Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)

BAB II
TUKANG DI MASYARAKAT SUB URBAN

2.1. Masyarakat Sub Urban di Pematangsiantar
Konsep sub urban atau rurban sering diberi arti atau diterjemahkan dengan
“pinggiran kota”. Yang lebih tepat, sub urban adalah merupakan bentuk antara
(in-between): antara rural dan urban. Dilihat sebagai suatu lingkungan daerah,
maka daerah sub urban merupakan daerah yang berada di antara atau di tengahtengah daerah rural dan urban. Jika dilihat sebagai suatu komunitas, maka sub
urban merupakan kelompok komunitas yang memiliki sifat tengah-tengah antara
rural dan urban (Indrizal, 2011:2).
Sub urban adalah wilayah pinggiran kota yang tidak jauh dari pusat kota
dan memiliki beragam cirinya. Munculnya daerah ini adalah karena pemekaran
kota, yaitu ditandai dengan bertambahnya jaringan jalan-jalan baru sehingga
menyebabkan perluasan lahan. Fenomena ini terjadi disebabkan semakin
bertambahnya penduduk, ini bisa disebabkan karena adanya warga pendatang juga
yang menyebabkan kota menjadi sesak dan harga tanah pun semakin mahal.
Fenomena ini memunculkan niatan masyarakat ataupun industri untuk bermukim
di wilayah sub urban ini.
Ciri selanjutnya adalah karakteristik daerah ini yang bersifat campuran
antara desa dan kota. Beberapa daerah akan menunjukkan bentuk kota, tetapi di
sisi lain juga masih menunjukkan karakteristik pedesaannya. Ini karena awalnya


37
Universitas Sumatera Utara

daerah ini adalah daerah pedesaan yang mengalami transisi menjadi daerah
perkotaan.
Yang mencolok dari kehidupan masyarakat sub urban ini adalah nyaris
kosongnya perumahan mereka di siang hari,

karena sebagian besar orang-

orangnya bekerja di kota, tetapi ada juga penduduk yang bekerja di sektor
informal maupun pertanian.
Lokasi penelitian saya, berada di daerah sub urban di Pematangsiantar.
Wilayah sub urban ini dibuktikan dengan data informasi mengenai pemekaran
wilayah Pematangsiantar. 1Pada tanggal 23 Mei 1994, dikeluarkan kesepakatan
bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota Pematangsiantar
dan Kabupaten Simalungun. Adapun hasil kesepakatan tersebut adalah wilayah
Kota Pematangsiantar menjadi seluas 79,9706 km². Dan pada tahun 2007,
diterbitkan 5 Peraturan Daerah tentang pemekaran wilayah administrasi Kota

Pematangsiantar yaitu:
Peraturan Daerah No.3 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar
Sitalasari
Peraturan Daerah No.6 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar
Marimbun
Peraturan Daerah No.7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Bah Sorma
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Tanjung
Tongah, Nagapitu dan Tanjung Pinggir

1

. https://id.wikipedia.org/wiki/Siantar_Sitalasari,_Pematangsiantar

38
Universitas Sumatera Utara

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tetang Pembentukan Kelurahan
Parhorasan Nauli, Sukamakmur, Marihat Jaya, Tong Marimbun, Mekar Nauli dan
Nagahuta Timur.
Dari informasi yang saya dapatkan dari wikipedia tersebut, di gambarkan

bahwa wilyah tempat penelitian saya yaitu, Kecamatan Siantar Sitalasari
merupakan wilayah pemekaran Pematangsiantar, atas dasar kesepakatan dari
wilayah Simalungun. Dan kelurahan Bah Sorma adalah wilayah bentukan baru
dari terbaginya kelurahan Bah Kapul. Bisa dipastikan bahwa wilayah pemekaran
ini adalah wilayah yang berada di pinggiran kota Pematangsiantar.
Dari berbagai penjelasan mengenai wilayah sub urban dan masyarakatnya,
seperti itulah ciri-ciri masyarakat sub urban di Pematangsiantar. Pada siang hari,
wilayah ini tampak sepi. Anak-anak pergi sekolah, ada masyarakat yang bekerja
di kota seperti PNS, pegawai toko, pekerja bengkel, pekerja mall, pekerja
bangunan dan sebagainya yang mobilitasnya akan lebih tinggi di bandingkan
dengan masyarakat yang pergerakannya hanya di sekitar wilayah itu saja. Selain
itu, ada juga masyarakat yang bekerja pada sektor informal seperti membuka
warung, buruh cuci di rumah tetangga, buruh bangunan, pengajar private anak les(
di rumah), dan berladang. Ciri kedua ini memperlihatkan bahwa mobilitas yang
mereka lakukan setiap harinya tidak sepadat yang dilakukan oleh para commuter2,
karena interaksi yang dilakukan mereka masih berada di wilayah sub urban
tersebut.

2


. Penglaju artinya orang yang bergerak pulang dan pergi dari desa ke kota, atau kota ke desa (pada
masyarakat sub urban) untuk mencari nafkah.

39
Universitas Sumatera Utara

Pekerjaan para commuter yang lebih banyak menghabiskan aktivitas di
kota ternyata mempengaruhi gaya hidup mereka sehari-hari. Karena setiap harinya
mereka pergi pagi pulang sore, terkadang sampai malam hari, ini membuat
interaksi mereka dengan para tetangga berkurang. Hal ini mencirikan seperti
kehidupan kota yang masyarakatnya bersifat acuh tak acuh atau individual. Tetapi
bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal, interaksi antar sesama mereka
masih kuat. Mereka masih menganut sistem gotong royong jika ada warga yang
pesta, dan juga saling tolong menolong juga ada warga yang wirid. Ini lah bentuk
ciri dari wilayah sub urban. Penggabungan antara ciri kota dan desa di satu
tempat.
Wilayah tempat penelitian saya, dulunya adalah lahan kosong yang masih
banyak ditumbuhi oleh perkebunan karet milik salah satu perusahaan swasta. Di
daerah ini juga berdiri sebuah kantor Dinas Kehutanan Pematangsiantar. Seiring
berkembangnya zaman, perubahan pun terjadi. Pembangunan perumahan sudah

terlihat satu persatu di wilayah tersebut, sehingga menimbulkan pelebaran
jaringan jalan di daerah ini. Dan saat ini fenomena yang terlihat disana adalah
sudah tidak ada lagi hutan yang terlihat. Yang ada hanyalah perumahanperumahan baru dari para penduduk yag pindah ke wilayah sub urban tersebut.
Berbagai warga yang menyewa rumah di sana adalah para pekerja yang ada di
kota, seperti tukang bengkel maupun pekerja toko. Alasan mereka menyewa di
wilayah sub urban adalah karena biaya sewa rumah lebih murah dan kehidupan
tidak seribut yang ada di kota.

40
Universitas Sumatera Utara

Wilayah lokasi penelitian saya tepatnya berada di Jalan Bersama Ujung.
Masyarakat di lokasi penelitian saya adalah masyarakat yang multietnik. Ada
suku Jawa, Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Karo,
Melayu, dan Minang. Tetapi suku yang mendominasi adalah masyarakat yang
bersuku Jawa dan Batak Toba. Untuk tingkat sosial ekonominya, masyarakat di
daerah ini adalah tipe masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah. Di
lihat dari jenis pekerjaan dan bentuk fisik rumah mereka. Selain itu wilayah sub
urban ini juga menawarkan kenyamanan bagi warga yang tinggal di wilayah ini.
Pemukiman yang tidak terlalu padat, udara yang masih segar, menjadi salah satu

pilihan warga Pematangsiantar untuk bermukim di wilayah sub urban ini.

2.2. Pekerjaan Bidang Sektor Informal di Pematangsiantar
BPS mendefinisikan sektor informal sebagai perusahaan atau badan yang tak
berbadan hukum. Kegiatannya dilakukan oleh perseorang ataupun kelompok yang
mereka ciptakan sendiri lapangan kerja untuk menghidupi kebutuhan hidup
mereka. Dan menurut Hans–Dieter Evers (Prisma, 1980) sektor informal ini
dicirikian sebagai istilah masa apung, yang dicirikan dengan para pekerja tidak
tetap dan mencari pekerjaan, kemudian mereka adalah orang-orang yang
berpendidikan rendah tetapi memiliki keahlian yang tinggi seperti pekerja
bangunan, petani, nelayan, dan pengrajin. Sektor informal dapat di temukan di
daerah perkotaan. Ciri yang dapat terlihat yaitu mereka tidak mendapatkan upah
yang rutin setiap bulannya seperti PNS (Pegawai Negeri Sipil).

41
Universitas Sumatera Utara

BPS tidak ada mengklasifikasikan secara khusus tentang apa-apa saja jenis
pekerjaan sektor informal di Pematangsiantar. Dari pengamatan saya yang juga
tinggal di Pematangsiantar, pekerjaan di bidang sektor informal yang ada di sini

yakni, pedagang asongan, pekerja di rumah makan, tukang becak, buruh pabrik,
buruh bangunan, buruh cuci, petani, tukang jahit, dan sebagainya. Buruh
bangunan termasuk dalam salah satu jenis pekerjaan sektor informal yang ada di
Pematangsiantar.

2.3. Buruh Bangunan Sebagai Alternatif Yang Tidak Memerlukan Ijazah
Untuk menjadi pekerja bangunan tidak banyak persyaratan yang harus di
penuhi. Untuk fase awal berkecimpung dalam dunia ini, kita hanya perlu
menyanggupi dua persyaratan, yaitu kemauan dan tenaga fisik. Selanjutnya, agar
bisa bertahan dalam dunia kerja bangunan ini adalah kapasitas diri harus
ditingkatkan, seperti kerajinan dan potensi diri. Banyak pekerja bangunan yang
hanya datang dan pergi sekedar untuk bekerja daripada menganggur, tetapi ada
juga yang bekerja sampai bertahun-tahun lamanya sehingga mereka sudah
memiliki ilmu dan pengalaman yang banyak tentang pekerjaan sebuah bangunan.
Untuk mendapatkan pekerjaan ini, tidak perlu menunjukkan ijazah atau
rapor sekolah, kita hanya memerlukan jaringan yang luas. Berbekal telefon dan
pergaulan yang luas saat ini, dengan melalui mulut ke mulut, atau kunjungan ke
rumah tukang satu ke tukang yang lainnya, kita sudah bisa bekerja. Intinya kita
harus memiliki koneksi pada jaringan lingkungan pekerjaan bangunan ini.


42
Universitas Sumatera Utara

Ada 3 informan saya yang bekerja sebagai kenek, dan menganggap bahwa
pekerjaan mereka saat ini adalah pekerjaan yang sementara saja.
1. Bang Dani
Bang Dani berusia 25 tahun. Tingginya sekitar 175cm dan kurus.
Hidungnya mancung dan berambut gondrong. Sudah 6 bulan bang Dani
bekerja pada sebuah proyek pembangunan masjid yang sifatnya swadaya
dari masyarakat. Dulu nya bang Dani menganggur, sempat bekerja sebagai
sales, tetapi karena gaji dan kerja nya tidak sebanding, akhirnya bang Dani
berhenti. Bang Dani mendapatkan pekerjaan ini dari bang Pincuk (tukang
dalam proyek ini), yang merupakan teman bang Dani. Sebenarnya bekerja
bangunan bukan minatnya bang Dani, cuma daripada tidak ada kerja ia
terima saja. Faktor lain susahnya mendapatkan pekerjaan adalah karena
bang Dani tidak punya ijazah SMA, ijazahnya hanya sampai pada tahap
SMP. Sedangkan saat ini untuk melamar kerja, ijazah minimal yang
diberlakukan adalah ijazah SMA. Maka dari itu bang Dani merasa sudah
kalah deluan sebelum berperang. Buruh bangunan adalah salah satu
alternatif pekerjaan yang mudah di dapat, tidak perlu modal materi. Ada

kemauan dan punya tenaga saja sudah bisa ikut bekerja. Harapannya bang
Dani bahwa ia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di kemudian
hari.

2. Bang Dedek

43
Universitas Sumatera Utara

Bang Dedek adalah pekerja yang paling muda pada saat saya melalukan
penelitian lapangan di salah satu pembangunan rumah pribadi. Usianya 25
tahun. Tubuhnya yang kecil, kurus, dan hitam karena terpanggang sinar
matahari tetapi sangat rajin dalam bekerja. Ayahnya adalah pensiunan
perkebunan PTPN IV Bahjambi. Tetapi dari dulu bang Dedek memang
malas sekolah. Sejak tamat SMP ia terjun ke dunia kerja bangunan.
Karena ia rasa, pekerjaan bangunan adalah yang paling gampang di cari
untuk orang-orang yang tidak memiliki pendidikan yang baik dan
kemampuan yang lain. Pekerjaannya hanya membutuhkan tenaga dan
kerajinan. Dulu pada tahun 2013, abang ini pernah merantau ke Pekanbaru
untuk bekerja disebuah bengkel, tetapi karena tidak betah bang Dedek

kembali lagi di tahun 2014. Dan selanjutnya ia melakoni pekerjaan ini
lagi. Pekerjaan kali ini ia dapatkan dari hubungan persaudaraan. Kebetulan
saudara nya yang bernama lek Adi (seorang tukang juga) sedang
membangun sebuah rumah, dan bang Dedek pun diajak daripada gak ada
kerjaan. Tahun ini bang Dedek berencana untuk kembali lagi merantau ke
Pekanbaru, bekerja di sebuah bengkel milik saudara nya. Tujuan ia pulang
adalah mencari suasana baru dan mengumpulkan uang untuk kembali lagi.
Pada saat saya kembali lagi ke lapangan sekitar seminggu kemudian,
ternyata pembangunan sudah di hentikan sementara. Pembangunan masih
pada tahap pondasi. Pemilik rumah belum memiliki dana kembali untuk
melanjutkan proses pembangunan, sehingga pembangunan di hentikan.
Pada saat saya mengunjungi rumah bang Dedek, ternyata bang Dedek

44
Universitas Sumatera Utara

sudah berangkat ke Pekanbaru, informasi ini saya dapatkan dari ibu nya.
Ternyata benar, ia pingin merantau lagi. Nah dari kisah ini juga
disimpulkan bahwa bang Dedek bekerja bangunan hanya sebagai alternatif
pekerjaan untuk mengumpulkan ongkos berangkat ke Pekanaru.

3. Bang Wahyu
Setelah beberapa hari saya melakukan penelitian lapangan bang Wahyu
adalah pekerja yang paling diam dan tak banyak bicara. Bang Wahyu
berusia 35 tahun dan saat ini seorang duda. Bang Wahyu juga merupakan
salah satu teman kerja bang Dedek pada pembangunan rumah pribadi.
Bang Wahyu lahir di Medan, tetapi sejak kecil ia sudah biasa hidup
berpindah-pindah. Tubuhya cukup kecil, tingginya sekitar 165cm, berkulit
hitam, kurus, dan memiliki kecacatan pada mata di sebelah kirinya.
Berlatar belakang ayah yang seorang TNI, mengharuskan keluarga mereka
untuk selalu berpindah-pindah karena tugas sang Ayah. Dari Medan
mereka pindah ke Siantar, kemudian ke Aceh Pidie yang sangat lama,
kemudian kembali lagi ke Siantar dan pensiun. Saat ini orangtua bang
Wahyu tinggal di Pematangsiantar. Pada tahun 2002, bang Wahyu
menikahi seorang wanita dan tinggal di Gunung Tua (Simalungun).
Bersama istri bang Wahyu memiliki 5 orang anak. Pada saat sudah
berkeluarga, bang Wahyu bekerja pada sebuah perkebunan perseorangan
yang tugasnya adalah memanen sawit. Sampai pada tahun 2015 bang
Wahyu bercerai dan berhenti bekerja. Akhirnya bang Wahyu pulang ke
rumah orangtua di Pematangsiantar dan memulai bekerja disini. Awalnya

45
Universitas Sumatera Utara

bang Wahyu bekerja pada pembibitan sawit di dekat rumah. Tetapi karena
pekerjaannya tidak rutin, jika ada bibit baru bekerja, akhirnya bang Wahyu
keluar. Kemudian pada 2016 ini, diajak kerja oleh Lek Adi untuk
membantu membuat rumahnya. Dan ini pertama kalinya bang Wahyu
bekerja pada sektor konstruksi. Dulu nya dia hanya mengenal mengenai
seluk beluk perkelapasawitan. Alasan bang Wahyu mau bekerja bangunan
ini adalah mengumpulkan ongkos untuk merantau ke Pekanbaru dan
mencari kerja disana. Saya bertanya, apakah punya keluarga disana, bang
Wahyu bilang gak ada, modal nekat saja. Karena bang Wahyu tau, kalau
Pekanbaru terkenal dengan perkebunan sawitnya, dan bang Wahyu ingin
belajar sesuai passion di bidang kelapa sawit. Saya bilang ke bang Wahyu,
untuk berhati-hati dan menjaga diri, mengingat tidak ada saudara ataupun
kawan disana.
Dari 3 informan saya yang menjadi seorang kenek, mereka menyampaikan
bahwa pekerjaan bangunan ini merupakan pekerjaan yang mudah untuk di
dapatkan. Dan mereka bertiga memiliki harapan bahwa mereka dapat bekerja pada
tempat yang lebih baik. Dan bekerja bangunan ini hanya sebagai pekerjaan
sementara mereka saja, daripada menganggur tidak ada kerjaan.
2.4. Alih Profesi ke Kerja Bangunan
Karena pekerjaan ini mudah untuk di dapatkan, tak jarang pula orangorang beralih profesi ke bidang pekerjaan ini. Seperti 2 informan saya diatas
(Bang Dani dan Bang Wahyu, yang sama sekali belum memiliki pengalaman
pada kerja bangunan, mereka berani untuk berkecimpung pada bidang ini.

46
Universitas Sumatera Utara

Tetapi mereka hanya menganggap bahwa kerja bangunan sebagai alternatif
pekerjaan sementara mereka saja, tidak untuk selamanya.
Berbeda dengan 2 informan saya kali ini yang sudah beralih profesi ke
pekerjaan bangunan. Dulunya mereka bukanlah pekerja bangunan, tetapi
karena berbagai alasan akhirnya mereka juga meminati bidang pekerjaan
bangunan ini. Seperti kisah 3Lek Mito dan Lek Enit.
Dulunya lek Mito bekerja pada sebuah toko peralatan penjualan ATK(Alat
Tulis Kantor), sudah sejak lajang4 ia bekerja disana. Tetapi pada suatu ketika,
lek Mito tertimpa musibah, ada penyakit dalam tubuhnya yang mengharuskan
ia berobat secara rutin dan istirahat bekerja. Selang beberapa lama kemudian,
akhirnya lek Mito kehilangan pekerjaannya. Istrinya yang dulu hanya
beraktivitas mengurus rumah tangga saja, tetapi karena sudah tidak ada
penghasilan lagi, akhirnya membantu lek Mito mencari kerja serabutan5,
seperti ojek anak sekolahan. Anaknya yang paling besar melanjutkan kuliah
sambil bekerja di sebuah toko tempat ayah nya bekerja dahulu. Setelah sembuh
dan dapat bekerja, lek Mito memutuskan untuk bekerja pada sektor bangunan
dengan ikut pemborong. Karena menurut lek Mito, pekerjaan ini gampang
untuk didapatkan.
Berbeda dengan cerita lek Enit. Lek Enit dulunya adalah seorang sales
penjualan makanan ke warung-warung. Sempat jaya waktu itu, sehingga ia
membangun sebuah kios di pinggir jalan lintas Sumatera Utara, di

Lelek = Sapaannya „Lek‟. Adalah panggilan kepada lelaki yang lebih tua(yang usianya lebih
muda dari ayah kita) pada masyarakat suku Jawa, kalau bahasa Indonesiannya “Paman/Oom
4
Belum pernah menikah.
5
Kerja tidak tetap. Apa saja di kerjakan dalam satu Waktu
3

47
Universitas Sumatera Utara

Pematangsiantar. Usaha itu ia bangun pada tahun 2004, karena pada saat itu
masih jarang sekali orang-orang yang berbuka kios menjual jajan-jajanan di
pingggir jalan, dan usaha nya kala itu cukup berhasil bisa menopang kebutuhan
keluarga. Tetapi seiring berjalannya waktu, berkembangnya zaman, persaingan
yang ketat, akhirnya kios lek Enit tak lagi dapat menopang kebutuhan
kehidupan keluarga. Akhirnya ia memutuskan untuk ikut dalam kerja bangunan
sebagai penambah penghasilan bagi keluarga. Dan kios miliknya masih tetap
buka dan dijaga oleh istri dan anaknya.
Dari berbagai cerita informan tersebut, saya mengambil kesimpulan bahwa
kerja bangunan merupakan salah satu sektor yang paling diminati oleh warga
Siantar apabila ia tidak memiliki modal materi ataupun modal pendidikan
dalam bekerja. Berbekal modal pertemanan, tenaga, dan kerajinan adalah pintu
masuk untuk bisa menjadi pekerja bangunan. Tidak perlu membutuhkan ijazah,
perjanjian kerja, pengurusan administrasi yang ribet, seleksi wawancara, dan
sebagainya. Pekerja bangunan adalah orang-orang yang sedang bekerja keras
dan berusaha untuk menghidupi kehidupan sehari-hari keluarga mereka dengan
cara mencari rezeki yang halal.
2.5. Profil Keluarga Pekerja Bangunan
2.5.1 Keluarga Lek Bagus6
Keluarga Lek Bagus

6

Nama-nama anggota keluarga dirahasiakan untuk menjaga nama baik dan kenyamanan
keluarga

48
Universitas Sumatera Utara

Lek Bagus, 46 Tahun, tamat SMP

Ayah ( bekerja sebagai
pemborong bangunan)

Nina, 31 Tahun, tidak tamat SD

Istri Kedua (Ibu Rumah
Tangga
dan
mengurus
ladang)

Fitri, 25 Tahun, S1

Anak pertama Lek Bagus dari
Istri Pertama (Pengajar di
sebuah TK PAUD)

Putra, 24 Tahun, tamat SMP

Anak kedua lek Bagus dari
istri pertama ( pernah
menikah, tidak tinggal di
rumah
lagi,
bekerja
bangunan)

Desi, 22 Tahun, sedang kuliah

Anak ketiga Lek Bagus dari
istri pertama (kuliah dan
bekerja
pada
meminta
sumbangan untuk masjid di
jalan)

Sarah, 19 Tahun, tamat SMA

Anak ketiga lek Bagus dari
istri pertama (bekerja di
sebuah ponsel)

Fadil, 16 Tahun, kelas 1 SMA

Anak pertama dari istri kedua
lek Bagus

Wanda, 13 Tahun, kelas 1 SMP

Anak kedua dari istri kedua
lek Bagus

Nisa, 9 Tahun, kelas 4 SD

Anak ketiga dari istri kedua
lek Bagus

Rahmad, 5 Tahun, TK

Anak Keempat
kedua lek Bagus

Mistiani

Istri pertama lek Bagus.

Sinta, 18 Tahun

Istri dari Putra dan menantu
pertama lek Bagus.

dari

istri

Keluarga Lek Bagus sudah sangat lama saya kenal. Lek Bagus dulunya
adalah tetangga yang hanya berjarak 4 rumah dari rumah saya, tetapi sekarang
sudah pindah. Sejak kecil saya sudah bersahabat dengan keluarga Lek Bagus.

49
Universitas Sumatera Utara

Seperti anak ketiga lek Bagus yang bernama Desi, adalah teman saya semenjak
SD hingga sampai sekarang. Sarah dan Fitri juga menjadi teman main saya ketika
kecil, sehingga saya sudah cukup lama mengenal keluarga ini.
Warga sekitar mengenal Lek Bagus sebagai orang yang baik dan suka
bergaul. Lek Bagus juga orang yang religius. Dulu ketika kita masih bertetangga,
setiap musim ramadhan, Lek Bagus dengan inisiatif sendiri akan membangunkan
warga dari rumah ke rumah untuk bangun sahur. Kemudian Lek Bagus juga orang
yang rajin wirid dan sholat ke masjid, sehingga masyarakat memandang Lek
Bagus merupakan orang yang cukup religius. Dan ketika sholat magrib, Lek
Bagus akan mengajak anak-anaknya sholat berjamaah, dan suara ngaji akan
kedengaran hingga sampai ke rumah saya pada saat itu. Tetapi yang saya kenal,
anak-anak gadis Lek Bagus dari kecil hingga remaja sangat suka bertengkar.
Bertengkar dengan Ibu tirinya juga sering terjadi. Kemudian ketika anak-anak
gadis lek Bagus beranjak dewasa, pertengkaran itu sudah jarang terjadi.
Lek Bagus memiliki 2 buah rumah di gang tersebut. Nama gang tempat
saya tinggal adalah gang Sekata, yang mayoritas penduduknya adalahh bersuku
Jawa dan bersaudara. Di jalan dekat rumah saya tinggal, ada fenomena unik.
Hampir setiap gang nya di huni oleh mayoritas salah satu suku. Aglomerasi
penduduknya berdasarkan mayoritas tingkat kesukuan, dan salah satu nya di gang
Sekata ini.Di gang yang lain, ada yang bersuku mayoritas batak Toba,
Simalungun, dan batak Mandailing. Banyak keluarga lek Bagus tinggal
disana.Menurut informasi yang saya dapatkan, keluarga lek Bagus berasal dari
Siborong-Borong. Lek Bagus, abang dan adiknya banyak lahir di sana. Kemudian
50
Universitas Sumatera Utara

mereka dan orangtuanya merantau ke Aceh Singkil sekitar tahun 1780an. Dulu
sebelum Lek Bagus dan keluarga tinggal di Siantar, mereka terlebih dahulu
tinggal di Aceh. Di Aceh lek Bagus dan Ibu Mis(sapaan ibu Mistiani) sibuk
bekerja. Lek Bagus bekerja sebagai tukang di sebuah perusahaan kontraktor dan
istrinya mengurus ladang mereka. Karena kesibukan sehari-hari mereka, maka
mereka memperkerjakan seorang wanita untuk mengurus anak mereka yang masih
kecil-kecil pada waktu itu, Nina namanya. Dari siang ke sore hari anak-anak nya
di urus oleh Nina. Dan ternyata Lek Bagus kepincut dengan bu Nina, yang
akhirnya ia nikahi.
Pada tahun 1998 ada tragedi pengusiran warga yang bukan suku Aceh, di
Aceh Singkil. Suasana ini membuat Lek Bagus dan keluarga tak nyaman, dan
memutuskan untuk meninggalkan rumah dan lahan mereka bagaikan tapak tak
bertuan di Aceh Singkil. Selanjutnya Lek Bagus datang ke Siantar mengikuti jejak
keluarganya yang terlebih dahulu sudah merantau ke Siantar. Pada saat ia datang
ke Siantar, ia telah membawa istri kedua nya. Saat itu Lek Bagus belum menjadi
tetangga saya. Dari informasi saksi mata seorang informan saya, bahwa dulu
sempat terjadi perkelahian antara Lek Bagus, Bu Mistiani dan Nina. Bu Mis, tidak
terima bahwa Nina merebut suaminya, tetapi karena Lek Bagus tetap memilih
Nina, akhirnya Bu Mis pasrah dan pergi meninggalkan Lek Bagus. Setelah itu
hubungan Lek Bagus dan istri pertama pun pisah. Sebagian anak dibawa Ibu Mis
dengannya, dan sebagian lainnya dibawa Lek Bagus ke Siantar. Di Siantar Lek
Bagus tinggal dengan anaknya yang masih kecil-kecil dan istri barunya. Baru
setelah beberapa tahun kemudian, anak Lek Bagus datang satu per satu. Anak

51
Universitas Sumatera Utara

lelakinya, datang ketika berusia 17 tahun, masa kecilnya di urus oleh nenek dari
ibunya dan ia tak mau melanjutkan sekolah.
Kemudian Lek Bagus membangun sebuah rumah, yang berjarak sekitar 3
rumah dari rumah saya, untuk tempat tinggal dia dan anak-anaknya. Karena
rumahnya cukup kecil dan hanya memiliki satu kamar, akhirnya lek Bagus
meningkatkan rumahnya. Lek Bagus masih memakai nilai-nilai kearifan zaman
dulu bahwa banyak anak banyak rezeki. Dengan semakin bertambahnya anak
yang dimiliki lek Bagus dengan istri muda nya, rezeki lek Bagus pun kian
mengalir. Ia kemudian membeli tanah abangnya yang letaknya tepat di sebelah
rumahnya. Kemudian ia membangun sebuah rumah

lagi dan meningkatkan

rumah itu juga. Karena anak yang dimiliki lek Bagus sudah 8, maka kamar pun
tidak cukup, sehingga itu menjadi alasan lek Bagus untuk mmpunyai 2 rumah
yang posisi nya berdampingan.
Tetapi lek Bagus merupakan orang yang cukup baik. Ketika abang dari
istri muda nya butuh tempat tinggal sementara sebelum mendapatkan kontrakan,
maka ia memberikan satu rumahnya untuk ditempati abang nya tersebut. Dan
sebagian anak lek Bagus masih tinggal di rumah itu. Dan ketika anak lelakinya
menikah dengan sepupu ibu tirinya yang usianya masih 15 tahun, maka rumah itu
pun diberikan kepada anak lelaki dan istrinya. Dulu nya mereka tinggal di rumah
ibu istrinya, tetapi karena lek Bagus meminjamkan satu rumahnya untuk anaknya
yang sudah menikah, akhirnya mereka pun pindah untuk tinggal di sebelah rumah
lek Bagus dan keluarga. Karena anak lek Bagus juga masih muda kala itu ketika
menikah, dan belum mempunyai apa-apa, maka lek Bagus meminjamkan satu
52
Universitas Sumatera Utara

sepeda motornya sebagai kendaraan untuk anaknya dan diberikan pekerjaan
sebagai tukang.
Tak ada yang berbeda dari kehidupan keluarga lek Bagus, sama seperti aktivitas
warga lainnya. Lek Bagus pergi pagi dan pulang sore ketika bekerja, sama seperti
anak lelakinya yang ikut bekerja dengannya.
Dalam persoalan penampilan keluarga, Lek Bagus merupakan pemborong
yang sukses di gang Sekata. Dengan 8 anak, ia bisa mencukupi kehidupan
keluarganya sehari-hari. Secara fisik, lek Bagus berpenampilan cukup sederhana.
Ia berwajah lonjong dan bertubuh tinggi. Ketika berangkat kerja, ia selalu
memakai sepatu boots, celana jeans (yang ia katakan celana usang untuk kerja)
kaus lengan panjang dan topi. Itu lah pakaian sehari-hari yang lek Bagus pakai. Ia
selalu memakai baju lengan panjang dan celana panjang. Lek Bagus memiliki 2
buah rumah di gang tempat saya tinggal, sebuah rumah yang lain ia tinggali
dengan keluarga saat ini berada di daerah ladang mereka, dan satu rumah lagi di
daerah ladang nya yang lain. Ladang lek Bagus ada dua tempat, yang keluasannya
cukup untuk membangun 4 rumah berukuran sedang. Selain rumah, lek Bagus
pernah memiliki mobil, yang baru-baru ini ia jual karena ada keperluan mendesak,
kemudian ia memiliki 3 sepeda motor. Satu sepeda motor yang besar ia pakai
sehari-hari, satu ia pinjamkan untuk anak keempatnya, Sarah yang sedang bekerja,
dan 1 lagi ia taruh di rumah untuk anak-anak di rumah. Anak pertama lek Bagus
memiliki 1 buah sepeda motor. Sepeda motor tersebut ia dapatkan dari bantuan
ayahnya dan dari gaji kerjanya yang sebagai pengajar PAUD.

53
Universitas Sumatera Utara

Semua harta dan aset ini lek Bagus dapatkan dari hasil kerja bangunan
yang sudah lama ia pumpuni. Sebagian uang tabungan ia simpan untuk membeli
tanah dan transportasi mereka, sebagiannya ia tabung untuk biaya sekolah anakanaknya.
Istri Lek Bagus merupakan wanita yang berpenampilan sederhana. Setiap hari
ia memakai bedak dan gincu tetapi tidak mencolok. Ia merupakan wanita yang
cukup bisa bergaul dengan ibu-ibu tetangganya, tetapi tidak seramah Lek Bagus.
Dalam sehari hari ia lebih sering memakai rok panjang dan kaus berlengan
pendek. Anak-anak Lek Bagus semua nya berpenampilan sederhana, yang
perempuan memakai jilbab. Tetapi penampilan yang mencolok terlihat pada anak
yang bernomor 3, ia berpenampilan lebih dari anak-anak yang lainnya.
Penampilannya terpengaruh akan perkembangan zaman dan dari pertemanan.
Sejak masih lajang yaitu di usia 15 tahun, Lek Bagus sudah terjun dalam
pekerjaan bangunan ini. Dan saat ini usianya adalah 46 tahun. Ketika masih
lajang, Lek Bagus bekerja pada sebuah kontraktor yang berfokus pada pengeboran
air di perkebunan. Rekanan mereka adalah para perkebunan negeri maupun
swasta. Pengeboran air difungsikan untuk memberikan sumber air dan
mengalirkan air-air ke masing-masing rumah karyawan perkebunan dan ke pabrik.
Lek Bagus teringat, ketika dulu jika ada waktu istirahat bekerja, Lek Bagus selalu
mempelajari hal-hal baru, agar dia paham tentang sesuatu hal yang belum ia
pahami. Karena lek Bagus giat dan rajin akhirnya bos mengangkat lek Bagus
sebagai asistennya di lapangan. Itu lah salah satu alasan mengapa Lek Bagus
sangat suka dengan pekerja yang rajin. Dari yang awal mencoba-coba dan bekerja
54
Universitas Sumatera Utara

sendiri, akhirnya semakin lama semakin berkembang ilmu dan pemahaman lek
Bagus dalam bidang pembangunan. Pengalaman kerja Lek Bagus pada perusaaan
ini sudah sampai ke Aceh, Padang Sidempuan, Tapanuli, dan lainnya.
Bos Lek Bagus kala itu adalah orang yang sangat loyal dengan rekanannya.
Ketika ia datang ke kantor perkebunan tersebut, setiap orang yang ia jumpai akan
ia berikan duit, tak peduli kenal atau tidak. Ini membuat bos Lek Bagus terkenal
dan dikenal suka membagi-bagikan duit. Pada saat lebaran atau tahun baru, maka
orang-orang yang dianggap penting oleh bosLek Bagus, akan diberikan parsel
yang cukup mewah, sedangkan mereka sebagai pekerjanya sendiri tidak diberikan
apa-apa. Tetapi ada kejadian yang cukup menyedihkan. Bos Lek Bagus harus
pindah ke luar negeri untuk mengembangkan usahanya tersebut, dan usahanya
disini dilanjutkan oleh abang kandungnya. Tetapi kepemimpinan bos yang dulu
dan bos yang sekarang sangat jauh berbeda. Pernah kejadian ketika pengeboran
air di salah satu perkebunan sudah selesai dilakukan. Lek Bagus dan seorang
temannya harus tetap berada di tempat kerja selama 3 bulan, untuk menjaga alatalat kerja mereka yang belum di bawa pulang. Selama masa pengerjaan dan
ditambah waktu 3 bulan tersebut mereka tidak ada diberi gaji, yang ada bos Lek
Bagus tiba-tiba menghilang begitu saja. Lek Bagus tidak tau permasalahannya
apa, akhirnya tidak berapa lama kemudian perusahaan itu pun bangkrut. Tetapi
berbekal dari sinilah, lek Bagus mendapatkan ilmu mengenai dunia konstruksi.
Semenjak nikah lek Bagus tidak melanjutkan bekerja dengan kontraktor itu
lagi, karena kalau sudah menikah susah, untuk pindah ke sana kemari. Akhirnya
Lek Bagus menetap di Pematangsiantar dan masih bekerja sebagai tukang

55
Universitas Sumatera Utara

bangunan. Dulu nya masih ikut pemborong. Tetapi kemudian rejeki nya mengalir,
dan perkembangan karir pun di mulai.
Kebetulan, daerah tempat tinggal saya di Pematangsiantar berada di jalan
Handayani, dan seberang jalan rumah saya ada jalan namanya jalan Handayani II.
Dulunya jalan itu adalah komplek perumahan guru-guru. Dimana pemerintah
membangunkan atau memfasilitasi sebuah rumah yang gratis untuk guru-guru
sekolah negeri, sehingga dulu nya orang-orang yang tinggal di sana adalah guruguru sekolah negeri. Guru-guru yang pindah kesana, sudah mendapatkan sebuah
rumah, tanpa perlu membangunnya terlebih dahulu. Seiring dengan berjalannya
waktu, rumah yang ditinggali pun sudah cukup lama, sehingga memiliki berbagai
kerusakan ataupun penambahan bangunan yang perlu mereka lakukan. Dari sini
lah pekerjaan Lek Bagus mulai berkembang. Awalnya sekedar melalui mulut ke
mulut, menanyakan lek Bagus bisa kah membangun asbes yang bocor? Lek Bagus
menyanggupi, akhirnya Lek Bagus jalankan. Prinsip hidup yang memang dari
dulu dan sudah melekat di jiwa Lek Bagus adalah, karena ia adalah seorang
pelayan jasa, maka kepuasan klien itu nomor satu. Lek Bagus mengatakan, ketika
ia diberi mandat untuk mengerjakan pekerjaan bangunan, maka yang ia prinsipkan
adalah bagaimana klien senang dengan hasil yang dilakukan lek Bagus,
bagaimana kerjaan yang ia kerjakan itu rapi, bagus, dan klien senang. Berawal
dari pekerjaan sederhana seperti memperbaiki asbes yang bocor, kemudian
berkembang menjadi lantai, dan membangun dapur. Karena rumah pemerintah
yang dibangun adalah seragam, sehingga ada beberapa warga yang mungkin

56
Universitas Sumatera Utara

kurang puas, dan memiliki dana lebih sehingga melakukan penambahan disana
sini.
Berbekal dari omongan ibu-ibu yang melihat kinerja Lek Bagus bagus,
akhirnya Lek Bagus terkenal di jalan Handayani 2. Hampir semua renovasian
perumahan mereka, dikerjakan oleh Lek Bagus. Berbekal dari omongan ibu-ibu
ke tetangga, akhirnya rejeki dan perkembangan karir Lek Bagus pun semakin
meningkat. Proyek pembangunan yang ia kerjakan tidak hanya di sekitaran tempat
tinggalnya ataupun di Pematangsiantar saja, para kliennya juga memperkenalkan
Lek Bagus kepada saudara-saudara mereka jika ingin membangun rumah. Karena
fokusan awal yang dikerjakan Lek Bagus adalah merenovasi rumah, maka orangorang mengenalnya dalam ahli pembangunan rumah. Sepak terjang Lek Bagus
pun semakin berkembang. Ranah-ranah pembangunan semakin berkembang.
Mulai dari perumahan guru yang ia bantu, akhirnya para warga juga membantu
dia. Ini bukti dari prinsip yang Lek Bagus pegang, bahwa kepuasan klien harus
diutamakan, sehingga terjalin hubungan baik dan klien juga yang mendatangkan
rejeki pada lek Bagus. Pembangunan pun sampai jauh-jauh. Berawal dari kerabat
para warga di komplek perumahan guru yang ingin membangun rumah, Lek
Bagus pun dikenalkan pada mereka. Pembangunan di luar Siantar yang pernah di
kerjakan Lek Bagus, yaitu pernah di Tongging, Seribu Dolok, Raya, dan
Kabanjahe. Tak jarang juga, jika para guru-guru sudah mau pensiun, dan ingin
membangun rumah pribadi mereka, mereka langsung memakai jasa Lek Bagus.
Hubungan baik yang selalu tercipta.

57
Universitas Sumatera Utara

Dulu Lek Bagus juga memiliki pekerjaan tamabahan yaitu membuat pagar,
atau besi-besi di rumah. Kepandaian itu ia dapatkan ketika ia belajar sambil
bekerja pada seorang kontraktor yang dulu. Lumayan mendapatkan penghasilan
tambahan. Biasanya klien akan ia tawarkan dengan kepandaian ia dalam membuat
gerbang besi atau tiang-tiang plafon sebuah rumah. Tetapi karena proyek
pembangunan rumah kian bertambah, sehingga ia tidak bisa menghandle
pekerjaan sampingannya, dan akhirnya ia tinggalkan. Dan saat ini Lek Bagus
hanya fokus pada pembangunan saja. Ternyata Lek Bagus juga sudah banyak
melahirkan pemborong-borong baru. Yang dulu nya masih menjadi anggota Lek
Bagus, kini melebarkan sayapnya sendiri sebagai seorang pemborong. Lek Bagus
tidak pernah kecewa, jika ada anggota yang mengkhianati dia, karena ia hidup
ingin bermanfaat bagi orang lain, salah satu nya dengan berbagi ilmu. Lek Bagus
tetap percaya bahwa persoalan rejeki sudah diatur oleh Tuhan, sehingga tidak
perlu takut.
Ada pekerja terlama, yang bekerja dengan Lek Bagus, bernama Edi. Edi
sudah bekerja selama 10 tahun, dan Wak Min yang merupakan saudara dari lek
Bagus sendiri. Edi dan Wak Min adalah 2 pekerja yang paling setia dengan lek
Bagus. Mereka sudah banyak belajar dan mendapatkan ilmu dari Lek Bagus,
tetapi sejauh ini masih setia untuk menjadi anggota Lek Bagus.

58
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Keluarga 7Wak Eko
Keluarga Wak Eko
Wak Eko, 55 Tahun, tamat SMP

Ayah
(bekerja
sebagai
pemborong/kepala tukang)

Bulek Siti, 53 Tahun, tamat SMP

Istri ( berjualan keripik
sambal ke warung-warung)

Retno, 28 Tahun, D3

Anak pertama (sejak kuliah
sudah bekerja pada sebuah
Mall sampai sekarang)

Sandi, 25 Tahun, tamat SMA

Anak kedua (bekerja di
sebuah bengkel mobil di
Pekanbaru, ikut keluarga)

Rina, 22 Tahun, D3

Anak
ketiga
(bekerja
mengajar les private di rumah
sejak kuliah sampai sekarang)

Rahmat, 21 Tahun, tamat SMA

Anak keempat (bekerja di
sebuah bengkel di Pekanbaru
bersama abang pertama)

Zulfan, 12 Tahun, kelas 6 SD

Anak kelima (pelajar).

Wak Eko adalah salah seorang pekerja bangunan yang sudah lama
berkecimpung pada bidang ini. Terakhir bertemu dengan Wak ini, pada saat Wak
Eko sedang membangun sebuah rumah, dan saya berbincang-bincang dengan
Wak Eko dan pekerja yang lainnya pada waktu itu. Pekerjaan ini hanya
berlangsung selama seminggu saja, karena pemilik rumah belum memiliki dana
lanjutan untuk melanjutkan proses pengerjaan rumah kembali. Sehingga saat ini
Wak Eko sedang tidak bekerja. Malam itu, saya dapati Wak Eko sedang dudukduduk diteras rumahnya dengan santai. Karena dari awal Wak Eko sudah tau

Wawak = Sapaannya „Wak‟. Adalah panggilan dekat untuk orang yang lebih tua(yang usianya
sebaya dengan ayah kita atau lebih tua) pada masyarakat suku Jawa. Bahasa Indonesianya bisa
disebut dengan Bapak/Ibu.
7

59
Universitas Sumatera Utara

tujuan saya berbincang-bincang, kali ini Wak Eko lebih enak mengobrol sambil
memantikkan api di rokoknya.
Sebelum berkecimpung di dunia kerja bangunan, Wak Eko ternyata
memiliki banyak pengalaman kerja. Ketika lajang, ia merupakan orang yang
pekerja keras, karena ia suka merantau dan mencari pengalaman-pengalaman
kerja. Pada saat lajang, Wak Eko memulai pekerjaannya pada bidang
perbengkelan sepeda motor. Dari yang menjadi anggota hingga bisa mempunyai
bengkel sendiri. Tetapi karena pada zaman itu jumlah kendaraan bermotor masih
sedikit, dan klien sunyi, akhirnya Wak Eko menghentikan pekerjaannya pada
bidang itu. Kemudian setelah itu ada pelatihan gratis yang diberikan oleh
pemerintah melalui Kementrian Perindustrian Indonesia tentang belajar membuat
sebuah kerajinan atau karya melalui bahan dari kayu. Wak Eko mengatakannya
sebagai usaha meubel atau perabot. Wak Eko ikut belajar selama 6 bulan, dan
berkat ilmu yang dipelajari tersebut, Wak Eko belajar membuat usaha kecilkecilan. Usahanya cukup lancar dan memiliki beberapa anggota. Bidang yang
dikerjain Wak Eko adalah seperti membuat meja-meja Bank, kursi dan meja
sekolah, tempat tidur, kursi jepara, dan lain sebagainya. Usaha yang cukup lancar
di usia lajang Wak Eko. Tetapi karena pada saat itu Cina menguasai pangsa
perekonomi Indonesia, termasuk pada bidang perabot, akhirnya usaha-usaha kecil
yang milik perorangan dan tak memiliki tempat usaha ini pun bangkrut. Karena
kata Wak Eko, orang Cina memiliki beragam cara untuk menjatuhkan para
pengusaha pribumi seperti Wak Eko. Dan pemerintah pun pada saat itu tidak
memberikan modal kepada orang pribumi yang memiliki keahlian, sedangkan

60
Universitas Sumatera Utara

Cina memiliki modal materi pribadi. Salah satu contoh dimana Cina memiliki
berbagai cara untuk menjatuhkan usaha perabot para pribumi ini adalah satu
karena usaha yang dijalankan kaum pribumi ini tidak memiliki perkumpulan atau
hubungan mereka satu sama lain tidak dekat, sehingga peluang ini dimanfaatkan
oleh kaum Cina untuk melaga antar pengusaha perabot. Melaga maksudnya disini
adalah memberikan harga terendah dibawah standart dengan alih-alih bahwa
usaha yang lain juga harga nya murah. Padahal itu hanya taktik orang Cina saja
untuk menjatuhkan usaha orang pribumi. Sehingga terjadi lah persaingan murah
antar pengusaha meubel pribumi yang akhirnya malah membangkrutkan usaha
mereka sendiri. Ini yang melemahkan persaingan pada kaum pribumi.
Usaha perabot Wak Eko yang sudah ia gluti lebih dari 10 tahun, akhirnya
harus mundur dengan berkembangnya usaha-usaha kaum Cina yang lebih
menonjol dan pandai dalam mencari klien. Tak sedikit juga banyak pengusaha
meubel pribumi itu yang akhirnya malah menjadi pekerja di usaha Cina tersebut
demi mempertahankan hidup. Tetapi tidak untuk Wak Eko. Dalam setiap
menjalani pekerjaan, Wak Eko selalu melihat peluang, apa yang sedang
dibutuhkan pada saat itu, bidang mana yang sedang disukai masyarakat, dan kita
harus pandai di bidang itu, karena memang pada dasarnya Wak Eko selalu bekerja
pada bidang jasa. Kemudian, karena usahanya tidak jalan lagi, akhirnya pada
tahun 1976 Wak Eko beralih profesi pada bidang kerja bangunan.
Sejarah pertama kali Wak Eko bekerja pada bidang ini adalah bekerja pada
kontraktor asal Korea. Karena pada saat itu, proyek pembangunan sedang banyak
dilakukan dimana-mana, dan peluang kerja nya pun banyak, maka Wak Eko
61
Universitas Sumatera Utara

terjun ke bidang ini. Proyek yang dilaksanakan ketika bekerja pada kontraktor
Korea ini adalah pembangunan perumahan untuk karyawan sebuah perusahaan di
daerah Sigura-gura. Proyek ini memakan waktu sampai bertahun-tahun lamanya.
Berawal dari pekerjaan ini, akhirnya Wak Eko banyak mendapatkan ilmu sebagai
tukang. Kemudian Wak Eko belajar tentang batu, dalam pembangunan.
Pemasangan batu, maupun mengukir-ngukir batu. Karena awalnya keahlian Wak
Eko dalam bidang seni, maka ia pun suka ketika mempelajari itu.
Berbekal dari ilmu yang ia punya akhirnya Wak Eko mencoba untuk
memborong sebuah proyek sediri. Disini lah awalnya Wak Eko menjadi seorang
pemborong. Wak Eko bilang bahwa setiap pekerjaan pasti ada masanya, seperti
menjadi pemborong. Dulu ketika pembangunan sedang marak-maraknya, rezeki
pun selalu datang, kemudian setelah banyak saingan dan pembangunan berkurang,
rezeki pun seret(tersendat). Itu lah yang dikatakan Wak Eko bahwa setiap
pekerjaan itu ada masanya. Dan saat ini, usaha itu pun seret, dan terkadang malah
ikut bekerja menjadi tukang, jika dibutuhkan.
Ketika sedang menjadi pemborong proyek pembangunan rumah, Wak Eko
memegang prinsip untuk tidak mau membangunkan rumah tetangga dan
memperkerjakan tetangga. Karena Wak Eko berpikir, kalau bekerja pada tetangga
nanti tidak enak. Pasti ada saja nanti salahnya, dan ujung-ujungnya menimbulkan
fitnah. Dan bisa-bisa sampai terdengar ke orang rumah (anak dan istri) sehingga
gak enak dengan tetangga. Contohnya, misal pembagian gaji pekerja. Jika ada
yang tidak sesuai di gaji sekian, ngomong sana sini, akhirnya nama baik yang
tercoret. Itulah salah satu alasannya Wak Eko tidak mau bekerjasama dengan para
62
Universitas Sumatera Utara

tetangga. Maka untuk para pekerjanya dulu, Wak Eko memperkerjakan orangorang yang ada di kampung lain, karena menurut Wak Eko itu yang lebih baik.
Persoalan pembangunan rumah juga gitu. Proyek pembangunan rumah yang
dikerjakan Wak Eko selalu berada di luar kampung tempat ia tinggal bahkan ada
juga yang di luar kota seperti tanah Karo dan Serdang Bedagai. Alasannya tetap
sama, kalau sama tetangga hubungannya gamang, gak enak. Mau protes gak enak
karena upahnya berkurang, mau bilang iya pun susah di hati. Karena jika sama
tetangga, “mereka banyak maunya, dan minta harga pun rendah sekali”, kata Wak
Eko. Maka untuk menghindari itu, Wak Eko mencari proyek di luar-luar saja,
sampai ke tanah Karo atau Serdang Bedagai. Karena pasaran harganya berbeda.
Orang-orang di luar Siantar, lebih enak dengan permasalahan negosiasi harga,
karena pasaran di Siantar dan di tanah Karo berbeda, dan kemudian perjanjian pun
sama-sama saling dipenuhi. Tidak ada yang protes antar satu sama lain. Sehingga
hubungan antar pekerja dan klien pun baik sampai selesai pengerjaan. Karena
menurut Wak Eko, kalau kita masuk bagus, ya keluar juga harus bagus. Itulah
alasan Wak Eko untuk bekerja di luar kampung dan memakai orang luar kampung
juga. Karena juga saudara-saudara Wak Eko tidak ada di satu kampung,
kebanyakan ada di luar kampung, sehingga itu menjadi alasannya untuk
memperkerjakan saudara dan teman-temannya di luar kampung. Sepertinya Wak
Eko lebih nyaman dengan saudara dan pekerja dari luar kampungnya sendiri.
Ketika menjadi pemborong, Wak Eko tetap memanfaatkan ilmu yang ia
punya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Karena ia sudah memiliki
kemampuan untuk mengukir-ukir kayu menjadi suatu barang jadi, maka terkadang

63
Universitas Sumatera Utara

ia juga sekalian menawarkan kepada klien, seperti pintu rumah, jendela, tempat
tidur, dan lemari agar ia yang membuat. Sehingga untung yang didapatkan pun
lebih besar. Wak Eko menyampaikan bahwa pekerjaan yang berdasarkan ilmu itu
lebih bermanfaat daripada pekerjaan yang hanya berdasarkan pengalaman saja.
Untuk menjadi pemborong kita tak cukup hanya berdasarkan pengalaman saja,
tetapi ilmu juga perlu, kata Wak Eko. Karena jika berdasarkan pengalaman kita
belum tentu paham detailnya bangunan itu seperti apa, tetapi jika sudah dibarengi
dengan ilmu yang di punya, maka usaha pun bisa menjadi sukses. Ketika masih
muda dulu, banyak pembangunan-pembangunan yang dipegang Wak Eko. Mulai
dari pembangunan rumah, ruko,kolam untuk ikan ekspor di Tiga Dolok maupun
pembangunan hotel di Samosir. Tetapi itu dulu. Saat ini Wak Eko sudah tua, dan
masa-masa jayanya sudah hilang, sehingga terkadang Wak Eko juga ikut bekerja
sebagai tukang. Untuk persoalan penggajian upah pekerja, biasanya dari dana
keseluruhan total pembangunan, sepertiga nya akan diambil untuk upah. Memang
sudah seperti itu ketetuannya, dan para klien pun sudah tau akan prosedur itu.
Karena sebelumnya sudah tanya sana sini, dan akhirnya deal dengan satu
pemborong yang menurutnya lebih murah dibanding yang lainnya, kata Wak Eko.
Dan saat ini Wak Eko sudah berusia 55 tahun, ia tidak mau terlalu
memporsir tenaga yang terlalu ekstra untuk mencari nafkah. Karena dari 5 anak
yang Wak Eko punya, 4 sudah bekerja, dan 1 masih sekolah. Di tambah istri Wak
Eko juga memiliki usaha kecil-kecilan yaitu menjual keripik sambal ke warungwarung, yang keuntungannya bisa digunakan untuk membuat asap dapur tetap
mengepul.

64
Universitas Sumatera Utara

Bisa dikatakan bahwa anak-anak Wak Eko di tuntut untuk hidup mandiri.
Dua orang anak perempuan Wak Eko yang lulus kuliah, ketika masih kuliah
mencari biaya sendiri untuk membiayai perkuliahan. Dan sampai sekarang masih
tetap bekerja dan sudah bisa memberi pada orangtua nya. Dan untuk dua anak
laki-laki Wak Eko yang saat ini bekerja di Pekanbaru juga begitu. Mereka tidak
mau melanjutkan kuliah, sehingga pada saat tamat SMA mereka merantau ke
Pekanbaru untuk bekerja disebuah bengkel mobil milik saudara nya. Dan beban
yang masih ditanggung Wak Eko dan istri hanya lah anaknya yang terakhir yang
masih kelas 6 SD. Kehidupan Wak Eko terlihat lebih santai dibandingkan dengan
keluarga lain yang terus memporsir untuk mencari rezeki. Saat ini Wak Eko dan
istri terlihat lebih santai. Karena pernah saat itu istri Wak Eko sakit sampai
berbulan-bulan lamanya karena setres. Dulunya bule Siti bekerja menyuci
menggosok di rumah-rumah orang, tetapi karena Wak Eko tidak mengizinkan,
akhirnya bule Siti setres karena tidak diizinkan bekerja. Wak Eko pengennya
bulek Siti di rumah saja mengurus anak, jangan bekerja. Tetapi bulek Siti ingin
punya penghasilan yang lebih, agar uangnya dapat ditabung atau dibelikan ke halhal yang tak dapat di beli. Tetapi sekarang hidup mereka sudah stabil. Anaknya
yang merantau di Pekanbaru juga setiap bulannya mengirimi duit ke mereka,
kedua anaknya yang perempuan juga memberi bantuan untuk orangtuanya,
sehingga Wak Eko dan istri tidak merasa kekurangan dan lebih tenang menjalani
kehidupan. Wak Eko pandai dalam mendidik anak. Anak Wak Eko yang bernama
Rina adalah teman sekolah saya ketika SD. Rina merupakan anak yang berprestasi
ketika sekolah. Dia lah pemegang juara kelas, dari kelas 1-6SD. Pada saat SMP

65
Universitas Sumatera Utara

dan SMA juga seperti itu. Dia masuk di sekolah favorit Pematangsiantar dan
mendapat juara kelas. Ketika menuju perguruan tinggi, Rina mendapatkan
undangan bebas test ke salah satu perguruan tinggi negeri, tetapi orangtuanya tak
mengizinkan dengan dalih takut tak bisa membiayainya, akhirnya Rina ikut pada
keputusan orangtuanya dengan biaya sendiri untuk kuliah di salah satu perguruan
tinggi swasta di Pematangsiantar. Anak pertama dan terakhir Wak Eko juga
pintar-pintar. Mereka selalu unggul di kelas ketika belajar.
Di mata masyarakat Wak Eko dikenal cukup sombong. Karena dia jarang
bergaul dengan tetangga sekitarnya. Wak Eko banyak bergaul dengan saudaranya
yang tinggal beda lingkungan dengan tempat tinggalnya. Jadi di mata masyarakat,
Wak Eko jarang mau bergaul dan mengobrol-ngobrol dengan tetangga sekitar.
Untuk istri Wak Eko, dulu istrinya orang yang ramah, suka bermain ke rumah
tetangga, tetapi setelah sakit kemarin dia membatasi diri untuk banyak di rumah
dan melakukan aktivitas di rumah saja, salah satunya mencari kegiatan yaitu
membuat keripik dan wirid mingguan.

2.5.3. Keluarga Wak Paino
Wak Paino merupakan tukang yang tinggal di Serbelawan, tetapi karena
ada proyek pembangunan sebuah rumah pribadi di Pematangsiantar, ia tinggal
sementara disini. Wak Paino bertubuh kecil, berkulit hitam, dan sangat ramah
kepada siapa pun. Kali ini Wak Paino bekerja sebagai tukang di Siantar. Di
kampungnya ia dikenal sebagai pemborong sekaligus tukang. Cuma karena lagi

66
Universitas Sumatera Utara

sunyi job kerja, Wak Paino diajak pemborong yang bernama bang Adi untuk ikut
kerja di Siantar, dan Wak Paino pun mau.
Wak Paino sudah menjadi pemborong sejak tahun 1992. Pada tahun 1984
ia sudah berkecimpung di dunia pekerja bangunan. Orangtua nya yang dulu juga
seorang pemborong nurun ke anak-anaknya. Saudara Wak Paino berjumlah 5
orang yang kesemua nya adalah pria. 4 menjadi tukang dan seorang lagi
berdagang, karena ia kurang minat menjadi tukang. Jadi bisa dikatakan bahwa
darah tukang sudah mengalir di darah keluarga Wak Paino. Awalnya Wak Paino
menjadi kenek, setelah 2 tahun menjadi kenek ia naik menjadi tukang. Sepak
terjang Wak Paino sudah kemana-mana dalam membangun sebuah rumah, pernah
ke Riau, Kerinci, dan Pangkal Pinang. Untuk tinggal di barak 8 sudah menjadi
persoalan yang biasa di hadapi Wak Paino jika ia harus bekerja sampai di luar
kota. Wak Paino akan pulang seminggu sekali, memberi hasil upah kerja kepada
istri dan melihat keluarga nya. Tetapi kalau pembangunanya cukup jauh, bisa-bisa
Wak Paino pulang selama 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Wak Paino
memiliki 4 orang anak, 2 pria dan 2 wanita. Istrinya memiliki usaha rumah
tangga, yaitu menjual keripik. Kedua anak pria Wak Paino berjualan baso bakar
keliling, seorang anak perempuannya sudah menikah, dan seorang lagi masih
kelas 3 SMK.
Penampilan Wak Paino cukup sederhana sama seperti tukang-tukang yang
lain. Tetapi ia suka memakai topi ketika sedang bekerja. Baginya tak masalah jika
harus turun derajat bekerja sebagai tukang, yang penting tetap bekerja mencari
8

Barak : sebutan untuk tempat tinggal sementara bagi pekerja bangunan yang berada di luar kota.
Bangunan ini terbuat dari bahan-bahan seadanya seperti, kayu, papan, dan seng.

67
Universitas Sumatera Utara

rezeki yang halal bagi keluarga. Karena bekerja di bidang penjualan jasa seperti
tukang bangunan ini, bukanlah pekerjaan yang tetap, yang setiap hari nya ada,
kadang rame dan terkadang sunyi. Dan ketika sedang ada, langsung diambil saja
kesempatan itu.

2.6. Alat-Alat Kerja Bangunan Yang di Pakai
Alat-alat kerja yang dipakai para tukang ketika sedang bekerja dan fungsinya.
1. Skope, Yang berfungsi untuk memindahkan pasir ke tempat adukan semen,
dan untuk mengaco semen. Di pakai pada saat proses pengadukan semen
2. Cangkul, berfungsi untuk menyangkul tanah dan mengorek tanah. Dipakai
saat mencangkul tanah atau untuk meratakan tanah.
3. Linggis, berfungsi untuk mengorek apa yang dibutuhkan. Di pakai saat
me

Dokumen yang terkait

Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 44 128

Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)

2 60 173

RITUAL PIODALAN ETNIK BALI DI PURA JAGADHITA TOBA DI KELURAHAN BAHKAPUL KECAMATAN SIANTAR SITALASARI KOTA PEMATANGSIANTAR.

3 19 22

Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)

0 0 12

Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)

0 0 1

Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)

0 0 37

Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)

0 0 3

Hubungan-Hubungan Hukum dalam Dunia Pertukangan (Studi Kasus Pada Masyarakat Sub Urban di Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematangsiantar)

0 0 4

Pertanyaan Kuisioner STRATEGI BURUH DALAM MEMPERTAHANKAN HIDUP (Studi kasus di PT.Putera Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari

0 0 12

STRATEGI BURUH DALAM MEMPERTAHANKAN HIDUP (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 16