Pengaruh Model Pembelajaran Sains Berbas
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS BUDAYA
LOKAL BERBANTUAN MEDIA REALITA TERHADAP
HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD
GUGUS KOMPYANG SUJANA
Luh Ayu Purnawati, Made Putra2, I G.A. Agung Sri Asri3
1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail : [email protected]¹. [email protected].
[email protected]³
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Sains Berbasis Budaya
Lokal Berbantuan Media Realita dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana Tahun Pelajaran
2013/2014. Rancangan penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain
nonequivalen control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa
kelas V SD Negeri Gugus Kompyang Sujana. Sampel diambil dengan teknik purposive
sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar IPA
yang berupa nilai kognitif. Instrumen penelitian menggunakan tes hasil belajar dalam
bentuk tes objektif. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t. Pengujian hipotesis
dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan dk = 88, diperoleh ttabel = 1,90 dan thitung
=3,05. Sehingga thitung > ttabel dengan demikian, Ho ditolak. Ini berarti terdapat perbedaan
yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mendapatkan perlakuan model
tersebut dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran Konvensional siswa kelas
V Gugus Kompyang Sujana, Denpasar Utara tahun ajaran 2013/2014. Rata-rata
hasil belajar IPA siswa kelas V yang dibelajarkan melalui model pembelajaran ini lebih
dari siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional (57,45 > 47,81).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Sains Berbasis
Budaya Lokal Berbantuan Media Realita dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional. Sehingga, Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan
Media Realita berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus
Kompyang Sujana tahun ajaran 2013/2014.
Kata kunci: Sains Berbasis Budaya Lokal, Media Realita, hasil belajar
Abstract
This study aimed to determine significant differences of learning result of science
subject between students use Model Science-Based Local Culture Learning Media
Reality Assisted by students who take conventional learning on fifth grade of elementary
students in Gugus Kompyang Sujana academic year 2013/2014. This study design is
quasi-experimental design with control group design nonequivalen. The population in
this study is all of fifth grade of elementary students in Gugus Kompyang Sujana.
Sample was taken by using purposive sampling technique. The data collected was the
result of science learning, which is the cognitive value.The research instrument was
using by the result of test in objective tests. Data were analyzed by t-test. The results
showed that there were significant differences in learning result between students that
learned science using Model Science-Based Local Culture Learning Media Reality
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Assisted by students who take conventional learning. Hypothesis testing is performed at
a significance level of 5% with df = 88, obtained t table = 1.90 and tvalue 3.05. So tvalue >
ttable. Therefore, Ho is rejected. This means that there are significant differences between
the science learning results of students who get treated the model with students who get
conventional teaching in fifth grade students Gugus Kompyang Sujana, North Denpasar
academic year 2013/2014. Average science learning results fifth grade students that
learned through this learning model that learned more than students using the
conventional learning (57.45> 47.81). Thus it can be concluded that there are significant
differences in science learning results between students who learned with Model
Science-Based Local Culture Learning Media Reality Assisted by students who take
conventional learning. The results showed that Model Science-Based Local Culture
Learning Media Reality Assisted affects to science learning results fifth grade
elementary school students Gugus Kompyang Sujana academic year 2013/2014
Keywords : Science-Based Assisted Local Culture, Media Reality, science learning
result
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu langkah
awal untuk mencapai kemajuan suatu
negara, di mana pendidikan berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan
dan
martabat manusia. Pendidikan merupakan
tahapan
kegiatan
penyempurnaan
perkembangan individu dalam memperoleh
pengetahuan, kebiasaan, dan sikap moral
(Syah, 2004:112). Pendidikan adalah suatu
proses dalam rangka mempengaruhi siswa
agar dapat menyesuaikan diri sebaik
mungkin dengan lingkungannya (Hamalik,
2005:78). Dalam era globalisasi yang
ditandai dengan persaingan yang sangat
kuat dalam bidang teknologi, manajemen
dan sumber daya manusia (SDM), maka
diperlukan pengelolaan pendidikan yang
mampu mewujudkan pendidikan yang
bermutu, relevan dengan kebutuhan
masyarakat, dan berdaya saing tinggi
dalam kehidupan global.
Untuk
meningkatkan
mutu
pendidikan, guru perlu mewujudkan
suasana
belajar
dan
proses
pembelajaran yang berkualitas dengan
mengadakan
inovasi
dalam
model,
metode, startegi, pendekatan dan media
yang
digunakan
dalam
proses
pembelajaran.
Berdasarkan
uraian
tersebut, proses pembelajaran merupakan
salah satu faktor yang paling penting
karena jika proses pembelajaran berjalan
dengan baik, akan menghasilkan output
yang berkualitas sehingga output tersebut
dapat bersaing di era globalisasi.
Untuk menghasilkan output yang
berkualitas, perlu mencetak tenaga
pendidik
yang
profesional.
Guru
merupakan komponen pembelajaran yang
berperan
sebagai
pelaksana
dan
penggerak kegiatan pembelajaran. Dengan
demikian,
dalam
pelaksanaan
pembelajaran guru harus berperan ganda,
dalam artian guru tidak hanya sebagai
pembelajar, tetapi juga harus mampu
menjadi motivator belajar, fasilitator,
organisator, dan peran-peran lain yang
dibutuhkan
oleh
siswa
dalam
pembelajaran.
Menurut kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006),
bahawa
pembelajaran
IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga
bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep,
atau prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Suastra ( 2009),
memaparkan bahwa pembelajaran IPA
adalah merupakan ilmu yang bersifat
empirik dan membahas tentang fakta serta
gejala alam dan pembelajaran. Sementara
itu, Wahana (dalam Trianto, 2010)
mendefinisikan pembelajaran IPA adalah
suatu kumpulan pengetahuaan yang
tersusun secara sistematis dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam. Dari berbagai
pendapat tersebut dapat
disimpulkan
bahwa IPA merupakan sekumpulan
pengetahuan tentang objek dan fenomena
alam yang diperoleh dari hasil pemikiran
dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan
dengan
keterampilan
bereksperimen
dengan menggunakan metode ilmiah
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikapilmiah seperti rasa ingin
tahu, terbuka, jujur, kreatif.
Prinsip pembelajaran IPA yang harus
dirancang dan dilaksanakan sebagai cara
„mencari tahu‟ dan cara „mengerjakan/melakukan‟ yang dapat membantu
siswa memahami fenomena alam secara
mendalam (Depdiknas, 2004:3). Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Aly, (2009:7)
menyatakan karakteristik pembelajaran
IPA yaitu aktif, metodik, kreatif, objektif,
sistematik dan berlaku umum. Dengan
karakteristik tersebut maka dalam proses
pembelajaran IPA siswa diharapkan dapat
memiliki sikap ilmiah
Dari hasil observasi yang peneliti
lakukan di kelas V SD di gugus kompyang
sujana guru masih menjadi pusat dalam
pembelajaran sehingga mengakibatkan
kurangnya interaksi aktif antar siswa. Guru
belum sepenuhnya melibatkan siswa
secara aktif dan kreatif dalam membangun
pengetahuannya,
hal
ini
sangat
bertentangan
dari
karakteristik
pembelajaran IPA yang menuntut siswanya
untuk aktif dan kreatif . Hendaknya guru
memanfaatkan pengetahuan awal siswa
sebagai hasil interaksi mereka dengan
lingkungan dimana mereka tinggal. Kondisi
tersebut dapat menjadi salah satu
penyebab mengapa pembelajaran IPA di
sekolah menjadi kurang menarik minat
siswa sehingga motivasi belajar siswa
menjadi rendah, akibat yang ditimbulkan
adalah rendahnya hasil belajar IPA siswa.
Menyikapi hal tersebut, maka perlu
diupayakan
usaha
peningkatan
penguasaan siswa terhadap konsepkonsep IPA melalui berbagai model
pembelajaran yang lebih berpusat pada
upaya menumbuhkembangkan partisipasi
dan aktivitas siswa di dalam pemecahan
suatu
masalah
sehingga
kegiatan
pembelajaran tidak lagi hanya berpusat
kepada guru. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan yaitu dengan mencobakan Model
Pembelajaran Sains Berbasis Budaaya
Lokal yang menekankan kepada peserta
didik untuk membangun pengetahuannya
sendiri secara aktif dan kreatif, dengan
memberi
permasalahan
yang
akan
memberikan pengalaman langsung kepada
peserta didik dalam pemecahannya. Model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
akan lebih efektif apabila dipadukan
dengan memanfaatan media yang tepat
salah satunya media realita atau media
konkret. Dalam proses pembelajaran sains
melalui
Model
Pembelajaran
Sains
Berbasis Budaaya Lokal Berbantuan Media
Realita menurut Suprayekti, dkk (2008)
dapat memberikan kesempatan siswa,
yaitu : 1) menggunakan pengalam dan
lingkungan sekitar siswa sebagai sumber
belajar, 2) siswa aktif dalam membangun
pengetahuannya sendiri, 3) siswa menjadi
kreatif
dalam
menghubungkan
pengalaman/budaya yang mereka ketahui
dengan materi yang mereka pelajari.
Model pembelajaran sains berbasis
budaya lokal berbantuan media realita
merupakan strategi penciptaan lingkungan
belajar dan perancangan pengalaman
pembelajaran
yang
mengintegrasikan
budaya sebagai bagian dari proses
pembelajaran dan pengalaman langsung
dengan pemanfaatan media realita untuk
mempermudah
penyerapan
informasi
dalam
roses
pembelajran.
Dalam
pembelajaran berbasis budaya, budaya
menjadi sebuah metode bagi siswa untuk
mentrasformasikan hasil observasi mereka
ke dalam bentuk -bentuk dan prinsip prinsip yang kreatif tentang alam sehingga
peran siswa bukan sekedar meniru atau
menerima saja informasi, tetapi berperan
sebagai penciptaan makna, pemahaman
dan arti dari informasi yang diperolehnya.
Adanya model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita dalam
penelitian ini dapat
memfasilitasi siswa dalam belajar aktif
sehingga menumbuhkan interaksi aktif baik
antara guru dengan siswa maupun antara
siswa dengan siswa. Pada proses
pembelajaran
dengan
menggunakan
model pembelajaran sains berbasis
budaya lokal berbantuan media realita
pada materi cahaya, siswa dapat
menumbuhkan
kreatifitasnya
dalam
mengkaitkan budaya sebagai bagian dari
pengalaman langsung dengan materi yang
mereka pelajari. Dengan adanya model ini
siswa dapat mentransformasikan hasil
observasi mereka kedalam prinsip-prinsip
yang kreatif tentang alam sehingga siswa
bukan sekedar meniru atau menerima saja
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
informasi tetapi berperan sebagai pencipta
makna dan pemahaman dari informasi
yang diperolehnya.
Oleh karena itu, pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita merupakan salah
satu alternatif yang diduga dapat
berpengaruh terhadap hasil belajar IPA.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
maka dilakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh
Penerapan
Model
Pembelajaran Sains Berbasis Budaaya
Lokal Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas V SD Gugus Kompyang Sujana
Denpasar
Utara
Tahun
Pelajaran
2013/2014”.
Tujuan penelitian ini yaitu : (1) untuk
mengetahui hasil belajar IPA siswa yang
belajar melalui model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita pada siswa kelas V SD Gugus
Kompyang Sujana Denpasar Utara Tahun
Pelajaran 2013/2014, (2) untuk mengetahui
hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui
pembelajaran konvensional pada siswa
kelas V SD Gugus Kompyang Sujana
Denpasar
Utara
Tahun
Pelajaran
2013/2014,
(4)
untuk
mengetahui
perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
anatara siswa yang belajar melalui model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita dengan siswa
yang
belajar
melalui
pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD
Gugus Kompyang Sujana Denpasar Utara
Tahun Pelajaran 2013/2014.
METODE
Berdasarkan tujuan penelitian ini
untuk mencari perbedaan pengaruh model
pembelajaran
yang
diterapkan
dan
pembelajaran konvensional dalam materi
IPA terhadap hasil belajar, maka jenis
penelitian ini di golongkan eksperimen.
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa
kelas V SD di Gugus Kompyang Sujana
Denpasar Utara. Pada dasarnya penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
yang signifikan hasil belajar antara siswa
yang diberikan perlakuan
model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita dengan siswa
yang
diberikan
perlakuan
model
pembelajaran konvensional pada mata
pelajaran IPA siswa dengan memanipulasi
variabel bebas yaitu model pembelajaran
sains berbasis budaya lokal berbantuan
media realita dan
variabel terikatnya
adalah hasil belajar IPA siswa kelas V
SD.
Desain eksperimen yang akan
dilakukan dengan memberikan post test.
Dimana Nilai pree test hanya sebagai uji
kesetaraan untuk mengetahui kemampuan
awal seluruh sampel. Untuk mengetahui
kemampuan awal siswa dilakukan uji
kesetaraan antara kelas kontrol dan kelas
eksperiment menggunakan pree tes yang
telah dilakukan oleh peneliti. Dan untuk
nilai Post test dilakukan setelah treatmen
atau
perlakuan. Pada
desain
ini,
pengacakan individuti dak dapat dilakukan
namun yang diacak adalah kelasnya.
Rancangan
penelitian
yang
akan
digunakan dalam penelitian ini adalah
Nonequivalent Control Group Design
Dalam penelitian ini terdapat tiga
tahapan,
yaitu
tahap
persiapan,
pelaksanaan, dan akhir eksperimen. Pada
tahap persiapan eksperimen, langkahlangkah yang dilakukan yaitu: Melakukan
observasi untuk melihat situasi dan kondisi
dalam pembelajaran yang dilaksanakan di
SD Gugus Kompyang Sujana, mencari
informasi kepada kepala gugus inti
mengenai ada tidaknya sekolah unggulan,
dari informasi tersebut hasil yang diperoleh
bahwa tidak ada sekolah unggulan di SD
Gugus Kompyang Sujana, menentukan
sampel penelitian melalui teknik purposive
sampling diperoleh dua sekolah yang
dijadikan sampel, menyusun kisi-kisi hasil
belajar, menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), menyusun instrument
postes berupa tes hasil belajar untuk
mengukur hasil belajar siswa kelas V pada
mata pelajaran IPA materi cahaya,
mengkonsultasikan instrumen penelitian
dengan guru kelas dan dosen pembimbing,
mengadakan validasi instrumen penelitian
yaitu tes hasil belajar pada mata pelajaran
IPA materi cahaya, memberikan prates
kepada kelompok yang terpilih sebagai
sampel, menentukan kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dengan cara undian.
Pada tahap pelaksanaan penelitian
eksperimen,
langkah-langkah
yang
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dilakukan yaitu: memberikan perlakuan
kepada
kelas
eksperimen
dengan
menerapkan model pembelajaran Sains
Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media
Realita pada pembelajaran IPA materi
cahaya, memberikan perlakuan kepada
kelas
kontrol
dengan
menerapkan
pembelajaran
konvensional
berupa
pembelajran dengan metode ceramah dan
diskusi
Pada
tahap
akhir
eksperimen,
langkah-langkah yang dilaksanakan adalah
memberikan post-test berupa tes objektif
bentuk pilihan ganda biasa pada akhir
penelitian, baik untuk kelompok eksperimen
maupuan kelompok kontrol.
Sugiyono
(2012:57)
menyatakan
“populasi
adalah wilayah generalisasi
yang terdiri dari objek atau subjek yang
menjadi
kuantitas dan
karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya‟).
Sedangkan
Sukardi
(2011:53) menjelaskan, “populasi pada
prinsipnya
adalah
semua
anggota
kelompok manusia, binatang, peristiwa,
atau benda yang tinggal bersama dalam
satu tempat dan secara terencana menjadi
target kesimpulan dari hasil akhir suatu
peristiwa”. Jadi, populasi adalah semua
objek yang menjadi sasaran dalam sebuah
penelitian yang dipilih oleh peneliti untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas V di gugus
Kompyang
Sujana
Denpasar
Utara.
Pemilihan satu gugus untuk populasi
dikarenakan peneliti memerlukan dua kelas
yang akan dijadikan kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Disamping itu,
pemilihan gugus juga dilakukan agar hasil
penelitian
nantinya
dapat
lebih
digeneralisasikan.
Populasi
yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar
Negeri Gugus Kompyang Sujana tahun
pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 383
orang siswa, meliputi sekolah dasar yaitu
SDN 2 Peguyangan, SDN 4 Peguyangan,
SDN 7 Peguyangan, SDN 8 Peguyangan,
SDN 9 Peguyangan, SDN 3 Tonja, SDN 4
Tonja, dan SD Sathya Sai.
Sampel adalah sebagian atau wakil
dari populasi yang diteliti (Arikunto,
2010:131).
Sedangkan
Sugiyono
(2012:118) menyatakan sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya
akan dapat diberlakukan untuk populasi. .
Pengambilan sampel pada penelitian
ini dilakukan dengan teknik purposive
sample (sampel bertujuan) dan yang
dirandom adalah kelas. Agung (2005:45)
memaparkan purposive sample adalah
teknik sampling yang dilakukan dengan
cara mengambil subjek bukan berdasarkan
atas strata, random, wilayah tetapi
didasarkan atas adanya tujuan tertentu.
Tujuan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah untuk menentukan sampel siswa
kelas V SD Gugus Kompyang Sujana yang
berjumlah 30 orang atau lebih. Dari
pemaparan di atas dengan menggunakan
teknik purposive sampling, sample yang
digunakan dalam penelitian ini adalah SDN
2 Peguyangan, SDN 4 Peguyangan, SDN 7
Peguyangan, SDN 8 Peguyangan, SDN 9
Peguyangan, SDN 3 Tonja, SDN 4 Tonja.
Penentuan kelas kontrol dan kelas
ekserimen dilakukan dengan cara undian
terhadap kedua SD yang telah diuji
kesetaraannya. Untuk menentukan kelas
control dan kelas eksperimen m aka
dilakukan
pengundian.
Pengundian
dilakukan dengan menulis kedua nama
kelas yang telah diuji kesetaraannya,
kemudian kertas digulung dan diacak.
Ambil satu gulungan kertas sebagai kelas
eksperimen, lalu ambil satu gulungan kertas
lain, tanpa memasukkan kembali gulungan
kertas pertama sebagai kelas kontrol.
Nama-nama kelas di masing-masing SD
pada kedua gulungan kertas tersebut
merupakan sampel penelitian. Setelah
dilakukan pengundian didapatkan dua kelas
yaitu V SDN 4 Peguyangan sebagai kelas
eksperimen dan kelas V SDN 2
Peguyangan sebagai kelas kontrol.
Variabel Penelitian adalah suatu
atribut seseorang atau objek yang
mempunyai variasi yang di tetapkan oleh
peneliti untuk di pelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012). Dalam
penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel bebas
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
adalah model Pembelajaran Sains Berbasis
Budaya Lokal Berbantuan Media Realita
yang akan diterapkan pada kelompok
eksperimen
dan
pembelajaran
konvensional
yang
dikenakan
pada
kelompok kontrol. Sedangkan yang menjadi
variabel terikat adalah hasil belajar IPA
siswa kelas V SDN Gugus Kompyang
Sujana Denpasar Utara.
Trianto
(2010:263)
meyatakan
instrumen pengumpulan data adalah alat
bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan
agar kegiatan tersebut menjadi sistematis
dan dipermudah olehnya. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data
tentang hasil belajar IPA siswa adalah tes
hasil belajar pada ranah kognitif. Tes hasil
belajar IPA yang digunakan dalam
penelitian ini disusun oleh peneliti. Sebelum
tes hasil belajar digunakan, maka tes
tersebut akan diuji cobakan untuk
menentukan validitas dan reliabilitasnya.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tes hasil belajar IPA dalam
bentuk tes objektif. Instrumen penelitian
kemudian diuji validitas, reliabilitas, daya
beda, dan tingkat kesukaran. Uji prasyarat
yang digunakan yaitu uji normalitas dengan
rumus chi kuadrat dan uji homogenitas
dengan uji F (Fisher). Hipotesis yang diuji
dalam penelitian ini adalah hipotesis nol
(H0) yang berbunyi: “tidak terdapat
perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
antara siswa yang dibelajarkan melalui
model Pembelajaran Sains Berbasis
Budaya Lokal Berbantuan Media Realita
dan siswa yang dibelajarkan melalui
pembelajaran konvensional pada kelas V
SDN Gugus Kompyang Sujana Denpasar
Utara”.
Analisis statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian ini
adalah uji beda mean (uji t) kelompok tidak
berkorelasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi data hasil penelitian ini
memaparkan mean, median, modus,
standar deviasi, varian, nilai minimum, nilai
maksimum, dan rentangan dari data nilai
akhir hasil belajar IPA untuk siswa kelas V
SDN 4 Peguyangan yang dibelajarkan
melalui model pembelajaran sains berbasis
budaya lokal berbantuan media realita
maupun siswa kelas V SDN 2 Peguyangan
yang dibelajarkan dengan pembelajaran
konvensional.
Pemberian perlakuan (treatment)
dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan
baik di kelas eksperimen maupun di kelas
kontrol. Pada akhir penelitian, seluruh siswa
di kelas eksperimen diberikan post-test
berupa tes objektif bentuk pilihan. Dari hasil
post-test diperoleh nilai rata-rata kelas
eksperimen sebesar 57, 45 dengan
perolehan minimum sebesar 30 dan nilai
maksimum sebesar 90. Berdasarkan hasil
analisis, dapat diketahui bahwa terdapat 8
siswa atau 16, 32% siswa memperoleh
hasil belajar dalam kategori sangat baik, 16
siswa atau 32, 65 % siswa memperoleh
hasil belajar dalam kategori baik, 17 siswa
atau 34, 69% siswa memperoleh hasil
belajar dalam kategori cukup dan 8 siswa
atau 16, 32% siswa memperoleh hasil
belajar dalam kategori kurang.
Dari hasil post-test diperoleh nilai ratarata kelas kontrol sebesar 47,8 dengan
perolehan minimum sebesar 26 dan nilai
maksimum sebesar 76. Berdasarkan hasil
analisis, dapat diketahui bahwa terdapat 1
siswa atau 2,43% siswa memperoleh hasil
belajar dalam kategori sangat baik, 13
siswa atau 31,7% siswa memperoleh hasil
belajar dalam kategori baik, 7 siswa atau
17,07% siswa memperoleh hasil belajar
dalam kategori cukup, dan 20 atau 47,78%
siswa memperoleh hasil belajar dalam
kategori kurang.
Sebelum
dilakukan
pengujian
hipotesis dengan analisis uji-t, terlebih
dahulu harus dipenuhi beberapa asumsi
sebagai prasyarat.Uji prasyarat meliputi uji
normalitas data dan uji homogenitas
varians. Uji normalitas data dilakukan untuk
mengetahui sebaran data hasil penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas data dilakukan terhadap posttest hasil belajar IPS kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Untuk pengujian
normalitas dilakukan dengan menggunakan
analisis Chi-Square dengan
taraf signifikansi 5 % dan derajat
kebebasan (dk) = k-1. Dari hasil analisis
data terlihat bahwa harga x2hitung yang
diperoleh dari kelompok eksperimen adalah
5,6. Harga tersebut kemudian dibandingkan
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dengan harga x2tabel dengan dk = 5 dan
taraf signifikansi 5% sehingga diperoleh
harga x2tabel = 11,07, karena x2hitungttabel
(3,05 > 1,99) maka H0 ditolak atau Ha
diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan
yang signifikan hasil belajar IPA antara
siswa
yang
dibelajarkan
melalui
pembelajaran dengan Model Pembelajaran
Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan
Media Realita dengan siswa yang
dibelajarkan
melalui
pembelajaran
konvensional.
N
49
81
Dk
88
57,45
47,8
236,67
262,81
thitung
ttabel
3,05
1,99
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh t hitung
sebesar 3,05. Dengan
menggunakan taraf signifikansi 5% dan
dk= 88 diperoleh batas penolakan
hipotesis nol sebesar 1,980. Berarti thitung
≥ ttabel
maka H0 (hipotesis nol) yang
diajukan ditolak.
Maka dapat diinterpretasikan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan
melalui
Model
Pembelajaran
Sains
Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media
Realita dengan siswa yang dibelajarkan
melalui
pembelajaran
Konvensional
siswa kelas V SD Gugus Kompyang
Sujana, Denpasar Utara tahun pelajaran
2013/2014. Hal tersebut juga didukung
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
oleh penelitian Suastra & Tika (2011)
dengan
judul
“Efektivitas
Model
Pembelajaran Sains Berbasis Budaya
Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi
Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal di
SMP” yang menyatakan bahwa dengan
penerapan model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal dapat meningkatkan
hasil belajar IPA siswa.
Hal ini disebabkan karena Model
Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal
merupakan alternatif baru yang di
modifikasi dengan Media Realita yang akan
mempermudah siswa dalam memahami
materi yang akan dibelajarkan. Dalam
penerapannya
di
kelas
memiliki
kelebihan
yaitu
dapat mengaitkan
pengalaman siswa melalui budaya sekitar
yang sering mereka temui dengan materi
yang dibelajarkan. Dengan menggunakan
pengalaman awal siswa dan dibantu
dengan
media
realita
dalam
pembelajrannya
dapat
menciptakan
pembelajaran yang aktif dan mengundang
rasa ingin tahu siswa.
Dan diakhir
pelajaran siswa mendapatkan sebuah
penghargaan dari hasil kerjanya, yang
berupa tepuk tangan dari guru dan temantemannya, ataupun kata “Bagus/Baik” dari
gurunya yang dapat memacu mental dan
memotivasi siswa-siswa yang lain sehingga
pembelajaran dapat lebih bermakna,
didukung oleh pedapat Suprayekti, dkk
(2008:4.17),
yang
menyatakan
pembelajaran berbasis budaya merupakan
salah satu cara yang dapat (1) menjadikan
pembelajaran bermakna dan kontekstual
yang sangat terkait dengan komunitas
budaya, di mana suatu bidang ilmu
dipelajari dan akan diterapkan nantinya,
dan dengan komunitas budaya tempat asal,
(2) menjadikan pembelajaran menarik dan
menyenangkan. Kondisi belajar yang
memungkinkan
terjadinya
penciptaan
makna secara kontekstual berdasarkan
pada pengalaman awal yang dimiliki
sebagai
seorang
anggota
suatu
masyarakat budaya merupakan salah satu
prinsip dasar dari teori konstruktivisme.
Pada
saat
proses
penelitian
menggunakan model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita pada mata pelajaran IPA materi
cahaya, siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan ketiga
gaya belajar yang dimiliki oleh siswa
dengan
belajar
melihat,
belajar
mendengarkan dan belajar dengan cara
praktek. Jadi siswa lebih ingat apa yang
dilihat, didengar dan dilakukannya. Model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita ini membuat
siswa lebih termotivasi belajar karena
dalam pembelajarannya menggunakan
pengalam yang telah mereka lihat dan
mereka sering temui untuk dijadikan dasar
dan kemudian dianalisis sesuai dengan
materi yang mereka pelajari. Dengan
demikian siswa menjadi aktif dan lebih
bersemangat dalam memcahkan masalah
yang diberikan dan dengan bantuan dari
media realita akan lebih mempermudah
siswa untuk memahami dari materi yang
dibelajarakan.
Berbeda dengan pembelajaran IPA
yang
menggunakan
pembelajaran
konvensional,
dalam
proses
pembelajarannya siswa cenderung pasif.
Karena guru hanya sebagai pentrasfer
ilmu, tanpa diberikannya siswa turut
serta dalam proses pembelajaran seperti
praktikum atau pembuatan suatu karya
atau
model.
Dalam
pembelajaran
konvensional ditandai dengan ceramah
yang diiringi dengan penjelasan, serta
pembagian tugas dan latihan. Dalam
proses
pembelajaran
tersebut
guru
sebagai subjek aktif dan siswa sebagai
objek pasif, ini terlihat bahwa pembelajaran
terpusat pada guru.
Dalam
pembelajaran
IPA
menggunakan model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita, dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar langsung
dengan bebas menggunakan budaya lokal
yang sering mereka temui menjadi dasar
yang akan dikaitkan dengan materi yang
akan mereka pelajari dalam proses
pembelajaran. Pada mata pembelajaran
IPA lebih tepat menggunakan model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita, karena dengan
menggunakan model ini siswa akan lebih
aktif dalam proses pencarian makna dan
arti dari materi yang akan dipelajari melalui
bantuan dari budaya lokal yang berkaitan
dengan materi yang akan mereka pelajari
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dan bantuan dari media realita yang akan
lebih mempermudah pemahaman siswa
dalam menganalisis materi yang sedang
mereka
pelajari.
Sehingga
dalam
pembelajaran siswa lebih aktif dan
menumbuhkan rasa ingin tahu. Ini
mengakibatkan pada hasil belajar IPA
yang lebih baik dibandingkan dengan
siswa
yang
diberi
pembelajaran
konvensional.
Hal ini mendukung hipotesis yang
menyatakan bahwa ada perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA antara
kelompok eksperimen yang dibelajarkan
melalui
model
pembelajaran
sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita dengan kelompok kontrol yang
dibelajarkan
melalui
pembelajaran
konvensional
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilaksanakan maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.
Rata-rata hasil belajar IPA siswa yang
dibelajarkan melalui model pembelajaran
sains berbasis budaya lokal berbantuan
media realita pada siswa kelas V SDN 4
Peguyangan Tahun Pelajaran 2013/2014
sebagai kelompok eksperimen sebesar
57,45. Dari rata-rata tersebut diperoleh
persentase hasil belajar yang berada di
sekitar rata-rata sebesar 20.4%, hasil
belajar di bawah rata-rata sebesar 40.6%,
dan hasil belajar di atas rata-rata sebanyak
46. 92%. Kategori hasil belajar IPA siswa
kelas eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaran sains berbasis budaya
lokal berbantuan media realita dapat
dipersentasekan sebagai berikut. Hasil
belajar yang berada pada kategori sangat
baik sebanyak 16.32%, hasil belajar yang
berada pada kategori baik sebanyak
32.65%, hasil belajar yang berada pada
kategori cukup 34.69%, hasil belajar yang
berada pada kategori baik sebanyak
16.32%
Rata-rata hasil belajar IPA siswa yang
dibelajarkan
melalui
pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SDN 2
Peguyangan Tahun Pelajaran 2013/2014
sebagai kelompok kontrol sebesar 47.81.
Dari
rata-rata
tersebut
diperoleh
persentase hasil belajar yang dengan
persentase di sekitar rata-rata sebesar
7.31%, hasil belajar di bawah rata-rata
sebesar 48.78%, dan hasil belajar di atas
rata-rata sebanyak 43.89%. Kategori hasil
belajar IPA siswa kelas kontrol dengan
menggunakan pembelajaran konvensional
adalah sebagai berikut. Hasil belajar yang
berada pada kategori sangat baik sebanyak
2.43%, hasil belajar yang berada pada
kategori baik sebanyak 31.70%, hasil
belajar yang berada pada kategori cukup
sebanyak 17.07% dan hasil belajar yang
berada pada kategori kurang sebanyak
48.78%.
Dari perhitungan uji-t pada bab
sebelumnya, diperoleh harga
= 3.05
dan
=1,980 ( pada taraf signifikansi
5% dan dk = 88). Kedua nilai tersebut
dibandingkan maka diperoleh thitung > ttabel
(3.05 > 1.980). Sehingga Ho ditolak. Hal ini
berarti terdapat perbedaan yang signifikan
hasil belajar siswa antara kelompok
ekperimen dan kelompok kontrol. Dengan
demikian, model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita berpengaruh terhadap hasil belajar
IPA siswa kelas V SD Gugus Kompyang
Sujana Denpasar Utara.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
saran yang dapat diajukan yaitu : bagi guru,
dalam
membelajarkan
siswa,
guru
hendaknya lebih kreatif dan variatif dalam
memilih strategi atau model pembelajaran
yang tentunya disesuaikan dengan materi
yang akan dibelajarkan, dan menggunakan
berbagai media pembelajaran yang dapat
membantu
siswa
memahami
materi
pembelajaran, sehingga siswa terlibat
dalam pembelajaran yang bermakna. Salah
satunya adalah dengan menerapkan model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan
media
realita
dalam
membelajarkan IPA materi cahaya kepada
siswa.
Bagi sekolah, Sekolah hendaknya
menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai guna menunjang pembelajaran
yang berlangsung, dan selalu aktif dalam
mencari informasi mengenai model-model
pembelajaran inovatif lainnya dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan.
Bagi peneliti lain, materi pembelajaran
yang digunakan dalam penelitian ini
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
terbatas pada materi cahaya, untuk
mengetahui kemungkinan hasil yang
berbeda pada materi lainnya, disarankan
bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian yang sejenis pada mata pelajaran
yang lain, atau menerapkan model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita di kelas
eksperimen dan mengganti pembelajaran
konvensional berupa strategi ceramah dan
diskusi yang diterapkan di kelas kontrol
dengan model pembelajaran yang lain,
untuk mengetahui kemungkinan perbedaan
hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Agung. Gede. 2005. Metodologi Penelitian
Pendidikan
Suatu
Pengantar.
Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan
IKIP Singaraja.
Alwi, Hasan. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Hamalik, O. 2005. Proses belajar mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Krisnayanti, Putu. 2013. Pengeruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe ThinkPair-Share Terhadap Hasil Belajar IPA
Kelas V SD Gugus Letda Made Putra
Denpasar
Utara
Tahun
Ajaran
2012/2013. Skripsi (tidak diterbitka).
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, FIP Undiksha
Mulyasa, E. 2009. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan: Sebuah panduan praktis.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Manik, Ayu. 2013. Pengaruh Penerapan
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil
Belajar Ipa ditinjau Dari Kemampuan
Berpikir Divergen Siswa Kelas V SD
Gugus IR Suekarno Pedungan. Skripsi
(tidak diterbitka). Jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha
Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran
Sains Terkini. Singaraja: Undiksha
Sugiyono,
2012.
Metode
penelitian
pendidikan Kualitatif Kuantitatif dan
D&R. Bandung: Alfabeta
Sukardi, 2011. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksar
Suprayekti, dkk. 2008. Pembaharuan
Pembelajaran
di
SD.
Jakarta:
Universitas Terbuka
Syah, M. 2004. Psikologi pendidikan
dengan pendekatan baru. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Trianto.
2009.
Mendesain
Model
Pembelajaran
Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana
Widyantara,
I
Gede
Eka.
2012.
Implementasi Model Pembelajaran
Berbasis
Budaya
Lokal
Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri
3 Sukadana, Kecamatan Kubu,
Kabupaten
Karangasem
Tahun
Pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak
diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, FIP Undiksha tidak
diterbitkan. Semarang: PPS UNNES
Pitunov, B. 13 Desember 2007. Sekolah
Unggulan
Ataukah
Sekolah
Pengunggulan ? Majapahit Pos, hlm.
4 & 11
Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal
Ilmiah. Makalah disajikan dalam
Seminar Lokakarya Penulisan artikel
dan Pengelolaan jurnal Ilmiah,
Universitas Lambungmangkurat, 911Agustus
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS BUDAYA
LOKAL BERBANTUAN MEDIA REALITA TERHADAP
HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD
GUGUS KOMPYANG SUJANA
Luh Ayu Purnawati, Made Putra2, I G.A. Agung Sri Asri3
1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail : [email protected]¹. [email protected].
[email protected]³
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Sains Berbasis Budaya
Lokal Berbantuan Media Realita dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Kompyang Sujana Tahun Pelajaran
2013/2014. Rancangan penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain
nonequivalen control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa
kelas V SD Negeri Gugus Kompyang Sujana. Sampel diambil dengan teknik purposive
sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar IPA
yang berupa nilai kognitif. Instrumen penelitian menggunakan tes hasil belajar dalam
bentuk tes objektif. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t. Pengujian hipotesis
dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan dk = 88, diperoleh ttabel = 1,90 dan thitung
=3,05. Sehingga thitung > ttabel dengan demikian, Ho ditolak. Ini berarti terdapat perbedaan
yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mendapatkan perlakuan model
tersebut dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran Konvensional siswa kelas
V Gugus Kompyang Sujana, Denpasar Utara tahun ajaran 2013/2014. Rata-rata
hasil belajar IPA siswa kelas V yang dibelajarkan melalui model pembelajaran ini lebih
dari siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional (57,45 > 47,81).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Sains Berbasis
Budaya Lokal Berbantuan Media Realita dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional. Sehingga, Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan
Media Realita berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus
Kompyang Sujana tahun ajaran 2013/2014.
Kata kunci: Sains Berbasis Budaya Lokal, Media Realita, hasil belajar
Abstract
This study aimed to determine significant differences of learning result of science
subject between students use Model Science-Based Local Culture Learning Media
Reality Assisted by students who take conventional learning on fifth grade of elementary
students in Gugus Kompyang Sujana academic year 2013/2014. This study design is
quasi-experimental design with control group design nonequivalen. The population in
this study is all of fifth grade of elementary students in Gugus Kompyang Sujana.
Sample was taken by using purposive sampling technique. The data collected was the
result of science learning, which is the cognitive value.The research instrument was
using by the result of test in objective tests. Data were analyzed by t-test. The results
showed that there were significant differences in learning result between students that
learned science using Model Science-Based Local Culture Learning Media Reality
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Assisted by students who take conventional learning. Hypothesis testing is performed at
a significance level of 5% with df = 88, obtained t table = 1.90 and tvalue 3.05. So tvalue >
ttable. Therefore, Ho is rejected. This means that there are significant differences between
the science learning results of students who get treated the model with students who get
conventional teaching in fifth grade students Gugus Kompyang Sujana, North Denpasar
academic year 2013/2014. Average science learning results fifth grade students that
learned through this learning model that learned more than students using the
conventional learning (57.45> 47.81). Thus it can be concluded that there are significant
differences in science learning results between students who learned with Model
Science-Based Local Culture Learning Media Reality Assisted by students who take
conventional learning. The results showed that Model Science-Based Local Culture
Learning Media Reality Assisted affects to science learning results fifth grade
elementary school students Gugus Kompyang Sujana academic year 2013/2014
Keywords : Science-Based Assisted Local Culture, Media Reality, science learning
result
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu langkah
awal untuk mencapai kemajuan suatu
negara, di mana pendidikan berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan
dan
martabat manusia. Pendidikan merupakan
tahapan
kegiatan
penyempurnaan
perkembangan individu dalam memperoleh
pengetahuan, kebiasaan, dan sikap moral
(Syah, 2004:112). Pendidikan adalah suatu
proses dalam rangka mempengaruhi siswa
agar dapat menyesuaikan diri sebaik
mungkin dengan lingkungannya (Hamalik,
2005:78). Dalam era globalisasi yang
ditandai dengan persaingan yang sangat
kuat dalam bidang teknologi, manajemen
dan sumber daya manusia (SDM), maka
diperlukan pengelolaan pendidikan yang
mampu mewujudkan pendidikan yang
bermutu, relevan dengan kebutuhan
masyarakat, dan berdaya saing tinggi
dalam kehidupan global.
Untuk
meningkatkan
mutu
pendidikan, guru perlu mewujudkan
suasana
belajar
dan
proses
pembelajaran yang berkualitas dengan
mengadakan
inovasi
dalam
model,
metode, startegi, pendekatan dan media
yang
digunakan
dalam
proses
pembelajaran.
Berdasarkan
uraian
tersebut, proses pembelajaran merupakan
salah satu faktor yang paling penting
karena jika proses pembelajaran berjalan
dengan baik, akan menghasilkan output
yang berkualitas sehingga output tersebut
dapat bersaing di era globalisasi.
Untuk menghasilkan output yang
berkualitas, perlu mencetak tenaga
pendidik
yang
profesional.
Guru
merupakan komponen pembelajaran yang
berperan
sebagai
pelaksana
dan
penggerak kegiatan pembelajaran. Dengan
demikian,
dalam
pelaksanaan
pembelajaran guru harus berperan ganda,
dalam artian guru tidak hanya sebagai
pembelajar, tetapi juga harus mampu
menjadi motivator belajar, fasilitator,
organisator, dan peran-peran lain yang
dibutuhkan
oleh
siswa
dalam
pembelajaran.
Menurut kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006),
bahawa
pembelajaran
IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga
bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep,
atau prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Suastra ( 2009),
memaparkan bahwa pembelajaran IPA
adalah merupakan ilmu yang bersifat
empirik dan membahas tentang fakta serta
gejala alam dan pembelajaran. Sementara
itu, Wahana (dalam Trianto, 2010)
mendefinisikan pembelajaran IPA adalah
suatu kumpulan pengetahuaan yang
tersusun secara sistematis dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam. Dari berbagai
pendapat tersebut dapat
disimpulkan
bahwa IPA merupakan sekumpulan
pengetahuan tentang objek dan fenomena
alam yang diperoleh dari hasil pemikiran
dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan
dengan
keterampilan
bereksperimen
dengan menggunakan metode ilmiah
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikapilmiah seperti rasa ingin
tahu, terbuka, jujur, kreatif.
Prinsip pembelajaran IPA yang harus
dirancang dan dilaksanakan sebagai cara
„mencari tahu‟ dan cara „mengerjakan/melakukan‟ yang dapat membantu
siswa memahami fenomena alam secara
mendalam (Depdiknas, 2004:3). Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Aly, (2009:7)
menyatakan karakteristik pembelajaran
IPA yaitu aktif, metodik, kreatif, objektif,
sistematik dan berlaku umum. Dengan
karakteristik tersebut maka dalam proses
pembelajaran IPA siswa diharapkan dapat
memiliki sikap ilmiah
Dari hasil observasi yang peneliti
lakukan di kelas V SD di gugus kompyang
sujana guru masih menjadi pusat dalam
pembelajaran sehingga mengakibatkan
kurangnya interaksi aktif antar siswa. Guru
belum sepenuhnya melibatkan siswa
secara aktif dan kreatif dalam membangun
pengetahuannya,
hal
ini
sangat
bertentangan
dari
karakteristik
pembelajaran IPA yang menuntut siswanya
untuk aktif dan kreatif . Hendaknya guru
memanfaatkan pengetahuan awal siswa
sebagai hasil interaksi mereka dengan
lingkungan dimana mereka tinggal. Kondisi
tersebut dapat menjadi salah satu
penyebab mengapa pembelajaran IPA di
sekolah menjadi kurang menarik minat
siswa sehingga motivasi belajar siswa
menjadi rendah, akibat yang ditimbulkan
adalah rendahnya hasil belajar IPA siswa.
Menyikapi hal tersebut, maka perlu
diupayakan
usaha
peningkatan
penguasaan siswa terhadap konsepkonsep IPA melalui berbagai model
pembelajaran yang lebih berpusat pada
upaya menumbuhkembangkan partisipasi
dan aktivitas siswa di dalam pemecahan
suatu
masalah
sehingga
kegiatan
pembelajaran tidak lagi hanya berpusat
kepada guru. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan yaitu dengan mencobakan Model
Pembelajaran Sains Berbasis Budaaya
Lokal yang menekankan kepada peserta
didik untuk membangun pengetahuannya
sendiri secara aktif dan kreatif, dengan
memberi
permasalahan
yang
akan
memberikan pengalaman langsung kepada
peserta didik dalam pemecahannya. Model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
akan lebih efektif apabila dipadukan
dengan memanfaatan media yang tepat
salah satunya media realita atau media
konkret. Dalam proses pembelajaran sains
melalui
Model
Pembelajaran
Sains
Berbasis Budaaya Lokal Berbantuan Media
Realita menurut Suprayekti, dkk (2008)
dapat memberikan kesempatan siswa,
yaitu : 1) menggunakan pengalam dan
lingkungan sekitar siswa sebagai sumber
belajar, 2) siswa aktif dalam membangun
pengetahuannya sendiri, 3) siswa menjadi
kreatif
dalam
menghubungkan
pengalaman/budaya yang mereka ketahui
dengan materi yang mereka pelajari.
Model pembelajaran sains berbasis
budaya lokal berbantuan media realita
merupakan strategi penciptaan lingkungan
belajar dan perancangan pengalaman
pembelajaran
yang
mengintegrasikan
budaya sebagai bagian dari proses
pembelajaran dan pengalaman langsung
dengan pemanfaatan media realita untuk
mempermudah
penyerapan
informasi
dalam
roses
pembelajran.
Dalam
pembelajaran berbasis budaya, budaya
menjadi sebuah metode bagi siswa untuk
mentrasformasikan hasil observasi mereka
ke dalam bentuk -bentuk dan prinsip prinsip yang kreatif tentang alam sehingga
peran siswa bukan sekedar meniru atau
menerima saja informasi, tetapi berperan
sebagai penciptaan makna, pemahaman
dan arti dari informasi yang diperolehnya.
Adanya model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita dalam
penelitian ini dapat
memfasilitasi siswa dalam belajar aktif
sehingga menumbuhkan interaksi aktif baik
antara guru dengan siswa maupun antara
siswa dengan siswa. Pada proses
pembelajaran
dengan
menggunakan
model pembelajaran sains berbasis
budaya lokal berbantuan media realita
pada materi cahaya, siswa dapat
menumbuhkan
kreatifitasnya
dalam
mengkaitkan budaya sebagai bagian dari
pengalaman langsung dengan materi yang
mereka pelajari. Dengan adanya model ini
siswa dapat mentransformasikan hasil
observasi mereka kedalam prinsip-prinsip
yang kreatif tentang alam sehingga siswa
bukan sekedar meniru atau menerima saja
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
informasi tetapi berperan sebagai pencipta
makna dan pemahaman dari informasi
yang diperolehnya.
Oleh karena itu, pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita merupakan salah
satu alternatif yang diduga dapat
berpengaruh terhadap hasil belajar IPA.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
maka dilakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh
Penerapan
Model
Pembelajaran Sains Berbasis Budaaya
Lokal Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas V SD Gugus Kompyang Sujana
Denpasar
Utara
Tahun
Pelajaran
2013/2014”.
Tujuan penelitian ini yaitu : (1) untuk
mengetahui hasil belajar IPA siswa yang
belajar melalui model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita pada siswa kelas V SD Gugus
Kompyang Sujana Denpasar Utara Tahun
Pelajaran 2013/2014, (2) untuk mengetahui
hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui
pembelajaran konvensional pada siswa
kelas V SD Gugus Kompyang Sujana
Denpasar
Utara
Tahun
Pelajaran
2013/2014,
(4)
untuk
mengetahui
perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
anatara siswa yang belajar melalui model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita dengan siswa
yang
belajar
melalui
pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD
Gugus Kompyang Sujana Denpasar Utara
Tahun Pelajaran 2013/2014.
METODE
Berdasarkan tujuan penelitian ini
untuk mencari perbedaan pengaruh model
pembelajaran
yang
diterapkan
dan
pembelajaran konvensional dalam materi
IPA terhadap hasil belajar, maka jenis
penelitian ini di golongkan eksperimen.
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa
kelas V SD di Gugus Kompyang Sujana
Denpasar Utara. Pada dasarnya penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
yang signifikan hasil belajar antara siswa
yang diberikan perlakuan
model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita dengan siswa
yang
diberikan
perlakuan
model
pembelajaran konvensional pada mata
pelajaran IPA siswa dengan memanipulasi
variabel bebas yaitu model pembelajaran
sains berbasis budaya lokal berbantuan
media realita dan
variabel terikatnya
adalah hasil belajar IPA siswa kelas V
SD.
Desain eksperimen yang akan
dilakukan dengan memberikan post test.
Dimana Nilai pree test hanya sebagai uji
kesetaraan untuk mengetahui kemampuan
awal seluruh sampel. Untuk mengetahui
kemampuan awal siswa dilakukan uji
kesetaraan antara kelas kontrol dan kelas
eksperiment menggunakan pree tes yang
telah dilakukan oleh peneliti. Dan untuk
nilai Post test dilakukan setelah treatmen
atau
perlakuan. Pada
desain
ini,
pengacakan individuti dak dapat dilakukan
namun yang diacak adalah kelasnya.
Rancangan
penelitian
yang
akan
digunakan dalam penelitian ini adalah
Nonequivalent Control Group Design
Dalam penelitian ini terdapat tiga
tahapan,
yaitu
tahap
persiapan,
pelaksanaan, dan akhir eksperimen. Pada
tahap persiapan eksperimen, langkahlangkah yang dilakukan yaitu: Melakukan
observasi untuk melihat situasi dan kondisi
dalam pembelajaran yang dilaksanakan di
SD Gugus Kompyang Sujana, mencari
informasi kepada kepala gugus inti
mengenai ada tidaknya sekolah unggulan,
dari informasi tersebut hasil yang diperoleh
bahwa tidak ada sekolah unggulan di SD
Gugus Kompyang Sujana, menentukan
sampel penelitian melalui teknik purposive
sampling diperoleh dua sekolah yang
dijadikan sampel, menyusun kisi-kisi hasil
belajar, menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), menyusun instrument
postes berupa tes hasil belajar untuk
mengukur hasil belajar siswa kelas V pada
mata pelajaran IPA materi cahaya,
mengkonsultasikan instrumen penelitian
dengan guru kelas dan dosen pembimbing,
mengadakan validasi instrumen penelitian
yaitu tes hasil belajar pada mata pelajaran
IPA materi cahaya, memberikan prates
kepada kelompok yang terpilih sebagai
sampel, menentukan kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dengan cara undian.
Pada tahap pelaksanaan penelitian
eksperimen,
langkah-langkah
yang
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dilakukan yaitu: memberikan perlakuan
kepada
kelas
eksperimen
dengan
menerapkan model pembelajaran Sains
Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media
Realita pada pembelajaran IPA materi
cahaya, memberikan perlakuan kepada
kelas
kontrol
dengan
menerapkan
pembelajaran
konvensional
berupa
pembelajran dengan metode ceramah dan
diskusi
Pada
tahap
akhir
eksperimen,
langkah-langkah yang dilaksanakan adalah
memberikan post-test berupa tes objektif
bentuk pilihan ganda biasa pada akhir
penelitian, baik untuk kelompok eksperimen
maupuan kelompok kontrol.
Sugiyono
(2012:57)
menyatakan
“populasi
adalah wilayah generalisasi
yang terdiri dari objek atau subjek yang
menjadi
kuantitas dan
karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya‟).
Sedangkan
Sukardi
(2011:53) menjelaskan, “populasi pada
prinsipnya
adalah
semua
anggota
kelompok manusia, binatang, peristiwa,
atau benda yang tinggal bersama dalam
satu tempat dan secara terencana menjadi
target kesimpulan dari hasil akhir suatu
peristiwa”. Jadi, populasi adalah semua
objek yang menjadi sasaran dalam sebuah
penelitian yang dipilih oleh peneliti untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas V di gugus
Kompyang
Sujana
Denpasar
Utara.
Pemilihan satu gugus untuk populasi
dikarenakan peneliti memerlukan dua kelas
yang akan dijadikan kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Disamping itu,
pemilihan gugus juga dilakukan agar hasil
penelitian
nantinya
dapat
lebih
digeneralisasikan.
Populasi
yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar
Negeri Gugus Kompyang Sujana tahun
pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 383
orang siswa, meliputi sekolah dasar yaitu
SDN 2 Peguyangan, SDN 4 Peguyangan,
SDN 7 Peguyangan, SDN 8 Peguyangan,
SDN 9 Peguyangan, SDN 3 Tonja, SDN 4
Tonja, dan SD Sathya Sai.
Sampel adalah sebagian atau wakil
dari populasi yang diteliti (Arikunto,
2010:131).
Sedangkan
Sugiyono
(2012:118) menyatakan sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya
akan dapat diberlakukan untuk populasi. .
Pengambilan sampel pada penelitian
ini dilakukan dengan teknik purposive
sample (sampel bertujuan) dan yang
dirandom adalah kelas. Agung (2005:45)
memaparkan purposive sample adalah
teknik sampling yang dilakukan dengan
cara mengambil subjek bukan berdasarkan
atas strata, random, wilayah tetapi
didasarkan atas adanya tujuan tertentu.
Tujuan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah untuk menentukan sampel siswa
kelas V SD Gugus Kompyang Sujana yang
berjumlah 30 orang atau lebih. Dari
pemaparan di atas dengan menggunakan
teknik purposive sampling, sample yang
digunakan dalam penelitian ini adalah SDN
2 Peguyangan, SDN 4 Peguyangan, SDN 7
Peguyangan, SDN 8 Peguyangan, SDN 9
Peguyangan, SDN 3 Tonja, SDN 4 Tonja.
Penentuan kelas kontrol dan kelas
ekserimen dilakukan dengan cara undian
terhadap kedua SD yang telah diuji
kesetaraannya. Untuk menentukan kelas
control dan kelas eksperimen m aka
dilakukan
pengundian.
Pengundian
dilakukan dengan menulis kedua nama
kelas yang telah diuji kesetaraannya,
kemudian kertas digulung dan diacak.
Ambil satu gulungan kertas sebagai kelas
eksperimen, lalu ambil satu gulungan kertas
lain, tanpa memasukkan kembali gulungan
kertas pertama sebagai kelas kontrol.
Nama-nama kelas di masing-masing SD
pada kedua gulungan kertas tersebut
merupakan sampel penelitian. Setelah
dilakukan pengundian didapatkan dua kelas
yaitu V SDN 4 Peguyangan sebagai kelas
eksperimen dan kelas V SDN 2
Peguyangan sebagai kelas kontrol.
Variabel Penelitian adalah suatu
atribut seseorang atau objek yang
mempunyai variasi yang di tetapkan oleh
peneliti untuk di pelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012). Dalam
penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel bebas
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
adalah model Pembelajaran Sains Berbasis
Budaya Lokal Berbantuan Media Realita
yang akan diterapkan pada kelompok
eksperimen
dan
pembelajaran
konvensional
yang
dikenakan
pada
kelompok kontrol. Sedangkan yang menjadi
variabel terikat adalah hasil belajar IPA
siswa kelas V SDN Gugus Kompyang
Sujana Denpasar Utara.
Trianto
(2010:263)
meyatakan
instrumen pengumpulan data adalah alat
bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan
agar kegiatan tersebut menjadi sistematis
dan dipermudah olehnya. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data
tentang hasil belajar IPA siswa adalah tes
hasil belajar pada ranah kognitif. Tes hasil
belajar IPA yang digunakan dalam
penelitian ini disusun oleh peneliti. Sebelum
tes hasil belajar digunakan, maka tes
tersebut akan diuji cobakan untuk
menentukan validitas dan reliabilitasnya.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tes hasil belajar IPA dalam
bentuk tes objektif. Instrumen penelitian
kemudian diuji validitas, reliabilitas, daya
beda, dan tingkat kesukaran. Uji prasyarat
yang digunakan yaitu uji normalitas dengan
rumus chi kuadrat dan uji homogenitas
dengan uji F (Fisher). Hipotesis yang diuji
dalam penelitian ini adalah hipotesis nol
(H0) yang berbunyi: “tidak terdapat
perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
antara siswa yang dibelajarkan melalui
model Pembelajaran Sains Berbasis
Budaya Lokal Berbantuan Media Realita
dan siswa yang dibelajarkan melalui
pembelajaran konvensional pada kelas V
SDN Gugus Kompyang Sujana Denpasar
Utara”.
Analisis statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian ini
adalah uji beda mean (uji t) kelompok tidak
berkorelasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi data hasil penelitian ini
memaparkan mean, median, modus,
standar deviasi, varian, nilai minimum, nilai
maksimum, dan rentangan dari data nilai
akhir hasil belajar IPA untuk siswa kelas V
SDN 4 Peguyangan yang dibelajarkan
melalui model pembelajaran sains berbasis
budaya lokal berbantuan media realita
maupun siswa kelas V SDN 2 Peguyangan
yang dibelajarkan dengan pembelajaran
konvensional.
Pemberian perlakuan (treatment)
dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan
baik di kelas eksperimen maupun di kelas
kontrol. Pada akhir penelitian, seluruh siswa
di kelas eksperimen diberikan post-test
berupa tes objektif bentuk pilihan. Dari hasil
post-test diperoleh nilai rata-rata kelas
eksperimen sebesar 57, 45 dengan
perolehan minimum sebesar 30 dan nilai
maksimum sebesar 90. Berdasarkan hasil
analisis, dapat diketahui bahwa terdapat 8
siswa atau 16, 32% siswa memperoleh
hasil belajar dalam kategori sangat baik, 16
siswa atau 32, 65 % siswa memperoleh
hasil belajar dalam kategori baik, 17 siswa
atau 34, 69% siswa memperoleh hasil
belajar dalam kategori cukup dan 8 siswa
atau 16, 32% siswa memperoleh hasil
belajar dalam kategori kurang.
Dari hasil post-test diperoleh nilai ratarata kelas kontrol sebesar 47,8 dengan
perolehan minimum sebesar 26 dan nilai
maksimum sebesar 76. Berdasarkan hasil
analisis, dapat diketahui bahwa terdapat 1
siswa atau 2,43% siswa memperoleh hasil
belajar dalam kategori sangat baik, 13
siswa atau 31,7% siswa memperoleh hasil
belajar dalam kategori baik, 7 siswa atau
17,07% siswa memperoleh hasil belajar
dalam kategori cukup, dan 20 atau 47,78%
siswa memperoleh hasil belajar dalam
kategori kurang.
Sebelum
dilakukan
pengujian
hipotesis dengan analisis uji-t, terlebih
dahulu harus dipenuhi beberapa asumsi
sebagai prasyarat.Uji prasyarat meliputi uji
normalitas data dan uji homogenitas
varians. Uji normalitas data dilakukan untuk
mengetahui sebaran data hasil penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas data dilakukan terhadap posttest hasil belajar IPS kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Untuk pengujian
normalitas dilakukan dengan menggunakan
analisis Chi-Square dengan
taraf signifikansi 5 % dan derajat
kebebasan (dk) = k-1. Dari hasil analisis
data terlihat bahwa harga x2hitung yang
diperoleh dari kelompok eksperimen adalah
5,6. Harga tersebut kemudian dibandingkan
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dengan harga x2tabel dengan dk = 5 dan
taraf signifikansi 5% sehingga diperoleh
harga x2tabel = 11,07, karena x2hitungttabel
(3,05 > 1,99) maka H0 ditolak atau Ha
diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan
yang signifikan hasil belajar IPA antara
siswa
yang
dibelajarkan
melalui
pembelajaran dengan Model Pembelajaran
Sains Berbasis Budaya Lokal Berbantuan
Media Realita dengan siswa yang
dibelajarkan
melalui
pembelajaran
konvensional.
N
49
81
Dk
88
57,45
47,8
236,67
262,81
thitung
ttabel
3,05
1,99
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh t hitung
sebesar 3,05. Dengan
menggunakan taraf signifikansi 5% dan
dk= 88 diperoleh batas penolakan
hipotesis nol sebesar 1,980. Berarti thitung
≥ ttabel
maka H0 (hipotesis nol) yang
diajukan ditolak.
Maka dapat diinterpretasikan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan
melalui
Model
Pembelajaran
Sains
Berbasis Budaya Lokal Berbantuan Media
Realita dengan siswa yang dibelajarkan
melalui
pembelajaran
Konvensional
siswa kelas V SD Gugus Kompyang
Sujana, Denpasar Utara tahun pelajaran
2013/2014. Hal tersebut juga didukung
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
oleh penelitian Suastra & Tika (2011)
dengan
judul
“Efektivitas
Model
Pembelajaran Sains Berbasis Budaya
Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi
Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal di
SMP” yang menyatakan bahwa dengan
penerapan model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal dapat meningkatkan
hasil belajar IPA siswa.
Hal ini disebabkan karena Model
Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal
merupakan alternatif baru yang di
modifikasi dengan Media Realita yang akan
mempermudah siswa dalam memahami
materi yang akan dibelajarkan. Dalam
penerapannya
di
kelas
memiliki
kelebihan
yaitu
dapat mengaitkan
pengalaman siswa melalui budaya sekitar
yang sering mereka temui dengan materi
yang dibelajarkan. Dengan menggunakan
pengalaman awal siswa dan dibantu
dengan
media
realita
dalam
pembelajrannya
dapat
menciptakan
pembelajaran yang aktif dan mengundang
rasa ingin tahu siswa.
Dan diakhir
pelajaran siswa mendapatkan sebuah
penghargaan dari hasil kerjanya, yang
berupa tepuk tangan dari guru dan temantemannya, ataupun kata “Bagus/Baik” dari
gurunya yang dapat memacu mental dan
memotivasi siswa-siswa yang lain sehingga
pembelajaran dapat lebih bermakna,
didukung oleh pedapat Suprayekti, dkk
(2008:4.17),
yang
menyatakan
pembelajaran berbasis budaya merupakan
salah satu cara yang dapat (1) menjadikan
pembelajaran bermakna dan kontekstual
yang sangat terkait dengan komunitas
budaya, di mana suatu bidang ilmu
dipelajari dan akan diterapkan nantinya,
dan dengan komunitas budaya tempat asal,
(2) menjadikan pembelajaran menarik dan
menyenangkan. Kondisi belajar yang
memungkinkan
terjadinya
penciptaan
makna secara kontekstual berdasarkan
pada pengalaman awal yang dimiliki
sebagai
seorang
anggota
suatu
masyarakat budaya merupakan salah satu
prinsip dasar dari teori konstruktivisme.
Pada
saat
proses
penelitian
menggunakan model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita pada mata pelajaran IPA materi
cahaya, siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan ketiga
gaya belajar yang dimiliki oleh siswa
dengan
belajar
melihat,
belajar
mendengarkan dan belajar dengan cara
praktek. Jadi siswa lebih ingat apa yang
dilihat, didengar dan dilakukannya. Model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita ini membuat
siswa lebih termotivasi belajar karena
dalam pembelajarannya menggunakan
pengalam yang telah mereka lihat dan
mereka sering temui untuk dijadikan dasar
dan kemudian dianalisis sesuai dengan
materi yang mereka pelajari. Dengan
demikian siswa menjadi aktif dan lebih
bersemangat dalam memcahkan masalah
yang diberikan dan dengan bantuan dari
media realita akan lebih mempermudah
siswa untuk memahami dari materi yang
dibelajarakan.
Berbeda dengan pembelajaran IPA
yang
menggunakan
pembelajaran
konvensional,
dalam
proses
pembelajarannya siswa cenderung pasif.
Karena guru hanya sebagai pentrasfer
ilmu, tanpa diberikannya siswa turut
serta dalam proses pembelajaran seperti
praktikum atau pembuatan suatu karya
atau
model.
Dalam
pembelajaran
konvensional ditandai dengan ceramah
yang diiringi dengan penjelasan, serta
pembagian tugas dan latihan. Dalam
proses
pembelajaran
tersebut
guru
sebagai subjek aktif dan siswa sebagai
objek pasif, ini terlihat bahwa pembelajaran
terpusat pada guru.
Dalam
pembelajaran
IPA
menggunakan model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita, dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar langsung
dengan bebas menggunakan budaya lokal
yang sering mereka temui menjadi dasar
yang akan dikaitkan dengan materi yang
akan mereka pelajari dalam proses
pembelajaran. Pada mata pembelajaran
IPA lebih tepat menggunakan model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita, karena dengan
menggunakan model ini siswa akan lebih
aktif dalam proses pencarian makna dan
arti dari materi yang akan dipelajari melalui
bantuan dari budaya lokal yang berkaitan
dengan materi yang akan mereka pelajari
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dan bantuan dari media realita yang akan
lebih mempermudah pemahaman siswa
dalam menganalisis materi yang sedang
mereka
pelajari.
Sehingga
dalam
pembelajaran siswa lebih aktif dan
menumbuhkan rasa ingin tahu. Ini
mengakibatkan pada hasil belajar IPA
yang lebih baik dibandingkan dengan
siswa
yang
diberi
pembelajaran
konvensional.
Hal ini mendukung hipotesis yang
menyatakan bahwa ada perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA antara
kelompok eksperimen yang dibelajarkan
melalui
model
pembelajaran
sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita dengan kelompok kontrol yang
dibelajarkan
melalui
pembelajaran
konvensional
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilaksanakan maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.
Rata-rata hasil belajar IPA siswa yang
dibelajarkan melalui model pembelajaran
sains berbasis budaya lokal berbantuan
media realita pada siswa kelas V SDN 4
Peguyangan Tahun Pelajaran 2013/2014
sebagai kelompok eksperimen sebesar
57,45. Dari rata-rata tersebut diperoleh
persentase hasil belajar yang berada di
sekitar rata-rata sebesar 20.4%, hasil
belajar di bawah rata-rata sebesar 40.6%,
dan hasil belajar di atas rata-rata sebanyak
46. 92%. Kategori hasil belajar IPA siswa
kelas eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaran sains berbasis budaya
lokal berbantuan media realita dapat
dipersentasekan sebagai berikut. Hasil
belajar yang berada pada kategori sangat
baik sebanyak 16.32%, hasil belajar yang
berada pada kategori baik sebanyak
32.65%, hasil belajar yang berada pada
kategori cukup 34.69%, hasil belajar yang
berada pada kategori baik sebanyak
16.32%
Rata-rata hasil belajar IPA siswa yang
dibelajarkan
melalui
pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SDN 2
Peguyangan Tahun Pelajaran 2013/2014
sebagai kelompok kontrol sebesar 47.81.
Dari
rata-rata
tersebut
diperoleh
persentase hasil belajar yang dengan
persentase di sekitar rata-rata sebesar
7.31%, hasil belajar di bawah rata-rata
sebesar 48.78%, dan hasil belajar di atas
rata-rata sebanyak 43.89%. Kategori hasil
belajar IPA siswa kelas kontrol dengan
menggunakan pembelajaran konvensional
adalah sebagai berikut. Hasil belajar yang
berada pada kategori sangat baik sebanyak
2.43%, hasil belajar yang berada pada
kategori baik sebanyak 31.70%, hasil
belajar yang berada pada kategori cukup
sebanyak 17.07% dan hasil belajar yang
berada pada kategori kurang sebanyak
48.78%.
Dari perhitungan uji-t pada bab
sebelumnya, diperoleh harga
= 3.05
dan
=1,980 ( pada taraf signifikansi
5% dan dk = 88). Kedua nilai tersebut
dibandingkan maka diperoleh thitung > ttabel
(3.05 > 1.980). Sehingga Ho ditolak. Hal ini
berarti terdapat perbedaan yang signifikan
hasil belajar siswa antara kelompok
ekperimen dan kelompok kontrol. Dengan
demikian, model pembelajaran sains
berbasis budaya lokal berbantuan media
realita berpengaruh terhadap hasil belajar
IPA siswa kelas V SD Gugus Kompyang
Sujana Denpasar Utara.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
saran yang dapat diajukan yaitu : bagi guru,
dalam
membelajarkan
siswa,
guru
hendaknya lebih kreatif dan variatif dalam
memilih strategi atau model pembelajaran
yang tentunya disesuaikan dengan materi
yang akan dibelajarkan, dan menggunakan
berbagai media pembelajaran yang dapat
membantu
siswa
memahami
materi
pembelajaran, sehingga siswa terlibat
dalam pembelajaran yang bermakna. Salah
satunya adalah dengan menerapkan model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan
media
realita
dalam
membelajarkan IPA materi cahaya kepada
siswa.
Bagi sekolah, Sekolah hendaknya
menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai guna menunjang pembelajaran
yang berlangsung, dan selalu aktif dalam
mencari informasi mengenai model-model
pembelajaran inovatif lainnya dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan.
Bagi peneliti lain, materi pembelajaran
yang digunakan dalam penelitian ini
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
terbatas pada materi cahaya, untuk
mengetahui kemungkinan hasil yang
berbeda pada materi lainnya, disarankan
bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian yang sejenis pada mata pelajaran
yang lain, atau menerapkan model
pembelajaran sains berbasis budaya lokal
berbantuan media realita di kelas
eksperimen dan mengganti pembelajaran
konvensional berupa strategi ceramah dan
diskusi yang diterapkan di kelas kontrol
dengan model pembelajaran yang lain,
untuk mengetahui kemungkinan perbedaan
hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Agung. Gede. 2005. Metodologi Penelitian
Pendidikan
Suatu
Pengantar.
Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan
IKIP Singaraja.
Alwi, Hasan. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Hamalik, O. 2005. Proses belajar mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Krisnayanti, Putu. 2013. Pengeruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe ThinkPair-Share Terhadap Hasil Belajar IPA
Kelas V SD Gugus Letda Made Putra
Denpasar
Utara
Tahun
Ajaran
2012/2013. Skripsi (tidak diterbitka).
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, FIP Undiksha
Mulyasa, E. 2009. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan: Sebuah panduan praktis.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Manik, Ayu. 2013. Pengaruh Penerapan
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil
Belajar Ipa ditinjau Dari Kemampuan
Berpikir Divergen Siswa Kelas V SD
Gugus IR Suekarno Pedungan. Skripsi
(tidak diterbitka). Jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, FIP Undiksha
Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran
Sains Terkini. Singaraja: Undiksha
Sugiyono,
2012.
Metode
penelitian
pendidikan Kualitatif Kuantitatif dan
D&R. Bandung: Alfabeta
Sukardi, 2011. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksar
Suprayekti, dkk. 2008. Pembaharuan
Pembelajaran
di
SD.
Jakarta:
Universitas Terbuka
Syah, M. 2004. Psikologi pendidikan
dengan pendekatan baru. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Trianto.
2009.
Mendesain
Model
Pembelajaran
Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana
Widyantara,
I
Gede
Eka.
2012.
Implementasi Model Pembelajaran
Berbasis
Budaya
Lokal
Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri
3 Sukadana, Kecamatan Kubu,
Kabupaten
Karangasem
Tahun
Pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak
diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, FIP Undiksha tidak
diterbitkan. Semarang: PPS UNNES
Pitunov, B. 13 Desember 2007. Sekolah
Unggulan
Ataukah
Sekolah
Pengunggulan ? Majapahit Pos, hlm.
4 & 11
Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal
Ilmiah. Makalah disajikan dalam
Seminar Lokakarya Penulisan artikel
dan Pengelolaan jurnal Ilmiah,
Universitas Lambungmangkurat, 911Agustus