Hubungan Karateristik Dan Persepsi Masyarakat Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terhadap Keikusertaan Menjadi Peserta JKN Di Kota Medan Tahun 2014

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) TERHADAP KEIKUTSERTAAN MENJADI PESERTA JKN

DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

Skripsi

Oleh:

NANCY I. SIHOMBING 101000085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) TERHADAP KEIKUTSERTAAN MENJADI PESERTA JKN

DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memeroleh Gelar Sarjana Kesehatah Masyarakat

Oleh:

NANCY I. SIHOMBING 101000085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

ABSTRAK

Menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu cara untuk memelihara kesehatan bagi warga Indonesia. JKN ini telah dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejak 1 Januari 2014. BPJS merencanakan bahwa tahun 2014 masyarakat Indonesia yang ikut dalam program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mencapai 70% dan ditargetkan tahun 2019 mencapai 100%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat tentang JKN terhadap keikusertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014. Jenis penelitian bersifat analitik ini menggunakan metode cross sectional. Sampel penelitian ini adalah masyarakat yang tidak menjadi peserta jaminan kesehatan pemerintah sebanyak 100 kepala keluarga dari Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Baru, dan Kecamatan Medan Tuntungan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan umur dengan keikutsertaan menjadi peserta JKN (p < 0,001), tidak ada hubungan jenis kelamin dengan keikutsertaan menjadi peserta JKN (p = 0,424). Tetapi jumlah anggota keluarga (p = 0,001), pendidikan (p < 0,001), pekerjaan (p < 0,001), jumlah penghasilan keluarga (p < 0,001) memiliki hubungan dengan keikutsertaan menjadi peserta JKN. Ada sebanyak 72 responden mempunyai persepsi baik terhadap asuransi kesehatan dan JKN. Terdapat pengaruh yang bermakna antara persepsi responden dengan kemauan menjadi peserta JKN. Ternyata warga di Kecamatan Medan Baru lebih banyak terpapar informasi tentang JKN.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar setiap tingkatan pemerintahan untuk memberi informasi JKN kepada warga, petugas puskesmas dan BPJS Kesehatan Kota Medan untuk melakukan penyuluhan dan pertemuan ke lingkungan-lingkungan, BPJS Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan kerja sama lintas sektor, dan kepala lingkungan untuk lebih aktif mendaftarkan warga kelompok umur >58 tahun untuk menjadi peserta JKN.


(5)

ABSTRACT

Becoming member of National Health Insurance (JKN) is one way to maintain Indonesian citizens’ health. This JKN has been operated by Social Insurance Organizer Agency (BPJS) since January 1st 2014. BPJS plan that in 2004 Indonesian citizens who have been join the program of National Social Insurance System (SJSN) will reach 70% and aimed to be 100% in 2019

The purpose of this research is to know the relation between characteristic and perception of citizens about JKN regarding the will to join JKN at Medan in 2014. The type of this research is analytical using cross sectional method. The sample of this research is some citizens that not member of Government’s health insurance, as much 100 family from Kecamatan of Medan Kota, Kecamatan of Medan Baru, and Kecamatan of Medan Tuntungan.

The result of this research shows that, there is connection between ages with the participation to become JKN member (p< 0,001), there is no connection between sex with the participation to become JKN member (p=0.424),but respondent’s family member total (p= 0,001), living place (p< 0,001), education (p< 0,001) occupation (p< 0,001), family salary (p< 0,001) have connection with participation to become JKN member. There 72(72,0%) respondent have a good perception about health insurance and JKN.There is an significant influence between respondent perception with will to join JKN. It turn out to be kecamatan of Medan Baru gain more information than other about JKN.

According the result of the research, it is recommended that every govermental level to give information about JKN to citizens, public health center and Medan city BPJS’ officer to do public counseling and neigboorhood rendezvous, BPJS of Medan to increase cross sector cooperation, and neigboorhood head to be more active registering citizens in above 58 years old category to become JKN member.

Keywords: National Health Insurance (JKN), Family characteristic and perception.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Nancy I. Sihombing

Tempat/Tanggal Lahir : Parapat, 2 Januari 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Lintas Parapat Sibolga, Sitabu, Sipanganbolon, Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon Alamat Kos : Jl. Djamin Ginting Gg. Pelita Jaya No. 1, Medan Riwayat Pendidikan

a) Tahun 1998-2004 : SD Negeri 091469 Sipanganbolon, Parapat b) Tahun 2004-2007 : SMP Negeri 1, Parapat

c) Tahun 2007-2010 : Swasta RK Bintang Timur, Pematangsiantar d) Tahun 2010-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, Medan

Riwayat Organisasi

a) Tahun 2011-2012 : Biro Bidang Organisasi dan Komunikasi

GMKI Komisariat FKM USU

b) Tahun 2012-2013 : Wakil Sekretaris Bidang Organisasi dan Komunikasi GMKI Komisariat FKM USU c) Tahun 2010 – sekarang : Anggota GMKI Cabang Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “hubungan karateristik dan persepsi masyarakat tentang Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) terhadap keikusertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014” dengan baik. Selesainya skripsi sebagai tugas akhir, penulis dapat memeroleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Ada begitu banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dalam bentuk moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Bapak dr. Heldy B.Z., MPH selaku ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) FKM USU.

3. Ibu Siti Khadijah, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan baik.

4. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan baik.

5. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan kepada penulis dengan baik.


(8)

6. Bapak dr. Heldy B.Z., MPH selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan kepada penulis dengan baik.

7. Bapak Prof. dr. Aman Nasution, MPH, ibu Prof. Dr. dra. Ida Yustina, Msi, dan ibu Dr. Juanita SE, M.Kes selaku dosen di peminatan AKK FKM USU yang telah membagikan ilmunya dengan baik.

8. Ibu Ainol Mardhiah selaku pegawai di Departemen AKK FKM USU yang melayani mahasiswa dengan baik.

9. Para bapak dan ibu dosen dan staf di FKM USU yang telah membagikan ilmunya sebagai bekal dengan baik.

10.Para bapak dan ibu cleaning service dan peralatan yang telah membantu dan mendoakan penulis serta melayani mahasiswa di FKM USU dengan baik.

11.Bapak dan ibu pegawai di Kantor Camat Medan Tuntungan, Kantor Camat Medan Baru, dan Kantor Camat Medan Kota yang telah membantu penulis. 12.Bapak dan ibu pegawai di Kantor Lurah Simpang Selayang, Kantor Lurah

Tanjung Selamat, Kantor Lurah Titi Rantai, Kantor Lurah Darat, Kantor Lurah Sudirejo I, dan Kantor Lurah Pasar Merah Barat yang telah membantu penulis. 13.Bapak dan ibu pegawai BPJS Kesehatan Kota Medan yang telah membantu

penulis.

14.Bapak dan ibu di Kelurahan Simpang Selayang, Kelurahan Tanjung Selamat, Kelurahan Titi Rantai, Kelurahan Darat, Kelurahan Sudirejo I, dan Kelurahan Pasar Merah Barat selaku sampel penelitian penulis.


(9)

15.Orangtua tercinta, bapak penulis, almarhum Pantun Sihombing dan mama penulis, Rosida Simorangkir, yang telah memerankan perannya sebagai orangtua dengan sempurna terhadap penulis.

16.Abang Aprianto Sulfraymon Sihombing, adik Tria Rotua Margareth Sihombing, dan adik Dian Ditami Sihombing yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis.

17.Keluarga kedua penulis, organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat FKM USU, yang banyak memberi pelajaran.

18.Septianus J. B. Simarmata selaku teman istimewa penulis yang banyak membantu penulis.

19.Seluruh anggota GMKI Cabang Medan di Komisariat FKM USU yang telah memberi banyak dukungan dan pembelajaran.

20.Sikap Sitepu, Lestari Simanjuntak, Armanda Prima, Asnija Sinambela, dan Alvira Ginting selaku teman seperjuangan di GMKI Komisariat FKM USU yang telah memberikan semangat dan dukungan.

21.Martines Simorangkir, Siti Khodijah, Ayu Febrini, Fitri Haniffa, Magda Ufik, Riri Astika, Irvani, Ashela Risa, Anggi, Eela Utharie, Reni Puji, Julita Arnis, Sukaria, Natasya, Oktaria, dan Erra Putri selaku teman-teman seperjuangan di AKK FKM USU yang telah memberikan semangat dan dukungan.

22.Kak Dessy Purba, bang Pavlov Lucky, Berliana Sitepu, Imelda Sari, dan Olive Stevani selaku teman sekelompok Praktek Belajar Lapangan FKM USU yang telah memberikan semangat dan dukungan.


(10)

24.Teman-teman seperjuangan stambuk 2010 dan seluruh mahasiswa FKM USU yang telah memberikan semangat dan dukungan.

25.Biring selaku ibu kos, bibi beserta keluarga selaku ibu kos juga, dan teman-teman satu kos penulis yang banyak memberikan semangat dan dukungan serta membimbing penulis.

26.Seluruh pihak yang telah membantu penulis dari segi administrasi, transportasi, dana, dan peralatan.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari jalur kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun penulis meskipun kritikan dan sarannya tidak akan dimuat lagi di skripsi ini. Tetapi akan penulis gunakan di pengerjaan tugas-tugas selanjutnya. Semoga skripsi ini memberikan manfaat yang baik bagi setiap orang yang membacanya.

Tinggilah iman kita, tinggilah ilmu kita, tinggilah pengabdian kita.

Ut Omnes Unum Sint, Syalom.

Medan, Juni 2013

Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 9

1.3Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pembiayaan Kesehatan... 11

2.2 Asuransi di Indonesia ... 14

2.3 Asuransi Kesehatan ... 15

2.4 Asuransi Kesehatan di Indonesia ... 21

2.5 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ... 21

2.6 Sistem Jaminan Sosial Nasional ... 25

2.7 Jaminan Kesehatan Nasional... 28

2.8 Persepsi Masyarakat ... 35

2.8.1 Pengertian Persepsi ... 35

2.8.2 Faktor Memengaruhi Persepsi Masyarakat ... 38

2.9 Peran Karakteristik Terhadap Perilaku Kesehatan ... 44

2.10 Kerangka Konsep Penelitian ... 46

2.11 Hipotesis Penelitian ... 47

BAB III. METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Jenis Penelitian ... 48

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 48

3.2.2 Waktu Penelitian ... 49

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 49

3.3.1 Populasi Penelitian ... 49

3.3.1.1 Populasi Sasaran ... 49

3.3.1.2 Populasi ... 51


(12)

3.4.1 Data Primer ... 55

3.4.2 Data Sekunder ... 55

3.5 Definisi Operasional ... 55

3.5.1 Variabel Bebas (Independent) ... 55

3.5.2 Variabel Terikat (Dependent) ... 57

3.6 Aspek Pengukuran ... 58

3.6.1 Variabel Bebas (Independent) ... 58

3.6.2 Variabel Terikat (Dependent) ... 59

3.7 Teknik Pengolahan Data ... 59

3.8 Analisis Data ... 60

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 61

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 61

4.1.1 Kota Medan ... 61

4.1.2 Kecamatan Medan Kota ... 64

4.1.3 Kecamatan Medan Baru ... 65

4.1.4 Kecamatan Medan Tuntungan ... 67

4.2 Keadaan Kesehatan Kota Medan ... 69

4.3 Keadaan Penyelenggaraan JKN ... 70

4.4 Kepesertaan JKN Menurut BPJS Kesehatan Kota Medan ... 73

4.5 Analisis Univariat ... 74

4.5.1 Karakteristik Responden ... 75

4.5.2 Persepsi Responden ... 77

4.5.3 Keikutsertaan Peserta JKN ... 79

4.6 Analisis Bivariat ... 81

4.6.1 Hubungan Karakteristik Masyarakat dengan Keikutsertaan Menjadi Peserta JKN di Kota Medan Tahun 2014 ... 82

4.6.2 Hubungan Persepsi Masyarakat Tentang JKN dengan Keikutsertaan Menjadi Peserta JKN di Kota Medan Tahun 2014 ... 87

4.7 Analisis Multivariat ... 88

BAB V. PEMBAHASAN ... 91

5.1 Hubungan Karakteristik Responden dengan Keikutsertaan Menjadi Peserta JKN ... 91

5.2 Hubungan Persepsi Responden Tentang JKN dengan Keikutsertaan Menjadi Peserta JKN ... 97

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 100

6.1 Kesimpulan ... 100

6.2 Saran ... 101 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi Populasi Sasaran Menurut Lokasi Tahun 2012 ... 50

Tabel 3.2 Distribusi Populasi Sampel Tahun 2012 ... 52

Tabel 3.3 Distribusi Sampel Menurut Populasi ... 54

Tabel 3.4 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 58

Tabel 3.5 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 59

Tabel 4.1. Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden di Kota Medan tahun 2014 ... 76

Tabel 4.2. Distribusi responden berdasarkan persepsi responden terhadap JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 78

Tabel 4.3. Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan responden menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 79

Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan tetangga menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 79

Tabel 4.5. Distribusi alasan responden berdasarkan keikutsertaan responden menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 79


(14)

Tabel 4.6. Distribusi rumah responden yang bakal menjadi peserta JKN di

Kota Medan tahun 2014 ... 80

Tabel 4.7. Hubungan umur responden dengan keikutsertaannya menjadi

peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 82

Tabel 4.8. Hubungan jenis kelamin responden dengan keikutsertaannya

menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 82

Tabel 4.9. Hubungan jumlah anggota keluarga responden dengan keikutsertaannya menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun

2014 ... 83

Tabel 4.10. Hubungan pendidikan responden dengan keikutsertaannya

menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 84

Tabel 4.11. Hubungan pekerjaan responden dengan keikutsertaannya

menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 85

Tabel 4.12. Hubungan jumlah penghasilan keluarga responden dengan keikutsertaannya menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun

2014 ... 86

Tabel 4.13. Hubungan persepsi responden dengan keikutsertaannya

menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ... 87

Tabel 4.14. Hasil analisis regresi linier berganda pengaruh karakteristik dan persepsi responden terhadap kemauan menjadi peserta


(15)

DAFTAR GAMBAR


(16)

ABSTRAK

Menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu cara untuk memelihara kesehatan bagi warga Indonesia. JKN ini telah dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejak 1 Januari 2014. BPJS merencanakan bahwa tahun 2014 masyarakat Indonesia yang ikut dalam program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mencapai 70% dan ditargetkan tahun 2019 mencapai 100%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat tentang JKN terhadap keikusertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014. Jenis penelitian bersifat analitik ini menggunakan metode cross sectional. Sampel penelitian ini adalah masyarakat yang tidak menjadi peserta jaminan kesehatan pemerintah sebanyak 100 kepala keluarga dari Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Baru, dan Kecamatan Medan Tuntungan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan umur dengan keikutsertaan menjadi peserta JKN (p < 0,001), tidak ada hubungan jenis kelamin dengan keikutsertaan menjadi peserta JKN (p = 0,424). Tetapi jumlah anggota keluarga (p = 0,001), pendidikan (p < 0,001), pekerjaan (p < 0,001), jumlah penghasilan keluarga (p < 0,001) memiliki hubungan dengan keikutsertaan menjadi peserta JKN. Ada sebanyak 72 responden mempunyai persepsi baik terhadap asuransi kesehatan dan JKN. Terdapat pengaruh yang bermakna antara persepsi responden dengan kemauan menjadi peserta JKN. Ternyata warga di Kecamatan Medan Baru lebih banyak terpapar informasi tentang JKN.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar setiap tingkatan pemerintahan untuk memberi informasi JKN kepada warga, petugas puskesmas dan BPJS Kesehatan Kota Medan untuk melakukan penyuluhan dan pertemuan ke lingkungan-lingkungan, BPJS Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan kerja sama lintas sektor, dan kepala lingkungan untuk lebih aktif mendaftarkan warga kelompok umur >58 tahun untuk menjadi peserta JKN.


(17)

ABSTRACT

Becoming member of National Health Insurance (JKN) is one way to maintain Indonesian citizens’ health. This JKN has been operated by Social Insurance Organizer Agency (BPJS) since January 1st 2014. BPJS plan that in 2004 Indonesian citizens who have been join the program of National Social Insurance System (SJSN) will reach 70% and aimed to be 100% in 2019

The purpose of this research is to know the relation between characteristic and perception of citizens about JKN regarding the will to join JKN at Medan in 2014. The type of this research is analytical using cross sectional method. The sample of this research is some citizens that not member of Government’s health insurance, as much 100 family from Kecamatan of Medan Kota, Kecamatan of Medan Baru, and Kecamatan of Medan Tuntungan.

The result of this research shows that, there is connection between ages with the participation to become JKN member (p< 0,001), there is no connection between sex with the participation to become JKN member (p=0.424),but respondent’s family member total (p= 0,001), living place (p< 0,001), education (p< 0,001) occupation (p< 0,001), family salary (p< 0,001) have connection with participation to become JKN member. There 72(72,0%) respondent have a good perception about health insurance and JKN.There is an significant influence between respondent perception with will to join JKN. It turn out to be kecamatan of Medan Baru gain more information than other about JKN.

According the result of the research, it is recommended that every govermental level to give information about JKN to citizens, public health center and Medan city BPJS’ officer to do public counseling and neigboorhood rendezvous, BPJS of Medan to increase cross sector cooperation, and neigboorhood head to be more active registering citizens in above 58 years old category to become JKN member.

Keywords: National Health Insurance (JKN), Family characteristic and perception.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesehatan adalah hal yang paling berharga dibandingkan segala sesuatunya di dunia ini, karena hanya pada saat sehatlah seseorang dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Memelihara kesehatan itu tidak mudah dan membutuhkan biaya yang mahal. Akan tetapi, biaya dan tenaga yang dibutuhkan pada saat sakit jauh lebih besar lagi. Semakin majunya zaman, maka semakin banyak pula perkembangan penyakit yang kebanyakan penyakit tersebut diakibatkan oleh perilaku manusia. Sementara pengobatannya membutuhkan biaya yang cukup mahal. Sementara saat sekarang ini, dunia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung fisik dan mental sehat agar mampu berkompetisi secara optimal di zaman persaingan ini.

Paradigma sehat menunjukkan bahwa kesehatan tidak lagi hanya pada bebas dari penyakit, tetapi lebih kepada sumber daya yang memberi kemampuan kepada individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk mengelola dan merubah pola hidup, kebiasaan, dan lingkungan tempat dia melangkah. Pada saat ini, kesehatan diukur dari angka kesakitan, angka kecacatan, dan angka kematian. Sedangkan paradigma lama berorientasi kepada penyakit, seberapa besar penyakit yang melanda masyarakat. Oleh karena itu, paradigma baru ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang seoptimal mungkin melalui pengurangan penderitaan dan kecemasan, serta peningkatan harkat diri dan kemampuan untuk mandiri.


(19)

Kondisi kesehatan Negara Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini menunjukkan adanya dampak dari ekspansi penyediaan fasilitas kesehatan publik pada tahun 1970 dan 1980. Pada awalnya penyakit masyarakat Indonesia kebanyakan penyakit menular, namun saat sekarang ini telah bertambah juga penyakit tidak menular atau biasa disebut penyakit degeneratif. Saat ini, penyakit tidak menular yang meningkat adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes mellitus, dan kanker. Bahkan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali (Bank Dunia, The World Bank, Peningkatan Keadaan Kesehatan Indonesia, 2010).

Di Provinsi Sumatera Utara, status kesehatannya yang ditunjukkan melalui laporan kesehatan pada Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara diketahui bahwa derajat kesehatan masyarakat Provinsi Sumatera Utara semakin meningkat, dilihat dari penurunan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu serta morbiditas penyakit, peningkatan status gizi masyarakat dan umur harapan hidup. Namun peningkatan ini masih dibawah target, oleh karena itu masih perlu dilakukan upaya percepatan pencapaian sesuai dengan target Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2018 dan Renstra Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014.

Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010-2014 yang mengacu kepada Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang pembangunan nasional. Pembangunan dalam bidang kesehatan ini diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga


(20)

negara Indonesia agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di Indonesia dapat terwujud. Pembangunan kesehatan ini diselenggarakan dengan berdasarkan perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat.

Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 17 ayat 1 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada pasal 168 pada UU tersebut juga menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor. Sedangkan pada pasal 169 disebutkan bahwa pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pengetahuan masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan memengaruhi tindakan masyarakat tersebut untuk mencapai pemeliharaan kesehatan yang optimal. Tindakan ini tidak terlepas dari pengalaman, sikap, kepercayaan yang berada pada diri individu. Kemudian dari pengetahuan ini menghasilkan suatu persepsi masyarakat terhadap peranan pusat kesehatan masyarakat tersebut. Bila dilihat dari pandangan pelayanan sosial yang meliputi program-program kegiatan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat. Pelayanan program


(21)

pemeliharaan kesehatan yang telah dilakukan diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan biaya untuk pembiayaan kesehatan diambil dari dana yang bersumber dari pemerintah pusat dan lokal pada semua sektor, dari pajak atau kontribusi asuransi kesehatan baik yang dibayarkan oleh pekerja atau pemerintah atau keduanya yang dianggap sebagai pengeluaran pemerintah dan kontribusi asuransi social, dari pembayaran secara sukarela oleh individu atau pekerja yang dianggap pengeluaran swasta, dari sumber eksternal seperti bantuan dari luar/donor yang datang melalui kerjasama program bilateral atau LSM international, dan dari swasta/ BUMN yang langsung memberi pelayanan kesehatan bagi karyawan.

Pengeluaran biaya kesehatan Indonesia masih tergolong sangat rendah, yakni hanya sekitar 2,4% dari produk domestik bruto (Gross Domestic Product-GDP) atau sekitar 2,2-2,5% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (sekitar 44 dolar AS perkapita). Sementara rekomendasi WHO untuk anggaran pembangunan kesehatan suatu negara harus berada pada kisaran minimal 5% dari GDP (WHO, 2000). Sumber pembiayaan untuk kesehatan di Indonesia secara umum diambil dari pemerintah pusat dan dana dekonsentrasi, pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (Pendapatan Anggaran Daerah-PAD ditambah dana desentralisasi Dana Alokasi Umum-DAU provinsi dan Dana Alokasi Khusus-DAK provinsi), pemerintah kabupaten kota melalui skema dana pemerintah kabupaten/kota (PAD ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten/kota dan DAK kabupaten kota) (Pemerintah RI, 1999).


(22)

Asuransi dapat diartikan sebagai jaminan terhadap segala kemungkinan atau risiko yang akan terjadi di waktu akan datang. Asuransi merupakan istilah pada tindakan, sistem, atau bisnis ganti rugi secara finansial untuk jiwa, properti, kesehatan, dan lainnya untuk mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak terduga, seperti kematian, kehilangan, kerusakan, atau sakit dengan melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu.

Asuransi secara finansial dimanfaatkan sebagai bentuk pengendalian risiko, dan memiliki berbagai manfaat dalam fungsi utama, fungsi sekunder, dan fungsi tambahan. Fungsi utama asuransi adalah sebagai pengalihan risiko serta pengumpulan dana dan premi yang seimbang. Fungsi sekunder asuransi adalah merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial, dan sebagai tabungan. Sedangkan fungsi tambahan asuransi adalah sebagai investasi dana dan invisible earnings.

Asuransi terlebih asuransi kesehatan sangat penting bagi masyarakat karena asuransi kesehatan dapat mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, mengubah peristiwa yang tidak pasti menjadi pasti dan terencana, serta dapat membantu mengurangi risiko perorangan ke risiko sekelompok orang dengan cara perangkuman risiko. Oleh karena itu, maka akan terjadi subsidi silang antara yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit, dan yang kaya membantu yang miskin.


(23)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sudah mulai diterapkan sejak 1 Januari 2014 dan BPJS ini bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. BPJS merencanakan bahwa pada tahun 2014 masyarakat Indonesia yang ikut dalam program SJSN mencapai 70%. Dan target yang lebih tinggi lagi yang dicanangkan oleh BPJS adalah pada tahun 2017 akan terdapat 90% lebih rakyat Indonesia sudah mengikuti program SJSN. Dan pada tahun 2019 ditargetkan seluruh warga di Indonesia masuk SJSN.

Target yang telah dibuat BPJS agar seluruh warga di Indonesia masuk SJSN harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah hingga masyarakat sendiri. Tetapi masyarakat dapat mendukung program itu, apabila masyarakat tahu, kenal, dan paham akan program tersebut. Dari pihak pemerintah sendiri, telah mensosialisasikan program SJSN melalui media sosial agar seluruh masyarakat mengetahuinya dan diharapkan masyarakat mau mendaftarkan diri jadi peserta SJSN. JKN sebagai program baru di Indonesia yang masih sedang dalam tahap awal yakni tahap mensosialisasikan dan pendaftaran untuk menjadi peserta JKN, diperlukan partisipasi masyarakat dan keluarga. Hal ini supaya penyelenggaraa JKN ini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Ada berbagai hal yang memengaruhi masyarakat mau untuk menjadi peserta JKN ini, baik dari segi karakteristik maupun persepsi masyarakat akan JKN ini, terutama masyarakat yang belum menjadi peserta jaminan kesehatan nasional sebelumnya.


(24)

Penelitian-penelitian terdahulu yang juga membahas tentang hubungan karakteristik atau persepsi masyarakat tentang jaminan kesehatan ada seperti penelitian Noviansyah, Kristiani, dan Fatwa (2006) tentang persepsi masyarakat terhadap Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (PJKMM). Faktor internal (personal) yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap PJKMM yaitu pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan motivasi. Faktor motivasi mempunyai keeratan kuat dengan persepsi terhadap PJKMM, sementara pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman mempunyai keeratan hubungan sedang. Faktor eksternalnya berupa proses sosialisasi yang ditujukan bagi masyarakat miskin di Kota Metro hanya dilakukan tiga bulan di awal penyelenggaraan JPKMM (Berita Kedokteran Masyarakat, 2006).

Penelitian Aryandhini (2010) mengenai persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan Jamkesmas di Puskesmas Pasirian Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang. Berdasarkan hasil penelitiannya, indikator kualitas pelayanan seperti kehandalan, daya tanggap, jaminan, perhatian, dan bukti fisik, bahwa tidak ada satu indikator yang memiliki citra kurang baik di masyarakat. Persepsi masyarakatnya terhadap Jamkesmas dinilai dengan kesimpulan baik.

Data kesehatan tahun 2010 di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa masyarakat pengguna jaminan-jaminan kesehatan berikut ada sebanyak:

1. Asuransi kesehatan (Askes) ada sebanyak 804.219 jiwa, yang digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil, veteran, dan ABRI,


(25)

2. Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) ada sebanyak 4.124.247 jiwa, 3. Jaminan Kesehatan daerah (Jamkesda) ada sebanyak 565.473 jiwa,

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS) Kota Medan ada sebanyak 354.855 jiwa atau 78.006 kepala keluarga.

Dibandingkan dengan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 ada sebanyak 12.982.204 jiwa berarti masih banyak jumlah masyarakat yang belum menggunakan asuransi kesehatan nasional. Dibandingkan lagi pada tahun 2012 ada sebanyak 13.215.401 jiwa, maka masih banyak jumlah masyarakat yang belum menggunakan asuransi kesehatan nasional (Portal Resmi Pemerintah Kota Medan, pemkomedan.go.id).

Kondisi penggunaan jaminan kesehatan di Kota Medan sendiri yang ditunjukkan melalui koran Sumut Pos (Agustus 2012) pada edisi “Medan Kota

Terbesar Pengguna Program Dana Talangan”, dikatakan bahwa Dinas Kesehatan

Medan sudah menjamin kesehatan bagi 384.855 jiwa warga miskin di Kota Medan dalam program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS). Namun terhitung sejak Januari hingga Juli 2012, penduduk Kota Medan merupakan pengguna terbesar kedua program Jamkesda Provinsi Sumatera Utara.

Pada survei awal yang telah dilakukan oleh penulis terhadap 10 orang yang diambil secara acak, didapat bahwa ada 5 orang memiliki asuransi kesehatan sebelum adanya JKN dan 5 orang yang tidak menggunakan asuransi kesehatan apapun. Data


(26)

ke-5 orang yang tidak menggunakan asuransi kesehatan apapun tersebut adalah sebagai berikut.

1. Ada 1 responden tidak mengetahui tentang BPJS ataupun JKN.

2. 4 responden yang mengetahui tentang BPJS atau JKN memperoleh informasinya dari televisi.

3. 2 responden yang mengetahui tentang JKN tidak mau menjadi peserta JKN karena merasa dirugikan dengan adanya iuran perbulan per orang.

4. 2 responden tahu tentang JKN dan mau menjadi peserta JKN.

Oleh karena hal-hal diatas, penulis meneliti apakah ada hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat di Kota Medan tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap keikutsertaan menjadi peserta JKN tahun 2014 ini.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan karateristik dan persepsi masyarakat tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap keikusertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara karateristik dan persepsi masyarakat tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap keikusertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014. Tujuan


(27)

lainnya adalah untuk melihat keaktivan warga menjadi peserta JKN berdasarkan tempat tinggalnya.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian mengenai hubungan karateristik dan persepsi masyarakat tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap keikusertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014 ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan untuk instansi kesehatan, terlebih Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan selaku penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional,

2. Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan dan manfaat kepada ilmuwan kesehatan, sehingga dapat memperkaya dan mengembangkan ilmu pengetahuan bidang kesehatan, terlebih ilmu kesehatan masyarakat, dan 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang juga meneliti

permasalahan yang sama, terlebih penelitian yang berhubungan dengan jaminan kesehatan, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Azrul A, 1996). Pembiayaan kesehatan harus kuat, stabil, dan selalu berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness) pembiayaan kesehatan itu sendiri. Pengertian pembiayaan tersebut merujuk pada dua sudut pandang berikut:

1. Penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) yaitu besarnya dana untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasi serta dana operasional.

2. Pemakai jasa pelayanan (health consumer) yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.

Sektor pemerintah dan sektor swasta penyelenggara kesehatan sangat mempengaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu negara. Total biaya dari sektor pemerintah dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Hal yang penting dalam pembiayaan kesehatan adalah cara memanfaatkan biaya tersebut secara efektif dan efisien dari aspek ekonomi dan sosial serta dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu syarat pokok dalam pembiayaan kesehatan yang harus saling berkesinambungan terdiri atas:


(29)

1. Jumlah harus memadai untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan tidak menyulitkan masyarakat yang memanfaatkannya.

2. Penyebaran harus sesuai dengan kebutuhan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan masyarakat.

3. Pemanfaatan harus diatur setepat mungkin agar tercapai efektifitas dan efisiensi pembiayaan kesehatan.

Cara-cara pembiayaan kesehatan terdiri atas:

1. Out of pocket, yakni masyarakat harus mengeluarkan dari kantong sendiri, 2. Perusahaan tempat pasien bekerja yang membiayai kesehatan pekerjanya, 3. Perusahaan asuransi bagi pasien yang menjadi peserta asuransi tertentu, 4. Charity, yakni sumbangan dari individu atau lembaga sosial, dan

5. Pemerintah yang membayarkan melalui alokasi anggaran untuk pelayanan publik .

Jenis-jenis pembiayaan kesehatan dilihat dari pembagian pelayanan kesehatannya terdiri atas:

a. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kedokteran yang tujuan utamanya mengarah ke pengobatan dan pemulihan dengan sumber dana dari sektor pemerintah maupun swasta.

b. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yang tujuan utamanya


(30)

mengarah ke peningkatan kesehatan dan pencegahan dengan sumber dana terutama dari sektor pemerintah.

Pelayanan-pelayanan kesehatan dibiayai dari sumber-sumber seperti:

a. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota) dengan dana berasal dari pajak umum dan pajak penjualan, pinjaman luar negeri (deficit financial), serta asuransi sosal.

b. Swasta, dengan sumber dana dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta, sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga, serta communan self help. Standar kesehatan World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa anggaran kesehatan harus mencapai 15% dari APBN. Namun, pada tahun 2009 Indonesia telah menaikkan 3 kali lipat anggaran sektor kesehatan dari tahun sebelumnya hanya sebesar 2.64% atau sekitar Rp 18,8 triliun. Dari dana sebesar itu, 54,1% digunakan untuk biaya pembelian obat dan alat. Sementara pada UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah mengatur pembiayaan dengan sistem asuransi.

Penerapan pembiayaan kesehatan dengan sistem asuransi akan menggeser tanggung jawab perorangan menjadi tanggung jawab kelompok. Sistem asuransi juga akan mengubah sistem pembayaran dari setelah pelayanan diberikan menjadi sebelum pelayanan diberikan serta sesudah sakit menjadi sebelum sakit. Sistem asuransi ini menguntungkan masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan dan menjadi sarana sektor swasta untuk berperan dalam upaya kesehatan nasional.


(31)

2.2Asuransi di Indonesia

Jenis asuransi di Indonesia sangat banyak dan bervariasi, di antaranya adalah: 1. Asuransi kesehatan

Asuransi ini memberi jaminan kesehatan terhadap orang yang memilikinya. Asuransi ini bisa didapat dari agen asuransi, dari pemerintah, atau dari fasilitas kesehatan yang diberikan di tempat kerja kita.

2. Asuransi jiwa

Asuransi ini bersifat memberi jaminan yang akan terjadi setelah pemilik asuransi meninggal dunia. Melalui asuransi ini, keluarga pemilik asuransi yang ditinggalkan tidak dibebankan untuk menanggung beban lebih berat setelah pemilik asuransi meninggal. Melalui uang dari perusahaan asuransi tersebut diharapkan dapat meringakan beban keluarga pemilik asuransi yang meninggal. Asuransi jiwa terbagi menjadi dua bentuk yaitu:

a. Term Life, yaitu asuransi jiwa yang memiliki perjanjian dalam jangka waktu tertentu. Cirinya adalah uang setoran preminya akan hangus pada akhir periode perjanjian. Namun, umumnya nilai uang yang diberikan asuransi ini lebih besar nominalnya.

b. Whole Life, yaitu asuransi jiwa yang memiliki masa pertanggungjawaban seumur hidup. Preminya biasanya lebih mahal dari pada Term Life. Asuransi ini biasanya memiliki nilai tunai yang dibayarkan kepada keluarga jika yang tertanggung tidak meninggal selama masa kontrak. Tetapi nilai yang diterima biasanya lebih kecil.


(32)

3. Asuransi pendidikan

Asuransi pendidikan memberikan jaminan dan perlindungan kepada orang yang sedang menempuh pendidikan, biasanya diberikan kepada anak-anak. Asuransi ini biasanya diberikan bersamaan dengan asuransi jiwa.

4. Asuransi kerugian

Asuransi ini disebut juga Non Life Insurance yang diatur dalam Undang Undang No.2 tahun 1992 untuk menanggulangi kerugian atas suatu usaha. Macam-macam asuransi ini adalah:

a. Asuransi kebakaran, yaitu asuransi terhadap proteksi atas kerugian yang disebabkan oleh kebakaran, biasanya untuk kantor,rumah, hotel dan lain-lain.

b. Asuransi pengangkutan, yaitu asuransi terhadap proteksi selama pengangkutan barang, baik lewat jalur darat, laut, maupun udara. Asuransi ini ada macamnya juga, yaitu asuransi kendaraan dan asuransi kecelakaan. Ada juga jenis asuransi lainnya yang ada di Indonesia seperti asuransi pensiun, asuransi rumah, asuransi kendaraan, asuransi syariah, asuransi perjalanan, dan asuransi investasi.

2.3Asuransi Kesehatan

Jenis ini adalah asuransi yang paling banyak dan mudah ditemui. Asuransi kesehatan biasanya diselenggarakan oleh perusahaan asuransi sosial, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan asuransi umum. Pada tahun 2009, ada sekitar 116,8 juta penduduk dari jumlah penduduk sekitar 230 juta penduduk Indonesia yang


(33)

memiliki asuransi kesehatan disediakan oleh PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, PT Asabri, program Jamkesmas, atau asuransi lain. Sedangkan pada tahun 2010, ada sekitar 120,2 juta penduduk dari jumlah penduduk sekitar 237 juta penduduk Indonesia yang memiliki asuransi kesehatan yang disediakan oleh perusahaan asuransi diatas juga.

Asuransi kesehatan adalah salah satu jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan baik dalam pengobatan kesehatan ataupun perawatan kesehatan para anggota asuransi tersebut. Pada umumnya, jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan asuransi hanya perawatan bentuk rawat inap dan rawat jalan. Pada umumnya perusahaan asuransi yang menyelenggarakan program asuransi kesehatan akan bekerja sama dengan rumah sakit baik secara langsung maupun melalui institusi perantara untuk menyelenggarakan perawatan kesehatan.

Asuransi rawat jalan meliputi biaya dokter, biaya diagnosis/lab, dan biaya obat. Biasanya, besar biaya yang ditanggung ditentukan dengan limit maksimum untuk setiap komponen per kunjungan/tahun dan frekuensi maksimum kunjungan dalam satu tahun. Ada pembatasan yang diberlakukan perusahaan asuransi, yaitu mewajibkan rujukan dokter umum sebelum kunjungan ke dokter spesialis dan juga pembatasan dimana pertanggungan hanya diberikan bila pelayanan kesehatan dilakukan oleh penyedia layanan yang terdaftar. Asuransi rawat jalan biasanya hanya merupakan manfaat tambahan dari asuransi rawat inap. Sedangkan asuransi rawat inap meliputi biaya rawat inap di rumah sakit, seperti biaya kamar, jasa dokter,


(34)

obat-obatan, laboratorium/penunjang diagnostik, pembedahan, dll. Penggolongan asuransi rawat inap ini dilakukan berdasarkan kelas kamar.

Ada berbagai alasan masyarakat menolak untuk mengikuti sebuah asuransi, salah satunya karena masyarakat menganggap kalau asuransi itu seperti bentuk taruhan yang berlaku selama adanya ikatan. Taruhan ini seperti adanya perbedaan biaya yang dibayar masyarakat terhadap perusahaan asuransi dibandingkan dengan jumlah kejadian yang akan diterima masyarakat. Kejadian ini seperti taruhan yang berbanding 1 dengan 10, dimana masyarakat hanya sekali mengalami kejadian yang perlu asuransi sedangkan yang sudah dibayar masyarakat ke perusahaan asuransi sudah sepuluh kali. Hal inilah yang ada di pikiran beberapa orang sehingga susah untuk ikut asuransi.

Sebenarnya, asuransi menjadi cara untuk mengelola risiko dan upaya preventif untuk mencegah ketidakmampuan penduduk membiayai pelayanan medis yang mahal. Setiap orang memiliki kesempatan sakit yang tidak pasti, dan menyebabkan adanya biaya untuk membayar upaya pemulihan sakit tersebut. Biasanya, masyarakat tidak menyediakan biaya untuk pelayanan kesehatan setiap bulannya di dalam rumahnya. Sehingga masyarakat akan kesulitan saat terjadi kesakitan mendadak dan tidak ada biaya. Oleh karena itu, perusahaan asuransi kesehatan mengelola asuransi kesehatan untuk risiko-risiko negatif, seperti memastikan adanya penggantian biaya pemulihan kesehatan saat sakit. Perusahaan asuransi akan memperhitungkan risiko yang melanda masyarakat untuk menghitung besar premi yang harus dibayarkan seseorang.


(35)

Risiko-risiko yang dapat diasuransikan pada asuransi kesehatan adalah: 1. Risiko yang bersifat murni (pure), yaitu risiko yang spontan, tidak

dibuat-buat, tidak disengaja, atau dicari-cari dan tidak dapat dihindari dalam jangka pendek. Risikonya ini memang timbul karena sebuah kebetulan atau kecelakaan. Contohnya, penyakit kanker yang membutuhkan perawatan yang lama dan mahal, serta tidak pernah diharapkan oleh si penderita. Sehingga penyakit ini dapat diasuransikan.

2. Risiko yang bersifat definitif, yang berarti bahwa risiko dapat ditentukan kejadiannya secara pasti dan jelas serta dapat dipahami berdasarkan bukti kejadiannya. Contohnya, sakit dan kematian dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter, dan kecelakaan lalu lintas dibuktikan dengan surat keterangan polisi.

3. Risiko bersifat statis, yaitu probabilitas kejadian relatif statis atau konstan tanpa dipengaruhi perubahan politik dan ekonomi negara. Contohnya, penyakit kanker relatif statis dan tidak dipengaruhi keadaan ekonomi dan politik, walaupun untuk jangka panjang risiko serangan jantung dipengaruhi keadaan ekonomi karena makanan yang dikonsumsi.

4. Risiko berdampak finansial, yang dapat diasuransikan karena dapat diperhitungkan finansialnya. Contohnya, pada kecelakaan yang menyebabkan ada biaya perawatan dan kehilangan penghasilan akibat meninggal atau cacat, maka segalanya akan ditanggung pihak asuransi.


(36)

waktu kejadian, jenis penyakit, tempat perawatan, dan biaya yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan dapat ditanggung oleh pihak asuransi.

6. Risiko besar, dimana derajat risiko itu relatif dan dapat berbeda setiap tempat dan waktu. Besar risiko yang dapat ditanggung oleh pihak asuransi harus memenuhi syarat ukuran yang ditawarkan pihak asuransi. Biasanya, asuransi kesehatan akan menjamin pelayanan kesehatan secara komprehensif karena adanya kaitan risiko dengan biaya yang kecil dan pelayanan yang perlu biaya besar. Contohnya, seseorang yang menderita DBD akan ditanggung pengobatannya hingga ke pengobatan lanjutan.

Manfaat asuransi kesehatan adalah:

1. Mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, 2. Mengubah peristiwa tidak pasti menjadi pasti dan terencana,

3. Membantu mengurangi risiko perorangan ke risiko sekelompok orang dengan cara perangkuman risiko.

Dengan asuransi ini, terjadilah sikap saling tolong menolong, yakni yang sehat menolong yang sakit dan yang kaya membantu yang miskin.

Ada bermacam-macam asuransi kesehatan, seperti asuransi kesehatan perorangan, asuransi kesehatan keluarga, dan asuransi kesehatan karyawan perusahaan. Namun asuransi kesehatan yang sering digunakan adalah kedua macam proteksi asuransi berikut ini.

1. Asuransi yang menyediakan perlindungan rawat inap di rumah sakit, terdiri atas dua macam.


(37)

a. Proteksi dengan sistem kartu (klaim dengan kwitansi asli), yang berarti bahwa bila dirawat inap maka pembayarannya cukup dengan menunjukkan kartu provider, sehingga seluruh biaya rumah sakit ditanggung asuransi. Kelas perawatan disesuaikan dengan premi yang dibayar. Proteksi ini cocok bagi pegawai swasta, wiraswasta atau pekerja lepas yang belum mempunyai proteksi rawat inap.

b. Proteksi dengan sistem reimbursement, yang berarti bahwa bila saat dirawat, terlebih dahulu membayar seluruh biaya rumah sakit, lalu diklaim ke pihak asuransi. Proteksi ini berupa tunjangan rawat inap harian. Misalnya, bila dirawat lima hari, maka lima hari itu dikalikan dengan besar tunjangan per hari. Proteksi ini cocok untuk orang yang sudah mempunyai asuransi dari perusahaan, karena proteksi reimbursement ini hanya untuk menambah kekurangan biaya rawat inap saja.

2. Proteksi terhadap penyakit kritis. Proteksi ini cocoknya bagi orang dewasa yang umurnya di atas 40 tahun karena sudah rentan terkena berbagai penyakit. Ada dua macam proteksi ini.

a. Proteksi sakit kritis, yang berarti hanya memberi proteksi saat penyakit sudah mencapai stadium kritis. Bila masih stadium awal dan menengah maka belum bisa diklaim. Namun, jika meninggal dunia dan belum pernah klaim, maka asuransi penyakit kritis ini bisa menjadi santunan meninggal ke ahli waris.


(38)

meninggal dunia dan tidak pernah diklaim, maka asuransi ini tidak bisa memberi santunan meninggal ke ahli waris.

2.4Asuransi Kesehatan di Indonesia

Asuransi kesehatan di Indonesia ada berbagai jenis, seperti asuransi dari pemerntah bagi rakyat dan asuransi kesehatan dari perusahaan bagi tenaga kerjanya. Ada begitu banyak macam ataupun jenis asuransi kesehatan di Indonesia yang dilindungi oleh Undang Undang. Saat sekarang ini, jaminan sosial dan jaminan kesehatan di Indonesia telah diatur dalam Undang Undang no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada Undang Undang ini, asuransi kesehatan dibedakan pengertiannya dengan jaminan kesehatan.

Jaminan kesehatan adalah sebuah bentuk jaminan yang berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan pelayanan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Sedangkan asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau pelayanan perawatan para anggota asuransi kesehatan tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan.

2.5 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Pengertian BPJS menurut UU No. 40 Tahun 2004 tersebut adalah:


(39)

1. badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1 angka 6),

2. badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum), 3. pembentukan dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat 1).

BPJS mengelola Jaminan Sosial Nasional. Pada UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, pasal 5 dikatakan bahwa BPJS yang dibentuk Undang-Undang ini terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan pada pasal 6 dijelaskan bahwa, BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian.

Pada awalnya PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) beralih dari badan usaha milik negara menjadi badan hukum publik BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Transformasi yang ada di BPJS ini diatur dalam UU BPJS sebagai berikut.

1. PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat 1).

2. PT JAMSOSTEK (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan mulai tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62 ayat 1).

3. PT ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan (Pasal 65 ayat 1).


(40)

4. PT TASPEN (Persero) menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan (Pasal 65 ayat 1).

Proses selanjutnya yang dilakukan adalah membubarkan PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) tanpa likuidasi. Sedangkan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) tidak secara tegas ditentukan dalam UU BPJS.

Sasaran UU BPJS ini adalah seluruh rakyat Indonesia. Kelompok peserta yang dikelola BPJS Kesehatan ada dua kelompok, yaitu:

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), terdiri dari fakir miskin dan orang tak mampu,

2. Peserta non-PBI, yang terdiri dari para Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), karyawan perusahaan swasta, pekerja mandiri, bukan pekerja seperti veteran, penerima pensiun, dan lain-lain.

Iuran kepesertaan di BPJS adalah sebagai berikut.

1. Semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara langsung menjadi peserta BPJS sejak 1 Januari 2014. Iurannya adalah 2% potongan gaji ditambah subsidi pemerintah 3% dengan menjamin maksimal lima orang yang terdiri dari suami, istri, dan tiga anak.

2. TNI dan POLRI membayar iuran 2% dari gaji, setelah pensiun hak ini tetap sampai dengan meninggal.


(41)

3. Pekerja formal swasta membayar 2% dari penghasilannya per bulan dan 3% dibayar oleh perusahaan.

4. Bagi pekerja sektor nonformal membayar iuran sebesar Rp59.500,- per orang per bulan untuk rawat inap di kelas 1; Rp42.500,- per orang per bulan untuk rawat inap di kelas 2, dan Rp 25.500 per orang per bulan untuk rawat inap di kelas 3.

5. Iuran penduduk miskin dan orang tak mampu ditanggung pemerintah.

Pelayanan kesehatan untuk peserta di BPJS diberikan di fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 1). Namun, bila dalam keadaan darurat, maka pelayanan kesehatan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (Pasal 23 ayat 2). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini wajib memberikan kompensasi untuk memenuhi kebutuhan medik peserta yang berada di daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat. Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk uang tunai (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3 dan penjelasannya).

Pada pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 dan penjelasannya). Sistem kendali mutu berarti sejumlah karyawan dengan pekerjaan


(42)

masalah pekerjaan dan lingkungannya dengan tujuan meningkatkan mutu usaha dengan menggunakan perangkat kendali mutu. Sedangkan sistem kendali biaya adalah proses atau usaha yang sistimatis untuk menetapkan standar pelaksanaan

dengan tujuan perencanaan, sistem

informasi umpan balik, membandingkan pelaksanaan nyata dengan perencanaan, menentukan dan mengatur penyimpangan, serta melakukan koreksi perbaikan sesuai rencana, sehingga tujuan tercapai secara efektif dan efisien dalam penggunaan biaya.

2.6 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah sistem yang dijalankan oleh BPJS, yakni sebuah sistem gotong royong untuk kesehatan rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan sistem asuransi sosial yang wajib bagi seluruh penduduk Indonesia dan warga negara asing yang bekerja lebih dari enam bulan di Indonesia. Dasar hukum pelaksanaan SJSN ini adalah:

1. UUD 1945 dan perubahannya tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28, dan pasal 34,

2. Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952,

3. TAP.MPR.RI No. X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan


(43)

SJSN dibuat sesuai dengan “paradigma tiga pilar” yang direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Ketiga pilar tersebut adalah:

1. Program bantuan sosial untuk anggota masyarakat yang tidak mempunyai sumber keuangan atau akses terhadap pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti anggota masyarakat yang terbukti mempunyai kebutuhan mendesak, ada terjadi bencana alam, konflik sosial, menderita penyakit, atau kehilangan pekerjaan. Dana bantuan ini diambil dari APBN dan dari dana masyarakat setempat.

2. Program asuransi sosial yang bersifat wajib. Program ini dibiayai oleh iuran yang ditarik dari perusahaan dan pekerja sebesar iuran yang ditetapkan berdasarkan tingkat pendapatan/gaji dan berdasarkan suatu standar hidup minimum yang berlaku di masyarakat.

3. Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta secara sukarela, yang dapat dibeli oleh peserta apabila mereka ingin mendapat perlindungan sosial lebih tinggi daripada jaminan sosial yang mereka peroleh dari iuran program asuransi sosial wajib. Oleh karena itu, maka iurannya berbeda menurut analisis risiko dari setiap peserta.

Pada SJSN ini, masyarakat mempunyai hak dan kewajiban. Kewajibannya adalah bila seseorang itu pemberi kerja, maka dia wajib mendaftarkan pekerjanya. Bila tidak mendaftarkan, maka akan dikenakan sanksi. Sedangkan hak masyarakat tersebut adalah mendapatkan kartu untuk mengakes pelayanan kesehatan dan


(44)

menerima informasi tentang prosedur SJSN dan hal-hal yang dijamin, serta hak untuk mengeluh. SJSN ini menangani bagian promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Ketentuan pada Undang-Undang SJSN adalah:

1. Penerima manfaat dari jumlah anggota keluarga sebanyak-banyaknya lima orang yang terdiri dari istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah dan anak angkat yang sah (Pasal 20 ayat 1).

2. Fasilitas kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS bertugas memberikan manfaat jaminan kesehatan kepada peserta (Pasal 23 ayat 1). 3. Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari lima orang dan ingin

mengikutsertakan anggota keluarganya, maka wajib membayar tambahan iuran (Pasal 28 ayat 1).

4. Bila peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar (Pasal 23 ayat 4). Ketentuan ini dihubungkan dengan prinsip ekuitas jaminan kesehatan yang ditentukan dalam Pasal 19 ayat 1 UU SJSN.

5. Jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta akan dikenakan urun biaya. Jenis pelayanan dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang moral hazard (sangat dipengaruhi oleh selera dan perilaku peserta), misalnya pemakaian suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medis. Urun biaya dikenakan kepada setiap peserta yang meminta jenis pelayanan tertentu (Pasal 22 ayat 2).


(45)

6. Tidak mewajibkan fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta untuk bekerjasama dengan BPJS. Secara hukum kerjasama dimaksud menghendaki adanya kesepakatan diantara para pihak (Pasal 23 ayat 1).

7. Ketentuan mengenai unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan peserta diatur dalam Peraturan BPJS (Pasal 48).

Tolak ukur dikatakan bahwa SJSN telah berhasil dilaksanakan BJPS dilihat dari jumlah orang yang dijamin. BPJS merencanakan pada tahun 2014 terdapat 70% masyarakat Indonesia ikut dalam program SJSN. Target lebih tinggi yang dicanangkan oleh BPJS lagi pada tahun 2017 terdapat 90% lebih rakyat Indonesia sudah mengikuti program SJSN. Walaupun dalam pelaksanaannya oleh pemerintah dilakukan secara bertahap hingga tahun 2019 ditargetkan seluruh warga di Indonesia masuk SJSN. Keberhasilan ini menjadi tanggung jawab bersama bagi seluruh lapisan masyarakat.

2.7 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Menurut Naskah Akademik SJSN, Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah suatu program pemerintah dan masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. JKN melibatkan delapan kementerian dan lembaga dalam pelaksanaannya dan dikelola oleh BPJS Kesehatan. Tujuan penyelenggaraan JKN ini adalah untuk memberikan manfaat


(46)

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2).

JKN ini diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas seperti yang ada pada UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 1 seperti berikut ini.

1. Prinsip asuransi sosial meliputi:

a. Kegotongroyongan antara peserta kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah,

b. Kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif,

c. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima upah atau suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah,

d. Dikelola dengan prinsip nirlaba, artinya pengelolaan dana digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta dan setiap surplus akan disimpan sebagai dana cadangan dan untuk peningkatan manfaat dan kualitas layanan.

2. Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar prosentase tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan (Pasal 17 ayat


(47)

1) dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (Pasal 17 ayat 4).

Cara menjadi peserta JKN adalah:

1. Pekerja didaftarkan oleh perusahaannya ke BPJS,

2. Mendaftarkan diri secara individu atau kelompok bagi non-penerima upah seperti tukang becak, sopir, dan yang lain, dan

3. Menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) bagi fakir miskin, cacat total, dan tidak mampu.

Pada prinsipnya, Penerima Bantuan Iuran bagi yang tidak mampu membayar iuran, maka iuran tersebut dibayar pemerintah. Para penerima tersebut akan menerima iuran sebesar Rp19.225,- per orang per bulan. Peserta PBI ini ditetapkan sendiri oleh pemerintah yang bagaimana dikatakan fakir miskin dan tidak mampu. Mereka tidak mendaftarkan dirinya sendiri jadi peserta PBI.

Jaminan Kesehatan Nasional memberikan manfaat jaminan kesehatan bagi perorangan dan menjamin pelayanan anggota keluarga lainnya. Manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan mencakup pengobatan hingga bahan medis sesuai kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah:


(48)

1. Peserta JKN mendapat jaminan kesehatan mulai fasilitas primer, sekunder, hingga tersier, baik milik pemerintah ataupun swasta yang bekerja sama dengan BPJS,

2. Menjamin kesehatan medis mulai dari administrasi pelayanan, pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis seseorang sampai non-medis seperti akomodasi dan ambulan,

3. Melayani tindakan medis non spesialistik yang bersifat operatif ataupun non-operatif, lalu pelayanan transfusi darah sesuai kebutuhan medis,

4. Jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) yang meliputi pemberian pelayanan, penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, dan skrining kesehatan; juga mencakup pelayanan pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang meliputi pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama dan pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai keluhan penyakit. Pelayanan ini menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 1,2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26).

Cara pendaftaran jadi peserta JKN bagi peserta mandiri adalah dengan cara mendatangi kantor BPJS. Peserta mengisi formulir pendaftaran dan menyerahkan photocopy KTP, photocopy kartu keluarga, dan pas foto berwarna berukuran 3x4 sebanyak dua lembar. Setelah itu, peserta akan mendapat nomor pendaftaran,


(49)

kemudian peserta melakukan pembayaran di Kantor Pos, atau ATM, atau bisa juga menyetor tunai di bank yang telah ditunjuk BPJS. Setelah selesai semuanya, peserta dapat mengambil kartu anggota Jaminan Kesehatan Nasional.

Tempat pendaftaran kepesertaan JKN di Sumatera Utara sendiri ada sebanyak lima tempat, antara lain:

1. Medan : Jl. Karya No.135 Medan

2. Kabanjahe : Jl. Letnan Rata Perangin-angin No.14 A, Kabanjahe 3. Pematangsiantar : Jl. Perintis Kemerdekaan No.7, Pematang Siantar 4. Padang Sidempuan : Jl. SM. Raja/Raja Ina Siregar Km 5,7

5. Sibolga : Jl. dr. F. L. Tobing No.5, Sibolga

Awal pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tanggal 1 Januari 2014, telah ada sebanyak 121,6 juta orang sebagai peserta JKN. Peserta JKN ini terdiri dari peserta asuransi kesehatan sosial PT Askes (Pegawai Negeri Sipil/PNS dan pensiunan beserta keluarga, serta anggota dan pensiunan TNI-Polri dan keluarga); peserta jaminan kesehatan dari Jamsostek; serta penduduk miskin yang tercakup dalam Jamkesmas yang kemudian menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI). Semua BUMN juga telah mendaftarkan pegawainya untuk menjadi peserta JKN.

Pelayanan kesehatan yang diberikan dan dijamin oleh BPJS Kesehatan melalui JKN seperti dikutip dari Koran Kompas pada edisi “Cukup Banyak Klinik


(50)

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama/dasar, yakni pelayanan kesehatan non-spesialistik

1. Pelayanan promotif dan preventif.

2. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis.

3. Tindakan medis non-spesialistik, baik operatif maupun non-operatif. 4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.

5. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis.

6. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama. 7. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis.

b. Pelayanan kesehatan tingkat dua/lanjutan i. Pelayanan kesehatan yang mencakup

1. Pemeriksaan, pengobatanm dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub-spesialis.

2. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis. 3. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.

4. Pelayanan alat kesehatan implan.

5. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis. 6. Rehabilitasi medis.

7. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis. 8. Pelayanan kedokteran forensik.

9. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan. ii. Rawat inap yang mencakup


(51)

2. Perawatan inap di ruang intensif.

Sedangkan pelayanan kesehatan yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan melalui JKN adalah:

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.

2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali kasus gawat darurat.

3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja.

4. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.

5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau estetik. 6. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan). 7. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi).

8. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol. 9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat

melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.

10.Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, termasuk akupuntur, sinse, chiropratic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment).

11.Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen).


(52)

12.Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu. 13.Perbekalan kesehatan rumah tangga.

14.Pelayanan kesehatan akibat bencana, pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah.

15.Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.

2.8 Persepsi Masyarakat 2.8.1 Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan pengalaman akan objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ini memberikan makna kepada stimulus inderawi. Manusia pada umumnya menerima informasi dari lingkungannya lewat proses yang sama. Jadi untuk memahami persepsi seseorang, harus memiliki proses perolehan informasi yang dari lingkungannya. Melalui informasi tersebut, persepsi seseorang dapat dipengaruhi sehingga memudahkan penarikan kesimpulan bagi seseorang untuk berbuat sesuai informasi tersebut.

Persepsi seseorang terhadap suatu hal juga akan memengaruhi tingkah laku individu tersebut terhadap hal yang tadi tersebut. Berarti, tingkah laku seseorang selalu didasarkan atas makna sebagai hasil persepsi terhadap lingkungan dia hidup. Hal yang dilakukan dan tidak dilakukan dengan alasan banyak hal, selalu didasarkan pada batasan-batasan menurut pendapatnya sendiri secara selektif. Persepsi ini meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi


(53)

mengenai lingkungannya melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasaan. Oleh karena itu, pada suatu objek yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda-beda oleh beberapa orang.

Secara etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin, yaitu Preceptio yang berarti menerima atau mengambil. Menurut Robin dalam Notoatmodjo (2005), persepsi adalah proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan dengan tujuan untuk memberi makna terhadap lingkungannya. Persepsi merupakan suatu proses otomatis yang terjadi sangat cepat dan kadang tidak kita sadari, dimana kita dapat mengenali stimulus yang kita terima dan memengaruhi tindakan kita (Notoatmodjo, 2005).

Persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana melihat, mendengar, merasakan, dan meraba (kerja indra) di sekitar (Wudayatun, 1999). Menurut Tjiptono (2000), persepsi adalah perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, alami atau dibaca, sehingga persepsi sering memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang. Persepsi yang positif akan memengaruhi rasa puas seseorang dalam bentuk sikap dan perilakunya terhadap pelayanan kesehatan, dan begitu juga sebaliknya bahwa persepsi negatif akan ditunjukkan melalui kinerjanya.

Menurut Winardi (2001), bahwa persepsi adalah proses yang bermanfaat sebagai filter dan metode untuk mengorganisasikan stimulus, yang memungkinkan seseorang menghadapi lingkungannya. Proses persepsi menyediakan mekanisme


(54)

melalui stimulus yang diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti, yang hampir bersifat otomatis dan bekerja dengan cara yang sama pada masing-masing individu, sehingga secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda. Defenisi lain dari persepsi adalah pengamatan sebagai hasil penglihatan, pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu. Hal inilah yang sangat memengaruhi pembentukan dan perubahan perilaku seseorang.

Sebagaimana persepsi merupakan proses pengamatan, maka hal-hal yang dapat diamati tersebut disebut objek persepsi. Dibedakan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Manusia, termasuk juga kehidupan sosial manusia, nilai-nilai kultural, dan hal lain, yang disebut dengan istilah persepsi interpersonal,

2. Benda-benda mati dan makhluk hidup selain manusia.

Persepsi disebut juga pandangan, yaitu suatu proses seseorang mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Hal yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Tetapi sering juga muncul ketidaksepakatan. Persepsi menjadi sangat penting karena perilaku orang-orang di dalam suatu organisasi didasarkan pada persepsi mereka mengenai hal yang realitas, bukan mengenai realitas itu sendiri (Robbins, 20001).


(55)

2.8.2 Faktor Memengaruhi Persepsi Masyarakat

Menurut Sears, dkk (1999) dalam Asna (2010), persepsi manusia didominasi oleh dua asumsi berikut ini.

1. Proses pembentukan kesan dianggap agak bersifat mekanis dan cenderung hanya memantulkan sifat manusia yang memberi stimulus.

2. Proses itu berada dibawah dominasi perasaan atau evaluasi dan bukan oleh pikiran atau kognisi.

Pembentukan kesan itu secara mekanis memantulkan terkumpulnya informasi dalam pikiran seseorang. Hal ini disebabkan banyak faktor yang dapat membentuk persepsi dan bisa juga memutar balikkan persepsi seseorang. Menurut Robbins (2001) dalam Notoatmodjo (2010) bahwa faktor-faktor itu dapat berada pada pihak pelaku persepsi (perceiver), pada objeknya, atau pada konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan.

Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi seseorang menurut Baltus (1983) dalam Asna (2010) adalah:

1. Kemampuan dan keterbatasan fisik dan alat indra dapat memengaruhi persepsi untuk sementara waktu atau permanen,

2. Kondisi lingkungan, 3. Pengalaman masa lalu,

4. Kebutuhan dan keinginan, yang dapat membuat seseorang berfokus pada hal yang dibutuhkan dan diinginkan tersebut,


(56)

5. Kepercayaan, prasangka, dan nilai, individu akan lebih memperhatikan dan menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya.

Persepsi sangat tergantung pada penginderaan data, dan kognitif seorang individulah yang menyaring, menyederhanakan, dan mengubah hasil penginderaannya menjadi lebih sempurna. Persepsi dapat diartikan sebagai suatu penilaian untuk berperilaku secara nyata dan disalurkan melalui emosi ataupun motivasi. Seseorang dalam memandang suatu hal seperti benda, perbuatan, atau yang lain, akan selalu mempunyai pendapat atau pandangan tersendiri. Pandangannya tersebut mungkin sama atau berbeda dengan pandangan orang lain. Hal ini dikarenakan pandangan seseorang itu dipengaruhi oleh banyak faktor yang datang dari luar dirinya (eksternal) maupun dari dalam dirinya (internal).

Sementara persepsi merupakan hal internal yang dilakukan oleh individu untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Oleh karena itu, persepsi ini kental dengan ekspresi yang dikeluarkan seseorang untuk menanggapi segala rangsangan dari luar dirinya. Persepsi harus mampu memberikan makna terhadap rangsangan yang ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini tergantung pada proses pemahaman suatu hal, termasuk didalamnya sistem nilai, tujuan, kepercayaan, dan tanggapannya terhadap hasil yang dicapai. Sedangkan faktor eksternal tergantung hal yang diberikan lingkungan.


(57)

Menurut Prasetijo (2005), beberapa faktor yang memengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah:

1. Faktor internal a. Pengalaman, b. Kebutuhan saat itu, c. Nilai-nilai yang dianut, d. Pengharapan,

2. Faktor eksternal a. Tampakan produk, b. Sifat-sifat stimulus, c. Situasi lingkungan.

Menurut Notoatmodjo (2005), ada dua faktor yang memengaruhi persepsi, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, dan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.

1. Faktor eksternal a. Kontras

Merupakan cara termudah untuk menarik perhatian baik kontras warna, ukuran, bentuk, dan gerakan. Contohnya adalah iklan yang dibuat perusahaan iklan dengan menggunakan papan iklan yang besar akan tampak lebih menarik perhatian daripada yang kecil dan polos.


(58)

b. Perubahan intensitas

Merupakan cara untuk menarik perhatian seperti perubahan suara yang tiba-tiba keras atau perubahan cahaya yang tiba-tiba menyilaukan. c. Pengulangan

Proses ini membuat stimulus yang pada awalnya tidak masuk dalam rentang perhatian, menjadi perhatian bagi orang. Contohnya, bunyi sirene mobil ambulans yang berulng-ulang akan segera menarik perhatian dibandingkan suara mobil lain yang sama-sama sedang berjalan di jalanan.

d. Sesuatu yang baru

Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian daripada sesuatu yang telah diketahui. Contohnya, cara terapi kesehatan yang baru dan berbeda dibandingkan terapi biasa akan segera menarik perhatian orang. e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak

Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian orang lain juga. Contohnya, ada suatu kurumunan orang di suatu tempat akan membuat orang lain tertarik untuk ikut melihat apa yang dilihat oleh kurumunan orang tersebut.

2. Faktor internal

a. Pengalaman dan pengetahuan

Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh. Pengalaman masa lalu atau yang telah dipelajari akan


(59)

menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. Contohnya, seorang anak yang pernah disuntik oleh dokter dan merasa sakit, akan cenderung menangis dan menghindar dari dokter setiap bertemu dokter. Hal ini karena pengalaman disuntiknya yang sakit sebelumnya.

b. Harapan

Harapan terhadap sesuatu akan memengaruhi persepsi terhadap stimulus. Contohnya, ketika seseorang membawa pasien gawat darurat ke rumah sakit dan dia melihat seseorang datang dengan jas putih, maka dia akan langsung mengira bahwa orang berjas putih itu adalah dokternya. Bila orang tersebut bukan dokter, maka si pembawa pasien akan merasa kecewa dan segera mencari dokter.

c. Kebutuhan

Kebutuhan akan menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang perhatian seseorang dan kebutuhan ini akan menyebabkan orang tersebut menginterpretasikan stimuls secara berbeda. Contohnya, jika seseorang memiliki uang yang lebih dari biasanya, maka dia akan merasa bahwa uang tersebut banyak sekali. Namun, ketika kebutuhan yang akan dibeli memiliki harga yang jauh lebih besar, maka uang yang awalnya dirasakan banyak itu akan terasa sedikit.

d. Motivasi

Motivasi akan memengaruhi persepsi seseorang, sehingga persepsi setiap orang itu akan berbeda tergantung kepada sekuat apa motivasi


(60)

menjaga kesehatannya, maka dia akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu yang negatif baginya.

e. Emosi

Emosi seseorang akan memengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada. Jika emosi seseorang baik, maka situasi di sekitarnya akan terlihat baik dan jika emosi seseorang jelek, maka situasi di sekitarnya terlihat jelek juga. Contohnya, jika seseorang merasa takut dengan operasi, maka setelah operasi dia akan merasa lebih sakit dibandingkan orang yang tidak merasa takut dengan operasi.

f. Budaya

Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda dan cenderung menjadi lebih kritis. Namun, akan memersepsikan bahwa orang-orang di luar kelompoknya sama saja. Contohnya, kelompok satu suku, satu lingkungan rumah, satu almamater, dan lain-lain.

Jadi, dalam penelitian ini akan diteliti mengenai persepsi masyarakat terhadap Jaminan Kesehatan Nasional yang baru diterapkan dengan keinginan masyarakat menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional tersebut.


(61)

2.9 Peran Karakteristik terhadap Perilaku Kesehatan

Ada banyak faktor karakteristik individu yang memengaruhi perilaku kesehatan masyarakat. Menurut Gunarsa (1995) serta Charles Abraham dan Eamon Shanley (1997), ada beberapa faktor yang memengaruhi pernyataan seseorang adalah latar belakang individu yang berbeda-beda tersebut seperti berikut ini.

1. Umur

Semua tingkatan umur memberikan persepsi berbeda-beda terhadap pelayanan kesehatan.

2. Pendidikan

Pendidikan dan pengetahuan seseorang yang kurang, membutuhkan lebih banyak perhatian khusus. Setiap orang akan memperhatikan aspek yang berbeda dari objek yang ditemui sesuai dengan pengalaman masa lalu, keahlian, dan minatnya masing-masing.

3. Pekerjaan

Masyarakat memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda dan tingkat penghasilan yang berbeda juga. Biasanya, masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berpendidikan formal rendah menimbulkan sikap masa bodoh, pengingkaran, dan rasa takut yang tidak mendasar.

4. Jenis kelamin

Laki-laki lebih cenderung dapat mengendalikan emosinya dan berpikir lebih kritis daripada perempuan, sehingga dapat memengaruhi persepsinya.


(62)

Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor individu yang terkait dengan kesehatan adalah:

1. Umur, merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi, dan angka kesakitan serta angka kematian selalu menunjukkan keadaan yang dihubungkan dengan umur,

2. Status pekerjaan, adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dan pekerjaan ini sangat menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan, 3. Pendidikan, dapat dilihat pada kehidupan sehari-hari bahwa orang dengan

pendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan orang dengan pendidikan formal lebih rendah, karena akan lebih mampu memahami arti dan pentingnya kesehatan.

Ada tiga faktor yang memengaruhi persepsi menurut Setiadi (2003), yaitu keadaan stimulus yang diamati, situasi sosial tempat pengamatan terjadi, dan karakteristik pengamatan. Karakteristik individu yang memengaruhi persepsinya adalah sebagai berikut.

1) Kelas sosial

Hal ini mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam berperilaku sesuai posisi ekonomi mereka. Kelompok status mencerminkan harapan komunitas akan gaya hidup di kalangan masing-masing kelas dan estimasi sosial yang positif dan negatif mengenai kehormatan yang diberikan kepada


(63)

masing-masing kelas. Kelompok sosial dengan variabel ekonomi adalah pekerjaan, pendapatan, pendidikan, ukuran dan jenis tempat tinggal, pemilikan barang dan kekayaan, pekerjaan dilakukan yang sangat memengaruhi gaya hidup, prestise, kehormatan, dan respek.

2) Budaya

Budaya suatu masyarakat dapat diidentifikasikan berdasarkan etnis, agama, demografi, dan yang lain. Variabel demografi menjelaskan karakteristik suatu populasi dan dikelompokkan dalam karakteristik yang sama. Variabel yang termasuk budaya berdasarkan demografi adalah etnis, kebangsaan, umur, agama, jenis kelamin, dan lain-lain.

3) Peran ekspektasi pada persepsi

Ekspektasi atau harapan adalah keyakinan, kepercayaan, dan individual sebelumnya mengenai hal yang harus terjadi pada situasi tertentu.

2.10 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka kerangka konsep yang dibuat dalam penelitian ini dapat dilihat dalam skema pada halaman berikut ini.


(64)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian 2.11Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian, dan kerangka konsep yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini, yaitu ada hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap keikutsertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan Tahun 2014.

Karakteristik masyarakat:

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Jumlah anggota keluarga 4. Pendidikan

5. Pekerjaan

6. Penghasilan perbulan

Persepsi masyarakat

Keikutsertaan menjadi peserta


(1)

150

II. Kelurahan Pasar Merah Barat, Kecamatan Medan Kota


(2)

151

III. Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru


(3)

152

IV. Kelurahan Darat, Kecamatan Medan Baru


(4)

153


(5)

154

V. Kelurahan Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan


(6)

155

VI. Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan Di kelurahan ini, penduduknya tidak mau difoto.


Dokumen yang terkait

hubungan karateristik dan persepsi masyarakat tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap keikusertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2014

19 72 157

Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

7 64 124

Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

1 58 114

Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Desa Binjai Kota Medan Tahun 2016

0 6 110

Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Desa Binjai Kota Medan Tahun 2016

2 1 16

Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Desa Binjai Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Karateristik Dan Persepsi Masyarakat Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terhadap Keikusertaan Menjadi Peserta JKN Di Kota Medan Tahun 2014

0 0 36

Hubungan Karateristik Dan Persepsi Masyarakat Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terhadap Keikusertaan Menjadi Peserta JKN Di Kota Medan Tahun 2014

0 0 37

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karateristik Dan Persepsi Masyarakat Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terhadap Keikusertaan Menjadi Peserta JKN Di Kota Medan Tahun 2014

0 0 10

Hubungan Karateristik Dan Persepsi Masyarakat Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terhadap Keikusertaan Menjadi Peserta JKN Di Kota Medan Tahun 2014

0 0 15