Tinjauan hukum Islam terhadap putusan pengadilan Agama Surabaya no. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan pengingkaran anak.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA SURABAYA NO.
0792/Pdt.G/2014/PA.Sby TENTANG PENOLAKAN
PENGINGKARAN ANAK
SKRIPSI
Oleh:
Husin Rifa’i
NIM. C01213039

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Islam
Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal As-Syahsiyah)
Surabaya
2017

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang dilaksanakan di
Pengadilan Agama Surabaya yang berjudul “Tinjauan hukum islam terhadap
putusan pengadilan agama surabaya no. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang

penolakan pengingkaran anak”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
pertanyaan tentang tinjauan hukum islam terhadap putusan pengadilan agama
surabaya tentang penolakan pengingkaran anak.
Data penelitian ini didapatkan dariputusan Pengadilan Agama Surabaya
no. 0792/Pdt.G/PA.Sby dan wawancara kepada seorang yang mengetahui dan
memiliki informasi pokok, yaitu hakim yang menyidangkan perkara dan panitera
yang ikut persidangan dan putusan yang ditetapkan oleh pengadilan. Selanjutnya
dilakukan analisis dengan teori hukum islam. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
penolakan pengingkaran anak yang diputuskan Pengadilan Agama sudah benar
apa salah menurut aspek ketentuan hukum islam yang berlaku dan hal ini
dianalisi menggunakan teknik deskriptif analisis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwapertimbangan hukum hakim dalam
gugatan penolakan pengingkaran anak yang terjadi di Pengadilan Agama
Surabaya dikarenakan hakim menitik beratkan pada bukti adanya akta kelahiran
dan catatan sipil yang merupakan akta otentik dengan dinilai pembuktian yang
sempurna (Volledig Bewisjkracht) dan mengikat (Bindende Bewisjkracht) dan
Tes DNA tidak bisa dilakukan maka dengan yakin hakim menyatakan ketiga
anak itu adalah anak yang sah dan saksi-saksi dan alat bukti yang diajukan
penggugat tidak menyebutkan terjadinya perselingkuhan selama usia perkawinan
penggugat dan tergugat dan tinjauan Hukum Islam menyatakan pengingkaran

anak akan berakibat buruk pada sianak dan batu sandungan buat sianak yang
menjadikan statusnya anak zina serta nasabnya hanya ikut sama ibunya tidak
tersambung pada bapaknya.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka penolakan pengingkaran anak ini
agar tidak berkelanjutan maka menyarankan legislatoruntuk memasukan unsur
Tes DNA didalam klausul hukum positif terutama perihal masalah yang
berhubungan nasab agar bisa membuktikan garis keturunanseorang di kemajuan
zaman yang serba modern secara efisien dan adanya penegasan dalam undangundang agar tidak mudah dalam pengingkaran anak sebab bisa menjadi nasib
buruk buat sianak.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................

i


PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................................

iii

PENGESAHAN................................................................................................

iv

ABSTRAK .......................................................................................................

v

KATA PENGANTAR ....................................................................................

vi


DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TRANSLITERASI .........................................................................

x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................

1

B. Identifikasi Masalah .......................................................................

7

C. Batasan Masalah ...............................................................................

8


D. Rumusan Masalah............................................................................

9

E. Kajian Pustaka .................................................................................

9

F. Tujuan Penelitian .............................................................................

11

G. Kegunaan Hasil Penelitian ..............................................................

11

H. Definisi Operasional ........................................................................

12


I. Metode Penelitian..............................................................................

13

J. Sistematika Pembahasan ..................................................................

17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK MENURUT HUKUM ISLAM
........................................................... ................................................. 19
A. Pengertian Anak ............................................................................ 19
B. Kewajiban Orang Tua dan Hak-hak Anak ...................................

21

1. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak ....................................

21


2. Hak-hak Anak .........................................................................

22

C. Macam-Macam Anak ...................................................................

23

1. Anak Sah ..................................................................................

23

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2 Anak Tidak Sah ........................................................................

26


D. Pengingkaran Anak .......................................................................

28

1. Pengertian Pengingkaran Anak ................................................

28

2. Syarat Pengingkaran Anak ........................................................ 32
3. Akibat Pengingkaran Anak ......................................................

34

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA SURABAYA TENTANG PENOLAKAN
PENGINGKARAN ANAK .........................................................
38
A. Keberadaan Wilayah Pengadilan Agama Surabaya ..................
38
1. letak Geografis ......................................................................


38

2. Visi dan Misi .........................................................................

39

3. Tugas Pokok ..........................................................................

39

4. Batas Wilayah ........................................................................

40

B. Deskripsi Perkara No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby Tentang Penolakan
Pengingkaran Anak ..................................................................

43


C. Putusan dan Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Surabaya..

48

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA SURABAYA No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby
A. Pertimbangan Hukum Hakim PA Surabaya ..............................
53
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama
Surabaya .........................................................................................

57

BAB V PENUTUP .........................................................................................

61

A. Kesimpulan...............................................................................

61


B. Saran .........................................................................................

61

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

63

LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
AGAMA SURABAYA No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby TENTANG
PENOLAKAN PENGINGKARAN ANAK
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan ikatan suci antara dua insan yang paling
mencintai. Perkawinan juga cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan
bagi manusia untuk memperoleh keturunan dan melestarikan hidupnya
setelah masing-masing pasangan siap untuk melaksanakan perannya yang
positif sebagai sebagai suami istri dalam mewujudkan tujuan perkawinan,
seperti yang disebutkan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI),
“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
harmonis”1
Tuhan tidak mau menjadikan manusia seperti mahkluk lainnya,
yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan anatara jantan
dan betina sacara anarki, dan tidak ada suatu aturan. Tetapi demi menjaga
kehormatan dan martabat manusia, Allah membuatkan hukum sesuai
dengan martabatnya. Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan
diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai, dengan upacara
ijab dan qabul sebagai lambang dari adanya rasa ridha-meridhai.2
Sebagai mahluk Allah SWT yang mulia, manusia tidak pernah
terlepas dari fitrahnya. Sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin, islam
memberikan jalan atau cara bagi umatnya untuk mendapatkan calon
1
2

Pasal 3 Inpres No.1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah, M. Thalib juz 6. (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1990), 7.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

pendamping hidup dengan jalan pernikahan atau perkawinan yang sah
menurut syariat maupun hukum positif di Indonesia. Perkawinan yang
dimaksud ialah ikatan lahir batin seorang pria dan wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3
Para ulama’ fiqh mendefinisikan perkawinan dalam konteks
hubungan biologis. Sedangkan menurut Sayuti Thalib perkawinan adalah
suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara
sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk
keluarga ayang kekal, santun-menyantuni, saling mengasihi dan bahagia.4
Tujuan perkawinan juga disebutkan dalam Al-Qur’an sebagaimana
firman Allah dalam surat Ar-Ru>um ayat 21 yang berbunyi:
           
        
Artinya: “Dan dari tanda-tanda kebesaran Allah, diciptakan-Nya
untuk kamu sekalian dari diri kamu sendiri istri-istri, agar kamu
merasa tenang dan dijadikan oleh-Nya diantara kamu rasa cinta
dan kasih sayang, sungguh yang demikian itu tanda-tanda
kebesaran Allah, bagi kamu yang mau berfikir”(QS.Ar-Ru>um, 30:
21)5.
Dari tujuan perkawinan diatas dapat diketahui bahwa rumah
tangga yang didirikan dengan akad nikah, maka sudah secara otomatis
3

Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, tentang Perkawinan.( Permata
Pres, tt), 78.
4
Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata islam di Indonesia. (Semarang :
Grafika Pustaka, 2009), 40.
5
Kementerian Agama RI, Al - Qur'an & Tafsirnya, (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2005), 406.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

dua individu tersebut berada dalam suatu persekutuan hidup, bukan satu
dua hari, minggu, bulan atau tahun untuk mencapai kehendak seperti yang
diinginkan dalam tujuan perkawinan. Oleh karena itu, tokoh utama dalam
rumah tangga adalah suami dan istri. Keduanya diletakkan sendi rumah
tangga, yang islam menentukan:6
a. Suami dibebani tanggung jawab umum sepenuhnya;
b. Istri dibebani ketaatan sepenuhnya pula.
Anak sebagai hasil dari suatu perkawinan, merupakan bagian yang
sangat penting kedudukannya dalam keluarga, maka orang tua
mempunyai kewajiban penuh untuk memelihara dan mendidik anakanaknya dengan sebaik-baiknya hingga dewasa, dapat berdiri sendiri atau
telah menikah. Kedudukan anak dalam Undang-undang perkawinan dan
Kompilasi hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang
sah dan anak yang dilahirkan diluar perkawinan.
Di Indonesia, masalah asal-usul anak ini terdapat beberapa
ketentuan hukum yang berbeda-beda. Hal ini karena pluralitas bangsa,
utamanya dari agama dan adat kebiasaan, maka ketentuan hukum yang
berlakupum bervariasi. Ada tiga hukum yang berlaku di Indonesi yaitu
Hukum Islam, Hukum Positif meliputi Hukum Perdata (Burgelijk

Wetboek), Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan

6

Abdul Muchith Muzadi, Fikih Perempuan Praktis, (Surabaya: Kalista, 2005), 98.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Kompilasi Hukum Islam, dan Hukum Adat sebagai hukum yang tidak
tertulis.7
Dalam Undang-undang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam
anak yag sah, adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan
yang sah.

Kedudukan anak dalam Undang-undang Perkawinan diatur dan
dijelaskan pada Pasal 42 dan 43.
Pasal 42:
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah”
Pasal 43:
(1) Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan
diatur dalam peraturan pemerintah.8

Kedudukan anak dalam Kompilasi Hukum Islam diataur dalam
Pasal 99 dan Pasal 100.
Pasal 99:
Anak yang sah adalah:
(1) Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah
(2) Hasil pembuahan suami istri yang sah diluar rahim dan
dilahirkan oleh istri tersebut
Pasal 100:

7
8

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 220.
Kompilasi Hukum Islam..., 90.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

“Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan
nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.”9
Nampaknya antara Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dengan
Kompilasi Hukum Islam mengenai penjelasan anak sah dan anak luar
kawin adalah sama. Sejalan dengan pengertian yang ada dalam Undangundang Nomor 1 tahun 1974 pasal 42, mengenai asal usul anak juga
dijelaskan dalam KUH Perdata yakni pada pasal 250 bahwa anak sah
adalah anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan,
memperoleh suami sebagai bapaknya. Dalam pasal ini memberikan
penekanan bahwa anak bisa dianggap anak sah jika anak terlahir selama
masa perkawinan, sedangkan anak lahir setelah perkawinan terputus maka
anak tersebut tidak bisa disebut anak sah (anak luar kawin).
Namun tidak semua anak yang dilahirkan dalam perkawinan
menjadi anak yang sah, karena ada anak-anak yang kurang beruntung,
karena disangkal atau diingkari kelahirannya atau tidak diakui oleh bapak
kandungnya sendiri. Berdasarkan pasal 44 Undang-undang Perkawinan
disebutkan, Bahwa seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang
dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya
telah berzina dan anak itu dilahirkan akibat dari perzinaan tersebut.10
Dalam suatu perkawinan yang sah, apabila terjadi adanya
penyangkalan seorang ayah terhadap anak yang dilahirkan dari istrinya

9

Ibid., 31.
Ibid., 90-91.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

yang terbukti berbuat zina, secara keperdataan akan mengakibatkan atau
akan menepatkan posisi anak tersebut sebagai anak diluar nikah, yang
mana akan membawa kesulitan besar pada diri dan kehidupan selanjutnya
bagi anak yang disangkal kelahirannya.
Dalam hal ini perlunya pemaparan secara detail mengenai kasus
yang akan diangkat oleh penulis yang terjadi di Pengadilan Agama
Surabaya yang pokoknya sebagai berikut, seorang suami dan istri telah
menikah dan dikaruniai 3 orang anak, anak pertama berumur 14 tahun,
anak kedua berumur 11 tahun, dan anak yang ketiga berumur 9 tahun.
Dalam usia rumah tangga 14 tahun, mereka telah melakukan penceraian
di Pengadilan Agama Surabaya yang tertuang dalam Kutipan Akta Cerai
Nomor: 2522/AC/2013/PA.Sby, tanggal 14 Mei 2013. Selama dalam usia
perkawinan mereka dikarunia 3 orang anak: 2 anak laki dan 1 anak
perempuan.
Perceraian tersebut dikarenakan bahwa sang istri atau ibu nya
telah melakukan perselingkuhan dengan laki-laki lain, saat itu telah
diketahui langsung oleh suaminya bersama warga sekitar pada malam
hari. Karena ulah istrinya telah selingkuh bersama laki-laki lain, si bapak
atau suaminya mulai ragu dengan adanya ketiga anak-anaknya tersebut,
padahal dalam usia perkawinan mereka bapak hanya sekali saja
mengumpuli atau menggauli istrinya dan lahir anak pertamanya. Istrinya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

juga sering menelpon pada anaknya yang saat pasca cerai ikut bapaknya,
mengatakan bahwa mereka bukan anak dari bapak kandung nya tersebut.
Seiring perkembangan teknologi yang serba canggih dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran, untuk membuktikan
bahwa dia (suami) sebagai bapak biologisnya dari ketiga anaknya
menginginkan untuk tes DNA kepada istrinya dan semua ke-tiga anaknya
untuk membuktikan garis keturunan (nasab) ketiga anak tersebut, tetapi
sang istri selalu menolak untuk melakukan tes tersebut.
Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti sebuah
putusan dari Pengadilan Agama Surabaya yang membatalkan/menolak
gugatan yang diajukan oleh Bapak kandungnya sebagai Penggugat kepada
istrinya sebagai tergugat yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan
Agama, Nomor. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby yang penulis tuangkan dalam
penelitian yang berjudul: “Tinajauan Hukum Islam Terhadap Putusan
Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/Pa.Sby Tentang
Penolakan Pengingkaran Anak”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dilakukan identifikasi
masalah:
a. Alasan Pengingkaran Anak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

b. Hak-hak anak dalam keluarga
c. Ketentuan

undang-undang

nomor

1

tahun

1974

tentang

perkawinan mengenai orang yang berhak mengasuh anak
d. Kewenagan pengadilan dalam memutuskan perkara pengingkaran
anak
e. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan
Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan
pengingkaran anak
f. Analisis hukum islam terhadap putusan Pengadilan Agama
Surabaya

No.

0792/Pdt.G/2014/PA.Sby

tentang

penolakan

pengingkaran anak

2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari
pokok penelitian, maka dari itu penulis membatasi masalh yang akan
dibahas, yaitu:
a. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan
Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan
pengingkaran anak
b. Analisis hukum islam terhadap putusan Pengadilan Agama
Surabaya

No.

0792/Pdt.G/2014/PA.Sby

tentang

penolakan

pengingkaran anak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, agar penelitian ini terarah dan
terfokuskan maka permasalahan yang akan dibahas didalam nya adalah:
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara
di Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang
penolakan pengingkaran anak?
2. Bagaimana analisis hukum islam terhadap putusan Pengadilan Agama
Surabaya

No.

0792/Pdt.G/2014/PA.Sby

tentang

penolakan

pengingkaran anak?

D. Kajian Pustaka
Masalah

pengingkaran

anak

yang

sudah

diajukan

dalam

Pengadilan Agama sudah banyak dibahas dalam pembuatan karya ilmiah
yang lain akan tetapi judul “Tinajauan Hukum Islam Terhadap Putusan
Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby Tentang
Penolakan Pengingkaran Anak” menurut telaah pustaka yang dilakukan
penulis belum menemukan. Namun demikian ada karya ilmiah yang
korelasinya hampir sama dengan judul diatas:
1. Skripsi “Pembatalan Pustusan Pengadilan Agama Lamongan
Oleh

Pengadilan

Tinggi

Agama

Surabaya

Tentang

Pengingkaran Anak (Studi Analisis Putusan Ppengadilan

Tinggi Agama Surabaya No. 155/Pdt/G/PTA.Sby) Oleh

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Mafazatun Ni’mah Khofifah : C01205058, Fakultas Syariah,
IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2009 yang kesimpulan nya
: Pengadilan agama tinggi agama surabaya membatalkan
putusan pengadilan agama lamongan karena kurang cermat
pengadilan agama lamongan dalam menilai orma-norma yang
hidup dimasyarakat.11
2. Skripsi “Analisis Ibnu Rusyd tentang pengingkaran status

anak oleh suami sebagai alas an penceraian”.12 Skripsi ini
memfokuskan pada pandangan Ibnu Rusyd tentang kriteriakriteria dalam menentukan nasab seorang anak yaitu
perkawinan yang sah, istri melahirkan anak sebelum cukup
batas minimal kehamilan adalah enam bulan terhitung dari
akad nikah/terakhir kali hubungan badan dan istri melahirkan
anak setelah batas maksimal kehamilan terhitung dari masa
penceraian atau terakhir kali hubungan badan. Dalam skripsi
ini juga menjelaskan tentang pengingkaran status anak oelh
suami sebagai alas an perceraian, jika sempurna ucapan li’an
antara suami dan istri
3. Skripsi “Studi Komparasi Antara Pandangan Imam Syafi’I

Dan Hukum Positif Tentang Status Anak Yang Lahir Setelah

11

Mafazatun Ni’mah Khofifah, Skripsi Fakultas Syariah, Jurusan Akhwal Syakhsiyah (Surabaya,
IAIN Sunan Ampel Surabaya Tahun 2009)
12
Azizah, Skripsi Fakultas Syariah, Jurusan Akhwal Syakhsiyah, (Surabaya, IAIN Sunan Ampel,
2004)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Istri Ditalak Akibat Pengingkaran”. Dalam kesimpulan skripsi
ini menyatakan bahwa Imam Syafi’I mengaggap anak yang
lahir diluar perkawinan adalah anak zina yang mempunyai
hubungan nasab paa ibunya saja, dan pendapat ini juga sama
dengan hukum positif dimana status anak diluar perkawinan
hanya mempunyai hubungan keperdataan kepada ibu dan
keluarga ibunya saja

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dalam penelitian ini, sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan pertimbangan

hukum

yang digunakan

Pengadilan Agama Surabaya dalam memutuskan perkara

hakim
gugatan

pengingkaran anak.
2. Mendeskripsikan

analisis

hukum

islam

tentang

penolakan

pengingkaran anak di Pengadilan Agama Surabaya.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian yang dilakukan penulis lakukan ini,
anadiharapkan bermanfaat dan berguna untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Dari segi teoritis
Dari segi teoritis penilitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan baru pemikiran dibidang ilmu pengetahuan hukum

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

khususnya hukum perdata dalam hal pengingkaran sorang ayah
terhadap anak yang dilahirkan oleh istrinya
2. Dari segi praktis
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat menambah
serta memperkaya khazanah keilmuan atau sebagai acuan tentang
pengingkaran anak. Serta berguna bagi para pihak yang terkait dengan
adanya pengingkaran anak dan sebagai masukan dalam rangka
penyelesain kasus pengingkaran anak. Hal ini juga bermanfaat bagi
peneliti untuk dijadikan bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih
lanjut terhadap penelitian sejenis.

G. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi yang menunjukan apa
yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya, apa yang diukur dan
bagaimna mengukurnya. Maksudnya bahwa definisi operasional memuat
penjelasan tentang pengertian yang bersifat operasional dari konsep
penelitian sehingga dapat dijadikan acuan dalam menelusuri dan menguji
konsep tersebut melalui penelitian.
Penelitian ini berjudul “Tinajauan

Hukum Islam Terhadap

Putusan Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/Pa.Sby
Tentang Penolakan Pengingkaran Anak”. untuk memperjelas arah dan
tujuan penelitian, serta memudahkan pemahaman dalam penelitian ini,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

maka perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa kata kunci sebagai definisi
operasional :
Tinjauan Hukum Islam :

Hukum dibuat patokan oleh manusia

berdasarkan ijtihad oleh para mujtahid. Dalam hal
ini didasarkan pada Al-Qur’an, Hadist, dan
Komplasi Hukum Islam.
Pengingkaran anak

:

Tidak

mengakui,

tidak

membenarkan,

menyangkal, memungkiri suatu keadaan.13 Dalam
hal ini yang diingakari adalah status anak yang
dilahirkan oleh istrinya.

Jadi yang dimaksud dengan judul diatas adalah menganalisis
putusan hakim Pengadilan Agama Surabaya yang menolak gugatan
pengingkaran anak dengan paradigma Kompilasi Hukum Islam, Hukum
Islam, Hukum Positif dan Hukum Perdata.

H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara bertindak menurut sistem
aturan atau tatanan yang bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara
rasional dan terarah sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dan
optimal.14

13
14

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahas Indonesia, Edisi ke-Tiga, 433.
Anton Beker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berkas isi
putusan, dan alasan-alasan hakim sebagai berikut:
a. Data yang terkait dengan isi putusan Pengadilan Agama
Surabaya No: 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan
gugatan pengingkaran anak
b. Data tentang dasar hukum hakim yang digunakan oleh hakim
Pengadilan

Agama

Surabaya

dalam

menolak

gugatan

pengingkaran anak.
2. Sumber Data
Sumber data adalah sumber darimana data akan digali, adapun
sumber data yang digunakan penulis untuk menyusun skripsi ini
adalah sebagai berikut:
a. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh
langsung dari pihak yang terkait.15 dalam hal ini, termasuk
dokumen–dokumen resmi putusan dan dasar hukum hakim
Pengadilam Agama Surabaya serta penjelasan hakim dan
panitera Pengadilan Agama Surabaya.
b. Sumber data sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan
informasi tentang bahan primer untuk menunjang sumber

15

Bambang Sanggona, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) 34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

hukum primer.16 Data yang dimbil dan diperoleh dari
bahan pustaka berupa jurnal, undang-undang, dan bukubuku

yang

ada

hubungan

nya

dengan

masalah

pengingkaran anak.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini
menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Dokumentasi, Penulis mencari dan mengumpulkan data yang
berasal dari berkas-berkas putusan yang berkaitan dengan
penelitian ini, sehingga penulis dapat memahami, mencermati dan
mengalisis permasalahan penolakan gugatan pengingkaran anak
berdasarkan data yang diperoleh tersebut,
b. Wawancara (interview), yaitu cara memperoleh data atau
keterangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait
dengan objek penelitian secara langsung.17 Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara
berdialog dengan pegawai Pengadilan Agama Surabaya yang
bersangkutan untuk mendapatkan informasi tentang penolakan
gugatan pengingkaran anak di Pengadilan Agama Surabaya.
Peneliti

langsung

melakukan

wawancara

sendiri

dengan

sumbernya, agar pertanyaan yang disampaikan mengarah pada
16
17

Ibid., 36
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian , (Yogyakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2004) 144

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

sasaran yang diharapkan, maka penulis menggunakan pedoman
wawancara.18
c. Studi pustaka yaitu mengumpulkan data yang bersumber dari
jurnal, buku-buku dan undang-undang yang berkaitan dengan
perkara yang diteliti.
4. Teknik Pengolahan Data
Setalah data yang diperlukan dapat terkumpul, selanjutnya
penulis akan melakukan pengolahan data dengan teknik sebagai
berikut:
a. Editing, yakni memeriksa kembali semua data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi
yang meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.19
b. Organizing, yakni mengatur dan menyusun data sedemikian rupa
sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan
rumusan masalah.20
5. Teknik analisis data
Setelah data yang diperlukan diperoleh dan dikumpulkan, maka
perlu suatu bentuk teknik analisa data yang tepat. Penganalisaan
data merupakan tahap yang penting karena ditahap ini, data yang
diperoleh akan diolah dan dianalisa guna memecahkan dan
18

Ibid., 56.
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
91.
20
Ibid., 92

19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

menjelaskan masalah yang dikemukakan. Untuk analisa data
dalam penelitian ini, penulis mempergunakan analisa data
kualitatif

untuk

membuat

catatan-catatn

dan

menyusun

rangkuman yang sistematis. Sedangkan teknik analisis data
dengan menggunakan metode deskriptif analitis yang bertujuan
untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara jelas semua
data yang ada untuk dikaji, disusun secara sistematis untuk
dianalisis dengan menggunakan Hukum Islam. Analisis data
menggunakan

pola

pikir

deduktif

yaitu

dengan

metode

menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
akan dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus sehingga
bisa ditarik kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini dapat dipaparkan dengan alur pemikiran yang
sistematis dan mudah difahami, maka penulis akan membuat sistematika
pembahasan seperti berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang mencangkup latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional dan metode penelitian.

Bab kedua merupakan tinjauan umum tentang pengingkaran anak
menurut Hukum Islam, Tinjauan umum tentang pengingkaran anak terdiri

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

dari sub bab pengertian anak, pengertian pengingkaran anak, dan akibat
dari pengingkaran anak yang telah diingkari.

Bab ketiga memuat deskripsi hasil penelitian terhadap putusan
Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang
penolakan gugatan pengingkaran anak yang meliputi: keberadaan wilayah
Pengadilan

Agama

Surabaya,

Deskripsi

perkara

No.

0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang pengingkaran anak, dan putusan dan
dasar hakim Pengadilan Agama Surabaya dalam menolak perkara gugatan
pengingkaran anak.

Bab keempat memuat tentang analisis hukum terhadap putusan
Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang
penolakan gugatan pengingkaran anak dengan analisis Hukum Islam pada
penolakan gugatan pengingkaran anak No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby di
Pengadilan Agama Surabaya

Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Kesimpulan yang dimaksud adalah jawaban dari rumusan masalh dalam
penelitian secara keseluruhan dan berdasarkan hasil penelitian, penulis
menyampaikan saran bila dirasa perlu.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Anak
Anak sebagai amanat Allah SWT yang harus dilaksanakn
dengan baik, khususnya bagi orang tua, dan tidak boleh begitu saja
mengabaikannya, lantaran hak-hak anak termasuk kedalam salah satu
kewajiban orang tua terhadap anak yang telah digariskan oleh agama
islam.1 Oleh karena itu dalam meniliti kehidupan ini, anak-anak
memiliki hak mutlak yang tidak bisa diganggu gugat.
Pengertian anak menunjukkan adanya hubungan antara
seorang laki-laki dan perempuan, dimana dengan proses nya
prosesnya pembuahan dari sel sperma dan sel telur bertemu sehingga
menjadi seorang anak yang terlahir dari rahim seorang perempuan
yang disebut dengan ibu sehingga anak tersebut adalah anak kedua
orang tuanya antara tersebut.2
Pengertian anak menurut istilah hukum islam adalah
keturunan kedua yang masih kecil.3 Kata “anak” dipakai secara
“umum” baik untuk manusia maupun binatang bahkan untuk
tumbuh-tumbuhan. Pemakaian kata “anak” bersifat “fugurativel
majasi” dan kata “anak” ini pun dipakai bukan hanya untuk
menunjukan keturunan dari seorang manusia/ibu-bapak, tetapi juga

1

Husain, Abdul Razaq, Islam wa Tiflu, Alih Bahasa Azwir Butun, Hak-hak Anak dalam
Islam, (Jakarta: Fika Hati Aniska, 1992), 53.
2
Prodjodikoro, Wirjono., Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung,
1960), 72.
3

Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoever), 112.
19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

dipakai untuk menunjukan asal anak itu lahir. Sifat kecil itu kalau
dihubungkan dengan larangan bertindak ada tingkatannya, Pertama,
kecil dan belum mumayyiz dalam hal ini anak tidak memiliki
kemampuan untuk bertindak, kata-kata yang diucapkan tidak bisa
dibuat pegangan, jadi segal sesuatu berada ditangan wali atau orang
tuanya. Kedua, kecil tapi mumayyiz dalam hal ini sikecil kurang
kemampuan bertindak, namun sudah punya kemampuan sehingga
kata-katanya bisa dijadikan pegangan, dan sudah sah jika membeli
atau menjual dan memberikan sesuatu pada orang lain.
Dikatan mumayyiz dalam hukum islam ialah anak yang sudah
mencapai usianya, biasanya anak itu umur genap 7 tahun. Jadi kalau
masih kurang dari 7 tahun maka anak itu hukumnya belum
memayyiz, walaupun sudah mengerti tentang istilah menjual dan
membeli, sebaliknya kadang-kadang anak yang sudah lebih tujuh
tahun umurnya tetapi belum mengerti hal tentang jual beli dan
sebagainya.
Dalam firmannya Allah SWT, sudah menjelaskan yang
berbunyi

          
  

Artinya: “Dan hendaklah kamu menguji anak yatim itu sampai
mereka cukup umur untuk menikah, kemudian jika kamu
berpendapat bahwa mereka sudah cerdas sudah pabdai
memelihara harta, maka hendaklah kamu serahkan kepada

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

mereka itu harta-hatanya” (Q.S. An-Nisa: 6)4
Kata dewasa disini maksudnya sudah cukup umur untuk
keurunan dan muncul tanda-tanda kedewasaan laki-laki dan
perempuan, biasanya umur 12 tahun untuk laki-laki dan umur 9 tahun
untuk perempuan.
B. Kewajiban Orang Tua dan Hak-hak Anak
1. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak
Rumah tangga yang aman dan damai adalah idaman semuanya
keluarga guna untuk kesejahteraan mereka dalam hidup didalam satu
atap. Begitupun bagi anaknya yang akan merasakan tentram dalam
pertumbuhan jasmani dan rohaninya. Semua orang sangat mengidamngidamkan hal yang demikian, rumah tangganya adalah istana
baginya selama hayat dikandung badan.5 Karena adanya ikatan dalam
perkawinan sehingga menimbulkan hak dan kewajiban anatara orang
tua dan anak-anaknya, sebagai orang tua berkewajiban memelihara
dan mendidik anak-anaknya sampai dewasa dan dapat berdiri sendiri.
Sebagai seorang ayah berkewajiban memberikan nafkah
terhadap anak-anaknya terbatas kepada kemampuan yang dia miliki.
Yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an yang menyatakan:

              
             

4

Kementerian Agama RI, Al - Qur'an & Tafsirnya , (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2005),
179.
5
Peunoh Daly, Hukum perkawinan Islam, Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), 400.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Artinya:

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkaah

menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rizkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah SWT
kepadanya” (Q.S. at-Thalaq: 7)6
Serta memberikan tempat tinggal dan biaya hidup kepada istri
dan anak-anakya. Sedangkan sebagai seorang ibu berkewajiban
menyusui anaknya dan merawat bayinya, sebab bayi itu tidak mau
menyusu kecuali kepada ibunya saja sampai umur dua tahun dan
berbakti pada suaminya didalam yang dibenarkan oleh hukum islam.
2. Hak-hak Anak
Anak merupakan generasi pertama dari ayah dan ibunya,
sebagai orang anak, dia berhak mendapatkan pemeliharaan,
perawatan, dan pendidikan. Dalam hukum islam ketika anak belum
berusia dewasa, perawatan dan pemeliharan seorang anak diwajibkan
kepada ibunya, tetapi untuk pendidikan anak adalah tanggung jawab
kedua orang tuanya. Sebab hak dan kewajiban ini tidak berlaku hanya
saat perkawinan saja akan tetapi jikalau perkawinan sudah putus hak
dan kewajiban sebagai orang tua masih berlaku. Jika ibu tidak bisa
memelihara atau melakukan hak dan kewajibannya maka akan
dipindahkan kepada keluarganya yang perempuan. Jikalau idak bisa
melakukan kewajiban ini maka kewajiban ini akan diberikan kepada
laki-laki atau ayahnya.
Adapaun hak-haknya anak terhadap kedua orang tuanya
66

Kementerian Agama RI, Al - Qur'an & Tafsirnya , (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2005),
679.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

adalah: hak nasab, hak susunan, hak pemiliharaan, hak kewalian, dan
hak waris.7 Menurut Undang-undang nomor I tahun 1974, kewajiban
tersebut berlaku terus menerus sampai anak tersebut sudah kawin
atau berdiri sendiri meskipun perkawinan anatara orang tua sudah
terputus.
C. Macam-macam anak
1. Anak sah
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, anak adalah keturunan
kedua sebagai hasil dari hubungan antara pria dan wanita. Menurut
Hukum Perdata anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam
ikatan perkawinan yang sah sebagaimana tersebut dalam pasal 250
BW.8 Seorang anak dapat dikatakan sah memiliki hubungan nasab
dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah juga menurut
hukum dan peraturan peraturan yang berlaku dimasyarakat.9
Dalam Undang-undang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam
dalam Pasal 99 disebutkan bahwa anak yag sah, adalah anak yang
dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.10
Kedudukan anak dalam Undang-undang Perkawinan diatur
dan dijelaskan pada Pasal 42 dan 43.

Pasal 42:
7

Mu’ammal Hamidy, Perkawinan dan Persoalannya Dalam Islam. (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1978) , 142.
8
Manan, Abdul., Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Diindonesia. (Jakarta: Kencana.
2006), 77.
9
Nurrudin, Amiur dan Azhari Akma Taringan. Hukum Perdata Islam Diindonesia. (Jakarta:
Kencana, 2004), 276.
10
Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, (Permata Pres, tt), 90.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah”
Pasal 43:
(1) Anak

yang

dilahirkan

diluar

perkawinan

hanya

mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan
diatur dalam peraturan pemerintah.11
Dari kedua Pasal ini, ada dua patokan yaitu anak itu
dilahirkan dari perkawinan yang sah menurut Undang-undang
dan Hukum Islam dengan tata cara yang telah diatur
didalamnya untuk memperoleh anak yang sah dan diakui
berdasarkan hukum yang berlaku. Patokan yang pertama
memungkinkan keadaan istri sebelum menikah telah hamil
dan kemudian anak yang dikandungnya lahir setelah
perempuan tadi menikah dengan seorang pria, entah pria itu
yang menghamilinya atau bukan maka nasabnya hanya
kepada ibunya saja tidak sama ayah yang menikahi ibunya
tersebut.
Dalam keadaan ini, anak yang dilahirkan tetap dianggap
sebagai anak yang sah karena dia lahir dalam perkawinan
yang sah. Sedangkan menurut patokan yang kedua anak yang
dilahirkan harus akibat dari perkawinan yang sah, anak itu
lahir akibat hubungan badan suami istri yang telah terikat
11

Ibid., 90.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

dalam perkawinan yang sah.
Kemudian dalam Pasal 250 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata dijelaskan bahwa anak yang sah adalah anak
yang dilahirkan atau ditumbuhkan selama perkawinan. Jadi,
anak yang dilahirkan dalam suatu ikatan perkawinan yang sah
mempunyai status sebagai anak kandung dengan hak-hak
keperdataan melekat padanya serta berhak untuk memakai
nama marga di belakang namanya
keturunan

dan

untuk menunjukkan

asal-usulnya.12 dianggap sah, yaitu: 1)

Kehamilan bagi seorang istri bukan hal yang mustahil, artinya
normal dan wajar untuk hamil. Imam Hanafi tidak
mensyaratkan seperti ini, menurut beliau meskipun suami istri
tidak melakukan hubungan badan apabila anak lahir dari
seorang perempuan yang dikawini secara sah, maka anak
tersebut adalah anak sah,13 2) tenggang waktu kelahiran
dengan pelaksanaan perkawinan minimal enam bulan sejak
perkawinan dilaksanakan. Tentang ini terjadi ijma’ para
fuqaha’ sebagai masa terpendek dari suatu kehamilan, 3) anak
yang lahir terjadi dalam waktu kurang dari masa minimal
kehamilan.
Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap
keluarganya, dan mempunyai hak-hak yang dilindungi oleh

12

Manan, Abdul., Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Diindonesia. (Jakarta: Kencana.
2006), 78.
13
Ibid., 79.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

undang-undang. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya anak sah menurut beberapa hukum adalah sama
yaitu anak yang dilahirkan sebagai akibat dari perkawinan
yang sah atau dalam perkawinan yang sah.

2. Anak tidak sah
Anak tidak sah adalah anak yang tidak dilahirkan di
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, demikian
dapat ditafsirkan secara a contrario dari Pasal 42 Undangundang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 99
KHI serta Pasal 250 KUH Perdata. Orang juga menyebut anak
tidak sah sebagai anak luar perkawinan.14 Sebab perempuan
tersebut melahirakn anak yang tidak sah akibat dari pria yang
menyetubuhinya yang bukan dari perkawinan yang sah atau
suaminya.
Dalam praktek hukum perdata pengertian anak tidak sah
(anak luar kawin) ada tiga macam yaitu: 1) Apabila seorang
suami atau istri yang masih terikat dengan perkawinan,
kemudian mereka melakukan hubungan badan dengan wanita
atau pria lain yang mengakibatkan hamil dan melahirkan
anak, maka anak tersebut dinamakan anak zina, 2) apabila
perempuan dan pria yang sama-sama masih bujang kemudian
melakukan hubungan badan tanpa terikat perkawinan maka
14

Satrio, Juswito., Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-undang
,(Bandung: PT. CitraAditya Bakti, 2005), 5.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

anak yang dilahirkan disebut sebagai anak luar kawin, 3) anak
sumbang yaitu anak yang dilahirkan dari hubungan antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara
keduanya ada larangan untuk saling menikahi. Perbedaan
antara anak zina, anak sumbang dan anak luar kawin terletak
pada saat anak itu dibenihkan.15
Anak tidak sah juga mempunyai hak-hak layaknya
haknya anak sah. Hal ini telah diatur dalam Pasal 1 ayat (12)
Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yang menyatakan bahwa hak anak adalah bagian dari
hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah
dan negara.
Menurut

H.

Herusuko

banyak

faktor

penyebab

terjadinya anak dilaur kawin, diantaranya adalah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita tetapi wanita tersebut tidak
mempunyai

ikatan

perkawinan

dengan

pria

yang

menyetubuhuinya dan tidak mempunyai ikatan perkawinan
dengan pria tersebut, anak yang lahir tetapi pria yang
menghamilinya tidak diketahui atau sebab pemerkosaan, anak
yang dilahirkan dari perkawinan secara adat sebab tidak
dicatatkan dan didaftarkan sesuai undang-undang dan
peraturan berlaku hanya menurut agama dan kepercayaannya.

15

Ibid., 104.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

D. Pengingkaran Anak
1. Pengertian Pengingkaran Anak
Pengingkaran

yang

berasal

dari

kata

dasar

“ingkar”

mempunyai arti menyangkal, tidak mengakui. Sedangkan
pengingkaran adalah suatu perbuatan tidak mengakui, tidak
membenarkan, menyangkal, memungkiri suatu keadaan atau
suatu halyanag sudah terjadi atau sudah nyata ada.16 Dan anak
adalah keturunan kedua sebagai hasil dari hubungan antara pria
dan wanita akibat adanya hubungan seksual, dimana adanya sel
sperma yang membuahi sel telur yang ada dalam rahim seorang
perempuan.17
Maka yang dimaksud dengan pengingkaran anak adalah suatu
perbuatan seseorang yang tidak mau mengakui anak yang telah
dilahirkan dari hasil pernikahannya sendiri. Hak Pengingkaran
anak ini hanya diberikan kepada suami oleh undang-undang. Hak
suami untuk mengingkari keabsahan seorang anak diatur dalam
Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang
Perkawinan yang menyatakan bahwa: Seorang suami dapat
menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bilamana
ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu
adalah akibat dari perzinahan tersebut.18
Sedangkan menurut BW pengingkaran anak dapat dilakukan

16

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga. tt, 433.
Ibid., 38
18
Kompilasi..., 90-91.
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

apabila:19
a. Anak dilahirkan sebelum usia perkawinan suami istri tersebut
belum genap 180 hari. Namun pengingkaran ini tidak dapat
dilakukan dalam hal:


Suami sudah mengetahui akan kehamilan si istri sebelum
perkawinan (Pasal 251 (1) BW).



Suami telah hadir tatkala akte kelahiran dibuat dan akta itu
pun telah ditandatanganinya atau memuat pernyataan
darinya, bahwa ia tidak dapat menandatanganinya (Pasal
251 (2) BW )



Anak tidak hidup ketika dilahirkan (Pasal 251 (3) BW).

b. Anak lahir 300 hari (10) bulan setelah putusan perceraian dari
pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 254 BW).
c. Jika suami sejak 300 hari sampai 180 hari sebelum lahirnya
anak itu, baik karena perpisahan maupun sebagai akibat suatu
kebetulan ia berada dalam ketidak mungkinan nyata untuk
berhubungan badan dengan istrinya (Pasal 252 BW).
d. Istri berbuat overspel dan menyembunyikan kelahiran anak
tersebut terhadap suaminya (Pasal 253 BW).

Sedangkan dalam hukum Islam seorang suami dapat
mengingkari sahnya seorang anak yang dilahirkan istrinya asal suami

19

Prawirohamidjo, R.Soetoyo dan Marthalina Pohan, Hukum Orang dan Keluarga,
(Surabaya: Universitas Aislangga Press, 1995), 180.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

dapat membuktikannya, untuk menguatkan pengingkarannya suami
harus membuktikan bahwa:20
a. Suami belum pernah berhubungan badan dengan istrinya,
akan tetapi istri tiba-tiba melahirkan.
b. Lahirnya anak itu kurang dari enam bulan sejak terakhir kali
berhubungan badan, sedangkan bayinya lahir seperti bayi
yang normal dan cukup umur.

Suami yang menuduh istrinya berzina atau mengingkari
anak yang ada/telah lahir dari kandungan istri maka suami harus
mendatangkan empat orang saksi, dua orang saksi laki-laki dan dua
orang saksi perempuan, kemudian jika tidak sanggup maka suami
harus bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau
pengingkaran anak tersebut, diikuti