Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sekolah Kepandaian Putri di Salatiga Tahun 1953-1962 T1 152009006 BAB IV

(1)

23 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Letak Geografis Salatiga

Kehidupan penduduk di suatu tempat tidak lepas dari lingkungan alam maupun lungkungan sosial. Dalam hal ini senantiasa terjadi interaksi antara kehidupan manusia dengan lingkungan alamnya. Secara geomorfologis, Salatiga terletak di daerah pedalaman Jawa Tengah, berada di kaki Gunung Merbabu dan gunung-gunung kecil lainnya. Di sebelah Selatan terdapat Gunung Merbabu yang kakinya langsung berpadu dengan Pegunungan Telomoyo dan Pegunungan Gajah Mungkur. Perpaduan dua kaki gunung tersebut membentuk batas Barat Daya Salatiga. Di sebelah Utara terdapat Pegunungan Payung dan Rong, sedangkan di sebelah Barat Laut berbatasan dengan Rawa Pening. Hal inilah yang menyebabkan Salatiga terletak pada dataran yang nampak miring ke arah Barat, sehingga dapat dikatakan Salatiga merupakan dataran dan sekaligus lereng dari gunung dan pegunungan yang mengelilingi Salatiga (Pemerintah Daerah Kotamadia Daerah Tingkat II Salatiga, 1995: 13-14).

Kotamadia Salatiga dibatasi oleh desa-desa di wilayah kecamatan yang termasuk Kabupaten Dati II Semarang sebagai berikut:

a. Sebelah Utara: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.

b. Sebelah Selatan: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.


(2)

24

c. Sebelah Timur: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.

d. Sebelah Barat: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan dan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang.

Secara geografis, wilayah Salatiga juga berada pada daerah pengaruh vulkanisme gunung Merapi dan Merbabu. Kegiatan vulkanik gunung Merbabu dan erupsi gunung Merapi itu berpengaruh terhadap daerah sekitarnya. Sebaran abu dari kedua gunung ini bagaikan pemupukan tanah di wilayah sekitar gunung tersebut. Ditambah dengan faktor curah hujan yang cukup, akan menyebabkan semakin tingginya tingkat kesuburan tanah. Dengan demikian, maka jelas bahwa daerah Salatiga dan sekitarnya sudah sejak jaman dahulu merupakan daerah yang tanahnya subur (Pemerintah Daerah Kotamadia Daerah Tingkat II Salatiga, 1995: 17).

B. Pendidikan Pada Awal Kemerdekaan

Revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia mengakibatkan pendidikan mengalami keadaan yang cukup parah, baik sarana maupun prasarananya, termasuk antara lain gedung-gedung sekolah, alat-alat pelajaran, dan guru-guru. Sebagian gedung-gedung sekolah dimusnahkan oleh badan perjuangan dan diantaranya dipakai untuk kantor umum atau diduduki tentara. Alat-alat pelajarannya pun juga banyak yang hilang atau rusak, sedangkan guru banyak yang meninggalkan lapangan pendidikan dan lebih memilih masuk ke dinas ketentaraan.


(3)

25

Untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik, maka pemerintah mulai mengatur pendidikan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu sebagai berikut:

1. Alinea IV, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

“Kemudian, daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan Suatu Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”

2. Undang-Undang Dasar 1945 bab XIX pasal 31 yang berbunyi: 1. “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.” 2. “Pemerintahan mengusahakan dan menyelenggarakan suatu

sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-Undang.” (Muhammad Rifa’i, 2011: 134).

Tata sekolah sesudah kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan satu jenis sekolah untuk tiap tingkatan seperti pada jaman Jepang tetap diteruskan, sedangkan rencana pelajarannya pada umumnya masih sama dan bahasa Indonesia mulai ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk seluruh sekolah. Menurut Muhammad Rifa’i (2011: 135-140) sekolah-sekolah tersebut diantaranya terbagi menjadi 4 golongan, yaitu:


(4)

26 1. Pendidikan Rendah

Pendidikan rendah adalah sekolah dasar yang sejak awal kemerdekaan disebut sebagai Sekolah Rakyat. Lama pendidikannya yang semula 3 tahun menjadi 6 tahun. Pelajaran yang diberikan lebih ditekankan pada pelajaran bahasa dan berhitung.

2. Pendidikan Guru

Salah satu pendidikan guru ini, ialah Sekolah Guru B (SGB) dengan lama pendidikan selama 4 tahun. Murid yang diterima adalah tamatan Sekolah Rakyat yang lulus ujian masuk sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan yang bersifat umum untuk kelas I, II, III, sedangkan pendidikan keguruan diberikan di kelas IV.

3. Pendidikan Umum

Pendidikan umum ini salah satunya ialah Sekolah Menengah Pertama (SMP).

4. Pendidikan Kejuruan

Pendidikan kejuruan ini salah satunya ialah pendidikan kewanitaan. Pada tahun 1947, pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri (SKP).

Dengan adanya sekolah-sekolah tersebut, pemerintah Indonesia memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap anak dari berbagai golongan masyarakat. Persyaratan yang diperlukan hanyalah


(5)

27

prestasi belajar anak yang bersangkutan. Jadi, bila prestasi belajarnya baik, kesempatan belajar terbuka luas baginya. Bagi anak yang kurang mampu, tetapi prestasi belajarnya baik, pemerintah mengusahakan pemberian beasiswa walaupun dalam jumlah yang terbatas.

C. Sekolah Kepandaian Putri (SKP) di Salatiga

Dengan adanya Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang no. 4 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran, maka terbukalah kesempatan bagi wanita untuk masuk ke dalam “fair competition” dengan kaum pria dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu pemerintah mulai memikirkan dan merencanakan pendidikan bagi wanita dengan memperhatikan adanya 3 masa, yaitu:

1. masa kewajiban belajar 2. masa sampai usia 15 tahun 3. masa sesudah 15 tahun.

Dalam masa kewajiban belajar menurut Undang-Undang no. 4 tahun 1950 atau Undang-Undang no.12 tahun 1954 pemerintah harus mengusahakan pendidikan yang dapat memberikan pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan, sehingga melalui kewajiban belajar tersebut seorang wanita sudah memiliki kesanggupan untuk ikut berperan sebagai warga negara dan sebagai anggota masyarakat.

Dalam masa sampai 15 tahun dasar-dasar yang telah diperoleh dalam masa kewajiban belajar perlu dikembangkan untuk dijadikan bekal dalam hidupnya kelak, serta bekal dan bakat-bakat yang telah dimiliki


(6)

28

pemerintah memberikan kesempatan kepada wanita untuk terus dapat mengembangkannya sampai tingkat yang lebih tinggi.

Dalam masa sesudah 15 tahun pemerintah memberikan kesempatan kepada wanita bersama-sama dengan kaum pria untuk memikul tanggung jawab dan mewujudkan terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat maupun bangsa. Selain itu sesudah menyelesaikan kewajiban belajar seorang wanita setidaknya mempunyai bekal untuk menghadapi peran dalam keluarga.

Usaha-usaha pendidikan bagi wanita yang dilakukan pemerintah, yaitu menyelenggarakan pendidikan kejuruan dan keahlian. Pendidikan kejuruan dan keahlian yang diselenggarakan oleh pemerintah bagi wanita ini ialah Sekolah Kepandaian Putri.

Sekolah Kepandaian Putri (SKP) adalah sekolah menengah pertama yang bersifat kejuruan untuk melengkapi pengetahuannya maupun untuk suatu latihan yang bermanfaat bagi hidupnya dalam masyarakat nanti. Berdasarkan wawancara dengan Sri Mahmudah pada 19 Maret 2013, menjelaskan bahwa dalam Sekolah Kepandaian Putri (SKP) terdapat 2 kejuruan, yaitu kejuruan A (memasak) dan kejuruan B (menjahit). Tujuan dari Sekolah Kepandaian Putri (SKP) itu sendiri adalah untuk keterampilan atau sebagai bekal jika nanti hidup dalam rumah tangga dan tidak harus melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.

Sekolah Kepandaian Putri (SKP) hanya ada satu di Salatiga dan sekolah ini bersifat negeri. Tidak ada tes khusus pada saat penerimaan


(7)

29

siswa baru di Sekolah Kepandaian Putri, hanya menggunakan tanda lulus Sekolah Rakyat (lihat lampiran 1, hal. 50). Selain itu, pada saat penerimaan siswa baru karena terbentur pada tidak adanya kursi dan meja untuk belajar di sekolah, maka diadakan pemungutan sumbangan kepada para orangtua calon siswa guna membayar kursi dan meja yang akan digunakan oleh calon-calon siswa. Pada bagian belakang kursi terdapat tulisan POMG, yaitu singkatan dari Persatuan Orangtua Murid dan Guru (wawancara dengan Muchayatun pada 10 Mei 2013). Dengan banyaknya kebutuhan-kebutuhan untuk memajukan pendidikan, sumbangan-sumbangan yang diharapkan dari orangtua semakin bertambah, dan terkadang semakin memberatkan beban orangtua lebih-lebih jika keadaan ekonomi orangtuanya tidak selalu ada.

Selama mengikuti pendidikan di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) para siswa juga dibebani biaya pendidikan, yaitu uang sekolah selama satu tahun Rp 2,00,00 dan uang alat Rp 1,00,00. Biaya pendidikan ini mengalami peningkatan setiap tahunnya (lihat lampiran 3, hal. 52). Selama menempuh pendidikan di Sekolah Kepandaian Putri (SKP), siswa yang mempunyai prestasi baik maupun siswa yang kurang mampu tidak diberikan subsidi beasiswa dari pemerintah maupun sekolah (wawancara dengan Murtiani tanggal 1 Mei 2013).

Jumlah murid di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) pada awal penerimaan siswa baru cukup banyak, namun setelah siswa-siswa mulai mengikuti pendidikan di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) ini jumlah siswa


(8)

30

mulai berkurang. Hal ini dikarenakan ikut orang tua atau keluarga di luar kota sehingga harus pindah sekolah ke luar kota, tidak naik kelas sehingga memutuskan tidak bersekolah saja, faktor dari orang tua yang tidak mampu membiayai sekolah, dan bahkan ada yang tidak mempunyai kemauan untuk mengikuti pelajaran.

Tabel 1: Jumlah siswa Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Salatiga

Tahun Jumlah Siswa

1953-1957 29

1954-1958 33

1955-1959 20

1956-1960 35

1957-1961 14

Total 131

(Sumber: Arsip Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Salatiga)

Sarana prasarana yang ada di sekolah tidak terlalu banyak dan bentuk bangunannya pun masih sangat sederhana.

Tabel 2: Sarana dan Prasarana Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Salatiga Tahun 1960

No. Jenis Ruang Jumlah

1. Ruang belajar/kelas 9

2. Ruang perpustakaan 1

3. Ruang UKS 2

4. Ruang praktek 4

5. Ruang kepala sekolah 1

6. Ruang administrasi 2

7. Ruang guru 2

8. Gudang 3

9. Kamar mandi murid 2

10. Kamar mandi guru 3

(Sumber: Wawancara dengan Murtiani pada 10 April 2013)

Sekolah Kepandaian Putri (SKP) di Salatiga ini hanya sampai pada tahun 1962, karena adanya program dari pemerintah yang merasa bahwa


(9)

31

Sekolah Kepandaian Putri (SKP) sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan kewanitaan dan Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama (SKKP) lah yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut (lihat lampiran 4, hal. 53). Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama (SKKP) ini hampir sama dengan Sekolah Kepandaian Putri (SKP), hanya saja lama pendidikannya 3 tahun dan pada sekolah ini mulai menerima siswa laki-laki.

D. Sistem Pendidikan Sekolah Kepandaian Putri 1. Landasan Pendidikan

Dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1950 bab II pasal 3, disebutkan bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air (Zahara Idris, 1984: 32). Hal ini berarti bahwa setiap sekolah pada waktu itu harus dapat menanamkan dan mengembangkan sifat-sifat nasionalsme dan demokratis pada anak didiknya. Jadi bukan hanya keterampilan saja yang mereka dapat tetapi juga harus mempunyai kepedulian terhadap bangsa Indonesia.

Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, sistem sekolah hanya didasarkan pada sistem golongan, baik berdasarkan golongan bangsa maupun status sosial. Namun setelah Proklamasi Kemerdekaan, sistem sekolah di Indonesia mulai memberikan


(10)

32

kesempatan belajar kepada semua lapisan masyarakat tanpa, baik pria atau wanita, tanpa terkecuali. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 bab XIII pasal 3 ayat (1) yang berbunyi “Tiap -tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.

Dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran tahun 1950 bab XI pasal 17 juga disebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah, jika memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu” (Muhammad Rifa’i, 2011: 143).

2. Kurikulum Sekolah Kepandaian Putri 2.1Mata Pelajaran

Pendidikan di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) ditempuh selama 4 tahun. Pelajaran selama 4 tahun tersebut pada dasarnya sama dengan pelajaran yang diajarkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang membedakan ialah adanya mata pelajaran khusus kejuruan. Pada kelas I dan II diberikan pelajaran-pelajaran umum dan pada kelas III dan IV siswa sudah diberikan pelajaran-pelajaran khusus sesuai dengan kejuruan yang diambil. Mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) meliputi (lihat lampiran 5, hal. 54):


(11)

33

a. Memasak

Mata pelajaran ini lebih bersifat praktikum, dimana para siswa diminta untuk mempraktekan resep-resep makanan yang telah didapatkan di pelajaran pengetahuan resep.

b. Ilmu makanan (gizi)

Ilmu makanan (gizi) ini memberikan pengetahuan tentang pola makan 4 sehat 5 sempurna dan Pengetahuan Bahan Makanan (PBM). Menurut Murtiani pengetahuan tentang pola makan 4 sehat 5 sempurna ini masih sangat sederhana tidak seperti pola makan 4 sehat 5 sempurna sekarang ini. Dan pada pengetahuan bahan makanan siswa diajarkan pula cara memilih sayuran atau ikan mana yang layak untuk dikonsumsi, mana yang tidak layak.

c. Pemeliharaan rumah tangga

Dalam mata pelajaran pemeliharaan rumah tangga diberikan pengetahuan tentang cara membersihkan peralatan dari kuningan, membersihkan sepatu, dan membedakan macam-macam bentuk dan kegunaan peralatan rumah tangga (lihat lampiran 6, hal. 55).

d. Mencuci/menyetrika

Mata pelajaran mencuci ini memberikan pengetahuan tentang menghilangkan noda di baju


(12)

34

menggunakan obat apa. Pelajaran antara mencuci dan menyetrika dilakukan secara bergantian, misalnya jika minggu pertama sudah mencuci maka minggu berikutnya menyetrika (wawancara dengan Murtiani 10 April 2013). e. Pengetahuan tata barang-barang

Pengetahuan tata barang-barang diberikan pengetahuan tentang bagaimana mengatur ruang, misalnya menata ruang untuk acara syukuran, arisan, atau rapat, bagaimana menata meja, misalnya meja untuk sarapan, makan siang, makan malam secara formal, atau menata meja untuk menu masakan Indonesia dan menu masakan internasional, dan diajarkan pula bagaimana cara merangkai bunga yang baik (lihat lampiran 7 dan 8, hal. 56).

f. Pengetahuan resep

Dalam pelajaran ini diberikan pengetahuan berbagai macam resep-resep masakan dari resep masakan Indonesia sampai resep masakan internasional. Menurut Sulasmi resep-resep masakan Indonesia seperti soto kudus, opor ayam, sambal udang, atau tumis bayam. Sedangkan resep masakan internasional seperti beef steak, salad, atau sup asparagus.


(13)

35

g. Menjahit pakaian dalam/luar

Mata pelajaran ini memberikan pengetahuan mengenai macam-macam peralatan yang digunakan untuk menjahit, membedakan fungsi masing-masing peralatan, cara menjahit pakaian, dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk menjahit (wawancara dengan Sri Mahmudah 2 Maret 2013).

h. Menggambar pola

Mata pelajaran ini lebih bersifat praktikum, dimana sebelum menjahit diukur terlebih dahulu kemudian baru digambar polanya. Menggambar pola ada bermacam-macam, misalnya pola untuk celana panjang, pola untuk pakaian anak-anak, pola untuk blouse, dan pola untuk kemeja (lihat gambar 1, hal. 62).

i. Menghias/teknik membuat kain

Menurut Muchayatun, mata pelajaran menghias yang dimaksudkan di sini ialah setelah menjahit pakaian, pakaian tersebut bisa diaplikasikan dengan motif-motif yang dapat menambah keindahan dalam pakaian tersebut. Sedangkan dalam pelajaran teknik membuat kain yang diajarkan adalah merajut dengan menggunakan hakpen (lihat gambar 2, hal. 62).


(14)

36 j. Menisik/menambal

Dalam mata pelajaran ini diberikan pengetahuan mengenai cara-cara memperbaiki pakaian, misalnya pakaian yang sobek perlu ditambal atau ditisik. Dahulu kepala sekolah Sekolah Kepandaian Putri (SKP) adalah pengurus gereja, karena di gereja sering mendapat bantuan pakaian-pakaian bekas ketika pelajaran menisik/menambal siswa-siswa jurusan menjahit diminta untuk memperbaiki pakaian-pakaian tersebut (wawancara dengan Muchayatun pada 6 Mei 2013).

k. Pekerjaan tangan

Mata pelajaran pekerjaan tangan yang diberikan ialah bagaimana membuat anyaman, membuat bunga-bunga yang bisa digunakan untuk hiasan, melipat serbet, dan cara mengecat atau memplitur kayu yang nantinya dapat digunakan sebagai vas (lihat lampiran 9 dan gambar 6, hal. 57 dan hal. 63).

l. Tekstil

Mata pelajaran tekstil memberikan pengetahuan mengenai cara membuat kain.


(15)

37 m. Bahasa Indonesia

Mata pejalaran bahasa Indonesia memberikan pengetahuan tentang sastra, tata bahasa, dan mengarang cerita.

n. Bahasa Inggris

Mata pelajaran bahasa Inggris memberikan pengetahuan tentang struktur bahasa, percakapan, dan membuat kalimat.

o. Ilmu jiwa/pendidikan

Ilmu jiwa/pendidikan memberikan pengetahuan tentang sopan-santun, hormat dan patuh terhadap orang tua. Menurut Nur Singgih dalam perkembangannya, ilmu jiwa/pendidikan ini lebih dikenal sebagai mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

p. Ilmu kesehatan

Dalam mata pelajaran ini diberikan pengetahuan tentang kesehatan rumah dan keluarga, tentang macam-macam penyakit, bagaimana cara pencegahannya, gejala, dan cara pengobatannya.

q. Ilmu alam

Materi pelajaran ilmu alam ini memberikan pengetahuan tentang gaya, rotasi, dan revolusi. Sekarang ini


(16)

38

ilmu alam lebih dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

r. Ilmu hayat

Ilmu hayat memberikan pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.

s. Ilmu bumi

Mata pelajaran ilmu bumi memberikan pengetahuan tentang kejadian-kejadian alam.

t. Ilmu kemasyarakatan

Menurut Muchayatun, mata pelajaran ini lebih dikenal dengan pelajaran Ilmu Kesejahteraan Keluarga. Mata pelajaran ini memberikan pengetahuan mengenai bagaimana membagi waktu di rumah, mengatur dan merencanakan keuangan, bagaiaman berkoperasi, dan bagaimana cara menyambut tamu.

u. Sejarah

Mata pelajaran ini memberikan pengetahuan seputar sejarah Indonesia, misalnya tentang tokoh-tokoh besar dalam sejarah Indonesia.

v. Menggambar

Dalam mata pelajaran ini siswa diajarkan untuk menggambar reklame, perspektif, dan cara mengarsir. Menurut Nur Singgih, jika jurusan memasak diajarkan cara


(17)

39

menggambar peralatan memasak dan untuk jurusan menjahit diajarkan menggambar desain-desain baju.

w. Administrasi

Mata pelajaran administrasi ini memberikan pengetahuan berhitung karena dahulu belum mengenal pelajaran Matematika (wawancara dengan Sri Mahmudah 2 Maret 2013).

x. Seni suara

Pada mata pelajaran seni suara ini diberikan pengetahuan tentang lagu-lagu wajib atau perjuangan dan lagu-lagu daerah.

y. Pendidikan jasmani

Pendidikan jasmani memberikan pengetahuan tentang berbagai macam olahraga, seperti senam irama, irama, rondes (sejenis kasti tetapi alat pemukulnya lebih panjang), dan holahop.

z. Agama

Ada 2 agama yang diajarkan, yaitu agama Kristen dan Islam. Jika pada saat pelajaran agama, siswa-siswa yang beragama Kristen pergi ke gereja karena pada saat itu belum ada guru khusus agama Kristen. Sedangkan agama Islam tetap di sekolah dan diajarkan tentang 5 rukun Islam,


(18)

40

zakat, haji, dan etika dalam beragama (wawancara dengan Muchayatun 6 Mei 2013).

2.2Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajar dimulai pada pukul 07.00-13.00. Selama pelajaran berlangsung para siswa selalu menaati peraturan yang berlaku di sekolah dan selalu menghormati guru. Bahasa pengantar yang digunakan dalam memberikan pelajaran ialah bahasa Indonesia tetapi terkadang guru juga menggunakan bahasa Jawa (wawancara dengan Mahmudah 2 April 2013). Menurut Muchayatun, pengetahuan yang didapat hanya dari tatap muka dengan guru selama kegiatan belajar mengajar di sekolah. Seringkali sebelum masuk ke dalam kelas, siswa diberi pertanyaan terlebih dahulu maka akan ketahuan jika tidak belajar di rumah.

Ada satu kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran, yaitu kegiatan pramuka. Kegiatan pramuka ini dilakukan setiap hari Jumat setelah pulang sekolah. Menurut Nur Singgih pengetahuan yang diberikan selama kegiatan pramuka hampir sama dengan kegiatan-kegiatan pramuka sekarang ini, misalnya pelantikan-pelantikan atau kemah.

Dalam satu tahun pelajaran di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) terbagi atas 3 periode (kwartalan), sehingga setiap 4 bulan sekali diadakan tes dan penerimaan rapor. Jika siswa mendapat


(19)

41

nilai kurang pada waktu penerimaan rapor, maka siswa yang bersangkutan harus tinggal kelas.

Pada akhir masa pendidikan, diadakan ujian penghabisan masing-masing kejuruan bagi siswa yang duduk di bangku kelas IV. Mata pelajaran yang diujikan dalam ujian penghabisan untuk kejuruan memasak ialah memasak, ilmu makanan, pengetahuan resep, pengetahuan tata barang, bahasa Indonesia, memegang buku keuangan dan surat-menyurat (administrasi), serta menggambar cipta. Sedangkan dalam kejuruan menjahit mata pelajaran yang diujikan ialah menjahit pakaian luar dan dalam, menghias kain, bahasa Indonesia, pengetahuan tekstil, memegang buku keuangan dan surat menyurat (administrasi), serta menggambar cipta. Setelah lulus dari Sekolah Kepandaian Putri (SKP) diharapkan siswa mempunyai keterampilan dan dapat membuka usaha sendiri tetapi terkadang niat dan modal usaha yang masih kurang (wawancara dengan Murtiani tanggal 10 April). Namun kebanyakan siswa yang sudah lulus kemudian menikah.

3. Peserta Didik

Mayoritas siswa Sekolah Kepandaian Putri (SKP) berasal dari desa sehingga mereka harus melanjutkan pendidikan ke kota. Siswa-siswa ini berasal dari berbagai desa, misalnya dari Ampel, Tengaran, Tuntang, Bringin, Susukan, Suruh, Getasan, Tegalwaton. Ada pula yang berasal dari luar kota, misalnya dari Boyolali,


(20)

42

Ngablak, Muntilan, Pati, dan Blora. Siswa yang masuk ke Sekolah Kepandaian Putri (SKP) ini rata-rata dari keluarga yang kurang mampu, seperti anak petani atau pedagang. Ada pula anak-anak dari pegawai pemerintah, misalnya lurah atau camat (wawancara dengan Muchayatun 10 Mei 2103).

Para siswa merasa senang bisa masuk di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) karena melalui sekolah ini siswa mendapatkan keterampilan-keterampilan memasak, menjahit, dan mengatur rumah tangga yang setelah lulus dapat digunakan sebagai bekal dalam berwirausaha, bekerja atau sebagai bekal jika menikah nanti. Menurut Sulasmi, selain mendapatkan banyak keterampilan selama di Sekolah Kepandaian Putri, siswa juga senang karena mempunyai banyak teman di sekolah tidak hanya terkungkung di dalam rumah dan membantu pekerjaan orang tua.

Dengan merasa senang di sekolah siswa-siswa selalu disiplin, darimanapun rumahnya tidak pernah terlambat masuk sekolah, bersikap sopan dan selalu menghormati guru. Rasa senang juga mendorong siswa selalu merasa ingin tahu dengan pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh guru.

Melalui pendidikan yang telah diperoleh selama di Sekolah Kepandaian Putri (SKP), para siswa yang sudah lulus dari kejuruan memasak dapat mewariskan ilmu yang telah diperoleh dengan menjual berbagai macam makanan di rumah maupun dititipkan di


(21)

43

warung-warung. Sedangkan siswa yang telah lulus dari kejuruan menjahit mewariskan ilmu yang diperoleh dengan membuka jasa menjahit di rumah.

4. Pengajar

Guru-guru yang mengajar di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) terdiri dari guru-guru putri, namun terdapat satu guru laki-laki yang mengampu mata pelajaran menggambar, seni suara, dan bahasa Inggris. Para guru ini pada umumnya memperoleh pendapatan yang tidak mencukupi, sehingga pikirannya seringkali bercabang, banyak hal yang mengganggunya, misalnya bagaimana harus bisa menambah penghasilannya atau dimana lagi dapat memberikan pelajaran untuk sekedar memperoleh tambahan biaya hidup dan sebagainya.

Guru-guru ini sebelumnya telah menempuh pendidikan di Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP). Menurut Murtiani, dahulu di Salatiga belum ada Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) jadi untuk dapat menempuh pendidikan ini harus merantau ke luar kota Salatiga, misalnya ke Solo atau Jogja. Di Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) terdapat berbagai macam kejuruan tidak hanya kejuruan memasak atau menjahit saja, tetapi ada berbagai macam kejuruan, misalnya kejuruan memimpin rumah tangga, kejuruan kerajinan indah, kejuruan mengasuh anak-anak, dan kejuruan kerajinan tangan. Dalam kejuruan memasak mata


(22)

44

pelajaran yang diajarkan pada Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) hampir sama dengan mata pelajaran yang ada di kejuruan memasak Sekolah Kepandaian Putri (SKP), hanya saja masing-masing mata pelajaran lebih diperdalam (lihat lampiran 12, hal. 60).


(1)

39

menggambar peralatan memasak dan untuk jurusan menjahit diajarkan menggambar desain-desain baju.

w. Administrasi

Mata pelajaran administrasi ini memberikan pengetahuan berhitung karena dahulu belum mengenal pelajaran Matematika (wawancara dengan Sri Mahmudah 2 Maret 2013).

x. Seni suara

Pada mata pelajaran seni suara ini diberikan pengetahuan tentang lagu-lagu wajib atau perjuangan dan lagu-lagu daerah.

y. Pendidikan jasmani

Pendidikan jasmani memberikan pengetahuan tentang berbagai macam olahraga, seperti senam irama, irama, rondes (sejenis kasti tetapi alat pemukulnya lebih panjang), dan holahop.

z. Agama

Ada 2 agama yang diajarkan, yaitu agama Kristen dan Islam. Jika pada saat pelajaran agama, siswa-siswa yang beragama Kristen pergi ke gereja karena pada saat itu belum ada guru khusus agama Kristen. Sedangkan agama Islam tetap di sekolah dan diajarkan tentang 5 rukun Islam,


(2)

40

zakat, haji, dan etika dalam beragama (wawancara dengan Muchayatun 6 Mei 2013).

2.2Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajar dimulai pada pukul 07.00-13.00. Selama pelajaran berlangsung para siswa selalu menaati peraturan yang berlaku di sekolah dan selalu menghormati guru. Bahasa pengantar yang digunakan dalam memberikan pelajaran ialah bahasa Indonesia tetapi terkadang guru juga menggunakan bahasa Jawa (wawancara dengan Mahmudah 2 April 2013). Menurut Muchayatun, pengetahuan yang didapat hanya dari tatap muka dengan guru selama kegiatan belajar mengajar di sekolah. Seringkali sebelum masuk ke dalam kelas, siswa diberi pertanyaan terlebih dahulu maka akan ketahuan jika tidak belajar di rumah.

Ada satu kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran, yaitu kegiatan pramuka. Kegiatan pramuka ini dilakukan setiap hari Jumat setelah pulang sekolah. Menurut Nur Singgih pengetahuan yang diberikan selama kegiatan pramuka hampir sama dengan kegiatan-kegiatan pramuka sekarang ini, misalnya pelantikan-pelantikan atau kemah.

Dalam satu tahun pelajaran di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) terbagi atas 3 periode (kwartalan), sehingga setiap 4 bulan sekali diadakan tes dan penerimaan rapor. Jika siswa mendapat


(3)

41

nilai kurang pada waktu penerimaan rapor, maka siswa yang bersangkutan harus tinggal kelas.

Pada akhir masa pendidikan, diadakan ujian penghabisan masing-masing kejuruan bagi siswa yang duduk di bangku kelas IV. Mata pelajaran yang diujikan dalam ujian penghabisan untuk kejuruan memasak ialah memasak, ilmu makanan, pengetahuan resep, pengetahuan tata barang, bahasa Indonesia, memegang buku keuangan dan surat-menyurat (administrasi), serta menggambar cipta. Sedangkan dalam kejuruan menjahit mata pelajaran yang diujikan ialah menjahit pakaian luar dan dalam, menghias kain, bahasa Indonesia, pengetahuan tekstil, memegang buku keuangan dan surat menyurat (administrasi), serta menggambar cipta. Setelah lulus dari Sekolah Kepandaian Putri (SKP) diharapkan siswa mempunyai keterampilan dan dapat membuka usaha sendiri tetapi terkadang niat dan modal usaha yang masih kurang (wawancara dengan Murtiani tanggal 10 April). Namun kebanyakan siswa yang sudah lulus kemudian menikah.

3. Peserta Didik

Mayoritas siswa Sekolah Kepandaian Putri (SKP) berasal dari desa sehingga mereka harus melanjutkan pendidikan ke kota. Siswa-siswa ini berasal dari berbagai desa, misalnya dari Ampel, Tengaran, Tuntang, Bringin, Susukan, Suruh, Getasan, Tegalwaton. Ada pula yang berasal dari luar kota, misalnya dari Boyolali,


(4)

42

Ngablak, Muntilan, Pati, dan Blora. Siswa yang masuk ke Sekolah Kepandaian Putri (SKP) ini rata-rata dari keluarga yang kurang mampu, seperti anak petani atau pedagang. Ada pula anak-anak dari pegawai pemerintah, misalnya lurah atau camat (wawancara dengan Muchayatun 10 Mei 2103).

Para siswa merasa senang bisa masuk di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) karena melalui sekolah ini siswa mendapatkan keterampilan-keterampilan memasak, menjahit, dan mengatur rumah tangga yang setelah lulus dapat digunakan sebagai bekal dalam berwirausaha, bekerja atau sebagai bekal jika menikah nanti. Menurut Sulasmi, selain mendapatkan banyak keterampilan selama di Sekolah Kepandaian Putri, siswa juga senang karena mempunyai banyak teman di sekolah tidak hanya terkungkung di dalam rumah dan membantu pekerjaan orang tua.

Dengan merasa senang di sekolah siswa-siswa selalu disiplin, darimanapun rumahnya tidak pernah terlambat masuk sekolah, bersikap sopan dan selalu menghormati guru. Rasa senang juga mendorong siswa selalu merasa ingin tahu dengan pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh guru.

Melalui pendidikan yang telah diperoleh selama di Sekolah Kepandaian Putri (SKP), para siswa yang sudah lulus dari kejuruan memasak dapat mewariskan ilmu yang telah diperoleh dengan menjual berbagai macam makanan di rumah maupun dititipkan di


(5)

43

warung-warung. Sedangkan siswa yang telah lulus dari kejuruan menjahit mewariskan ilmu yang diperoleh dengan membuka jasa menjahit di rumah.

4. Pengajar

Guru-guru yang mengajar di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) terdiri dari guru-guru putri, namun terdapat satu guru laki-laki yang mengampu mata pelajaran menggambar, seni suara, dan bahasa Inggris. Para guru ini pada umumnya memperoleh pendapatan yang tidak mencukupi, sehingga pikirannya seringkali bercabang, banyak hal yang mengganggunya, misalnya bagaimana harus bisa menambah penghasilannya atau dimana lagi dapat memberikan pelajaran untuk sekedar memperoleh tambahan biaya hidup dan sebagainya.

Guru-guru ini sebelumnya telah menempuh pendidikan di Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP). Menurut Murtiani, dahulu di Salatiga belum ada Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) jadi untuk dapat menempuh pendidikan ini harus merantau ke luar kota Salatiga, misalnya ke Solo atau Jogja. Di Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) terdapat berbagai macam kejuruan tidak hanya kejuruan memasak atau menjahit saja, tetapi ada berbagai macam kejuruan, misalnya kejuruan memimpin rumah tangga, kejuruan kerajinan indah, kejuruan mengasuh anak-anak, dan kejuruan kerajinan tangan. Dalam kejuruan memasak mata


(6)

44

pelajaran yang diajarkan pada Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) hampir sama dengan mata pelajaran yang ada di kejuruan memasak Sekolah Kepandaian Putri (SKP), hanya saja masing-masing mata pelajaran lebih diperdalam (lihat lampiran 12, hal. 60).