Analisis Sistem Rujukan Berjenjang Dalam Pelayanan Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) RSUD Kota Subulussalam Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prinsip dasar pembangunan kesehatan di Indonesia dirumuskan dilandaskan
Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang mengatakan
kesehatan adalah hak fundamental setiap warga negara. Menurut UU No. 36
Tahun 2009 bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi
modal terbesar untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini dicapai melalui masyarakat,
bangsa dan Negara Indonesia yang hidup dengan perilaku dan lingkungan yang
sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan setinggitingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2009).
Pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) tahun 2012 menagtur adanya rujukan berjenjang dan menetapkan ada dua
jenis rujukan yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Rujukan medis berkaitan
dengan pengobatan dan pemulihan (pengiriman pasien, specimen, transfer
pengehtahuan). Rujukan kesehatan berkaitan dengan upaya penecegahan dan
peningkatan kesehatan (sarana, teknologi, dan operasional). Namun tidak mudah
mengembangkan RS rujukan medis maupun kesehatan. Kebijakan RS perlu
mendukung sistem tersebut dengan infrastruktur dan sistem yang baik.


1

Universitas Sumatera Utara

2

Berbagai faktor yang mempengaruhi banyak rujukan pelayanan kesehatan di
rumah sakit sekunder diantaranya adalah kompetensi dokter dan sarana prasarana
yang belum mendukung. Selain itu kondisi fasilitas pelayanan juga dapat menjadi
dasar bagi dokter untuk melakukan rujukan demi menjamin keberlangsungan
penatalaksanaan dengan persetujuan pasien.
Usaha ke arah penjaminan kesehatan yang lebih baik lagi sesungguhnya telah
dirintis oleh pemerintah, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak
mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun
demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi dan terbagi-bagi. Biaya
kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Masih banyak masyarakat

yang seharusnya menerima jaminan belum merasakan manfaatnya (Kemenkes,
2013).
Pada tahun 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya
merupakan sistem yang dibuat oleh negara yang bertujuan memberi kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui
sistem ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup
yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau
berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan,

Universitas Sumatera Utara

3

kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun. SJSN juga mengatakan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk dengan dibentuknya program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui satu Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS).
Sesuai dengan Perpres no. 19 tahun 2016 bahwa Jaminan Kesehatan
adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoreh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah. Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan merupakan badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan yang
di implementasikan mulai dari 1 Januari 2014. Mendukung pelaksanaan tersebut,
kementrian kesehatan memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam
reformasi kesehatan dengan kebijakan kepada setiap daerah membuat Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) masing-masing sesuai otonomi daerah.
Dasar pelayanan kesehatan gratis yang dilahirkan oleh Pemerintah Aceh
melalui Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) kepada masyarakat Aceh sudah
berlaku semenjak 1 Juni 2010. Program ini dengan fasilitas pengobatan gratis di
seluruh Rumah Sakit Pemerintah maupun Puskesmas. Program JKA sendiri
akhirnya dikelola PT Askes selaku pihak ketiga mitra pengelola yang
ditandatangani MoU antara Pemerintah Aceh dengan PT Askes pada tanggal 1
Juni 2010.

Universitas Sumatera Utara

4


Menurut Pergub No. 7 tahun 2016, Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh
(JKRA) adalah suatu jaminan berupa perlindungan kesehatan agara peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap penduduk aceh yang
memiliki KTP dan KK Aceh sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan yang iurannya
dibayar oleh pemerintah Aceh. Seluruh penduduk Aceh yang sudah terdaftar
sebagai peserta JKRA dan JKN secara langsung tercover secara langsung menjadi
peserta BPJS PBI kelas III.
Berdasarkan Laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah
peserta JKN di Indonesia hingga Desember 2014 mencapai 133.423.653 jiwa
(53%) dari total penduduk 253.934.048 jiwa dengan peserta terbanyak adalah
peserta penerima bantuan iuran (PBI) sebanyak 95.167.229 jiwa, diikuti oleh
peserta non PBI yang terdiri dari pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima
upah dan bukan pekerja sebanyak 38.256.424 jiwa (Profil Kesehatan
Indonesia,2014).
Jumlah peserta JKN di ACEH hingga Desember 2014 mencapai 4.416.120
jiwa (90%) dari total penduduk 4.906.800 jiwa. Besarnya angka cakupan
kepesertaan JKN tersebut dikarena peserta Jamin Kesehatan Rakyat Aceh sudah
termasuk sebagai peserta JKN (Profil Kesehatan Indonesia,2014).

Berdasarkan data BPJS cabang Kota Subulussalam hingga Desember 2015
dengan peserta JKN 83.280 jiwa (90%) dari total penduduk Kota Subulussalam.
Yang mana penduduk Kota Subulussalam sudah terdaftar sebagai peserta
JKRA.JKRA merupakan jamkesda bagi seluruh rakyat Aceh yang memiliki Kartu

Universitas Sumatera Utara

5

Keluarga dan KTP Aceh. JKRA dibayarkan oleh pemerintah langsung dengan
bayaran kelas III. Pengguna JKRA langsung tercover menjadi pengguna BPJS.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (UU RI
No. 44 Tahun 2009). Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya
ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Untuk
menerapkan pelaksanaan SJSN pada program BPJS, institusi kesehatan terutama
rumah sakit harus menampilkan mutu mereka dalam memberikan pelayanan yang

baik dan tepat kepada konsumen yang berdasarkan standar profesionalisme,
sehingga diharapkan dapat memenuhi harapan masyarakat atau konsumen.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28
tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional,
pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat
diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan
kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat,
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan
pertimbangan ketersediaan fasilitas. Pelayanan obat untuk peserta JKN di fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) dilakukan oleh apoteker di instalasi

Universitas Sumatera Utara

6

farmasi rumah sakit atau apotek sesuai ketentuan perundang-undangan dan
pelayanan obat mengacu pada daftar obat yang tercantum dalam Fornas dan harga
obat yang tercantum dalam e-katalog obat.

RSUD Kota Subulussalam pada awalnya didasarkan dari Surat
Rekomendasi mendirikan RSIA Kota Subulussalam dari Dinas Kesehatan Kota
Subulussalam Nomor : 442/534/Din;49kes-SS/2011, namun dalam perjalanannya
lebih banyak pasien umum yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan belum
adanya rumah sakit umum daerah maka dirubahlah RSIA Kota Subulussalam
menjadi RSUD Kota Subulussalam ditetapkan kelas C dan beroperasi mulai Maret
2015. RSUD Kota Subulussalam merupakan rumah sakit milik Pemerintah
Daerah Kota Subulussalam yang beralamat di Jln. Hamzah Fansuri Dusun
Rahmah Kampong Subulussalam Barat Kecamatan Simpang Kiri Kota
Subulussalam. RSUD Kota Subulussalam memiliki 175 tenaga ahli kesehatan
medis, tetapi 121 (70%) diantaranya merupakan tenaga kontrak. RSUD ini
memiliki 4 dokter umum tetap dan 2 dokter spesialis tetap diantaranya adalah
spesialis bedah dan spesialis obgyn. Begitu juga dengan alat-alat kesehatan yang
tersedia untuk pelayanan pasien masih kurang mendukung dan belum memadai.
Berdasarkan survei pendahuluan pada bulan Januari 2016 di RSUD Kota
Subulussalam penulis memperoleh data rekam medis rumah sakit pada pada bulan
Maret 2015 sampai dengan Mei 2016 yaitu kunjungan pasien baik yang
menggunakan rawat jalan dan rawat inap sebanyak 9.946 jiwa (11%) dari total
penduduk 92.534 jiwa, kunjungan pasien menggunakan pelayanan rujukan
berjenjang sebanyak 834 jiwa (9%). Dalam mendapatkan infromsi pada bagian


Universitas Sumatera Utara

7

pusat infomasi kunjungan pasien masih sangat sulit karena belum terprogram
secara online dan belum tercatat serta diinput dengan e-dokumen di perangkat
elektronik (komputer), melainkan masih menggunakan buku expedesi atau
logbook yang ditulis manual lalu direkap dibagian rekam medis setiap bulannya.
Sepuluh daftar penyakit terbesar yang ada di RSUD ini 1. Kecelakaan Lalu
Lintas; 2. Dispepsia; 3. Hipertensi; 4. Gastro Enteritis; 5. Kejang Demam
Kompleks; 6. CHF; 7. TBC; 8. Diabetes Melitus; 9. DHF; 10. Pneumonia; data ini
penyakit ini juga masih sangat hangat karena tim surveilans di RSUD ini masih
menjadi suatu bagian yang baru saja diadakan beberapa bulan belakangan ini
karena kebutuhan dalam pengembangan mutu dan kualitas rumah sakit. Dalam
pelayanan sistem rujukan belum dapat digolongkan 10 daftar penyakit terbesar
karena penyakit yang dirujuk bukan hanya karena indikasi medis yang tepat
melainkan banyak indikasi lain seperti keinginan sendiri oleh pasien, tidak adanya
dokter di tempat atau sedang ikut seminar, belum mampunya rumah sakit
menangani pasien serta kebiasaan masyarakat yang sejak dulu lebih sering

merujuk langsung keluar dari pada menggunakan pelayanan kesehatan di daerah
sendiri karena meraka merasa kurang memuaskan dan tidak yakin atas
kemampuan rumah sakit dan tenaga medis yang tersedia (Profil RSUD Kota
Subulussalam, 2015).
Rujukan yang diberikan juga tidak sesuai dengan regionalnya atau yang
semestinya, seharusnya pasien yang dirujuk dari RSUD Kota Subulussalam
melanjutkan rujukan ke jenjang faskes tingkat II lanjutan (sekunder) berikutnya
yaitu ke RSU Dr.H.Yulidin Away di Aceh Selatan , Tapak Tuan yang hanya

Universitas Sumatera Utara

8

berjarak 3 jam dari Kota Subulussalam Lalu ke RSUD. Zainal Abidin Banda Aceh
sebagai faskes tingkat III lanjutann (tersier) yang memiliki fasilitas alat kesehatan
dan tenaga medis spesialis yang lengkap yang mampu menangani segala keadaan
yang dibutuhkan. Hal yang terjadi tidak demikian, pasien tidak mau melanjutkan
ke rumah sakit yang berada di aceh selatan melainkan melanjutkan rujukan ke
rumah sakit yang berada di Kota Medan, seperti RS.H.Adam Malik, RSUD Dr.
Pirngadi, bahkan rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan BPJS.

Fenomena ini terjadi karena pasien merasa rumah sakit yang ada di Aceh
Selatan juga belum memiliki mutu yang baik, lebih dekatnya jarak ke Kota Medan
yang hanya harus menempuh jarak 6 jam dari pada harus menempuh jarak 12 jam
ke Kota Banda Aceh, tidak hanya itu yang menjadi alasana para pasien,
kemampuan dan keahlian tenaga medis juga dibutuh saat penegakan diagnosa
yang benar serta keramahan dan etika saat melayani pasien di rumah sakit, karena
pasien juga ingin mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang baik dan puas serta
tidak ragu dengan diagnosa yang mereka terima di rumah sakit yang menjadi
tujuan mereka dengan kemudahan yang mereka dapatkan untuk melanjutkan
jenjang rujukan.
Pemerintah Kota Subulussalam dan pihak rumah sakit juga belum
memiliki kebijakan untuk pembatasan rujukan keluar karena jika dibatasi atau
kakunya peraturan yang dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian, tetapi
jika angka rujukan terus meningkat dan tinggi maka RSUD Kota Subulussalam
akan mengalami kemunduran serta penurunana mutu dan kualitas RSUD Kota

Universitas Sumatera Utara

9


Subulussalam sehingga tidak ada pasien yang ingin berobat karena kemudahan
dalam mendapatkan rujukan ke rumah sakit yang diinginkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Gulo (2015) mengenai analisis rujukan
Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional
menunjukan bahwa ketersediaan sumber daya manusia terhadap proses pelayanan
pemeriksaan penunjang yang mendukung penegakkan diagnosa dokter tidak
berjalan sesuai dengan prosedurnya dan terpaksa dirujuk sehingga menyebabkan
terhadap peningkatan rujukan puskesmas.
Peneltian lain yang dilakukan oleh Manik (2015) mengenai analisis
manajemen rujukan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUD Kota
Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan bahwa ketersediaan sumber daya
manusia (SDM) Kesehatan, sarana prasarana, ketersediaan obat di RSUD Kota
Pinang sudah sesuai standart rumah sakit kelas C. Namun, dalam menangani
rujukan pasien JKN perlu penambahan dokter spesialis, dokter umum, perawat,
dan bidan serta penambahan kamar rawat inap.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi (2015) mengenai
analisis manajemen rujukan pelayana kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) di RSUD TGK Abdullah Syafii Kabupaten Pidie Aceh bahwa tenaga
kesehatan, obat-obatan dan sarana prasaran masih kurang sehingga angka rujukan
di RSUD TGK Abdullah Syafii dengan rincian 21,84% dan dirujuk langsung ke
rumah sakit kelas B.
Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
ingin melihat lebih jauh mengenai analisis sistem rujukan berjenjang dalam

Universitas Sumatera Utara

10

pelayanan kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUD Kota
Subulussalam tahun 2016.
1.2 Perumusah Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana proses yang terjadi pada RSUD Kota
Subulussalam dalam pelayanan sistem rujukan berjenjang pasien peserta BPJS
pada pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kesesuaian pelaksaan rujukan berjenjang dalam pelayanan kesehatan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di RSUD Kota Subulussalam tahun 2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi pimpinan RSUD Kota Subulussalam dalam
memperbaiki pelaksanaan sistem rujukan berjenjang pada pelayanan
kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUD Kota
Subulussalam.
2. Sebagai bahan masukan bagi RSUD Kota Subulussalam dalam rangka
peningkatan pelayana kesehatan agar lebih efektif, proaktif dan juga
mampu

melayani

dan

memberikan

kualitas

terbaik

dalam

mengimplememtasikan sistem rujukan berjejang dengan maksimal
3. Sebagai referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai analisis sistem
rujukan berjenjang.

Universitas Sumatera Utara

11

4. Sebagai referensi yang dapat dijadikan bacaan dan panduan oleh
peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan
dengan analisis pelaksanaan sistem rujukan berjenjang.

Universitas Sumatera Utara