JAWABAN UJIAN KOMPREHENSIF SEMESTER GENA (2)

JAWABAN UJIAN KOMPREHENSIF
SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2015/2016
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Mata Uji : Anatomi Manajemen Pendidikan dan
Manajemen Satuan Pendidikan
JAWABAN SOAL BAGIAN A
1. Konsekwensi manajemen/administrasi pendidikan bagian dari manajemen/
administrasi negara pada berbagai tingkatan dalam rangka penataan pendidikan
agar apa yang menjadi tujuannya tercapai secara efektif dan efisien.
Jawab:
Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material yang
bersangkut paut dengan pendidikan, jadi dalam proses administrasi pendidikan
segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses pencapaian tujuan
pendidikan itu di integrasikan, diorganisasi dan dikioordinasi secara efektif, dan
semateri yang diperlukan dan yang telah ada dimanfaatkan secara efesien.
Administrasi negara adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan aparatur
negara/pemerintah untuk mencapai tujuan negara secara efisien. Administrasi
negara merupakan suatu bahasaan ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen
penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga legislatif, yudikatif dan
eksekutif serta hal-hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan

publik, tujuan negara dan etika yang mengatur penyelenggara negara. Terdapat
hubungan interaktif antara administrasi negara dengan lingkungan sosialnya,
diantara berbagai unsur lingkungan sosial, unsur budaya merupakan unsur yang
paling banyak mempengaruhi penampilan (performance) administrasi negara.
Dari dua pengertian di atas pada dasarnya administrasi pendidikan
memiliki kepentingan tertentu terhadap administrasi negara. Administrasi
pendidikan yang berkembang kearah kematangan secara integral tak lepas dari
pengaruh administrasi negara. Secara simultan, desain dan inovasi berkembang
dalam suatu pola keseimbangan yaitu terwujudnya kondisi kehidupan pendidikan
yang merata dalam setiap daerah. Hal tersebut dipandang sebagai faktor manusia
(human fector) yang berhubungan dengan sumber daya manusia (SDM) dan
mengandung makna mendalam atas semua potensinya, sehingga manusia tumbuh
dan berkembang untuk mengatasi permasalahan manusia itu sendiri.
Salah satu permasalahan administrasi pendidikan yang berkaitan dengan
manajemen atau adminitrasi negara adalah kualitas. Kualitas manusia tampak
pada kemampuannya secara fungsional untuk mendorong pertumbuhannya yang
memiliki nilai tambah. Oleh karena itu, Membangun SDM adalah pola-pola untuk
mengelola, mengurus, dan meningkatkan kualitasnya. Keperluan manusia adalah
memenuhi kebutuhan hidupnya yang di tampakkan pada kemampuan
poduktifnya, dalam konsep administrasi negara di katakan produktif jika

menghasilkan sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi. Mengangap
manusia sebagai sumber daya semata-mata adalah berbahaya, karena manusia

mempunyai feeling, hati nurani, rasa cinta, persahabatan, loyalitas, taat, kejujuran,
etos kerja, dan sebaginya yang menjadikan manusia secara total dan utuh.
Jika dilihat dari sudut administrasi pendidikan akan ditemui dua tataran
yaitu:
a. Pada suatu pendidikan seperti administrasi sekolah dasar, sekolah menengah,
perguruan tinggi serta kursus-kursus.
b. Administrasi pendidikan pada pemerintahan seperti tinggkat kecamatan,
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat pada
tingkat nasional
Dengan demikian administrasi pendidikan adalah mencakup semua
kegiatan yang di jalankan pada semua tataran dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan yang telah di tentukan. Bagi orang-orang tertentu oleh orlosky
keseluruhan “mosaic” administrasi ini di sebut sebagai tingkatan tertinggi
aktipitas manusia (the highest order of human actifiti by some). Unsur-unsur
manusia atau (human elements) yang berhubungan dengan administrasi
pendidikan ialah anak didik, orang tua siswa, guru, konselor, kepala sekolah,
supervisor, petugas-petugas lainnya, pejabat dan pegawai kantor urusan

pendidikan pada pemerintahan secara vertikal dan horizontal pada pemerintahan
daerah dan pemerintahan pusat, masyarakat yang berkepentingan persekolahan
dan sebagainya.
Hubungan antar keduanya sebagai sistem dapat dilihat dari hubungan
bagian-bagian dari sistem itu (komponen) secara fungsional dan interaksinya satu
sama lain. Dengan meninjau komponen-komponen dan hubungan satu dengan
yang lainnya, akan dapat di temukan kekurangan dan kelemahan sistem organisasi
dan sistem pelayanan sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan
untuk memperbaiki sistem atau pengembangan sistem administrasi. Hubungan
antar manusia dalam administrasi sekolah merupakan bentuk kerja sama personal
sekolah untuk mencapai tujuan sekolah.
Tujuan umum yang akan di capai dalam hubungan keduanya itu adalah
pembentukan kepribadian murid sesuai tujuam pendidikan nasional dan tingkat
perkembangannya, tujuan instruksional umum, dan tujuan instruksional khusus
yang pencapaiannya melalui proses penguasaan materi pelajaran. Sedangkan
administrasi sekolah merupakan suatu proses atau siklus pengelolaan
penyelenggaraan sekolah mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
pengawasan dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuannya.
Dari tujuan umum tersebut dapat dilihat antara administrasi pendidikan
dan administrasi nengara ada lima kegiatan pokok yang saling berkaitan yaitu :

a. Menentukan apa yang akan di jadikan sasaran oleh organisasi, menentukan
tujuan dan sasaran tiap bidang, menentukan apa yang harus dilakukan
manusia dalam administrasi untuk mencapainya dan menjadikan sasaran itu
efektif dengan membicarakannya bersama anggota organisasi.
b. Mengorganisir seluruh kegiatan manusia dalam administrasi termasuk
menggolongkan, membagi pekerjaan, membentuk struktur tugas-tugas
organisasi.
c. Memotivasi dan berkomunikasi antar manusia dalam segala hal pelaksanaan
kegiatan.

d. Melakukan pengukuran tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam organisasi,
termasuk menganalisis, menilai, dan menapsirkan hasil kerja baik secara
individu maupun kelompok dalam organisasi secara keseluruhan, dan
e. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan orang-orang dalam organisasi
itu termasuk manajernya sendiri.
2. Pendapat tentang adanya kebijakan pengelolaan SMA/SMK yang sebelumnya
pada pemerintah Kabupaten/ Kota di alihkan kepada Pemerintah Provinsi dalam
bentuk Undang-Undang, dan apa persyaratan yang harus dipenuhi secara
manajeril agar kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik?
Jawab:

a. Pengalihan pengeloaan SMA/SMK yang diundangan
Kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang pelimpahan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari
Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi memang perlu di
Undang-Undangkan, hal ini di dasarkan pada aspek-aspek tentang dokumen,
para tenaga didik, jumlah tenaga didik, sarana prasana dan jumlah sekolah
yang tidak sedikit. Hal tersebut juga akan berdampak kepada pengelolaan
anggaran yang ada di Pemerintah Provinsi.
Selain dari hal tersebut diatas pengalihan kewenangan pengelolaan
SMA/SMK perlu di undangkan untuk menekan dampak yang mungkin akan
terjadi seperti:
1) Munculnya perlawanan secara tersembunyi dari Kabupaten/Kota terhadap
proses pengalihan ini dan perlawanan terbuka dan terorganisasi terhadap
aturan ini.
2) Kemungkinan terjadinya konflik antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi
yang sama-sama daerah otonom.
3) Pola dekonsentrasi pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi yang pernah
terjadi sebelum reformasi adalah kesulitan pengawasan dan pembinaan,
tentu bukan perkara gampang untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan. Pola dekonsentarasi pada era sebelum reformasi

memungkinkan untuk menjadi tolak ukur pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tersebut.
Dari segi harapan pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK
dari Kabupaten/Kota ke provinsi yang perlu di undangkan, seperti:
1) Tercukupinya anggaran baik untuk gaji, operasional maupun
pengembangan kualitas SMA/SMK mengingat sebagai daerah otonom
keharusan mengalokasikan 20% anggaran untuk pendidikan selama ini
lebih banyak dipakai untuk bantuan ke Kabupaten/Kota.
2) Karier dan pengalaman PNS yang mengabdi di SMA-SMK menjadi
terbuka ke jenjang yang lebih tinggi.
3) Standardisasi kualitas SMASMK akan menjadi lebih mudah dilakukan
karena pengelolaannya pada satu tangan.
4) Adanya pembagian yang jelas dalam pengelolaan lembaga pendidikan.
Tingkat SD sampai SMP ditangani Pemerintah Kabupaten/Kota,
SMA/SMK ditangani Pemerintah Provinsi dan pendidikan tinggi ditangani
Pemerintah Pusat.

Implikasi terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
pengalihan pengelolaan SMA/SMK masing-masing jenjang pemerintahan
menjadi fokus. Pemerintah Kabupaten/Kota bisa memaksimalkan anggaran

dan sumber dayanya untuk melaksanakan program wajib belajar 9 tahun, di
sekolah-sekolah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah provinsi bisa
mempersiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan daerahnya melalui SMK
yang dikelolanya serta membuat standar yang jelas untuk mereka yang akan
melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Pemerintah pusat bisa
berkonsentrasi mengembangkan pendidikan tinggi yang sesuai dengan
kebutuhan zaman.
b. Persyaratan yang harus dipenuhi secara manajeril agar kebijakan
pelimpahan wewenang tersebut dapat terlaksana dengan baik
Kebijakan menurut Undang-Undangan Nomor 23 Tahun 2014 yang
salah satunya tentang pelimpahan pengelolaan SMA/SMK dari Pemerintah
Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi agar dapat terlaksana dengan baik
menyangkut harus melihat empat faktor pengalihan kewenangan tentang
penyelenggaraan, pengelolaan dana, pertanggung-jawaban dan pelaporan,
pembinaan dan pengawasan, pemeriksaan, serta sanksi-sanksi. Selain itu
menjabarkan apa dan bagaimana yang meliputi:
1) Prinsip pendanaan.
2) Perencanaan dan penganggaran.
3) Penyaluran dan pelaksanaan; dan
4) Pengelolaan barang milik negara hasil pelaksanaan pelimpahan

wewenang.
Pemerintah provinsi yang menjadi wewenangan untuk mengelola juga
harus mencermati masalah crusial yang terkait dengan alih kewenangan yang
harus ditangani dengan hati-hati dan perhitungan cermat, diantaranya:
1) Penempatan
Kepala sekolah, seleksi pengawas, birokrasi pendidik dan
ketenaga kependidikan. Pengurusan dan pengelolaan yang tepat terhadap
sumber daya insani pendidikan adalah prasyarat utama bagi tercapainya
kualitas pendidikan. Pengabaian, termasuk dalamnya intervensi politik dan
birokrasi tidak profesional, terhadap SDM kepala sekolah, guru,
pengawas dan tenaga kependidikan adalah bencana bagi peningkatan
kualitas pendidikan.
2) Dana APBD untuk Pendidikan
Berkenaan dana pendidikan yang berasal dari APBD. Masih
banyak pemerintah daerah yang belum kuat menunjukkan keberpihak pada
biaya pendidikan. Walaupun jumlah 20 persen APBD untuk pendidikan
masih ada perdebatan apakah gaji termasuk atau tidak, namun realitasnya
APBD Sumatera Barat masih jauh dari harapan.
3) Dana pendidikan.
Dukungan dana masyarakat terhadap dunia pendidikan. Pemerintah

Propvnsi tentu harus segera menentukan format yang tepat terhadap agar
dapat memberikan manfaat bagi siswa dan mahasiswa yang terkendala
dalam pembiayaan pendidikan. Begitu juga melakukan terobosan

penghimpunan dana pendidikan melalui CSR perusahaan dan pemilik
modal di rantau dan sumber lain yang memungkinkan.
3. Suatu konsep akademis bagaimana strategi untuk menghentingkan perilaku seperti
yang di uraikan pada soal nomor 3 bagian A di dalam pengelolaan pendidikan di
Indonesia, tanpa mereduksi misi dan usaha untuk memberikan pendidikan terbaik
kepada semua anak bangsa dimana pun berada.
Jawab:
Pendidikan merupakan investasi peradaban, begitulah adagium atau jargon
klasik yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebab di
dalamnya tersirat suatu pesan ideologis-edukatif bahwa pendidikan yang akan
menentukan masa depan dan dinamika peradaban dunia. Life is education, hidup
adalah pendidikan, begitulah ‘orang modern’ menyebut dunia pendidikan. Seiring
dengan isu globalisasi, humanisasi, dan demokratisasi serta tuntutan dunia global
yang terus bergulir mempengaruhi dunia pendidikan, menyebabkan dunia
pendidikan di berbagai negara, termasuk Indonesia, terus berupaya memformulasi
dan memikirkan ulang terhadap sistem pendidikan yang selama telah ini

dijalankan.
Telah banyak upaya perubahan dan inovasi sistem pendidikan yang telah
diusahakan pemerintah untuk mendongkrak mutu pendidikan demi mengimbangi
berbagai kebutuhan kehidupan masyarakat modern maupun tuntutan
perkembangan dunia global. Mulai dari bongkar pasang kurikulum, dari CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif), KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), hingga
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), bahkan yang terbaru
dikeluarkannya Kurikulum 2013 sebagai penyempurnaan dari KTSP. Perubahan
paradigma manajemen pendidikan mulai dari konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (School Based Management), manajemen life skill, hingga Manajemen
Berbasis Masyarakat(Community Based Management).
Tetapi sayang, berbagai upaya tersebut bukan malah memperbaiki kualitas
dan sistem pendidikan yang ada. Justru sebaliknya, sistem pendidikan nasional
sering mengalami disorientasi dan kehilangan visi, bahkan kadang menimbulkan
kontroversi yang tidak kunjung selesai. Akibatnya, dunia pendidikan nasional
terus mengalami masalah yang sampai detik ini pun belum jelas solusi
alternatifnya yang pasti, bahkan seringkali kebijakan di dalamnya mendapatkan
kritik dan gempuran dari berbagai pihak karena sering tidak populis dan penuh
kontroversial, seperti kebijakan kontroversial dengan tetap mempertahankan
adanya pelaksanaan UN (Ujian Nasional), penyempurnaan kurikulum dengan

lahirnya Kurikulum 2013 baru-baru ini.
Dari uraian di atas yang berkaitan pada uraian soal nomor 3 bagian A,
maka konsep akademis strategi untuk menghentikan perilaku yang telah
dijelaskan di dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia tanpa mereduksi nilai
dan usaha untuk memberikan pendidikan terbaik kepada semua anak bangsa
dimanapun mereka berada baik dipelosok atau dikota, di ujung sumatera atau di
jawa. Konsep akademis dalam bentuk strategis yang dapat merubah pola pikir
yang diuraikan pada soal dapat berupa “Pendidikan Alternatif sebagai Pilihan”.
Melalui pendidikan alternatif, lahirnya beragam model pendidikan
alternatif untuk memenuhi semua keinginan di atas, seperti home
schooling atau free schooling, kelompok belajar, sekolah-sekolah alam. Tentu

masih banyak bentuk-bentuk lain yang bisa dikembangkan daerah dengan segala
bentuknya yang bervariasi dan bisa disebut dalam konteks ini. Di sisi lain, sistem
pendidikan alternatif ini perlu dikembangkan dan diterapkan untuk
memerdekakan pendidikan yang selama ini terjebak dalam belitan birokrasi yang
sebenarnya justru merugikan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat
berlangsungnya proses pendidikan, justru kehilangan arah dan tujuan utama yakni
menciptakan manusia yang berbudaya. Bahkan standar pendidikan nasional yang
diterapkan secara tidak masuk akal dan menyamaratakan semua siswa,
menjadikan sekolah sebagai institusi pendidikan formal yang bahkan tidak
menyentuh sisi pendidikan dan mementingkan pembelajaran. Akibatnya, tujuan
utama pendidikan menjadi terlupakan. Orangtua dan siswa serta para guru
menjadi mengedepankan nilai dibanding kualitas pribadi dan minat siswa. Inilah
yang banyak terjadi dalam pendidikan sekolah yang justru sangat
mengkhawatirkan masa depan dunia pendidikan (khususnya sekolah-sekolah
formal) selama ini. Sekolah sebagai institusi pendidikan tidak memiliki kebebasan
untuk mengelola sendiri sekolahnya.
Untuk memperbaiki semua itu, kita harus berani keluar dari sistem
pendidikan nasional yang sebenarnya banyak berorientasi pada aspek kognitif
(baca: nilai akademik) dari ketiga aspek pendidikan (kognitif, afektif, dan
psikomotorik) yang seharusnya berjalan bersama-sama. Di sisi lain, kita juga
harus berani angkat kaki dari pengelolaan pendidikan yang lebih mengarah pada
tertib administrasi saja, bukan filosofi pendidikan seutuhnya yang seperti
seharusnya ada dalam ruh dunia pendidikan. Bila tidak, maka yang terjadi sistem
pendidikan nasional akan terus mengalami masalah dalam upaya mendongkrak
mutu pendidikan, yang pada gilirannya nanti pelan tapi pasti akan menghancurkan
bangsa ini sendiri.
Di samping adanya gagasan tentang manajemen pendidikan alternatif ini
dicarikan juga landasan atau basis pengelolaan pendidikan yang lebih relevan
dalam konteks kehidupan yang lebih demokratis dan humanistik. Secara
sederhana, pengertian manajemen pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya
mobilisasi segala sumber daya pendidikan secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan pendidikan. Lebih mendalam lagi, seperti ungkapan Husaini
Usman (2004: 6) manajemen pendidikan dapat kita rumuskan sebagai seni dan
ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Mengingat cakupan sumber daya pendidikan yang sangat luas meliputi
7M+1i (man, money, material, machines, methods, marketing, and minutes +
information , tentu manajemen dimaksud meliputi berbagai aspek dan fungsifungsi manajemen, mulai dari proses perencanaan (planning) hingga proses
pelaksanaan dan evaluasinya. Semua komponen tersebut akan berjalan efektif dan
efisien jika diatur dengan mekanisme organisasi dan administrasi yang profesional
dan bertanggungjawab. Tentu tidak mudah mensinergikan semua aspek itu tanpa
adanya konsep dan perencanaan yang matang dalam penyelenggaraan suatu
pendidikan, apalagi semacam pendidikan alternatif, jika kita ingin betul-betul

mendapatkan output dan outcome pendidikan yang berkualitas dengan daya saing
yang cukup tinggi pula.
Konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) masih cukup strategis
diaplikasikan dan diimplementasikan dalam pengelolaan suatu pendidikan. Tetapi
sayang, konsep itu tidak didukung dengan sosialisasi yang optimal serta peraturan
yang tegas, termasuk pelaksanaanya di lapangan, sehingga manfaatnya hanya
dapat dirasakan oleh lembaga sekolah yang telah memiliki infrastruktur dan
suprastruktur yang kuat dan mapan. Ditambah lagi, UU No. 20 Tahun 2003
tentang SISDIKNAS ternyata tidak menyebutkan secara eksplesit bagaimana
manajemen pendidikan nasional harus dikembangkan dan dilaksanakan. Akhirnya
yang terjadi usaha pemerintah itu tidak maksimal dan pudar seiring dengan makin
banyaknya masalah yang menimpa negeri ini. Dari sinilah gagasan untuk mencari
landasan pengelolaan pendidikan alternatif lahir sebagai bentuk solusi alternatif
pula bagi penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang birokratik-sentralistik
dan serba hegemonik sebagaimana disinggung di atas.
JAWABAN SOAL BAGIAN B
1. Model manajemen yang dikembangkan Jika menjadi Kepala Sekolah seperti
yang tersebut pada uraian soal nomor 1 bagian B oleh Dinas Pendidikan untuk
segera menerapkan kurikulum 2013.
Jawab:
Model yang akan diupayakan untuk dikembangkan pada uraian nomor 1
bagian B terdapat 2 model pengembangan kurikulum, yaitu: yang pertama The
Grass Roots Model dan yang kedua Beauchamp’s System Model, yang diuraikan
sebagai berikut:
a. The grass roots model
Model pengembangan ini merupakan inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model grass on the roots akan berkembang dalam
sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan
yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan
guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu
komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh
bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya
maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass
roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru
adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di
kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah
yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pada SMP Negeri 40 Lubuk Penyamu Kabupaten “KPY” yang berada
pedalaman penerapan the grass roots model diperlukan di dalam melihat
konsep-konsep yang ada pada Kurikulum 2013. Penerapan model ini
memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem
pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang
lebih mandiri dan kreatif. Beberapa langkah penerapan kurikulum 2013 pada
SMP Negeri 40, yaitu:

1) Menyadari adanya masalah

Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan
guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan
penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang
diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita
merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru
akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa
adanya kesadaran masalah tidak mungkin penerapan kurikulum 2013
dapat berlangsung di SMP Negeri Lubuk Penyamun.
2) Mengadakan refleksi
Kalau dirasa adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha
mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan
dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca
buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya.
Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam
mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh
pengalaman belajar.
3) Mengajukan hipotesis atau jawaban sementara.
4) Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan
sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.
5) Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terusmenerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi.
b. Beauchamp’s system model
Lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum ini yang sesuai
dengan pelaksanaan penerapan kurikulum pada SMP Negeri 40 Lubuk
Panyamu, yaitu:
1) Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicangkup oleh
kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi
ataupun seluruh negara. Penetapan arena ini ditentuan oleh wewenang
yang dimilik oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan
kurikululm, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah
yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan
mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum
hanya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
2) Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi
dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli pendidikan
/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli
bidang dari luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau
sekolah dan guru-guru terpilih, (3) pada profesional dalam sistem
pendidikan, (4) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
3) Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini
berkenaan dengan prosedur yang arus ditempuh dalam merumuskan
tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman
belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan
desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam

lima langkah, yaitu ; (1) membentuk tim pengembangan kurikulum, (2)
mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang
sedang digunakan, (3) studi pengajaran tentang kemungkinan penyusunan
kurikulum baru, (4) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan
kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
4) Implementasi
kurikulum.
Langkah
ini
merupakan
langkah
mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu
yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik
kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping
kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau penulisan kurikulum.
5) Evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu
evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, evaluasi desain
kurikulum, evaluasi hasil belajar siswa, evaluasi dari keseluruhan sistem
kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan
bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip
melaksanakannya.