BAKAR YANG MALAS.doc 32KB Jun 13 2011 06:28:23 AM
BAKAR YANG MALAS
Oleh A. Isra
Ketika suara adzan mengumandang di udara, bagi yang mendengar dianjurkan untuk
selekasnya bergegas pergi ke masjid dan mengambil air berwudzu untuk melakukan
shalat berjamaah. “Dirikanlah shalat…….capailah (kemenangan) kebahagiaan.”
Dua kata yang ada dalam suara adzan tersebut mengandung arti filosofi sangat
mendalam: sebuah komunitas jamaah yang berjuang mencapai tujuan kebahagiaan.
Selain itu. masih banyak arti lain yang memberi manfaat bagi umat manusia.
Seorang ustadz , ketika mengisi pengajian mengajak kita untuk menafsirkan dua kata
tersebut:
“Menafsirkan ajakan adzan untuk selekasnya mengambil langkah shalat adalah sebuah
ajakan yang mengajarkan kita kepada betapa mahalnya waktu yang harus dimanfaatkan.
Juga untuk mencapai faedah yang sebesar-besarnya bagi kemaslahatan. Kita dianjurkan
untuk dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya pula anjuran untuk melakukan shalat
berjamaah. Yang banyak mengandung arti berhubungan sesama dengan keberadaan
manusia: masjid dan kehidupan di sekelilingnya.
Manusia hidup dalam komunitas besar yang saling terikat dalam sebuah hubungan
sosial. Di situlah arti berjamaah di lingkungan umat, akan dapat mempererat tali
silaturahim di antara mereka. Dalam sebuah komunitas sosial, ketergantungan untuk
saling membantu, saling membutuhkan dan saling memberikan masukan dan informasi
akan membawa kepada ikatan persatuan, keadilan dan keterbukaan.
Sebuah masjid yang selalu menyuarakan adzan yang mengajak kepada kebaikan, bagi par
a komunitas umat yang ada di dalamnya tentunya harus tersadarkan untuk melihat dan
menyikapi keadaan di sekelilingnya. Jika di sekeliling dekatnya tampak sebuah keadaan
kehidupan masyarakat yang miskin, bodoh dan kumuh adalah kewajiban bagi insan yang
ada di dalam komunitas masjid yang terdiri dari berbagai elemen tingkat sosial
masyarakat untuk memperhatikan nasib mereka.
Sepantasnya komunitas tersebut menolong mereka. Bagi yang kaya, dapat memberikan
perhatian dengan mengulurkan dana segar. Sedang bagi yang mampu berifikir,
hendaknya dapat memberikan buah pikirannya untuk menolong memecahkan berbagai
persoalan yang sedang dihadapi oleh umat lain yang ada di sekelilingnya. Bagi yang
masih membutuhkan uluran tangan ekonomi, hendaknya dapat diangkat keadaan mereka
dengan memberikan pertolongan yang dapat mengangkat mereka kepada jenjang
kemandirian untuk mengentaskan kehidupan mereka dari kemiskinan.
Demikian pula bagi yang berpendidikan, hendaknya dapat mengangkat mereka dengan
memberikan pendidikan yang layak dengan santunan dan beasiswa yang akan
mengantarkan mereka menempuh pendidikan lebih tinggi sehingga dapat membantu
kualitas kehidupan.
Tetapi sebaliknya, jika keadaan masyarakat di sekeliling masjid tidak menghiraukan
panggilan adzan yang berkumandang untuk selekasnya memenuhi panggilan shalat
berjamaah dan dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka mereka sedang dalam
keadaan terancam mendapat campur tangan dari ahli masjid.
“Jika di masyarakat sekeliling masjid didapati sebuah kehidupan masyarakat (terutama
pemudanya) yang tidak menghiraukan lagi suara adzan, maka bakarlah mereka!” seru
sebuah Hadits Nabi.
Jika seruan tersebut diartikan secara harfiah artinya membakar habis rumah mereka.yang
akibatnya bisa lebih besar membakar sarana umum, sekolah , warung dan segalanya.
Tapi lihatlah tafsir yang ada di dalamnya secara benar, ujar sang ustadz.
Seruan Islam lewat Rasulullah, janganlah kemudian ditafsirkan untuk serta merta
memaksa masyarakat sekeliling masjid yang tidak menghirau adzan dengan lemparan api
panas, melainkan kita dianjurkan untuk “membakar” semangat mereka yang malas agar
melakukan hal-hal yang produktif. Juga membakar habis pikiran-pikiran mereka yang
jumud tidak mau berpikir keras mencari alternatif jalan hidup yang lebih baik di masa
depannya. Dan membakar habis karakter mereka yang suka mencari kesenangan sesaat
dengan hiburan duniawiyah.
Masjid adalah rumah Allah. Umat yang menghidupkan masjid tidak akan bisa lepas
tangan dengan keadaan lingkungannya. Adalah ironis jika ahli masjid setiap hari
menyerukan ajakan shalat berjamaah, tidak peduli dengan keadaan yang ada di sekeliling
lingkungannya.
Suburkan lingkungan seputar masjid sebagamana kita menyuburkan tanah ladang dengan
tumbuhan aneka sayuran dan hasil bumi lainnya. Yang hasilnya akan dapat mendukung
kehidupan kita yang lebih baik dan menjadi tabungan generasi kita untuk melanjutkan
pendidikan mengapai kemampuan masa depan yang lebih baik.***
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 17-02
Oleh A. Isra
Ketika suara adzan mengumandang di udara, bagi yang mendengar dianjurkan untuk
selekasnya bergegas pergi ke masjid dan mengambil air berwudzu untuk melakukan
shalat berjamaah. “Dirikanlah shalat…….capailah (kemenangan) kebahagiaan.”
Dua kata yang ada dalam suara adzan tersebut mengandung arti filosofi sangat
mendalam: sebuah komunitas jamaah yang berjuang mencapai tujuan kebahagiaan.
Selain itu. masih banyak arti lain yang memberi manfaat bagi umat manusia.
Seorang ustadz , ketika mengisi pengajian mengajak kita untuk menafsirkan dua kata
tersebut:
“Menafsirkan ajakan adzan untuk selekasnya mengambil langkah shalat adalah sebuah
ajakan yang mengajarkan kita kepada betapa mahalnya waktu yang harus dimanfaatkan.
Juga untuk mencapai faedah yang sebesar-besarnya bagi kemaslahatan. Kita dianjurkan
untuk dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya pula anjuran untuk melakukan shalat
berjamaah. Yang banyak mengandung arti berhubungan sesama dengan keberadaan
manusia: masjid dan kehidupan di sekelilingnya.
Manusia hidup dalam komunitas besar yang saling terikat dalam sebuah hubungan
sosial. Di situlah arti berjamaah di lingkungan umat, akan dapat mempererat tali
silaturahim di antara mereka. Dalam sebuah komunitas sosial, ketergantungan untuk
saling membantu, saling membutuhkan dan saling memberikan masukan dan informasi
akan membawa kepada ikatan persatuan, keadilan dan keterbukaan.
Sebuah masjid yang selalu menyuarakan adzan yang mengajak kepada kebaikan, bagi par
a komunitas umat yang ada di dalamnya tentunya harus tersadarkan untuk melihat dan
menyikapi keadaan di sekelilingnya. Jika di sekeliling dekatnya tampak sebuah keadaan
kehidupan masyarakat yang miskin, bodoh dan kumuh adalah kewajiban bagi insan yang
ada di dalam komunitas masjid yang terdiri dari berbagai elemen tingkat sosial
masyarakat untuk memperhatikan nasib mereka.
Sepantasnya komunitas tersebut menolong mereka. Bagi yang kaya, dapat memberikan
perhatian dengan mengulurkan dana segar. Sedang bagi yang mampu berifikir,
hendaknya dapat memberikan buah pikirannya untuk menolong memecahkan berbagai
persoalan yang sedang dihadapi oleh umat lain yang ada di sekelilingnya. Bagi yang
masih membutuhkan uluran tangan ekonomi, hendaknya dapat diangkat keadaan mereka
dengan memberikan pertolongan yang dapat mengangkat mereka kepada jenjang
kemandirian untuk mengentaskan kehidupan mereka dari kemiskinan.
Demikian pula bagi yang berpendidikan, hendaknya dapat mengangkat mereka dengan
memberikan pendidikan yang layak dengan santunan dan beasiswa yang akan
mengantarkan mereka menempuh pendidikan lebih tinggi sehingga dapat membantu
kualitas kehidupan.
Tetapi sebaliknya, jika keadaan masyarakat di sekeliling masjid tidak menghiraukan
panggilan adzan yang berkumandang untuk selekasnya memenuhi panggilan shalat
berjamaah dan dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka mereka sedang dalam
keadaan terancam mendapat campur tangan dari ahli masjid.
“Jika di masyarakat sekeliling masjid didapati sebuah kehidupan masyarakat (terutama
pemudanya) yang tidak menghiraukan lagi suara adzan, maka bakarlah mereka!” seru
sebuah Hadits Nabi.
Jika seruan tersebut diartikan secara harfiah artinya membakar habis rumah mereka.yang
akibatnya bisa lebih besar membakar sarana umum, sekolah , warung dan segalanya.
Tapi lihatlah tafsir yang ada di dalamnya secara benar, ujar sang ustadz.
Seruan Islam lewat Rasulullah, janganlah kemudian ditafsirkan untuk serta merta
memaksa masyarakat sekeliling masjid yang tidak menghirau adzan dengan lemparan api
panas, melainkan kita dianjurkan untuk “membakar” semangat mereka yang malas agar
melakukan hal-hal yang produktif. Juga membakar habis pikiran-pikiran mereka yang
jumud tidak mau berpikir keras mencari alternatif jalan hidup yang lebih baik di masa
depannya. Dan membakar habis karakter mereka yang suka mencari kesenangan sesaat
dengan hiburan duniawiyah.
Masjid adalah rumah Allah. Umat yang menghidupkan masjid tidak akan bisa lepas
tangan dengan keadaan lingkungannya. Adalah ironis jika ahli masjid setiap hari
menyerukan ajakan shalat berjamaah, tidak peduli dengan keadaan yang ada di sekeliling
lingkungannya.
Suburkan lingkungan seputar masjid sebagamana kita menyuburkan tanah ladang dengan
tumbuhan aneka sayuran dan hasil bumi lainnya. Yang hasilnya akan dapat mendukung
kehidupan kita yang lebih baik dan menjadi tabungan generasi kita untuk melanjutkan
pendidikan mengapai kemampuan masa depan yang lebih baik.***
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 17-02