan Education Act 1870 (Williams, 1970). Di sisi lain,
munculnya negara modern menciptkan pembatas antara kehidupan
publik dan privat atau negara sebagai otoritas publik dan kegiatan
ekonomi sebagai aktivitas privat. Di antara kedua itu muncul sebuah
ruang baru bagi publik, sebuah ruang publik borjuis, yakni sebuah
ruang yang terdiri para individu berkumpul bersama untuk berdebat
di antara mereka tentang regulasi masyarakat sipil dan perilaku negara
(hompson, 1993: 176).
Gagasan pokok tentang ruang publik dapat dinyatakan sebagai “A
domain of our social life where such a thing as public opinion can be
formed [where] citizens . . . deal with matters of general interest without
being subject to coercion . . . [to] express and publicize their views”
(McKee, 2005: 4). Gagasan ini berisi sejumlah prinsip ruang publik,
yakni adanya kesetaraan, kesamaan kepentingan/perhatian terhadap
isu bersama, dan partisipasi dalam menyampaikan pendapat.
144
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Penyiaran sebagai Ruang Publik
Keberadaan lembaga penyiaran publik di sejumlah negara tidak
bisa dilepaskan dari pengaruh gagasan Habermas tentang ruang
publik (public sphere). Lembaga penyiaran diharapkan dapat berfungsi
sebagai ruang publik tempat warga negara mendiskusikan persoalan
publik secara bebas tanpa intervensi baik negara, modal maupun
kekuatan sosial dan budaya dominan. Lembaga penyiaran komersial
sulit mewujudkan ini mengingat motif untuk mencari keuntungan
dan juga intervensi kepemilikan yang kuat. Lembaga penyiaran
pemerintah pun harus tunduk pada pemerintah yang menjadikan
lembaga penyiaran sebagai alat propaganda pemerintah. Oleh karena
itu, pilihan terbaiknya adalah dengan membentuk lembaga penyiaran
publik. Ia menjadi bagian dari sistem politik demokratis.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan penyiaran publik? Tiada
kesepakatan di antara berbagai pihak tentang penyiaran publik.
Di samping itu, penyiaran publik di berbagai negara berbeda-beda
dalam bentuk, cara pendanaan, hubungan dengan politik, tata kelola,
kemandiriannya dan pertanggungan jawabannya. Collins (1992: 3)
mereview berbagai perbedaan konsep tentang penyiaran publik. Salah
satu pendekatan penting dalam memahami penyiaran publik adalah
dengan menggunakan gagasan neo-Habermas yang berpandangan
bahwa penyiaran publik merupakan penjamin dan instrumen
kelembagaan ruang publik (public sphere) modern.
Kops (2001: 4-6) berargumen bahwa lembaga penyiaran publik
pertama-tama dan utama haruslah sebuah lembaga penyiaran yang
‘non-governmental public broadcasting’. Ini untuk menekankan bahwa
dalam praktek, terdapat penyiaran publik yang merupakan lembaga
pemerintah. Kops menekankan bahwa keputusan tentang tugas-tugas,
isi/program, organisasi dan keuangannya harus dibuat secara publik,
bukan oleh lembaga politik atau pemerintah yang ada, tetapi oleh
lembaga publik non-pemerintah yang terpisah. Ini untuk menjamin
agar lembaga penyiaran publik tidak disalahgunakan oleh pemerintah
petahana (incumbent). Lembaga ini tidak boleh dikendalikan baik
langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah yang sedang
berkuasa. LPP harus dikontrol oleh sebuah dewan (boards) yang
mandiri secara politis yang perekrutannya dilakukan oleh warga negara
145
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
sebagai penonton dan pendengar yang merasa bertanggung jawab
pada dampak social, politik dan budaya program-program penyiaran
dan yang mampu mempengaruhi secara langsung program-program.
Dewan ini, oleh karena itu, harus dibiayai secara demokratis dan
pluralistis, tetapi tidak melalui cara yang biasanya melalui pemilihan
politis, tetapi melalui cara terpisah, cara perekrutan non-politis (Kops,
2001: 4).
Kedua, lembaga penyiaran publik juga harus lembaga penyiaran
yang non-komersial. Oleh karena program-program penyiaran
secara umum, atau paling tidak program jenis tertentu gagal secara
pasar, keputusan tentang tugas-tugas, isi, organisasi dan pendanaan
tak bisa ditentukan dengan menggunakan criteria pasar dan efektif
untuk tujuan komersial. Dengan alasannya yang sama keuntungan
penyiaran publik tak dapat dinilai dengan kreteria yangt sesuai untuk
mengevaluasi program penyiaran komersial. Penyiaran komersial perlu
mengembangkan cara penilaian tersendiri untuk menilai kegunaannya
bagi kehidupan sosial. Pengaruh komersial terhadap penyiaran
publik harus dicegah dengan dua alasan penting yakni (1) LPP harus
mengartikulasikan berbagai masalah yang bisa jadi secara komersial
tidak menguntungkan. Ini memberi peluang kepada penyiaran publik
untuk menjadi forum komunikasi yang terbuka bagi gagasan baru dan
bisa menjadi cara untuk memperbaiki gagasan-gagasan dan praktekpraktek yang salah. (2) pengaruh komersial pada penyiaran publik
berisiko pada kemungkinan menyatunya kepentingan komersial dan
politis. Kekuatan komersial bisa digunakan untuk mendikte kekuatan
politik dalam cara yang tak terbuka dan tak demokratis (Kops, 2001: 5).
Ketiga, peranan penyiaran publik dapat ditingkatkan sepanjang waktu.
Penyiaran publik dapat menciptakan kesadaran publik.
Pentingnya penyiaran publik sebagai ruang publik sangat
ditekankan antara lain oleh sejumlah penulis seperti Tracey (1992),
Raboy (1997) dan beberapa yang lain. Penyiaran publik di samping
memiliki fungsi pendidikan juga mempunyai fungsi utama sebagai
ruang publik tempat debat rasional tanpa restriksi dari kepentingan
politis, ekonomis dan agama tentang persoalan bersama dapat
berlangsung (Tracey, 1992; Raboy, 1997).
146
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi kasus yang menurut Yin (2006:
1) merupakan strategi yang cocok ketika pertanyaan yang diajukan
dalam penelitian berkenaan dengan bagaimana (how) dan mengapa
(why), serta peneliti memiliki kontrol terbatas terhadap peristiwa
yang akan diselidiki. Di samping itu, studi kasus dipilih untuk meneliti
fenomena kontemporer dalam kehidupan nyata dengan menggunakan
berbagai sumber bukti yang tersedia seperti dokumentasi, rekaman
arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipan dan
perangkat isik/artefak (Yin, 2006: 103-117). Penelitian ini antara lain
menggunakan data hasil wawancara mendalam dengan para pengelola,
tokoh-tokoh masyarakat sebagai data utama dalam penelitian dilengkapi
dokumentasi siaran untuk melengkapi dan menjamin validitas dan
reliabilitas data. Analisis data menggunakan metode pengembangan
deskripsi kasus terkait dengan fokus penelitian lembaga penyiaran
lokal sebagai ruang publik.
Hasil dan Pembahasan
Perintisan sebagai Ruang Publik
Ratih TV menjadi sangat populer dan dalam beberapa hal
fenomenal mengingat terobosan yang dilakukan oleh Rustriningsih
untuk memberi ruang bagi warga masyarakat berdialog secara interaktif
melalui Ratih TV. Melalui siaran “Selamat Pagi Bupati,” Rustriningsih
muncul setiap hari setiap pukul 06.30-07.00 WIB untuk membahas
berbagai masalah dan untuk mengetahui masalah-masalah apa yang
dihadapi warga masyarakat Kebumen. Warga masyarakat bisa langsung
berdialog dengan bupati dan juga pejabat terkait untuk menyampaikan
berbagai masalah mereka. Bupati bersama pejabat terkait berusaha
atau berjanji akan menyelesaikan masalah yang dihadapi warga
masyarakat. Ratih TV benar-benar diarahkan sebagai media untuk
keterbukaan di tengah-tengah pengalaman buruk sebelumnya yang
cenderung menempatkan media penyiaran sebagai media untuk
menyembunyikan banyak hal buruk yang terjadi di tengah masyarakat.
Kehadiran Rustriningsih yang kadang dibantu oleh pejabat teknis
terkait untuk berdialog secara rutin setiap pagi melalui Ratih TV sangat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Namun demikian, ketika
147
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
terjadi pergantian pucuk pimpinan di Kebumen, acara yang disambut
antusias oleh warga masyarakat tidak lagi dilanjutkan oleh penerus
Rustriningsih. KH Nashiruddin yang menggantikan Rustriningsih
ketika naik menjadi Wakil Gubernur Jawa Tengah tidak memanfaatkan
Ratih TV sebagaimana yang dilakukan oleh Rustriningsih. Berbeda
dengan Rustriningsih yang mampu memberi penjelasan panjang
lebar tentang berbagai persoalan dan keluhan yang dilontarkan warga
masyarakat dalam acara Selamat Pagi Bupati. Seorang wartawan
senior Suara Merdeka menggambarkan, ”gaya dan penampilan Bupati
Nashiruddin di Ratih TV pun kalem dan cenderung low proile. Saat
menjawab pertanyaan cenderung cekak aos sehingga jawaban terkesan
pendek-pendek.” (Wardopo, 11 April 2011).
Bagi pengelola dan warga Kebumen penggemar Ratih TV, naiknya
pasangan Buyar-Djuwarni membawa kemunduran semangat kerja bagi
pengelola dan warga masyarakat tak lagi bisa berdialog secara langsung
dalam waktu yang intensif dengan pemimpinnya. Sejak pasangan ini
menjadi bupati, acara favorit warga Kebumen ’Selamat Pagi Bupati’
yang lalu kemudian berubah menjadi Selamat Pagi Kebumen tidak lagi
dihadiri secara kontinyu oleh Buyar Winarso, berbeda dengan ketika
Rustriningsih yang menjadi bupati
Perubahan penting lain terjadi pada jadwal acara Selamat Pagi
Bupati. Jika sebelumnya berlangsung setiap hari, termasuk Sabtu dan
Minggu, sehubungan dengan adanya perubahan jam kerja PNS dari
enam hari kerja menjadi lima hari kerja, acara SPB untuk hari Sabtu
dan Minggu diganti dengan dialog interaktif dengan tajuk Inspirasi
untuk hari Minggu. Acara ini memberi peluang pada tokoh-tokoh LSM
dengan pemandu seorang mantan wartawan harian Wawasan yang
pernah menjadi komisioner KPU Kebumen, Kholid Anwar.
Acara Inspirasi Pagi sempat menjadi acara unggulan karena jika
SPB yang tampil dominan para pejabat, maka pada acara Inspirasi Pagi
narasumber dalam wawancara ini adalah tokoh-tokoh masyarakat,
kalangan penggiat LSM dan juga para seniman. Sayangnya, acara ini
tidak dirancang untuk menjadi acara yang berfungsi sebagai ruang
publik. Ini sebuah acara yang sesuai dengan karakter LPP, tetapi karena
dibuat bukan atas dasar pertimbangan untuk memberi ruang kepada
publik akhirnya acara tak mampu membangun roh LPP pada Ratih
148
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
TV. Acara Inspirasi Pagi hanya sebuah acara pengganti tanpa sebuah
konsep yang jelas dan berkesinambungan.
Pengganti Rustri, KH Nashiruddin tak selihai atau secerdik
Rustriningsih dalam memanfaatkan media penyiaran untuk
kepentingannya dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan.
Dampaknya bisa dilihat ketika dia maju sebagai calon bupati pada
pilkada langsung tahun 2010, ia hanya memperoleh tak lebih dari
50% suara sehingga dikalahkan oleh Buyar Winarso. Memang, ada
banyak faktor yang menyebabkan kekalahannya, tetapi kemampuan
dia memanfaatkan TV jelas tidak sebaik Rustriningsih. Program yang
disambut begitu antusias oleh warga masyarakat tak lagi berlanjut
ketika kepemimpinan Kebumen beralih ke KH Nasiruddin. Bupati
baru pun tidak lagi seperti Rustriningsih.
Siapa yang Tampil
Kesan sebagai lembaga penyiaran pemerintah masih sangat kuat
melekat pada Ratih TV jika setiap program siaran yang diharapkan
melibatkan warga masyarakat berpartisipasi, tetapi didominasi oleh
para pengisi yang berasal dari lembaga pemerintah. Acara-acara yang
bersifat interaktif seperti Selamat Pagi Bupati (menjadi Selamat Pagi
Kebumen), Sorotan, Selamat Sore Kebumen, menunjukkan Ratih TV
yang sebenarnya potensial menjadi ruang bagi warga masyarakat atau
tokoh masyarakat untuk tampil dalam kenyataannya masih didominasi
oleh para pejabat pemerintah. Hanya sekali-sekali saja tokoh
masyarakat atau LSM berhasil menjadi tokoh dominan dalam acara
dialog interaktif di Ratih TV. Ketika Ratih TV masih menjadi media
pemerintah, sebagai media kehumasan pemerintah, sangat wajar kalau
siaran-siarannya dipenuhi oleh pejabat pemerintah. Akan tetapi ketika
Ratih TV sudah berubah status menjadi Lembaga Penyiaran Publik
Lokal, partisipasi publik harusnya lebih kelihatan.
Dalam sejarah dan perkembangannya, Ratih TV memang menjadi
media yang bertugas untuk menyuarakan dan menampilkan para
pejabat di Kabupaten Kebumen, teutama Bupati dan para pembantunya
di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Program Siaran ‘Selamat
Pagi Bupati’ menjadi ajang bagi bupati dan para kepala dinas untuk
unjuk kemampuan dan kepedulian kepada masyarakat. Memang
dampaknya tentu dirasakan oleh warga masyarakat karena warga
149
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
masyarakat bisa menyampaikan berbagai masalah yang mereka hadapi
sehari-hari langsung kepada bupati dan bupati biasanya langsung
meminta dinas terkait untuk menanggapi dan berjanji untuk segera
menyelesaikan persoalan yang dikeluhkan warga masyarakat.
K. Wardopo, wartawan senior Suara Merdeka yang belasan tahun
meliput di Kebumen mengungkapkan:
“Ya betul Pak. Jadi, dengan adanya siaran SPB itu kemudian
masyarakat begitu bersemangat menyampaikan berbagai keluhan
usulan-pembangunan, jalan rusak jembatan rusak sampai hal yang
kecil misalnya lampu penerangan, traic light yang mati. Kalau toh
belum, Bupati akan didampingi kepala dinas untuk menjelaskan
alasannya. Zaman Bu Rustri, itu semua kepala dinas dan SKPD itu
diminta selama acara selalu siap kalo misalnya diminta menonton
tv ketika bupati butuh penjelasan dari dinas terkait dikontak
langsung harus siap”.
Ratih TV bukannya tidak memberi peluang kepada tokoh masyarakat
atau wakil mereka seperti anggota untuk tampil dalam acara dialog
interaktif yang diadakannya. Sayangnya, forum yang disediakan ini tidak
dimanfaatkan oleh anggota DPRD. Dewan Pengawas Ratih TV, Kholid
Anwar mengemukakan anggota DPRD yang enggan memanfaatkan
acaradi Ratih TV ketika mereka bahkan sudah diundang pada forum yang
disediakan untuk mereka. Misalnya, forum yang disediakan, Selamat
Sore Kebumen. Acara ini sebenarnya mengikutkan DPRD. Sayangnya
setiap kali diundang, tak pernah mau datang. Kemungkinan mereka takut
karena tidak biasa berkomunikasi dengan warga masyarakat atau alasan
lain. Hanya orang tertentu yang berani kalau diundang itupun topiknya
tentang apa yang dikuasai. Di sini persoalan kemampuan komunikasi
(communicative competence) menjadi soal serius karena bahkan anggota
parlemen yang merupakan wakil rakyat saja enggan berkomunikasi dengan
publik yang memilih mereka. Dalam konteks demokrasi dan pemilihan
wakil yang representative tentu menjadi soal yang serius. Jika mereka tidak
mau tampil di ruang publik untuk berdialog secara terbuka, bagaimana
mereka bisa menangkap aspirasi dan publik mengetahui kualitas mereka.
Tokoh masyarakat yang menjadi narasumber dalam acara talk show
atau dialog interaktif cenderung sangat terbatas. Apakah masyarakat
Kebumen kekurangan tokoh masyarakat untuk tampil dalam acara
dialog interaktif? Sebenarnya tidak. Ketika acara Selamat Pagi Bupati
150
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
diganti dengan acara Inspirasi Pagi yang diasuh oleh seorang aktivis LSM
dan membahas berbagai isu publik di Kebumen, justru banyak tokoh
masyarakat yang bisa tampil. Persoalanya adalah kecenderungan pengelola
untuk hanya membahas isu-isu yang dirumuskan oleh pengelola untuk
disesuaikan dengan agenda para pejabat, bukan agenda publik. Potensi
Ratih TV sebagai ruang publik akhirnya didominasi oleh mereka yang
cenderung memiliki kesamaan pandangan dengan pemeriintah.
Penentuan Isu Publik
Ketika sebuah media berfungsi sebagai ruang publik, para pengelolanya
harusnya mampu untuk menentukan agenda publik yang layak untuk
menjadi bahan perbincangan atau mampu merumuskan persoalan
kehidupan bersama yang layak diperbincangkan atau diperdebatkan
di ruang publik sehingga akan muncul pendapat umum yang dapat
digunakan oleh pengambil kebijakan untuk membuat kebijakan atau
paling tidak publik sebagai pengikut dialog yang diselenggarakan oleh
penyiaran publik memperoleh pencerahan dari dialog yang mereka ikuti.
Ratih TV pun tidak terlepas dari kewajiban ini.
Program-program talkshow interaktif yang ditayangkan cenderung
berisi materi yang sudah jelas penyelesaiannya, tidak memerlukan
diskusi publik yang melahirkan pro dan kontra untuk akhirnya mencapai
sebuah konsensus. Semisal, dalam program acara Sorotan, sebuah acara
talkshow interaktif setiap sore dibahas isu tentang beras palsu. Semua
narasumber berasal dari instansi pemerintah. Acara ini lebih tepat disebut
sebagai penjelasan pemerintah tentang beras palsu dan bagaimana warga
masyarakat menghadapi isu beras palsu ini dan tindakan apa yang perlu
diambil oleh warga masyarakat (ditayangkan pada 6 Juni 2015). Ini sangat
berbeda dengan program talkshow interaktif Inspirasi Pagi yang membahas
berbagai persoalan bersama dengan narasumber yang lebih bervariasi
baik dari wakil pemerintah maupun wakil atau tokoh masyarakat dan
juga LSM. Salah satu masalah yang dibahas adalah tentang pekerja migran
yang memang cukup banyak berasal dari daerah Kebumen khususnya dan
Jawa Tengah umumnya. Sayangnya, program seperti ini, walau mendapat
perhatian dari warga masyarakat dan banyak tokoh yang ingin tampil,
akhirnya dihentikan.
Sejak itu, isu-isu yang dibahas pun cenderung semakin terbatas
dan bahkan menyempit hanya mendiskusikan persoalan internal
151
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
pemerintahan. Seorang aktivis LSM melihat ini sebagai sebuah
kemunduran bagi Ratih TV. Dia menyoroti siaran talkshow Ratih
TV pada masa kepemimpinan Buyar Winarso yang memang kurang
memberi perhatian serius pada Ratih TV.
“Ini antusiasme terus progres dari warga sangat rendah sekali
karena sifatnya hanya seremonial formalitas saja, paling yang
muncul pada eranya Buyar yaitu persoalan-persoalan guru yang
mendominasi, GTT yang pengen jadi PNS lah, GTT yang pengen
diberikan SK dari negara lah, atau PNS yang pengen pindah/mutasi.
Hal-hal seperti itu yang mestinya bisa dihilangkan” (Wawancara
dengan M. Badrus Zaman, aktivis K3D, 22 Agustus 2016).
Gagasa-gagasan untuk menjadikan Ratih TV sebagai ruang publik
yang menjadi tempat untuk mendiskusikan isu-isu publik bukannya
tidak ada. Paling tidak, Kholid Anwar sebagai anggota Dewan Pengawas
menginginkan Ratih TV mengangkat persoalan yang berkembang di
Kebumen dan sekitarnya dengan mengacu pada tajuk-tajuk rencana
atau isu yang dibahas oleh suratkabar lokal di Jawa Tengan maupun DIY
seperti Suara Merdeka atau Kedaulatan Rakyat, sehingga pembahasan
lebih bemanfaat bagi warga masyarakat yang menjadi khalayak sasaran
Ratih TV.
“Begitu saya kembali ke sini sebagai dewan pengawas coba lah
acara ini sorotan inspirasi pagi diganti sorotan hari sabtu itu yang
arahnya sebenarnya adalah katakanlah ada isu-isu seperti kalau di
Metro itu bedah editorial mungkin kita bisa mengambil opini-opini
yang ada di media yang memiliki kedekatan dengan masyarakat
daerah, misalnya di tajuk Suara Merdekakok menyororti soal
kekeringan di Kabupaten Kebumen ada 16 kecamatan yang harus
mendapat bantuan air bersih, itu kan juga bisa kita diskusikan
tentang itu”. (Wawancara dengan Kholid Anwar, 26 Agustus 2015)
Redupnya Ruang Publik
Walau talkshow ‘Selamat Pagi Bupati” bukan sebuah acara yang
mencerminkan TV sebagai ruang publik, paling tidak acara ini memberi
ruang dialog terbatas bagi warga masyarakat. Sayangnya, acara ini
akhirnya mengalami perubahan format karena dengan semakin jarangnya
kemunculan bupati dan lepasnya peluang warga untuk berdialog dengan
bupati. Bupati hanya muncul seminggu sekali dan selebihnya diisi oleh
kepala SKPD. Di samping itu, karena adanya perubahan jam kerja dari
152
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
enam hari kerja menjadi lima hari kerja, siaran hari Sabtu ditiadakan dan
diisi dengan acara lain yakni Inspirasi Pagi.
Sebuah ketidaksengajaan yang justru menciptakan program
yang sedikit banyak membawa karakter TV publik sesungguhnya.
Berbeda dengan Selamat Pagi Bupati atau Selamat Pagi Kebumen,
acara ‘Insprirasi Pagi’ diasuh oleh seorang tokoh LSM yang berhasil
mengajak tokoh-tokoh masyarakat untuk membicarakan berbagai
persoalan-persoalan terkini yang sedang menjadi pembicaraan warga
masyarakat (Wawancara dengan Kholid Anwar, 26 Agustus 2015 dan
Murtajib, 25 Agustus 2015)
Program Inspirasi Pagi yang merupakan pengganti acara Selamat
Pagi Bupati di hari Sabtu diharapkan dapat memberi ruang kepada tokohtokoh masyarakat untuk membahas persoalan-persoalan kemasyarakatan
yang lagi hangat menjadi pembicaraan publik. Kholid Anwar yang menjadi
anggota Dewan Pengawas Ratih TV meminta Murtajib untuk mengisi
acara dengan menjadi host untuk sekali-dua kali siaran. Akan tetapi, karena
berhasil membawa program ini menjadi salah satu program unggulan,
akhirnya tugas Murtajib sebagai host berlangsung sekitar 6 sampai 7 bulan.
Sebenarnya, host atau moderator yang utama adalah Dwi Purwantoro
atau yang lebih dikenal di dunia penyiaran Kebumen sebagai Mas Pandu.
Murtajib biasanya bertugas untuk merumuskan tema yang akan dibahas
dan menentukan narasumber untuk masing-masing tema. Akan tetapi,
sering juga dia berperan sebagai narasumber atau host. Narasumber yang
biasanya diundang benar-benar merupakan orang-orang non-pemerintah
terutama dari LSM atau pemimpin komunitas. Dalam kata-kata Murtajib:
“Tadinya cuman untuk ngisi karena pergantian itu saja, acaranya
namanya Inspirasi Pagi untuk moderator/ hostnya itu kan dari
mas Pandu, jadi saya semacam apa ya kalau gak ada narasumber
lain saya narasumbernya, kalau ada narasumber lain menjadi kaya
panelis. Saya juga diminta cari sendiri narasumbernya tementemen dari LSM tak undangin satu-satu sampai habis, terus tementemen komunitas”.
Dari berbagai isu yang diperbincangkan dan keseringannya
muncul dalam siaran Inspirasi Pagi, Murtajib merasa dirinya semakin
dikenal oleh banyak orang. Popularitasnya sebagai host atau panelis
membuat banyak orang menjadi akrab dengan wajahnya.
153
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Pelibatan tokoh-tokoh masyarakat dan juga para pimpinan LSM
mendapat sambutan positif dari kalangan warga masyarakat. Program
sebelumnya yang lebih banyak menampilkan wajah pejabat membuat
tokoh masyarakat kurang mendapat tempat. Sambutan positif datang
dari berbagai tokoh LSM dan pemimpin berbagai komunitas karena
diberi kesempatann untuk tampil sebagai narasumber. Dalam katakata Murtajib:
“Jadi gini misalnya ada komunitas di mana, kita undang yang
datang nggak hanya satu dua orang mas, bawa penonton juga. Jadi
yang saya seneng itu banyak orang itu tiba-tiba kalau istilah orang
Jawa itu “diwongke” dalam artian diberi ruang untuk ngomong di
situ. Waktu itu jarang diberi ruang karena selama ini lebih banyak
bicara tentang kebijakan apa di pemda. Waktu itu saya merasa
banyak orang senang. Saya berhenti ketika ramai-ramainya kasus
Urut Sewu. Saya gak tahu apakah itu kebijakan atau bukan untuk
pembicara di luar itu agak dikurangi.Terus saya berhenti juga”.
Kasus Urut Sewu, sebuah konlik terbuka antara warga petani di
Desa Urut Sewu dan TNI terkait dengan status kepemilikan tanah.
Ini merupakan isu sangat sensitif untuk di tingkat lokal karena terkait
dengan ketentaraan yang menjadi urusan nasional. Bagi pengelola
Ratih TV, isu ini mungkin dianggap terlalu sensitif dan memang
tidak secara langsung berhubungan dengan kebijakan pemerintah
Kabupaten Kebumen sehingga kurang pas kalau didiskusikan atau
dibahas di media lokal.
Bagi tokoh-tokoh masyarakat atau pimpinan komunitas dan
LSM, bisa tampil di Ratih TV seperti mendapat pengakuan atau
legitimasi akan ketokohan mereka. Mereka membutuhkan ruang
untuk menyampaikan gagasan-gagasan, pemikiran mereka. Memang
saat ini orang bisa berbicara atau mengekspresikan pikiran mereka
melalui berbagai media termasuk yang kini popular melalui media
sosial semacam facebook. Akan tetapi, tampil di Ratih TV jelas berbeda
dengan berbicara di media sosial. Ini sama seperti ketika orang bisa
menulis atau muncul sebagai subyek berita di media massa cetak
seperti Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat dll. Murtajib lebih jauh
mengungkapkan:
“Hari ini itu kan orang bisa nulis apapun di FB secara bebas ya,
tapi orang lebih merasa bangga ketika ngomong di Kebumen
154
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Ekspres misalnya koran lokal itu seolah lebih legitimate. Jadi mau
ngomong apapun di koran sama juga ngomong di tv itu. Sekarang
ruang sangat bebas ada orang pengen ngomong di ruang itu yang
selama ini “diakui”. Sampai saat ini pun saya mengamati masih.
Jadi misalnya ada temen pakai FB kasus Urut Sewu misalnya
pakai FB bisa macem-macem kan menggugat pun bisa, tetapi
ketika ada berita di Suara Merdeka yang menurut temen-temen
gak pas itu. Jadi media-media yang dianggep legitimate misalnya
Suara Merdeka, Kebumen Ekspres , KR, Ratih TV. Itu relatif lebih
ini dianggep.Jadi ada semacam kalau ngomong di situ harus hatihati. Kalau mau di FB kayaknya ngomong apa aja itu no problem”.
(wawancara, 26 Agustus 2015)
Program Inspirasi Pagi yang diasuh oleh Murtajib hanya
berlangsung sekitar tujuh bulan. Kuat dugaan, Murtajib tak lagi
mengasuh acara ini karena ada dua isu yang sensitif dibahas. Pertama,
Murtajib mengundang para buruh migran yang saat itu menjadi
perbincangan hangat di Kebumen. Para narasumber ini berbicara
tanpa disaring.
“Saya itu penah ngundang temen-temen buruh migran yang lagi
rame, waktu itu kan lagi rame dia ngomong apa aja tanpa ilter.
Nah itu ada teguran; tegurannya bukan pada saya tapi sama
mas Pandu itu. Jadi kalau omongannya itu agak gimana gitu ada
teguran.Macem-macem sih saya dulu tapi cuman dua itu yang saya
inget. Artinya jangan terlalu anu lah temen-temen Ratih sama
saya paham, ngomongnya sambil guyon ya “jangan terlalu ini lah”
artinya saya bisa memahami kan kita di sini kerja”.
Sebelum adanya program Inspirasi Pagi ini, kecenderungan Ratih
TV digunakan sebagai corong pemerintah memang sangat kuat, walau
warga masyarakat berkesempatan untuk berdialog dengan bupati
melalui acara Selamat Pagi Bupati. Haryanto, seorang pegiat LSM, K3D
melihat ketiadaan kesempatan tokoh-tokoh di luar pemerintah atau
aktivis LSM tampil di Ratih TV. Ia mengungkapkan:
“Bahwasannya dengan adanya Ratih TV, khususnya melalui acara
Selamat Pagi Bupati, warga bisa melakukan komunikasi langsung
sekali lagi bisa menjadi momentum aspirasi dimana warga bisa
menyampaikan permasalahan keluh kesah dimana Rustri sebagai
pengambil kebijakan saat itu/top leader langsung memerintahkan pada
SKPD terkait untuk stay tune setiap pagi mulai dari hari Senin sampai
Minggu tujuh hari berturut-turut. Itu luar biasa, klimaksnya pada saat
155
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
awal pemerintahan, kemudian itu menjadi corong pemerintah iya,
itu kita akui karena ruang/space bagi kelompok lain katakanlah yang
berseberangan dengan Rustri saat itu tidak pernah ada sama sekali.
Khususnya bagi kawan-kawan NGO, organisasi kepemudaaan gak
pernah identik dengan orangnya Rustri sebagai bupati” (wawancara
dengan Haryanto, 22 Agustus 2015).
Jika dilihat kedudukan Ratih TV pada waktu itu, masih wajar
kalau media ini menjadi corong pemerintah mengingat saat itu, posisi
Ratih TV memang masih dalam status sebagai ‘penyiaran pemerintah.’
Dalam perkembangannya ketika sudah jelas-jelas statusnya sebagai
LPP Lokal, tampaknya belum ada perubahan yang signiikan untuk
menjadikan Ratih TV sebagai ruang publik. Apa yang pernah dilakukan
melalui acara Inspirasi Pagi sayangnya tidak dijadikan acuan untuk
transformasi media pemerintah menjadi LPP Lokal. Ratih TV yang
sempat menjadi ruang tempat tokoh masyarakat berdiskusi, membahas
masalah-masalah bersama yang muncul di Kebumen meredup untuk
kembali ke dalam rutinitas lama, sebagai media pemerintah walau
dengan status sebagai LPP Lokal.
Kesimpulan dan Saran
Simpulan
Lembaga Penyiaran Publik diharapkan mampu menjadi ruang
publik bagi warga sehingga menyediakan tempat dan juga suasana
untuk melakukan perdebatan atau diskusi secara rasional tanpa adanya
tekanan dari berbagai pihak baik politik, eknomis maupun dari kekuatan
sosial budaya. Ratih TV sebagai media yang sedang bertransformasi
menjadi LPP Lokal diharapkan antara lain mampu menjalankan perana
sebagai ruang publik yang menyediakan tempat bagi warga negara di
tingkat kabupaten untuk mendiskusikan persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakat di Kabupaten Kebumen.
Hasil kajian ini menemukan beberapa hal penting yang terkait
dengan keberadaan Ratih TV sebagai LPP Lokal yang menyediakan
ruang publik warga warga untuk berdiskusi secara rasional. Warisan
sebagai media pemerintah, yang pada awalanya memang menjadi
bagian penting humas pemerintah Kabupaten Kebumen menjadikan
Ratih TV seebagai media yang berorientasi kuat melayani kepentingan
156
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
pemerintah. Memang ketika dirintis pendiriannya, Bupati Kebumen
yang merintisnya, Rustriningsih memberi kesempatan warga untuk
berdialog dengan bupati. Akan tetapi, dialog seperti itu lebih banyak
menampilkan kepentingan pemerintah dan tak bisa dinapikan bahwa
sebagai politisi, Rustriningsihn dengan cerdik memanfaatkan Ratih
TV untuk meningkatkan popularitasnya tidak hanya di tingkat lokal,
tetapi juga di tingkat nasional dan internasional. Program acara dengan
label dialog interaktif pun belum sepenuhnya memberi ruang untuk
perdebatan secara rasional dan terbuka tokoh-tokoh masyarakat
mengenai persoalan-persoalan bersama. Yang terjadi adalah dialog
untuk mensosialisasikan berbagai program pemerintah.
Perubahan kepemimpinan dan juga proses transformasi lebih
lanjut Ratih TV dengan penguatan kelembagaan dan tata kelola tidak
dengan sendirinya membuat Ratih TV dapat berperan sebagai ruang
publik. Kalau itu ada lewat program Inspirasi Pagi, itu lebih merupakan
suatu kebetulan yang dengan segera berubah kembali menjadi dialog
interaktif yang sepenuhnya diisi lebih banyak oleh pejabat pemerintah.
Isu-isu yang dibahas pun lebih banyak masalah yang tidak mengandung
kontroversi yang perlu diperdebatkan. Tokoh-tokoh masyarakat yang
tampil pun lebih banyak yang memiliki sikap kompromistis terhadap
kebijakan pemerintah. Peluang terbuka untuk menjadi ruang publik
seperti yang sudah dirintis melalui acara Inspirasi Pagi yang memberi
ruang pada tokoh dan aktivitas lembaga swadaya masyarakat dan juga
tokoh masyarakat untuk muncul kembali meredup dan dilanjutkan
dengan program-program dialog interaktif yang seperti sudah disetting.
Saran
Penelitian ini belum sepenuhnya mampu menelaah siaran-siaran
Ratih TV secara lebih komperensif melalui kajian dokumen siaran yang
lebih mendalam dan lama. Kajian ini berfokus pada beberapa program
talkshow yang ada di Ratih TV baik dengan melihat sejumlah program
maupun wawancara dengan berbagai narasumber baik yang terlibat
dalam penyusunan program acara, tokoh LSM dan sejumlah wartawan.
Kajian lebih lanjut bisa dilakukan dengan melakukan analisis isi dan
juga program siaran yang terkait dengan acara yang mencerminkan
sebagai wujud implementasi TV sebagai ruang publik.
157
Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia
Datar Pustaka
Collins, R. (1992). ‘Public Services Broadcasting & Freedom.’ Media
Information Australia. No 66, Nopember.
Garnham, N. (1986). he Media and the Public Sphere, dalam P. Golding,
G. Murdock dan P. Schlesenger (eds). Communicationg Politics:
Mass Communication and Political Process. Leicester: Leicester
University Press.
Habermas, J. (1989). he Structural Transformation of Public Sphere:
an inquiry into a category of bourgeois public sphere. Cambridge,
Mass: the MIT Press.
Held, D. (1980). Introduction to Critical heory: Hokhiemeir to
Habermas. London: Hutchinson.
Kops, M. (2001). What is Public Service Broadcasting and How Should
It Be Financed. Working Paper No 145_s Institute for Broadcasting
Economics, University of Cologne, Jerman,
McCarthy, (1989). Introduction, dalam Habermas, J. he Structural
Transformation of Public Sphere: an inquiry into a category of
bourgeois public sphere. Cambridge, Mass: the MIT Press.
McKee, A. (2005). he Public Sphere: An Introduction. Cambridge,
Cambridge University.
Raboy, M., (1997). ‘Public Service Broadcasting for the Twenty-First
Century.’ Dalam David Atkinson dan Marc Raboy (eds). Public
Services Broadcasting: the Challenges of the Twenty-irst Century.
Repots and papers on Mass Communication, UNESCO, Paris.
hompson, J. (1993). Review Article: he heory of Public Sphere.
heory, Culture and Society, Vol 10, pp 173-189.
Tracey, Michael (1992). ‘Our Better Angels: he Condition of Public
Services Broadcasting.’ Media Information Australia, No 66,
Nopember.
Williams, R. (1970). he Long Revolution. London, Verso.
Yin, Robert K. (2006). Studi Kasus: Desain & Metode. Terjemahan M.D.
Mudzakir. Jakarta, RajaGraindo Persada.
158
I Gusti Ngurah Putra, Penyiaran Publik Lokal...
Berita Online:
Wardopo, K. (17 April 2011) Pamor Ratih TV yang Kian Memudar http://
suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/04/17/143700/
Pamor-Ratih-TV-yang-Kian-Memudar
Datar Narasumber
Haryanto, aktivis LSM K3D Kebumen, wawancara 22 Agustus 2015
H. Cholid Anwar, Dewan Pengawas, wawancara, 26 Agustus 2015
Komper Wardopo, Wartawan Senior Kepala Perwakilan Suara Merdeka
Kedu, wawancara, 25 Agustus 2015
M. Badrus Zaman, aktivis LSM K3D Kebumen, wawancara 22 Agustus
2015
Murtajib, aktivis LSM dan Host acara Inspirasi Ratih TV, wawancara,
26 Agustus 2015
159