Pola Hubungan Sosial Ekonomi Petani Kemenyan dengan Toke di Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbahas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik rakyat, dengan jenis tanaman kayu-kayuan, yang pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya yakni mayarakat adat atau oleh suatu badan usaha (Awang dan Kolega, 2001). Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh manusia, bisa juga terjadi adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah-tanah kritis. Jadi hutan rakyat adalah semua hutan yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, namun dimiliki oleh rakyat.
Sumatera Utara memiliki potensi hutan yang besar dengan luasan yang menyebar di sepanjang daerah ini. Selain kayu, hutan Sumatera Utara memiliki potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang cukup tinggi, antara lain berupa kulit kayu, rotan, gondorukem, kemenyan, getah jelutung, minyak eukaliptus, dan getah-getahan. Beberapa jenis komoditi HHBK yang diproduksi oleh masyarakat telah mendapat perhatian dari pemerintah salah satunya adalah kemenyan. Kemenyan merupakan salah satu komoditi unggulan dan khas dari Sumatera Utara yang mempunyai nilai instrinsik dan bersifat mistis dalam budaya masyarakat Batak. Tanaman ini dapat digunakan juga sebagai tanaman reboisasi, penghara pabrik pulp, rehabilitasi lahan, sekat bakar, pohon ornamen dan jasa lingkungan berupa karbon. Kemenyan banyak tumbuh di hutan alam dan sebagian sudah dibudidayakan oleh masyarakat secara turun-temurun dengan pengololaan yang masih tradisional. Di Provinsi Sumatera Utara, tumbuhan kemenyan tersebar
(2)
di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Pakpak Barat (Antoko dan Kolega,2013).
Salah satu daerah yang memiliki potensi kemenyan di Sumatera Utara adalah Kabupaten Humbang Hasundutan.Kabupaten ini kaya dengan kemenyan dengan luas lahan 4.884 ha dan menghasilkan 859,31 ton per tahun (BPS Kabupaten Humbahas 2013). Luas lahan kemenyan di daerah ini mencapai 23,16% dari luas dataran, sehingga mayoritas masyarakat setempat berprofesi sebagai petani kemenyan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Kemenyan-kemenyan yang dihasilkan masyarakat di daerah ini kemudian dipasarkan di sentra perdagangan kemenyan baik di desa mereka, kecamatan, kabupaten dan juga dikirim ke berbagai daerah Indonesia maupun luar negeri.
Salah satu desa penghasil kemenyan di Kabupaten Humbahas adalah Desa Pandumaan. Areal hutan kemenyan di Desa Pandumaan diperkirakan seluas 1.379,27 Ha dengan jumlah penduduk kira-kira 400 kk (BPS Kabupaten Humbahas 2013). Pengelolaan hutan kemenyan yang diterapkan pada desa tersebut merupakan kearifan lokal masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dan sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Kearifan ini muncul dari kebiasaan masyarakat adat dalam memanfaatkan sumberdaya alam guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Keberadaan kemenyan yang bertahan sampai sekarang merupakan bukti bahwa sistem pengelolaan hutan kemenyan ini selain memiliki manfaat ekologi dan nilai-nilai sosial, juga mememiliki potensi dan prospek yang baik bila dilihat dari aspek ekonomi untuk dikembangkan kedepan.
(3)
Kebun kemenyan itu sendiri dibudidayakan dan diusahakan oleh petani yang mendapat bagian lahan hutan sesuai dengan kelompok marga-marga mereka sehingga disebut sebagai hutan adat. Hutan ini bukan milik pihak luar seperti pemerintah atau negara, melainkan hutan milik masyarakat adat yang berasal dari satu nenek moyang yang sama, atau juga sebagai pihak yang pertama kali ke daerah itu ataupun pembuka desa tersebut. Hutan adat ini memiliki aturan yang mengatur pemanfaatan lahan hutan untuk menjadi usaha budidaya kemenyan. Selain itu aturan adat juga mengatur pembagian wilayah tambak kemenyan untuk dapat dikelola, sehingga tidak sembarang orang atau petani yang boleh mengusahakan budidaya kemenyan.
Dalam proses produksi kemenyan itu sendiri mulai dari pengelolaan sampai kepada penjualan tidak lepas dari beberapa pihak yang berkepentingan di dalamnya, salah satunya adalah toke kemenyan. Pada Desa Pandumaan ini yang disebut sebagai toke adalah penduduk setempat atau penduduk dari desa tetangga yang memiliki lahan perkebunan dan mampu untuk mengelola kemenyan secara baik serta bekerja sebagai pengumpul kemenyan. Mereka yang tidak memiliki lahan pertanian dan melakukan pekerjaan alternatif sebagai pengumpul dari hasil perkebunan tersebut juga dapat disebut sebagai toke. Dari definisi tersebut dapat ditemukan bahwa ada dua pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan kemenyan tersebut. Petani sebagai pengelola sedangkan toke sebagai pengumpul maupun sebagai pemilik lahan. Munculnya dua peran yang berbeda tersebut menciptakan hubungan sosial-ekonomi diantara mereka.
Secara umum terdapat beberapa pola hubungan sosial ekonomi yang terjadi diantara pelaku ekonomi perdagangan hasil pertanian atau perkebunan
(4)
seperti patron klien, eksploitasi dan mutualisme. Dalam hubungan antara petani dan toke padaumumnyaakan terdapat hubungan ekonomi timbal balik dengan ikatan yang saling menguntungkan diantara mereka. Petani secara tidak langsung mulai merasa nyaman dan tergantung dengan keberadaan toke sementara toke membutuhkan hasil perkebunan (kemenyan)dari petani. Pola hubungan ini sering disebut dengan simbiosis mutualisme. Pola hubungan mutualisme ini bersifat dinamis, artinya petani tidak terikat oleh toke tetapi bebas memilih atau menjual hasil produksi mereka kepada toke-toke yang menawarkan harga hasil perkebunan yang tinggi dan berada di suatuwilayahtertentu (Hariyanto, 2014).
Selanjutnya pola hubungan lainnya adalah hubungan patron klien. Menurut Scott (1994) hubungan patron klien adalah suatu hubungan yang saling timbal balik dimana pihak klien (petani) mempunyai ketergantungan kepada patron (toke) akibat perlakuan patron dalam memberikan jaminan perlindungan dan subsitensi kepada pihak klien. Sedangkan menurut Wolf (1978:31) hubungan patron klien merupakan suatu hubungan yang mana mengalami suatu proses pertukaran yang khusus, di mana kedua belah pihak yang berhubungan itu mempunyai kepentingan yang berlaku bagi kedua belah pihak saja, yang mana pihak yang menjadi pihak status, kekayaan serta kekuatan yang lebih tinggi disebut patron sedang yang lebih rendah tingkatannya di sebut klien. Hubungan ini telah berlangsung dalam kurun waktu yang telah lama dan ada dua pihak atau lebih sebagai pelaku utama. Si Patron merupakan anggota masyarakat yang lebih beruntung dilihat dari status sosial ekonomi. Mereka inilah yang mempunyai modal dan cara berfikir yang lebih baik. Secara historis, hubungan ini bermula dari adanya pemberian barang atau jasa yang sangat berguna dan diperlukan dari
(5)
satu pihak ke pihak lain. Sedangkan bagi pihak klien, mereka merasa harus memberikan loyalitas mereka kepada patron sebagai rasa balas budi (resiprositas) terhadap perlindungan dan perlakuan patron kepadanya. Semua itu dilakukan demi terjaganya hubungan diantara keduanya.
Dari terjalinnya hubungan patron klien tersebut apabila petani membutuhkan uang untuk membiayai berbagai keperluan sehari-hari maupun biaya sekolah, petani kemudian meminjam uang kepada toke, dengan konsekuensi hasil panen mereka hanya dijual kepada toke yang memberinya pinjaman, bukan kepada toke yang lainnya. Bagi toke sendiri, hal ini juga menguntungkan karena dia sudah mendapatkan kepastian pasokan kemenyan dari petani tersebut. Tanpa mengikat petani tersebut dengan pinjaman uang, ia akan kesulitan untuk mendapatkan barang dagangannya karena harus bersaing dengan toke lainnya. Sebagai toke, dia harus selalu punya persediaan barang dagangan agar tidak mengecewakan pelanggan-pelanggannya dan tentu saja juga untuk kelancaran usahanya sendiri.
Selain pola hubungan patron-klien, terdapat juga hubungan yang eksploitatif. Pola hubungan eksploitatif adalah suatu kondisi dimana pemilik modal (toke) memiliki kendali yang kuat terhadap petani sehingga mereka memiliki kekuasaan untuk mengatur segalanya baik itu sistem pengupahan maupun sistem bagi hasil yang cenderung menguntungkan tuan tanah maupun toke. Dalam penelitian Purnamasari, dkk (2002) menunjukkan bahwa pertukaran sosial ponggawa-petambak penyakap merupakan bentuk pertukaran yang paling rentan sifat eksploitasi. Ponggawa dengan aset produksi yang dimilikinya berada di posisi yang berpotensi mengeksploitasi, sedangkan petambak penyakap
(6)
berpotensi untuk dieksploitasi karena posisinya lemah dengan aset produksi terbatas. Namun, selama kehidupan ekonomi dan subsistensi petambak penyakap belum terancam dan masih diperhatikan oleh ponggawanya, eksploitasi yang terjadi belum dianggap sebagai suatu bentuk ketidakadilan, melainkan masih dimaknai bersifat resiprositas (timbal-balik).
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat ada beberapa petani yang melakukan hubungan perdagangan kemenyan dengan satu toke dan terlihat begitu akrab dan mengarah pada pola patron klien. Sementara itu terlihat juga diantara petani kemenyan yang lain melakukan transaksi perdagangan kemenyan bukan hanya pada satu toke tetapi lebih dari dua bahkan tiga toke yang mengarah pada hubungan mutualisme. Dari berbagai interaksi dan pola hubungan sosial ekonomi yang telah dijelaskan diatas menjadi alasan dari peneliti untuk melihat dan meneliti bagaimana pola hubungan sosial ekonomi yang sesungguhnya terjadi pada petani kemenyan dan pengumpul (toke) di Desa Pandumaan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pola hubungan sosial ekonomi yang terjadi diantara petani kemenyan dan toke?
b. Mengapa pola hubungan sosial ekonomi diantara toke dan petani kemenyan tersebut bisa terjadi hingga sekarang?
(7)
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis dan mengintepretasikan pola hubungan sosial ekonomi yang terjadi antara petani kemenyan dengan toke di Desa Pandumaan
b. Untuk melihat dan menjelaskan faktor terbentuknya pola hubungan sosial ekonomi yang terjadi antara petani kemenyan dengan toke di Desa Pandumaan
1.4 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian mampu memberikan manfaat, baik itu untuk diri sendiri, orang lain, maupun ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitiaan ini diharapkan agar dapat menambah wawasan kajian illmiah dan referensi penelitian ilmiah selanjutnya khususnya bagi mahasiswa departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.
b. Untuk memberikan sumbangan pengetahuan mengenai sosiologi ekonomi dan sosiologi lingkungan terkait dengan pola hubungan sosial antara petani dengan toke.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Menjadi sumbangan pemikiran terhadap lembaga pertanian dan kehutanan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
(8)
b. Menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah daerah dan pusat dalam menetapkan kebijakan harga pasar dan mempercepat penerapan kebijakan tersebut agar kesejahteraan petani lebih meningkat.
c. Untuk memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang membutuhkannya terutama petani dan toke supaya memiliki organisasi atau kelompok tani yang bisa menjadi wadah penghubung untuk menghilangkan kesenjangan antara pengumpul (toke) dengan petani serta memajukan kesejahteraan diantara keduanya.
1.5 Definisi Konsep
Konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuksan penelitian. Konsep merupakan rangkaian pengertian logis yang dipakai untuk menentukan jalan pemikiran dalam penelitian untuk memperoleh permasalahan yang tepat. Dengan kata lain konsep adalah istilah-istilah yang mewakili atau menyatakan suatu pengertian tertentu.
Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah :
a. Pola hubungan sosial ekonomi adalah bentuk-bentuk hubungan sosial langsung yang terjadi antara satu individu dengan individu lainnya berkelanjutan dan mengarah pada aktivitas ekonomi. Dalam penelitian ini pola hubungan sosial ekonomi adalah suatu bentuk hubungan kerja sama yang terjalin diantara dua pihak atau lebih yang mengarah pada perdagangan kemenyan. Ada beberapa jenis pola hubungan sosial ekonomi yaitu patron-klien, eksploitasi dan mutualisme. 1) Patron klien dalam penelitian adalah suatu bentuk hubungan antar dua orang yang berbeda statusnya dimana patron (toke) memberikan jaminan perlindungan dan
(9)
klien (petani kemenyan) merasa bertanggung jawab untuk membalas perbuatan toke. 2) Eksploitasi dalam penelitian ini adalah tindakan toke yang secara tidak adil atau secara tidak wajar menarik keuntungan dari petani kemenyan. 3) Mutualisme dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang mengutamakan keuntungan masing-masing dan dinilai setimpal atas apa yang dikerjakan.
b. Toke kemenyan dalam penelitian adalah orang yang menjalankan perniagaan sebagai pembeli kemenyan dari petani dan sebagai agen pemasaran kemenyan secara tunai maupun hutang.
c. Petani kemenyan dalam penelitian ini adalah orang yang melakukan kegiatan budidaya pohon kemenyan (marhaminjon) di areal sekitar hutan adat.
d. Resiprositas yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kewajiban atau utang balas budi atas apa yang pernah diberikan sebelumnya oleh patron (toke) terhadap petani ketika mengalami musibah atau kesulitan keuangan dengan menunjukkan loyalitasnya kepada toke (patron).
e. Hutan adat dalam penelitian ini adalah hutan budidaya pepohonon dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan) yang ditanami tumbuhan kemenyan (hamijon) yang pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat hukum adat atau kelompok marga maupun pembuka desa.
(1)
seperti patron klien, eksploitasi dan mutualisme. Dalam hubungan antara petani dan toke padaumumnyaakan terdapat hubungan ekonomi timbal balik dengan ikatan yang saling menguntungkan diantara mereka. Petani secara tidak langsung mulai merasa nyaman dan tergantung dengan keberadaan toke sementara toke membutuhkan hasil perkebunan (kemenyan)dari petani. Pola hubungan ini sering disebut dengan simbiosis mutualisme. Pola hubungan mutualisme ini bersifat dinamis, artinya petani tidak terikat oleh toke tetapi bebas memilih atau menjual hasil produksi mereka kepada toke-toke yang menawarkan harga hasil perkebunan yang tinggi dan berada di suatuwilayahtertentu (Hariyanto, 2014).
Selanjutnya pola hubungan lainnya adalah hubungan patron klien. Menurut Scott (1994) hubungan patron klien adalah suatu hubungan yang saling timbal balik dimana pihak klien (petani) mempunyai ketergantungan kepada patron (toke) akibat perlakuan patron dalam memberikan jaminan perlindungan dan subsitensi kepada pihak klien. Sedangkan menurut Wolf (1978:31) hubungan patron klien merupakan suatu hubungan yang mana mengalami suatu proses pertukaran yang khusus, di mana kedua belah pihak yang berhubungan itu mempunyai kepentingan yang berlaku bagi kedua belah pihak saja, yang mana pihak yang menjadi pihak status, kekayaan serta kekuatan yang lebih tinggi disebut patron sedang yang lebih rendah tingkatannya di sebut klien. Hubungan ini telah berlangsung dalam kurun waktu yang telah lama dan ada dua pihak atau lebih sebagai pelaku utama. Si Patron merupakan anggota masyarakat yang lebih beruntung dilihat dari status sosial ekonomi. Mereka inilah yang mempunyai modal dan cara berfikir yang lebih baik. Secara historis, hubungan ini bermula dari adanya pemberian barang atau jasa yang sangat berguna dan diperlukan dari
(2)
satu pihak ke pihak lain. Sedangkan bagi pihak klien, mereka merasa harus memberikan loyalitas mereka kepada patron sebagai rasa balas budi (resiprositas) terhadap perlindungan dan perlakuan patron kepadanya. Semua itu dilakukan demi terjaganya hubungan diantara keduanya.
Dari terjalinnya hubungan patron klien tersebut apabila petani membutuhkan uang untuk membiayai berbagai keperluan sehari-hari maupun biaya sekolah, petani kemudian meminjam uang kepada toke, dengan konsekuensi hasil panen mereka hanya dijual kepada toke yang memberinya pinjaman, bukan kepada toke yang lainnya. Bagi toke sendiri, hal ini juga menguntungkan karena dia sudah mendapatkan kepastian pasokan kemenyan dari petani tersebut. Tanpa mengikat petani tersebut dengan pinjaman uang, ia akan kesulitan untuk mendapatkan barang dagangannya karena harus bersaing dengan toke lainnya. Sebagai toke, dia harus selalu punya persediaan barang dagangan agar tidak mengecewakan pelanggan-pelanggannya dan tentu saja juga untuk kelancaran usahanya sendiri.
Selain pola hubungan patron-klien, terdapat juga hubungan yang eksploitatif. Pola hubungan eksploitatif adalah suatu kondisi dimana pemilik modal (toke) memiliki kendali yang kuat terhadap petani sehingga mereka memiliki kekuasaan untuk mengatur segalanya baik itu sistem pengupahan maupun sistem bagi hasil yang cenderung menguntungkan tuan tanah maupun toke. Dalam penelitian Purnamasari, dkk (2002) menunjukkan bahwa pertukaran sosial ponggawa-petambak penyakap merupakan bentuk pertukaran yang paling rentan sifat eksploitasi. Ponggawa dengan aset produksi yang dimilikinya berada di posisi yang berpotensi mengeksploitasi, sedangkan petambak penyakap
(3)
berpotensi untuk dieksploitasi karena posisinya lemah dengan aset produksi terbatas. Namun, selama kehidupan ekonomi dan subsistensi petambak penyakap belum terancam dan masih diperhatikan oleh ponggawanya, eksploitasi yang terjadi belum dianggap sebagai suatu bentuk ketidakadilan, melainkan masih dimaknai bersifat resiprositas (timbal-balik).
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat ada beberapa petani yang melakukan hubungan perdagangan kemenyan dengan satu toke dan terlihat begitu akrab dan mengarah pada pola patron klien. Sementara itu terlihat juga diantara petani kemenyan yang lain melakukan transaksi perdagangan kemenyan bukan hanya pada satu toke tetapi lebih dari dua bahkan tiga toke yang mengarah pada hubungan mutualisme. Dari berbagai interaksi dan pola hubungan sosial ekonomi yang telah dijelaskan diatas menjadi alasan dari peneliti untuk melihat dan meneliti bagaimana pola hubungan sosial ekonomi yang sesungguhnya terjadi pada petani kemenyan dan pengumpul (toke) di Desa Pandumaan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pola hubungan sosial ekonomi yang terjadi diantara petani kemenyan dan toke?
b. Mengapa pola hubungan sosial ekonomi diantara toke dan petani kemenyan tersebut bisa terjadi hingga sekarang?
(4)
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis dan mengintepretasikan pola hubungan sosial ekonomi yang terjadi antara petani kemenyan dengan toke di Desa Pandumaan
b. Untuk melihat dan menjelaskan faktor terbentuknya pola hubungan sosial ekonomi yang terjadi antara petani kemenyan dengan toke di Desa Pandumaan
1.4 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian mampu memberikan manfaat, baik itu untuk diri sendiri, orang lain, maupun ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitiaan ini diharapkan agar dapat menambah wawasan kajian illmiah dan referensi penelitian ilmiah selanjutnya khususnya bagi mahasiswa departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.
b. Untuk memberikan sumbangan pengetahuan mengenai sosiologi ekonomi dan sosiologi lingkungan terkait dengan pola hubungan sosial antara petani dengan toke.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Menjadi sumbangan pemikiran terhadap lembaga pertanian dan kehutanan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
(5)
b. Menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah daerah dan pusat dalam menetapkan kebijakan harga pasar dan mempercepat penerapan kebijakan tersebut agar kesejahteraan petani lebih meningkat.
c. Untuk memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang membutuhkannya terutama petani dan toke supaya memiliki organisasi atau kelompok tani yang bisa menjadi wadah penghubung untuk menghilangkan kesenjangan antara pengumpul (toke) dengan petani serta memajukan kesejahteraan diantara keduanya.
1.5 Definisi Konsep
Konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuksan penelitian. Konsep merupakan rangkaian pengertian logis yang dipakai untuk menentukan jalan pemikiran dalam penelitian untuk memperoleh permasalahan yang tepat. Dengan kata lain konsep adalah istilah-istilah yang mewakili atau menyatakan suatu pengertian tertentu.
Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah :
a. Pola hubungan sosial ekonomi adalah bentuk-bentuk hubungan sosial langsung yang terjadi antara satu individu dengan individu lainnya berkelanjutan dan mengarah pada aktivitas ekonomi. Dalam penelitian ini pola hubungan sosial ekonomi adalah suatu bentuk hubungan kerja sama yang terjalin diantara dua pihak atau lebih yang mengarah pada perdagangan kemenyan. Ada beberapa jenis pola hubungan sosial ekonomi yaitu patron-klien, eksploitasi dan mutualisme. 1) Patron klien dalam penelitian adalah suatu bentuk hubungan antar dua orang yang berbeda statusnya dimana patron (toke) memberikan jaminan perlindungan dan
(6)
klien (petani kemenyan) merasa bertanggung jawab untuk membalas perbuatan toke. 2) Eksploitasi dalam penelitian ini adalah tindakan toke yang secara tidak adil atau secara tidak wajar menarik keuntungan dari petani kemenyan. 3) Mutualisme dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang mengutamakan keuntungan masing-masing dan dinilai setimpal atas apa yang dikerjakan.
b. Toke kemenyan dalam penelitian adalah orang yang menjalankan perniagaan sebagai pembeli kemenyan dari petani dan sebagai agen pemasaran kemenyan secara tunai maupun hutang.
c. Petani kemenyan dalam penelitian ini adalah orang yang melakukan kegiatan budidaya pohon kemenyan (marhaminjon) di areal sekitar hutan adat.
d. Resiprositas yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kewajiban atau utang balas budi atas apa yang pernah diberikan sebelumnya oleh patron (toke) terhadap petani ketika mengalami musibah atau kesulitan keuangan dengan menunjukkan loyalitasnya kepada toke (patron).
e. Hutan adat dalam penelitian ini adalah hutan budidaya pepohonon dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan) yang ditanami tumbuhan kemenyan (hamijon) yang pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat hukum adat atau kelompok marga maupun pembuka desa.