_BAB II KUA APBD 2017 CETAK

(1)

BAB II

KERANGKA MAKRO DAERAH

2.1. Perkembangan Indikator Dan Kinerja Ekonomi Makro Daerah

2.1.1 Kinerja Ekonomi Makro Jawa Timur Tahun 2015-Semester I Tahun 2016 2.1.1.01 PDRB

Kinerja Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2015 ditandai dengan nilai tambah bruto mencapai Rp 1.689,88 Triliun (ADHB) setelah di tahun 2014 kinerja yang sama tercatat Rp 1.540,7 Triliun. Dengan demikian pada tahun 2015 terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,44%. Kinerja pertumbuhan yang sama pada tahun 2014 tumbuh sebesar 5,86%. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 2015 dimaksud lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,79%. Pada Semester I 2016 perekonomian ekonomi Jawa Timur tumbuh sebesar 5,55% dan perekonomian nasional tumbuh lebih lambat sebesar 5,04%.

Gambar 2.1

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dan NasionalTahun 2010 – Semester I 2016

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur

Selanjutnya pada tahun 2016 (semester I) PDRB ADHB Jawa Timur sebesar 903,01 triliun, sedangkan berdasarkan ADHK tahun 2010, total nilai PDRB Jawa Timur tahun 2015 sebesar Rp 1.331,41 triliun dan pada tahun 2016 (semester I) sebesar 687,02 triliun rupiah.

6.31 6.44 6.64

6.08

5.86

5.44 5.55 6.38

6.17 6.03

5.58

5.02

4.79 5.04

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sem I

2016 Jawa Timur Nasional


(2)

Tabel 2.1

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur dan Nasional

No Indikator

Tahun

2015 2016 (SM I)

1 PDRB ADHB (Triliun Rupiah) 1.689,88 903,01 2 PDRB ADHK 2010 (TriliunRupiah) 1.331,41 687,02

3 PertumbuhanEkonomi(%) 5.44 5.55

4 Pertumbuhan Ekonomi Nasional (%) 4,79 5,04

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

PDRB Menurut Lapangan Usaha

Selama semester I-2016 ekonomi Jawa Timur mengalami pertumbuhan 5,55 persen bila dibandingkan semester I-2015 (c-to-c). Dari sisi produksi, semua lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif, kecuali Pengadaan Listrik dan Gas yang mengalami kontraksi sebesar 0,10 persen. Rendahnya pertumbuhan pengadaan listrik dan gas terutama karena kontraksi di subkategori pengadaan gas akibat menurunnya produksi gas. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Kategori Pertambangan dan Penggalian (10,17 persen); diikuti Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (9,54 persen); Jasa Keuangan dan Asuransi (9,23 persen); Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (7,70 persen); dan Jasa Pendidikan (7,52 persen). Secara lebih lengkap pertumbuhan masing-masing lapangan usaha sampai dengan Semester I 2016 tersaji pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2

Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010 Tahun 2014 – Semester I 2016 (%)

Lapangan Usaha 2014 2015 SM I 2016

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,63 3,46 2,14

2. Pertambangan dan Penggalian 3,65 7,92 10,17

3. Industri Pengolahan 7,66 5,30 4,43

4. Pengadaan Listrik , Gas dan Produksi Es 2,45 -3,00 -0,10 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur

Ulang

0,25 5,28 5,65

6. Konstruksi 5,44 3,60 5,43

7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

4,61 6,00 5,92

8. Transportasi dan Pergudangan 6,40 6,56 6,89

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,88 7,91 9,54

10. Informasi dan Komunikasi 6,34 6,49 7,30

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 6,95 7,19 9,23

12. Real Estate 6,97 4,97 5,72

13. Jasa Perusahaan 8,52 5,44 4,72

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

0,58 5,38 7,70

15. Jasa Pendidikan 6,48 6,26 7,52

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,17 6,46 5,38

17. Jasa Lainnya 5,46 4,88 4,11

PDRB 6,08 5,86 5,55


(3)

Kontribusi tujuh belas lapangan usaha pembentuk struktur PDRB Jawa Timur disajikan dalam Tabel 2.3. Sejak tahun 2014 struktur ekonomi Jawa Timur yang tercermin dari PDRB menurut lapangan usaha tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Tiga lapangan usaha dominan yang berkontribusi terhadap PDRB Jawa Timur adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor serta pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kontribusi ketiga lapangan usaha tersebut pada Semester I 2016 masing-masing sebesar 29,18 %, 17,86 % dan 14,22 %. Total kontribusi ketiganya sebesar 61,26 %.

Tabel 2.3

Struktur PDRB Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014 – Semester I 2016 (%)

Lapangan Usaha 2014 2015 SM I

2016 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13,61 13,75 14,22

2. Pertambangan dan Penggalian 5,17 3,79 3,54

3. Industri Pengolahan 28,95 29,27 29,18

4. Pengadaan Listrik , Gas dan Produksi Es 0,36 0,35 0,32 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan

Daur Ulang

0,09 0,09 0,09

6. Konstruksi 9,47 9,50 9,22

7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

17,29 17,64 17,86 8. Transportasi dan Pergudangan 3,25 3,36 3,38 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,19 5,41 5,55

10. Informasi dan Komunikasi 4,54 4,56 4,61

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 2,68 2,75 2,78

12. Real Estate 1,57 1,63 1,61

13. Jasa Perusahaan 0,79 0,80 0,80

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

2,32 2,31 2,23

15. Jasa Pendidikan 2,73 2,72 2,60

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,63 0,63 0,61

17. Jasa Lainnya 1,38 1,43 1,39

PDRB 100.00 100.00 100.00

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

PDRB Menurut Pengeluaran

Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran selama tahun 2015 hanya terjadi pada 4 komponen pengeluaran saja, yaitu: komponen pengeluaran konsumsi rumahtangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan komponen net ekspor antar daerah yang tumbuh masing-masing sebesar 3,36 %, 2,20 %, 5,73 % dan 13,36 %, sementara komponen lainnya mengalami pertumbuhan negatif. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Net Ekspor Antar Daerah sebesar 13,36 %.

Perekonomian Jawa Timur selama semester I-2016 tumbuh sebesar 5,55 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen Ekspor Luar Negeri


(4)

yaitu sebesar 19,44 persen, sebagai penyumbang pertumbuhan terbesar sekitar 2,96 persen. Pertumbuhan tertinggi berikutnya adalah komponen pembentukan modal tetap bruto tumbuh sebesar 7,17 persen dengan menyumbang pertumbuhan sebesar 1,93 persen, kemudian pengeluaran konsumsi LNPRT tumbuh 6,49 persen walaupun hanya menyumbang pertumbuhan sebesar 0,06 persen. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar 3,90 persen dan 3,67 persen dengan sumber pertumbuhan sebesar 2,40 persen dan 0,16 persen. Sementara komponen lainnya selama semester I-2016 mengalami kontraksi.

Tabel 2.4

Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Pengeluaran Tahun Dasar 2010 Tahun 2014 – Semester I 2016 (%)

Komponen 2014 2015 SM I

2016 1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 6,33 3,36 3,90 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 13,31 -2,20 6,49 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4,01 2,20 3,67 4. Pembentukan Modal Tetap Domestik

Bruto 4,37 5,73 7,17

5. Perubahan Inventori 2.843,75 -17,60 61,13

6. Ekspor Luar Negeri -2,14 -3,18 19,44

7. Impor Luar Negeri 8,19 -9,49 -2,97

8. Net Ekspor Antar Daerah -9,01 13,36 -11,31

PDRB 5,86 5,44 5,55

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Tumbuhnya pengeluaran konsumsi rumah tangga, lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) dan pengeluaran konsumsi pemerintah memberikan kontribusi yang besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, ketika ekonomi global yang menjadi pendorong kinerja ekspor luar negeri mengalami perlambatan. Kontribusi ketiganya mencapai mencapai 66,60 %. Kondisi ini terindikasi di dalam PDRB menurut pengeluaran yang disajikan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5

Struktur PDRB Menurut Pengeluaran Tahun Dasar 2010 Semester I 2015 dan Semester I 2016 (Persen)

Komponen SM I 2015 SM I 2016

1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 60,79 60,25

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,17 1,18

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 5.25 5,17

4. Pembentukan Modal Tetap Domestik

Bruto 26,78 27,48

5. Perubahan Inventori 3,58 1,05

6. Ekspor Luar Negeri 15,54 16,57

7. Impor Luar Negeri 19,65 17,33

8. Net Ekspor Antar Daerah 6,53 5,63

PDRB 100,00 100,00


(5)

2.1.1.02 Inflasi

Inflasi nasional bulan Juli 2016 sebesar 0,69 %, Jawa Timur sebesar 0,76 %, sedangkan laju inflasi tahun kalender (Juli 2016 terhadap Desember 2015), nasional sebesar 1,76 %, Jawa Timur sebesar 1,85 %. Laju inflasi tahun kalender (Juli 2016 terhadap Desember 2015) Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 1,85 persen, angka ini lebih tinggi dibanding tahun kalender Juli 2015 yang mengalami inflasi sebesar 1,74 persen. Inflasi year-on-year (Juli 2016 terhadap Juli 2015) Jawa Timur sebesar 3,19 persen, angka ini lebih rendah dibanding inflasi year-on-year bulan Juli 2015 sebesar 6,81 persen. Perkembangan Inflasi year-on-year Jawa Timur selama kurun waktu 2010 – Semester I 2016 disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2

Perkembangan Inflasi year-on-year Jawa Timur selama kurun waktu 2010 – Semester I 2016 (persen)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Perkembangan inflasi tahun kalender Jawa Timur dari tahun 2014 sampai dengan Juli 2016 dapat dilihat pada Gambar 2.3. Selama kurun waktu tersebut, semua periode mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada tahun kalender Juli 2014 sebesar 2,66 persen.

6.96

3.79

4.3

8.83

8.36

3.95

3.21

6.96

4.09

4.5

7.59

7.77

3.08

3.19

0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2010 2011 2012 2013 2014 2015 SEM I

2016


(6)

Gambar 2.3

Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Bulanan Jawa Timur Tahun 2014 – Juli 2016 (persen)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

2.1.2 Proyeksi Ekonomi Makro Jawa Timur Akhir Tahun 2016 dan 2017 2.1.2.01 PDRB

Berdasarkan perkembangan terkini kondisi perekonomian global dan domestik serta sinkronisasinya dengan penerapan kebijakan pemerintah maka beberapa proyeksi makro ekonomi Jawa Timur tahun 2016 diperkirakan akan mengalami deviasi yang cukup signifikan dibandingkan dengan rencana jangka menengah yang sudah ditetapkan. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam memperkirakan kondisi makro ekonomi Jawa Timur adalah pada strategi pembangunan dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2014 – 2019 dimaksud yang pada amanahnya menggariskan tiga strategi umum, sebagai berikut :

1) Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development) yang inklusif, dan mengedepankan partisipasi rakyat (participatory based development).

2) Pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro - poor growth), yang di dalamnya secara implisit termasuk strategi pro - poor , pro job, pro - growth dan pro - environment. 3) Pengarusutamaan gender (pro - gender).

Ketiga strategi tersebut apabila digrafiskan hubungan saling keterikatannya tersaji seperti gambar berikut:


(7)

Gambar 2.4

Keterkaitan antar tiga Strategi Umum Pembangunan Jawa TImur 2104-2019

Dengan strategi tersebut maka dalam memprediksi dan merencanakan target pertumbuhan ekonomi yang Inklusif serta berpihak pada rakyat miskin harus mempertimbangkan capaian kinerja tidak saja dari capaian kinerja pertumbuhan ekonomi itu sendiri namun juga harus mempertimbangkan capaian kinerja dari beberapa indikator kinerja utama pembangunan lainnya. Capaian kinerja dimaksud tertuang seperti pada gambar sebagai berikut:

Gambar 2.5

Capaian Kinerja Beberapa Indikator Kinerja Utama Jawa Timur

Data time series indikator kinerja utama yang terdiri dari kinerja Pertumbuhan Ekonomi, %tase Kemiskinan, Tingkat Pengangguran Terbuka, Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Gender dianalisa


(8)

keterkaitannya pula dengan data Input Output (I-O Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 dan Tahun 2010) mempergunakan pola pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2.6

Pola Pemikiran Derivasi Prediksi dan Target Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Jawa Timur

Analisis lengkap Pola Pikir dan pertimbangan-pertimbangan lain tersaji pada dokumen Studi Perencanaan Kebijakan Ekonomi Makro dalam mengaselerasikan Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Inklusif di Jawa Timur tahun 2017-2019 (kerjasama antara Bappeda Jawa Timur dengan FEB Universitas Brawijaya Malang tahun 2016). Dari hasil studi tersebut direkomendasikan hubungan keterkaitan kinerja antara pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan beberapa indikator kinerja lain disarikan pada tabel loading factor sebagai berikut :

Tabel 2.6

Loading Factor Keterkaitan Capaian Pertumbuhan Ekonomi dan Indikator Kinerja Utama Lainnya Tahun 2009 – 2014

Loading Faktor TPT IPM IGR

Dampak target kemiskinan terhadap TPT,

IPM dan IGR 0.15 -0.41 0.15

Dampak target TPT, IPM dan IGR terhadap

Pertumbuhan PDRB -3.66 0.67 -1.10

Sumber : Studi Perencanaan Kebijakan Ekonomi Makro dalam mengaselerasikan Kualitas pertumbuhan Ekonomi Inklusif di Jawa Timur tahun 2017-2019, Bappeda Prov Jatim, 2016.

Dengan loading factor tersebut diatas, maka dapat diperkirakan pertumbuhan ekonomi inklusif berdasar asumsi dari penurunan target kemiskinan (derivasi konkrit dari strategi berpihak pada rakyat miskin) 0,5 % per tahun, sebagai berikut:


(9)

Tabel 2.7

Prediksi Makro Ekonomi dan Keterkaitannya Terhadap Indikator Kinerja Utama (IKU) Lain (Inklusif) Jawa Timur 2016 - 2020

Tahun Target

Kemiskinan

Prediksi Capaian

TPT

Prediksi Capaian IPM

Prediksi Capaian

IGR

Prediksi Pertumbuhan

PDRB

2015 12.28 4.47 68.14 0.37 5.44

2016 12.00 4.39 68.28 0.36 5.45

2017 11.50 4.25 68.52 0.34 5.47

2018 11.00 4.10 68.78 0.32 5.50

2019 10.50 3.93 69.05 0.30 5.52

Sumber : Studi Perencanaan Kebijakan Ekonomi Makro dalam mengaselerasikan Kualitas pertumbuhan Ekonomi Inklusif di Jawa Timur tahun 2017-2019, Bappeda Prov Jatim, 2016.

Prediksi tersebut di atas diperoleh dari perhitungan kuantitatif tren kinerja dari analisa tahun 2005 sampai dengan tahun 2014. Di sisi lain sebagaimana Perda Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019), ditetapkan target pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2016 adalah 7,20% – 7,49%. Berdasarkan kondisi perekonomian terkini dan pertimbangan peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi agar lebih inklusif dengan berpihak kepada rakyat miskin yang direalisasikan dari asumsi penurunan 0,5 % prediksi persentase kemiskinan tahun 2016 maka target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 ditetapkan pada kisaran 5,45 - 5,47%.

2.1.2.02 Inflasi

Tingkat inflasi pada tahun 2016 diproyeksikan sebesar 4,5 ± 1 persen, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jatim akan terus memperkuat sinergi dengan TPID di 16 kota/kabupaten guna memperkuat upaya pengendalian inflasi di seluruh wilayah Jatim.

Program pengendalian inflasi di Jawa Timur mengacu pada 5 pilar strategi pengendalian inflasi Jatim yakni Penguatan Kelembagaan, Produksi, Distribusi dan Konektifitas, Regulasi dan Monitoring, Kajian dan Informasi, serta Pengendalian Ekspektasi.


(10)

2.2. Perkembangan Indikator Dan Kinerja Sosial Makro Daerah Kinerja Sosial Makro Jawa Timur Tahun 2015-2016

2.2.1.01 Pendidikan

Bertambahnya Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Melek Huruf merupakan suatu indikator kunci keberhasilan pendidikan. Wujud pemerataan dan perluasan akses pendidikan Jawa Timur dilakukan dengan cara memperluas daya tampung satuan pendidikan, memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda secara sosial, ekonomi, gender, geografis wilayah, dan tingkat kemampuan fisik serta intelektual.

Tabel 2.8

Perkembangan Pendidikan Umum di Jawa Timur

No. U r a i a n Satuan

Tahun

2015 2016

(TW I )

A Pendidikan SD/MI

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Prosen 112,79 112,84

2. Angka Partisipasi Murni (APM) Prosen 98,35 98,40

3. Angka Partisipasi Sekolah (APS)

(7-12 tahun)

Prosen 99,94 99,94

4. Angka Transisi (AT) Prosen 0 0

5. Angka Murid Mengulang Prosen 1,53 1,53

6. Angka Murid Putus Sekolah Prosen 0,09 0,09

7. Angka lulusan sekolah Prosen 99,94 99,94

8. Rasio Murid/Sekolah 1: … 156 156

9. Rasio Murid/Guru 1: … 15 15

10. Rasio Murid/Kelas 1: … 24 24

B Pendidikan SLTP/MTs

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Prosen 102,90 102,90

2. Angka Partisipasi Murni (APM) Prosen 87,64 87,64

3. Angka Partisipasi Sekolah (APS)

(7-12 tahun)

Prosen 98,99 98,99

4. Angka Transisi (AT) Prosen 98,99 98,99

5. Angka Murid Mengulang Prosen 0,11 0,11

6. Angka Murid Putus Sekolah Prosen 0,33 0,33

7. Angka lulusan sekolah Prosen 99,07 99,07

8. Rasio Murid/Sekolah 1: … 244 244

9. Rasio Murid/Guru 1: … 12 12

10. Rasio Murid/Kelas 1: … 30 30

C Pendidikan SMA/MA/SMK

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Prosen 79,14 79,14

2. Angka Partisipasi Murni (APM) Prosen 65,83 65,83

3. Angka Partisipasi Sekolah (APS)

(7-12 tahun)

Prosen 72,14 72,14

4. Angka Transisi (AT) Prosen 88,56 88,56

5. Angka Murid Mengulang Prosen 0,13 0,13


(11)

No. U r a i a n Satuan

Tahun

2015 2016

(TW I )

7. Angka lulusan Prosen 98,57 98,57

8. Rasio Murid/Sekolah 1: … 300 300

9. Rasio Murid/Guru 1: … 12 12

10. Rasio Murid/Kelas 1: … 33,00 33,00

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

2.2.1.02 Kesehatan

Mutu dan pelayanan kesehatan sangat tergantung dari tersedianya sarana dan prasarana kesehatan. Sebagai bentuk komitmen Pemerintah Provinsi Jatim terhadap sektor kesehatan masyarakat, maka Pemerintah Provinsi menambah beberapa fasilitas kesehatan yang ada. Program Ikon Pemerintah Provinsi Jatim yang berkaitan dengan upaya mendekatkan fasilitas kesehatan dengan masyarakat adalah program pengembangan Polindes menjadi Ponkesdes.

Tabel 2.9

Perkembangan Sarana Kesehatan di Jawa Timur

No. U r a i a n Satuan Tahun

2014 2015

1. Rumah Sakit Umum unit 205 218

- RSU Pemerintah unit 56 56

- RSU Swasta unit 149 162

2. Rumah Sakit Khusus unit 100 114

- RSK Pemerintah unit 9 14

- RSK Swasta unit 91 100

3. Rumah Sakit TNI/POLRI unit 27 27

4. Rumah Sakit BUMN unit 15 15

5. Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) unit 960 960

6. Puskesmas Pembantu (PUSTU) unit 2273 2273

- Puskesmas Pembantu unit 2273 2273

- Puskesmas Pembantu GADAR unit 70 70

7. Puskesmas Rawat Inap unit 588 588

8. Puskesmas PLUS unit 50 50

9. Puskesmas Keliling (PUSLING) unit n/a n/a

10. Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) unit 46179 46267

11. Pondok Bersalin (POLINDES) unit 5390 n/a

12. Pondok Kesehatan Desa (PONKESDES) unit 3213 3213

13. Desa Siaga unit 8489 8489

Tabel 2.10

Perkembangan Tenaga Kesehatan di Jawa Timur

No. U r a i a n Satuan Tahun

2014 2015

1. Dokter Umum jiwa 6032 8368

2. Dokter Spesialis jiwa 3776 3873


(12)

No. U r a i a n Satuan Tahun

2014 2015

4. Perawat jiwa 31830 32046

5. Bidan jiwa 16652 16909

6 Ahli Kesehatan Masyarakat jiwa 1279 1448

7 Apoteker jiwa 1730 1864

8 Ahli Gizi jiwa 1717 1776

9 Analis Laboratorium jiwa 1880 2297

10. Ahli Rontgen jiwa 459 725

11. Fisioterapis jiwa 552 n/a

12. P. Anestesi jiwa 181 n/a

13. Sanitarian jiwa 1375 1765

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Dari hasil penghitungan propyeksi yang dilakukan oleh BPS RI, rata-rata AHH di Jawa Timur selama menunjukkan trend meningkat yaitu dari 70,68 (2015) menjadi 70,83 (2016-angka sementara).

Tabel 2.11

Angka Harapan Hidup di Jawa Timur

Indikator Tahun 2015 2016*)

Angka Harapan Hidup 70,68 70,83 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Ket : *) Angka sementara 2.2.1.03 Kemiskinan

Pembangunan adalah proses mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan merata. Tingkat kesejahteraan secara ekonomi ditunjukkan dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat yang akan berkorelasi dengan tingkat konsumsi sebagai akibat meningkatnya pendapatan masyarakat. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduknya baik dari segi kinerja perekonomiannya maupun penciptaan pemerataan kue pembangunan. Upaya tersebut diantaranya mengurangi penduduk miskin dengan meningkatkan tingkat kesejahteraannya.


(13)

Tabel 2.12

Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin

No Uraian

Tahun

2015 2016 (Maret)

1 Persentase (%) 12,28 12,05 2 Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) 4.775,97 4.703,30 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Selama periode September 2015 - Maret 2016, persentase penduduk miskin Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 0,23 poin persen, yaitu dari 12,28 persen September 2015 menjadi 12,05 persen Maret 2016. Penurunan selama satu semester tersebut ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2015 sebanyak 4.775,97 ribu jiwa menjadi sebanyak 4.703,30 ribu jiwa pada Maret 2016 atau turun sebesar 72,67 ribu jiwa.

Ditinjau secara daerah kota dan desa, selama periode September 2015 – Maret 2016 penurunan persentase penduduk miskin terjadi di perkotaan (turun 0,47 poin persen), sementara di perdesaan mengalami kenaikan persentase penduduk miskin (naik 0,17 poin persen). Beberapa faktor yang terkait dengan penurunan persentase penduduk miskin selama periode September 2015-Maret 2016 antara lain adalah:

 Selama periode September 2015-Maret 2016 terjadi inflasi sebesar 1,31 persen  Harga beras mengalami penurunan 0,10 persen, yaitu dari Rp. 9.702 per kg

pada September 2015 menjadi Rp. 9.690 per kg pada Maret 2016.

 Selama periode September 2015-Maret 2016, selain beras harga eceran beberapa komoditas bahan pokok mengalami penurunan seperti telur ayam ras dan tempe, yaitu masing-masing turun sebesar 3,54 persen dan 0,17 persen.

Garis kemiskinan merupakan harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non-pangan esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lainnya.

Berdasarkan hasil Susenas, pada periode September 2015 - Maret 2016, garis kemiskinan meningkat sebesar 1,67 persen atau Rp. 5.297 per kapita perbulan, yaitu dari Rp.316.464 perkapita perbulan pada September 2015 menjadi Rp.321.761 per kapita perbulan pada Maret 2016.

Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar disbanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2016, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,49 persen. Kenaikan garis kemiskinan di


(14)

perkotaan sedikit lebih tinggi dibanding di perdesaan. Garis kemiskinan untuk perkotaan meningkat sebesar 1,70 persen dan untuk wilayah perdesaan sebesar 1,68 persen. Tingginya kenaikan garis kemiskinan tersebut meliputi garis kemiskinan makanan (1,68 persen untuk perkotaan dan 1,22 persen untuk perdesaan) dan garis kemiskinan bukan makanan (1,75 persen untuk perkotaan dan 3,11 persen untuk perdesaan). Pada Maret 2016, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 22,07 persen di perkotaan dan 25,25 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (8,89 persen di perkotaan dan 9,30 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah gula pasir, telur ayam ras, tempe, tahu, dan seterusnya.

Tabel 2.13

Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan

No Uraian

Tahun 2015

(September) 2016 (Maret) 1 Kedalaman Kemiskinan (P1)

Perkotaan 1,285 1,103

Pedesaan 2,903 2,832

Perkotaan + Pedesaan 2,126 1,985

2 Keparahan Kemiskinan (P2)

Perkotaan 0,374 0,231

Pedesaan 0,834 0,708

Perkotaan + Pedesaan 0,613 0,474 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Pemahaman kemiskinan secara holistik sangat dibutuhkan, agar dalam implementasi kebijakan yang diambil dapat terfokus dan efisien. Persoalan kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, tetapi yang juga perlu diperhatikan adalah menyangkut seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (tingkat kedalaman) yang disebut sebagai P1 dan keragaman pengeluaran antar penduduk miskin (P2).

Nilai P1 dalam satu semester ini menunjukkan penurunan 0,141 poin atau sebesar 2,126 pada September 2015 menjadi 1,985 pada Maret 2016. Penurunan nilai P1 tersebut terjadi di perkotaan (0,182 poin), serta di perdesaan (0,071 poin). Sementara itu, nilai P2 juga mengalami penurunan 0,139 poin atau menjadi 0,474 pada Maret 2016. Penurunan kedua nilai yaitu P1 dan P2 memberikan indikasi


(15)

rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin menyempit.

Ditinjau secara daerah kota-desa, nilai P1 dan P2 antar perkotaan dan perdesaan menunjukkan bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai P1 dan P2, di mana nilai kedua indeks (P1 dan P2) di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan.

2.2.1.04 Pengangguran

Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur pada periode Februari 2016 menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan keadaan Agustus 2015. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan jumlah pengangguran. Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Februari 2016 bertambah sebanyak 223 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2015. Peningkatan jumlah angkatan kerja berpengaruh terhadap peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,43 poin dari 67,84 persen pada Agustus 2015 menjadi 68,27 persen pada Februari 2016.

Tabel 2.14

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama

No Jenis Kegiatan Utama Satuan

Tahun 2015

(Agustus)

2016 (Februari)

1 Angkatan Kerja Ribu Orang 20.274,68 20.497,99 > Berkerja Ribu Orang 19.367,78 19.648,66 > Pengangguran Ribu Orang 906,9 849,33 2 Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT)

% 4,47 4,14

3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

% 67,84 68,27

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Indikator utama ketenagakerjaan yang sering digunakan sebagai indikasi keberhasilan dalam menangani masalah pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yang merupakan perbandingan antara jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur pada Februari 2016 sebesar 4,14 persen atau mengalami penurunan sekitar 0,33 poin dibandingkan Agustus 2015 (4,47 persen). Penurunan angka TPT pada Februari 2016 relatif lebih tinggi dibandingkan periode Februari 2015 yang hanya sebesar 0,17 poin. Penurunan TPT yang kontinyu diharapkan dapat mencapai target yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 3,0 persen.


(16)

2.2.1.05 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, bukan alat dari pembangunan. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan mempertimbangkan tiga aspek esensial yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hisup layak. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). IPM adalah indeks komposit hasil agregasi tiga jenis indeks yang masing-masing mewakili dimensi pembangunan manusia, yakni indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks standar hidup. Perubahan mendasar perhitungan IPM dengan metode baru mencakup penggunaan indikator harapan lama sekolah (HLS) menggantikan indikator angka melek huruf (AMH) dalam perhitungan indeks pendidikan dan penggunaan indikator pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita menggantikan produk domestik bruto (PDB) per kapita dalam perhitungan indeks standar hidup.

Tabel 2.15

Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur Indikator Tahun

2014 2015

Indeks Pembangunan Manusia 68,14 68,95 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2014-2015 menunjukkan kenaikan. Pada tahun 2014 angka IPM sebesar 68,14, dan selanjutnya meningkat pada tahun 2015 menjadi 68,95. Kenaikan IPM ini diantaranya disebabkan oleh adanya berbagai program pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk meningkatkan angka IPM, seperti program di bidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana lainnya. Keberhasilan program juga tergantung pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana tersebut.


(1)

No. U r a i a n Satuan

Tahun

2015 2016 (TW I )

7. Angka lulusan Prosen 98,57 98,57 8. Rasio Murid/Sekolah 1: … 300 300

9. Rasio Murid/Guru 1: … 12 12

10. Rasio Murid/Kelas 1: … 33,00 33,00 Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

2.2.1.02 Kesehatan

Mutu dan pelayanan kesehatan sangat tergantung dari tersedianya sarana dan prasarana kesehatan. Sebagai bentuk komitmen Pemerintah Provinsi Jatim terhadap sektor kesehatan masyarakat, maka Pemerintah Provinsi menambah beberapa fasilitas kesehatan yang ada. Program Ikon Pemerintah Provinsi Jatim yang berkaitan dengan upaya mendekatkan fasilitas kesehatan dengan masyarakat adalah program pengembangan Polindes menjadi Ponkesdes.

Tabel 2.9

Perkembangan Sarana Kesehatan di Jawa Timur

No. U r a i a n Satuan Tahun 2014 2015

1. Rumah Sakit Umum unit 205 218

- RSU Pemerintah unit 56 56

- RSU Swasta unit 149 162

2. Rumah Sakit Khusus unit 100 114

- RSK Pemerintah unit 9 14

- RSK Swasta unit 91 100

3. Rumah Sakit TNI/POLRI unit 27 27

4. Rumah Sakit BUMN unit 15 15

5. Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) unit 960 960 6. Puskesmas Pembantu (PUSTU) unit 2273 2273

- Puskesmas Pembantu unit 2273 2273

- Puskesmas Pembantu GADAR unit 70 70

7. Puskesmas Rawat Inap unit 588 588

8. Puskesmas PLUS unit 50 50

9. Puskesmas Keliling (PUSLING) unit n/a n/a 10. Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) unit 46179 46267 11. Pondok Bersalin (POLINDES) unit 5390 n/a 12. Pondok Kesehatan Desa (PONKESDES) unit 3213 3213

13. Desa Siaga unit 8489 8489

Tabel 2.10

Perkembangan Tenaga Kesehatan di Jawa Timur

No. U r a i a n Satuan Tahun 2014 2015

1. Dokter Umum jiwa 6032 8368 2. Dokter Spesialis jiwa 3776 3873 3. Dokter Gigi jiwa 3132 3139


(2)

No. U r a i a n Satuan Tahun 2014 2015

4. Perawat jiwa 31830 32046

5. Bidan jiwa 16652 16909

6 Ahli Kesehatan Masyarakat jiwa 1279 1448

7 Apoteker jiwa 1730 1864

8 Ahli Gizi jiwa 1717 1776

9 Analis Laboratorium jiwa 1880 2297 10. Ahli Rontgen jiwa 459 725 11. Fisioterapis jiwa 552 n/a

12. P. Anestesi jiwa 181 n/a

13. Sanitarian jiwa 1375 1765 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Dari hasil penghitungan propyeksi yang dilakukan oleh BPS RI, rata-rata AHH di Jawa Timur selama menunjukkan trend meningkat yaitu dari 70,68 (2015) menjadi 70,83 (2016-angka sementara).

Tabel 2.11

Angka Harapan Hidup di Jawa Timur

Indikator Tahun

2015 2016*)

Angka Harapan Hidup 70,68 70,83 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Ket : *) Angka sementara

2.2.1.03 Kemiskinan

Pembangunan adalah proses mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan merata. Tingkat kesejahteraan secara ekonomi ditunjukkan dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat yang akan berkorelasi dengan tingkat konsumsi sebagai akibat meningkatnya pendapatan masyarakat. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduknya baik dari segi kinerja perekonomiannya maupun penciptaan pemerataan kue pembangunan. Upaya tersebut diantaranya mengurangi penduduk miskin dengan meningkatkan tingkat kesejahteraannya.


(3)

Tabel 2.12

Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin

No Uraian

Tahun 2015 2016

(Maret)

1 Persentase (%) 12,28 12,05 2 Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) 4.775,97 4.703,30 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Selama periode September 2015 - Maret 2016, persentase penduduk miskin Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 0,23 poin persen, yaitu dari 12,28 persen September 2015 menjadi 12,05 persen Maret 2016. Penurunan selama satu semester tersebut ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2015 sebanyak 4.775,97 ribu jiwa menjadi sebanyak 4.703,30 ribu jiwa pada Maret 2016 atau turun sebesar 72,67 ribu jiwa.

Ditinjau secara daerah kota dan desa, selama periode September 2015 – Maret 2016 penurunan persentase penduduk miskin terjadi di perkotaan (turun 0,47 poin persen), sementara di perdesaan mengalami kenaikan persentase penduduk miskin (naik 0,17 poin persen). Beberapa faktor yang terkait dengan penurunan persentase penduduk miskin selama periode September 2015-Maret 2016 antara lain adalah:

 Selama periode September 2015-Maret 2016 terjadi inflasi sebesar 1,31 persen

 Harga beras mengalami penurunan 0,10 persen, yaitu dari Rp. 9.702 per kg pada September 2015 menjadi Rp. 9.690 per kg pada Maret 2016.

 Selama periode September 2015-Maret 2016, selain beras harga eceran beberapa komoditas bahan pokok mengalami penurunan seperti telur ayam ras dan tempe, yaitu masing-masing turun sebesar 3,54 persen dan 0,17 persen.

Garis kemiskinan merupakan harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non-pangan esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lainnya.

Berdasarkan hasil Susenas, pada periode September 2015 - Maret 2016, garis kemiskinan meningkat sebesar 1,67 persen atau Rp. 5.297 per kapita perbulan, yaitu dari Rp.316.464 perkapita perbulan pada September 2015 menjadi Rp.321.761 per kapita perbulan pada Maret 2016.

Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar disbanding peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2016, kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,49 persen. Kenaikan garis kemiskinan di


(4)

perkotaan sedikit lebih tinggi dibanding di perdesaan. Garis kemiskinan untuk perkotaan meningkat sebesar 1,70 persen dan untuk wilayah perdesaan sebesar 1,68 persen. Tingginya kenaikan garis kemiskinan tersebut meliputi garis kemiskinan makanan (1,68 persen untuk perkotaan dan 1,22 persen untuk perdesaan) dan garis kemiskinan bukan makanan (1,75 persen untuk perkotaan dan 3,11 persen untuk perdesaan). Pada Maret 2016, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar 22,07 persen di perkotaan dan 25,25 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (8,89 persen di perkotaan dan 9,30 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah gula pasir, telur ayam ras, tempe, tahu, dan seterusnya.

Tabel 2.13

Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan

No Uraian

Tahun 2015

(September) 2016 (Maret)

1 Kedalaman Kemiskinan (P1)

Perkotaan 1,285 1,103

Pedesaan 2,903 2,832

Perkotaan + Pedesaan 2,126 1,985

2 Keparahan Kemiskinan (P2)

Perkotaan 0,374 0,231

Pedesaan 0,834 0,708

Perkotaan + Pedesaan 0,613 0,474 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Pemahaman kemiskinan secara holistik sangat dibutuhkan, agar dalam implementasi kebijakan yang diambil dapat terfokus dan efisien. Persoalan kemiskinan tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, tetapi yang juga perlu diperhatikan adalah menyangkut seberapa besar jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (tingkat kedalaman) yang disebut sebagai P1 dan keragaman pengeluaran antar penduduk miskin (P2).

Nilai P1 dalam satu semester ini menunjukkan penurunan 0,141 poin atau sebesar 2,126 pada September 2015 menjadi 1,985 pada Maret 2016. Penurunan nilai P1 tersebut terjadi di perkotaan (0,182 poin), serta di perdesaan (0,071 poin). Sementara itu, nilai P2 juga mengalami penurunan 0,139 poin atau menjadi 0,474 pada Maret 2016. Penurunan kedua nilai yaitu P1 dan P2 memberikan indikasi


(5)

rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin juga semakin menyempit.

Ditinjau secara daerah kota-desa, nilai P1 dan P2 antar perkotaan dan perdesaan menunjukkan bahwa kesenjangan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai P1 dan P2, di mana nilai kedua indeks (P1 dan P2) di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan.

2.2.1.04 Pengangguran

Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur pada periode Februari 2016 menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan keadaan Agustus 2015. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan jumlah pengangguran. Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Februari 2016 bertambah sebanyak 223 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2015. Peningkatan jumlah angkatan kerja berpengaruh terhadap peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,43 poin dari 67,84 persen pada Agustus 2015 menjadi 68,27 persen pada Februari 2016.

Tabel 2.14

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama

No Jenis Kegiatan Utama Satuan

Tahun 2015

(Agustus)

2016 (Februari)

1 Angkatan Kerja Ribu Orang 20.274,68 20.497,99 > Berkerja Ribu Orang 19.367,78 19.648,66 > Pengangguran Ribu Orang 906,9 849,33 2 Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT)

% 4,47 4,14

3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

% 67,84 68,27 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Indikator utama ketenagakerjaan yang sering digunakan sebagai indikasi keberhasilan dalam menangani masalah pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yang merupakan perbandingan antara jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur pada Februari 2016 sebesar 4,14 persen atau mengalami penurunan sekitar 0,33 poin dibandingkan Agustus 2015 (4,47 persen). Penurunan angka TPT pada Februari 2016 relatif lebih tinggi dibandingkan periode Februari 2015 yang hanya sebesar 0,17 poin. Penurunan TPT yang kontinyu diharapkan dapat mencapai target yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 3,0 persen.


(6)

2.2.1.05 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, bukan alat dari pembangunan. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan mempertimbangkan tiga aspek esensial yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hisup layak. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). IPM adalah indeks komposit hasil agregasi tiga jenis indeks yang masing-masing mewakili dimensi pembangunan manusia, yakni indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks standar hidup. Perubahan mendasar perhitungan IPM dengan metode baru mencakup penggunaan indikator harapan lama sekolah (HLS) menggantikan indikator angka melek huruf (AMH) dalam perhitungan indeks pendidikan dan penggunaan indikator pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita menggantikan produk domestik bruto (PDB) per kapita dalam perhitungan indeks standar hidup.

Tabel 2.15

Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur

Indikator Tahun

2014 2015

Indeks Pembangunan Manusia 68,14 68,95 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2014-2015 menunjukkan kenaikan. Pada tahun 2014 angka IPM sebesar 68,14, dan selanjutnya meningkat pada tahun 2015 menjadi 68,95. Kenaikan IPM ini diantaranya disebabkan oleh adanya berbagai program pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk meningkatkan angka IPM, seperti program di bidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana lainnya. Keberhasilan program juga tergantung pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana tersebut.