Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Landoyung
2.1.1 Morfologi
Litsea cubeba (Lour.) Pers. berupa pohon dengan diameter batang 6-20
cm, serta tinggi pohon 5 – 10 meter (Marina, 2015). Batangnya tegak, berkayu,
bulat, percabangan simpodial, putih kotor. Daun berbentuk tunggal, lonjong, tepi
rata ujung runcing, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 10-14 cm,
lebar 7-9 cm, berwarna hijau. Bunganya majemuk, bentuk malai, berkelamin dua,
kelopak hijau muda berbentuk mangkok, berbulu halus, mahkota bulat
melengkung, kepala sari bulat berwarna hijau kehitaman. Memiliki buah bulat,
keras, hitam. Bijinya bulat berwarna putih kotor. Akarnya tunggang berwarna
coklat kehitaman (Hutapea, 1994).
2.1.2Habitat
Litsea cubeba (Lour.) Pers. tumbuh menyebar di Asia Tenggara, Asia
bagian timur (Indochina) (Prommeger, et al., 2005), Cina bagian selatan,
khususnya provinsi Guangxi dan Zhejinang, dan Sichuan (Widodo, 2011).
Krangean juga dijumpai di pegunungan Taiwan (Cheng andCheng, 1983; Lin et
al., 2007), bagian timur laut India (Kotoky, et al., 2007. Tanaman Litsea cubeba
(Lour.) Pers. tumbuh liar di lereng-lereng gunung yang ada di Pulau Jawa dan

Sumatera pada ketinggian 700-2300 m di atas permukaan laut (Heyne, 1987),
selain itu terdapat juga di Kalimantan Timur pada ketinggian 400-600 m di atas
permukaan laut (Heryati, dkk., 2009). Wilayah Sumatera Utara terdapat di dataran
tinggi Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Toba Samosir (Heryati, dkk., 2009).

5
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Sistematika
Menurut Hutapea (1994), klasifikasi tumbuhan landoyung sebagai
berikut:
Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi


: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Rhamnales

Suku

: Lauraceae

Marga

: Litsea

Jenis


: Litsea cubeba (Lour.) Pers.

2.1.4 Sinonim
Sinonim dari Litsea cubeba (Lour.) Pers. adalah Litsea citrate BL.,
Theterantera citrate Ness., dan Theterentera pollyantha Wall (Prapti, 2008).
2.1.5 Nama asing
Litsea cubeba (Lour.) Pers. di China dikenal dengan May Chang (Syamsul
dan Rodame, 2015).
2.1.6Nama daerah
Litsea cubeba (Lour.) Pers. mempunyai nama lain seperti: krangean (Jawa
tengah), ki lemo (Jawa barat), Attarasa (Sumatra utara), sedangkan daerah
Kalimantan khususnya pada suku Dayak Kenyan dikenal dengan nama balangla
(Marina, dkk., 2015).
2.1.7 Manfaat
Litsea cubeba (Lour.) Pers. kayu, kulit, buah, daun, cabang dan akarnya
sangat bermanfaat. Menurut Heryati, dkk. (2009), kegunaannya adalah:

6
Universitas Sumatera Utara


a. Kulit sebagai bahan minyak atsiri, pembuat parem, obat penurun panas, obat
sakit perut, tonikum, dan obat penawar racun.
b. Daun sebagai obat demam, sakit perut, dan penawar racun.
c. Buah sebagai bahan minyak atsiri, buah muda sebagai bahan sambal, bumbu
bandrek, bahan jamu untuk vertigo, dan lemas otot.
d. Batang cabang sebagai alat untuk mengusir binatang berbisa
f. Akar dan cabang sebagai obat sakit pencernaan, sakit kepala, sakit otot, sakit
saat menstruasi, dan obat mabuk perjalanan.
2.1.8 Kandungan kimia
Kulit segar kering udara mengandung 1,25% minyak atsiri yang terdiri
dari sitronelal dan sitral, serta mengandung 0,4% alkaloid berupa laurotetanin
(Heyne, 1987). Buah Litsea mengandung minyak esensial yang biasa disebut may
chang oil. Kulit batang dan daun mengandung saponin, flavonoid dan tanin
(Hutapea, 1994).

Susunan minyak Litsea cubeba asal Indonesia memiliki

konsentrasi Sineol 30%, Sitronellal 0,94%, Linallol 8,95% dan Sitral 16,02%.
Penyulingan kulit kayu segar kering angin 2 kg menghasilkan 25 ml minyak atsiri

Penyulingan 100 grambuah l menghasilkan 3,9 ml minyak atsiri (Heryati, dkk.,
2009).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif
yang terdapat dalam simplisia dapat digolongkan dalam golongan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Diketahuinya senyawa akti mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Yuliani dan Suyanti, 2012).

7
Universitas Sumatera Utara

Metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara
lain yaitu:
2.2.1 Cara dingin
2.2.1.1 Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
selama 5-12 hari menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada
temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus

disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebut remaserasi (Cechinel, 2012).
2.2.1.2 Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap
perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)
terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Raaman,
2006).
Pada perkolasi, serbuk tanaman direndam dalam pelarut pada sebuah alat
perkolator, bentuknya seperti kerucut terbalik. Bahan padat dimasukkan dalam
jumlah yang tepat kemudian didiamkan sekitar 4 jam dalam keadaan tertutup.
Tambahkan cairan penyari sampai terdapat satu lapisan di atasnya. Diamkan
selama 24 jam, setelah itu cairan penyari dikeluarkan dari perkolator secara
perlahan. Tambahkan pelarut yang baru dan semua perkolat dikumpulkan.
Penyarian dihentikan apabila perkolat jika diuapkan sudah tidak meninggalkan
sisa (Handa, et al., 2008).

8

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Cara panas
2.2.2.1 Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Mohan, 2013).
2.2.2.2 Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan menggunakan air pada temperatur
lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-60°C selama 2-6 jam (Cechinel, 2012).
2.2.2.3 Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi
ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Depkes RI., 2000). Sampel dan pelarut ditempatkan dalam wadah yang terpisah.
Pelarut akan menguap sesuai dengan tiitik didihnya dan akan membasahi larutan
sampel. Hasil sari akan mengisi sifon sampai tercapai satu siklus. Keuntungannya
adalah banyaknya bagian tanaman yang akan terlarut dengan kondisi pemanasan.
Kelemahannya tidak dapat digunakan untuk yang tidak tahan pemanasan (Nikhal,

et al., 2010).
2.2.2.4 Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit (Titiek, dkk., 2011).
2.2.2.5 Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit (Supriyatna, dkk., 2014).

9
Universitas Sumatera Utara

2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah
menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan dengan DNA,
protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada
biomolekul ini. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari
berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner,
katarak, dan penyakit degeneratif lainnya (Silalahi, 2006).
Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan

berlangsung sepanjang hidup. Terbentuk akibat hilangnya maupun penambahan
elektron dilintasannya pada saat terputusnya ikatan kovalen atom atau molekul
bersangkutan sehingga bersifat amat reaktif. Radikal bebas yang sangat berbahaya
dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida
(O-2), nitrogen monooksida (NO), peroksidal (RO-2), peroksinitrit (ONOO-),
asam hipoklorit (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2) (Kosasih, 2004).

2.4 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi
berantai dari radikal bebas. Peran positif dari antioksidan adalah membantu sistem
pertahanan tubuh bila ada unsur pembangkit penyakit memasuki dan menyerang
tubuh (Winarsi, 2007).
Menurut Kosasih (2004), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3
yakni:

10
Universitas Sumatera Utara

1) Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa

radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul
yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat
bereaksi. Contohnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD), glutathion
peroksidase, dan katalase.
2) Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap
senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya adalah
vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buahbuahan.
3) Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan selsel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang
memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase.
Adanya enzim ini untuk mencegah penyakit misalnya kanker.
2.4.1 Sumber-Sumber Antioksidan
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu
antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Senja, dkk., 2014).
2.4.1.1 Antioksidan alami
Antioksidan alami merupakan jenis antioksidan yang berasal dari
tumbuhan dan hewan (Purwaningsih, 2012). Antioksidan alami umumnya
mempunyai gugus hidroksi dalam struktur molekulnya. Antioksidan alami yang
berasal dari tumbuhan adalah senyawa fenolik berupa golongan betakaroten,
flavonoid, tanin, vitamin C dan vitamin E (Isnindar, dkk., 2011).
A. Betakaroten

Betakaroten dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan
kanker. Para ahli meyakini makanan yang mengandung betakaroten yang berasal

11
Universitas Sumatera Utara

dari alam jauh lebih berkhasiat daripada yang sudah dikemas dalam bentuk
suplemen. (Kosasih, 2004).
B. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6 -C3 -C6, yaitu dua cincin aromatik
yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga (Markham, 1988).Struktur dasar flavonoid dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Struktur dasar flavonoid(Silalahi, 2006).
Flavonoid bersifat antioksidan yang berperan sebagai penangkap radikal
bebas karena mengandung gugus hidroksil. Sebagai reduktor, flavonoid dapat
bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Silalahi, 2006).
C. Tanin
Tanin merupakan golongan metabolit fenolik yang unik dan memiliki
berat molekul yang tinggi. Tersebar di daun, akar, dan buah untuk melindungi
tanaman (Hudaya, dkk., 2015). Senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan
antioksidan (Malangngi, dkk., 2012).
D. Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan
rumus bangun C6H8O6,

dengan titik lebur 190-192°C. Asam askorbat

mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian serbuk atau hablur putih
12
Universitas Sumatera Utara

atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun
menjadi gelap, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutannya mudah larut dalam
air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P,
dalam eter P dan dalam benzen P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat,
terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai antiskorbut
(Depkes RI., 1979).

Gambar 2.2 Rumus bangun vitamin C (Iqbal, et al., 2004).
Vitamin C berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner,
mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus
dan bakteri, dan berperan dalam regenerasi vitamin E (Silalahi, 2006).Asam
askorbatapabila terkena pengaruh oksigen, zat-zat pengoksidasi lemah, atau oleh
pengaruh enzim asam askorbat oksidase, akan mempermudah senyawa ini
mengalami oksidasi menjadi asam dehidroaskorbat, karena memiliki sifat mudah
teroksidasi, asam askorbat digunakan sebagai antioksidan (Iqbal, et al., 2004).
E. Vitamin E
Vitamin E adalah vitamin yang larut dengan baik dalam lemak dan
melindungi tubuh dari radikal bebas. Sebagai antioksidan, vitamin E berfungsi
melindungi senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi, antara lain ikatan rangkap
dua pada UFA (Unsaturated Fatty Acid), DNA dan RNA dangugus SH pada
protein. Apabila senyawa-senyawa tersebut teroksidasi, maka akan terbentuk
radikal bebas, yang merupakan hasil proses peroksidasi. Vitamin E akan bertindak
sebagai reduktor dan menangkap radikal bebas tersebut. Apabila Vitamin E

13
Universitas Sumatera Utara

teroksidasi maka dibutuhkan Vitamin C untuk menghentikan reaksi berantai
(Pekiner, 2003).
2.4.1.2 Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik yang diizinkan dan umum digunakan untuk makanan
yaitu BHA (Butylated hydroxy anisole), BHT ( Butylated hydroxy toluene), dan
profil galat. Saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi karena
ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan sintetik
seperti BHT (Butylated Hydroxy Toluena) ternyata dapat meracuni binatang
percobaan

dan

bersifat

karsinogenik

(Zuhra,

dkk.,

2008).

Butylated

Hydroxyanisol (BHA) dapat menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan
manusia seperti gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus dan keracunan.
Penggunaan antioksidan sintetik dapat menimbulkan keracunan pada dosis
tertentu, menurut rekomendasi Food and Drug Administration dosis antioksidan
sintetik yang diizinkan dalam pangan adalah 0,01%- 0,1% (Panagan, 2011).
2.4.2 Penentuan Aktivitas Antioksidan
Untuk menentukan aktivitas antioksidan secara in-vitro dapat dilakukan
dengan beberapa metode antara lain:
2.4.2.1 Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna
ungu radikal bebas stabil DPPH. Berwarna sangat ungu dan tidak larut dalam air
(Ionita, 2005).

Gambar 2.3 Rumus bangun DPPH (Prakash, et.al., 2001).

14
Universitas Sumatera Utara

Metode DPPH adalah sebuah metode yang sederhana yang dapat
digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam
makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga
dalam bentuk larutan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH
memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna
ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron
ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa
antioksidan (Prakash, et.al., 2001).
Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah
harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition
Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat
menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat
antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai
aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah
(Molineux, 2004).
2.4.2.2 Metode kekuatan mereduksi
Prinsip dari metode ini pada kenaikan serapan dari campuran reaksi.
Peningkatan serapan menunjukkan peningkatan pada aktivitas antioksidan. Dalam
metode ini antioksidan membentuk kompleks berwarna dengan kalium
ferrisianida, asam trikloroasetat, dan besi (III) klorida yang diukur pada panjang
gelombang 700 nm. Peningkatan pada serapan campuran reaksi menunjukkan
kekuatan mereduksi dari sampel (Amelia, 2011).
2.4.2.3 Metode uji kapasitas serapan radikal oksigen (ORAC)
Metode ini mengukur kemampuan antioksidan dari makanan, vitamin,
suplemen nutrisi atau bahan kimia lainnya terhadap radikal bebas. Uji ini

15
Universitas Sumatera Utara

dilakukan dengan menggunakan trolox (analog vitamin E) sebagai standar untuk
menentukan trolox ekuivalen (TE). Nilai ORAC dihitung dari TE dan ditunjukkan
sebagai satuan atau nilai ORAC. Nilai ORAC yang tinggi akan semakin besar
kekuatan antioksidannya (Amelia, 2011).
2.4.2.4 Metode tiosianat
Aktivitas antioksidan sampel dengan metode tiosianat ditunjukkan dengan
kekuatan sampel dalam menghambat peroksidasi asam linoleat. Jumlah peroksida
yang terbentuk diukur secara tidak langsung dengan pembentukan kompleks
ferritiosianat yang berwarna merah (Amelia, 2011).
2.4.2.5 Metode penghambatan radikal superoksida
Secara in vitro diukur oleh reduksi riboflavin/cahaya/nitro blue
tetrazolium (NBT). Reduksi NBT adalah metode yang paling dikenal. Didasarkan
pada pembangkitan radikal superoksida oleh autooksidasi dari riboflavin dengan
adanya cahaya. NBT direduksi menjadi formazon yang berwarna biru dapat
diukur pada 560 nm (Amelia, 2011).
2.4.2.6 Metode penghambatan radikal hidroksil
Kapasitas penghambatan radikal hidroksil dari ekstrak yang dihubungkan
secara langsung terhadap aktivitas antioksidannya. Metode ini melibatkan
pembangkitan

in

vitro

dari

radikal

hidroksil

menggunakan

Fe3+/askorbat/EDTA/H2O2 berdasarkan reaksi Fenton (Amelia, 2011).

2.5 Spektrofotometri UV-Visible
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya
atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya yang diserap memungkinkan
pengukuran dalam larutan secara kuantitatif (Triyati, 1985). Panjang gelombang

16
Universitas Sumatera Utara

untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk
sinar tampak/visible antara 400-750 nm (Rohman, 2007).
Metode spektrofotometri UV-Vis telah banyak diterapkan untuk penetapan
senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan
senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam suatu larutan, gugus molekul
yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor. Molekul-molekul
yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat mengalami perubahan pada
panjang gelombang. Molekul yang mengandung dua gugus kromofor atau lebih
akan mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang hampir sama dengan
molekul yang hanya mempunyai satu gugus kromofor, intensitas absorpsinya
adalah sebanding dengan jumlah kromofor yang ada (Triyati, 1985).
2.6 Kromatografi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan arah
tertentu dan zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
perbedaan dalam adsorpsi partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi
atau ditetapkan dengan metode analitik (Depkes RI., 1995).
2.6.1 Kromatografi lapis tipis
KLT merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan dan
mudah untuk memurnikan sejumlah kecil komponen. Metode ini menggunakan
lempeng kaca atau aluminium yang telah dilapisi dengan penyerap (misalnya
silika gel) dengan ketebalan tertentu tergantung pada jumlah bahan yang akan

17
Universitas Sumatera Utara

dimuat dalam lempeng. Biasanya ketebalannya 0,2 mm. Campuran senyawa
ditotolkan dari tepi dasar lempeng berupa bercak ataupun pita memanjang.
Lempeng kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi berisi pelarut
yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan polaritas komponen campuran
senyawa tersebut. KLT pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom (Heinrich, dkk., 2009).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Pengamatan dengan sinar ultraviolet adalah cara sederhana yang dilakukan
untuk senyawa tak berwarna. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm). Senyawa yang tidak dapat dideteksi
menggunakan cara tersebut maka harus dicoba dengan penyemprotan pereaksi
yang membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian
bila perlu dengan pemanasan (Rohman, 2007).

2.6.2 Kromatografi kertas
Kromatografi kertas atau KKt pada hakekatnya ialah KLT pada lapisan
tipis selulosa atau kertas. Cara ini ditemukan jauh sebelum KLT dan telah dipakai
secara efektif selama bertahun-tahun untuk pemisahan molekul biologi yang polar
seperti asam amino, gula dan nukleotida. KKt tidak memerlukan plat pendukung
dan kertas dapat dengan mudah diperoleh dalam bentuk murni sebagai kertas
saring (Gritter, dkk., 1991).
Pada kromatografi kertas sebagai penjerap digunakan sehelai kertas
dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Kandungan air pada kertas dapat
dianggap sebagai fase diam, maka mekanisme partisi berperan penting dalam

18
Universitas Sumatera Utara

pemisahan. Pemisahan dapat berlangsung menggunakan fase cair tunggal dengan
proses yang sama dengan kromatografi adsorpsi dalam kolom (Depkes RI, 1995).
Keberhasilan dari pemisahan kromatografi kertas tergantung juga pada
proses deteksi. Senyawa-senyawa yang berwarna tentu saja terlihat sebagai nodanoda berwarna yang terpisah pada akhir pengembangan. Untuk senyawa-senyawa
tak berwarna memerlukan deteksi secara kimia dan fisika. Metoda fisika
dilakukan pengamatan di bawah sinar ultra ungu sebelum dan sesudah setiap
metoda dikerjakan. Metoda kimia adalah merupakan deteksi yang paling penting,
pereaksi-pereaksi yang digunakan biasanya dinyatakan sebagai “pereaksi-pereaksi
lokasi”. Cara yang digunakan untuk mendeteksi noda yaitu dengan jalan
penyemprotan (Sastrohamidjojo, 1985).

19
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

4 38 83

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

9 69 96

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 16

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 1 4

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

2 3 6

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 31

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

0 0 14

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

1 1 2

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

0 0 4