Analisis Framing Buku Biografi Chairul Tanjung Si Anak Singkong

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Begitu banyak tokoh yang dapat menjadi inspirasi generasi muda pada saat
ini didalam bidang – bidang tertentu, dengan adanya tokoh tersebut akan membuat
generasi muda pada zaman sekarang lebih membuka mata untuk bisa lebih
kereatif lagi pada zaman gelobal saat ini, sedangkan kita ketahui dengan adanya
perubahan gelobal pada saat ini banyak generasi tidak ada kesadaran bahwasanya
perkembangan indonesia ada ditangan generasi muda mau dibawa kemana kelak
indonesia jika generasi mudanya hanya berdiam diri saja tanpa melakukan apa –
apa.
Dengan adanya tokoh yang dapat menginspirasikan generasi muda pada
zaman sekarang dapat membangkitkan semangat generasi muda melakukan
perubahan yang lebih baik untuk indonesia ada pun beberapa tokoh yang kita
ketahui, penulis memilih salah satu tokoh yang kita ketahui yaitu Chairul
Tanjung. Siapa yang tidak mengenal sosok seorang Chairul Tanjung beliau
merupakan tokoh generasi indonesia yang berhasil dalam berbagai bidang seperti,
bisnis, properti, perbank dan tokoh media massa tokoh serba bisa yang sangat
menentukan keadaan indonesia masa kini dan mendatang.
Chairul Tanjung lahir dikeluarga yang sederhana berorang tua darah
Batak-Sunda, A.G Tanjung dan Halimah, beliau merupakan lulusan dari FKG UI

dan SMA Boedi Sutomo, masa kecil penuh dengan kecerian dilalui seperti anak
pinggiran kota pada umumnya. Beliau mendapatkan ajaran agama yang sangat
kuat dari sang nenek yang juga guru agama di SD Negeri Jalan Tepekong, jakarta
didikan yang diberikan sang nenek menjadi panduan sepanjang hidup hingga saat
ini kedisplinan orang tuanya dengan penghasilan sangat terbatas rela
mengorbankan apa pun agar anak – anaknya bisa mengenyam pendidikan
disekolah swasta. Diusia yang masih sangat belia, ketika masih duduk di bangku
sekolah menengah pertama, anak tersebut sudah mulai mengurus keperluan
transportasi teman – temannya yang akan study tour.
Kemudian dia tumbuh dewasa, lalu belajar tentang filosofi dan prinsip –
prinsip hidup sekaligus merasakan bagaimana sulitnya mencari sumber

1
Universitas Sumatera Utara

penghidupan. Perjalanan selanjutnya bagaikan air mengalir. Si anak ini tumbuh
menjadi orang dewasa yang matang. Bahkan, di usia muda, pada saat yang hampir
bersamaan, dia mampu meraih tiga prestasi sekaligus, baik dari sisi akademis,
organisasi kemasyarakatan, maupun usaha bisnisnya.
Sosok Chairul Tanjung mengingatkan kita pada sebuah kisah dalam

mitologi yunani kuno. Alkisah, seorang raja, midas yang sangat swakti. Segala
sesuatu yang tersentuh tangannya berubah menjadi emas. Hikmah kisah ini bukan
tentang keluhan midas yang kebingungan dengan kesaktiannya itu, sebab
makanan yang akan Disantapnya di emas, tetapi tentang kesaktian Midas
mengubah segala sesuatu menjadi emas.
Chairul Tanjung secara alegoris boleh disebut Midas, tidak dalam kisah,
tetapi dalam kemyataan. Segala usaha yang ia dirikan dan kembangkan nyaris
tidak ada yang gagal. Mungkin hanya dua yakni, usaha buku toko kebutuhan
praktikum calon dokter di pasar senen dan praktik kontraktor bangunan. Itu pun ia
golongkan sebagai bagian dari”Jatuh bangun” ketika masih sebagai mahasiswa
FKG-UI (1981-2987), sebelum akhirnya membuka pabrik sepatus sebagai awal
karirnya sebagai pengusaha.
Mengapa peneliti mengambil sosok seorang Chairul Tanjung sebagai salah
satu tokoh yang diteliti,menurut peneliti seorang Chairul Tanjung adalah tokoh
media massa seperti kita ketahui beliau merupakan pemilik salah satu stasiun
televis yaitu TRANSTV, TRAN7 dan masih banyak perusahan yang dipimpin
oleh beliau, peneliti tersebut dan ingin mengetahui bagaimanakah kisah seorang
Chairul Tanjung Si Anak Singkong ini tumbuh menjadi salah satu orang yang
diperhitungkan dalam indonesia dan bagaimanakah sosok seorang Chairul
Tanjung dalam Buku Biografi tersebut.

Dengan adanya penelitian ini maka peneliti ingin melihat bahwasanya
bagaimanakah wartawan mengambarkan sosok seorang Chairul Tanjung dalam
Buku Biografi Si Anak Singkong tersebut. Selain itu kepentingan internal
jurnalistik dan pemilik media. Kebijakan redaksi media juga dapat berpengaruh
terhadap p-embuatan Buku Biografi tersebut. Ideologi yang dianut juga
merupakan kekuatan lain yang mempengarui bagaimana media memahami,
menuliskan sehingga memposisikan dirinya atas realitas yang ada disekitarnya.

Universitas Sumatera Utara

Media bukanlah saluran yang bebas, tempat semua kekuatan sosial saling
berintraksi dan berhubungan (Eriyanto, 2001:53). Media dipandang sebagai agen
konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai kepentinganya. Media
bahkan menjadi sarana kelompok dominan tidak hanya memantapkan posisi
mereka. Media juga dipandamg sebagai instrumen ideologi. Berita yang disajikan
media,untuk lebih lanjutnya tidak hanya bermakna seperti realitas apa danya
tetapi, memiliki makna dan maksud tertentu yang coba untuk disajikan media.
Hingga realitas pun menjadi abstrak. Peristiwa yang dimaknai secara berbeda,
dengan titik perhatian yang berbeda dan pemilihyan kata yang berbeda. Kenyataan
ini menyadarkan kita betapa subjektifnya media. Ini juga memberikan ilustrasi

bagaimana berita yang kita baca setiap hari telah melalui proses konstruksi.
Kita perlu banyak belajar dari Chairul Tanjung. Dalam kurang dari 10
tahun, dihitung dari saat mengakuisisi Bank Mega dari Bank Karman tahun 1996
hingga 2006 ketika masuk di urutan ke-18 dari 40 orang terkaya indonesia versi
majalah forbes dengan total kekayaan pribadi 310 juta dollar AS atau lebih dari
Rp 2,8 trilliun. Dibulan maret 2012, majalah yang sama mengeluarkan daftar
1.226orang terkaya di dunia, 17 diantaranya orang indonesia Chairul Tanjung
termasuk diantaranya dalam urutan ke-634 dengan kekayaan pribadi 2,0 miliar
dollar AS.
Beliau tidak membantah julukan the rising star, tetapi membantah disebut
sebagai pengusaha dadakan, sebab dia merasakan semua diperoleh berkat kerja
keras bertahun – tahun sejak mahasiswa. Dimulai dari usaha fotokopi, industri
alas kaki, keuangan, lantas mengguritai keberbagai usaha mengakuisi perusahan
asing (carrefour). Payung perusahaan Para Group diubah jdi CT Crop (Chairul
Tanjung Corpora).
Dari berbagai berbagai pertemuan, liputan media, juga dari jawaban –
jawabannya ketika ditanya wartawan, dia katakan ditahun 1998, “Sukses tidak
bisa diraih dalam waktu sekejap.” Butuh ketekunan, kerja keras, dan integrasi
tinggi. Dalam dunia usaha, kepercayaan modal utama. Begitulah pengalaman
pertama kali mendapat kredit modal kerja Exspor sebesar 150 juta dari Bank Exim

menilai Chairul Tanjung mampu memutar uang itu dengan mengekspor sepatu
anak – anak.

Universitas Sumatera Utara

Kepercayaan itu merupakan segala – galanya. Sekali kepercayaan luntur,
dengan sendirinya bisnis luntur. Untuk mendapatkan kepercayaan dari mitra
bisnis, diperlukan kerja keras dan sentiasa berfikir sehat dan positif. Kendati
dalam peraktik bisnis sering terjadi penyimpangan etika bismis, tetapi sebagai
pengusaha yang mau maju harus mengembangkan moral dan idealisme.
Kita ketahui kesuksesan yang diraih beliau tidak membuat dia lupa diri
dengan kesuksesan yang dia raih, dengan ada buku Chairul Tanjung”Si Anak
Singkong”, menceritakan perjalanannya membuat inspirasi untuk generasi muda
pada saat ini. Buku ini wajib dibaca oleh siapapun, khususnya generasi muda yang
ingin mempelajari arti sebuah perjuangan hidup dan kerja keras untuk mengubah
kehidupan serta mewujudkan cita – cita. Tidak ada sukses yang bisa dicapai
seperti membalikan telapak tangan dan tidak ada prestasi tanpa perjuangan dan
kerja keras.
Tulis menulis dan menyiarkan berita adalah tugas wartawan. Artinya tugas
utama insan media adalah mengkonstruksikan erbagai realitas atas kejadian yang

dilaporkan. Pembuatan berita dimedia pada dasarnya penyusunan realitas –
realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dan tentu
saja pengunaan bahasa tidak bisa dilepaskan begitu saja. Bahkan, keberadaan
bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk mengambarkan realitas, melainkan
bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas. Bahasa dalam
pandangan kritis dipahami sebagai resprestasi yang berperan

dalam subjek

tertentu, tema – tema wacana tertentu, maupun strategi – strategi didalamnya
(Eriyanto, 2001: 6)
Chairul Tanjung merupakan salah satu tokoh muda yang sukses
membangun komunitas bisnisnya, bukan berangkat dari sesuatu yang sudah besar,
perjuangannya dalam membangun apa yang telah dicapainya sampai saat ini tidak
lepas dari kepemimpinan dan visi yang dimilikinya dalam ikut serta membangun
negara ini. Buku ini menceritakan secara rinci perjuangannya. Beliau
mengingatkan dari konsep filosofis “Dari tiada menjadi ada”. Di tangan Chairul
Tanjung, konsep ini menjadi rill. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, beliau
berhasil mencipatkan sekian usaha baru yang bermanfaat bagi dirinya,
keluarganya dan banyak orang. Diantaranya menciptakan lapangan kerja bagi


Universitas Sumatera Utara

lebih dari 75.000 karyawan dan mengharumkan nama indonesia dimata
internasional.
Negara kita telah banyak melahirkan putra terbaik, yang karyanya
merupakan manifestasi dari kecintaan kepada negerinya. Sedikit berbeda dari
yang lainnya, kecintaan Chairul Tanjung pada indonesia selalu diwujudkan dalam
kerja keras dan kerja nyata, yang dapat di nikmati oleh masyarakat luas.
Pemikiran – pemikirannya dapat menjadi mercusuar bagi generasi muda yang
memiliki hasrat dan mimpi yang sama.
Chairul Tanjung memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa
menjadi perusahaan

yang bisa bersinergi dengan perusahaan – perusahaan

multinasional. Ia tidak menutup diri ntuk bekerja sama dengan perusahaan
multinasional dari luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan
tetapi, ini merupakan upaya perusahaan nasional indonesia bisa berdiri sendiri,
dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Hal ini patut diapresiasi agar indonesia

dapat bersaing di kancah dunia. Resapi secara mendalam buku ini, dan anda akan
memahami prinsipnya dalam menjalankan Usahanya
Anak singkong dari salah satu kampung kumuh dijakarta kini menjelma
menjadi salah satu tokoh cukup diperhitungkan di indonesia. Dia adalah Chairul
Tanjung. Analisis yang digunakan peneliti adalah anlisis framing. Analisis
framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media
mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaiman
peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media (Eriyanto, 2001: 11). Framing
dalam prespektif ilmu komunikasi dipakai untuk membeda cara – cara atau
ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Framing adalah pendekataan untuk
mengetahui bagaimana persepektif atau cara pandang wartawan ketika menyeleksi
isu dan menulis berita (Sobur, 2004:162). Sedangkan analisis framing yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model framing Zhongdang Pan dan Gerald
M.Kosicki.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melihat konstruksi kisah
perjalanan Chairul Tanjung dalam Buku Biografi Si Anak Singkong.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka dapat dirumuskan fokus
masalah sebagai berikut:
“ Bagaimanakan konstruksi kisah perjalanan Chairul Tanjung dalam Buku
Biografi Si Anak Singkong?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
a. Peneliti

bertujuan

untuk

mengetahui

cara

wartawan

memaknai,


memahami, dan membingkai kisah Chairul Tanjung dalam Buku Biografi
Si Anak Singkong.
b. Peneliti bertujuan untuk mengetahui konstruksi pada makna isi pesan yang
terkandung dalam Buku Biografi Si Anak Singkong.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dan memperluas
pengetahuan

peneliti dalam bidang jurnalistik.

b. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat menambah dan memperkaya
pengetahuan dalam penelitian dalam bidang komunikasi, terutama
berkaitan dengan analisis framing di departemen ilmu komunikasi, FISIP
USU.
c. Secara peraktis, dapat menjadi sumber bacaan dan refrensi dalam analisis
framing bagi yang berkenan dalam penelitian ini.
1.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang
paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995: 37).

Teori berguna untuk menjelaskan titik tolak atau landasan berfikir dalam
memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori
yang memuat pokok – pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana
masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995: 39). Teori – terori yang relevan
dengan penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

1.5.1 Konstruksi Sosial Media Massa
Istilah konstruksi sosial atas realitas sosial (sosial construction of reality)
menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman
melalui bukunya yang berjudul “The sosial construction of reality, a Treatise in
the sosiological of Knowledge (1966). Menurut mereka, realitas sosial
dikonstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan
kepentingan – kepentingan (Bungin, 2008: 192).
Bagi kaum konstruktivisme, realitas (berita) itu hadir dalam keadaan
subjektif. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang dan ideologi
wartawan. Secara singkat, manusia ialah yang membentuk imaji dunia. Sebuah
teks dalam sebuah berita tidak dapat disamakan sebagai cerminan dari realitas,
tetapi ia harus dipandang sebagai konstruksi atas relitas.
Substansi teori konstruksi sosial media massa terletak pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial tersebut berlangsung
dengan sangat cepat dan merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk
opimi massa, massa cenderung apriori dan opimi massa cenderung sinis (Bungin,
2008: 203). Menurut perspektif ini tahapan – tahapan dalam proses konstruksi
sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap
sebaran konstruksi; tahap pembentukan konstruksi; tahap konfirmasi (Bungin
2008:188). Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.

Tahap menyiapkan materi konstruksi: ada tiga hal penting dalam tahap ini
yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu
kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.

2.

Tahap sebaran konstruksi: prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media
massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat
berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media massa,
menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.

3.

Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung
melalui:

(1)

konstruksi

realitas

pembenaran;

(2)

kedua

kesediaan

dikonstuksikan oleh media massa: (3) sebagai pilihan konsumtif.

Universitas Sumatera Utara

4.

Tahap konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun
penonton memberi argumentasi terhadap pilihannya untuk terlibat dalam
pembentukan konstruksi.
Pada kenyataannya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran

individu baik didalam maupun diluar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki
makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh
individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu
mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstruksinya dalam dunia realitas,
memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi
sosialnya. Melalui konstruksi sosial media, dapat dijelaskan bagaimana media
massa membuat gambaran tentang realitas.
Konstruksi realitas terjadi ketika wartawan atau media melakukan proses
pembingkaian (framing) berita setelah nilai berita (news values) dan unsur
kelayakan berita

(news

worthy)

dipenuhi.

Wartawan

tidak

melakukan

pembingkaian dalam keseluruhan teks berita. Hanya dibeberapa bagian saja dalam
struktur berita yang dibingkai dan selanjutnya menentukan wacana yang
dikonstruksi oleh wartawan.
1.5.2 Representasi
Representasi biasanya dipahami sebagai gambaran sesuatu yang akurat
atau realita yang terdistori. Representasi tidak hanya berarti “ to present”, “to
image, atau “to depict”. Kedua, gambar politis hadir untuk mempresentasikan
kepada kita. Kedua ide ini berdiri bersama untuk menjelaskan gagasan mengenai
representasi.
Representasi adalah sebuah cara dimana memaknai apa yang diberikan
pada benda yang digambarkan. Konsep lama mengenai representasi ini didasarkan
pada premis bahwa ada sebuah gap representasi yang menjelaskan perbedaan
antara makan yang diberikan oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya
digambarkan. Hal ini terjadi antara representasi dan benda yang digambarkan.
Berlawanan dengan pemahaman standar itu, Stuart Hall beragumentasi
bahwa representasi harus dipahami dari peran aktif dan keratif orang memaknai
dunia, “So the representation is the way in which meaning is somehow given on

Universitas Sumatera Utara

the things which are depicted through the images of whatever it is, on screens or
the words on a page which stands for what we’re talking about.”
Hall menunjukkan bahwa sebuah imaji akan mempunyai makna yang
berbeda dan tidak ada garansi bahwa imaji akan berfungsi atau bekerja
sebagaimana mereka dikreasi atau dicipta. Hall menyebutkan “Representasi
sebagai konsitutif”. Representasi tidak hadir sampai setelah direpresentasikan,
representasi tidak terjadi setelah sebuah kejadian. Representasi adalah konsitutif
dari sebuah kejadian. Representasi adalah bagian dari objek itu sendiri, ia adalah
konsitutif darinya.
Menurut Jhon Fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan
kelompok atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang dihadapi oleh
wartawan. Pada level pertama, adalah peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai
realitas. Pada level kedua, ketika ia memandang sesuatu sebagai realitas,
pertanyaan berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Pada level
ketiga, bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi – konvensi
yang diterima secara ideologis. Menurut Fiske. Ketika kita melakukan
representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut.
1.5.3 Analisis Framing
Pada dasarnya analisis framing atau analisis bingkai merupakam versi
terbaru dan pendekat analisis wancana, khususnya untuk menganalisis teks media.
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955
(Sobur,2004:161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisisr pandagan politik, kebijakan, dan
wacana, serta yang menyediakan kategori – kategori standar untuk mengapreasiasi
realitas.
Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam beberapa
disiplin ilmu dan berbagai pengertian. Titik singgung dari setiap pengertian
tersebut adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau
pemakaian bahasa. Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaa
‘ apa’ (what), analisis wacana lebih melihat pada ‘ bagaimana’ (how). Lewat
analisis wacana, kita bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga
bagaimana pesan itu disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur

Universitas Sumatera Utara

kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi
dari suatu teks (Erianto, 2001: XV).
Salah satu pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana adalah
analisis framing yang tergolong dalam pandangan konstruktivisme. Aliran ini
menolak pandangan positivis – empiris yang memisahkan subjek dan objek
bahasa. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam
kegiatan wacana serta hubungan – hubungan sosialnya.
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun
1955 (Sobur, 2004: 161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual
atau perangkat kepercayaan yang mengorganisasi pandangan politik, kebijakan
dan wacana serta yang menyediakan kategori – kategori standar untuk
mengapresiasi realitas. Tapi akhir – akhir ini, konsep framing telah digunakan
secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses
penyeleksian dan penyorotan aspek – aspek khusus sebuah realitas oleh media
massa.
Framing secara sederahan adalah bingkaian sebuah peristiwa. Framing
adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana presektif atau cara pandangan
yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara
pandang tersebung yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang di ambil,
bagaimana yangditonjolkan dana bagian mana yang dihilangkan serta hendak
dibawa kemana berita tersebut (Sobur,2004:162).
Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi dan
penajaman terhadap dimensi – dimensi tertentu dari fakta yang terberitakan dalam
media. Fakta tidak menampilkan secara apa adanya, namun diberi bingkai
(frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna spesifik.
Menurut Imawan (Sobur, 2004: 162) pada dasarnya framing adalah
pendekatan yang digunakan untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi
realitas. Untuk melihat bagaimana cara media, memaknai, memahami, dan
membingkai kasus atau peristiwa yang diberitakan. Sebab media bukanlah
cerminan realitas yang memberitakan apa adanya. Namun, media mengkonstruksi
realitas sedemikian rupa, ada fakta – fakta yang diangkat ke permukaan, ada
kelompok – kelompok yang diangkat dan dijatuhkan, ada berita yang diangap

Universitas Sumatera Utara

penting dan tidak penting. Karena berita menjadi manipulasi dan bertujuan untuk
mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif,
alamiah, wajar atau tak terelakan.
Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman
atas realitas dan membuatnya lebih menonjol dalam suatu teks yang
dikomunikasikan sedemikian rupa hingga mempromosikan sebuah defenisi
permasalahan

yang

khusus,

interprestasi

kausal,

evaluasi

merekomendasi penanganannya (Entman, 1993:52). Framing

moral

dan

secara esensial,

menurut Robret M. Entman meliputi penyeleksian dan penonjoloan. Dari defenisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi frame adalah mendefin isikan masalah,
mendiagnosis penyebab, memberikan penilaian moral dan menawarkan
penyelsaian masalah dengan tujuan memberi penekanan terhadap apa yang
diwacanakan.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis
framing milik Zhongdang Pan dan Geral M. Kosicki, adalah model salah satu
model analisis yang dipakai dalam menganalisis teks media. Bagi Pan dan
Kosicki, analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang semua isu
atau kebijakan dikonstruksi dan dinegosiasikan. Framing didefenisikan sebagai
proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih
daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan itu (Eriyanto, 2002:
252).
1.6 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah salah satu mengekspresikan sebuah ide abstrak
yang dibentuk dengan menggeneralkan objek atau hubungan fakta – fakta yang
diperoleh dari pengamatan. Konsep dibentuk dengan menggeneralkan hal – hal
khusus. Jadi konsepmerupakan sejumlah ciri atau standar umum suatu objek
(Kriyantono, 2008: 17).
Konsep merupakan penggambaran secara tepat fenomena yang hendak
diteliti, yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial (Singarimbun, 1995:34). Untuk itu

Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini menggunakan analisis framing dengan model analisis milik
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki sebagai instrumen penelitian. Dalam buku
mereka “framing Analysis: An Aproach to News Discourse” memiliki empat
dimensi struktur teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik,
dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang
mempertautkan elemen – elemen simatik narasi berita dalam koherensi global
(Sobur, 2004 :175).
Selanjutnya perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar yaitu:
1.

Struktur sintaksis yang berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun
peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Dapat diamati dari bagian
berita (lead

yang dipakai, latar, headline, kutipan yang diambil, dan

sebagainya).
2.

Struktur skip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan
peristiwa kedalam bentuk berita.

3.

Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan
kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.

4.

Struktur retoris, berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti
tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan
memakai pilihan kata , idion, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya
mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada
pembacanya. (Eriyanto,2004 : 225-256).

Universitas Sumatera Utara