https lunayahasna.wordpress.com 2012 07 docx

\https://lunayahasna.wordpress.com/2012/07/30/etikaprofesi-hakim-dalam-perspektif-hukum-islam-2/
ETIKA PROFESI HAKIM DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan profesi mengimplikasikan kepada tuntutan-tuntutan norma etik yang
melandasi persoalan profesional.[1] Namun hal tersebut tidak bisa sempurna karena sifat
profesi yang terbatas, khusus dan unggul, maka bukan tidak mungkin akan terjadi gejala–
gejala penyalahgunaan terhadap profesi yang dimiliki, yang seharusnya dengan penguasaan
dan penerapan disiplin ilmu hukum dapat diemban untuk menyelenggarakan dan menegakkan
.keadilan di masyarakat
Pada era reformasi sekarang ini yang disertai krisis multidimensi di segala bidang di
antaranya dalam bidang hukum, timbul keprihatinan publik akan kritik tajam sehubungan
dengan curat marutnya penegakan hukum di Indonesia, dengan adanya penurunan kualitas
hakim dan pengabaian terhadap kode etik, serta tidak adanya konsistensi, arah dan orientasi
dari penegak hukum itu sendiri. Hal ini menyebabkan tidak adanya ketidakpastian dan
ketidakadilan hukum. Dan pihak yang sering disalahkan adalah aparat penegak hukum itu
sendiri, yang terdiri dari Hakim, Jaksa, Pengacara dan Polisi.[2]
Hakim[3] sebagai salah satu aparat penegak hukum (Legal Aparatus) yang sudah

memiliki kode etik sebagai standar moral atau kaedah seperangkat hukum formal. Namun
realitanya para kalangan profesi hukum belum menghayati dan melaksanakan kode etik
profesi dalam melaksanakan profesinya sehari-hari, terlihat dengan banyaknya yang
mengabaikan kode etik profesi, sehingga profesi ini tidak lepas mendapat penilaian negatif
dari masyarakat. Khusus berkenaan dengan pemutusan perkara di pengadilan yang dirasa
tidak memenuhi rasa keadilan dan kebenaran maka hakimlah yang kena, dan apabila
memenuhi harapan masyarakat maka hakimlah yang mendapat sanjungan. Dengan kata lain
masyarakat memandang wajah peradilan sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh sikap atau
perilaku hakim. Sebagai contoh atas adanya hakim yang melakukan Kolusi Korupsi dan
Nepotisme (KKN) yang dibuktikan dengan data Transparansi Internasional (TI) dan Catatan
Political Economi Risk Concultanty Ltd.(PERC)[4] yang membuktikan bahwa korupsi di
lembaga peradilan sebagai urutan ketiga setelah lembaga kepolisian dan Bea Cukai dan
urutan lima besar di dunia.[5] Berdasarkan hasil penelitian Indonesia Corruption Watch
(ICW).[6]

Dan berbagai kasus gugatan publik terhadap profesi hakim merupakan bukti bahwa
adanya penurunan kualitas hakim sangat wajar sehingga pergeseran pun terjadi dan sampai
muncul istilah mafia peradilan.[7]
Indikasi tersebut menunjukan hal yang serius dalam penegakkan standar profesi
hukum di Indonesia. Kode etik tampaknya belum bisa dilaksanakan dan nilai-nilai yang

.terkandung belum bisa diaplikasikan oleh pengembannya sendiri
Dari dasar pemikiran diatas maka sewajarnya bila muncul harapan dan tuntutan
terhadap pelaksanaan profesi baik ciri, semangat, maupun cara kerja yang didasarkan pada
nilai moralitas umum (common morailty), seperti nilai kemanusiaan (humanity), nilai
keadilan (Justice) dan kepastian hukum (gerechtigheid). Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat
mengarah kepada perilaku anggota profesi hakim, sehingga perlu adanya dan ditegaskan
dalam bentuk yang kongkrit (Kode Etik).[8] Sehingga dengan adanya nilai-nilai dalam kode
etik tersebut, pelaksanaan professional akan dapat di minimalisir dari gejala-gejala
penyalahgunaan keahlian dan keterampilan professional dalam masyarakat sebagai klien atau
subyek pelayan. Hal ini penting karena nilai-nilai tersebut tidak akan berguna bagi
professional saja melainkan bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.[9]
Dari peranannya yang sangat penting dan sebagai profesi terhormat (Offilium nobile),
atas kepribadiannya yang dimiliki. Hakim mempunyai tugas sebagaimana dalam undangundang pokok kekuasaan kehakiman adalah Hakim wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.[10] Untuk itu hakim harus terjun ke
tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan
.hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat
Di sini terlihat jelas seorang hakim dalam menjalankan tugasnya selain di batasi
norma hukum atau norma kesusilaan yang berlaku umum juga harus patuh pada ketentuan
.etika profesi yang terdapat dalam kode etik profesi
Kode etik sendiri merupakan penjabaran tingkah laku atau aturan hakim baik di dalam

menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun pergaulan
dalam masyarakaat, yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan
.dan ketaatan kepada hukum
Islampun menjelaskan bahwa hakim adalah seorang yang diberi amanah untuk
menegakkan keadilan dengan nama Tuhan atas sumpah yang telah diucapkan, dalam
pandangan Islam adalah kalimat tauhid adalah amalan yang harus diwujudkan dalam bentuk
satu kata dan satu perbuatan dengan niat lilla>hi ta’alla.[11] Sehingga pada setiap
.putusannya benar – benar mengandung keadilan dan kebenaran
: Dalam al-Qur’an diperintahkan
‫ان الله يأ مركم ان تؤدواال منت الى اهلها واذا حكمتم بين الناس ان تحكموابالعدل ان لله نعما يعظكم به ان لله‬
[12] ‫كان سميعا بصيرا‬
Melalui profesi inilah hakim mempunyai posisi istimewa. Hakim merupakan
kongkritisasi hukum dan keadilan yang bersifat abstrak, dan digambarkan bahwa hakim
sebagai wakil Tuhan di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan.[13] Karena hakim
satu-satunya penegak hukum yang berani mengatasnamakan Tuhan pada setiap putusannya.

[14] Sehingga setiap keputusan hakim benar-benar berorientasi kepada penegakan nilai-nilai
kebenaran dan keadilan dari pada sekedar mengejar kepastian hukum sebagaimana yang
.diharapkan dalam kode etik profesi hakim
Kode Etik profesi hakim bukanlah merupakan sesuatu yang datang dari luar tetapi terwujud

justru berasal dan diciptakan oleh anggota profesi sendiri, sehingga merupakan pengaturan
sendiri �self regulation). Karena kalau di ciptakan dari luar �instansi atau pemerintah),
maka tidak akan dijiwai oleh nilai-nilai yang hidup di kalangan profesi.[15] Kode etik
merupakan kesesuaian sikap yang harus di junjung tinggi oleh hakim dengan jiwa-jiwa
pancasila.[16] Padahal untuk menegakkan supremasi hukum adalah menegakkan etika,
profesionalisme serta disiplin.[17] Meskipun demikian kode etik profesi hakim sebagai
standar moral belum memberikan dampak yang positif, sehingga kode etik yang sudah sekian
lama perlu dikaji kembali untuk disesuaikan dengan perubahan kondisi, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) yang menilai bahwa banyak para
kalangan profesi hukum belum menghayati dan melaksanakan kode etik profesi dalam
melaksanakan profesinya sehari-hari. Oleh karena itu perlu dibentuk standar kode etik profesi
hukum yang akan menjadi pedoman untuk prilaku profesi. Dan sebagai cara untuk
memulihkan kepercayaan terhadap lembaga peradilan khususnya hakim yang sedang kacau.
[18]
Munculnya wacana pemikiran tentang kode etik profesi hakim ini yang akan menjadi
penelitian yang dititik beratkan pada analisis nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik
profesi hakim. Penelitian ini penyusun anggap penting karena didorong oleh realitas profesi
hakim yang mengabaikan nilai-nilai moralitas. Dan untuk membangun kembali kepercayaan
publik terhadap lembaga peradilan sebagai benteng terakhir keadilan yang merupakan citacita dan tujuan[19] (Khususnya Profesi hakim). Melihat permasalahan di atas penyusun
merasa tertarik untuk membahas kode etik profesi hakim[20] dan dikaitkan dengan nilai-nilai

etika Islam.[21] Masalah ini sangat menarik untuk dikaji karena etika Islam yang bersumber
dari al-Qur’an yang pada hakekatnya merupakan dokumen Agama dan bertujuan untuk
.menciptakan masyarakat yang bermoral
B. Pokok Masalah
: Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok masalah adalah
Apa dan bagaimana nilai-nilai dasar yang terkandung dalam kode etik profesi hakim
Indonesia?
Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap kode etik profesi hakim Indonesia?
C. Tujuan dan Kegunaan
: Penelitian ini bertujuan untuk
1. Menjelaskan serta menganalisa nilai-nilai dasar yang terdapat dalam kode etik profesi
hakim Indonesia.
2. Menjelaskan bagaimana pandangan Islam terhadap kode etik profesi hakim Indonesia.

: Adapun hasil dari penelitian ini berguna untuk
Menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya dalam etika
profesi hakim (Kode Etik Hakim Indonesia) dan sebagai bahan studi awal untuk penelitian
lebih lanjut.
Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan khususnya hakim dalam praktek di
lapangan baik berupa kerangka teori maupun praktek.

.D. Telaah Pustaka
Dari hasil telaah pustaka yang penyusun lakukan terdapat beberapa karya ilmiah baik
berupa buku maupun skripsi yang membahas tentang kode etik atau etika profesi hukum.
Dari telaah tersebut kami mengkatagorikan kedalam dua aspek yaitu: Pertama, aspek teoritis,
yaitu etika profesi hukum yang mencakup seluruh aktivitas profesi dalam kehidupannya.
Kadua, aspek penegakan kode etik profesi baik secara individu maupun kelompok. Dengan
kata lain pada aspek kedua inilah etika profesi hakim berada sebagaimana yang di tetapkan
.Dewan Kehormatan dalam aplikasinya di lapangan
Diantara karya yang termasuk ke dalam aspek teoritis adalah: Karya Oemar Seno Aji
dalam bukunya Etika Professional dan Hukum : Profesi Advokat,karya ini hanya menyoroti
permasalahan etik dari profesi advokat, dokter dan wartawan.[22] Namun dalam karya ini
disebutkan bahwa kode etik secara umum mengandung normative ethich dan adanya rahasia
profesi yang menjadi asas yang memberikan hak untuk menolak keterangan sebagai saksi
(vershonings recht).[23] Karya Suhrawardi K. Lubis, berjudul Etika Profesi Hukum,dalam
karya ini mencoba membahas etika profesi hukum secara global yang meliputi penasehat
hukum dan notaris, dan tidak membedakan antara penasehat hukum dengan advokat.[24]
Kemudian karya E. Sumaryono yang berjudul Etika Profesi Hukum: Norma-norma Bagi
Penegak Hukum, buku ini membahas etika profesi bagi para penegak hukum untuk
meningkatkan professionalitas kerja. Namun obyek pembahasannya hanya di fokuskan pada
empat jenis profesi yaitu jaksa, advokat, notaris dan polisi dan tidak mengkaji masalah nilainilai etika hakim.[25] Dan skripsi saudara Rofiqoh mahasiswa Ushuluddin, yang berjudul

Etika Menurut fazlur Rahman, dalam pandangan fazlur Rahman konsep etika adalah etika
religius yang merupakan rangkaian dari teologi, etika dan hukum. Sehingga menjadi manusia
bermoral merupakan pencapaian pada integritas individu dan kelompok. Integritas tersebut
dapat di peroleh dengan iman, Islam dan taqwa.[26]
Sedangkan yang termasuk kedalam aspek kedua yaitu aspek penegakan kode etik
diantaranya : Skripsi saudara Muhammad Rodlin fakultas Ushuluddin, dengan judul Etika
Profesi : telaah pendekatan moral, penelitian ini hanya membahas hubungan etika dan
profesi secara konsep umum yang menyatakan hubungan tersebut sangat erat karena
merupakan jaminan pelayanan oleh profesi apapun.[27] Dan skripsi M wahyudi fakultas
Syari’ah, yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kebebasan Hakim: Study analisis
pasal 1 ayat 1 dan pasal 14 ayat 1 UU. Nomor 35 tahun 1999 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, yang menyatakan bahwa dalam menegakkan keadilan dan kebenaran hakim
harus terbebas dari pengaruh baik dari luar maupun dari dalam yaitu : faktor moralis dan
mentalis dalam menjalankan profesinya.[28] Kemudian juga dalam buku Daryl Koehn yang
berjudul Landasan Etika Profesi yang menyatakan hubungan secara moral antara klien dan
professional berdasarkan atas janji dari professional untuk menjaga kepentingan kliennya.

[29] Dan dalam buku ini hanya di fokuskan kepada tiga profesi yaitu : profesi hukum,
.kedokteran dan rohani
Dari karya-karya tersebut, baru membahas tentang etika profesi secara umum dan

belum terdapat pembahasan yang secara khusus tentang kode etik hakim atau kode
kehormatan yang terkandung dalam etika profesi hakim dalam tinjauan etika Islam. Maka
dari itu penyusun akan membahas etika profesi hakim yang diantaranya kode etik profesi
hakim atau kode kehormatan hakim sebagai bahan yang mendukung terhadap penyusunan
.ini

E. Kerangka Teori
Teori etika adalah gambaran umum rasional mengenai hakekat dan dasar perbuatan
dan keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang menentukan klaim bahwa perbuatan dan
keputusan tersebut secara moral diperintahkan dan dilarang. Oleh karena itu penelitian etika
selalu menempatkan tekanan khusus terhadap definisi konsep-konsep etika, justifikasi, dan
penelitian terhadap keputusan moral, sekaligus membedakan antara perbuatan atau keputusan
yang baik dan buruk.[30]
Etika Sebagai Landasan Profesional .1
Sebagai cabang ilmu filsafat, etika dimengerti sebagai filsafat moral atau filsafat
mengenai tingkah laku. Etika berbeda dengan moral, moral berisi ajaran-ajaran sedangkan
etika berisi alasan-alasan mengenai moralitas itu sendiri.[31]
Menurut Hans Wenr
dalam bahasa arab etika disebut ahklak. Norma (norm) adalah standar, pola (pattern), model
(type). Hal tersebut merupakan aturan atau kaedah yang di pakai sebagai tolak ukur untuk

menilai sesuatu.[32]
Etika atau akhlak dalam khazanah Islam dipahami sebagai ilmu yang menjelaskan
baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya di lakukan kepada orang lain, menyatukan
tujuan apa yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan
untuk melakukan apa yang harus diperbuat.[33] Dengan demikian Persoalan-persoalan etika
adalah persoalan kehidupan manusia. Tidak bertingkah laku semata-mata menurut naluri atau
.dorongan hati
Sedangkan K. Bertens mengungkapkan bahwa moral itu adalah nilai-nilai dan normanorma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok tingkah lakunya. Sedangkan
profesi menurut K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu moral community
(masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai.[34] Dari paparan diatas dapat
dipahami bahwa dalam kata moral terdapat dua makna. Pertama, sebagian cara seseorang
atau kelompok untuk bertingkah laku dengan orang lain. Kedua, adanya norma-norma atau
.nilai-nilai yang menjadi dasar bagi cara bertingkah laku

Dalam filsafat ilmu, epistemologi moral dipelajari dengan dua cara yaitu telaah metodologik
.dan telaah metafisik
Telaah metodologik bersifat induktif, menggunakan logika model koherensi. Salah satu yang
menonjol adalah telaah equilibrium reflektif. Proses penyusunan teori moral ini dimulai dari
penetapan moral yang dipilih; dilanjutkan dengan pemilihan prinsip-prinsip yang hendak
digunakan. Lalu diuji pada moral sentralnya; diketemukan konflik dengan moral sentralnya

.atau tidak; bila ada konflik, diadakan revisi. Itu prosedur menurut Goodman (1965)
Sedangkan Rewals (1971) menyarankan untuk melihat koherensi dengan moral yang lebih
jauh, misalnya keyakinannya atau teori yang dianut.[35]
Cara telaah yang kedua adalah telaah metafisik. Cara ini digunakan oleh realisme metafisik.
Dengan pandangan meta-ideologik, moral adalah fakta konstruktif. Kemauan Hakim untuk
membantu pihak adalah fakta konstruktif. Fakta konstruktif tersebut bukan temuan pada
obyek seperti fakta-fakta penelitian pada umumnya, melainkan fakta konstruk pandangan
human.[36] Pandangan human tersebut dapat dilihat dari pandangan sosialogis, psikologis
.dan keyakinan agama
Dari sisi cakupannya etika dapat dibagi dua yaitu, etika umum dan etika terapan.
Etika umum merupakan ilmu atau filsafat moral yakni teoritis yang mencakup seluruh
aktivitas kehidupan.[37] Sedangkan etika khusus adalah etika individual atau sosial atau
lingkungan hidup. Pada wilayah inilah etika pofesi berada.[38]
Menurut Majid Fakhri, sistem etika Islam dalam dikelompokkan dengan empat tipe:
pertama, moral skriptualis. Kedua, etika teologis. Ketiga, teori-teori filsafat. Keempat, etika
religius.[39] Dari keempat tipologi di atas etika religius akan menjadi pilihan sebagai
landasan teori dalam penelitian ini
Dengan kerangka demikian dapat dikatakan bahwa etika profesi merupakan tuntutan
dasar hakim dalam Islam. Dan juga atas teori tersebut dapat diasumsikan bahwa etika profesi
hakim merupakan pengejawantahan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadilan dan

pertanggung jawaban dalam realitas penegakan hukum oleh hakim. Ada tiga komponen yang
menopang tegaknya hukum dan keadilan di tengah masyarakat, yaitu adanya aparat penegak
hukum yang professional dan memiliki integritas moral yang terpuji, adanya peraturan
hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan adanya kesadaran masyarakat yang
memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum.[40]
Dalam penegakan hukum, menurut O. Notohamidjojo, ada empat norma yang penting
dalam penegakan hukum yaitu kemanusiaan artinya sebagai manusia jadikanlah manusia.
Kedua, keadilan yaitu memberikan sesuatu sesuai haknya. Ketiga kepatutan yaitu
pemberlakuan hukum harus melihat unsur kepatutan (equity) dalam masyarakat. Keempat,
kejujuran yaitu seorang hakim dalam menegakkan hukum harus benar-benar bersikap jujur
untuk mencari hukum dan kebenaran. [41]
Eksistensi Hakim Sebagai Penegak Hukum Dalam Islam .2
Hakim mempunyai tugas sangat penting. Disamping itu hakim harus mempunyai
.moral yang tinggi, berbudi luhur, dan menegakan hukum secara benar dan adil

Sehingga peranan hakim sebagai penegak hukum dan keadilan dapat dilihat dari
: tugasnya
Penggali Hukum .1
[42]‫إذاحكم الحاكم فاجتهد ثم اصاب فله اجران واذاحكم فاجتهد ثم أخطاء فله أجر‬
Pemutus Perkara .2
[43]‫اناانزلنا اليك الكتب بالحق لتحكم بين الناس بما ارك الله ول تكن للخاءنين خصيما‬
Pemberi Nasehat .3
[44]‫وتعاونوا على البر والتقوى ول تعاونوا على الثم والعدوان‬.…
Sementara dalam kaidah ushul Fiqh sendiri hakim sebagai pemegang amanah harus
dapat membawa kemaslahatan
[45]‫تصرف المام على الر عية منوط بالمصلحة‬
Sebagai salah satu bentuknya adalah dengan adanya kode etik profesi hakim yang tujuannya
untuk kemaslahatan bagi manusia, kemaslahatan tersebut tercantum dalam azas-azas yang
dituangkan dalam syariat hukum Darury yaitu hal yang pokok dalam kehidupan manusia,
hukum Hajjiy yaitu hukum yang menselaraskan dengan hajat dan kebutuhan manusia, dan
hukum Tahsiny yaitu merupakan keindahan hidup yang merupakam pelengkap dalam
kehidupan manusia.[46] Dengan demikian tujuan penegakkan keadilan dan kebenaran dapat
.tercapai, dan kode etik profesi hakim benar-benar membawa maslahat bagi manusia
F. Metode Penelitian
Jenis Penelitian .1
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara menelaah atau mengkaji sumber kepustakaan berupa data-data primer
.dan sumber data sekunder yang relevan dengan pembahasan ini
.Sifat Penelitian .2
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik[47] metode yang menggunakan pencarian fakta dan
data-data yang ada dalam kode kehormatan hakim dan kemudian dianalisa dengan kerangka
.pemikiran yang telah disusun dengan cermat dan terarah
.Pengumpulan Data .3
Penelitian ini adalah penelitian pustaka, maka metode pengumpulan data dilakukan dengan
mengumpulkan buku-buku yang ada dan kemudian dikaji dan ditelaah dari berbagi literatur
yang ada yang berkaitan dengan skripsi ini. Adapun data primernya adalah : kode etik profesi
hakim dan UU No 4 TAhun 2004 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, sedangkan
sumber sekundernya adalah : buku-buku dan tulisan para ahli hukum yang membahas

masalah ini. Adapun yang menjadi baham tersier adalah semua bahan yang menunjang bahan
.primer dan sekunder seperti kamus hukum, eksiklopedia dan lain sebagainya
.Pendekatan Penelitian .4
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan Filosofis-Normatif.Secara philisofis yaitu
dengan melakukan penganalisaan makna-makna secara fhilisofis terhadap kode etik profesi
hakim secara umum, sedangkan secara normatif yaitu melakukan analisa terhadap suatu
fenomena yang berdasarkan aturan hukum Islam (normatif). Analisa dilakukan dengan
metode content analisis (analisa isi)[48]
.Analisis Data .5
Analisis data yang dilakukan oleh penyusun adalah dengan metode induktif dan deduktif.
Metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari fakta khusus, peristiwa kongkrit
yang kemudian ditarik kesimpulan secara umum (generalisasi). Sedangkan metode deduktif
adalah metode yang menggunakan dalil-dalil yang bersifat umum kemudian di sesuaikan
faktor-faktor dari yang bersifat umum. Metode induktif digunakan untuk mengkaji asas-asas
atau nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik profesi hakim Indonesia. Sedangkan
.deduktif dipakai untuk melihat pandangan Islam terhadap etika profesi hakim
.G. Sistematika Pembahasan
: Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari
Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pokok
masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan
.sistematika pembahasan
Bab kedua, Pembahasan tentang kode etik profesi hakim Indonesia dan
perkembangan hakim saat ini, yang meliputi peranan hakim baik dari pengertian, tugas dan
wewenang. Hal ini akan menjadi landasan untuk mengkaji permasalahan penyalahgunaan
profesi hakim dengan melihat konstruksi perkembangan hakim dari analisa kode etik profesi
.hakim Indonesia yang ada
Bab ketiga, Merupakan eksplorasi hukum Islam terhadap kode etik profesi hakim
Indonesia, serta prinsip-prinsip peradilan dalam nilai etika Islam sebagai landasan dalam
.profesi hakim
Bab keempat, merupakan analisa tentang aplikasi nilai-nilai dari kode etik profesi
hakim dan etika hukum Islam setelah melihat dengan kode etik yang ada dalam konsep etika
.Islam
Bab kelima, berisikan penutup yang terdiri dari kesimpulan sebagai jawaban dari
pokok masalah dalam penyusunan ini, selain itu juga beberapa saran yang berkaitan dengan
.kode etik profesi hakim

BAB II

KODE ETIK PROFESI HAKIM INDONESIA

A. Gambaran Umum Peranan Hakim
Pengertian Hakim .1
Sebelum membahas pengertian kode etik, maka terlebih dahulu perlu dipahami
sama artinya dengan qod}i : ‫ حكم – يحكم – حاكم‬pengertian hakim. Hakim berasal dari kata
artinya memutus. Sedangkan menurut bahasa ‫ قضى – يقضى – قا ض‬yang berasal dari kata
adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya.[49]
Adapun pengertian menurut syar’a yaitu orang yang diangkat oleh kepala negara untuk
menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-perselisihan dalam bidang hukum
perdata oleh karena penguasa sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas peradilan,[50]
sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah mengangkat qod}i untuk bertugas menyelesaikan
sengketa di antara manusia di tempat-tempat yang jauh, sebagaimana ia telah melimpahkan
wewenang ini pada sahabatnya.[51] Hal ini terjadi pada sahabat dan terus berlanjut pada Bani
Umayah dan Bani Abbasiah, diakibatkan dari semakin luasnya wilayah Islam dan
kompleknya masalah yang terjadi pada masyarakat, sehingga diperlukan hakim – hakim
.untuk menyelesaikan perkara yang terjadi
Hakim sendiri adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undangundang untuk mengadili.[52] Sedangkan dalam Undang-undang kekuasaan kehakiman adalah
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum
yang hidup di masyarakat.[53] Dengan demikian hakim adalah sebagai pejabat Negara yang
diangkat oleh kepala Negara sebagai penegak hukum dan keadilan yang diharapkan dapat
.menyelesaikan permasalahan yang telah diembannya menurut Undang-undang yang berlaku
Adapun pengertian qad}a sendiri ada beberapa makna yaitu : [54]
: a. Menyelesaikan seperti dalam Firman Allah
[55]‫فلما قضى زيد منها وطرازوجناكها‬
b. Menunaikan dalam firman Allah
[56]…‫فإذا قضية الصلوة فانتشروا فىالرض‬
c. Menghalangi atau mencegah yang artinya hakim bisa melaksanakan amar ma’ruf nahi
.munkar, menolong yang teraniaya dan menolak kez}oliman yang merupakan kewajiban
Dasar Dan Syarat Pengangkatan Hakim .2
Lembaga peradilan sebagai lembaga Negara yang ditugasi menerapkan hukum (Izhar
Al Hukm) terhadap perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum dan adanya hakim sebagai
pelaksana dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman, ketetapan Majelis Permusyawarakatan Indonesia Nomor X/MPR/1998 yang
menyatakan perlunya reformasi di bidang hukum untuk penanggulangan dibidang hukum dan

ketetapan Majlis Permusyawatan Rakyat Nomor III/MPR/1978 Tentang Hubungan Tata Kerja
Lembaga Tinggi Negara .[57]
: Dalam al-Quran di jelaskan
[58]…‫يداودانناجعلنك خليفة فىالرض فاحكم بين النناس بالحق ولتتبع الهوى‬
: Dalam ayat lain di sebutkan
[59]…‫وان احكم بينهم بما انزل لله ول تتبع اهواءهم واحدرهم ان يفتنوك عن بعض ماانزل لله اليك‬
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan Daud sebagai khalifah di muka
bumi ini supaya menghukumi di antara manusia dengan benar.
Sedangkan ayat
selanjutnya menegaskan bila menghukumi manusia harus sesuai dengan dengan apa yang
telah dianjurkan oleh Allah dan orang yang menghukumi tersebut adalah hakim. Dalil hadis}
antara lain
[60] ‫إذاحكم الحاكم فاجتهد ثم اصاب فله اجران و اذاحكم فاجتهد ثم فأخطاء فله أجر‬
[61]‫فريضة محكمة وسنة متبعة‬
Dari hadis dan ijma’ tersebut dijelaskan tentang keutamaan ijtihad, kemuliaan ijtihad
yang dilakukan dengan sungguh-sungguh baik benar atau salah akan mendapat pahala.
Maksudnya seorang hakim dalam memutuskan perkara yang dihadapinya itu melalui qiyas
yang mengacu kepada al-Kitab dan al-Sunah bukan berdasarkan pendapat pribadi, yang
.terlepas dari keduanya
Hal ini sebagai salah satu usaha menggali hukum guna melindungi kepentingankepentingan orang-orang yang teraniaya dan untuk mernghilangkan sengketa-sengketa yang
timbul dalam masyarakat, akibat dari luasnya wilayah Islam, seperti pada masa bani umayah
khalifah hanya mengangkat qod}i pusat dan didaerah diserahkan pada penguasa daerah dan
hanya diberi wewenang untuk memutuskan perkara, sedangkan untuk pelaksanaan putusan
oleh khalifah langsung atau oleh utusannya.[62] Sedangkan pada masa Bani Abbasiah
dibentuknya Mahkamah Agung, pembentukan hakim setiap wilayah, pembukuan dan
mulainya organisasi peradilan,[63] sehingga menempatkan hakim sebagi sosok yang sangat
.diperlukan dan mempunyai peranan penting
Hakim sebagai pelaksana hukum-hukum Allah mempunyai kedudukan yang sangat
penting sekaligus mempunyai beban yang yang sangat berat. Dipandang penting karena
melalui hakim akan tercipta produk-produk hukum baik melalui ijtihad yang sangat
dianjurkan sebagai keahlian hakim yang diharapkan dengan produk tersebut segala bentuk
kez}aliman yang terjadi dapat tercegah dan diminimalisir sehingga ketentraman masyarakat
terjamin. Dari tugas hakim ini menunjukkan posisi hakim sangat penting sebagai unsur badan
peradilan. Dari penjelasan dasar hakim di atas menempatkan Hakim sebagai salah satu unsur
peradilan yang dipandang penting dalam menyelesaikan perkara yang diperselisihkan antara
sesama, oleh sebab itu harus didukung oleh pengetahuan dan kemampuan yang professional
dengan syarat-syarat yang umum dan khusus yang di tentukan oleh oleh Mahkamah Agung
atas kekuasaan kehakiman yang diatur oleh undang-undang tersendiri, terkecuali Mahkamah
.Konstitusi yang kekuasaan dan kewenangannya oleh Mahkamah Konstitusi

: Adapun syarat menjadi hakim secara umum adalah
Warga Negara Indonesia .1
Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa .2
Setia Pada Pancasila dan Undang-undang .3
Bukan anggota organisasi terlarang .4
Pegawai Negeri .5
Sarjana hukum .6
Berumur serendah-rendahnya 25 tahun .7
Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik.[64] .8
Mengenai ketentuan khuhusnya terdapat pada masing-masing lembaga peradilan.
Peradilan Agama mensyaratkan hakim harus beragama Islam dan sarjana syari’ah atau
sarjana hukum yang mempunyai kehlian dalam bidang hukum Islam. Dan pada peradilan
Tinggi Agama minimal berumur 40 tahun dan minimal harus 5 tahun menjadi ketua
Peradilan Agama dan 15 Tahun menjadi hakim pada Peradilan Agama.[65] Peradilan Tata
Usaha Negara mensyaratkan sarjana hukum yang memiliki keahlian di bidang Tata Usaha
Negara atau Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan baik Pusat maupun Daerah, sedangkan pada Peradilan Tinggi Tata Usaha
Negara minimal berumur 40 tahun dan minimal harus 5 tahun menjadi ketua atau wakil
Peradilan Tata Usaha Negara dan 15 Tahun menjadi hakim pada Peradilan Tata Usaha
Negara.[66] Pada peradilan Militer mensyaratkan hakim harus pengalaman dalam peradilan,
berpangkat kapten dan berijazah sarjana hukum, dan pada Hakim Militer Tinggi minimal
berpangkat Letnan Kolonel, serta pada Hakim Militer Utama minimal berpangkat kolonel dan
pengalaman sebagai Hakim Militer Tinggi atau sebagai Oditur Militer Tinggi,[67] Sedangkan
pada Peradilan Militer ini tidak ada batasan umur yang menjadi persyaratan. Adapun
Peradilan adhoc pada Peradilan Hak Azasi Manusia hakim harus mempunyai keahlian
hukum, berumur minimal 45 tahun dan maksimal 65 tahun dan memiliki kepedulian di
bidang hak azasi manusia, serta pada hakim ad hoc pada Mahkamah Agung minimal berumur
50 tahun.[68] Sedangkan pada Mahkamah Agung atau Hakim Agung minimal umur 50 tahun
dan sekurang-kurangnya 20 Tahun menjadi hakim dan sekurang-kurangnya 3 Tahun menjadi
hakim tinggi. Dan apabila diangkat dari dari bukan karir yaitu dari profesi hukum atau
akademisi, sekurang-kurangnya telah menjalani rofesinya selama 25 Tahun, dan berijazah
magister hukum.[69] Dan Mahkamah Konstitusi yaitu mempunyai kewenangan pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, mensyaratkan hakim minimal berumur
40 tahun, tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan dengan
kekuatan hukum tetap yang diancam lima tahun penjara serta tidak dinyatakan pailit dan
mempunyai pengalaman di bidang hukum minimal 10 Tahun, serta masa jabatan hakim
Mahkamah Konstitusi ini hanya 5 Tahun.[70] Adapun Cik Hasan Bisri menyatakan
persyaratan tersebut termasuk kedalam dua katagori. Pertama, syarat kongkrit yaitu nomor 18, kecuali nomor 3 dan 8. kedua, sebagai syarat Abstrak yaitu : Bertaqwa, Adil, jujur dan
setia.[71]

Sedangkam Imam Mawardi menambahkan bahwa hakim harus diketahui identitasnya,
harus memahami tugas atas pekerjaanya, menyebut wewenangnya dan wilayah (Negara atau
Propinsi).[72] Sedangkan dalam literatur Islam atau fiqih ada beberapa persyaratan yang
menjadi persamaan dan perbedaan, persamaannya hakim harus berakal, Islam, adil,
berpengetahuan baik dalam pokok hukum agama dan cabang-cabangnya, sehat pendengaran,
penglihatan dan ucapan dan merdeka bukan hamba sahaya.[73]. Adapun perbedaannya
adalah pada fiqih Islam disyaratkan hakim laki-laki dan tidak boleh perempuan yang terjadi
khilafiyah diantara para ulama dari empat maz\hab kecuali Abu Hanifah membolehkan selain
dalam urusan hadd dan qis}as}, karena kesaksian dalam dua hal tersebut tidak dapat diterima.
[74]
: Dalam Hadis disebutkan
[75] ‫لن يفلح قوم ولوامرهم امرأة‬
Hadis\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\ di atas menerangkan bahwa perempuan dianggap belum mampu
membawa kemenangan atau kemajuan. Ini merupakan pendapat lama karena melihat kondisi
perempuan yang berbeda dengan masa sekarang, sehingga sekarang ini wanita boleh
menjadi hakim asalkan mempunyai keahlian serta memenuhi persyaratan yang telah
.ditetapkan oleh hukum positif dan hukum Islam
Persyaratan-persyaratan tersebut merupakan persyaratan pada masa dahulu
dikarenakan luasnya wilayah Islam dan banyaknya permasalahan yang muncul sehingga
menjadi komplek sedangkan lembaga peradilan masih sangat sedikit, namun dalam kontek
sekarang peradilan yang yang sudah merata dan laju kehidupan yang semakin maju sehingga
persyaratan-persyaratan itu menjadi dikontekkan secara umum untuk lebih mewadahi
pluralitas yang ada, kecuali dalam peradilan agama yang memakai azas personalitas
.keIslaman sebagai lembaga peradilan khuhus dari lembaga peradilan yang lainnya
Dengan berbagai macam syarat tersebut diharapkan hakim dapat bermoral tinggi dan
tidak boleh melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah jabatan atau melanggar larangan
seperti menjadi pengusaha atau penasehat hukum, Karena syarat tersebut termasuk dalam
ajaran yang menuntut moral dan tanggungjawab sebagai seorang hakim setelah disumpah
.sesuai agamanya masing-masing
: Adapun lafal sumpah dan janjinya sebagai berikut
: Sumpah
Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik- ”
baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan
selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
”.serta berbakti kepada nusa dan bangsa

: Janji

Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim ”
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan
dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.” [76]
Maka jika seorang hakim melanggar maka dapat diberhentikan secara tidak hormat
.oleh Presiden dengan terlebih dahulu diberi kesempatan untuk membela diri
Tugas, Fungsi Dan Tanggung Jawab Hakim .3
Dalam menjalankan tugasnya, hakim memiliki kebebasan untuk membuat keputusan
terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya.[77] ia menjadi tumpuan dan
harapan bagi pencari keadilan. Disamping itu mempunyai kewajiban ganda, disatu pihak
merupakan pejabat yang ditugasi menerapkan hukum (izhar al-hukum) terhadap perkara yang
kongkrit baik terhadap hukum tertulis maupun tidak tertulis, dilain pihak sebagai penegak
hukum dan keadilan dituntut untuk dapat menggali, memahami, nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat. Secara makro dituntut untuk memahami rasa hukum yang hidup di dalam
.masyarakat
Dalam undang-undang disebutkan tugas pengadilan adalah : tidak boleh menolak
untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.[78]
Artinya hakim sebagai unsur pengadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilainilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.[79] Nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat tersebut seperti persepsi masyarakat tentang tentang keadilan,
kepastian, hukum dan kemamfaatan. Hal ini menjadi tuntutan bagi hakim untuk selalu
meningkatkan kualitasnya sehingga dalam memutuskan perkara benar-benar berdasarkan
.hukum yang ada dan keputusannya dapat dipertanggungjawabkan
: Dalam hadis dijelaskan
‫ فما زلت قا‬: ‫)اذا تقاضى اليك رجلن فل تقض للول حتى تسمع كل م الخر فسوف تدرى كيف تقضى( قال على‬
[80] ‫ضيا بعد‬
Dalam menyelesaikan suatu perkara ada beberapa tahapan yang harus di lakukan oleh
hakim diantaranya :[81]
Mengkonstatir yaitu yang dituangkan dalam Berita Acara Persidangan dan
dalam duduknya perkara pada putusan hakim. Mengkonstatir ini dilakukan dengan terlebih
dahulu melihat pokok perkara dan kemudian mengakui atau membenarkan atas peristiwa
yang diajukan, tetapi sebelumnya telah diadakan pembuktian terlebih dahulu.
Mengkualifisir yaitu yang dituangkan dalam pertimbangan hukum dalam surat
putusan. Ini merupakan suatu penilaian terhadap peristiwa atas bukti-bukti, fakta-fakta
peristiwa atau fakta hukum dan menemukan hukumnya.
Mengkonstituir yaitu yang dituangkan dalam surat putusan. Tahap tiga ini
merupakan penetapan hukum atau merupakan pemberian konstitusi terhadap perkara.

Tahapan-tahapan tersebut menjadikan hakim dituntut untuk jeli dan hati-hati untuk
memberikan keputusan sekaligus menemukan hukumnya, karena pada dasarnya hakim
dianggap mengetahui hukum dan dapat mengambil keputusan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan keyakinannya sesuai dengan doktrin Curia Ius Novit[82].Karena dalam undang-undang
dijelaskan bahwa hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya untuk
diperiksa dan diputus, dengan alasan bahwa hukum yang ada tidak ada atau kurang jelas.[83]
Sedangkan fungsi hakim adalah menegakkan kebenaran sesungguhnya dari apa yang
dikemukakan dan dituntut oleh para pihak tanpa melebihi atau menguranginya terutama yang
berkaitan dengan perkara perdata, sedangkan dalam perkara pidana mencari kebenaran
sesungguhnya secara mutlak tidak terbatas pada apa yang telah dilakukan oleh terdakwa,
melainkan dari itu harus diselidiki dari latar belakang perbuatan terdakwa.[84] Artinya hakim
.mengejar kebenaran materil secara mutlak dan tuntas
Di sini terlihat intelektualitas hakim yang akan teruji dengan dikerahkannya segenap
kemampuan dan bekal ilmu pengetahuan yang mereka miliki, yang semua itu akan terlihat
pada proses pemeriksaan perkara apakah masih terdapat pelanggaran-pelanggaran dalam
.teknis yustisial atau tidak
Dengan demikian tugas hakim adalah melaksanakan semua tugas yang menjadi
tanggung jawabnya untuk memberikan kepastian hukum semua perkara yang masuk baik
perkara tersebut telah di atur dalam Undang-undang maupun yang tidak terdapat
ketentuannya. Disini terlihat dalam menjalankan tanggung jawabnya hakim harus bersifat
obyektif, karena merupakan fungsionaris yang ditunjuk undang-undang untuk memeriksa dan
mengadili perkara, dengan penilaian yang obyektif pula karena harus berdiri di atas kedua
.belah pihak yang berperkara dan tidak boleh memihak salah satu pihak

B. Kode Etik Profesi Hakim Indonesia
1. Pengertian kode etik
Kata etika memiliki banyak pengertian. Secara etimoligis, etika berasal dari bahasa Yunani
kuno ethos (bentuk tunggal) yang berarti adat; akhlak; watak; perasaan; sikap; cara berfikir.
Sedang dalam bentuk jamak, ta-etha, berarti adat kebiasaan, atau akhlak yang baik.[85] Jadi
secara etimologis etika dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan atau ilmu yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup
dalam masyarakat terhadap apa yang baik dan apa yang buruk. Sehingga hal ini menjadi
pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan tidak baik, patut dan tidak
patut untuk dilakukan.[86]

Kata yang cukup dekat dengan kata etika adalah moral. Bahkan pada umumnya kata etika
diidentikan dengan moral (moralitas). Kata etika berasal dari bahasa latin mos (jamak:
mores)dan kata sifat : “Moralis” yang berarti kebiasaan, adat. Jadi secara etimologis, kata
“etika” identik dengan kata “moral” karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat
kebiasaan, kelakuan , kesusilaan.[87] Hanya bahasa asalnya yang berbeda, yang pertama
berasal dari bahasaYunani, sedang kedua berasal dari bahasa latin[88]

26

Pada dasarnya secara konseptual paradigmatik, kedua istilah ini mempunyai
sentralitas pengertian dan obyek yang sama, yaitu sama-sama membicarakan totalitas tingkah
laku manusia dari sudut pandang nilai-nilai yang baik dan buruk. Akan tetapi pada dataran
realitas penggunaannya kedua istilah tersebut memiliki sedikit perbedaan dalam nuansa
aplikatifnya. Moral atau moralitas dipakai sebagai tolok ukur menilai suatu perbuatan yang
sedang dilakukan oleh seseorang. Sementara etika digunakan sebagai kerangka pemikiran
untuk mengkaji sistem-sistem nilai atau kode.[89] Jadi etika merupakan filsafat atau
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika
dan ajaran-ajaran moral tidak berada pada tingkat yang sama. Yang menyatakan bagaimana
kita harus hidup, bukan etika melainkan ajaran moral. Etika mau mengerti mengapa kita
harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.[90] Dan dari perbuatan yang
dilakukan itu merupakan moralitas. Karena moralitas adalah kualitas di dalam perbuatan itu
benar atau salah, baik atau jahat.[91]
Dengan demikian kata etika setidak-tidaknya mengandung tiga arti. Pertama, nilainilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Etika dalam arti ini bisa dirumuskan juga sebagai “sistem
nilai” yang berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial. Kedua,
etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik.
Ketiga, etika mempunyai arti sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika di sini sama
artinya dengan filsafat moral.[92] Dan pada pengertian etika kedua ini, etika sebagai
kumpulan asas atau nilai moral, inilah yang akan menjadi fokus pembahasan penyusun,
khususnya etika yang ada di lingkungan profesi hakim, yang tertuang dalam kode etik profesi
.hakim
Sedangkan pengertian profesi sendiri adalah berasal dari kata profession yang
mengandung arti pernyataan, kesanggupan, atau sumpah yang dibuat karena memasuki suatu
kepercayaan agama, dalam hal ini suatu profesi.[93]
Sedangkan kata “profesi” merupakan lawan dari kata “amatir” yakni melakukan suatu
pekerjaan hanya sebagai kegiatan hoby atau kesukaan. K. Bertens mengartikan profesi adalah
suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama.
Dengan keahlianya, kelompok profesi menjadi kalangan yang sukar ditembus bagi orang luar.
[94] Nugroho Notosusanto mengatakan bisa dikatakan profesi apabila mempunyai ciri ciri
sebagai berikut, yaitu mempunyai expertise (keahlian), responsibility (tanggung jawab), dan
corporateners (kesejawatan). Ketiga ciri tersebut saling terkait dalam suatu profesi.[95]
Dengan demikian sebuah profesi memiliki prinsip-prinsip etika yaitu; pertama, prinsip
tanggung jawab artinya para profesional harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pekerjaan itu dan dampak yang ditimbulkannya. Kedua, prinsip keadilan, artinya para
profesional harus memberikan kepada siapa saja yang menjadi haknya tanpa memandang
status sosialnya. Ketiga, otonomi artinya setiap profesional memiliki dan diberi kebebasan

dalam menjalankan profesinya selama masih dalam koridor kode etik.[96] Karena kode etik
merupakan aturan-aturan susila atau sikap akhlak yang ditetapkan bersama dan ditaati
bersama oleh para anggota yang tergabung dalam suatu organisasi profesi. Jadi kode etik
berupa suatu ikatan, tatanan, kaidah atau norma yang harus diperhatikan yang berisi petunjuk
tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diperbuat oleh anggota profesi dalam
menjalankan profesinya, sebagai pencegahan munculnya tindakan immoral yang
.pelanggarannya membawa akibat atau konsekuensi tertentu
Kode etik sebagai hasil kesepakatan anggota, bertujuan agar anggota tidak terjebak
kepada pelanggaran norma yang lebih fatal maka ditetapkan sistem sanksi. Dalam dalam
organisasi profesi hukum yang solid, keberadaan kode etik profesi merupakan norma moral
yang implikasinya mendekati efektifitas norma hukum.[97] Sehingga organisasi dapat
memberikan sanksi, dan sanksi tersebut hanya sanksi organisasi atau dengan sanksi
administrasi melalui pihak yang berwenang terhadap anggota profesi yang tidak mematuhi
.kode etik antara lain berupa pencabutan dari keanggotaannya
Sehingga kode etik sendiri adalah hasil usaha pengarahan kesadaran moral para
anggota profesi tentang persoalan-persoalan khusus yang dihadapinya dan dapat ditentukan
aspek-aspek moral yang terkandung di dalam suatu profesi yang memiliki nilai tinggi
sebagai tujuan dari profesi tersebut. Ciri-ciri tersebut tentang bagaimana profesional etis yang
dapat mengcover perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa meninggalkan aspek
sosial budaya bangsanya, ini sekaligus memberikan pengertian bahwa kode etik profesi
merupakan bagian dari etika masyarakat. Oleh kerena itu kode etik profesi tidak boleh
.bertentangan dengan etika masyarakat
Kedudukan seorang profesional dalam suatu profesi, pada hakikatnya merupakan
suatu kedudukan yang terhormat, karena setiap profesi terlihat kewajiban agar ilmu yang
.dimiliki dijalankan dengan ketulusan hati dan i’tikad baik bagi kehidupan masyarakat luas
Rincian Kode Etik Profesi Hakim Indonesia .2
Uraian mengenai kode etik hakim meliputi: Ketentuan umum, pedoman tingkah laku, komisi
kehormatan profesi hakim, dan penutup. Adapun deskripsi lebih terperinci dari bagian kode
etik profesi hakim tersebut adalah sebagai berikut :
Bab I ketentuan umum pasal 1 berisi ketentuan umum. Pada bagian ini menguraikan
maksud dari istilah kode etik, pedoman tingkah laku, komisi kehormatan profesi hakim, azas
peradilan yang merupakan ketentuan yang ada, dan juga maksud dari dibentuknya kode etik
profesi hakim. Pertama, sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter dan pengawasan
tingkah laku hakim. Kedua, sebagai sarana control sosial, pencegah campur tangan ekstra
judicial serta pencegah timbulnya konplik antar sesama anggota juga terhadap masyarakat.
Ketiga sebagai jaminan peningkatan moralitas dan kemandirian hakim, keempat
,menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.[98] Selanjutnya
Bab II mengatur tentang pedoman tingkah laku (Code of Conduct) hakim yang
merupakan penjabaran dari kode etik profesi hakim yang menjadi pedoman bagi hakim
Indonesia, yang tercermin dalam lambang hakim yang dikenal dengan “Panca Dharma
Hakim”. Pasal ini menjelaskan bagaimana kepribadian yang harus di miliki seorang hakim.
Kartika artinya Hakim Indonesia adalah memiliki sifat percaya dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Cakra, yaitu mampu memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan

ketidakadilan. Candra, yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa. Sari, yaitu bersifat
jujur.[99] Dan juga dijelaskan bagaimana sikap hakim dalam persidangan yang telah
tercantum dalam tata aturan hukum acara yang berlaku, sikap terhadap sesama rekan,
terhadap bawahan atau pegawai, terhadap masyarakat, terhadap keluarga atau rumah tangga.
.Serta kewajiban dan larangan bagi hakim tersebut
Bab III mengatur tentang komisi kehormatan profesi hakim sebagai lembaga yang di
bentuk dari tingkat pusat sampai daerah.[100] Lembaga ini bertugas memberikan pembinaan,
meneliti dan memeriksa atas pelanggaran yang dilakukan.[101] Kemudian diberikan sanksi
baik dari tahap teguran sampai pemberhentian sebagai anggota IKAHI.[102] Komisi
kehormatan profesi hakim tersebut dalam memproses pelanggaran melalui mekanisme
hukum acara dari mulai pemanggilan, pemeriksaan, pembelaan dan putusan dengan tata cara
.pengambilan putusan dalam majelis hakim
Bab IV penutup berisi tentang berlakunya kode etik profesi hakim. Dalam bab
terakhir ini disebutkan bahwa kode etik profesi hakim berlaku sejak disyahkan oleh
.musyawarah nasional (MUNAS) ke XIII tanggal 30 Maret 2001
Dari sistematika kode etik profesi hakim tersebut, maka yang menjadi bahasan dalam
penyusunan penelitian ini adalah ketentuan-ketentuan mengenai hukum materiilnya yaitu dari
.Bab II
Adapun uraian mengenai Kode Etik Profesi hakim meliputi sifat-sifat hakim, sikap
hakim dalam persidangan, terhadap sesama rekan, terhadap bawahan, terhadap masyarakat,
.terhadap keluarga atau rumah tangga serta kewajiban dan larangan profesi hakim
Sifat hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan “Panca Dharma
: ”Hakim
1. Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan
ketidakadilan.
3. Candra, yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.
4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.
5. Tirta yaitu sifat jujur.
Adapun Setiap Hakim Indonesia memepunyai pegangan tingkah laku yang
: harus dipedomaninya
: A. Dalam persidangan
1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang
berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :

a
Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana
setiap orang berhak untuk mengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang
pantas dan tidak terlalu lama.
b
Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk
didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajukan bukti-bukti serta
memperoleh imformasi dalam proses pemeriksaan.(a fair hearing).
c
Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak
lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resua).
d Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta
bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentation of
decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controlerbaarheid) dan diikuti serta
dapat dipertanggungjawabkan (accountability) guna menjamin sifat keterbukaan
(transparency) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.
e

Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
1. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati
kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
2. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam
ucapan maupun dalam perbuatan.
3. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam
memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
4. Bersungguh-sunguh mencari kebenaran dan keadilan.
B. Terhadap Sesama Rekan
1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik ant