Perbandingan nilai Limfosit T CD8+ pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan laki-laki dewasa sehat perokok di RSUP H.Adam Malik Medan
TESIS
PERBANDINGAN NILAI LIMFOSIT T CD8+
LAKI-LAKI DEWASA SEHAT PEROKOK
PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DENGAN
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
D E S M O N I A T R I S I US D A M A N I K
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
PERBANDINGAN NILAI LIMFOSIT T CD8+
LAKI-LAKI DEWASA SEHAT PEROKOK
PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DENGAN
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Paru dan
Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Pada Departemen Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
D E S M O N I A T R I S I US D A M A N I K
DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/SMF PARU RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN 2013
(3)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS IDENTITAS
Nama : Dr. Desmonia Trisius Damanik
Tempat/Tgl/Lahir : Ramunia, 12 Desember 1975
Agama : Kristen, Protestan
Pekerjaan : PNS Pemkab Toba Samosir, Sumatera Utara
Alamat : Jl. Sisingamangaraja no.188 Medan
KELUARGA
Bapak : Pdt.A.C.Damanik, STh. Ibu : M br.Gultom
Istri : Dr. Katharina RGM Simatupang Anak : 1. Hizkia Aaron Damanik
2. Sonia Ivena Elisabeth Damanik
PENDIDIKAN
1. SD PKMI -1 Tebing Tinggi Ijazah 1989
2. SMP PKMI-2 Kisaran Ijazah 1991
3. SMA PKMI-1 Medam Ijazah 1994
4. FK UMI Jakarta Ijazah 2002
PEKERJAAN
1. Dokter Peserta PPDS Ilmu Penyakit Paru 1 Januari 2003
PERKUMPULAN PROFESI
(4)
2. Anggota muda PDPI cabang Sumatera Utara 2009 – sekarang
PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH
1. Laporan Kasus dengan topik Bilateral pneumotoraks dengan pleurodesis pada
KONAS XI PDPI, Bukit Tinggi 2007
2. Peserta pada RESPINA di Jakarta tahun2013
3. Peserta pada beberapa kegiatan ilmiah Paru
TUGAS
Selama mengikuti pendidikan dokter spesialis Ilmu Penyakit Paru FK- USU telah
membawakan :
1. Sari Pustaka Dasar 1 buah
2. Sari Pustaka 5 buah
3. Laporan Kasus 5 buah
4. Journal Reading 12 buah
5. Karya Ilmiah tingkat Nasional 1 buah
(5)
PERNYATAAN
PERBANDINGAN NILAI LIMFOSIT T CD8+ PADA PASIEN PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF KRONIK DENGAN LAKI-LAKI DEWASA
SEHAT PEROKOKDI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
(6)
Dr.Desmonia Trisius Damanik
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan
tulisan akhir ini yang berjudul “Perbandingan nilai Limfosit T CD8+
Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp P (K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi
& Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan,
yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan Ilmu Pengetahuan, arahan,
pada pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan laki-laki dewasa sehat perokok di
RSUP H.Adam Malik Medan”. Tulisan ini merupakan persyaratan dalam
penyelesaian pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran
Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan. Keberhasilan penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan
pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman
sejawat asisten Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU,
paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
(7)
petunjuk serta nasehat dalam cara berpikir, bersikap dan berprilaku yang baik selama
masa pendidikan, yang mana hal tersebut sangat berguna di masa yang akan datang.
Prof. dr. H. Tamsil Syafiuddin, Sp P(K) sebagai koordinator penelitian ilmiah
di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP
H Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, bimbingan,
pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.
dr. H. Zainuddin Amir,Mked(Paru), Sp P(K) sebagai Ketua TKP PPSD FK
USU yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi serta
membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah
serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
dr. Pantas Hasibuan, Mked(Paru), Sp P(K) sebagai salah satu pembimbing
dalam tesis ini maupun sebagai Sekretaris Departemen Pulmonolgi & Ilmu
Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah
banyak memberikan penulis bantuan, masukan dan arahan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan tulisan ini.
dr. Widirahardjo, Sp.P(K) sebagai pembimbing akademik penulis, yang telah
banyak memberikan bantuan, masukan, arahan dan dorongan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini.
DR. dr. Amira Permatasari Tarigan, Mked(Paru),Sp P sebagai Ketua Program
Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru
(8)
dorongan dan nasehat yang sangat berguna selama penulis menjalani masa
pendidikan.
dr. Noni N Soeroso, Mked(Paru), Sp.P sebagai salah satu pembimbing
maupun sebagai Sekretaris Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu
Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang
dengan penuh kesabaran memberi bimbingan, bantuan tehnis, masukan, dan
dorongan dalam penyempurnaan penelitian bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini.
Prof.Dr. Albiner Siagian,MSi sebagai pembimbing statistik yang telah
banyak membantu dan membuka wawasan penulis dalam bidang statistik dan dengan
penuh kesabaran memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini.
Penghargaan dan rasa terimakasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada
yang terhormat Dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp P(K), Dr. H. Pandiaman
Pandia, Mked(Paru), Sp P(K), Dr Parluhutan Siagian,Mked(Paru) Sp P, Dr Bintang
YM Sinaga, Mked(Paru) Sp.P, Dr. Setia Putra Tarigan Sp P, dr. Netty Y Damanik Sp
P, dr. Syamsul Bihar, M.Ked(Paru), Sp.P yang telah banyak memberikan bantuan,
masukan dan pengarahan selama menjalani pendidikan.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang
terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam Malik
Medan, Bagian Patologi Klinik RSUP H Adam Malik Medan, yang telah
memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan
(9)
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program
Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi, pegawai
tata usaha, perawat/petugas poliklinik, ruang rawat inap, ruang bronkoskopi, instalasi
perawatan intensif, instalasi gawat darurat RSUP H Adam Malik atas bantuan dan
kerja sama yang baik selama menjalani masa pendidikan.
Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas penulis sampaikan
kepada Ayahanda Pdt.A.C.Damanik,STh dan Ibunda M br Gultom tercinta yang telah
membesarkan, mendidik dan memberi dorongan semangat serta doa kepada penulis
hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Rasa hormat dan terima kasih terhadap mertua penulis Amang O. Simatupang
dan Inang Dj.H.N br Panjaitanm yang banyak memberikan dukungan dan doa selama
penulis menjalani pendidikan ini. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada
abang, adik dan ipar penulis.
Demikian juga kepada Isteriku tercinta Dr Katharina RGM Simatupang serta
anak-anak tersayang Hizkia Aaron Damanik, Sonia Ivena Elisabeth Damanik yang
selalu setia dalam suka dan duka, penuh pengertian, kesabaran dan pengorbanannya
kepada penulis selama menjalani pendidikan. Tiada kata yang dapat diucapkan selain
ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan atas segala kesetiaan maupun dukungan
kalian selama ini.
Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
(10)
kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan
pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, Oktober 2013
Penulis
(11)
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ………... i
LEMBAR PENELITIAN ...……….…… ii
SURAT PERNYATAAN……….. iii
KATA PENGANTAR ………. iv
DAFTAR ISI ...……… …... v
DAFTAR SINGKATAN ..……….………. vi
DAFTAR TABEL ………...………. vii
ABSTRAK ……… viii
BAB I. PENDAHULUAN .….……….………… 1
1.1. Latar Belakang ..…….……….……… 1
1.2. Perumusan Masalah .………….……….……… 3
1.3.Tujuan Penelitian….……….……… …… 4
1.4.Tujuan Umum ……….……….….……….. 4
1.5.Tujuan Khusus ………..……….….………..…….. 4
1.6.Manfaat Penelitian ……….…………..…... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………..………. 5
2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ……….….. 5
2.1.1. Definisi PPOK ………. 5
2.1.2. Epidemiologi ………... 6
2.1.3. Faktor Resiko ……… 7
2.1.4. Patologi dan Patogenesis PPOK ………... 10
(12)
2.1.6. Penatalaksanaan PPOK ………. ……… 16
2.2. Inflamasi pada PPOK ……… 16
2.2.1.Imunitas Bawaan pada PPOK………... 17
2.2.2. Imunitas Adaptif pada PPOK ..……….…… 20
2.3. Peranan sel Limfosit T CD8+ 2.4. Kerangka Konsep ……..……… 25
pada PPOK………...…. 22
2.5. Hipotesis ……… 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 26
3.1. Desain Penelitian ……….. 26
3.2. Waktu dan Tempat Penelitia……….. 26
3.3. Populasi dan Subjek Penelitian .……… 26
3.3.1. Populasi ……….……….. 26
3.3.2. Sampel ………..….……….. 26
3.4. Besar Sampel .……….……….………. 28
3.5. Prosedur Kerja……..……… 28
3.6. Kerangka Operasional………..……….………… 31
3.7. Definisi Operasional ……… ……….. . 32
3.8. Variabel Penelitian ... ... 33
3.9. Analisis Data Penelitian ……… ….……. 33
3.10. Pengolahan Data ……….... 33
3.11. Jadwal Penelitian ……… 34
3.12.. Biaya Penelitian……….. 34
(13)
4. 1. Hasil Penelitian ……….. 37
4.2. Pembahasan ……… 40
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 48
DAFTAR PUSTAKA …………..………...……… 50
LAMPIRAN 1……….. 54
LAMPIRAN 2 ………. 56
(14)
DAFTAR SINGKATAN
ATS = American Thoracic Society
AMP = Adenosin Mono Phosphate
BAL = Broncho Alveolar Lavage
BTS = British Thoracic Society
CAT = COPD Assessment Test
COPD = Chronic Obstructive Pulmonary Diseases
CRP = C-reactive protein
CD8+
DEPKES = Departemen Kesehatan = Cluster of Differentiation
ERS = European Respirology Society
EGFR = Epidermal growth factor receptor (EGFR)
GOLD = Global Initiative for Chronic Obsructive Lung Disease
HLA = Human Leukosit Antigen
IB = Indeks Brinkman
IL-6 = Insulin-like Growth Factor-6
IL-8 = Insulin-like Growth Factor-8
KVP = Kapasitas Vital Paksa
MMP = Metalloproteinase
mMRC= Modified Medical Research Council Dyspneu Score
MMPs = Matrix Metalloprotease enzymes
(15)
ROS = Reactive Oxygen Species
SKRT = Survai Kesehatan Rumah Tangga
SUSENAS = Survai Sosial Ekonomi Nasional
TNF α = Tumor Necrosis Factor-α VEP1
WHO = World Health Organization
(16)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Pembagian PPOK menurut GOLD 2011……… .……….3 Tabel 2 : Faktor Resiko PPOK………..8 Tabel 3: Pembagian keterbatasan aliran udara berdasarkan spirometri
post bronkhodilator VEP 1
Tabel 4. Nilai Rujukan hasil Pemeriksaan sel T CD8
……….………..15 +
Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitan berdasarkan jenis kelamin………36 ……….……… .31
Tabel 4.2. Karakteristik subjek penelitan berdasarkan umur ………37 Tabel 4.3. Karakteristik subjek penelitan berdasarkan status merokok………….37 Tabel 4.4. Karakteristik subjek penelitan berdasarkan Indeks Brikman…………38 Tabel 4.5. Karakteristik subjek penelitan berdasarkan nilai FVC ….………38 Tabel 4.6. Karakteristik subjek penelitan berdasarkan FEV1/FVC ………39 Tabel 4.7. Perbandingan nilai % limfosit pada PPOK dan dewasa sehat………39 Tabel 4.8. Perbandingan nilai Absolut limfosit T CD8 pada PPOK dan
Dewasa sehat ……….……40 Tabel 4.9. Perbandingan nilai % CD8 pada PPOK dan dewasa sehat …………40
(17)
ABSTRAK
PERBANDINGAN NILAI LIMFOSIT T CD8+ PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DENGAN LAKI-LAKI
DEWASA SEHAT PEROKOK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
Desmonia T Damanik
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI , Amira P Tarigan, P.S.Pandia
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya bersifat progresif, berhubungan dengan respons inflamasi kronis pada saluran napas dan paru-paru akibat partikel maupun gas berbahaya.
Merokok adalah faktor lingkungan yang berhubungan erat dengan kejadian Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Sel Limfosit T-CD8+ merupakan bagian dari respon inflamasi adaptif yang berperan dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada paru-paru penderita PPOK. Penyebab peningkatan nilai Limfosit T CD8+ salah satunya adalah PPOK, kemudian PPOK itu sendiri di pengaruhi oleh kebiasaan merokok. Penelitian ini mau melihat adanya hubungan peningkatan Limfosit CD8+ pada darah perifer perokok serta kemungkinan menderita PPOK sehingga dapat sebagai peringatan kepada perokok tentang peningkatan CD8+
METODE
yang nantinya berkembang menjadi PPOK
Penelitian ini dilakukan secara observasional dengan pendekatan studi potong lintang di RSUP H.Adam Malik medan dalam bulan April – Juni 2013 sebanyak 60 sampel yang terdiri dari 30 dewasa sehat perokok dan 30 pasien PPOK. Dilakukan spirometry dan pemeriksaan limfosit T CD* dengan flow cytometry.
HASIL
Dalam penelitian ini, kecenderungan jumlah absolut limfosit T CD8+ lebih rendah pada pasien dengan PPOK terdeteksi, meskipun itu tidak signifikan secara statistik Rata-rata usia pada dewasa sehat perokok pada penelitian ini 47.93 tahun berbeda
(18)
dengan pada subjek PPOK dengan rata-rata 60.5 tahun. Nilai % Limfosit pada pasien PPOK dan dewasa sehat perokok terdapatnya perbedaan bermakna dengan rerata PPOK 16.72 ( SD 12.33) dan pada dewasa sehat rerata 31.61 (SD=8.77) dengan p value < 0.001. Perbandingan nilai absolut Limfosit T-CD8+ pada pasien PPOK dan dewasa sehat perokok terdapat perbedaan bermakna dimana PPOK rerata 35.3.7 ( SD 257.75) dan dewasa sehat 592.93 (SD 221.19) dengan p value < 0.001 .Nilai % CD8+
KATA KUNCI
pada pasien PPOK dan dewasa sehat perokok tidak ada perbedaan bermakna dengan hasil PPOK rerata 23.07 ( SD 11.32) dan dewasa sehat rerata 21.77 (SD 5.2) dengan p value 0.982
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel dan biasanya bersifat progresif, berhubungan dengan respons
inflamasi kronis pada saluran napas dan paru-paru akibat partikel maupun gas
berbahaya.1
PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia
dan WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 PPOK menjadi penyebab
kematian ketiga tertinggi di dunia. Angka prevalensi, morbiditas, dan mortalitas
PPOK bervariasi antar negara dan di antara kelompok populasi, umumnya berkaitan
dengan prevalensi perokok serta kondisi polusi udara akibat pembakaran yang juga
telah diidentifikasi sebagai faktor risiko PPOK, sehingga membutuhkan perhatian
khusus dalam penatalaksanaan dan pencegahan terhadap penurunan progresifitas
paru.
Bersifat progresif, berarti memburuk secara lambat dan perlahan yang
berlangsung seumur hidup.
Merokok adalah faktor lingkungan yang berhubungan erat dengan kejadian
Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Data menunjukkan bahwa 85-90% dari perokok
berat kronik dari kasus PPOK disebabkan oleh merokok. Namun demikian, hanya
15-20% dari perokok berat kronik yang akan mengalami PPOK. 1,2,3
(20)
Prevalensi perokok di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami
peningkatan. Data survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 1995 menunjukkan 26,9%
populasi, tahun 2001 sebanyak 31,5% populasi, tahun 2005 menjadi 35,4% populasi.
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, penduduk
Indonesia berusia >15 tahun yang merokok setiap hari sebanyak 28,2%, yang
kadang-kadang merokok (tidak setiap hari) merokok sebanyak 6,5%, mantan perokok sebesar
5,4% dan yang tidak merokok sebesar 59,9%. Jumlah perokok laki-laki lebih tinggi
65,9% dibanding perempuan 4,2%. Dibanding dari hasil Riskesdas tahun 2007, pada
tahun 2010 terlihat adanya peningkatan prevalens merokok penduduk berusia > 15
tahun.
2
1,4
Rokok merupakan faktor terpenting terjadinya PPOK. Pajanan yang terus
menerus menyebabkan perubahan pada mukosa jalan napas. Perubahan
makroskopik jalan napas merupakan akibat langsung zat–zat yang terkandung dalam
asap rokok tersebut. Perubahan ada jalan napas tersebut juga mengakibatkan
perubahan secara mikroskopik yang lebih rumit karena melibatkan banyak sekali zat
ataupun molekul.1.2 Selain bronkokontriksi dan hiperekresi mukus, mengetahui faktor
inflamasi saat ini merupakan hal penting dalam perkembangan PPOK.
Sel Limfosit T-CD8+ merupakan bagian dari respon inflamasi adaptif yang
berperan dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada paru-paru penderita PPOK.
Penelitian pada orang sehat dan bekas perokok yang tidak menderita PPOK
menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada uji faal paru. Demikian pula tidak
ada perbedaan pada sel inflamasi, seperti limfosit T CD4+ dan CD8+, CD68+
(21)
dan TNFα.4,5
Sedangkan penelitian pada bekas perokok dengan PPOK memiliki
CD3+, CD4+ dan jumlah sel plasma dibandingkan perokok dengan PPOK. Bekas
perokok jangka pendek memiliki CD4+ dan CD8+ lebih tinggi dibandingkan
perokok, sedangkan bekas perokok jangka panjang memiliki CD8+ yang rendah
dibandingkan bekas perokok jangka pendek. Program berhenti merokok ternyata
menurunkan jumlah sel CD8+
Saetaa M (1998) dan kawan-kawan, dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa pada saluran napas kecil peningkatan jumlah sel limfosit CD8
dan meningkatkan jumlah sel plasma yang berarti
limfosit T bronkus dan jumlah sel plasma berhubungan dengan lamanya berhenti
merokok pada pasien PPOK.
+
pada perokok
dengan atau tanpa PPOK lebih besar di banding dengan bukan perokok.6
Hodge S.J (2002) pada penelitian dengan pengambilan darah perifer dari 18
pasien PPOK dan 16 pasien kontrol, mendapati bahwa sel limfosit T CD8
+
sedikit
meningkat namun tidak bermakna pada PPOK dibanding dengan kontrol ( PPOK
31.7±14.3% SD ; Kontrol 26.6±11.2% SD p = 0.049 ).
Pada eksaserbasi dapat dijumpai peningkatan jumlah neutrofil dan limfosit.
Sung Chul Lim (2010) pada penelitian dari 17 PPOK eksaserbasi , 21 PPOK stabil
dan 12 orang kontrol, menyatakan bahwa terjadi peningkatan yang bermakna dari
persentase CD4
7
+
dan CD8+ pada pasien PPOK eksaserbasi dibanding PPOK stabil (
PPOK eksaserbasi 30.8±11.7; PPOK stabil 21.1±9.5; control 16.8±8.7, p= 0.02).
Penyebab peningkatan nilai Limfosit T CD8
8
+
salah satunya adalah PPOK,
kemudian PPOK itu sendiri di pengaruhi oleh kebiasaan merokok. Penelitian ini mau
(22)
serta kemungkinan menderita PPOK sehingga dapat sebagai peringatan kepada
perokok tentang peningkatan CD8+
1.2Perumusan Masalah
yang nantinya berkembang menjadi PPOK.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dijumpai semakin
bertambahnya populasi perokok dan meningkatnya jumlah penderita PPOK dari
waktu ke waktu, maka peneliti ingin meneliti apakah ada perbandingan nilai dari sel
T Limfosit CD8+ pada penderita PPOK dengan laki-laki dewasa sehat perokok.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum:
Untuk membandingkan / mengetahui perbedaan gambaran nilai sel T
Limfosit CD8+
1.3.2. Tujuan Khusus:
pada penderita PPOK dan laki-laki dewasa sehat perokok.
1. Untuk memperoleh gambaran karakteristik dan faal paru pada penderita
PPOK dan laki-laki dewasa sehat perokok
2. Untuk mendapatkan rerata nilai sel T Limfosit CD8+
3. Untuk menganalisis perbedaan rerata nilai sel T Limfosit CD8
pada PPOK dan
laki-laki dewasa sehat perokok.
+
pada
(23)
1.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini memberikan informasi data dasar gambaran inflamasi
pasien PPOK.
2. Hasil penelitian dapat menjadi bahan untuk edukasi / penyuluhan dalam
hal program berhenti merokok
3. Hasil penelitian ini dapat berguna untuk penelitian selanjutnya mengenai
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
2.1.1. Definisi PPOK
Definisi PPOK menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease) tahun 2011 adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel,
bersifat progesif dan berhubungan dengan respon inflamasi kronik saluran napas dan
paru terhadap partikel atau gas yang beracun berbahaya. Eksaserbasi dan penyakit
komorbid berkontribusi terhadap derajat beratnya penyakit.
Berdasarkan definisi di atas, PPOK dibagi berdasarkan kelompok pasien
menurut keterbatasan aliran udara yang dinilai dengan spirometri, riwayat eksaserbasi
dalam 1 tahun dan gejala yang timbul yang dinilai dengan mMRC (modified Medical
Research Council) atau CAT ( COPD assessment Test) 1
Tabel 1. Pembagian PPOK menurut GOLD 2011 1
Pasien Karakteristik Klasifikasi Spirometri
Eksaserbasi per tahun
mMRC CAT
A Resiko Rendah,sedikit gejala GOLD 1-2 ≤ 1 0 - 1 ≤ 10 B Resiko rendah, banyak gejala GOLD 1-2 ≤ 1 2 ≥ 10 C Resiko tinggi, sedikit gejala GOLD 3-4 2+ 0 - 1 < 10 D Resiko tinggi, banyak gejala GOLD 3-4 2+ 2+ ≥ 10
(25)
2.1.2. Epidemiologi PPOK
Data yang ada mengenai prevalensi dan morbiditas PPOK diperkirakan di
bawah dari angka yang sebenarnya, hal ini disebabkan PPOK tidak selalu dikenal dan
didiagnosis sebelum tanda klinik muncul. Data prevalens PPOK pada populasi
dewasa saat ini bervariasi pada setiap Negara di seluruh dunia, di Asia Pasifik
rata-rata 6,3%, yang terendah di Hongkong dan Singapura sekitar 3,5% dan tertinggi di
Vietnam sekitar 6,7%.
Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevelens PPOK, namun
diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa
meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK
adalah perokok atau bekas perokok. 9
1,2
Berdasarkan hasil SUSENAS ( Survai Sosial Ekonomi Nasional ) tahun 2001,
sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0%
dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama
anggota keluarga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga
merupakan perokok pasif. Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau
kanker paru berkisar 20-25%. Hubungan antara rokok dan PPOK merupakan
hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan
lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan
menjadi lebih besar.
Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1986 asma,
bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukan 2
(26)
angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat
ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Data kunjungan pasien di RSUP H.Adam Malik dan RS.Tembakau Deli
Medan menunjukkan kecenderungan peningkatan PPOK. Pada tahun 2009 proporsi
pasien PPOK yang dirawat inap di bagian paru adalah 3,55% dari seluruh pasien yang
dirawat di RSUP H.Adam Malik Medan. Sementara proporsi pasien yang dirawat
inap dengan diagnosis PPOK adalah 19,82% dari seluruh pasien yang rawat inap
dibagian paru. Distribusi proporsi pasien antara lain usia >60 tahun 60,2%, laki-laki
50% dengan riwayat merokok bekas perokok 35,2%, perokok 42 % dengan rerata
Indeks Brinkman 431,18.
2
Penelitian yang dilakukan Yusuf P pada tahun 2010 didapat kunjungan
pasien PPOK ke poli rawat jalan Paru RSUP H Adam Malik Medan sebanyak 82
orang dengan proporsi 7.1% dari semua kunjungan pasien. 10
PPOK merupakan penyakit yang banyak diderita berjuta manusia di dunia,
pada penderita PPOK keterbatasan dalam melakukan aktivitas menjadi penyebab
penting dari kematian. WHO memprediksikan bahwa PPOK akan menjadi penyebab
kematian ke empat didunia pada tahun 2030.
11
2.1.3. Faktor Risiko PPOK
1,2
Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan
tatalaksana PPOK. Pada dasarnya semua PPOK merupakan hasil interaksi dari
lingkungan dan gen, misalnya pada dua orang dengan riwayat merokok yang sama,
hanya satu yang berkembang menjadi PPOK karena perbedaan dalam predisposisi
(27)
dengan berat badan bayi saat lahir yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan
pengembangan paru. Beberapa hal faktor resiko PPOK :
Tabel. 2. Faktor Risiko PPOK
1,2,
1. Asap rokok
2. Polusi Udara dalam dan luar ruangan 3. Stres oksidatif
4. Gen
5. Tumbuh kembang paru 6. Sosial Ekonomi
Asap rokok sampai saat ini masih merupakan faktor risiko tersering terjadinya
PPOK. Merokok merupakan masalah kesehatan global, lebih dari 10 juta batang
rokok dihisap setiap menit, setiap hari diseluruh dunia oleh 1 milyar laki-laki dan
250 juta perempuan. Sekitar 900 juta (84%) perokok didunia hidup dinegara
berkembang termasuk Indonesia.12 Indonesia menduduki peringkat ketiga didunia
setelah Cina dan India sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak. Sebanyak
65 juta penduduk Indonesia (28%) adalah perokok yang artinya setiap 4 orang
Indonesia terdapat seorang perokok.13 Prevalensi perokok laki-laki di Indonesia saat
ini diperkirakan 69,04% dan perempuan sebesar 4,83%.
Dinegara berkembang sedikitnya terdapat satu dari empat orang dewasa
perokok. Seorang perokok memiliki kecendrungan yang tinggi untuk mengalami
gangguan saluran napas dan gangguan fungsi paru ( penurunan nilai VEP
12
1 )13.
Risiko terjadinya PPOK pada perokok berhubungan dengan jumlah, usia mulai
merokok, total rokok yang dihisap. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu
(28)
bekas perokok. Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB),
yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun. Interpretasi hasilnya adalah derajat ringan (0-200), sedang (200-600),
dan berat ( >600).14 Pada beberapa penelitian longitudinal menunjukkan adanya
penurunan VEP1 pada laki-laki perokok bekisar 45 – 90 ml pertahun, sedangkan
orang normal 30 ml pertahun. Dan data epidemiologi perokok ≥ 10 bungkus
pertahun atau sama dengan >200 nilai IB dan berumur > 40 tahun adalah kelompok
resiko untuk terjadinya PPOK.
Bukan hanya asap rokok, asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu dan
asap kompor (minyak bumi dan gas) untuk keperluan memasak di rumah tangga
dapat memicu terjadinya polusi udara di dalam ruangan terutama pada ruangan yang
memiliki ventilasi yang buruk, dan gas buang ( emisi ) dari kendaraan bermotor dan
debu jalanan merupakan penyebab tersering dari polusi di luar ruangan dapat juga
menurunkan fungsi paru merupakan faktor resiko untuk terjadinya PPOK.
15
1.2
Polusi
udara yang menahun suatu faktor resiko yang meningkatkan berkembangnya
obstruksi jalan napas atau penurunan nilai VEP1 pada remaja umur 10 hingga 18
tahun seperti yang dilaporkan oleh Gauderman dkk tentang efek polusi udara
terhadap faal paru dan mekanisme ini dapat meningkatkan resiko terjadinya PPOK
saat dewasa.
Infeksi virus maupun bakteri merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam proses terjadinya PPOK dan perburukan pada penderita PPOK. Kolonisasi
bakteri dapat menyebabkan inflamasi pada saluran napas dan hal ini memegang
peranan penting dalam terjadinya eksaserbasi.
15
1.2
(29)
Hubungan status sosial ekonomi dengan resiko terjadinya PPOK masih
belum jelas, tetapi hal ini berhubungan dengan kekerapan untuk terpapar dengan
faktor resiko lainnya seperti polusi udara di dalam dan luar ruangan, gizi yang jelek,
lingkungan yang padat, merokok seta faktor-faktor lainnya yang biasa terjadi pada
status sosial ekonomi yang rendah.
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi
gen-lingkungan. Faktor resiko paling sering diteliti adalah defisiensi alpha-1 antitrypsin,
kerja enzim ini adalah menetralkan enzim proteolitik yang dapat merusak jaringan
paru. Kelainan ini banyak terjadi pada penduduk / ras kaukasoid di Eropa utara.
1.2
Risiko obstruksi aliran udara secara genetik telah diteliti pada perokok yang
mempunyai hubungan keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor genetik mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK. Telah di
identifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam patogenesis PPOK,termasuk TGF-1,
mEPHX1 dan TNF. Gen-gen tersebut banyak yang belum pasti kecuali kekurangan
alpha-1 antitrypsin.
2.1.4 Patologi dan Patogenesis PPOK 2
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai di saluran napas besar
(central airway), saluran napas kecil (peripheral airway), parenkim paru dan vaskuler
paru. Induksi sputum dan biopsi endobronkial dapat mewakili perubahan dari saluran
napas besar. Bronkoalveolar lavage (BAL) dan sampel dari jarigan reseksi bedah
dapat mewakili perubahan dari saluran napas kecil dan parenkim paru. Perubahan
dari saluran napas besar meliputi peningkatan jumlah makrofag, sel T limfosit CD8+
(30)
sguamous dan pembesaran kelenjar submukosa. Pada saluran napas kecil
menunjukkan peningkatan jumlah makrofag, sel T limfosit (terutama CD8+ ), sel B
limfosit, dan sel mast. Selain itu, lokalisasi neutrofil dan sel CD8+ telah diamati di
lapisan otot polos saluran napas pada perokok dengan PPOK. Perubahan struktur
saluran napas kecil terdiri dari penebalan dinding saluran napas , dengan peningkatan
komponen matriks ekstraseluler dan massa otot halus, fibrosis peribronkial, eksudat
inflamasi luminal, dan penyempitan saluran udara. Pada parenkim paru menunjukkan
peningkatan jumlah makrofag dan sel T limfosit CD8+, di samping kerusakan
dinding alveolar, dan apoptosis sel epitel dan endotel. Pembuluh darah paru
menunjukkan peningkatan jumlah makrofag dan sel T limfosit CD8+, penebalan dari
disfungsi sel endotel intima, dan meningkatkan massa otot polos. Akhirnya, lumen
jalan napas pasien dengan COPD berisi terutama neutrofil dan peningkatan jumlah
CD8 T-limfosit di saluran udara yang lebih besar, dan peningkatan jumlah makrofag
dan neutrofil di pinggiran paru-paru.
Perubahan ini akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit
walaupun sudah berhenti merokok.
(31)
Gambar 2.1. Pengaruh Merokok terhadap Inflamasi di Paru
Mekanisme obstruksi saluran napas adalah obstruksi oleh sekret pada saluran
napas akibat produksi sekret yang berlebihan disertai penebalan kelenjar-kelenjar,
submukosa, secara potensial merupakan komponen obstruksi saluran napas yang
reversibel. Infeksi saluran napas dimana sekret yang purulen merupakan manifestasi
yang jelas adanya radang saluran napas, perubahan sifat dan warna sputum sangat
penting untuk menilai adanya infeksi akut atau eksaserbasi. Kemudian sembab
mukosa dan bronkus, keadaan ini disebabkan oleh akumulasi sel-sel inflamatorik,
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar-kelenjar mukus. Lalu terjadi kontriksi otot polos
bronkus (bronkospasme), pada penderita PPOK sering terdapat penebalan otot polos
bronkus.
2
Penurunan VEP1 berasal dari inflamasi dan penyempitan saluran napas perifer, sementara penurunan pertukaran gas yang berasal dari kerusakan parenkim
pada emfisema. Pada proses inflamasi yang berlanjut, fibrosis dan eksudat luminal
(32)
VEP1
2.1.5. Diagnosis PPOK
/KVP. Obstruksi saluran napas perifer yang progresif akan memerangkap udara
selama ekspirasi menghasilkan hiperinflasi yang akan mengurangi kapasitas inspirasi
dan akan menyebabkan sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan. Abnormalnya
pertukaran gas menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia pada penderita PPOK
yang beratnya sejalan dengan perjalanan penyakit.
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, bisa dimulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai
kelainan jelas dan tanda inflamasi paru1,2,17 Gejala utamanya adalah sesak napas, batuk, wheezing dan peningkatan produksi sputum. Gejala bisa tidak tampak sampai
kira-kira 10 tahun sejak awal merokok. Dimulai dengan sesak napas ringan dan batuk
sesekali. Sejalan dengan progresifitas penyakit gejala semakin lama semakin berat.
Gambaran PPOK dapat dilihat dengan adanya obstruksi saluran napas yang
disebabkan oleh penyempitan saluran napas kecil dan destruksi alveoli. Biasanya
terdapat riwayat merokok atau tanpa gejala pernapasan. Pada penderita dini,
pemeriksaan fisik umumnya tidak dijumpai kelainan, sedangkan pada inspeksi
biasanya terdapat kelainan, berupa:
1. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucut). 2,13,17,18
2. Barrel chest (diameter anteroposterior dan transversal sebanding).
3. Penggunaan otot bantu napas.
4. Hipertrofi otot bantu napas.
(33)
6. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher
dan edema tungkai.
Pada palpasi biasanya ditemukan fremitus melemah, sedangkan pada perkusi
hipersonor dan letak diafragma rendah, auskultasi suara pernapasan vesikuler
melemah, normal atau ekspirasi memanjang yang dapat disertai dengan ronkhi atau
mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa.
Bila terjadi perburukan dari kondisi sebelumnya disebut eksaserbasi akut
dengan gejala berupa sesak napas bertambah, produksi sputum meningkat dan
perubahan warna sputum ( sputum lebih purulen ). Eksaserbasi dapat disebabkan
infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Penyebab tersering suatu eksaserbasi adalah infeksi trakeobronkial dan polusi udara,
sepertiga penyebab tidak dapat diidentifikasi.
Foto Toraks
Foto toraks tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis PPOK tetapi dapat
digunakan untuk menyingkirkan penyakit lain yang juga dapat menimbulkan gejala
obstuksi saluran napas (bronkiektasis, kanker paru dan lain-lain). Temuan pada foto
toraks dapat berupa : hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma
mendatar, jantung pendulum.2,3,14
(34)
Spirometri
Spirometri merupakan baku emas untuk mendiagnosis PPOK. Pada
pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa 1
detik (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP/KVP selalu kurang dari 80% nilai normal. VEP1% merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
1,2,14
Tabel 3. Pembagian keterbatasan aliran udara berdasarkan spirometri post bronchodilator VEP 1
Paduan mengenai derajat / klasifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa
institusi seperti American Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society
(ERS), British Thoracic Society (BTS), Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Diseases (GOLD) dan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Kelima paduan tersebut hanya mempunyai perbedaan yang sedikit, semuanya
berdasarkan rasio VEP1/KVP dan nilai VEP1. BTS, ATS, GOLD dan PDPI merekomendasikan nilai absolut dari rasio VEP1/KVP harus kurang dari 70% sedangkan ERS merekomendasikan VEP1/KVP kurang dari 88% untuk diagnosis PPOK.
Pasien dengan VEP1<70%
GOLD 1 Ringan VEP1 ≥ 80% prediksi
GOLD 2 Sedang 50 % ≤ VEP1 < 80% prediksi
GOLD 3 Berat 30 % ≤ VEP1 < 50% prediksi
(35)
2.1.6. Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksanaan PPOK terutama suportif, paliatif, meredakan gejala,
meningkatkan kapasitas fungsional dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Salah
satu strategi penatalaksanaan PPOK adalah dengan program berhenti merokok.
Program berhenti merokok tersebut meliputi edukasi, motivasi dan mengidentifikasi
kebutuhan obat/farmakologi yang mendukung.
2.2. Inflamasi pada PPOK
1,2,4
Inflamasi saluran nafas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon
inflamasi normal akibat iritasi normal akibat iritasi kronik seperti asap rokok.
Mekanisme amplikasi ini belum diketahui, kemungkinan disebabkan faktor genetik.
Proses penting yang berbeda telah disarankan untuk memainkan peran
dalam pengembangan dan perkembangan PPOK. Proses utama termasuk peradangan
paru , ketidakseimbangan oksidan-antioksidan, dan ketidakseimbangan
protease-antiprotease. Selain itu, diperkirakan bahwa remodeling saluran napas yang diamati,
termasuk perubahan epitel dan perubahan komposisi ekstraseluler matriks, dapat
disebabkan oleh proses perbaikan yang menyimpang setelah cedera awal. Respon
(36)
Gambar 2.3 Kaskade Imflamasi pada PPOK21
2.2.1 Imunitas Bawaan pada PPOK
a. Neutrofil
Peran neutrofil dalam patogenesis PPOK tidak sepenuhnya jelas. Beberapa
penelitian telah menunjukkan jumlah neutrofil meningkat pada dahak dan BAL dari
pasien dengan PPOK. Neutrofil dapat bermigrasi ke pernapasan saluran bawah akibat
kontrol faktor kemotactic, seperti LTB4, IL-8, dan kemokin CXC, yang meningkat
pada saluran napas PPOK. Neutrofil adalah sumber metabolit oksigen reaktif, sitokin
inflamasi, mediator lipid, antimikroba peptida, dan proteinase yang dapat merusak
jaringan, seperti neutrofil elastase, cathepsin G, dan proteinase 3, serta matriks
metalloproteinase (MMP)-8 dan MMP-9. Senyawa ini terlibat dalam generasi
(37)
emfisema dan dengan demikian memainkan peran dalam perkembangan
keterbatasan aliran udara pada PPOK.
b. Makrofag
23,24
Pada pengamatan pasien PPOK, terjadi peningkatan jumlah makrofag dalam
cairan BAL, dinding saluran napas dinding, parenkim paru, dan kelenjar bronkus.
Jumlah makrofag dalam saluran udara berkorelasi dengan keparahan PPOK.
Makrofag memainkan peran sentral dalam peradangan dan tuan rumah pertahanan
terhadap mikroorganisme, tetapi juga berpartisipasi secara aktif dalam penyelesaian
peradangan. Tidak jelas mana dari sub-fenotipe makrofag ini yang dominan di
saluran napas pasien PPOK. Makrofag dapat melepaskan reactive oxygen species
(ROS), faktor khemotactic, sitokin inflamasi, kontriksi otot polos, aktivasi kelenjar
mukus, matriks ekstraseluler protein, dan matriks metalloproteinase enzymes (MMP).
MMP ini terutama diduga terlibat dalam emfisema.
Dalam studi vivo memang diamati peningkatan ekspresi MMP-2, MMP-9,
dan MMP-12 pada pasien dengan COPD dibandingkan dengan kontrol sehat. Selain
itu, jumlah makrofag alveolar dalam parenkim paru berkorelasi dengan tingkat
keparahan kerusakan paru, menunjukkan peran makrofag dalam perkembangan
emfisema.
c. Eosinofil
23
Eosinofil saluran napas dapat diamati pada sputum pasien dengan PPOK
stabil, cairan BAL, dan dinding saluran napas. Selain itu, eosinofili pada sputum
telah ditemukan berhubungan dengan obstruksi saluran napas dan dengan
(38)
menunjukkan bahwa eosinofil pada saluran napas secara fungsional penting pada
pasien dengan PPOK.
d. Sel Mast
24,25
Peran sel mast dalam patogenesis PPOK belum jelas. Dalam beberapa
penelitian sebelumnya menunjukkan bukti kelimpahan sel mast pada saluran napas
atau parenkim pasien PPOK. Sel mast dan sitokin (IL-8, TNF-α) dan enzim (tryptase, chymase), telah terbukti untuk memulai dan mendorong berbagai proses yang relevan
dengan peradangan dan perubahan saluran napas. Ini termasuk fibrosis saluran napas
dan omset matriks ekstraseluler, angiogenesis, otot halus saluran napas dan
hiperplasia sel epitel, peradangan, perubahan dalam suara bronkial, dan hipersekresi
sputum. Selain itu, lebih tinggi jumlah sel ini di perifer saluran udara dikaitkan
dengan keterbatasan aliran udara kurang parah pada PPOK. Tidak jelas apakah hasil
ini mencerminkan peran protektif dari sel mast dalam patogenesis PPOK atau
meningkat degranulasi sel mast.
e. Sel Dendrit
23,26
Peran sel dendrit memulai dan mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif
untuk dihirup antigen, virus dan bakteri. Sel denrit meningkat pada saluran napas
kecil dan pada induksi sputum dari pasien PPOK dengan perokok.
f. Sel Epitel
23
Epitel saluran napas pasien dengan PPOK mengalami perubahan, termasuk
metaplasia sel skuamosa, dan sel goblet dan hiperplasia sel basal . Sel epitel bronkial
berkontribusi terhadap perawatan yang memadai homeostasis paru oleh produksi
(39)
dalam menanggapi rangsangan berbahaya. Oleh karena itu, perbaikan sel epitel pada
PPOK mungkin terlibat dalam patogenesis penyakit. Hiperplasia goblet sel akan lebih
parah pada perokok dengan PPOK dibandingkan dengan PPOK tanpa merokok dan
berkontribusi dalam hipersekresi lendir,yang berhubungan dengan morbiditas dan
mortalitas pada PPOK. Metaplasia sel skuamosa merusak mukosiliari clearence dan
berkontribusi terhadap peningkatan risiko karsinoma sel skuamosa seperti yang
diamati dalam PPOK. Mekanisme yang mendasari perubahan epitel pada PPOK yang
tidak sempurna dipahami. Kaskade epidermal growth factor receptor (EGFR) telah
terbukti terlibat dalam produksi musin dan hiperplasia sel goblet, perbaikan sel epitel
yang rusak , serta pengembangan karsinoma sel skuamosa . Selain ligan EGFR,
berbagai rangsangan dapat menginduksi aktivasi EGFR in vitro dan pada binatang,
termasuk asap rokok. Selain itu, ekspresi epitel EGFR meningkat pada biopsi
bronkial dari perokok dengan dan tanpa PPOK dibandingkan non-perokok. Oleh
karena itu, aktivasi EGFR mungkin memainkan peran dalamperubahan fenotip sel
epitel yang diamati pada PPOK dengan perokok aktif.
2.2.2. Imunitas Adaptif pada PPOK
23,27
Sel T-Limfosit
Sel T umumnya berperan pada inflamasi, aktivasi fagositosis makrofag, aktivasi dan
proliferasi sel B dalam produksi antibody. Sel T juga berperan dalam pengenalan dan
penghancuran sel yang terinfeksi virus. Sel T Limfosit yang berasal dari timus dibagi
menjadi 2 golongan besar yaitu:
1. Sel CD4
28
+
yang merupakan sel T helper (Th) yang setelah bereaksi dengan
(40)
II ialah molekul yang mengandung asam amino panjang. Sel CD4+
Peran sel CD4
diaktifkan,
dapat memproduksi sitokine dan kemudian meningkatkan produksi antibody oleh
sel B, membantu respons sel T serta mengaktifkan sistim immune lainnya. Ada
beberapa jenis sel Th seperti Th-1 yang mampu memproduksi protein yang
meningkatkan respon sel-sel sitotoksik dan mengaktifkan sekresi interleukin-2
(IL-2), interferon (IFN), tumor necrotizing factor (TNF). Th-2 membantu respon
sel B dan IgG, IgA, IgE, dengan memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10
+
dalam PPOK tidak diketahui. Sel CD4+ adalah berbagai
kelompok limfosit di mana bermacam subtipe yang diakui mungkin akan
menyebabkan PPOK. Ini tidak hanya termasuk sel Th1 dan Th2, tetapi juga
regulator dan sel Th17. Sel CD4+dapat berkontribusi pada proses inflamasi
dengan produksi pro-inflamasi sitokin, menyediakan bantuan untuk respon sel B,
dan mungkin penting dalam sel T-helper, memori dan memastikan kelangsungan
hidup sel.
2.
23
Sel CD8+ naïf yang keluar dari sel timus disebut juga Cytolytic T (CTL/Tc).
CD8+ mengenal kompleks antigen MHC-1 yang dipresentasikan APC. Molekul
MHC-1 ditemukan pada semua tubuh yang bernukleus. Fungsi utama sel CD8+
adalah menyingkirkan sel terinfeksi virus, menghancurkan sel ganas dan sel
histoin kompatibel yang menimbulkan penolakan pada transplantasi. Sel Tc
menimbulkan sitolisis melalui perforin/granzim, apoptosis, TNF-α dan memacu produksi sitokin Th1 dan Th2.28
(41)
2.3. Sel Limfosit T CD8+
Pada PPOK sel Limfosit T CD8
dan peranan pada PPOK +
adalah subtipe yang paling menonjol.
Peningkatan CD8+ T-limfosit ditemukan di dahak, dinding saluran napas, dan
parenkim paru pasien PPOK. Selain itu, korelasi yang kuat ditemukan antara derajat
keparahan keterbatasan aliran udara dan jumlah sel CD8+.29 Mukosa sel CD8+ juga
telah berhubungan dengan hiperresponsif saluran napas untuk AMP. Selain itu,ada
sel CD8+ pada pasien PPOK dapat meningkatkan aktivitas sitotoksik. Fungsi utama
dari sel CD8+ adalah untuk memerangi virus, yang akibatnya dapat menyebabkan
kerusakan jaringan melalui pelepasan zat litik seperti perforin dan granzyme. Sel
CD8+ dapat menginduksi aptoptosis struktural sel, seperti sel endotel dan epitel
alveolar. Selain itu, ada hipotesa bahwa merokok menyebabkan peradangan paru
dapat mengakibatkan perubahan struktur protein sel dan jaringan menjadi
"autoantigens" yang oleh sel T-limfosit menyebabkan cedera paru lebih lanjut.
Patogen intraseluler kuat , seperti adenovirus, sebagai stimulus antigenik dapat
mengaktifkan sel T-limfosit.
Hodge S.J (2002) pada penelitian dengan pengambilan darah perifer dari 18
pasien PPOK dan 16 pasien kontrol, mendapati bahwa sel limfosit T CD8
23,28
+
sedikit
meningkat namun tidak bermakna pada PPOK dibanding dengn kontrol ( PPOK
31.7±14.3% SD ; Kontrol 26.6±11.2% SD p = 0.049 )
Sel Limfosit T CD8
8
+
adalah sel yang dominan di saluran napas besar, saluran
napas kecil, dan parenkim paru-paru pada penderita PPOK. Jumlah sel T Limfosit T
CD8+ di paru-paru berhubungan dengan tingkat obstruksi saluran napas dan
(42)
paasien PPOK. Setiap sel yang menampilkan molekul MHC kelas I menjadi target sel
Limfosit T CD8+ cytolytic. Setelah serangan sitolitik, sel target mati dengan cara
apoptosis atau nekrosis yang dilakukan oleh perforin, granulysin, atau granzim A atau
B, dimana semua enzim proteolitik ini dilepaskan oleh sel Limfosit T CD8+ di
paru-paru pasien PPOK. 12,30,31
Di paru-paru perokok dengan PPOK dan emfisema, sel epitel dan endotel
mengarah ke apoptosis, dan jumlah sel yang mengalami apoptosis ini meningkat
dengan tingkat merokok yang semakin tinggi dan berkorelasi dengan jumlah sel
Limfosit T CD8
+
di paru-paru. Apoptosis dan nekrosis sel epitel dan endotel yang
disebabkan oleh sel Limfosit T CD8+ dan protease, dimana tidak ada keseimbangan
dengan sel proliferasi yang berkontribusi atas kerusakan paru-paru penderita PPOK.
Selanjutnya, fagositosis sel apoptosis oleh makrofag alveolar pada penderita PPOK
akan berkurang. Sel Limfosit T CD4+ juga ditemukan dalam jumlah besar di saluran
napas dan parenkim dari perokok dengan PPOK. Sel-sel ini diaktifkan dan
oligoklonal; klon sel Limfosit T CD4+ muncul di paru-paru tetapi tidak dalam darah,
menunjukkan bahwa akumulasi adalah hasil dari rangsangan oleh antigen yang
terdistribusi di seluruh paru-paru. Jumlah sel Limfosit T CD4+ mengekspresikan
interferon-γ berkorelasi dengan derajat obstruksi aliran napas, mendukung pernyataan bahwa bersama dengan sel Limfosit T CD8+ memainkan peran dalam patogenesis
PPOK. Fungsi sel Limfosit T CD4+ terutama dimediasi oleh sitokin Th1, yang
mempromosikan migrasi transendothelial sel inflamasi ke lokasi kerusakan.
Perekrutan dan aktivasi sel-sel inflamasi, makrofag, neutrofil, eosinofil, Limfosit T
(43)
antara kemokin CXCL10 (atau IP-10) dan CXCL9 (atau MIG), disekresikan oleh sel
T, dan reseptor CXCR3, ditemukan di makrofag alveolar, meningkatkan produksi
matriks metalloproteinase-12 oleh sel-sel ini sehingga menyebabkan kerusakan
paru-paru.
31
(44)
2.4. Kerangka konsep
2.5. Hipotesa
Terdapat perbedaan nilai sel limfosit T CD8+ pada penderita PPOK dan
laki-laki dewasa sehat perokok. Hambatan
Aliran Udara
Dewasa Sehat Perokok
Penyakit Paru Kronik Gejala Klinis
Empisema
PPOK Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D
Faktor Resiko 1. Asap rokok 2. Polusi Udara 3. Stres oksidatif 4. Gen
5. Tumbuh kembang paru
Asap rokok Lama paparan
Inflamasi Peningkatan CD8+ Dektruksi Alveolar
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis & Klasifikasi
Radiologi Spirometri
(45)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain PenelitianPenelitian ini dilakukan secara observasional dengan pendekatan studi potong
lintang (cross sectional). Artinya pada peneletian ini tidak dilakukan suatu perlakuan
pada subjek penelitian dan pengukuran dilakukan hanya satu kali, walaupun tidak
semua subjek harus diperiksa pada hari yang sama.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan. Rencana penelitian ini akan dilaksanakan selama kurun waktu 3 bulan
( April 2013 – Juni 2013 )
3.3. Populasi dan Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi
Populasi penelitan ini adalah semua penderita PPOK yang berobat jalan di
Poli Paru Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan dan sebagai pembanding
adalah dewasa sehat perokok di lingkungan sekitar Rumah Sakit Umum H. Adam
Malik Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
(46)
a. Subjek Penelitian Kriteria Inklusi :
1. Laki-laki dewasa dengan PPOK
2. Tidak sedang eksaserbasi sedang maupun berat.
3. Umur 40 - 75 tahun.
4. Memiliki riwayat merokok dengan Indeks Brinkman ≥ 200. Kriteria Eksklusi:
1. Menderita Asma, SOPT ( Sindroma Obstruksi Pasca TB paru ) atau
riwayat TB Paru dan kelainan penyakit paru lainnya.
2. Tidak sedang menderita penyakit yang disebabkan infeksi ataupun
keganasan.
3. Menderita gangguan neurologik (stroke) dan saraf perifer lain.
4. Menderita gangguan psikiatri.
a. Subjek Kontrol Kriteria Inklusi :
1. Laki-laki dewasa sehat dengan riwayat merokok dengan Indeks
Brinkman ≥ 200.
2. Memiliki pemeriksaan fisik normal.
3. Umur 40 – 75 tahun
Kriteria Eksklusi:
1. Menderita Asma, SOPT ( Sindroma Obstruksi Pasca TB paru ) atau
(47)
2. Tidak sedang menderita penyakit yang disebabkan infeksi ataupun
keganasan.
3. Menderita gangguan psikiatri.
3.4. Besar Sampel
Berdasarkan rata-rata kunjungan pasien PPOK ke poli Paru RSU H. Adam
Malik dalam satu tahun adalah 82 orang, sehingga rata-rata kunjungan diperoleh 7
dalam satu bulan. Sampel pada penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu 30 orang
pasien PPOK dan 30 orang kelompok dewasa sehat perokok sebagai kontrol. Jumlah
total sampel pada penelitian ini sebanyak 60 orang.
Cara pengambilan sampel penelitian dengan consecutive sampling (
non-probability sampling), dimana setiap pasien yang diteliti dan memenuhi kriteria
inklusi diikut sertakan sebagai sampel sampai jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi.
3.5. Prosedur kerja
Peserta yang dipilih untuk mengikuti penelitian ini adalah penderita-penderita
yang memenuhi semua kriteria inklusi dan eksklusi. Data awal peserta dicatat berupa:
nama, umur, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, tinggi badan,
berat badan, riwayat merokok. Untuk penderita PPOK ditambah dengan lama
menderita PPOK, pemakaian obat bronkodilator sehari-hari. Untuk memastikan
peserta adalah penderita PPOK dilakukan seleksi antara lain: berdasarkan diagnosa
rawat jalan dan rawat inap pada status penderita dan dilakukan pemeriksaan ulang
oleh peneliti berupa anamnese, pemeriksaan fisik, foto toraks dan faal paru dengan
(48)
dengan spirometri (VEP1 dan VEP1
3.5.1 Pengambilan sampel darah.
/KVP),) dan pengambilan sampel darah untuk
diperiksa.
Sampel darah pasien berasal dari vena mediana cubiti anterior, diambil
sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan kedalam tabung yang telah berisi anti
koagulansia EDTA untuk diperiksa darah rutin dan jumlah sel limfosit T CD8+ 3.5.2. Pemeriksaan sampel darah.
.
Semua pemeriksaan darah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
penelitian ini dilakukan di laboratorium klinik Prodia Medan.
a. Pemeriksaan darah rutin dilakukan dengan prosedur biasa mengunakan alat
bantu “Cell Counter Sysmex.”
b. Pemeriksaan kuantitatif sel limfosit T CD8
Alat dan Bahan :
+
1. Alat analisa hematologi dan flowcytometry 2. Tabung reaksi
3. Pipet mikro
4. Sampel darah 3 ml yang telah diberi anti koagulansia EDTA
5. Reagensia CD3+FITC/CD8+PE/CD45 per CP untuk pemeriksaan CD8
6. Larutan penghancur untuk melisiskan sel (lysing solution) +
Cara kerja :
(49)
Pertama kali pipet 20 μL reagensia CD3+
FITC/CD8+PE/CD45 per CP dimasukkan kedalam tabung reaksi ,lalu tambahkan 50 μL sampel darah kedalam tabung tersebut, campur hingga rata dan
didiamkan pada suhu kamar selama 15 menit. Setelah itu
tambahkan juga 450 μL larutan penghancur ke dalam tabung tersebut, campur hingga rata dan diamkan selama 15 menit pada
ruangan gelap. Sampel darah siap dilanjutkan untuk pemeriksaan
lebih lanjut dengan flowcytometry untuk menentukan jumlah
absolut sel T CD8+
b. Pemeriksaan dengan flowcytometry.
yang dilakukan dengan bantuan alat analisis
dan program multi fungsi.
Sampel darah yang sudah disiapkan ( telah dilakukan pewarnaan
sel ), diaduk dengan vortex kecepatan rendah untuk mengurangi
agregasi sel sebelum dimasukkan ke dalam flowcytometry. Nilai
normal jumlah sel limfosit T-CD8+
Tabel 4. Nilai Rujukan hasil Pemeriksaan sel T CD8
diadaptasi berdasarkan nilai
rujukan laboratorium BD Biosciences di San Jose, California
tahun 2007 + : Subset Nilai rata-rata Bawah Persentil 25 Atas Persentil 97.5 Limfosit T
CD8+ (sel/μL) 490 190 1140
Limfosit T
(50)
3.6. Kerangka Operasional
3.7. Definisi Operasional
1. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang
menetap (persistent) yang biasanya progresif dan disertai peningkatan
respon inflamasi yang kronik pada paru dan saluran pernapasan terhadap
gas atau partikel berbahaya. Diagnosis PPOK ditegakkan dengan kriteria:
a. Anamnesis:
PPOK Laki-laki dewasa sehat perokok
SPIROMETRI
DARAH RUTIN CD8+ KRITERIA INKLUSI &
EKSKLUSI
- Umur
- Jenis Kelamin - TB,BB
- Riwayat merokok Informed Consent
(51)
-Gejala klinis: sesak napas lebih 2 tahun, batuk, dan produksi dahak.
- Riwayat pajanan terhadap faktor risiko, seperti merokok, pajanan
pekerjaan atau lingkungan
b. Pemeriksaan fisis didapati tanda – tanda di antaranya; inspeksi: bentuk
dada barrel chest, atau normal, penggunaan otot bantu napas, pelebaran
sela iga, hipertrofi otot bantu napas, palpasi: fremitus melemah, sela iga
melebar, perkusi: hipersonor, auskultasi: suara napas vesikuler melemah
atau normal, ekspirasi memanjang.
2. Jumlah sel T CD8+ adalah hasil pemeriksaan kuantitatif sel limfosit T CD8+ dengan menggunakan teknik pemeriksaan flowcytometry yang berasal dari sampel darah penderita PPOK dan laki-laki dewasa sehat
perokok yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dengan satuan jumlah
sel/mm3
3. Dewasa sehat perokok adalah laki-laki sesuai kriteria inklusi yang di
tegakkan berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisis, foto toraks dan
spirometri. .
4. Perokok adalah orang yang telah merokok lebih dari 20 bungkus / tahun
atau 1 batang rokok perhari selama 1 tahun dan masih merokok dalam 1
(52)
5. Derajat berat merokok dihitung dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun yang dikategorikan atas:
a. Ringan: 0 – 199
b. Sedang: 200 – 599
c. Berat: > 600
3.8 Variabel Penelitian
- Variabel tergantung : Nilai CD8
- Variabel bebas : - Pasien PPOK +
- Dewasa sehat
3.9 Analisa Data
Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program
SPSS. Beberapa analisis data yang dilakukan yaitu :
1. Analisis deskriptif karakteristik data penelitian.
2. Uji normalitas untuk menetukan apakah sebaran data normal atau tidak.
3. Analisis komparatif dengan uji beda rata-rata t-independent test dan One Way
ANOVA Test .
3.10. Pengolahan Data
Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan
langkah-langkah berikut :
• Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.
(53)
• Coding : untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka
pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.
• Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.
3.10 Jadwal Penelitian
No KEGIATAN I II III IV V VI
1 Persiapan √
2 Pengumpulan Data √ √
3 Pengolahan Data √
4 Penyusunan Laporan √ √
5 Seminar Hasil √
3.11 Biaya Penelitian
a. Pengumpulan kepustakaan Rp. 1.000.000,-
b. Pembuatan proposal Rp. 1.000.000,-
c. Seminar proposal Rp. 1.000.000,-
d. Pemeriksaan Laboratorium Rp. 12.000.000,-
e. Pemeriksaan Pendukung Rp. 2.000.000,-
f. Pembuatan laporan penelitian Rp. 2.000.000,-
g. Tim pendukung penelitian Rp. 1.000.000,-
h. Seminar hasil penelitian Rp. 1.000.000,-
(54)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.HASILPENELITIAN
Sampel penelitian sebanyak 60 sampel yaitu 30 data penderita PPOK di Poli
Rawat jalan dan Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan/Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU dan 30 data laki-laki sehat yang sesuai
kriteria inklusi di lingkungan RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Mei - Juli
2013. Data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel seperti tersebut di bawah ini
4.1.1. KARAKTERISTIK PENDERITA
Dari subjek penelitian,baik dari penderita PPOK maupun kelompok pembanding
dewasa sehat didapati sebanyak 30 orang ( 100% ) pasien PPOK adalah laki-laki
dan 30 orang (100%) kelompok dewasa sehat adalah laki-laki. ( Tabel 4.1)
Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Kelompok
Total Sehat PPOK
N % n % N %
Laki-laki 30 100 30 100 60 100
Perempuan 0 0 0 0 0 0
(55)
Berdasarkan kelompok umur, karakteristik penelitian ini didapat bahwa pada
penderita PPOK terbanyak umur diatas 60 tahun sebanyak 17 orang (56.7%), umur
50-59 tahun sebanyak 10 (33.3%), umur 40-49 tahun sebanyak 3 orang (10.0%)
sedangkan pada sampel pembanding dewasa sehat perokok didapat umur diatas 60
tahun sebanyak 3 orang (10.0%), umur 50-59 sebanyak 9 orang (30.0%) dan
sebanyak 18 orang (60.0%). (Tabel 4.2)
Tabel 4.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur
Umur (thn)
Kelompok
Total Sehat PPOK
N % N % N %
40 – 49 18 60.0 3 10.0 21 35.0 50 – 59 9 30.0 10 33.3 19 31.7
≥ 60 3 10.0 17 56.7 20 33.3 Total 30 30.0 30 100.0 60 100.0
Tabel 4.3. Distribusi subjek penelitian berdasarkan status merokok Riwayat
Merokok
Kelompok
Total Sehat PPOK
n % N % N %
Masih merokok 28 93.3 30 0.0 58 96.7 Berhenti
merokok 2 6.7 0 100.0 2 3.3 Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0
Dari penelitian ini didapati riwayat merokok pada subjek sehat yang masih
merokok sebanyak 28 orang (93.3%) dan subjek PPOK didapati 30 orang (100%)
masih merokok.Dan pada kelompok sehat didapati 2 orang (6.7%) sudah berhenti
(56)
Tabel 4.4. Distribusi subjek penelitian berdasarkan Indeks Brinkman
Indeks Brinkman
Kelompok
Total Sehat PPOK
N % N % N %
Ringan (0 – 199) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Sedang (200 – 599) 14 46.7 10 33.3 24 40.0 Berat: (≥600) 16 53.3 20 66.7 36 60.0 Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0
Berdasarkan derajat Indeks Brinkman, penderita terbanyak adalah kelompok
dengan derajat berat sebanyak 16 orang (53,3%) pada subjek sehat dan 20 orang
(66.7%) pada subjek PPOK ( Tabel 3)
Tabel 4.5 Distribusi subjek penelitian berdasarkan nilai FVC
FVC (%)
Kelompok
Total Sehat PPOK
N % N % N %
Normal (> 80%) 26 86.7 3 10.0 29 48.3 Restriksi Ringan (80-50%) 4 13.3 18 60.0 22 36.7 Restriksi Sedang (49-30%) 0 0.0 5 16.7 5 8.3
Restriksi Berat (< 30%) 0 0.0 4 13.3 4 6.7 Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0
Berdasarkan nilai dari FVC, pada subjek penelitian PPOK didapati yang
mengalami restriksi ringan sebanyak 18 orang (60%) dan subjek sehat sebanyak 4
orang (13.3%), sedangkan restriksi sedang 5 orang (16.7%) , restriksi berat 4 orang
(57)
Tabel 4.6. Distribusi Penderita berdasarkan nilai FEV1/FVC Derajat Obstruksi
(Nilai FEV1/FVC)
Kelompok
Total Sehat PPOK
n % n % n % Normal 30 100.0 0 0.0 30 50.0 Gold 1 : VEP1 ≥ 80% prediksi 0 0.0 5 16.7 5 8.3 Gold 2 : 50 % ≤ VEP1 < 80% prediksi 0 0.0 18 60.0 18 30.0 Gold 3 : 30 % ≤ VEP1 < 50% prediksi 0 0.0 4 13.3 4 6.7 Gold 4 : VEP1< 30% prediksi 0 0.0 3 10.0 3 5.0 Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0
Berdasarkan dari nilai FEV1/FVC pada kedua kelompok subjek penelitian, di dapat
derajat obstruksi dimana pada kelompok sehat sebanyak 30 orang (100%) normal.
Pada subjek PPOK didapat 5 orang (16.7%) mengalami obstruksi ringan, 18 orang
(60%) mengalami obstruksi sedang, 4 orang (13.3%) obtruksi berat dan 3 orang
mengalami obstruksi sangat berat.
4.1.2. PERBANDINGAN NILAI LIMFOSIT T-CD8+ PADA DEWASA SEHAT DAN PPOK
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapat nilai % Limfosit pada pasien PPOK
dengan rerata 16.72 ( SD 12.33) dan pada dewasa sehat rerata 31.61 (SD=8.77)
dengan p value < 0.001 yang berarti terdapatnya perbedaan bermakna antara rerata
% limfosit pada pasien PPOK dengan dewasa sehat ( Tabel 4.7)
Tabel 4.7. Perbandingan nilai % Limfosit pada PPOK dan Dewasa sehat
N Rerata ± SD P
PPOK 30 16.72 (12.33) < 0.001 Dewasa Sehat 30 31.61 (8.77)
Karena nilai p < 0.05 maka terdapat perbedaan rerata % limfosit yang bermakna antara kelompok PPOK dan kelompok dewasa sehat.
Perbandingan nilai absolut Limfosit T-CD8+ pada pasien PPOK didapat rerata
(58)
0.001 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara rerata nilai absolut limfosit
T-CD8+
Tabel 4.8. Perbandingan nilai Absolut Limfosit T-CD8 pada pasien PPOK dengan dewasa sehat ( Tabel 4.8)
+
pada PPOK dan Dewasa sehat.
N Rerata ± SD P
PPOK 30 353.7 (257.75) < 0.001 Dewasa Sehat 30 592.93 (221.19) *uji t tidak berpasangan.
Karena nilai p <0.05 maka terdapat perbedaan rerata absolute CD8+ yang bermakna antara kelompok PPOK dan kelompok dewasa sehat.
Nilai % CD8+ pada pasien PPOK dengan rerata 23.07 ( SD 11.32) dan pada dewasa
sehat rerata 21.77 (SD 5.2) dengan p value 0.982 yang berarti tidak ada perbedaan
bermakna antara % CD8+
Tabel 4.9. Perbandingan nilai % CD8
pada pasien PPOK dan dewasa sehat.(Tabel 4.9)
+
pada PPOK dan Dewasa sehat.
N Rerata ± SD P
PPOK 30 23.07 (11.32) 0.982
Kontrol 30 21.77 (5.2)
*uji Mann-Witney
Karena nilai p > 0.05 maka tidak ada perbedaan bermakna antara % CD8+ kelompok PPOK dan % CD8+ kelompok dewasa sehat sebagai pembanding.
4.2. Pembahasan
Pada penelitian ini seluruh subyek penelitian berjumlah 60 orang yang
terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok PPOK dan kelompok pembanding
dewasa sehat perokok. Keseluruhan subyek telah mendapatkan penjelasan dan
menandatangani persetujuan mengikuti penelitian. Pada penelitian ini semua subjek
penelitian yang berjumlah 60 orang (100%) berjenis kelamin laki - laki. Menurut
penelitian Yusuf, tahun 2010, penderita berjenis kelamin laki – laki lebih banyak
(59)
125 orang (86,8%) di RSU Tembakau Deli dan sebanyak 270 orang (65,7%) di RSU
Pirngadi Medan.11 Penelitian Anggraini pada tahun 2011 di RSUP. H. Adam Malik
dan RS. PTP Medan mendapatkan bahwasanya keseluruhan penderita PPOK adalah
laki – laki.
Berdasarkan ini dapat digambarkan bahwa pasien PPOK lebih banyak laki -
laki daripada perempuan. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada
laki – laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 54,5% penduduk laki-laki
merupakan perokok dan hanya 1,2% perempuan yang merokok.
32
Berdasarkan umur, penderita PPOK yang mengikuti penelitian ini terbanyak
diantara umur diatas 60 tahun sebanyak 17 orang (56.7%). Berdasarkan usia,
penelitian Yusuf, tahun 2010 menunjukkan proporsi usia tertinggi adalah usia lebih
dari 60 tahun pada ketiga rumah sakit yaitu 52 orang (63,4%) di RS. Haji Adam
Malik, 95 orang (66%) di RS Tembakau Deli dan 259 orang (63%) di RS Pirngadi
Medan dan penelitian Anggraini pada tahun 2011 mendapatkan hasil rerata umur
antara kelompok perlakuan 64,94 tahun dan kelompok kontrol 66 tahun.
1
11,32
Hal
serupa juga ditemukan pada penelitian Wihastuti dkk yang mendapatkan rerata usia
penderita PPOK adalah 65,4 tahun dan penelitian Abidin dkk yang mendapatkan
rerata usia penderita PPOK 66,2 tahun. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. di
ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007
menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah
81 tahun. PPOK lebih sering pada yang masih aktif merokok dan bekas perokok dan
(60)
berhubungan erat PPOK, merokok dapat menyebabkan PPOK dengan mengurangi
fungsi paru secara cepat
. Berdasarkan status merokok, pada penelitian ini didapat pada subjek PPOK
30 orang ( 100%) telah berhenti merokok dan pada subjek dewasa sehat 28 orang
(93.3%) masih merokok dan 2 orang (6.7%) telah berhenti merokok. Penelitian
Yusuf, tahun 2010 menunjukkan hasil dengan proporsi penderita tertinggi
berdasarkan status merokok pada ketiga rumah sakit adalah bekas perokok yaitu
63,4% di RSUP.H. Adam Malik, 59% di RS Tembakau Deli dan 45,5% di RS
Pirngadi Medan.11 Pada penelitian Anggraini, ditemukan semua penderita PPOK
memiliki riwayat merokok, 16 orang dari kelompok perlakuan sudah berhenti
merokok dan 3 orang dari kontrol yang masih merokok.32
Berdasarkan Indeks Brinkman pada penelitian ini, pada subjek PPOK yang
terbanyak adalah dengan derajat berat ( ≥ 600) sebanyak 20 orang (66.7%) dan dengan derajat sedang (200 – 599 ) sebanyak 10 orang (33.3%), sedangkan pada
subjek sehat terbanyak pada derajat berat sebanyak 16 orang (53.3%) dan derajat
sedang sebanyak 14 orang (46.7%). Penelitian Yusuf, tahun 2010 menunjukkan
proporsi penderita tertinggi berdasarkan derajat merokok/Indeks Brinkman dari
ketiga rumah sakit adalah derajat berat yaitu 90,5% di RSUP Haji Adam Malik, 75%
di RS Tembakau deli dan 68,7% di RS Pirngadi Medan.
11
Penelitian Anggraini tahun
2011 mendapatkan hasil rerata Indeks Briksman dari kelompok perlakuan adalah
510,38 dan kontrol adalah 600,44.32 Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK
atau kanker paru berkisar antara 20 – 25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK
(61)
hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang
ditimbulkan akan lebih besar. Indeks Brinkman yang semakin besar pada penderita
PPOK, akan memperburuk PPOK itu sendiri.
Berdasarkan penelitian ini, nilai VEP
1
1 dan derajat obstruksi pada subjek
PPOK terbanyak adalah nilai 50% < VEP1 < 80% prediksi dengan derajat obstruksi
berat (GOLD 2) sebanyak 18 orang (60%), kemudian nilai VEP1 ≥80% prediksi
dengan derajat obstruksi ringan (GOLD 1) sebanyak 5 orang (16.7%), nilai 30% <
VEP1 < 50% prediksi dengan derajat obstruksi sedang (GOLD 3) sebanyak 4 orang
(13.3%) serta nilai VEP1 < 30% prediksi dengan derajat obstruksi sangat berat
(GOLD 4) sebanyak 3 orang (10%), sedangkan pada dewasa sehat 30 orang (100%)
tidak didapati tanda-tanda obstruksi dari spirometri. Penelitian Yusuf pada tahun
2010 menunjukkan hasil terbanyak penderita PPOK dengan derajat berat sebanyak 46
orang (56,1%) di RSUP. HAM dan sebanyak 65 orang (45,1%) di RS. Tembakau
Deli.11 Pada penelitian Anggraini tahun 2011, derajat PPOK, mendapatkan hasil
derajat PPOK sangat berat pada kelompok perlakuan (62,5%) dan kelompok kontrol
(56,25) merupakan peserta penelitian terbanyak.32 Jumlah pasien PPOK sedang
hingga berat di Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%.
(62)
Gambar 4.1. Gambaran rerata % Limfosit pada PPOK dan Dewasa sehat
Pada penelitian ini, didapat nilai % Limfosit pada pasien PPOK dengan
rerata 16.72 ( SD=12.33) dan pada dewasa sehat rerata 31.61 (SD=8.77) dengan p
value < 0.001 yang berarti terdapatnya perbedaan bermakna antara rerata % limfosit
pada pasien PPOK dengan dewasa sehat ,dimana jumlah % limfosit pada dewasa
sehat perokok lebih tinggi dibanding dengan PPOK. Hal ini sama dengan penelitian
yang dilakukan Koch A dkk tahun 2007 di Jerman pada 12 orang PPOK dan 14 orang
dewasa sehat perokok menemukan bahwa rerata jumlah limfosit pada dewasa sehat
perokok 29.7± SD 1.5 dan pasien PPOK 22.9± SD 1.5 (p= < 0.001) 35 0
5 10 15 20 25 30 35
PPOK Dewasa Sehat
Rerata % Limfosit PPOK : 16.72
Dewasa Sehat :31.61 P < 0.001
(63)
Gambar 4.2 . Gambaran rerata nilai absolute CD8+ pada PPOK dan dewasa sehat .
Perbandingan nilai absolut Limfosit T-CD8+ pada pasien PPOK didapat rerata 353.7 (
SD 257.75) dan pada dewasa sehat 592.93 (SD 221.19) dengan p value < 0.001 yang
berarti terdapat perbedaan bermakna antara rerata nilai absolut limfosit T-CD8+ pada
pasien PPOK dengan dewasa sehat perokok.
Penelitian Mathai K tahun 2013 di India pada 21 orang PPOK dan 19 dewasa sehat
perokok didapati tidak ada perbedaan statistik yang signifikan dalam subset limfosit
T- CD8 yang ditemukan antara PPOK dan kelompok dewasa sehat.( PPOK
427.7±264.3 ; Kontrol 426.9±193.3 p= 0.470 ).36 Hal ini mirip dengan hasil dari Kim
WD tahun 2011 di Korea pada penelitian dengan 20 orang PPOK dan 20 orang sehat
perokok( Sehat perokok 31.6 ± 7.2 ; PPOK 31.9 ±7.3 p= 0.813)37, dan De Jong
tahun 1997 di Belanda pada 21 orang PPOK dan 9 oang sehat perokok (PPOK 31.2
±9.6 ; Sehat Perokok 29.9 ±6.4 p= )38 yang mengamati bahwa perbedaan antara
subset limfosit T pada pasien PPOK dan perokok tanpa gejala tidak signifikan. 0
100 200 300 400 500 600 700
PPOK Dewasa Sehat
Rerata nilai absolut CD8+
Rerata nilai absolut CD8+
PPOK : 353.7 Dewasa sehat : 592.93 P < 0.001
(64)
4.3 Gambaran rerata nilai % CD8+ pada PPOK dan Dewasa sehat
Pada penelitian ini nilai % CD8+ pada pasien PPOK dengan rerata 23.07 ( SD 11.32)
dan pada dewasa sehat rerata 21.77 (SD 5.2) dengan p value 0.982 yang berarti tidak
ada perbedaan bermakna antara % CD8+ pada pasien PPOK dan dewasa sehat.(Tabel
4.9). Hal ini sesuai dengan penelitian Hodge S.J (2002) pada penelitian dengan
pengambilan darah perifer dari 18 pasien PPOK dan 16 pasien kontrol, mendapati
bahwa sel limfosit T CD8+ sedikit meningkat namun tidak bermakna pada PPOK
dibanding dengn kontrol ( PPOK 31.7±14.3% SD ; Kontrol 26.6±11.2% SD p =
0.049 ).7 Pons J dkk., melakukan penelitian di Spanyol pada 20 orang dewasa sehat
perokok dan 20 pasien PPOK. Umur pasien PPOK sedikit lebih tua (66,4 1,6 tahun)
daripada kelompok dewasa perokok (58,0 1,9 tahun) . Dalam darah, persentase
limfosit T-CD8+ ( 35.2±2,6% dan 34.6±3.0%) adalah sama pada kedua kelompok.
Beberapa teori telah dihipotesiskan berkaitan dengan peran limfosit T CD8+ pada
PPOK. Sebuah hipotesis penting adalah bahwa limfosit T-CD8+ sitotoksik bisa 21
21,5 22 22,5 23 23,5
PPOK Dewasa Sehat
Rerata nilai %CD8+
Rerata nilai %CD8+
PPOK : 23.07 Dewasa sehat: 21.77 P = 0.982
(65)
mempercepat apoptosis yang mengakibatkan kerusakan jaringan paru-paru. Teori lain
menyebutkan bahwa limfosit T CD8+ bisa melepaskan beberapa sitokin proinflamasi,
yang selanjutnya dapat mengaktifkan lebih banyak sel-T dan sel inflamasi lainnya.
Namun, jenis sel T yang diaktifkan dan sitokin yang dilepaskan oleh limfosit T CD8+,
akan menentukan hasil akhir pada PPOK (bronkitis kronis / emfisema).
Dalam penelitian ini, kecenderungan jumlah absolut limfosit T CD8+ lebih
rendah pada pasien dengan PPOK terdeteksi, meskipun itu tidak signifikan secara
statistik (Gambar 4.2). Hal ini mungkin menunjukkan bahwa sel-T yang memainkan
peran penting dalam menjaga batas toleransi perifer dan pencegahan autoimunitas
antara pasien PPOK. Satu penjelasan yang mungkin untuk temuan ini adalah bahwa
limfosit T-CD8+ dapat berkurang didaerah perifer sebagai akibat dari perekrutan
limfosit T-CD8+ ke paru-paru. Karena perubahan ini terjadi pada perokok baik pada
mereka dengan dan tanpa PPOK, limfosit T-CD8+ tidak dengan sendirinya dapat
bertanggung jawab untuk penyakit ini, tetapi bisa memfasilitasi pengembangan
penyakit pada perokok, bersinergi dengan perubahan inflamasi lainnya.
Perbedaan nilai limfosit T-CD8+ pada penelitian ini kemungkinan dipengaruhi
faktor usia, dimana usia diatas 60 tahun produksi limfosit T-CD8+ mulai menurun.
Rata-rata usia pada dewasa sehat perokok pada penelitian ini 47.93 tahun berbeda
dengan pada subjek PPOK dengan rata-rata 60.5 tahun. Keterbatasan penelitian ini
adalah ukuran sampel yang relatif kecil di setiap kelompok sampel sehingga dalam
mendukung hasil dibutuhkan penelitian lebih lanjut dan lebih besar pada sejumlah
besar perokok serta pada pasien dengan PPOK dalam menyelidiki hubungan bagian
(66)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan nilai sel limfosit
T-CD8+
1. Nilai % Limfosit pada pasien PPOK dan dewasa sehat perokok
terdapatnya perbedaan bermakna dengan rerata PPOK 16.72 ( SD
12.33) dan pada dewasa sehat rerata 31.61 (SD=8.77) dengan p value
< 0.001
pada penderita PPOK dengan dewasa sehat dan diperoleh kesimpulan, sebagai
berikut :
2. Perbandingan nilai absolut Limfosit T-CD8+
3. Nilai % CD8
pada pasien PPOK dan
dewasa sehat perokok terdapat perbedaan bermakna dimana PPOK
rerata 35.3.7 ( SD 257.75) dan dewasa sehat 592.93 (SD 221.19)
dengan p value < 0.001
+
5.2SARAN
pada pasien PPOK dan dewasa sehat perokok tidak ada
perbedaan bermakna dengan hasil PPOK rerata 23.07 ( SD 11.32) dan
dewasa sehat rerata 21.77 (SD 5.2) dengan p value 0.982
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara peningkatan
nilai sel limfosit T CD8+
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan jumlah sampel yang lebih besar
dengan rerata usia yang sama.
(67)
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sampel penelitian dewasa
sehat, mengenai kemungkinan penyakit paru yang dideritanya dengan
peningkatan dari nilai sel limfosit T CD8+
4. Pemberian edukasi pada dewasa sehat tentang bahaya merokok. .
(1)
12. WHO. Global Tuberculosis control : Epidemiology, strategy, financing. WHO report.WHO/HTM/TB/2009. Geneva, Switzerland. 2009
13. Ave Nagelmann, Ali Tonnov, Toivo Laks, Ruth Sepper, Kaiu Prikk. Lung Dysfunction of Chronic Smokers with No Signs of COPD. Journal of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, 8:189–195, 2011
14. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Berhenti Merokok,. Pedoman penatalaksanaan untuk dokter di Indonesia; 2003.
15. Gauderman,W.J., McConnel,R., Gilliland,F., London.,S.,Thomas,D., Avol,E., Association between air pollution and lung function growth in Southern California Chlidren. Am J Respir Crit Care Med 162: 1383-90. 2000
16. Maranatha D. Penyakit paru obstruksi kronik . In: Alasgaff H, Wibisono M.J., Winariani, eds. Buku ajar penyakit paru. Surabaya: Gramik FK Unair; 2004: 29-41.
17. Robert A. Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Clinical Course and Management. In Fishman’s Pulmonary Disease and disorder. 4th ed. Philadelphia: MCGraw-Hill;2007:p.731-33.
18. Soeroso LS. Mutiara Paru.Atlas Radiologi dan Ilustrasi kasus. Buku Kedokteran EGC 2007;I: 45.
19. Raherison C, Girodet P.O. Epidemiology of COPD. Eur Respir Rev 2009; 18114: 213-221.
20. Sin D.D., Anthonisen N.R., Soriano J.B., Agusti A.G. Mortality in COPD.Eur Respir J 2006; 28: 1245-1257.
21. Viegi G, Pistelli F, Maio S, Baldacci S, Carrozzi L. Definition, Epidemiology and Natural History of COPD. Eur Respir J 2007; 30: 993-1013
22. T.S. Lapperre, D.S. Postma, M.M.E. Gosman, J.B. Snoeck-Stroband, N.H.T. Hacken, P.S. Hiemstra, W. Timens, P.J. Sterk, T. Mauad. Airway pathology in COPD: Smoking cessation and pharmacological treatment intervention Results from the GLUCOLD study.
23.Stockley RA. Neutrophil and protease/antiprotease imbalance. Am J Respir Crit Care Med 1999;160:S49-S52.
(2)
Relationship with neutrophilsand airway function. Am J Respir Crit Care Med
1999;160:1486-1492.
25.Sommerhoff CP. Mast cell tryptases and airway remodeling. Am J Respir Crit Care Med 2001;164:S52-S58
26.Burgel PR, Nadel JA. Roles of epidermal growth factor receptor activation in epithelial cell repair and mucin production in airway epithelium. Thorax
2004;59:992-996.
27. Baratawidjaya, K.G., Rengganis I. Imunologi Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.2009
28. Terence C O'Shaughnessy, Tareq W.Ansari, Neil C Barnes, Peter K Jeffery. Inflammation in Bronchial Biopsies of Subjects withChronic Bronchitis: Inverse Relationship of CD8+ T Lymphocytes with FEV1. Am J Respir Crit Care Med Vol 155. pp 852-857, 1997
29. Barnes PJ, Shapiro SD, Pauwels RA. Chronic obstructive pulmonary disease: molecular and cellular mechanisms. Eur Respir J 2003;22:672-88
30. Majo J, Ghezzo H, Cosio MG. Lymphocyte population and apoptosis in the lungs of smokers and their relation to emphysema. Eur Respir J 2001;17:946-53.
31. Cosio MG, Saetta M, Agusti A. Immunologic aspects of chronic obstructive pulmonary disease. N Engl J Med 2009; 360:2445-54.
32.Ritonga A. Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Index di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan (tesis). Medan : Program Pendidikan Dokter Spesialis dan Magister Kedokteran I. Penyakit Paru FK USU. 2011
33.Koch A, Gaczkowski M, Sturton G, et al. Modification of surface antigens in blood CD8+ T-lymphocytes in COPD: effects of smoking. Eur Respir J. 2007; 29:42-50.
34.Mathai K.R.T.,Bhat Shitha. Blood T-Cell Populations in COPD, Asymptomatic Smokers and Healthy Non-Smokers in Indian subpopulation- A Pilot Study Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2013 June, Vol-7(6): 1109-1113
35. Kim WD, Kim WS, Koh Y, et al. Abnormal peripheral blood T-lymphocyte subsets in a subgroup of patients with COPD. Chest. 2002;122:437-44.
(3)
36.De Jong JW, Gritter B, Koeter GH, et al. Peripheral blood lymphocyte cell subsets in subjects with chronic obstructive pulmonary disease: association with smoking, IgE and lung function. Respir Med. 1997;91:67-76.
37. Pons J, Sauleda J, Ferrer JM, et al. Blunted γδ T lymphocyte response in chronic
obstructive pulmonary disease. Eur Respir J. 2005; 25:441-6.
38. Gadgil A, Zhu X, Sciurba FC, Duncan SR. Altered T-cell phenotypes in COPD.
(4)
LAMPIRAN 1
STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN :
Judul Penelitian : Perbandingan nilai CD8+ pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis dengan laki-laki dewasa sehat perokokkdi RSUP H.Adam Malik Medan.
No :
RS/No.RM : Tanggal :
DATA PRIBADI
1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Telepon
5. Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 6. Tinggi badan (cm) / Berat badan
(kg)
... cm ...kg
7. Riwayat pendidikan 1.SD 2. SMP 3.SMA 4.PT 5. .... 8. Riwayat pekerjaan
9. Lama menderita PPOK ... tahun
10. Riwayat merokok 1. tidak pernah 2. sudah berhenti (....thn) 3. masih merokok 4.perokok pasif 11.Jumlah merokok/lama
merokok/jenis
...batang/hari ... thn, jenis :
12.Riwayat penggunaan obat
PEMERIKSAAN UMUM
(5)
Tanda-tanda vital Tekanan darah Denyut nadi Frekuensi nafas Fisik diagnostik Auskultasi : Atas Tengah Bawah
PEMERIKSAAN FAAL PARU (SPIROMETRI)
Faal paru VEP1
VEP1 % prediksi KVP
KVP % prediksi VEP1/KVP
PEMERIKSAAN DARAH RUTIN
Haemoglobin Leukosit % Limfosit
PEMERIKSAAN CD8+
Jumlah sel T CD8+ ___________ Sel / mm3
Persentase Nilai CD8+ ___________ %
(6)
Nama Peneliti : Desmonia Trisius Damanik
Pembimbing : dr. Pandiaman Pandia , MKed (Paru) ,Sp.P(K) dr. Amira Permatasari Tarigan,MKed (Paru), Sp.P Prof.Dr. Albiner Siagian, MSi.