Korelasi Derajat Obstruksi Dengan Transpor Mukosiliar Hidung Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Di RSUP H. Adam Malik dan BP4 Medan Chapter III V
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
III.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi analisa observasional dengan pendekatan cross sectional
yang bertujuan untuk menganalisa korelasi atau hubungan antara derajat obstruksi dengan waktu
transpor mukosiliar pada penderita PPOK stabil.
III.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RSUP.
H. Adam Malik Medan dan BP4 Medan. Rencana penelitian ini akan dilaksanakan selama kurun
waktu 2 bulan.
III.3. Populasi dan Subyek Penelitian
III.3.1. Populasi
Populasi penelitan ini adalah semua penderita PPOK stabil di poli rawat jalan RSUP. H.
Adam Malik Medan dan BP4 Medan.
III.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
III.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a.
Kriteria Inklusi :
1. Penderita PPOK stabil, tidak mengalami eksaserbasi.
2. Umur lebih besar atau sama dengan 50 – 70 tahun.
3. Memiliki riwayat merokok, dengan indeks Brinkman ≥ 200
47
Universitas Sumatera Utara
4. Memiliki riwayat menderita PPOK ≥ 2 tahun.
5. Nilai VEP1/KVP < 70% dari hasil spirometri.
6. Setelah
prosedur
penelitan
dijelaskan
kepada
penderita,
penderita
bersedia
menandatangani formulir persetujuan setelah penjelasan atau informed consent yang
ada.
b.
Kriteria Eksklusi:
1. Menderita asma, SOPT ( Sindroma Obstruksi Pasca TB paru ) atau riwayat TB Paru dan
kelainan penyakit paru lainnya.
2. Menderita penyakit hidung dan tenggorokan lain.
3. Menderita kelainan kongenital pada hidung dan tenggorokan.
4. Memakai obat – obatan melalui hidung.
5. Menderita gangguan psikiatri.
III.4. Besar Sampel28
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus:
(Zα + Zβ)
n=
2
+3
0,5 ln [(1+r)/(1-r)]
Keterangan:
Zα = derivat baku α, untuk α = 0,05 Zα = 1,96
Zβ = derivat baku β, untuk β = 0.010 Zβ = 1,282
r = 0,64
n
= 21,292 = 22 orang.
48
Universitas Sumatera Utara
III.5. Prosedur kerja
Peserta yang dipilih untuk mengikuti penelitian ini adalah penderita-penderita yang
memenuhi semua kriteria inklusi dan eksklusi. Untuk memastikan peserta adalah penderita PPOK
stabil dilakukan seleksi antara lain: berdasarkan usia, riwayat merokok yang meliputi lama merokok
dan jumlah batang rokok per hari, indeks brinkman dan riwayat menderita PPOK. Sebelumnya
dilakukan pemeriksaan ulang oleh peneliti berupa anamnese, pemeriksaan fisik dada dan spirometri.
Gejala dan tanda kelainan yang diamati yaitu sesak napas dan batuk dahak, dengan riwayat
menderita PPOK sebelumnya, suara pernapasan yang melemah dengan disertai ekspirasi
memanjang dan wheezing. Pada pemeriksaan spirometri didapati kelainan obstruksi dan bertujuan
untuk penentuan derajat obstruksi penderita PPOK stabil.
Data awal peserta dicatat berupa : nama, umur, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, tinggi badan, berat badan, riwayat merokok, lama menderita PPOK, setelah
pemeriksaan spirometri maka penderita akan dilakukan tes uji sakarin untuk mengetahui waktu
transpor mukosiliar hidung. Pemeriksaan spirometri dan uji sakarin dijelaskan lebih lanjut pada
definisi operasional.
49
Universitas Sumatera Utara
III.6. Kerangka Operasional
PPOK stabil
Memenuhi kriteria inklusi dan eklusi
Spirometri
Nilai VEP1/KVP (%)
Nilai VEP1 %
Uji sakarin
Waktu transpor
mukosiliar hidung
Pengolahan data
Gambar. III.1. Kerangka Operasional
50
Universitas Sumatera Utara
III.7. Definisi Operasional
1. Derajat Obstruksi
Derajat obstruksi diukur secara objektif dengan menggunakan alat spirometer.
Pemeriksaan yang dapat diterima adalah yang memenuhi ke empat
ketentuan sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan dilakukan sampai selesai.
b. Waktu ekspirasi minimal 3 detik.
c. Permulaan pemeriksaan harus cukup baik.
d. Grafik flow volume mempunyai puncak grafik.
Berdasarkan pedoman Persatuan Dokter Paru Indonesia tahun 2011, penilaian obstruksi
dari penderita PPOK adalah :
a. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
b. Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80 % VEP% (VEP1/KVP) < 75 %.
c. VEP1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
VEP1 adalah volume ekspirasi paksa dalam satu detik pertama.
Rasio VEP1/
KVP adalah jumlah udara yang dikeluarkan dalam 1 detik pertama selama manuver KVP. Karena
rasio VEP1/ KVP adalah persentase yang cepat diperoleh maka disebut sebagai persentase volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1%) atau rasio VEP1/KVP.
Berdasarkan Global Initiative for Obstructive Lung Disease 2010, maka pembagian
derajat obstuksi penderita PPOK, dibagi atas :
a. Derajat ringan, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan VEP1 ≥ 80% prediksi.
b. Derajat sedang, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan 50% < VEP1 < 80%
prediksi.
c. Derajat berat, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan 30% < VEP1 < 50% prediksi.
51
Universitas Sumatera Utara
d. Derajat sangat berat, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan
VEP1 < 30% prediksi,
atau VEP1 < 50% prediksi disertai dengan adanya gagal napas kronik.
2. Waktu transpor mukosiliar hidung
Pengkuran waktu mukosiliar hidung dengan cara, pertama – tama penderita
diperiksa dalam kondisi standar dan diminta untuk tidak menghirup, makan atau minum,
batuk dan bersin. Sebuah tablet sakarin dengan diameter sekitar 0,5 cm diletakkan 1 cm
dibelakang batas anterior konka inferior, kemudian penderita diminta untuk menelan
secara periodik tertentu kira - kira ½ - 1 menit sampai penderita merasakan manis.
Waktu dinilai sejak tablet sakarin diletakkan dibelakang konka inferior hingga pasien
pertama sekali merasakan rasa manis. Perhitungan waktu dinilai memakai stopwatch.
Waktu ini disebut waktu transpor mukosilliar hidung. Waktu transpor mukosiliar hidung
merupakan gambaran waktu transpor mukosilliar di paru. Pada orang dewasa sehat
normal, waktu transpor mukosiliar hidung sekitar 17 ± 5 menit. Sementara pada anak –
anak yang sehat, waktunya sekitar 11 ± 3 menit. Waktu transpor mukosiliar hidung pada
perokok 9,91 ± 0,49.
III.8. Pengolahan Data
Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan langkah - langkah
berikut :
•
Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria yang
diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.
•
Coding : untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian
kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual
maupun dengan menggunakan komputer.
52
Universitas Sumatera Utara
•
Entry : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer guna
menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.
•
Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer guna
menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.
III.9. Analisa Data
3.10.1. Untuk melihat korelasi antara derajat obstruksi dengan waktu transpor mukosiliar hidung
pada Penderita PPOK stabil disajikan dalam bentuk tabulasi dan didiskripsikan.
3.10.2. Untuk melihat hubungan deajat obstruksi dengan waktu transpor mukosiliar dilakukan
Korelasi Spearman pada kemaknaan 5%.
III.10.Perkiraan Biaya Penelitian
a. Pengumpulan kepustakaan
Rp.
500.000,-
b. Pembuatan proposal
Rp.
500.000,-
c. Seminar proposal
Rp. 2.000.000,-
d. Pelaksanaan
Rp. 3.000.000,-
e. Pembuatan dan penggandaan laporan
Rp.
f. Biaya tim penelitian
Rp. 2.000.000,-
g. Seminar hasil penelitian
Rp. 2.000.000,Jumlah
700.000,-
Rp. 10.700.000,-
53
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini jumlah penderita PPOK stabil yang mengikuti penelitian sebanyak 22
orang. Penderita PPOK stabil ini di diagnosa dari riwayat menderita PPOK sebelumnya minimal
selama ± 2 tahun atau lebih, riwayat merokok dengan indeks Brinkman≥ 200. Selain itu dilakukan
anamnesa berupa keluhan – keluhan klinis yang dirasakan penderita seperti sesak napas, betuk
berdahak, nyeri dada dan keluhan lainnya, serta dilakukan pemeriksaan fisik dada apakah didapati
suara pernapasan yang melemah dengan disertai ekspirasi memanjang dan wheezing. Setelah itu
penderita PPOK stabil ini dilakukan pemeriksaan siprometri yang merupakan tes ” baku emas ”
penegakan diagnosa PPOK, dengan nilai VEP1/KVP < 70%. Jumlah subjek pada awal penelitian
sama banyak dengan akhir penelitian dan tidak dijumpai subjek yang drop out. Setelah subjek
penelitian diperiksa, dilakukan penjelasan mengenai penelitian dan menandatangani surat inform
consent, maka penderita PPOK stabil yang setuju dilakukan pemeriksaan uji sakarin untuk
mengetahui waktu transpor mukosiliar hidung. Hasil penelitian kemudian dianalisa secara statistik
dan hasil disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
54
Universitas Sumatera Utara
4.2. Karakteristik penelitian
4.2.1. Karakteristik penderita berdasarkan sosio demografi
Dari penelitian ini didapati penderita PPOK stabil berjenis kelamin laki – laki sebanyak 22
orang (100%),dan tidak ada berjenis kelamin perempuan. (tabel 4.1).
Tabel 4.1. Distribusi penderita berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
n
22
0
22
%
100.0
0.0
100.0
Berdasarkan umur penderita didapati kelompok terbanyak adalah kelompok umur 66 – 70
tahun sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok umur 50 – 55 tahun sebanyak 4 orang (18,2%),
kelompok 56 – 60 tahun sebanyak 7 orang (31,8%), kelompok umur 61 – 65 tahun sebanyak 3
orang (13,6%). Nilai rerata (mean) umur 61,32 tahun dengan SD 6,105 (tabel 4.2)
Tabel 4.2. Distribusi penderita berdasarkan umur
Usia
n
%
50-55
4
18.2
56-60
7
31.8
61-65
3
13.6
66-70
8
36.4
Total
22
100.0
55
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan riwayat pendidikan penderita terbanyak adalah jenjang SLTA sebanyak 7
orang (31,8%). Sementara jenjang pendidikan penderita lainnya SD sebanyak 4 orang (18,2%),
SLTP sebanyak 5 orang (22,7%) dan S1 sebanyak 6 orang (27,3%). (tabel 4.3)
Tabel 4.3. Distribusi penderita berdasarkan jenjang pendidikan
Pendidikan
n
%
SD
4
18.2
SLTP
5
22.7
SLTA
7
31.8
S1
6
27.3
22
100.0
Total
Berdasarkan riwayat pekerjaan penderita terbanyak adalah PNS ataupun pensiunan PNS
sebanyak 9 orang (40,9%), wiraswasta sebanyak 5 orang (22,7%), pedagang sebanyak 4 orang
(18,2%), petani sebanyak 2 orang (9,1%), guru dan supir angkutan masing – masing sebanyak 1
orang (4,5%). (tabel 4.4)
Tabel 4.4. Distribusi penderita berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan
n
%
Wiraswasta
5
22.7
PNS/Pensiunan
9
40.9
Petani
2
9.1
Pedagang
4
18.2
Guru
1
4.5
Supir Angkutan
1
4.5
22
100.0
Total
4.2.2. Karakteristik penderita berdasarkan riwayat merokok
Dari penelitian ini didapati riwayat merokok penderita terbanyak adalah kelompok perokok
selama 31 – 40 tahun sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok perokok selama 10 – 20 tahun sebanyak
56
Universitas Sumatera Utara
6 orang (27,3%), kelompok perokok selama 21 – 30 tahun sebanyak 7 orang (31,8%), dan
kelompok perokok selama 41 – 50 tahun sebanyak 1 orang (4,5%). Nilai rerata (mean) riwayat
merokok selama 29,55 tahun dengan SD 9,267. (tabel 4.5)
Tabel 4.5. Distribusi penderita berdasarkan lama merokok
Lama merokok
n
%
10-20 tahun
6
27.3
21-30 tahun
7
31.8
31-40 tahun
8
36.4
41-50 tahun
1
4.5
22
100.0
Total
Berdasarkan jumlah batang rokok per hari, penderita terbanyak adalah kelompok perokok
sebanyak 10 – 20 batang rokok per hari sebanyak 11 orang (50,0%), kelompok perokok sebanyak
21 – 30 batang rokok per hari sebanyak 9 orang (40,9%), kelompok perokok sebanyak 31 – 40
batang rokok per hari sebanyak 2 orang (9,1%). Nilai rerata jumlah rokok setiap harinya sebanyak
23,36 batang, dengan nilai SD 6,737. (tabel 4.6)
Tabel 4.6. Distribusi penderita berdasarkan jumlah batang rokok/hari
Jumlah batang rokok/hari
n
%
10-20 batang/hari
11
50.0
21-30 batang/hari
9
40.9
31-40 batang/hari
2
9.1
22
100.0
Total
57
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan nilai Indeks Brinkman, penderita terbanyak adalah kelompok dengan nilai
≥
600 sebanyak 13 orang (59,1%), sementara kelompok dengan nilai 200 - 599 sebanyak 9 orang
(40,9%). Nilai rerata (mean) dari nilai Indeks Brinkman sebesar 699,36 dan nilai SD 312,803. (tabel
4.7)
Tabel 4.7. Distribusi penderita berdasarkan nilai Indeks Brinkman
Indeks Brinkman
n
%
9
40.9
≥ 600
13
59.1
Total
22
100.0
200 – 599
Berdasarkan derajat Indeks Brinkman, penderita terbanyak adalah kelompok dengan derajat
berat sebanyak 13 orang (59,1%), sementara kelompok dengan derajat sedang sebanyak 9 orang
(40,9%). (tabel 4.8)
Tabel 4.8. Distribusi penderita berdasarkan derajat Indeks Brinkman
Derajat Indeks Brinkman
n
%
9
40.9
berat
13
59.1
Total
22
100.0
sedang
4.2.3. Karakteristik penderita berdasarkan riwayat PPOK
Berdasarkan lamanya waktu menderita PPOK, penderita terbanyak adalah kelompok selama
3 tahun sebanyak 9 orang (40,9%), kelompok selama 2 tahun sebanyak 2 orang (9,1%), kelompok
selama 4 tahun sebanyak 5 orang (22,7%), kelompok selama 5 tahun sebanyak 3 orang (13,6%) dan
kelompok selama 6, 10 dan 15 tahun masing – masing sebanyak 1 orang (4,5%). Nilai rerata (mean)
dari riwayat menderita PPOK selama 4,40 tahun dengan SD 2,90. (tabel 4.9)
58
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9. Distribusi penderita berdasarkan lama waktu menderita PPOK
Lama PPOK (tahun)
n
%
2
2
9.1
3
9
40.9
4
5
22.7
5
3
13.6
6
1
4.5
10
1
4.5
15
1
4.5
22
100.0
Total
Berdasarkan keluhan klinis PPOK, penderita terbanyak adalah kelompok dengan keluhan
sesak napas dan batuk berdahak sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok dengan keluhan sesak napas
saja sebanyak 5 orang (22,7%), kelompok dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada, batuk
berdahak dan nyeri dada masing – masing sebanyak 3 orang (13,6%), kelompok dengan keluhan
sesak napas dan sakit menelan; sesak napas,batuk berdahak dan nyeri dada; sesak napas, batuk
berdahak dan sakit menelan masing – masing sebanyak 1 orang
(4,5%) . (tabel 4.10)
Tabel 4.10. Distribusi penderita berdasarkan keluhan klinis
Keluhan
n
%
Sesak Napas
5
22.7
Sesak Napas dan Batuk Berdahak
8
36.4
Sesak Napas dan Nyeri Dada
3
13.6
Sesak Napas dan Sakit Menelan
1
4.5
Batuk Berdahak dan Nyeri Dada
3
13.6
Sesak Napas, Batuk Berdahak
dan Nyeri Dada
1
4.5
Sesak Napas, Batuk Berdahak
dan Sakit Menelan
1
4.5
22
100.0
Total
59
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan nilai VEP1, penderita terbanyak adalah kelompok dengan nilai 30% < VEP1 <
50% prediksi sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok dengan nilai VEP1 > 80% prediksi sebanyak 1
orang (4,5%), kelompok nilai 50% < VEP1 < 80% prediksi sebanyak
6 orang (27,3%), dan
kelompok nilai VEP1 < 30% prediksi sebanyak 7 orang (31,8%) . (tabel 4.11)
Tabel 4.11. Distribusi penderita berdasarkan nilai VEP1
Nilai VEP1
n
%
VEP1 > 80% prediksi
1
4.5
50% < VEP1 < 80% prediksi
6
27.3
30% < VEP1 < 50% prediksi
8
36.4
VEP1 < 30% prediksi
7
31.8
Total
22
100.0
Berdasarkan derajat obstruksi PPOK, penderita terbanyak adalah kelompok derajat berat
sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok derajat ringan sebanyak 1 orang (4,5%), kelompok derajat
sedang sebanyak 6 orang (27,3%), dan kelompok derajat sangat berat sebanyak 7 orang (31,8%) .
(tabel 4.12)
Tabel 4.12. Distribusi penderita berdasarkan derajat obstruksi PPOK
Derajat obstruksi PPOK
n
%
Ringan
1
4.5
Sedang
6
27.3
Berat
8
36.4
Sangat Berat
7
31.8
22
100.0
Total
60
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13. Perbandingan derajat obstruksi dengan transpor mukosiliar hidung
Transpor Mukosiliar Hidung
Derajat obstruksi
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Total
n
1
6
8
7
22
mean
20,56
24,67
28,56
31,62
Untuk melihat kekuatan hubungan antara derajat obstruksi dan transpor mukosiliar hidung
di analisa dengan korelasi Spearman dengan koefesien korelasi 0,940 maka nilai p < 0,001. Hal ini
membuktikan bahwasanya ada hubungan erat antara derajat obstruksi dengan transpor mkosiliar
hidung. (Tabel 4.14)
Tabel 4.14. Hubungan derajat obstruksi – transpor mukosiliar hidung
Variabel
p*
R
Derajat obstruksi – transpor mukosiliar hidung
0,94
* apabila nilai p < 0,05, terdapat hubungan antara 2 variabel.
< 0,001
Tabel 4.15. Hubungan transpor mukosiliar hidung
Variabel
Indeks Brinkman – transpor mukosiliar hidung
Umur – transpor mukosiliar hidung
p*
R
0,095
-0,103
0,675
0,675
* apabila nilai p < 0,05, terdapat hubungan antara 2 variabel.
61
Universitas Sumatera Utara
4.3. Pembahasan
Pada penelitian ini seluruh subyek penelitian berjumlah 22 orang. Keseluruhan subyek telah
mendapatkan penjelasan dan menandatangani persetujuan mengikuti penelitian sampai selesai. Pada
penelitian ini semua subjek penelitian yang berjumlah 22 orang (100%) berjenis kelamin laki - laki.
Penelitian Amira dkk pada bulan Juli hingga November 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan
mendapatkan hasil pasien PPOK lebih banyak berjenis kelamin laki – laki dibandingkan perempuan
sebanyak 104 orang (76,5%). Di RSUP Persahabatan juga telah dilakukan penelitian oleh Yunus
dkk mendapatkan laki-laki (86,2%) dibanding perempuan (13,6%). Penelitian Anggraini pada tahun
2011 di RSUP. H. Adam Malik dan RS. PTP Medan mendapatkan bahwasanya keseluruhan
penderita PPOK adalah laki – laki.32 Menurut penelitian Yusuf, tahun 2010, penderita berjenis
kelamin laki – laki lebih banyak daripada perempuan, yaitu sebanyak 70 orang (85,4%) di RSUP
Haji Adam Malik, 125 orang (86,8%) di RSU Tembakau Deli dan sebanyak 270 orang (65,7%) di
RSU Pirngadi Medan.33 Berdasarkan ini dapat digambarkan bahwa pasien PPOK lebih banyak laki
- laki daripada perempuan. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki – laki
dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001
menunjukkan bahwa sebanyak 54,5% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2%
perempuan yang merokok.1
Berdasarkan umur, penderita PPOK yang mengikuti penelitian ini terbanyak diantara umur
66 – 70 tahun sebanyak 8 orang (36,4%). Berdasarkan usia, penelitian Amira dkk pada bulan Juli
hingga November 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan mendapatkan hasil pasien PPOK
terbanyak pada kelompok usia diatas 70 tahun sebanyak 51 orang (37,5%). Penelitian Anggraini
pada tahun 2011 mendapatkan hasil rerata umur antara kelompok perlakuan 64,94 tahun dan
kelompok kontrol 66 tahun.32 Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Wihastuti dkk yang
mendapatkan rerata usia penderita PPOK adalah 65,4 tahun dan penelitian Abidin dkk yang
mendapatkan rerata usia penderita PPOK 66,2 tahun. Penelitian Yusuf, tahun 2010 menunjukkan
62
Universitas Sumatera Utara
proporsi usia tertinggi adalah usia lebih dari 60 tahun pada ketiga rumah sakit yaitu 52 orang
(63,4%) di RS. Haji Adam Malik, 95 orang (66%) di RS Tembakau Deli dan 259 orang (63%) di
RS Pirngadi Medan.33 Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. di ruang rawat inap RS. Persahabatan
Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda
adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Hasil penelitian Shinta di RSU Dr. Soetomo Surabaya
pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling banyak adalah penderita pada
kelompok umur lebih dari 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%). Usia Harapan Hidup (UHH) di
Indonesia pada tahun 1990 meningkat dari 60 tahun menjadi 68 tahun pada tahun 2006, dan apabila
PPOK tidak dapat ditanggulangi dengan baik, maka UHH di Indonesia akan menjadi menurun
karena perjalanan PPOK bersifat kronik.1
Berdasarkan distribusi pendidikan pada penelitian ini yang terbanyak adalah jenjang
Sekolah Lanjutan Tahap Akhir (SLTA) sebanyak 7 orang (31,8%). Pada penelitian Anggraini tahun
2011 menunjukkan sebaran subjek penelitian berdasarkan pendidikan didapati hasil penderita
PPOK terbanyak memiliki pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebesar 81,25%32, sedangkan penelitian
Amira
pada tahun 2003 mendapatkan hasil penderita PPOK di BP4 RS Pirngadi terbanyak
memiliki pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 56,25%.30
Berdasarkan riwayat merokok, distribusi terbanyak pada penelitian ini adalah selama 31 –
40 tahun sebanyak 8 orang (36,4%) dengan status bekas perokok. Pada penelitian Amira dkk pada
bulan Juli hingga November 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan riwayat merokok,
yang terbanyak dengan riwayat merokok yaitu 105 penderita (77,2%), berdasarkan status perokok,
terbanyak pada bekas perokok yaitu 57 penderita (54,3%) . Pada penelitian Anggraini, ditemukan
semua penderita PPOK memiliki riwayat merokok, 16 orang dari kelompok perlakuan sudah
berhenti merokok dan 3 orang dari kontrol yang masih merokok.32 Penelitian Yusuf, tahun 2010
menunjukkan hasil dengan proporsi penderita tertinggi berdasarkan status merokok pada ketiga
rumah sakit adalah bekas perokok yaitu 63,4% di RSUP.H. Adam Malik, 59% di RS Tembakau
63
Universitas Sumatera Utara
Deli dan 45,5% di RS Pirngadi Medan.33 PPOK lebih sering pada yang masih aktif merokok dan
bekas perokok dan meningkat dengan banyak jumlah rokok yang dikonsumsi. Merokok sangat
berhubungan erat PPOK, merokok dapat menyebabkan PPOK dengan mengurangi fungsi paru
secara cepat.
Berdasarkan Indeks Brinkman pada penelitian ini yang terbanyak adalah dengan nilai ≥ 600
(berat) sebanyak 13 orang (59,1%) dan dengan nilai 200 – 599 (sedang) sebanyak 9 orang (40,9%).
Penelitian Amira dkk pada bulan Juli hingga November 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan
mendapatkan hasil pasien PPOK lebih banyak dengan Indeks Brinkman sedang sebanyak 48 orang
(45,7%). Penelitian Anggraini tahun 2011mendapatkan hasil rerata Indeks Briksman dari kelompok
perlakuan adalah 510,38 dan kontrol adalah 600,44.32 Penelitian Yusuf, tahun 2010 menunjukkan
proporsi penderita tertinggi berdasarkan derajat merokok/Indeks Brinkman dari ketiga rumah sakit
adalah derajat berat yaitu 90,5% di RSUP Haji Adam Malik, 75% di RS Tembakau deli dan 68,7%
di RS Pirngadi Medan.33 Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar
antara 20 – 25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih
banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka
risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Semakin besar Indeks Brinkman pada penderita
PPOK, akan memperburuk PPOK itu sendiri.1
Dari segi riwayat PPOK, subjek penelitian telah menderita PPOK sangatlah beragam, mulai
dari 2 sampai dengan 15 tahun. Distribusi berdasarkan lama menderita PPOK terbanyak pada
penelitian ini adalah selama 3 tahun, sebanyak 9 orang (40,9%). Penelitian Anggraini pada tahun
2011, memperlihatkan sebaran lama menderita PPOK pada kelompok perlakuan adalah 8,44 tahun
dan kontrol adalah 7, 75 tahun.32 Hal yang serupa ditemukan pada penelitian Nuryunita dkk pada
tahun 2006 yang mendapatkan hasil lama penderita PPOK terbanyak lebih dari 5 tahun.31
Sementara riwayat menderita PPOK terlama adalah selama 15 tahun sebanyak 1 orang (4,5%).
64
Universitas Sumatera Utara
Keluhan klinis terbanyak yang sering dirasakan oleh penderita pada penelitian ini adalah
sesak napas disertai dengan batuk berdahak sebanyak 8 orang (36,4%). Sementara itu keluhan klinis
berupa sesak napas dialami sebanyak 5 orang (22,7%). Sesak napas, batuk berdahak dan nyeri dada
; sesak napas, batuk berdahak dan sakit menelan dialami masing – masing sebanyak 1 orang (4,5%).
Menurut penelitian Rahmatika, di RSUD Aceh Tamiang dari bulan Januari sampai Mei 2009,
proporsi gejala pasien tertinggi adalah batuk berdahak dan sesak napas (100%), di susul nyeri dada
(73,4%), mengi (56,8%), demam (31,0%), dan terendah mual sebanyak 11 pasien (8%).
Distribusi berdasarkan nilai VEP1 dan derajat obstruksi pada penelitian ini yang terbanyak
adalah nilai 30% < VEP1 < 50% prediksi dengan derajat obstruksi berat sebanyak 8 orang (36,4%).
Nilai VEP1 < 30% prediksi dengan derajat obstruksi sangat berat sebanyak 7 orang (31,8%). Nilai
50% < VEP1 < 80% prediksi dengan derajat obstruksi sedang sebanyak 6 orang (27,3%) serta nilai
VEP1 > 80% prediksi dengan derajat obstruksi ringan sebanyak 1 orang (4,5%). Pada penelitian
Anggraini tahun 2011, derajat PPOK, mendapatkan hasil derajat PPOK sangat berat pada kelompok
perlakuan (62,5%) dan kelompok kontrol (56,25) merupakan peserta penelitian terbanyak.32
Penelitian Yusuf pada tahun 2010 menunjukkan hasil terbanyak penderita PPOK dengan derajat
berat sebanyak 46 orang (56,1%) di RSUP. HAM dan sebanyak 65 orang (45,1%) di RS. Tembakau
Deli.33 Jumlah pasien PPOK sedang hingga berat di Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien
dengan prevalens 6,3%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%.1
Pada penelitian ini ditemukan penderit PPOK terbanyak adalah PPOK derajat berat dan sangat
berat.
Setelah dilakukan spirometri, maka penderita PPOK dilakukan pemeriksaan waktu transpor
mukosiliar hidung dengan tes sakarin. Dari tes sakarin ini didapati waktu transpor mukosiliar
hidung yang tercepat adalah 20,56 menit, dan yang terlama adalah 34,37 menit. Nilai rata – rata
(mean) pada penelitian ini adalah 28,1123 menit dan nilai standar deviasinya adalah 3,40536 . Ho
dkk pada tahun 2001 meneliti mengenai hubungan waktu mukosiliar hidung dengan umur pada
65
Universitas Sumatera Utara
orang normal. Hasil penelitian Ho dkk mengungkapkan hubungan waktu transpor mukosiliar
hidung dengan usia dibawah 40 tahun selama 9,3 ± 5,2 menit, usia diatas 40 tahun selama 15,4 ±
5,0 menit, dimana tidak ada perbedaan bermakna pada pria ataupun wanita. Penelitian violetta dkk
pada tahun 2010, menunjukkan bahwasanya waktu pembersihan mukosiliar hidung pada penderita
penyakit paru obstruksi kronik mempunyai waktu yang lebih lama dengan rata – rata 13,12 ± 0,68
menit bila dibandingkan dengan orang normal dengan rata – rata waktu pembersihan mukosiliar
9,91 ± 0,49 menit.
Berdasarkan derajat obstuksi PPOK dan waktu transpor mukosiliar hidung pada penelitian
ini ditemuan penderita dengan derajat obstuksi ringan sebanyak 1 orang dengan waktu 20,56 menit.
Penderita dengan derajat obstuksi sedang sebanyak 6 orang dengan waktu 23,34 – 25,56 menit, dan
nilai rata – rata (mean) selama 24,67 menit. Penderita dengan derajat obstuksi berat sebanyak 8
orang dengan waktu 27,05 – 30,05 menit , dan nilai rata – rata (mean) selama 28, 56 menit.
Penderita dengan derajat obstuksi sangat berat sebanyak 7 orang dengan waktu 29,52 – 34,34 menit
, dan nilai rata – rata (mean) selama 31,62 menit.
Pada tahun 2005, Koblizek dkk dilakukan di negara Republik Ceko mengungkapkan hasil
waktu transpor mukosiliar hidung yang lebih lama pada penderita PPOK, walaupun waktu transpor
mukosiliar hidung ini kurang berhubungan dengan derajat keparahan PPOK. Dari 22 pasien PPOK,
dengan derajat keparahan yang dibuat berdasarkan kriteria GOLD, dibagi atas derajat I (10%),
derajat II (40%), derajat III (31%), derajat IV (21%), didapati hasil bahwasanya waktu mukosiliar
hidung pada penderita PPOK sekitar 18,90 menit, lebih lambat bila dibandingkan orang normal
yang mempunyai waktu selama 9,43 menit.
Sistem transpor mukosiliar merupakan mekanisme pertahanan di saluran napas atas dan
bawah. Sistem ini akan mengalami gangguan infeksi kronik di hidung, sinus paranasal dan sistem
percabangan saluran napas. Sistem transpor mukosiliar ini dapat diukur waktunya menggunakan
beberapa teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan uji sakarin, pemeriksaan radioaktif mampu
66
Universitas Sumatera Utara
menghitung waktu transpor mukosiliar di saluran napas. Untuk pemeriksaan rutin waktu transpor
mukosiliar ini sering digunakan uji sakarin sebagai uji yang paling praktis dan murah. Telah
dibuktikan bahwasanya dengan hasil pemeriksaan uji sakarin di hidung dapat memperlihatkan
waktu transpor di saluran napas bawah. Tes sakarin merupakan tes yang murah dan sederhana
untuk dilakukan, dengan hasil yang sama dengan pemeriksaan menggunakan radioaktif.35,36
Hidung merupakan penyaring dan pertahanan saluran napas lini pertama dengan
membersihkan udara inspirasi dari debu, bakteri dan virus yang dilakukan oleh silia dan laput
lendir. Silia epitel respiratorius, kelenjar penghasil mukus dan selaput lendir membentuk sistem
mekanisme pertahanan penting dalam sistem respiratorius dikenal sebagai sistem mukosiliar.17
Komponen – komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel – sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan – perubaha pada sel - sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi
yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan2.
Proses inflamasi yang terjadi pada saluran napas seorang penderita PPOK terjadi akibat
adanya respon saluran napas terhadap paparan asap rokok maupun bahan – bahan iritan lainnya
dalam waktu yang lama. Proses inflamasi pada saluran napas ini terjadi akibat adanya faktor stres
oksidatif pada saluran napas dan ketidakseimbangan dan peningkatan proteinase pada parenkim
paru. Mekanisme inilah yang mendasari seorang penderita PPOK mengalami perubahan patologi
pada saluran napas dan parenkim paru.20,25
Keberhasilan sistem mukosiliar ini tergantung dari klirens mukosiliar itu sendiri. Untuk
inilah transportasi mukosiliar haruslah baik, yang ditentukan oleh gerakan silia, laput lendir, dan
67
Universitas Sumatera Utara
interaksi keduanya. Daya pembersihan mukosiliar dapat terganggu bila terjadi perubahan dan
berkurangnya gerakan silia, perubahan laput lendir, terjadi infeksi dan proses inflamasi kronik.20,25
Pada penderita PPOK yang telah mengalami proses inflamasi yang terus – menerus pada
saluran napas akan merusak sistem mukosiliar yang berada pada saluran napas itu sendiri. Semakin
lama proses peradangan terjadi, dengan semakin meningkatnya derajat obstruksi PPOK, maka
sistem mukosiliar ini akan terganggu, hal ini disebabkan karena silia akan menjadi rusak pada epitel
saluran napas. Hal ini akan mengganggu daya pembersihan mukosiliar dari saluran napas, ditandai
dengan semakin memanjangnya waktu transpor mukosiliar saluran napas.
68
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara derajat obstruksi dengan
transpor mukosiliar hidung pada penderita PPOK stabil dan diperoleh kesimpulan, yaitu :
1. Distribusi derajat obstruksi PPOK stabil pada penelitian ini yang terbanyak adalah pada
derajat berat sebanyak 8 orang (36,4%) dengan derajat berat.
2. Distribusi waktu transpor mukosiliar hidung pada penelitian ini ditemukan hasil yang
tercepat adalah 20,56 menit, dan yang terlama adalah 34,37 menit. Nilai rata – rata
(mean) pada penelitian ini adalah 28,1123 menit dan nilai standar deviasinya adalah
3,40536.
3. Dari penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara derajat obstruksi dengan transpor
mukosiliar hidung pada penderita PPOK stabil dengan p < 0,001 dan r = 0,94, namun
tidak ada hubungan antara umur, Indeks Brinkman dengan transpor mukosiliar hidung
yang bermakna, dengan nilai p > 0,05.
4. Dari penelitian ini dihubungkan derajat obstuksi PPOK dan waktu transpor mukosiliar,
sebagai berikut :
a. Derajat obstuksi ringan sebanyak 1 orang dengan waktu 20,56 menit.
b. Derajat obstuksi sedang sebanyak 6 orang dengan waktu 23,34 – 25,56 menit,
dan nilai rata – rata (mean) selama 24,67 menit.
c. Derajat obstuksi berat sebanyak 8 orang dengan waktu 27,05 – 30,05 menit , dan
nilai rata – rata (mean) selama 28, 56 menit.
69
Universitas Sumatera Utara
d. Derajat obstuksi sangat berat sebanyak 7 orang dengan waktu 29,52 – 34,34
menit , dan nilai rata – rata (mean) selama 31,62 menit.
4. 2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara riwayat merokok dengan
transpor mukosiliar hidung.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara frekuensi eksaserbasi
pada penderita PPOK dengan transpor mukosiliar hidung.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hubungan antara efektifitas pengobatan inhalasi
dengan transpor mukosiliar pada penderita PPOK stabil maupun eksaserasi akut.
4. Adanya hubungan antara derajat obstruksi dan transpor mukosiliar hidung pada penderita
PPOK, maka membuktikan perlunya pemberian mukolitik ekspektoransia pada penderita
PPOK, yang membantu dalam pembersihan dan pengeluaran dahak.
5. Pemberian edukasi pada penderita PPOK agar tidak menggunakan obat – obatan dan
menghindari polusi udara yang dapat memperburuk silia di saluran pernapasan.
70
Universitas Sumatera Utara
METODELOGI PENELITIAN
III.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi analisa observasional dengan pendekatan cross sectional
yang bertujuan untuk menganalisa korelasi atau hubungan antara derajat obstruksi dengan waktu
transpor mukosiliar pada penderita PPOK stabil.
III.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RSUP.
H. Adam Malik Medan dan BP4 Medan. Rencana penelitian ini akan dilaksanakan selama kurun
waktu 2 bulan.
III.3. Populasi dan Subyek Penelitian
III.3.1. Populasi
Populasi penelitan ini adalah semua penderita PPOK stabil di poli rawat jalan RSUP. H.
Adam Malik Medan dan BP4 Medan.
III.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
III.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a.
Kriteria Inklusi :
1. Penderita PPOK stabil, tidak mengalami eksaserbasi.
2. Umur lebih besar atau sama dengan 50 – 70 tahun.
3. Memiliki riwayat merokok, dengan indeks Brinkman ≥ 200
47
Universitas Sumatera Utara
4. Memiliki riwayat menderita PPOK ≥ 2 tahun.
5. Nilai VEP1/KVP < 70% dari hasil spirometri.
6. Setelah
prosedur
penelitan
dijelaskan
kepada
penderita,
penderita
bersedia
menandatangani formulir persetujuan setelah penjelasan atau informed consent yang
ada.
b.
Kriteria Eksklusi:
1. Menderita asma, SOPT ( Sindroma Obstruksi Pasca TB paru ) atau riwayat TB Paru dan
kelainan penyakit paru lainnya.
2. Menderita penyakit hidung dan tenggorokan lain.
3. Menderita kelainan kongenital pada hidung dan tenggorokan.
4. Memakai obat – obatan melalui hidung.
5. Menderita gangguan psikiatri.
III.4. Besar Sampel28
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus:
(Zα + Zβ)
n=
2
+3
0,5 ln [(1+r)/(1-r)]
Keterangan:
Zα = derivat baku α, untuk α = 0,05 Zα = 1,96
Zβ = derivat baku β, untuk β = 0.010 Zβ = 1,282
r = 0,64
n
= 21,292 = 22 orang.
48
Universitas Sumatera Utara
III.5. Prosedur kerja
Peserta yang dipilih untuk mengikuti penelitian ini adalah penderita-penderita yang
memenuhi semua kriteria inklusi dan eksklusi. Untuk memastikan peserta adalah penderita PPOK
stabil dilakukan seleksi antara lain: berdasarkan usia, riwayat merokok yang meliputi lama merokok
dan jumlah batang rokok per hari, indeks brinkman dan riwayat menderita PPOK. Sebelumnya
dilakukan pemeriksaan ulang oleh peneliti berupa anamnese, pemeriksaan fisik dada dan spirometri.
Gejala dan tanda kelainan yang diamati yaitu sesak napas dan batuk dahak, dengan riwayat
menderita PPOK sebelumnya, suara pernapasan yang melemah dengan disertai ekspirasi
memanjang dan wheezing. Pada pemeriksaan spirometri didapati kelainan obstruksi dan bertujuan
untuk penentuan derajat obstruksi penderita PPOK stabil.
Data awal peserta dicatat berupa : nama, umur, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, tinggi badan, berat badan, riwayat merokok, lama menderita PPOK, setelah
pemeriksaan spirometri maka penderita akan dilakukan tes uji sakarin untuk mengetahui waktu
transpor mukosiliar hidung. Pemeriksaan spirometri dan uji sakarin dijelaskan lebih lanjut pada
definisi operasional.
49
Universitas Sumatera Utara
III.6. Kerangka Operasional
PPOK stabil
Memenuhi kriteria inklusi dan eklusi
Spirometri
Nilai VEP1/KVP (%)
Nilai VEP1 %
Uji sakarin
Waktu transpor
mukosiliar hidung
Pengolahan data
Gambar. III.1. Kerangka Operasional
50
Universitas Sumatera Utara
III.7. Definisi Operasional
1. Derajat Obstruksi
Derajat obstruksi diukur secara objektif dengan menggunakan alat spirometer.
Pemeriksaan yang dapat diterima adalah yang memenuhi ke empat
ketentuan sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan dilakukan sampai selesai.
b. Waktu ekspirasi minimal 3 detik.
c. Permulaan pemeriksaan harus cukup baik.
d. Grafik flow volume mempunyai puncak grafik.
Berdasarkan pedoman Persatuan Dokter Paru Indonesia tahun 2011, penilaian obstruksi
dari penderita PPOK adalah :
a. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
b. Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80 % VEP% (VEP1/KVP) < 75 %.
c. VEP1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
VEP1 adalah volume ekspirasi paksa dalam satu detik pertama.
Rasio VEP1/
KVP adalah jumlah udara yang dikeluarkan dalam 1 detik pertama selama manuver KVP. Karena
rasio VEP1/ KVP adalah persentase yang cepat diperoleh maka disebut sebagai persentase volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1%) atau rasio VEP1/KVP.
Berdasarkan Global Initiative for Obstructive Lung Disease 2010, maka pembagian
derajat obstuksi penderita PPOK, dibagi atas :
a. Derajat ringan, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan VEP1 ≥ 80% prediksi.
b. Derajat sedang, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan 50% < VEP1 < 80%
prediksi.
c. Derajat berat, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan 30% < VEP1 < 50% prediksi.
51
Universitas Sumatera Utara
d. Derajat sangat berat, dengan nilai VEP1/KVP < 70% dan
VEP1 < 30% prediksi,
atau VEP1 < 50% prediksi disertai dengan adanya gagal napas kronik.
2. Waktu transpor mukosiliar hidung
Pengkuran waktu mukosiliar hidung dengan cara, pertama – tama penderita
diperiksa dalam kondisi standar dan diminta untuk tidak menghirup, makan atau minum,
batuk dan bersin. Sebuah tablet sakarin dengan diameter sekitar 0,5 cm diletakkan 1 cm
dibelakang batas anterior konka inferior, kemudian penderita diminta untuk menelan
secara periodik tertentu kira - kira ½ - 1 menit sampai penderita merasakan manis.
Waktu dinilai sejak tablet sakarin diletakkan dibelakang konka inferior hingga pasien
pertama sekali merasakan rasa manis. Perhitungan waktu dinilai memakai stopwatch.
Waktu ini disebut waktu transpor mukosilliar hidung. Waktu transpor mukosiliar hidung
merupakan gambaran waktu transpor mukosilliar di paru. Pada orang dewasa sehat
normal, waktu transpor mukosiliar hidung sekitar 17 ± 5 menit. Sementara pada anak –
anak yang sehat, waktunya sekitar 11 ± 3 menit. Waktu transpor mukosiliar hidung pada
perokok 9,91 ± 0,49.
III.8. Pengolahan Data
Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan langkah - langkah
berikut :
•
Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria yang
diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.
•
Coding : untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian
kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual
maupun dengan menggunakan komputer.
52
Universitas Sumatera Utara
•
Entry : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer guna
menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.
•
Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer guna
menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.
III.9. Analisa Data
3.10.1. Untuk melihat korelasi antara derajat obstruksi dengan waktu transpor mukosiliar hidung
pada Penderita PPOK stabil disajikan dalam bentuk tabulasi dan didiskripsikan.
3.10.2. Untuk melihat hubungan deajat obstruksi dengan waktu transpor mukosiliar dilakukan
Korelasi Spearman pada kemaknaan 5%.
III.10.Perkiraan Biaya Penelitian
a. Pengumpulan kepustakaan
Rp.
500.000,-
b. Pembuatan proposal
Rp.
500.000,-
c. Seminar proposal
Rp. 2.000.000,-
d. Pelaksanaan
Rp. 3.000.000,-
e. Pembuatan dan penggandaan laporan
Rp.
f. Biaya tim penelitian
Rp. 2.000.000,-
g. Seminar hasil penelitian
Rp. 2.000.000,Jumlah
700.000,-
Rp. 10.700.000,-
53
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini jumlah penderita PPOK stabil yang mengikuti penelitian sebanyak 22
orang. Penderita PPOK stabil ini di diagnosa dari riwayat menderita PPOK sebelumnya minimal
selama ± 2 tahun atau lebih, riwayat merokok dengan indeks Brinkman≥ 200. Selain itu dilakukan
anamnesa berupa keluhan – keluhan klinis yang dirasakan penderita seperti sesak napas, betuk
berdahak, nyeri dada dan keluhan lainnya, serta dilakukan pemeriksaan fisik dada apakah didapati
suara pernapasan yang melemah dengan disertai ekspirasi memanjang dan wheezing. Setelah itu
penderita PPOK stabil ini dilakukan pemeriksaan siprometri yang merupakan tes ” baku emas ”
penegakan diagnosa PPOK, dengan nilai VEP1/KVP < 70%. Jumlah subjek pada awal penelitian
sama banyak dengan akhir penelitian dan tidak dijumpai subjek yang drop out. Setelah subjek
penelitian diperiksa, dilakukan penjelasan mengenai penelitian dan menandatangani surat inform
consent, maka penderita PPOK stabil yang setuju dilakukan pemeriksaan uji sakarin untuk
mengetahui waktu transpor mukosiliar hidung. Hasil penelitian kemudian dianalisa secara statistik
dan hasil disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
54
Universitas Sumatera Utara
4.2. Karakteristik penelitian
4.2.1. Karakteristik penderita berdasarkan sosio demografi
Dari penelitian ini didapati penderita PPOK stabil berjenis kelamin laki – laki sebanyak 22
orang (100%),dan tidak ada berjenis kelamin perempuan. (tabel 4.1).
Tabel 4.1. Distribusi penderita berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
n
22
0
22
%
100.0
0.0
100.0
Berdasarkan umur penderita didapati kelompok terbanyak adalah kelompok umur 66 – 70
tahun sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok umur 50 – 55 tahun sebanyak 4 orang (18,2%),
kelompok 56 – 60 tahun sebanyak 7 orang (31,8%), kelompok umur 61 – 65 tahun sebanyak 3
orang (13,6%). Nilai rerata (mean) umur 61,32 tahun dengan SD 6,105 (tabel 4.2)
Tabel 4.2. Distribusi penderita berdasarkan umur
Usia
n
%
50-55
4
18.2
56-60
7
31.8
61-65
3
13.6
66-70
8
36.4
Total
22
100.0
55
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan riwayat pendidikan penderita terbanyak adalah jenjang SLTA sebanyak 7
orang (31,8%). Sementara jenjang pendidikan penderita lainnya SD sebanyak 4 orang (18,2%),
SLTP sebanyak 5 orang (22,7%) dan S1 sebanyak 6 orang (27,3%). (tabel 4.3)
Tabel 4.3. Distribusi penderita berdasarkan jenjang pendidikan
Pendidikan
n
%
SD
4
18.2
SLTP
5
22.7
SLTA
7
31.8
S1
6
27.3
22
100.0
Total
Berdasarkan riwayat pekerjaan penderita terbanyak adalah PNS ataupun pensiunan PNS
sebanyak 9 orang (40,9%), wiraswasta sebanyak 5 orang (22,7%), pedagang sebanyak 4 orang
(18,2%), petani sebanyak 2 orang (9,1%), guru dan supir angkutan masing – masing sebanyak 1
orang (4,5%). (tabel 4.4)
Tabel 4.4. Distribusi penderita berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan
n
%
Wiraswasta
5
22.7
PNS/Pensiunan
9
40.9
Petani
2
9.1
Pedagang
4
18.2
Guru
1
4.5
Supir Angkutan
1
4.5
22
100.0
Total
4.2.2. Karakteristik penderita berdasarkan riwayat merokok
Dari penelitian ini didapati riwayat merokok penderita terbanyak adalah kelompok perokok
selama 31 – 40 tahun sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok perokok selama 10 – 20 tahun sebanyak
56
Universitas Sumatera Utara
6 orang (27,3%), kelompok perokok selama 21 – 30 tahun sebanyak 7 orang (31,8%), dan
kelompok perokok selama 41 – 50 tahun sebanyak 1 orang (4,5%). Nilai rerata (mean) riwayat
merokok selama 29,55 tahun dengan SD 9,267. (tabel 4.5)
Tabel 4.5. Distribusi penderita berdasarkan lama merokok
Lama merokok
n
%
10-20 tahun
6
27.3
21-30 tahun
7
31.8
31-40 tahun
8
36.4
41-50 tahun
1
4.5
22
100.0
Total
Berdasarkan jumlah batang rokok per hari, penderita terbanyak adalah kelompok perokok
sebanyak 10 – 20 batang rokok per hari sebanyak 11 orang (50,0%), kelompok perokok sebanyak
21 – 30 batang rokok per hari sebanyak 9 orang (40,9%), kelompok perokok sebanyak 31 – 40
batang rokok per hari sebanyak 2 orang (9,1%). Nilai rerata jumlah rokok setiap harinya sebanyak
23,36 batang, dengan nilai SD 6,737. (tabel 4.6)
Tabel 4.6. Distribusi penderita berdasarkan jumlah batang rokok/hari
Jumlah batang rokok/hari
n
%
10-20 batang/hari
11
50.0
21-30 batang/hari
9
40.9
31-40 batang/hari
2
9.1
22
100.0
Total
57
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan nilai Indeks Brinkman, penderita terbanyak adalah kelompok dengan nilai
≥
600 sebanyak 13 orang (59,1%), sementara kelompok dengan nilai 200 - 599 sebanyak 9 orang
(40,9%). Nilai rerata (mean) dari nilai Indeks Brinkman sebesar 699,36 dan nilai SD 312,803. (tabel
4.7)
Tabel 4.7. Distribusi penderita berdasarkan nilai Indeks Brinkman
Indeks Brinkman
n
%
9
40.9
≥ 600
13
59.1
Total
22
100.0
200 – 599
Berdasarkan derajat Indeks Brinkman, penderita terbanyak adalah kelompok dengan derajat
berat sebanyak 13 orang (59,1%), sementara kelompok dengan derajat sedang sebanyak 9 orang
(40,9%). (tabel 4.8)
Tabel 4.8. Distribusi penderita berdasarkan derajat Indeks Brinkman
Derajat Indeks Brinkman
n
%
9
40.9
berat
13
59.1
Total
22
100.0
sedang
4.2.3. Karakteristik penderita berdasarkan riwayat PPOK
Berdasarkan lamanya waktu menderita PPOK, penderita terbanyak adalah kelompok selama
3 tahun sebanyak 9 orang (40,9%), kelompok selama 2 tahun sebanyak 2 orang (9,1%), kelompok
selama 4 tahun sebanyak 5 orang (22,7%), kelompok selama 5 tahun sebanyak 3 orang (13,6%) dan
kelompok selama 6, 10 dan 15 tahun masing – masing sebanyak 1 orang (4,5%). Nilai rerata (mean)
dari riwayat menderita PPOK selama 4,40 tahun dengan SD 2,90. (tabel 4.9)
58
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9. Distribusi penderita berdasarkan lama waktu menderita PPOK
Lama PPOK (tahun)
n
%
2
2
9.1
3
9
40.9
4
5
22.7
5
3
13.6
6
1
4.5
10
1
4.5
15
1
4.5
22
100.0
Total
Berdasarkan keluhan klinis PPOK, penderita terbanyak adalah kelompok dengan keluhan
sesak napas dan batuk berdahak sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok dengan keluhan sesak napas
saja sebanyak 5 orang (22,7%), kelompok dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada, batuk
berdahak dan nyeri dada masing – masing sebanyak 3 orang (13,6%), kelompok dengan keluhan
sesak napas dan sakit menelan; sesak napas,batuk berdahak dan nyeri dada; sesak napas, batuk
berdahak dan sakit menelan masing – masing sebanyak 1 orang
(4,5%) . (tabel 4.10)
Tabel 4.10. Distribusi penderita berdasarkan keluhan klinis
Keluhan
n
%
Sesak Napas
5
22.7
Sesak Napas dan Batuk Berdahak
8
36.4
Sesak Napas dan Nyeri Dada
3
13.6
Sesak Napas dan Sakit Menelan
1
4.5
Batuk Berdahak dan Nyeri Dada
3
13.6
Sesak Napas, Batuk Berdahak
dan Nyeri Dada
1
4.5
Sesak Napas, Batuk Berdahak
dan Sakit Menelan
1
4.5
22
100.0
Total
59
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan nilai VEP1, penderita terbanyak adalah kelompok dengan nilai 30% < VEP1 <
50% prediksi sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok dengan nilai VEP1 > 80% prediksi sebanyak 1
orang (4,5%), kelompok nilai 50% < VEP1 < 80% prediksi sebanyak
6 orang (27,3%), dan
kelompok nilai VEP1 < 30% prediksi sebanyak 7 orang (31,8%) . (tabel 4.11)
Tabel 4.11. Distribusi penderita berdasarkan nilai VEP1
Nilai VEP1
n
%
VEP1 > 80% prediksi
1
4.5
50% < VEP1 < 80% prediksi
6
27.3
30% < VEP1 < 50% prediksi
8
36.4
VEP1 < 30% prediksi
7
31.8
Total
22
100.0
Berdasarkan derajat obstruksi PPOK, penderita terbanyak adalah kelompok derajat berat
sebanyak 8 orang (36,4%), kelompok derajat ringan sebanyak 1 orang (4,5%), kelompok derajat
sedang sebanyak 6 orang (27,3%), dan kelompok derajat sangat berat sebanyak 7 orang (31,8%) .
(tabel 4.12)
Tabel 4.12. Distribusi penderita berdasarkan derajat obstruksi PPOK
Derajat obstruksi PPOK
n
%
Ringan
1
4.5
Sedang
6
27.3
Berat
8
36.4
Sangat Berat
7
31.8
22
100.0
Total
60
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13. Perbandingan derajat obstruksi dengan transpor mukosiliar hidung
Transpor Mukosiliar Hidung
Derajat obstruksi
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Total
n
1
6
8
7
22
mean
20,56
24,67
28,56
31,62
Untuk melihat kekuatan hubungan antara derajat obstruksi dan transpor mukosiliar hidung
di analisa dengan korelasi Spearman dengan koefesien korelasi 0,940 maka nilai p < 0,001. Hal ini
membuktikan bahwasanya ada hubungan erat antara derajat obstruksi dengan transpor mkosiliar
hidung. (Tabel 4.14)
Tabel 4.14. Hubungan derajat obstruksi – transpor mukosiliar hidung
Variabel
p*
R
Derajat obstruksi – transpor mukosiliar hidung
0,94
* apabila nilai p < 0,05, terdapat hubungan antara 2 variabel.
< 0,001
Tabel 4.15. Hubungan transpor mukosiliar hidung
Variabel
Indeks Brinkman – transpor mukosiliar hidung
Umur – transpor mukosiliar hidung
p*
R
0,095
-0,103
0,675
0,675
* apabila nilai p < 0,05, terdapat hubungan antara 2 variabel.
61
Universitas Sumatera Utara
4.3. Pembahasan
Pada penelitian ini seluruh subyek penelitian berjumlah 22 orang. Keseluruhan subyek telah
mendapatkan penjelasan dan menandatangani persetujuan mengikuti penelitian sampai selesai. Pada
penelitian ini semua subjek penelitian yang berjumlah 22 orang (100%) berjenis kelamin laki - laki.
Penelitian Amira dkk pada bulan Juli hingga November 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan
mendapatkan hasil pasien PPOK lebih banyak berjenis kelamin laki – laki dibandingkan perempuan
sebanyak 104 orang (76,5%). Di RSUP Persahabatan juga telah dilakukan penelitian oleh Yunus
dkk mendapatkan laki-laki (86,2%) dibanding perempuan (13,6%). Penelitian Anggraini pada tahun
2011 di RSUP. H. Adam Malik dan RS. PTP Medan mendapatkan bahwasanya keseluruhan
penderita PPOK adalah laki – laki.32 Menurut penelitian Yusuf, tahun 2010, penderita berjenis
kelamin laki – laki lebih banyak daripada perempuan, yaitu sebanyak 70 orang (85,4%) di RSUP
Haji Adam Malik, 125 orang (86,8%) di RSU Tembakau Deli dan sebanyak 270 orang (65,7%) di
RSU Pirngadi Medan.33 Berdasarkan ini dapat digambarkan bahwa pasien PPOK lebih banyak laki
- laki daripada perempuan. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki – laki
dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001
menunjukkan bahwa sebanyak 54,5% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2%
perempuan yang merokok.1
Berdasarkan umur, penderita PPOK yang mengikuti penelitian ini terbanyak diantara umur
66 – 70 tahun sebanyak 8 orang (36,4%). Berdasarkan usia, penelitian Amira dkk pada bulan Juli
hingga November 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan mendapatkan hasil pasien PPOK
terbanyak pada kelompok usia diatas 70 tahun sebanyak 51 orang (37,5%). Penelitian Anggraini
pada tahun 2011 mendapatkan hasil rerata umur antara kelompok perlakuan 64,94 tahun dan
kelompok kontrol 66 tahun.32 Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Wihastuti dkk yang
mendapatkan rerata usia penderita PPOK adalah 65,4 tahun dan penelitian Abidin dkk yang
mendapatkan rerata usia penderita PPOK 66,2 tahun. Penelitian Yusuf, tahun 2010 menunjukkan
62
Universitas Sumatera Utara
proporsi usia tertinggi adalah usia lebih dari 60 tahun pada ketiga rumah sakit yaitu 52 orang
(63,4%) di RS. Haji Adam Malik, 95 orang (66%) di RS Tembakau Deli dan 259 orang (63%) di
RS Pirngadi Medan.33 Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. di ruang rawat inap RS. Persahabatan
Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda
adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Hasil penelitian Shinta di RSU Dr. Soetomo Surabaya
pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling banyak adalah penderita pada
kelompok umur lebih dari 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%). Usia Harapan Hidup (UHH) di
Indonesia pada tahun 1990 meningkat dari 60 tahun menjadi 68 tahun pada tahun 2006, dan apabila
PPOK tidak dapat ditanggulangi dengan baik, maka UHH di Indonesia akan menjadi menurun
karena perjalanan PPOK bersifat kronik.1
Berdasarkan distribusi pendidikan pada penelitian ini yang terbanyak adalah jenjang
Sekolah Lanjutan Tahap Akhir (SLTA) sebanyak 7 orang (31,8%). Pada penelitian Anggraini tahun
2011 menunjukkan sebaran subjek penelitian berdasarkan pendidikan didapati hasil penderita
PPOK terbanyak memiliki pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebesar 81,25%32, sedangkan penelitian
Amira
pada tahun 2003 mendapatkan hasil penderita PPOK di BP4 RS Pirngadi terbanyak
memiliki pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 56,25%.30
Berdasarkan riwayat merokok, distribusi terbanyak pada penelitian ini adalah selama 31 –
40 tahun sebanyak 8 orang (36,4%) dengan status bekas perokok. Pada penelitian Amira dkk pada
bulan Juli hingga November 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan riwayat merokok,
yang terbanyak dengan riwayat merokok yaitu 105 penderita (77,2%), berdasarkan status perokok,
terbanyak pada bekas perokok yaitu 57 penderita (54,3%) . Pada penelitian Anggraini, ditemukan
semua penderita PPOK memiliki riwayat merokok, 16 orang dari kelompok perlakuan sudah
berhenti merokok dan 3 orang dari kontrol yang masih merokok.32 Penelitian Yusuf, tahun 2010
menunjukkan hasil dengan proporsi penderita tertinggi berdasarkan status merokok pada ketiga
rumah sakit adalah bekas perokok yaitu 63,4% di RSUP.H. Adam Malik, 59% di RS Tembakau
63
Universitas Sumatera Utara
Deli dan 45,5% di RS Pirngadi Medan.33 PPOK lebih sering pada yang masih aktif merokok dan
bekas perokok dan meningkat dengan banyak jumlah rokok yang dikonsumsi. Merokok sangat
berhubungan erat PPOK, merokok dapat menyebabkan PPOK dengan mengurangi fungsi paru
secara cepat.
Berdasarkan Indeks Brinkman pada penelitian ini yang terbanyak adalah dengan nilai ≥ 600
(berat) sebanyak 13 orang (59,1%) dan dengan nilai 200 – 599 (sedang) sebanyak 9 orang (40,9%).
Penelitian Amira dkk pada bulan Juli hingga November 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan
mendapatkan hasil pasien PPOK lebih banyak dengan Indeks Brinkman sedang sebanyak 48 orang
(45,7%). Penelitian Anggraini tahun 2011mendapatkan hasil rerata Indeks Briksman dari kelompok
perlakuan adalah 510,38 dan kontrol adalah 600,44.32 Penelitian Yusuf, tahun 2010 menunjukkan
proporsi penderita tertinggi berdasarkan derajat merokok/Indeks Brinkman dari ketiga rumah sakit
adalah derajat berat yaitu 90,5% di RSUP Haji Adam Malik, 75% di RS Tembakau deli dan 68,7%
di RS Pirngadi Medan.33 Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar
antara 20 – 25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih
banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka
risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Semakin besar Indeks Brinkman pada penderita
PPOK, akan memperburuk PPOK itu sendiri.1
Dari segi riwayat PPOK, subjek penelitian telah menderita PPOK sangatlah beragam, mulai
dari 2 sampai dengan 15 tahun. Distribusi berdasarkan lama menderita PPOK terbanyak pada
penelitian ini adalah selama 3 tahun, sebanyak 9 orang (40,9%). Penelitian Anggraini pada tahun
2011, memperlihatkan sebaran lama menderita PPOK pada kelompok perlakuan adalah 8,44 tahun
dan kontrol adalah 7, 75 tahun.32 Hal yang serupa ditemukan pada penelitian Nuryunita dkk pada
tahun 2006 yang mendapatkan hasil lama penderita PPOK terbanyak lebih dari 5 tahun.31
Sementara riwayat menderita PPOK terlama adalah selama 15 tahun sebanyak 1 orang (4,5%).
64
Universitas Sumatera Utara
Keluhan klinis terbanyak yang sering dirasakan oleh penderita pada penelitian ini adalah
sesak napas disertai dengan batuk berdahak sebanyak 8 orang (36,4%). Sementara itu keluhan klinis
berupa sesak napas dialami sebanyak 5 orang (22,7%). Sesak napas, batuk berdahak dan nyeri dada
; sesak napas, batuk berdahak dan sakit menelan dialami masing – masing sebanyak 1 orang (4,5%).
Menurut penelitian Rahmatika, di RSUD Aceh Tamiang dari bulan Januari sampai Mei 2009,
proporsi gejala pasien tertinggi adalah batuk berdahak dan sesak napas (100%), di susul nyeri dada
(73,4%), mengi (56,8%), demam (31,0%), dan terendah mual sebanyak 11 pasien (8%).
Distribusi berdasarkan nilai VEP1 dan derajat obstruksi pada penelitian ini yang terbanyak
adalah nilai 30% < VEP1 < 50% prediksi dengan derajat obstruksi berat sebanyak 8 orang (36,4%).
Nilai VEP1 < 30% prediksi dengan derajat obstruksi sangat berat sebanyak 7 orang (31,8%). Nilai
50% < VEP1 < 80% prediksi dengan derajat obstruksi sedang sebanyak 6 orang (27,3%) serta nilai
VEP1 > 80% prediksi dengan derajat obstruksi ringan sebanyak 1 orang (4,5%). Pada penelitian
Anggraini tahun 2011, derajat PPOK, mendapatkan hasil derajat PPOK sangat berat pada kelompok
perlakuan (62,5%) dan kelompok kontrol (56,25) merupakan peserta penelitian terbanyak.32
Penelitian Yusuf pada tahun 2010 menunjukkan hasil terbanyak penderita PPOK dengan derajat
berat sebanyak 46 orang (56,1%) di RSUP. HAM dan sebanyak 65 orang (45,1%) di RS. Tembakau
Deli.33 Jumlah pasien PPOK sedang hingga berat di Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien
dengan prevalens 6,3%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%.1
Pada penelitian ini ditemukan penderit PPOK terbanyak adalah PPOK derajat berat dan sangat
berat.
Setelah dilakukan spirometri, maka penderita PPOK dilakukan pemeriksaan waktu transpor
mukosiliar hidung dengan tes sakarin. Dari tes sakarin ini didapati waktu transpor mukosiliar
hidung yang tercepat adalah 20,56 menit, dan yang terlama adalah 34,37 menit. Nilai rata – rata
(mean) pada penelitian ini adalah 28,1123 menit dan nilai standar deviasinya adalah 3,40536 . Ho
dkk pada tahun 2001 meneliti mengenai hubungan waktu mukosiliar hidung dengan umur pada
65
Universitas Sumatera Utara
orang normal. Hasil penelitian Ho dkk mengungkapkan hubungan waktu transpor mukosiliar
hidung dengan usia dibawah 40 tahun selama 9,3 ± 5,2 menit, usia diatas 40 tahun selama 15,4 ±
5,0 menit, dimana tidak ada perbedaan bermakna pada pria ataupun wanita. Penelitian violetta dkk
pada tahun 2010, menunjukkan bahwasanya waktu pembersihan mukosiliar hidung pada penderita
penyakit paru obstruksi kronik mempunyai waktu yang lebih lama dengan rata – rata 13,12 ± 0,68
menit bila dibandingkan dengan orang normal dengan rata – rata waktu pembersihan mukosiliar
9,91 ± 0,49 menit.
Berdasarkan derajat obstuksi PPOK dan waktu transpor mukosiliar hidung pada penelitian
ini ditemuan penderita dengan derajat obstuksi ringan sebanyak 1 orang dengan waktu 20,56 menit.
Penderita dengan derajat obstuksi sedang sebanyak 6 orang dengan waktu 23,34 – 25,56 menit, dan
nilai rata – rata (mean) selama 24,67 menit. Penderita dengan derajat obstuksi berat sebanyak 8
orang dengan waktu 27,05 – 30,05 menit , dan nilai rata – rata (mean) selama 28, 56 menit.
Penderita dengan derajat obstuksi sangat berat sebanyak 7 orang dengan waktu 29,52 – 34,34 menit
, dan nilai rata – rata (mean) selama 31,62 menit.
Pada tahun 2005, Koblizek dkk dilakukan di negara Republik Ceko mengungkapkan hasil
waktu transpor mukosiliar hidung yang lebih lama pada penderita PPOK, walaupun waktu transpor
mukosiliar hidung ini kurang berhubungan dengan derajat keparahan PPOK. Dari 22 pasien PPOK,
dengan derajat keparahan yang dibuat berdasarkan kriteria GOLD, dibagi atas derajat I (10%),
derajat II (40%), derajat III (31%), derajat IV (21%), didapati hasil bahwasanya waktu mukosiliar
hidung pada penderita PPOK sekitar 18,90 menit, lebih lambat bila dibandingkan orang normal
yang mempunyai waktu selama 9,43 menit.
Sistem transpor mukosiliar merupakan mekanisme pertahanan di saluran napas atas dan
bawah. Sistem ini akan mengalami gangguan infeksi kronik di hidung, sinus paranasal dan sistem
percabangan saluran napas. Sistem transpor mukosiliar ini dapat diukur waktunya menggunakan
beberapa teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan uji sakarin, pemeriksaan radioaktif mampu
66
Universitas Sumatera Utara
menghitung waktu transpor mukosiliar di saluran napas. Untuk pemeriksaan rutin waktu transpor
mukosiliar ini sering digunakan uji sakarin sebagai uji yang paling praktis dan murah. Telah
dibuktikan bahwasanya dengan hasil pemeriksaan uji sakarin di hidung dapat memperlihatkan
waktu transpor di saluran napas bawah. Tes sakarin merupakan tes yang murah dan sederhana
untuk dilakukan, dengan hasil yang sama dengan pemeriksaan menggunakan radioaktif.35,36
Hidung merupakan penyaring dan pertahanan saluran napas lini pertama dengan
membersihkan udara inspirasi dari debu, bakteri dan virus yang dilakukan oleh silia dan laput
lendir. Silia epitel respiratorius, kelenjar penghasil mukus dan selaput lendir membentuk sistem
mekanisme pertahanan penting dalam sistem respiratorius dikenal sebagai sistem mukosiliar.17
Komponen – komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel – sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan – perubaha pada sel - sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi
yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan2.
Proses inflamasi yang terjadi pada saluran napas seorang penderita PPOK terjadi akibat
adanya respon saluran napas terhadap paparan asap rokok maupun bahan – bahan iritan lainnya
dalam waktu yang lama. Proses inflamasi pada saluran napas ini terjadi akibat adanya faktor stres
oksidatif pada saluran napas dan ketidakseimbangan dan peningkatan proteinase pada parenkim
paru. Mekanisme inilah yang mendasari seorang penderita PPOK mengalami perubahan patologi
pada saluran napas dan parenkim paru.20,25
Keberhasilan sistem mukosiliar ini tergantung dari klirens mukosiliar itu sendiri. Untuk
inilah transportasi mukosiliar haruslah baik, yang ditentukan oleh gerakan silia, laput lendir, dan
67
Universitas Sumatera Utara
interaksi keduanya. Daya pembersihan mukosiliar dapat terganggu bila terjadi perubahan dan
berkurangnya gerakan silia, perubahan laput lendir, terjadi infeksi dan proses inflamasi kronik.20,25
Pada penderita PPOK yang telah mengalami proses inflamasi yang terus – menerus pada
saluran napas akan merusak sistem mukosiliar yang berada pada saluran napas itu sendiri. Semakin
lama proses peradangan terjadi, dengan semakin meningkatnya derajat obstruksi PPOK, maka
sistem mukosiliar ini akan terganggu, hal ini disebabkan karena silia akan menjadi rusak pada epitel
saluran napas. Hal ini akan mengganggu daya pembersihan mukosiliar dari saluran napas, ditandai
dengan semakin memanjangnya waktu transpor mukosiliar saluran napas.
68
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara derajat obstruksi dengan
transpor mukosiliar hidung pada penderita PPOK stabil dan diperoleh kesimpulan, yaitu :
1. Distribusi derajat obstruksi PPOK stabil pada penelitian ini yang terbanyak adalah pada
derajat berat sebanyak 8 orang (36,4%) dengan derajat berat.
2. Distribusi waktu transpor mukosiliar hidung pada penelitian ini ditemukan hasil yang
tercepat adalah 20,56 menit, dan yang terlama adalah 34,37 menit. Nilai rata – rata
(mean) pada penelitian ini adalah 28,1123 menit dan nilai standar deviasinya adalah
3,40536.
3. Dari penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara derajat obstruksi dengan transpor
mukosiliar hidung pada penderita PPOK stabil dengan p < 0,001 dan r = 0,94, namun
tidak ada hubungan antara umur, Indeks Brinkman dengan transpor mukosiliar hidung
yang bermakna, dengan nilai p > 0,05.
4. Dari penelitian ini dihubungkan derajat obstuksi PPOK dan waktu transpor mukosiliar,
sebagai berikut :
a. Derajat obstuksi ringan sebanyak 1 orang dengan waktu 20,56 menit.
b. Derajat obstuksi sedang sebanyak 6 orang dengan waktu 23,34 – 25,56 menit,
dan nilai rata – rata (mean) selama 24,67 menit.
c. Derajat obstuksi berat sebanyak 8 orang dengan waktu 27,05 – 30,05 menit , dan
nilai rata – rata (mean) selama 28, 56 menit.
69
Universitas Sumatera Utara
d. Derajat obstuksi sangat berat sebanyak 7 orang dengan waktu 29,52 – 34,34
menit , dan nilai rata – rata (mean) selama 31,62 menit.
4. 2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara riwayat merokok dengan
transpor mukosiliar hidung.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara frekuensi eksaserbasi
pada penderita PPOK dengan transpor mukosiliar hidung.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hubungan antara efektifitas pengobatan inhalasi
dengan transpor mukosiliar pada penderita PPOK stabil maupun eksaserasi akut.
4. Adanya hubungan antara derajat obstruksi dan transpor mukosiliar hidung pada penderita
PPOK, maka membuktikan perlunya pemberian mukolitik ekspektoransia pada penderita
PPOK, yang membantu dalam pembersihan dan pengeluaran dahak.
5. Pemberian edukasi pada penderita PPOK agar tidak menggunakan obat – obatan dan
menghindari polusi udara yang dapat memperburuk silia di saluran pernapasan.
70
Universitas Sumatera Utara