PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA NEGARA SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN GOOD CITIZEN | Muchtarom | 11092 23294 1 SM

543

Moh. Muchtarom: pendidikan karakter bagi warga negara sebagai upaya...

PENDIDIKAN KARAKTER BAGI WARGA NEGARA
SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN GOOD CITIZEN1
Oleh:
Moh. Muchtarom2
Alamat E-mail : muhtarom1974@gmail.com

ABSTRAK
Untuk membentuk karakter warga negara yang baik sekolah harus
memperhatikan sebelas prinsip pendidikan karakter yang efektif; menerapkan
strategi pengembangan pendidikan karakter yang terdiri atas tiga pilar
pendidikan nasional, prinsip-prinsip pengembangan, dan pengembangan
proses pembelajaran; dan dapat menggunakan salah satu model yang tepat
yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan sekolah. Pembentukan
karakter warga negara berdasarkan nilai-nilai religius, cerdas, jujur, tangguh,
demokratis , peduli, berpikir kritis, kreatif dan inovatif, kepatuhan terhadap
norma-norma sosial yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
mandiri dan percaya diri

Keyword: Pendidikan Karakter, Warga negara, Good citizen

1
2

Artikel Pemikiran
Program Studi PPKn FKIP UNS Surakarta

PKn Progresif, Vol. 12 No. 1 Juni 2017
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia merupakan
sebuah bangsa yang memiliki
kekayaan nilai yang terdapat pada
tradisi
dan
kebudayaan
yang
dibangunnya. Namun, dewasa ini
harta kekayaan tersebut sepertinya
belum

bisa
secara
maksimal
membentuk moralitas bangsanya.
Fenomena
kemerosotan
moral
tersajikan hampir setiap hari yang
dilakukan oleh kalangan alit sampai
kawula alit.
Endang Somantri menyatakan
bangsa Indonesia mengalami masamasa discontinue, unlinier, dan
unpredictable , yaitu masyarakat
yang melupakan kontribusi besar
yang telah diberikan oleh para
pahlawan dengan kesejarahannya,
mengalami pendangkalan terhadap
nilai-nilai keyakinan berbangsa dan
beragama, serta rendahnya kerelaan
dalam menjaga keutuhan negara dan

bangsa (Budimansyah & Komalasari
(ed), 2011).
Ada sepuluh tanda-tanda
jaman yang harus diwaspadai,
karena jika tanda-tanda ini sudah
ada, maka sebuah bangsa sedang
menuju jurang kehancuran. Tandatanda yang dimaksud adalah : (1)
meningkatnya
kekerasan
dan
perusakan di kalangan remaja, (2)
semakin kaburnya pedoman moral
baik dan buruk, (3) membudayanya
ketidakjujuran,
(4)
semakin
rendahnya rasa hormat kepada orang
tua dan guru, (5) pengaruh peer-

544


group yang kuat dalam tindak
kekerasan, (6) adanya rasa saling
curiga dan kebencian di antara
sesama, (7) penggunaan bahasa dan
kata-kata yang memburuk, (8)
meningkatnya perilaku merusak diri,
seperti penggunaan narkoba, alkohol
dan seks bebas, (9) rendahnya rasa
tanggung jawab individu dan warga
negara, dan (10) menurunnya etos
kerja (Lickona, 1991).
Keterpurukan
kehidupan
yang menimpa bangsa Indonesia,
penyebab utamanya adalah adanya
dekadensi moral/ akhlak atau
hilangnya karakter bangsa dari
masyarakat. Bangsa ini tidak lagi
mengedepankan dan memperdulikan

nilai-nilai moral kebaikan. Padahal
bangsa yang besar adalah bangsa
yang memiliki modal ilmu dan akhlak
yang mulia. Akhlak yang mulia ini
akan
membangun
kepribadian
individu dan bangsa yang baik dan
berimbas
kepada
peningkatan
kesejahteraan
kehidupan
masyarakat. Within the character of
the citizen, lies the welfare of the
nation (Cicero dalam Megawangi,
2004). Dengan karakter manusia
akan terjaga dalam keseimbangan
dan kestabilan hidupnya, mendidik
dan

mempersiapkan
anak-anak
menjadi individu yang siap dalam
menghadapi segala permasalahan
jamannya dengan penuh tanggung
jawab, mentalitas yang kuat dan
tabah, bersikap dewasa, berpikir

545

Moh. Muchtarom: pendidikan karakter bagi warga negara sebagai upaya...

matang, bekerja menghasilkan karyakarya yang produktif (Borba, 2001).
Melihat kondisi seperti di
atas, maka dunia pendidikan menjadi
tumpuan
harapan
dalam
memperbaiki kondisi bangsa dari
keterpurukan kemanusiaan. Karena,

pada
hakikatnya
pendidikan
bertujuan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi yang ada
pada diri manusia secara optimal.
Adagium
ini
selaras
dengan
pandangan para ahli pendidikan yang
berpendapat bahwa pendidikan
merupakan
tindakan/
usaha
menciptakan
proses
perubahan
sosial, perkembangan pribadi, proses
penyerapan, menciptakan sesuatu

yang dalam
pembangunan dan
pendidikan harus menjadi garda
terdepan dalam perubahan sosial (
Thoha, 1996).
Masalah ini direspons secara
positif oleh para tokoh dan hampir
seluruh
elemen
masyarakat.
Indikasinya yaitu adanya keinginan
dan kesadaran yang sangat kuat
untuk membangun karakter bangsa
dengan
gerakan
sosial
untuk
mengembangkan
pendidikan
karakter.

Dengan
pendidikan
karakter
bagi
warga
negara
diharapkan karakter tidak berhenti
sebagai pengetahuan tetapi menjadi
watak, jati diri, dan kebiasaan dalam
kehidupan seharai-hari individu dan
masyarakat.

PENDIDIKAN KARAKTER
Untuk menghadapi tantangan
kehidupan ke depan, kurikulum
pendidikan harus membawa pesanpesan learning to know, learning to
do, learning to be, dan learning to live
together yang menjadi ciri utama dari
kehidupan manusia di abad 21 yang
berbasiskan pada nilai-nilai moral

(Delors, 1996). Dengan demikian
pendidikan tidak hanya sekedar
transfer of knowledge, namun yang
lebih esensi adalah pendidikan juga
harus
menanamkan
nilai-nilai
karakter pada peserta didik yang
berperan sebagai subjek dalam
pembangunan berkelanjutan. Hal ini
sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003
dengan sinyal-sinyalnya yang kuat
mengarah kepada proses pendidikan
karakter.
Ada beberapa penamaan
nomenklatur untuk merujuk kepada
kajian pembentukan karakter peserta
didik, tergantung kepada aspek
penekanannya. Di antaranya yang
umum dikenal ialah: Pendidikan

Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan
Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan
Pendidikan Karakter itu sendiri
(Samsuri, 2011). Masing-masing
penamaan kadang-kadang digunakan
secara saling bertukaran (interexchanging),
misal
pendidikan
karakter juga merupakan pendidikan
nilai atau pendidikan relijius itu
sendiri (Kirschenbaum, 2000).
Sebagai kajian akademik,
pendidikan karakter tentu saja perlu

PKn Progresif, Vol. 12 No. 1 Juni 2017
memuat syarat-syarat keilmiahan
akademik seperti dalam konten (isi),
pendekatan dan metode kajian. Di
sejumlah negara maju, seperti
Amerika Serikat terdapat pusat-pusat
kajian
pendidikan
karakter
(Character Education Partnership;
International Center for Character
Education). Pusat-pusat ini telah
mengembangkan model, konten,
pendekatan dan instrumen evaluasi
pendidikan karakter. Tokoh-tokoh
yang
sering
dikenal
dalam
pengembangan pendidikan karakter
antara lain Howard Kirschenbaum,
Thomas Lickona, dan Berkowitz.
Pendidikan karakter berkembang
dengan
pendekatan
kajian
multidisipliner: psikologi, filsafat
moral/etika,
hukum,
sastra/humaniora.
Pada hakikatnya pendidikan
itu sendiri sudah mencakup tentang
budi pekerti/ karakter (Dewantara,
1962).
Penggunaan
istilah
pendidikan karakter bertujuan untuk
meneguhkan
dan
menguatkan
penanaman karakter melalui proses
pendidikan. Secara umum pendidikan
karakter terdiri dari beberapa faktor,
diantaranya: pertama, adanya usaha
untuk melakukan perubahan melalui
proses pendidikan. Kedua, adanya
proses perkembangan kepribadian
yang
melibatkan
pengetahuan,
perasaan atau kesadaran, dan
tindakan yang melahirkan tingkah
laku positif. Ketiga, adanya nilai-nilai
positif yang ditanamkan kepada

546

peserta didik agar dapat memberikan
manfaat kepada lingkungannya. Dan
keempat,
adanya
keterpaduan
pendidikan dalam menanamkan
nilai-nilai positif kepada peserta
didik.
Dengan demikian, pendidikan
karakter dapat didefiniskan sebagai
usaha
yang
disengaja
dan
direncanakan dengan sadar untuk
melakukan edukasi secara terpadu
terhadap peserta didik berdasarkan
nilai-nilai yang menjadi referensi
bersama di sekolah mengenai nilainilai jati dirinya sebagai manusia dan
menjadi kepribadian yang melekat
sehingga dapat memberikan manfaat
kepada lingkungannya.
Pendidikan
karakter
di
sekolah akan berjalan dengan baik,
apabila seluruh elemen yang ada
khususnya
pimpinan
sekolah
berkomitmen
dan
memiliki
pemahaman visi, misi, tujuan, dan
program kerja yang sama dalam
membentuk dan mengembangkan
karakter peserta didik. Pernyataan
tersebut sesuai dengan pernyataan
Buchory dan Swadayani (2014)
bahwa hal yang paling pertama
dalam implementasi pendidikan
karakter
di
sekolah
adalah
menentukan visi dan misi lembaga
pendidikan tersebut .
Visi dan misi lembaga
pendidikan menjadi prasyarat sebuah
program
pendidikan karakter di
sekolah. Pendidikan karakter di
sekolah
mencoba
memetakan

547

Moh. Muchtarom: pendidikan karakter bagi warga negara sebagai upaya...

momen-momen khusus yang dapat
terjadi dalam lingkup pergaulan di
sekolah yang dapat menjadi tempat
praktis pendidikan karakter itu dapat
dlaksanakan.
Tempat-tempat
tersebut antara lain adalah gagasan
tentang sekolah sebagai wahana
aktualisasi
nilai,
yakni
setiap
perjumpaan adalah momen bagi
pendidikan
nilai,
wawasan
wiyatamandala pada masa orientasi
sekolah,
manajemen
kelas,
penegakan disiplin di sekolah,
pendampingan
perwalian,
pendidikan
agama,
pendidikan
jasmani,
pendidikan
estetika,
pengembangan kurikulum secara
integratif.
Keterlibatan seluruh elemen
pendidikan tersebut juga ditopang
dengan membangun suasana moral
(moral culture), keteladanan dari
pendidik dan tenaga kependidikan,
dan intervensi sekolah dalam bentuk
aktifitas pembelajaran yang sistemik,
terpadu, dan interkoneksi. Dalam
pembentukan karakter peserta didik
terdiri dari dari tiga komponen yang
tidak bisa terpisahkan, yaitu moral
knowing, moral feeling, dan moral
action (Lickona, 1991).
Adapun
penjelasannya
sebagai berikut; pertama, moral
knowing
(pengetahuan
moral).
Pendidik
mengajarkan
tentang
pengetahuan moral kepada peserta
didik agar muncul kesadaran tentang
moral (moral awareness), mengetahui
nilai-nilai moral (knowing moral

values),
mampu
menentukan
perspektif
(perspective-taking),
menghidupkan penalaran moral
(moral reasoning), berani membuat
keputusan (decision-making), dan
memahami
diri
sendiri
(selfknowledge).
Kedua,
moral
feeling
(perasaan
moral).
Pengetahuan
moral tidak cukup untuk membentuk
karakter peserta didik, karena
seringkali seseorang yang telah
mengetahui suatu kebenaran, belum
menjamin
dirinya
akan
melaksanakan. Maka pendidik harus
mampu membina sisi emosional
karakter peserta didik dengan cara
menajamkan hati nurani (conscience),
meningkatkan penghargaan diri (selfesteem), memunculkan rasa empati
(empathy), tumbuh rasa cinta pada
kebaikan
(loving
the
good),
meningkatkan kontrol diri (selfcontrol), dan terbentuk kerendahan
hati (humility).
Ketiga, moral action (tindakan
moral). Peserta didik yang telah
memiliki kualitas moral intelektual
dan emosional kemungkinan besar
akan
termotivasi
untuk
melaksanakan tindakan yang benar
secara sepontan sesuai dengan apa
yang mereka ketahui dan rasakan
sehingga menjadi perilaku dan
mengkarakter pada dirinya. Peserta
didik melakukan kebaikan-kebaikan
secara spontan karena dipengaruhi
oleh kompetensi (competence) moral
yang dimiliki, adanya kehendak (will)

PKn Progresif, Vol. 12 No. 1 Juni 2017
untuk berbuat baik, dan kebiasaan
(habit) yang selalu dilakukannya.
Namun, akan lebih kuat lagi apabila
ada contoh kehidupan yang dapat
diteladaninya dari manusia dewasa
yang ada di sekelilingnya.
Pendidikan karakter yang
efektif di sekolah berlandaskan pada
sebelas prinsip (Lickona, 2007). 1)
mempromosikan nilai-nilai dasar
etika sebagai basis karekter; 2)
mengidentifikasi karakter secara
komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku; 3)
menggunakan
pendekatan
yang
tajam, proaktif dan efektif untuk
membangun
karakter;
4)
menciptakan komunitas sekolah yang
memiliki kepedulian; 5) memberikan
kesempatan kepada peserta didik
membangun karakter mereka dan
membantu mereka untuk sukses; 6)
memiliki
cakupan
terhadap
kurikulum yang bermakna dan
menantang yang menghargai semua
peserta didik; 7) mengusahakan
tumbuhnya motivasi dari para
peserta didik; 8) memfungsikan
seluruh
staf
sekolah
sebagai
komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan
karakter dan setia pada nilai-nilai
dasar yang sama; 9) adanya
pembagian kepemimpinan moral dan
dukungan luas dalam membangun
inisiatif pendidikan karakter; 10)
memfungsikan keluarga dan anggota
masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter; dan 11)

548

mengevaluasi
karakter
sekolah,
fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
pendidikan karakter dan manifestasi
positif dalam kehidupan peserta
didik.
Pembinaan
kepribadian
warga negara yang efektif, sekolah
harus
menerapkan
strategi
pengembangan pendidikan karakter
yang terdiri atas
tiga pilar
pendidikan nasional, prinsip-prinsip
pengembangan, dan pengembangan
proses pembelajaran (Budimansyah,
2010). Pertama, mengintegrasikan
tiga pilar pendidikan nasional.
Pendidikan karakter di sekolah harus
melibatkan pilar keluarga dan
masyarakat secara sistemik dan
terpadu
melalui
pendekatan
intervensi dan habituasi. Pendekatan
intervensi dalam pendidikan karakter
dilaksanakan
dengan
cara
memasukan
nilai-nilai
karakter
dalam pembelajaran pada semua
mata pelajaran yang melahirkan
dampak instruksional (instructional
effect) maupun pengiring (nurturant
effect). Sekolah juga menyusun
program
untuk
menyelaraskan
pendidikan karakter antara sekolah
dengan keluarga dan masyarakat.
Misalnya, pemberlakuan jam belajar,
buku
penghubung,
kunjungan,
seminar/ workshop, pelibatan orang
tua dan masyarakat dalam kegiatan
sekolah, membuat website sebagai
pusat informasi maupun sumber
belajar, dan lain-lain. Habituasi
merupakan salah satu pendekatan

549

Moh. Muchtarom: pendidikan karakter bagi warga negara sebagai upaya...

untuk membentuk karakter peserta
didik
dengan
membiasakannya
melakukan nilai-nilai kebaikan. Dari
kebiasaan ini diharapkan akan
mengkarakter pada diri peserta didik,
pembiasaan ini harus seirama antara
sekolah, keluarga dan masyarakat.
Kedua,
prinsip-prinsip
pengembangan. Pendidikan karakter
dapat
dikembangkan
dengan
memperhatikan
program
yang
berkelanjutan secara terintegrasi dari
level pendidikan yang paling dasar
sampai atas; mengintegrasikan dalam
kegiatan intrakurikuler, kokurikuler,
dan ekstrakurikuler; pembinaan
karakter bukan melalui materi yang
diajarkan dalam mata pelajaran
tertentu
atau
pokok
bahasan
tertentu,
melainkan
melalui
internalisasi dalam pembelajaran;
pendidik harus menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan aktif
untuk mengembangkan daya kritis
dan kreatifitas peserta didik.
Ketiga, pengembangan proses
pembelajaran. Pendidikan karakter
harus menciptakan suasana belajar
yang terbuka dan masuk ke dalam
semua mata pelajaran, di dalam kelas
maupun di luar kelas. Pendidikan
karakter dalam pembelajaran di kelas
harus dirancang dalam silabus dan
RPP sebagai instructional effect dan
atau
nurturant
effect
dengan
menerapkan metode, media, dan
evaluasi pembelajaran yang tepat.
Pembentukan karakter peserta didik
juga dapat dilaksanakan di luar kelas

dalam
bentuk
kegiatan
yang
menyenangkan
dan
bermakna,
seperti fieldtrip, outdoor study,
outbound, wisata ruhani, malam bina
ruhiyah, memperingati hari-hari
besar keagamaan, dan sebagainya.
Sekolah juga hendaknya melibatkan
keluarga dan masyarakat untuk
membangun kultur pendidikan yang
kondusif,
agar
peserta
didik
mendapatkan
lingkungan
yang
selaras dan harmoni dalam rangkan
membentuk kepribadian utuh.
Dalam praktiknya, setidaknya
ada 4 model pendidikan karakter
yaitu model otonomi, integrasi,
suplemen, dan kolaborasi: Model
otonomi berupa pendidikan karakter
sebagai mata pelajaran tersendiri.
Model integrasi berupa pendidikan
karakter terpadu dengan mata
pelajaran lain. Model suplemen
berupa pendidikan karakter melalui
kegiatan tambahan yang bersifat
ekstrakurikuler atau kemitraan.
Model kolaborasi dalam bentuk
menggabungkan
ketiga
model
pendidikan karakter ke dalam
seluruh kegiatan sekolah.
PENDIDIKAN KARAKTER WARGA
NEGARA
PKn memiliki misi sebagai
pendidikan demokrasi, pendidikan
hukum,
dan
pendidikan
moral/karakter (Cholisin, 2010). PKn
sebagai
pendidikan
demokrasi
memuat
misi
meningkatkan
kompetensi partisipasi warga negara

PKn Progresif, Vol. 12 No. 1 Juni 2017
untuk
mengembangkan
dan
memelihara sistem politik demokrasi
Pancasila. PKn sebagai pendidikan
hukum
mengandung
misi
menciptakan warga negara yang
berkesadaran hukum. PKn sebagai
pendidikan karakter memiliki misi
utama membentuk warga negara
yang bersikap dan berperilaku yang
sejalan dengan nilai-nilai Pancasila
dan yang berlaku dalam kehidupan
masyarakatnya.
Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) memiliki
visi sebagai nation and character
building, yaitu membangun karakter
manusia Indonesia yang Pancasilais
bagi bangsa Indonesia.
Karakter warga negara yang
baik merupakan tujuan universal
yang ingin dicapai dari pendidikan
kewarganegaraan di negara-negara
manapun di dunia. Meskipun
terdapat
ragam
nomenklatur
pendidikan kewarganegaraan di
sejumlah negara (Kerr, 1999;
Cholisin, 2004; Samsuri, 2004, 2007)
menunjukkan bahwa pembentukan
karakter warga negara yang baik
tidak bisa dilepaskan dari kajian
pendidikan kewarganegaraan itu
sendiri. Sebagai contoh, di Kanada
pembentukan karakter warga negara
yang baik melalui pendidikan
kewarganegaraan diserahkan kepada
pemerintah negara-negara bagian. Di
negara bagian Alberta (Kanada)
kementerian pendidikannya telah
memberlakukan
kebijakan
pendidikan karakter bersama-sama

550

pendidikan
karakter
melalui
implementasi dokumen The Heart of
the Matter: Character and Citizenship
Education in Alberta Schools (2005).
Dalam konteks Indonesia, di
era Orde Baru pembentukan karakter
warga negara nampak ditekankan
kepada mata pelajaran seperti
Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
maupun Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) bahkan
Pendidikan
Sejarah
Perjuangan
Bangsa (PSPB). Di era pasca-Orde
Baru, kebijakan pendidikan karakter
pun
ada
upaya
untuk
menitipkannya melalui Pendidikan
Kewarganegaraan
di
samping
Pendidikan Agama.
Dalam
perkembangan
terakhir
sebagai
upaya
agar
pendidikan
karakter
mudah
dilaksanakan telah diidentifikasi
nilai-nilai karakter untuk Mata
Pelajaran PKn meliputi nilai karakter
pokok dan nilai karakter utama. Nilai
karakter pokok Mata Pelajaran PKn
yaitu : Kereligiusan, , Kejujuran,
Kecerdasan
,
Ketangguhan,
Kedemokratisan, dan Kepedulian.
Sedangkan nilai karakter utama Mata
Pelajaran PKn yaitu : Nasionalis,
Kepatuhan pada aturan sosial,
Menghargai keberagaman, Kesadaran
akan hak dan kewajiban diri dan
orang lain, Bertanggung jawab,
Berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif, dan Kemandirian. Nilai-nilai
karakter
utama
ini
dapat
dikembangkan lebih luas, untuk

551

Moh. Muchtarom: pendidikan karakter bagi warga negara sebagai upaya...

upaya memperkokoh fungsi PKn
sebagai pendidikan karakter. (Draf
Panduan Pendidikan Karakter Untuk
Guru Mapel PKn, Direktorat P-SMP,
Dirjen
Dikdasmen
Kementerian
Pendidikan Nasional, 2010).
PENUTUP
Untuk membentuk karakter
warga negara yang baik sekolah
harus memperhatikan sebelas prinsip
pendidikan karakter yang efektif;
menerapkan strategi pengembangan
pendidikan karakter yang terdiri atas
tiga pilar pendidikan nasional,
prinsip-prinsip pengembangan, dan
pengembangan proses pembelajaran;
dan dapat menggunakan salah satu

model yang tepat yang disesuaikan
dengan kondisi dan kemampuan
sekolah.
Pembentukan
karakter
warga negara berdasarkan nilai-nilai
religius, cerdas, jujur, tangguh,
demokratis , peduli, berpikir kritis,
kreatif dan inovatif, kepatuhan
terhadap norma-norma sosial yang
berlaku dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, mandiri dan percaya
diri. Pendidikan karakter bagi warga
negara bukan hanya sekedar wacana
pemanis bibir, namun hendaknya
dapat diimplementasikan dalam
pendidikan
yang
bertujuan
membangun watak atau jati diri
masyarakat bangsa yang bermartabat

DAFTAR PUSTAKA
Borba, M. (2001). Building Moral Intelligence, The Seven Essential Virtues That
Teach Kids to Do the Right Thing. San Francisco: Jossey-Bass
Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press
Budimansyah, D. & Komalasari, K. (Penyunting) (2011). Pendidikan Karakter:
Nilai Inti bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (Penghargaan dan
Penghormatan 70 tahun Prof. Dr. H. Endang Somantri, M.Ed). Bandung:
Widaya Aksara Press
Cholisin. (2004). Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter
Kewarganegaraan, Jurnal Civics, Vol. 1, No. 1, Juni, pp. 14-28
Cholisin. (2010). Membentuk Karakter Dalam Pendidikan Hukum Warga
Negara. Makalah Disampaikan Dalam Seminar Nasional Peran Civil
Society Terhadap Pendidikan Hukum Dan Penegakan Hukum Di
Indonesia Diselenggarakan Oleh Anggota Himnas Pkn Universitas
Negeri Malang Dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Dan
Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang.
Delors, J., et al. (1996). Learning: The Treasure Within, Paris: UNESCO
Dewantara, KH. (1962). Karja Ki Hadjar Dewantara. Jogjakarta: Madjelis Luhur
Persatuan Taman Siswa

PKn Progresif, Vol. 12 No. 1 Juni 2017

552

Kerr, D. (1999). Citizenship Education in the Curriculum: An International
Review, The School Field. Vol. 10, No. 3-4
Kirschenbaum, H. (2000). From Values Clarification to Character Education: A
Personal Journey. The Journal of Humanistic Counseling, Education and
Development. Vol. 39, No. 1, September, pp. 4-20
Lickona, T. (1991). Educating For Character: How Our Schools can Teach Respect
and Responsibility. New York: Bantam Books
Lickona, T, et.al. (2007). Eleven Principles of Effective Character Education. New
York: Character Education Partnership
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk
Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Foundation
Samsuri (2011). Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter? Bahan Sosialisasi Mata
Kuliah Pendidikan Karakter di FISE UNY di Wonosobo
Samsuri. (2004). Civic Virtues dalam Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan
di Indonesia Era Orde Baru Jurnal Civics, Vol. 1, No. 2, Desember.
Samsuri. (2007). Civic Education Berbasis Pendidikan Moral di China. Acta
Civicus, Vol. 1 No. 1, Oktober.
Thoha, M.C. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam.. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar