Analisis Framing Buku Biografi Chairul Tanjung Si Anak Singkong

BAB II
URAIAN TEORITIS
Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang
paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995: 40).
Fungsi teori dalam satu riset penelitian adalah membantu peneliti dalam
menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat
perhatiannya (Kriyantono, 2008: 43).
Teori berguna untuk menjelaskan titik tolak landasan berfikir dalam
memecahkan masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat
pokok – pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian
yang akan disorot (Nawawi, 1995: 40). Ketika suatu masalah penelitian telah
ditemukan, maka peneliti mencoba membahas masalah tersebut dengan teori –
teori

yang dipilihnya yang dianggap mampu menjawab masalah penelitian

(Bungin, 2008: 31). Teori yang relevan dalam penelitian ini adalah:

2.1 Konstruksi Sosial Media Massa
Membahas teori konstruksi sosial (Social construction), tentu tidak bisa
terlepas dari bangunan teoritis yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan

Thomas Luckman. Berawal dari istilah konstruktivismen, konstruksi relaitas
sosial terkenal sejak diperkenalkan Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui
buku yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in The
Sociological of Knowledge tahun 1966 (Bungin, 2008: 193).
Bagi Berger dan Luckman, realitas tidak terbentuk sendiri, namun
dibentuk dan dikonstruksi. Realitas berwajah ganda atau plural, setiap orang dapat
memiliki konstruksi berbeda atas sebuah relitas, selai itu juga realitas juga bersifat
dinamis dan dialektis. Realitas tidak statis maupun tunggal karena ada relativitas
sosial dari apa yang disebut pngetahuan dan kenyataan. Berger dan Luckman juga
beranggapan

realitas

sosial

dikonstruksi

melalui

proses


eksternalisasi,

objektivitas, dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang
hampa, namun sarat dengan kepentingan – kepentingan (Bungin, 2008: 192).
Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial dan Berger dan Luckman
terletak pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam

13
Universitas Sumatera Utara

kehidupan sehari – hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis
sosial teori dan pendekataan ini adalah transisi – modern di Amerika pada sekitar
tahun 1960-an, di mana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang
menarik untuk dibicarakan. Dengan demikian Berger dan Luckman tidak
memasukkan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh
dalam konstruksi sosial atas realitas.
Teori dan pendekataan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan
Luckman telah direvisi dengan menambahkan variabel atau fenomena media
massa yang sangat substantif dalam proses eksternalisasi, subjektivasi dan

internalisasi. Inilah yang kemudian dikenal sebagai konstruksi sosial media
massa. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga
membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung
sinis (Bungin, 2008: 203).
Menurut perspektif ini tahapan – tahapan dalam proses konstruksi sosial
media massa itu terjadi melalu tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran
konstruksi; tahap pembentukan konstruksi; tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 188189). Penjelasannya sebagai berikut:
1.

Tahap menyiapkan materi konstruksi: Ada tiga hal penting dalam tahapan ini
yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu
kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.

2.

Tahap sebaran konstruksi: prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media
massa adalah sebuah informasi harus sampai pada khalayak secara tepat
berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi

penting pula bagi pemirsa atau pembaca.

3.

Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung
melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kedua kesediaan dikonstruksi
oleh media massa; (3) sebagai pilihan konsumtif.

4.

Tahap konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media masa maupun
penonton memberi argumentasi terhadap pilihannya untuk terlibat dalam
pembentukan konstruksi.

Universitas Sumatera Utara

Pada kenyataannya, realitas sosial berdiri sendiri tanpa kehadiran individu
baik di dalam maupun diluar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna,
saat realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain
sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu mengkonstruksi

realitas sosial, dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas
itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya (Bungin, 008:
188-189)

2.2 Representasi
Representasi biasanya dipahami sebagai gambaran sesuatu yang akurat
atau realita yang terdistori. Representasi tidak hanya berarti “ to present”, “to
image, atau “to depict”. Kedua, gambar politis hadir untuk mempresentasikan
kepada kita. Kedua ide ini berdiri bersama untuk menjelaskan gagasan mengenai
representasi.
Representasi adalah sebuah cara dimana memaknai apa yang diberikan
pada benda yang digambarkan. Konsep lama mengenai representasi ini didasarkan
pada premis bahwa ada sebuah gap representasi yang menjelaskan perbedaan

Universitas Sumatera Utara

antara makan yang diberikan oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya
digambarkan. Hal ini terjadi antara representasi dan benda yang digambarkan.
Berlawanan dengan pemahaman standar itu, Stuart Hall beragumentasi
bahwa representasi harus dipahami dari peran aktif dan keratif orang memaknai

dunia, “So the representation is the way in which meaning is somehow given on
the things which are depicted through the images of whatever it is, on screens or
the words on a page which stands for what we’re talking about.”
Hall menunjukkan bahwa sebuah imaji akan mempunyai makna yang
berbeda dan tidak ada garansi bahwa imaji akan berfungsi atau bekerja
sebagaimana mereka dikreasi atau dicipta. Hall menyebutkan “Representasi
sebagai konsitutif”. Representasi tidak hadir sampai setelah direpresentasikan,
representasi tidak terjadi setelah sebuah kejadian. Representasi adalah konsitutif
dari sebuah kejadian. Representasi adalah bagian dari objek itu sendiri, ia adalah
konsitutif darinya.
Menurut Jhon Fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan
kelompok atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang dihadapi oleh
wartawan. Pada level pertama, adalah peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai
realitas. Pada level kedua, ketika ia memandang sesuatu sebagai realitas,
pertanyaan berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Pada level
ketiga, bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi – konvensi
yang diterima secara ideologis. Menurut Fiske. Ketika kita melakukan
representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut.
2.3 Analisis Framing
Gagasan mengenai, framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun

1955 (Sobur, 2004: 161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual
atau perangkat kepercayaan yang mengorganisisr pandangan politik, kebijakan
dan wacana serta yang menyediakan kategori – kategori standar untuk
mengapreasias realitas. Tetapi akhir – akhir ini, konsep framing telah digunakan
secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses
penyeleksian dan penyorotan aspek – aspek khusus sebuah realita oleh media.
Framing secara sederahan adalah bingkaian sebuah peristiwa. Framing
adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana presektif atau cara pandangan

Universitas Sumatera Utara

yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara
pandang tersebung yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang di ambil,
bagaimana yangditonjolkan dana bagian mana yang dihilangkan serta hendak
dibawa kemana berita tersebut (Sobur,2004:162).
Menurut Imawan (Sobur, 2004: 162) pada dasarnya framing adalah
pendekatan yang digunakan untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi
realitas. Untuk melihat bagaimana cara media, memaknai, memahami, dan
membingkai kasus atau peristiwa yang diberitakan. Sebab media bukanlah
cerminan realitas yang memberitakan apa adanya. Namun, media mengkonstruksi

realitas sedemikian rupa, ada fakta – fakta yang diangkat ke permukaan, ada
kelompok – kelompok yang diangkat dan dijatuhkan, ada berita yang diangap
penting dan tidak penting. Karena berita menjadi manipulasi dan bertujuan untuk
mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif,
alamiah, wajar atau tak terelakan.
Ada dua aspek penting dalam framing. Pertama, memilih fakta atau
realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan kepada asumsi, wartawan tidak
mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu
terkandung dua kemungkinan, yaitu apa yang dipilih (included) dan apa yang
dibuang (excluded). Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel
tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bis jadi berbeda
kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.
Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta
yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Bagaimana fakta yang sudah dipilih
tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu, penempatan yang
menyolok, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat
penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa
yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi simplifikasi dan
sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas.
Prinsip analisis framing menyatakan bahwa pada fakta yang diberitakan

dalam media terjadi proses seleksi dan penajaman terhadap dimensi – dimensi
tertentu. Fakta tidak ditampilkan secara apa adanya, namum diberi bingkai
(frame) sehingga menghasilkan konstruksi yang spesifik.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini menggunakan model analisis framing milik Zhongdang Pan
dan Gerald M. Kosicki. Adalah salah satu model analisis yang banyak dipakai
dalam menganalisis teks media. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing dilihat
sebagaimana wacana publik tentang semua isu atau kebijakan dikonstruksi dan
dinegosiasikan. Framing didefenisiskan sebagai proses membuat suatu pesan
lebih menonjol, menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga
khalayak lebih tertuju pada pesan itu (Eriyanto, 2002: 252).
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki melalui tulisan mereka “framing
Analysis: An Aproach to News Discourse” mengoperasikan empat dimensi
struktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik, dan
retoris. Keempat

dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang


mempertautkan elemen – elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi
global (Sobur, 2004:175).
Selanjutnya perangkat framing Pan dan Kosicki ini dibagi menjadi empat
struktur besar (Eriyanto, 2002:255):
1.

Sintaksis dalam wacana berita, sintaksis menunjukan pada pengertian
sususnan bagan berita yaitu headline, lead, latar informasi, sumber, penutup
dalam suatu kesatuan teks berita secara keseluruhan.
a. Headline
Berita yang menjadi topik utama media
b. Lead
Alinea pembuka atau alinea pertama atau berita. Lead atau teras berita
berisi pokok – pokok penting yang dapat mewakili isi berita.
c. Latar informasi
Merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin
ditampilkan wartawan. Wartawan ketika menulis berita biasanya
mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang
dipilih menentukan arah mana pandangan khalayak hendak dibawa.
d. Kutipan sumber berita

Orang atau hal – hal yang dijadikan sumber berita. Dimaksudkan untuk
membangun objektivitas prinsip keseimbangan dan tidak memihak.

Universitas Sumatera Utara

e. Pernyataan
Merupakan kalimat – kalimat yang dibuat untuk medukung isi berita.
f. Penutup
Bagian akhir berita.
2.

Skrip
Skrip berhubungan dengan bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur
wartawan dalam mengisahkan/ menceritakan peristiwa ke dalam bentuk
berita.
Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah unsur kelengkapan berita yaitu:
a. Who (siapa), siapa yang terlibat
b. What (apa), apa peristiwa yang diberitakan
c. When (kapan), waktu terjadinya peristiwa
d. Where (dimana), lokasi peristiwa
e. Why (mengapa), mengapa bisa terjadi
f. Hwo (bagaimana), bagaimana terjadinya peristiwa

3.

Tematik
Struktur tematika berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis,
bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa dalam
proposi, kalimat, atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara
keseluruhan.
Tematik memiliki perangkat framing:
a. Detail
Elemen detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan
seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi
yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan
menampilkan informasi yang tidak menguntungkan dirinya dalam jumlah
sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan).
b. Koherensi
Merupakan elemen untuk melihat bagimana seseorang secara strategis
menggunakan perangkat bahasa untuk menjelaskan fakta atau peristiwa.
Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau sebab
akibat.

Universitas Sumatera Utara

c. Bentuk kalimat
Bentuk kalimat dipakai untuk menjelaskan fakta yang ada, berhubungan
dengan kalimat pasif atau kalimat aktif dan kalimat deduktif atau kalimat
induktif.
d. Kata ganti
Kata pengganti subjek atau objek dalam satu kalimat, misalnya: aku, dia,
mereka, itu, dan lain – lain.
4.

Retoris
Struktur retoris suatu wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata
yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan.
Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memaknai pilihan kata, idiom,
grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan
juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.
Retoris memiliki perangkat sebagai berikut:
a. Leksikon
Pemilihan dan pemakaian kata – kata tertentu untuk menandai atau
menggambarkan peristiwa.
b. Grafis
Biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan
tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis
bawah, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan
ukuran yang lebih besar, termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption,
raster, grafik, gambar, dan tabel untuk mendukung arti penting suatu
pesan.
c. Metafora
Kalimat pengandaian atau perumpamaan.

Universitas Sumatera Utara