Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa” T1 362009024 BAB IV
BAB IV
GAMBARAN UMUM JOGJA HIPHOP FOUNDATION
4.1 Profil Jogja Hiphop Foundation
Jogja Hiphop Foundation adalah sebuah grup musik Hiphop yang berasal dari
Yogyakarta mereka mencampurkan musik Hiphop dan budaya-budaya Jawa. Dari musik
tradisional seperti gamelan, angklung, mereka juga memakai bahasa jawa, Indonesia, dan
bahasa Inggris dalam pemakain lirik lagu mereka. Gaya berpakaian mereka yang
mencampurkan batik dan celana jeans menambah kuat mereka dalam menunjukan
identitas mereka selain dari musik yang mereka ciptakan. Identitas yang mereka ciptakan
ini membuat percampuran dua budaya yang menghasilkan budaya baru yaitu Hiphop
Jawa.
Jogja Hiphop Foundation atau (JHF) didirikan tahun 2003 oleh Marzuki alias “kill
the DJ” di Yogyakarta. Jogja Hiphop Foundation didirikan untuk mengakomodasikan
kru-kru Hiphop di Yogyakarta yang menggunakan bahasa jawa. Nama jogja Hiphop
Foundation dipili oleh Marzuki karena mewakili diri mereka. Jogja, karena mereka
tinggal dan hidup dengan segala budaya mereka sebagai orang jawa. Hiphop, karena
musikalitas dan selera dalam bermusik adalah Hiphop. Foundation, adalah sebuah
yayasan, seperti penulis utarakan diatas. Walau namanya terdengar formal, gerak-gerik
mereka lebih berbasi komunitas daripada institusi formal..
Awal terbentuknya Jogja Hiphop Foundation memulai melakukan perjalanan
mereka dengan mengadakan acara – acara kecil seperti “Hiphop reunion” , dan
“Angkringan Hiphop”. Acara mereka “Angkringan Hiphop” bahkan rutin digelar, sperti
“angkringan Hiphop # 2” pada tahun 2009, “Angkringan Hiphop # 3” pada tahun 2010,
dan “Angkringan Hiphop # 4” pada tahun 2013. kemudian Jogja Hiphop Foundation
juga membuat acara – acara lain sperti “Poetry Battle”.
Acara “Poetry Battle” diadakan untuk mengeksplorasi karya – karya pusi
Indonesia, dari puisi – puisi dan mantra - mantra tradisional hingga puisi – puisi
Kontemporer dengan media Hiphop. Dimana Marzuki mengatakan mereka ingin
membuat acara tetapi dengan tidak berbicara soal Hiphop, maka terbentuklah “Poetry
Battle”. Dari proyek itu terbentuklah dua album kompilasi “Poetry Battle 1 dan 2”. Acara
“Poetry Battle 1 sendiri diadakan pada tahun 2007. Puisi – puisi yang diambil anatara lain
32
seperti, “Ngelmu Piring”, “Cintamu Sepahit Topi Miring”, dan “Serat Centhini 231”
menjadi puisi – puisi yang mereka angkat dalam acara “Poetry Battle 1” pada tahun 2007.
Setelah itu satu tahun kemudian tepatnya pada tanggal 15 maret 2009, Jogja
Hiphop Foundation menyelenggarakan kembali “Poetry Battle 2”. Pada “Poetry Battle
2”, puisi – puisi seperti “Asmaradhana 338”, “Ora Cucul Ora Ngebul”, “Jula Juli Jaman
Edan” menjadi puisi – puisi yang dibawa oleh Jogja Hiphop Foundation dalam
penyelenggaraan “Poetry Battle 2”. Acara “Poetry Battle” sendiri didukung oleh pelopor
musisi Hiphop di Indonesia yaitu Iwa-k.
Pada tahun 2009 Jogja Hiphop - Foundation memulai perjalanan mereka
dipanggung Internasional, Jogja Hiphop Foundation mendapat undangan dari Negara
tetangga Singapura untuk mengisi acara “Pesta Rakyat” di Theater on the Bay Esplanade
selama tiga hari. Tahun ini kembali Jogja Hiphop foundation diundang kembali di
Singapura tepatnya pada tanggal 31 agustus 2013. kali ini Jogja Hiphop Foundation
berkolaborasi dengan dalang Catur Benyek (wayang Hiphop), Soimah Pancawati, dan
musisi Hiphop Singapura. Dari panggung inilah kemudian Jogja Hiphop Foundation
mendapat kesempatan untuk menggelar aksi dan konsernya ke Negara – Negara lain.
Kreatifitas Jogja Hiphop Foundation tidak berhenti disitu, pada tahun 2010
mereka mengeluarkan Film documenter mereka yang berjudul “Hiphopdiningrat”. Film
ini menceritakan bagaimana awal mereka terbentuk dan memulai perjalana mereka dari
panggung – panggung kecil di Yogyakarta sampai kepanggung – panggung Internasional.
Film ini juga becerita tentang kehidupan anak –anak Jogja Hiphop Foundation. Film ini
pun sering mendapat undangan keberbagai festifal film Internasional, antara lain (jiFFest,
2010) di Jakarta, kemudian lanjut di New York dan Canberra. Pada tahun 2011 Jogja
Hiphop Foundation juga dipercaya menjadi Brand Ambasador1 dari Intel Visibly Smart.
Bahkan JHF juga mendapat penghargaan dari Keraton Ngayogyakarta
Hadidiningrat. Penghargaan “Duta Nagari Ngayogyakarta” yang diberikan adalah jasa
dan pengabdianya dibidang kesenian, serta prestasi JHF sebagai duta Yogyakarta didunia
internasional dalam bidang kebudayaan
1
Brand Ambasador adalah Ikon dari sebuah produk. Ikon ini tidak harus dari artis atau kalangan terkenal,
bisa dari mana saja.
33
Awalnya JHF dididrikan hanya untuk sebagai wadah dan tempat
bagi para pecinta Hiphop jawa, dan acara-acara yang diadakan adalah
dari danaan kita sendiri. Kini JHF adalah sebuah komunitas dan sebuah
grup hiphop (Marzuki).
4.2 Personil Jogja Hiphop foundation
4.2.1 Marzuki (Kill the DJ)
Gambar 2 Marzuki
Sumber: www.killtheblog.com
Dunia seni sungguh sangat melekat dalam kehidupan Marzuki, lahir
dari keluarga santri di Prambanan Marzuki lebih mengaku menyukai dunia
seni. Itu pula yang menyebabkan dia meninggalkan bangku sekolah saat masih
kelas 3 SMA. “Seni tak begitu membutuhkan pendidikan formal dan untuk
Jogja banyak orang pandai belajar dari lingkungan”, tutur pria berumur 35
tahun ini.
Kisah Marzuki di panggung musik Indonesia sungguh menarik.
Marzuki mengusng musik Rap dengan menggunakan lirik bahasa Jawa. Musik
etnik pun ia campurkan dan dikolaborasikan didalamnya, dan perpaduan unik
inilah yang mencuatkan namanaya ke panggung Internasional. Berbagai bidang
seni ia geluti seperti teater, visual-art, dan musik elektronik.
Kecintaanya dibidang seni dan kaya-karyanya yang unik menjadi
pijakan awal Marzuki diundang kepanggung-panggung Internasional. Belanda,
Belgia, Prancis pernah mengundang Marzuki untuk mengisi acara di Negara
34
tersebut. Nama “Kill The DJ” ia tamabahkan pada tahun 1998, karena pada
saat itu profesi “DJ” sangat Didewakan dan di Tuhankan, dan hal ini menjadi
alas an nama itu ia buat. Bersama teman-temanya pada tahun 2013 ia membuat
Jogja Hiphop Foundation untuk menaungi Raper-Raper berbahasa Jawa di
Jogja.
4.2.2 Jahanam
Gambar 3 Jahanam
Sumber: www.killtheblog.com
Setelah musik Hiphop mati suri di Jogja, pada tahun 2001 munculah
“South Central Ryme Syndicate” dengan personilnya Mamok yang mengawali
bedirinya grup ini, Balance, otong, sukri, dan Heldy sebagai produser. Setelah
mendapat wangsit dari film “Indonesia lama” maka nama “South Central Ryme
Syndicate” berubah menjadi “Jahanam”, dan personilnya tinggal Mamok dan
Balance.
Pada tahun 2002 menjadi awal perjalanan panjang dari Jahanam saat
bertemu dengan produser bernama Iqbal (ex G-tribe dan Calluda). Dibantu oleh
Iqbal dan Heldy sebagai produser maka album pertama Jahanam yang berjudul
“Jahanam Su”, dibuaat dan dirilis pada tahun 2003. Dengan single mereka yang
berjudul “Tumini” album mereka laku keras. Lebih dari 18.000 copy terjual habis
diberbagai kota di Indonesia dan lagu-lagu mereka sampai ke Negri Surinme.
Melauli Jahanam juga gairah musik Hiphop di Jogja kembali bangkit.
35
Lagu-lagu Jahanam didominasi dengan pemakain lirik berbahasa Jawa dan
bahasa Indonesia. Kini mereka bekerjasama dengan Rotra dan Kill The Dj, serta
seorang penyair Sindhunata dalam satu grup Jogja Hiphop Foundation. Rotra dan
Jahanam sedang dalam proses penggarapan split album.
4.2.3 Rotra
Gambar 4 Rotra
Sumber: www.killtheblog.com
Rotra adalah grup ketiga dari Jogja Hiphop Foundation. Didalamnya
terdapat nama Janu Prihaminanto a.k.a “KI Ageng Gantas” dan Lukman Haki
a.k.a “Rajapati”. Ki Ageng Gantas merupakan mantan Personil dari“G-TRIBE”.
G-TRIBE sendiri merupakan grup Hiphop pertama di Jogja dan di Indonesia yang
mnggunakan bahasa Jawa. Ki Ageng Gantas ini terkenal hebat dengan pembuatan
komposisi musik yang mudah didengar dan kecerdasan dalam pemilihan dan
pemakaian bahasa, serta lagu-lagu yang mereka buat mengandung arti kritik
sosial.
4.3 Teks Lagu “Jogja Istimewa”
“Holopis Kuntul Baris…”
“Jogja! Jogja! Tetap Istimewa
Istimewa Negrinya, Istimewa Orangnya
Jogja! Jogja! Tetap Istimewa
Jogja Istimewa untuk Indonesia”
36
“Rungokna iki gatra saka ngayogyakarta
Nagari paling penak rasane koyo swarga
Ora peduli donya dadi neraka
Neng kene tansah edi peni lan merdika”
Dimana Rajanya Bercermin di kalbu Rakyat
Demikianlah singgasana bermartabat
Berdiri kokoh tuk mengayomi rakyat, Memayu Hayuning Bawana”
“Saka jaman perjuangan nganthi mardhika
Jogja istimewa bukan hanya daerahnya
Tapi juga karena orang-orangnya”
“Tambur wis ditabuh suling wis muni
Holopis kuntul baris ayo dadi siji
Bareng para prajurit lan senopati
Mukti utawa mati manunggal kawula Gusti”
“Menyerang tanpa pasukan
Menang tanpa merendahkan
Kesaktian tanpa ajian
Kekayaan tanpa kemewahan”
“Tenang bagai ombak gemuruh laksana Merapi”
“Tradisi hidup di tengah modernisasi
Rakyate jajah deso milang kori
Nyebarake seni lan budi pekerti”
37
“Elingo sabdane Sri Sultan Hamengkubuwono kaping sanga
Sak duwur-duwure sinau kudune dewe tetep wong Jawa
Diumpamakne kacang kang ora ninggal lanjaran
Marang bumi sing nglahirake dewe tansah kelingan”
“Ing ngarso sung tuladha
Ing madya mangun karsa
Tut wuri handayani
Holopis kuntul baris ayo dadi siji”
38
GAMBARAN UMUM JOGJA HIPHOP FOUNDATION
4.1 Profil Jogja Hiphop Foundation
Jogja Hiphop Foundation adalah sebuah grup musik Hiphop yang berasal dari
Yogyakarta mereka mencampurkan musik Hiphop dan budaya-budaya Jawa. Dari musik
tradisional seperti gamelan, angklung, mereka juga memakai bahasa jawa, Indonesia, dan
bahasa Inggris dalam pemakain lirik lagu mereka. Gaya berpakaian mereka yang
mencampurkan batik dan celana jeans menambah kuat mereka dalam menunjukan
identitas mereka selain dari musik yang mereka ciptakan. Identitas yang mereka ciptakan
ini membuat percampuran dua budaya yang menghasilkan budaya baru yaitu Hiphop
Jawa.
Jogja Hiphop Foundation atau (JHF) didirikan tahun 2003 oleh Marzuki alias “kill
the DJ” di Yogyakarta. Jogja Hiphop Foundation didirikan untuk mengakomodasikan
kru-kru Hiphop di Yogyakarta yang menggunakan bahasa jawa. Nama jogja Hiphop
Foundation dipili oleh Marzuki karena mewakili diri mereka. Jogja, karena mereka
tinggal dan hidup dengan segala budaya mereka sebagai orang jawa. Hiphop, karena
musikalitas dan selera dalam bermusik adalah Hiphop. Foundation, adalah sebuah
yayasan, seperti penulis utarakan diatas. Walau namanya terdengar formal, gerak-gerik
mereka lebih berbasi komunitas daripada institusi formal..
Awal terbentuknya Jogja Hiphop Foundation memulai melakukan perjalanan
mereka dengan mengadakan acara – acara kecil seperti “Hiphop reunion” , dan
“Angkringan Hiphop”. Acara mereka “Angkringan Hiphop” bahkan rutin digelar, sperti
“angkringan Hiphop # 2” pada tahun 2009, “Angkringan Hiphop # 3” pada tahun 2010,
dan “Angkringan Hiphop # 4” pada tahun 2013. kemudian Jogja Hiphop Foundation
juga membuat acara – acara lain sperti “Poetry Battle”.
Acara “Poetry Battle” diadakan untuk mengeksplorasi karya – karya pusi
Indonesia, dari puisi – puisi dan mantra - mantra tradisional hingga puisi – puisi
Kontemporer dengan media Hiphop. Dimana Marzuki mengatakan mereka ingin
membuat acara tetapi dengan tidak berbicara soal Hiphop, maka terbentuklah “Poetry
Battle”. Dari proyek itu terbentuklah dua album kompilasi “Poetry Battle 1 dan 2”. Acara
“Poetry Battle 1 sendiri diadakan pada tahun 2007. Puisi – puisi yang diambil anatara lain
32
seperti, “Ngelmu Piring”, “Cintamu Sepahit Topi Miring”, dan “Serat Centhini 231”
menjadi puisi – puisi yang mereka angkat dalam acara “Poetry Battle 1” pada tahun 2007.
Setelah itu satu tahun kemudian tepatnya pada tanggal 15 maret 2009, Jogja
Hiphop Foundation menyelenggarakan kembali “Poetry Battle 2”. Pada “Poetry Battle
2”, puisi – puisi seperti “Asmaradhana 338”, “Ora Cucul Ora Ngebul”, “Jula Juli Jaman
Edan” menjadi puisi – puisi yang dibawa oleh Jogja Hiphop Foundation dalam
penyelenggaraan “Poetry Battle 2”. Acara “Poetry Battle” sendiri didukung oleh pelopor
musisi Hiphop di Indonesia yaitu Iwa-k.
Pada tahun 2009 Jogja Hiphop - Foundation memulai perjalanan mereka
dipanggung Internasional, Jogja Hiphop Foundation mendapat undangan dari Negara
tetangga Singapura untuk mengisi acara “Pesta Rakyat” di Theater on the Bay Esplanade
selama tiga hari. Tahun ini kembali Jogja Hiphop foundation diundang kembali di
Singapura tepatnya pada tanggal 31 agustus 2013. kali ini Jogja Hiphop Foundation
berkolaborasi dengan dalang Catur Benyek (wayang Hiphop), Soimah Pancawati, dan
musisi Hiphop Singapura. Dari panggung inilah kemudian Jogja Hiphop Foundation
mendapat kesempatan untuk menggelar aksi dan konsernya ke Negara – Negara lain.
Kreatifitas Jogja Hiphop Foundation tidak berhenti disitu, pada tahun 2010
mereka mengeluarkan Film documenter mereka yang berjudul “Hiphopdiningrat”. Film
ini menceritakan bagaimana awal mereka terbentuk dan memulai perjalana mereka dari
panggung – panggung kecil di Yogyakarta sampai kepanggung – panggung Internasional.
Film ini juga becerita tentang kehidupan anak –anak Jogja Hiphop Foundation. Film ini
pun sering mendapat undangan keberbagai festifal film Internasional, antara lain (jiFFest,
2010) di Jakarta, kemudian lanjut di New York dan Canberra. Pada tahun 2011 Jogja
Hiphop Foundation juga dipercaya menjadi Brand Ambasador1 dari Intel Visibly Smart.
Bahkan JHF juga mendapat penghargaan dari Keraton Ngayogyakarta
Hadidiningrat. Penghargaan “Duta Nagari Ngayogyakarta” yang diberikan adalah jasa
dan pengabdianya dibidang kesenian, serta prestasi JHF sebagai duta Yogyakarta didunia
internasional dalam bidang kebudayaan
1
Brand Ambasador adalah Ikon dari sebuah produk. Ikon ini tidak harus dari artis atau kalangan terkenal,
bisa dari mana saja.
33
Awalnya JHF dididrikan hanya untuk sebagai wadah dan tempat
bagi para pecinta Hiphop jawa, dan acara-acara yang diadakan adalah
dari danaan kita sendiri. Kini JHF adalah sebuah komunitas dan sebuah
grup hiphop (Marzuki).
4.2 Personil Jogja Hiphop foundation
4.2.1 Marzuki (Kill the DJ)
Gambar 2 Marzuki
Sumber: www.killtheblog.com
Dunia seni sungguh sangat melekat dalam kehidupan Marzuki, lahir
dari keluarga santri di Prambanan Marzuki lebih mengaku menyukai dunia
seni. Itu pula yang menyebabkan dia meninggalkan bangku sekolah saat masih
kelas 3 SMA. “Seni tak begitu membutuhkan pendidikan formal dan untuk
Jogja banyak orang pandai belajar dari lingkungan”, tutur pria berumur 35
tahun ini.
Kisah Marzuki di panggung musik Indonesia sungguh menarik.
Marzuki mengusng musik Rap dengan menggunakan lirik bahasa Jawa. Musik
etnik pun ia campurkan dan dikolaborasikan didalamnya, dan perpaduan unik
inilah yang mencuatkan namanaya ke panggung Internasional. Berbagai bidang
seni ia geluti seperti teater, visual-art, dan musik elektronik.
Kecintaanya dibidang seni dan kaya-karyanya yang unik menjadi
pijakan awal Marzuki diundang kepanggung-panggung Internasional. Belanda,
Belgia, Prancis pernah mengundang Marzuki untuk mengisi acara di Negara
34
tersebut. Nama “Kill The DJ” ia tamabahkan pada tahun 1998, karena pada
saat itu profesi “DJ” sangat Didewakan dan di Tuhankan, dan hal ini menjadi
alas an nama itu ia buat. Bersama teman-temanya pada tahun 2013 ia membuat
Jogja Hiphop Foundation untuk menaungi Raper-Raper berbahasa Jawa di
Jogja.
4.2.2 Jahanam
Gambar 3 Jahanam
Sumber: www.killtheblog.com
Setelah musik Hiphop mati suri di Jogja, pada tahun 2001 munculah
“South Central Ryme Syndicate” dengan personilnya Mamok yang mengawali
bedirinya grup ini, Balance, otong, sukri, dan Heldy sebagai produser. Setelah
mendapat wangsit dari film “Indonesia lama” maka nama “South Central Ryme
Syndicate” berubah menjadi “Jahanam”, dan personilnya tinggal Mamok dan
Balance.
Pada tahun 2002 menjadi awal perjalanan panjang dari Jahanam saat
bertemu dengan produser bernama Iqbal (ex G-tribe dan Calluda). Dibantu oleh
Iqbal dan Heldy sebagai produser maka album pertama Jahanam yang berjudul
“Jahanam Su”, dibuaat dan dirilis pada tahun 2003. Dengan single mereka yang
berjudul “Tumini” album mereka laku keras. Lebih dari 18.000 copy terjual habis
diberbagai kota di Indonesia dan lagu-lagu mereka sampai ke Negri Surinme.
Melauli Jahanam juga gairah musik Hiphop di Jogja kembali bangkit.
35
Lagu-lagu Jahanam didominasi dengan pemakain lirik berbahasa Jawa dan
bahasa Indonesia. Kini mereka bekerjasama dengan Rotra dan Kill The Dj, serta
seorang penyair Sindhunata dalam satu grup Jogja Hiphop Foundation. Rotra dan
Jahanam sedang dalam proses penggarapan split album.
4.2.3 Rotra
Gambar 4 Rotra
Sumber: www.killtheblog.com
Rotra adalah grup ketiga dari Jogja Hiphop Foundation. Didalamnya
terdapat nama Janu Prihaminanto a.k.a “KI Ageng Gantas” dan Lukman Haki
a.k.a “Rajapati”. Ki Ageng Gantas merupakan mantan Personil dari“G-TRIBE”.
G-TRIBE sendiri merupakan grup Hiphop pertama di Jogja dan di Indonesia yang
mnggunakan bahasa Jawa. Ki Ageng Gantas ini terkenal hebat dengan pembuatan
komposisi musik yang mudah didengar dan kecerdasan dalam pemilihan dan
pemakaian bahasa, serta lagu-lagu yang mereka buat mengandung arti kritik
sosial.
4.3 Teks Lagu “Jogja Istimewa”
“Holopis Kuntul Baris…”
“Jogja! Jogja! Tetap Istimewa
Istimewa Negrinya, Istimewa Orangnya
Jogja! Jogja! Tetap Istimewa
Jogja Istimewa untuk Indonesia”
36
“Rungokna iki gatra saka ngayogyakarta
Nagari paling penak rasane koyo swarga
Ora peduli donya dadi neraka
Neng kene tansah edi peni lan merdika”
Dimana Rajanya Bercermin di kalbu Rakyat
Demikianlah singgasana bermartabat
Berdiri kokoh tuk mengayomi rakyat, Memayu Hayuning Bawana”
“Saka jaman perjuangan nganthi mardhika
Jogja istimewa bukan hanya daerahnya
Tapi juga karena orang-orangnya”
“Tambur wis ditabuh suling wis muni
Holopis kuntul baris ayo dadi siji
Bareng para prajurit lan senopati
Mukti utawa mati manunggal kawula Gusti”
“Menyerang tanpa pasukan
Menang tanpa merendahkan
Kesaktian tanpa ajian
Kekayaan tanpa kemewahan”
“Tenang bagai ombak gemuruh laksana Merapi”
“Tradisi hidup di tengah modernisasi
Rakyate jajah deso milang kori
Nyebarake seni lan budi pekerti”
37
“Elingo sabdane Sri Sultan Hamengkubuwono kaping sanga
Sak duwur-duwure sinau kudune dewe tetep wong Jawa
Diumpamakne kacang kang ora ninggal lanjaran
Marang bumi sing nglahirake dewe tansah kelingan”
“Ing ngarso sung tuladha
Ing madya mangun karsa
Tut wuri handayani
Holopis kuntul baris ayo dadi siji”
38