Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa”

LAMPIRAN

Transkrip wawancara dengan JHF, di Jogja Nasional Museum, base camp JHF
Narasumber : marzuki alias kill the DJ pendiri JHF
Pertanyaan

=P

Jawaban

=J

P: sejarah JHF seperti apa?
J: sebelum ada JHF sudah ada group Rap bahasa jawa, tapi saya inisiatif dirikan JHF untuk
mewadahi group-group semacam itu di Jogjakarta, dalam arti aku produseri, promosikan.
P: apa motovasi JHF untuk mewadahi pemusik rap berbahasa jawa di jogja?
J: enggak ada. Itu natural saja. Ya karena saya cinta bahasa jawa, boso sehari-hari. Paling
enak ngerap pakai bahasa ibu.
P:bagaimana perkembangan music rap jawa di jogja setelah dan sebelum diwadahi JHF?
J: ya yang dari jogja saja bisa sampai luar negeri.
P: dari segi fashion, kenapa JHF campurkan style hip hop dengan batik?

J: ya gak ada alasan,karena pakaian kita ke kantor batik, terus habis itu langsung manggung
gak ganti baju. Sekalian aja kita buat ciri khas, natural aja. Tapi selanjutnya kan bisa kita
jadikan strategi juga. Walau aslinya emang apa adanya.
P: ada kesan gak yang ingin disampaikan dengan segala atribut yang dikenakan JHF?
J: yang pertama ya nikmati segala yang ada pada kita, tapi kalo bisa jadi inspirasi ya itu efek
dari apa yang kita kerjakan. Toh kita bukan menteri kebudayaan. Kita subjek tapi juga objek
dari kebudayaan, seperti semua orang , pesan kita ya identitasnya itu. Itu bukan
paksaan,penonton harus pake ini itu, enggak kan ini natural saja. seperti agnes monica yang
tiap keluar negeri mesti pakai batik,kan? Kalo kita natural aja sih, kupikir pendekatannya
sangat berbeda dengan itu.
P: bagaimana dengan konsep music JHF, gamelan yang di mix dengan hip hop?
J: ya itu natural saja. Kita lahir dan tumbuh dengan itu, kita gak bisa memungkiri itu. Itu
bagian dari background kebudayaan. Gamelan, bahasa jawa, dan juga hip hop.
P: bagaimana opini masyarakat yang masuk ke telinga JHF?
J: Ya banyak,cuma ntar aku ngomong baik semua.
P: bagaimana pendapat mas tentang akulturasi budaya yang terjadi, apa efeknya untuk kaum
muda jogja sendiri?

J: dampaknya sering manggung, yang nonton banyak, secara fashion juga banyak yang ikut
(nonton pake batik, celana jeans).

P: batik yang digunakan batik jogja?
J: macam-macam. Yang suka dipakai atau karna dikasih.
P: usaha untuk pertahankan fans atau menarik fans?
J: banyak hal, itu sudah logika bisnis, ya seperti promosi biasa. Orang suka bukan karna
promosinya, tapi karna identitasnya.
P: ada kemungkinan masyarakat jenuh dengan konsep seperti ini kedepanya. Usahanya apa?
J: gak kepikiran, dilihat aja kedepan. Yang jelas umur kita bakal lebih panjang dari music
pop.
P:Kebanyakan lagu JHF yang bernada politis itu terkesan sindiran ya mas?
J: ya itu ciri khas sastra jawa, inginnya menyindir tapi supaya yang disindir tidak lantas
marah, tapi tetep kesindir.
P: untuk lagu cicak ngutal boyo apa motivasi dibalik penciptaannya mas?
J: ya aku enggak suka korupsi itu. Ekspresi untuk mengungkapkan hal itu ya dengan lagu.
P: Ada yang ingin diungkapkan dari lagu itu?
J: ya biarkan aja natural.
P: gak takut dicekal buaya?
J: ya enggak, kan demokrasi.

Foto wawancara dengan Marzuki dan managemen
Dalam penelitian ini penulis juga akan melihat dan menggunakan pendapat dan sudut

pandang orang lain untuk membuat hasil dari penelitian penulis menjadi lebih terpercaya
informasinya, dengan cara dibandingkan dan diperiksa kembali melalui wawancara yang
penulis lakukan.
Wawancara:
Bapak Ndaru (Dekan Fiskom UKSW): Keistimewaan Jogjakarta karena memang dari unsur
sejarahnya. Sejak dulu sebelum NKRI berdiri, Jogjakarta adalah sebuah Negeri
(Ngayogyakarta Hadidiningrat). Jogjakarta mempunyai kekuatan politis yang besar untuk
Indonesia, kekauatan ini dimulai ketika Jogjakarta masuk dan bergabung kedalam NKRI
sebagai sebuah Negara sendiri, atau daerah Istimewa. Munculah UUD 45 tentang
Keistimewaan. Hal ini yang membawa dampak yang besar sehingga Indonesia mendapatkan
pengakuan Internasional. Berpindahnya Ibu kota ke Jogja pada tahun 1948 mebuat Jogja
berperan dan mempunyai andil yang besar untuk mempertahankan eksistensi NKRI sendiri.

Bapak Fajar Junaidi (Dosen Universitas Muhamad Diyah Jogjakarta): Keistimewaaan Jogja
tidak terlepas dari sejarah. Munculnya Amanat 5 september 1945, yang berisi tetntang
kerelaan Sultan dan Paku Alam untuk bergabung dengan NKRI adalah fakta sejarah
tersendiri. Kemudian Simbol dari Keraton sendiri, dimana Keraton sangat memberi manfaat
bagi masyarakat. keraton sebagai entitas kebudayaan yang berdiri sampe sekarang. Keraton
sebuah Interaksi simbolik (lambing Jogja di Dokar, mobil, motor, baju, dan aksara-aksara
Jawa yang masih dipertahankan) merupakan gamabaran Interaksi simbolik terjadi di kota ini,

ada rasa memiliki yang dipunyai oleh masyarakat Jogja. Keraton sendiri juga menyatukan
orang Jogja, keraton adalah rumah. Luis althuser, Ideologi bekerja dari pemanggilan, Keraton
symbol dari pemanggilan, memanggil Keistimewaan orang Jogja untuk mempertahankanya

pada saat Keistimewaan ini diusik oleh Pemerintah pusat. Hal ini menunjukan bahwa Keraton
merupakan suatu hal yang mulia bagi mereka warga Jogjakarta.

Empu Sungkowo (Budayawan dan Seniman): Dijaman sekarang ini secara perlahan budaybudaya lokal, khususnya budaya-budaya dan seni-seni tradisi mulai hilang terkikis oleh
globalisasi. Kemudian juga nilai-nilai budi pekerti dikalangan anak muda juga mulai
dilupakan, (inilah fakta yang saya lihat). Dengan munculnya RUU untuk keistimewaan ini,
bagi saya makna Keistimewaan itu sendiri adalah “Bangkit”. Dalam hal ini adalah perbaikan
dan budaya-budaya yang dulu sudah hilang mulai digali dan dihidupkan kembali, beserta
nilai-nilai tata karma dan budi pekerti, karena hal ini menunjukan jatidiri kita sebenarnya.
Sekarang pihak pemerintah juga sedang mencanangkan program ini, namun hal ini akan
menjadi tanggung jawab kita bersama. Karena dengan pembangkitan kembali maka makna
Keistimewaan itu sendiri akan sangat terasa esensinya.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Eksploitasi Anak dalam Iklan:studi analisis semiotika Roland Barthes dalam iklan 3 Indie+

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Perempuan dalam Film Sang Penari (Kajian Semiotika Roland Barthes)

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Perempuan dalam Film Sang Penari (Kajian Semiotika Roland Barthes) T1 362008082 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa” T1 362009024 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa” T1 362009024 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa” T1 362009024 BAB IV

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa” T1 362009024 BAB V

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa” T1 362009024 BAB VI

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa”

0 0 18

REPRESENTASI JIHAD DALAM LIRIK LAGU PURGATORY - DOWNFALL : THE BATTLE OF UHUD (Analisis semiotika Roland Barthes) - FISIP Untirta Repository

0 1 122