PENGEMBANGAN STORYTELLING DENGAN MEDIA SCRAPBOOK UNTUK MENINGKATKAN ADVERSITY QUOTIENT SANTRI DI PESANTREN SALAFI AL FITHRAH SURABAYA.

(1)

PENGEMBANGANSTORYTELLING DENGAN MEDIASCRAPBOOK UNTUK MENINGKATKANADVERSITY QUOTIENT SANTRI DI

PONDOK PESANTREN SALAFI AL FITHRAH SURABAYA SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

APRILIA DIRGANTINI NIM. B53213076

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Aprilia Dirgantini (B53213076), Pengembangan Storytelling dengan Media Scrapbook untuk Meningkatkan Adversity Quotient Santri di Pondok Pesantren Al-Fithrah Surabaya.

Fokus penelitian pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana proses pengembangan storytellingdengan mediascrapbookuntuk meningkatkanadversity quotientsantri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya? (2) Bagaimana Hasil proses proses pengembanganstorytellingdengan mediascrapbookuntuk meningkatkanadversity quotientsantri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metedologi penelitian R&D (Research and Development). Sedangkan dalam pengumpulan datanya melalui observasi, pengembangan dalam bentuk pelatihan dan dokumentasi. Dalam penelitian ini, disimpulkan bentuk Adversity Quotient pada santri yang berjumlah lima orang ialah, bagaimana mereka menghadapi dan menyelesaikan maslah mereka masing-masing dalam koridor lingkungan yang adaptif. Faktor yang menyebabkan mereka bersikap seperti itu adalah dari faktor intrinstik maupun ekstrinsik. Proses konseling yang dilakukan dengan mengadakan pengembangan pelatihan melalui Storytelling dengan menggunakan media Scrapbook yang dijadikan sebagai media pembentuk Adversity Quotientsehingga mereka dapat mengatur Intelligent Quotient dan Emotional Quotient yang saling berkaitan.

Keberhasilan pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkanadversity quotient santridapat dibuktikan dengan adanyarebuilding santri dalam pengatasan masalah serta rasa semangat yang tumbuh pada diri mereka masing-masing sehingga dapat mengontrol diri untuk bisa menyelesaikan masalahnya. Dan juga melalui wawancara dan hasil testimoni orang-orang yang berpengaruh pada lingkungan pesantren yaitu asatidz dan Pembina (mudabiroh). Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan terhadap aktivitas dan perilaku santri ketika usai pelatihan dan keceriaan mereka pada aktivitas sehari-hari.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI……… ii

PENESAHAN TIM PENGUJI………. Iii MOTTO……… iv

PERSEMBAHAN……… v

PERNYATAAN OTENTITAS PENULISAN………. vii

ABSTRAK……… viii

KATA PENGANTAR……….. ix

DAFTAR ISI……… xi

DAFTAR TABEL……… xiv

DAFTAR GAMBAR……… xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 7

C. Tujuan Penelitian……….. 8

D. Manfaat Penelitian……… 9

E. Kerangka Konseptual……… 10

BAB IISTORYTELLING,MEDIASCRAPBOOKDANADVERSITY QUOTIENT A. Kajian Konseptual Teoritis ……….. 13

1. Storytelling a. PengertianStorytelling... 13

b. Manfaat dan FungsiStorytelling……… 14

c. Tahap-tahapStorytelling……… 17

2. Scrapbook a. PengertianScrapbook………. 23

b. ManfaatScrapbook………. 26

3. Adversity Quotient(Daya Juang).………. 27

a. DefinisiAdversity Quotient………. 27

b. PengertianAdversity Quotient...………... 31

c. DimensiAdversity Quotient………... 35

d. MengembangkanAdversity Quotient... 35

e. Ilmu Pengetahuan PembentukAdversity Quotient……… 36


(8)

BAB III PENGEMBANGANSTORYTELLINGDENGAN MEDIASCRAPBOOKUNTUK

MENINGKATKANADVERSITY QUOTIENTSANTRI

A. Metode Penelitian……….. 39

1. Jenis Penelitian……….. 39

2. Sasaran danLokasi……… 40

3. Jenis dan Sumber Data……….. 41

4. Teknik Pengumpulan Data………..….. 42

a. Observasi……… 43

b. Wawancara………. 43

c. Dokumentasi……… 44

5. Tahap-tahap Penelitian dan Pengembangan……….. 44

a. Tahap Perencanaan……….. 45

b. Tahap Pengembangan……….. 46

c. Tahap Uji Coba……… 47

6. Teknik Analisis Data………. 49

a. Analisis ProdukPengembangan……….. 49

b. Analisis ProsesStorytelling………. 52

c. Analisis Hasil atau Temuan Penelitian……… 52

B. Spesifikasi ProgramStorytellingdengan MediaScrapbook untuk Meningkatkan Adversity QuotientSantri……… 53

1. Spesifikasi Produk PelatihanBagi Siswa………. 53

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN A. Bentuk-bentuk Program KegiatanStorytellingdengan MediaScrapbook... 57

1. Program KegiatanStorytellingMelalui SDM Santri……….. 58

2. Program KegiatanStorytellingMelalui Proses Kegiatan Baik di Lingkungan Asrama maupun Lingkungan Sekolah………..……. 58

B. ProsesStorytellingdengan MediaScrapbook untuk MeningkatkanAdversity Quotient Santri……… 59

1. Perencanaan Program KegiatanStorytelling... 59

a. Identifikasi Potensi dan Masalah………. 59

b. Pengumpulan Informasi……… 59

c. Desain Rancangan Program Awal……… 60

2. Pengembangan Program………. 61

a. Validasi Desain……… 61

b. Revisi Desain Produk……… 62

c. Uji Coba Produk Terbatas……… 62

d. RevisiProduk……….. 62

e. TahapUji Coba……… 63

C. Analisis Tingkat Keberhasilan PengembanganStorytellingdengan MediaScrapbook untuk MeningkatkanAdversity QuotientSantri………. 78


(9)

BAB V PENUTUPAN

A. KESIMPULAN……… 79

B. SARAN……… 81

DAFTAR PUSTAKA………. 83


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan pada keadaan yang sangat istimewa di bumi ini. Makhluk yang satu-satunya berakal dibanding dengan elemen-elemen makhluk lainnya. Menurut Al Samarqandi, yang menjadikan manusia mulia dibanding dengan makhluk lainnya adalah kesempurnaan dalam memiliki akal. Penciptaan manusia dibekali juga ruh, berpikir, membuat pembedaan, dan beraktivitas.1

Dibekali dengan berbagai keistimewaan, Allah Swt Maha atas segala-galanya ia menciptakan kepala manusia satu persatu tidak dengan rasa keraguan. Karenanya Allah Maha Rahman dan Rahim tidak ada makhluk yang ia ciptakan tidak berdasarkan nikmat yang ia berikan satu persatu pada makhluknya.

Satu tombak besar manusia hanyalah bersyukur atas apa yang telah terjadi pada masing-masing dirinya. Di sisi lain manusia kadang tidak merasa cukup atas apa yang terjadi pada dirinya. Oleh karenya dengan diberikan akal yang sempurna, mereka mempunyaiazzamatau keinginan yang berbeda-beda. Untuk mencapai goal keinginan tersebut bisa terwujudkan, maka manusialah yang harus berusaha.

1Ibrahim bin Umar bin Hasan al-Rabith bin Ali bin Abi Bakr al-Baqa’iy,Nizmu al-Dararifi Tanasubi al-Ayat wa al-Suwar,(T.tp:Mauqi’u al-Tafasir, t.th), hlm. 289


(11)

2

Tidak cukup disitu, kadang manusia dengan diberikan peluang banyak kadang jarang dimanfaatkan dengan baik. Akhirnya proses pendapatanazzam tersebut sukar didapatkan.2

Menurut Napoleon Hill, masalah merupakan satu bahasa yang digunakan oleh alam untuk berbicara kepada makhluk hidup untuk berbicara untuk menunjukan peluang. Jadi apabila sesuatu yang kita inginkan namun belum tercapai maka hal tersebut bukanlah masalah akan tetapi peluang. Yaitu, peluang bagi kita untuk senantiasa terus mencoba dan mencoba.3

Adapun faktor pendorong dari seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu pada umumnya adalah kebutuhan serta keinginan orang tersebut (Gitosudarmo, 2001). Konsep ini terarah pada proses kemauan atau ambisius pada masing-masing individu. Apabila ia ingin melakukan apa yang ia inginkan tentu ia akan tahu bagaimana cara mendapatkannya.4

Adversity Quotient merupakan konsep seseorang untuk menghadapi kesulitan yang ia rasakan. Konsep ini akan sangat berpengaruh terhadap masing-masing individu untuk merubah keadaan dirinya dari yang lemah menjadi kuat.

IQ (Intelligent Quotient) seorang mungkin hanya menentukan 20% keberhasilan hidupnya. Sisanya ditentukan oleh hal-hal lain. Ia menyatakan

2Khairunnas Rajab,Psikologi Ibadah,(Jakarta: AMZAH, 2011), hlm. 59

3Berny Gomulya,Problem Solving and Decision Making for Improvement,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 20

4Edy Sutrisno,Manajemen Sumber Daya Manusia,(Jakarta: Prenada Media Grup, 2011), hlm. 110


(12)

3

bahwa EQ memegang peranan yang lebih penting daripada IQ untuk menentukan keberhasilan. Tetapi masih ada saja orang-orang yang memiliki IQ tinggi dan segala aspek kecerdasan emosional (EQ tinggi) tetapi tetap tidak mencapai potensinya.

Fakta menunjukan bahwa anak cerdas (IQ Tinggi) belum tentu bisa sukses. Ada kasus seorang anak bernama Ted Kaczynski yang begitu cerdas sehingga dia lulus di Harvard University dalam usia 20 tahun dan meraih doktor dalam ilmu Matematika. Profesi sebagai dosen Harvard ditinggalkannya ketika dia tertarik pada teknologi bom. Kejeniusannya akhirnya membuat dia semakin terpuruk dan dipenjara karena dia telah menewaskan dua orang dan mencederai 22 orang lainnya. Stolz menyimpulkan bahwa ada faktor lain berpengaruh dalam kesuksesan seseorang. Dengan AQ (Adversity Quotient), seseorang diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan hidup. Faktor dominan pembentuk AQ adalah sikap pantang menyerah. AQ akan menjadi faktor penentu sukses, jika orang lain gagal sementara kesempatan dan peluang yang dimiliki sama.

Adversity Quotient memiliki tingkatan kekuatan akan masing-masing orang. Semakin kuat dia memiliki AQ, semakin dia bisa mengendalikan dirinya dari berbagai masalah yang ia hadapi. Begitupun sebaliknya semakin ia merasa lemah dan tidak mampu untuk melakukan yang terbaik untuk masalahnya maka tingkatAdversity Qotientnya lemah.


(13)

4

Berdasarkan kasus yang telah ditemukan peneliti, bahwa jenis masalah yang dialami oleh lima klien memiliki klasifikasi masalah yang berbeda seperti, masalah sosial, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Hal ini ditemukan peneliti ketika peneliti melakukan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) sekaligus mengobservasi di pondok pesantren salafi Al-Fithrah Surabaya selama dua bulan.

Beberapa usaha yang telah dilakukan oleh ustadz dan ustadzah untuk mengatasi permasalahan tersebut, seperti memberikan nasihat dan renungan. Namun hasil yang terlihat belum cukup maksimal.

Berangkat dari studi kasus yang ada, peneliti merasa perlunya mengangkat permasalahan ini dengan menggunakan teknik storytellinguntuk menarik perhatian santri tersebut. Hal tersebut dilakukan agar mereka melibatkan dirinya ke dalam kisah yang diceritakan sesuai keadaannya, seperti konsekuensi yang didapat ketika seseorang melakukan hal yang merasa membuat dirinya tidak semangat dan memiliki gairah yang lemah.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf (7): 176 Allah subhanahu wata’ala berfirman:

...


(14)

5

“…maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka 5 A’raf (7):176)

-(QS. Al berpikir”.

Ayat tersebut didasari atas keberadaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang dijadikan ayat pada sebelumnya. Dari sinilah, peneliti merasa bahwa bercerita atau menceritakan sebuah kisah yang mengandung pesan mendidik itu penting. Seperti dalam menangani kasus di atas, peneliti berusaha untuk mengaplikasikan teknik bercerita dengan mengangkat tema-tema islami dan menginspirasi atau disebut denganan ispiring storytelling.

Dengan menggunakan storytelling, peneliti atau storyteller mampu memberikan dampak positif pada perkembangan pikiran atau imajinasi santri. Dari perkembangan imajinasi itulah santri akan mencari dan menemukan identitas dirinya. Sselain itu juga dalam penyampaian storytelling, storyteller akan menemukan pendidikan atau pesan cerita tanpa harus merasa menggurui.6

Tujuan dari penyampaian storytelling selain sebagai salah satu upaya untuk menyampaikan pesan agama kepada anak secara lebih mudah, juga dapat mengajak para santri untuk berinteraksi dan melihat secara langsung bagaimana ekspresi atau mimik muka, intonasi suara, karakter dan gerak-gerik storytellerdalam membawakan cerita tersebut.

5Departemen Agama RI,Al-qur’an dan Terjemahnya(Jakarta:CV Darus Sunnah, 2002), hal. 174


(15)

6

Storytelling yang merupakan salah satu teknik dalam bimbingan dan konseling ini dapat dijadikan sebagai media pembentuk kepribadian dan moralitas santri. Dalam storytelling cerita yang diangkat berkaitan dengan kisah-kisah inspiratif yang memuat pesan moral agama, motivasi dan adversity quotient yang unggul dengan pembawaannya yang lebih berkesan. Melalui teknik tersebut,storytellerakan memberikan pengalaman belajar bagi mereka. Santri akan belajar pada pengalaman-pengalaman sang tokoh dalam cerita, setelah itu memilih mana yang dapat dijadikan panutan olehnya, sehingga akan sering diingat dan diterapkan dalam kehidupannya.

Berpijak pada masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti kasus tersebut. Di mana, peneliti juga berperan sebagai konselor atau storyteller yang menangani kurangnya adversity quotient santri di Pesantren Salafi Al Fithrah Surabaya.

Pada dasarnya media yang banyak digunakan untuk kegiatan pembelajaran adalah media komunikasi. Ada beberapa cara yang digunakan dalam pengklasifikasian media. Salah satunya adalah dengan menekankan pada teknik yang dipergunakan dalam pembuatan media tersebut. Sebagai contoh seperti gambar, fotografi, rekaman audio, dan sebagainya. Ada pula yang dilihat dari cara yang dipergunakan untuk mengirimkan pesan. Contoh, ada penyampaian yang dilakukan melalui siaran televisi dan melalui optik. Berbagai bentuk presentasi media yang kita terima, membuat kita sadar bahwa kita menerima informasi dalam bentuk tertentu. Pesan-pesan tersebut dapat


(16)

7

berbentuk cetakan, bunyi, bahan visual, gerakan atau kombinasi dari berbagai bentuk informasi.7

Media bacaan yang akan digunakan yaitu mediascrapebook. Menurut Webster Dictionary, Scrapbook merupakan buku atau halaman kosong yang

aneka item (surat kabar kliping atau gambar) dikumpulkan dan

diawetkan.8Scrapbookjuga sering disebut denganseni menempelkan foto atau gambar pada media kertas serta menghiasnya dengan dekorasi dari barang sisa, sehingga dapat menjadi karya yang lebih menarik. Sehingga dengan bacaan yang sangat menghibur dari isi cerita, juga menarik karena buku bacaan tersebut akan dibuat dengan media scrapebook.

Konsep storytelling ini, akan dipadukan dengan media scrapbook ini sehingga peneliti memberikan judul penelitian ini adalah. “Pengembangan Storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan Adversity QuotientSantri di Pondok Pesantren Al Fithrah Aurabaya”

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengembanganstorytellingdengan mediascrapbookuntuk meningkatkanadversity quotient santri di Ponpes Salafi Al-Fithrah Surabaya?

7Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan,Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,(Bandung:PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA, 2007), hlm 208


(17)

8

2. Bagaimana Hasil proses proses pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient santri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Searah dengan rumusan masalah yang tertera di atas, tujuan umum penelitian ini adalah membantu konselor untuk meningkatkan daya juang santri melalui pengembangan storytelling dengan media scrapbook. Adapun tujuan rinci dari penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan proses pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotientsantri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya.

2. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan hasil proses pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient santri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi para pembaca pada umumnya, dan bagi mahasiswa Prodi Bimbingan


(18)

9

Konseling Islam pada khususnya. Selain itu juga, dapat mengembangkan teknik yang telah ada dalam bimbingan dan konseling islam agar lebih inovatif dan efektif dalam menangani permasalahan klien yang memiliki adversity quotient (daya juang) yang lemah bagi santri melalui teknik pengembanganstorytellingdengan mediascrapbook.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam memberikan informasi maupun layanan konseling kepada masyarakat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi khalayak tentang bagaimana proses pelaksanaan bimbingan dan konseling islam melalui pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotientdaya juang santri.

E. Kerangka Konseptual

Dalam pembahasan ini perlu kiranya peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Pengembangan Storytelling dengan Media Scrapbook untuk Meningkatkan adversity quotient Santri di Ponpes Salafi Al-Fithrah Surabaya”.


(19)

10

1. Storytelling

Menurut Stan Koki, “Storytelling atau bercerita adalah menyampaikan peristiwa dalam kata-kata, obyek, dan bunyi.9 Sedangkan menurut Abdul Latif, “Storytelling atau mendongeng ialah bertutur dengan intonasi yang jelas, menceritakan suatu hal yang berkesan, menarik, memiliki nilai-nilai dan tujuan yang khusus”.10 Cerita atau kisah-kisah yang telah dikongsi dalam setiap budaya sebagai satu cara hiburan, pendidikan, pemeliharaan budaya dan memupuk nilai-nilai moral.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Storytelling adalah bertutur atau bercerita tentang kisah-kisah yang inspiratif untuk anak-anak yang disampaikan oleh Storyteller (pendongeng), dengan intonasi yang lugas, jelas, berkesan, dan menarik serta dikemas dengan sebuah karya yang menghibur, mendidik serta memberikan dorongan atau motivasi kepada santri.

Storytelling ini akan dilakukan di asrama putri yang terdapat beberapa santri dan konseli. Storyteller akan bercerita menggunakan media atau alat peraga dalam hal ini akan menggunakan media Scrapbook untuk menambah kesan yang menarik ketika bercerita. Di dalam sesi akhir penyampaian isi cerita, Storyteller akan memberikan 9Stan Koki,Storytelling: The Heart and Soul Education(Hawai: Press Pacific Resources for Education and Learning, 1998), hal.2

10Muhammad Abdul Latif, The Miracle of Storytelling, mencerdaskan Anak dengan Dongeng dan Cerita(Jakarta: Bestari Buana Murni, 2012), hal. 14


(20)

11

beberapa pertanyaan kepada santri terkait isi cerita, tokoh-tokoh yang patut ditiru serta mengajak santri (konseli) untuk menceritakan kembali cerita yang telah disampaikan storyteller. Sebelum pertemuan diakhiri toryteller akan memberikan hikmah atau pelajaran yang dapat diambil dan dapat ditiru dalam kegiatan sehari-hari santri.

2. Scrapbook

Menurut Webster Dictionary, Scrapbook merupakan Buku atau halaman kosong yang aneka item (surat kabar kliping atau gambar) dikumpulkan dan diawetkan.11

Pengertian Scrapebook, Scrapebook merupakan seni menempelkan foto atau gambar pada media kertas serta menghiasnya dengan dekorasi dari barang sisa, sehingga dapat menjadi karya yang lebih menarik. Dan ini menjadi bacaan yang sangat menghibur dari isi cerita, juga menarik karena buku bacaan tersebut akan dibuat dengan media scrapebook.


(21)

12

3. Daya Juang(Adversity Quotient).

Adversity Quotient adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. AQ (Adversity Quotient) merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya serta sejauh mana sikap kemampuan dan kinerja terwujud di dunia. Menurut Stoltz, orang yang memiliki AQ(Adversity Quotient)tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ (Adversity Quotient)lebih rendah.

Menurut Stoltz (2005), pengertian kecerdasan adversity tertuang kedalam tiga bentuk, yaitu: pertama, kecerdasan adversity sebagai suatu kerangka kerja konseptual yang baru yang digunakan untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, kecerdasan adversity sebagai suatu ukuran untuk mengetahui reaksi seserang terhadap kesulitan yang dihadapinya. Ketiga, kecerdasan adversity sebagai seperangkat peralatan yang memiliki landasan ilmiah untuk mengkonstruksi reaksi terhadap kesulitan hidup. Agar kesuksesan menjadi nyata, maka Stoltz (Kusama, 2004) berpendapat bahwa kombinasi dari ketiga unsur tersebut yaitu pengetahuan baru, tolak ukur dan perlatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar dalam meraih sukses.


(22)

BAB II

STORYTELLING,MEDIASCRAPEBOOK,DANADVERSITY QUOTIENT A. Kajian Konseptual Teoritis

1. Storytelling

a. PengertianStorytelling

Komunikasi yang baik dapat membantu anak untuk mengembangkan kepercayaan dirinya, harga dirinya dan hubungan-hubungan baik dengan orang lain. Anak-anak memulai semua harapan dan impian yang ia punya melalui imajinasi, lalu diekspresikan dengan imajinasinya tersebut. Salah satu bentuk menumbuhkan imajinasinya yaitu dengan menggunakan media bercerita.1

Berbicara mengenai komunikasi terarah pada pesan-pesan atau berita yang diberikan kepada komunikan dari komunikator untuk menciptakan makna isi dari apa yang disampaikan, sehingga dapat juga dipahami oleh komunikan.2

Komunikasi pun bisa didefinisikan dari bagaimana cara kita berkomunikasi dan apa yang dikomunikasikan. Bisa dengan memperlihatkan wajah dengan berbagai ekspresi seperti, marah, sedih, dan

1Mimi Doe dan Marsha Walch,10 Prinsip Spiritual Parenting(Bandung: Kaifa, 2001), hlm. 158

2Departement Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), Edisi IV, hlm. 721.


(23)

11

bahagia. Bisa juga dengan berbagai cara tindakan seperti, tamparan, sentuhan kasih sayang dan pelukan.3

Storytelling merupakan media komunikasi yang berbentuk penyampaian pesan melalui cerita atau kisah-kisah yang disampaikan oleh storyteller atau pendongeng dengan intonasi yang jelas, berkesan dan menarik sehingga dapat diterima oleh anak-anak dengan baik, dan dapat bermanfaat untuk anak-anak di masa yang kan datang.

Dalam Alquran surat At-Thaaha ayat 99 dijelaskan:

“Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah (umat) yang telah lalu, dan sungguh, telah kami berikan kepadamu suatu 4 Thaaha ayat 99).

-(QS. At

peringatan (Alquran) dari sisi kami”.

Kisah atu cerita lalu yang terkandung didalam Al-Quran,menjadikan peringatan atau pembelajaran yang baik bagi Muhammad SAW dan kita semua sebagai (umatnya).

b. Manfaat dan FungsiStorytelling

Pada dasarnya urgensi dari storytelling memiliki persamaan dengan kegiatan ketika berdakwah, yaitu usaha untuk mengajak dan mempengaruhi orang lain untuk berbuat dan bertingkah laku yang baik 3Wismiarti,Cara-cara Ampuh untuk Berbicara dengan anak-anak,(Jakarta Timur: Sekolah Al Falah, 2006), hlm. 1.

4Kementrian Agama RI,Alquran dan Tafsirannya jilid VI,(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 516


(24)

12

atau seperti apa yang diinginkan. Sebagai mahluk psikologis, manusia memilih kehendaknya sendiri sesuai apa yang ia suka, yang ia cintai, yang ia gemari ataupun yang merasa dirinya lebih senang dan nyaman.5

Storytelling sebagai salah satu media komunikasi berdakwah kepada Anak-anak, dikemas dan dirancang lebih menarik agar mudah dicerna dan ditangkap serta dipahami oleh mereka. Sehingga tidak hanya teori dakwah yang ia dapatkan secara formal namun terdapat unsur yang berkesan dan menghibur.

Dalam Alquran surat Yusuf (12):3 Allah berfirman:

“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan

mewahyukan Alquran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum

mengetahui”.QS. Yusuf (12):3)6

Dari penjelasan ayat tersebut, secara implisit bahwasannya terdapat kisah-kisah atau cerita-cerita yang baik. Hal tersebut dapat dijadikan suatu metode dakwah dengan meningkatkan keimanan ataupun kebaikan melalui cerita-cerita dalamAl-quran.7

5Faizah dan Lalu Muchsin Effendi,Psikologi Dakwah(Jakarta:Prenada Media, 2006), hlm, 18 6Kementrian Agama RI,Alquran dan Terjemahnya: Al-Mufid(Solo:PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), hlm. 235


(25)

13

Seorang anak apabila sering disajikan dengan mendengarkan cerita-cerita atau kisah-kisah dari orang tuanya, akan tumbuh menjadi anak yang lebih peka. Kepekaan tersebut akan mendukung segala aspek apa yang ada pada anak tersebut baik percaya diri, bersikap kritis, dan kemauan bereksplorasi. Dengan kata lain, kecerdasan emosional, spiritual, dan ketahanan mentalnya akan lebih terarah.8

Adapun manfaatstorytellingdiantaranya: 1) Meningkatkan keterampilan bicara.

2) Mengembangkan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan struktur kalimat.

3) Meningkatkan minat baca.

4) Mengembangkan keterampilan berpikir. 5) Meningkatkan keterampilanproblem solving. 6) Merangsang imajinasi dan kreativitas.

7) Mengembangkan emosi.

8) Memperkenalkan nilai-nilai moral. 9) Memperkenalkan ide-ide baru. 10) Mengalami budaya lain.

11) Mempererat ikatan emosi dengan orang tua.9 Storytellingjuga mempunyai fungsi berikut ini:

8Andi Yudha Asfandiyar,creative Parenting Today(Bandung:Kaifa, 2012), hlm. 123. 9Tim Pena Cendekia,Panduan Mendongeng(Sirakarta: GAzzamedia, 2013), hlm. 17.


(26)

14

1) Sarana kontak batin antara pendidik dan anak didik

2) Pendidikan imajinasi atau fantasi yang akan mendorong rasa ingin tahu anak tentang kisah atau cerita teladan

3) Pendidikan emosi (perasaan) anak didik.teladan 4) Sarana pendidikan bahasa anak.

5) Membantu proses identifikasi diri atau perbuatan 6) Media penyampaian pesan atau nilai-nilai

7) Sebagai sarana hiburan dan pencegah kejenuhan.10 c. Tahap-Tahap Storytelling

Berikut berbagai kesiapan untuk menyajikan dan menyiapkan diri dalam melakukan storytelling yang diuraikan dalam berbagai langkah persiapan.

Abdul Aziz Abdul Majid menyampaikan beberapa langkah dasar bercerita bagiStoryteller,yaitu:

1) Pemilihan Cerita

Dalam hal ini, storyteller sebaiknya memilih cerita atau kisah-kisah inspiratif (Al-Mutholaah), yaitu kisah yang berkaitan

10Wuntat WS., DKK.,Mendidik Anak dengan Memanfaatkan Metode Bermain Cerita dan Menyanyi(Yogyakarta: Pustaka Syahida, 2008), hlm. 22-26.


(27)

15

dengan Adversity Quotient (daya juang). Isi cerita diupayakan berkaitan dengan dunia kehidupan anak yang penuh suka cita, yang menuntut isi cerita memiliki unsur yang dapat memberikan perasaan gembira, lucu, menarik, dan menyasyikkan bagi anak. Isi cerita disesuaikan dengan minat anak yang biasanya berkenaan dengan binatang, tanaman, kendaraan, boneka, robot, planet dan lain sebagainya. Dalam masing-masing anak mempunyai tingkat usia yang berbeda oleh karenanya dalam kebutuhan dan kemampuan anak dalam menangkap cerita berbeda-beda. Maka dari itu cerita yang diharapkan bersifat ringkas atau pendek dalam rentang perhatian anak.11

2) Persiapan Sebelum MasukSession(sesi)

Setiap menit waktu yang digunakan untuk berpikir dan mengola cerita serta mempersiapkannya sebelum memulai bercerita dengan cara merancang gambaran alur cerita dan menyiapkan kalimat-kalimat yang sesuai, akan membantu storytellerdalam menyiapkan cerita dengan jelas dan mudah.12 3) Perhatikan Posisi Duduk Santri

Posisi duduk santri hendaknya berdekatan dengan storyteller, karena akan membantu pendengaran mereka dalam

11Mukhtar Latif, Zukhairina, Rita Zubaidah dan Muhammad Afandi,Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta:KENCANA, 2014), Hlm. 111


(28)

16

menyimak suara pencerita dan gerak-gerakannya pun akan terlihat jelas. Posisi duduk yang baik dalm mendengarkan cerita adalah berkumpul mengelilingi storyteller dengan posisi setengah lingkaran atau mendekati setengah lingkaran.

4) Sesi Bertanya

Storyteller membuka kesempatan anak-anak untuk bertanya dan menanggapi setelahstorytellerbercerita.13

Selain Abdul Aziz, Shepard menjelaskan tentang beberapa persiapan yang diperlukan dalam storytelling. Berikut berbagai persiapan dalamstorytelling:

1) Mempelajari cerita yang akan disampaikan

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mempersiapkan salah satunya mempelajari sebuah cerita misalnya dengan membaca atau mendengarkan cerita berulang-ulang, menulis atau mengetik ulang cerita , membuat bagan atau skema cerita atau langsung bercerita. Setiap orang memiliki perbedaan masing-masing sesuai dengan kebutuhannya. Inti dari semua perbedaan persiapan tersebut untuk memahami isi cerita dan dapat menguasai cerita yang akan disampaikan.14

13B.E.F. Montolalu,Bermain dan Permainan Anak,(Jakarta:Penerbit Universitas Terbuka, 2010), hlm. 10


(29)

17

2) Menggambar Adegan Cerita dalam Ingatan

Hal ini akan membantu dalam membangun dan mengingat cerita. Beberapa bagian cerita mungkin dapat diingat kata per kata, misalnya bagian awal atau akhir, percakapan penting, atau ungkapan yang diulang-ulang. Akan tetapi, sangat tidak mudah untuk mengingat kata per kata dari keseluruhan cerita. Oleh karenanya, menggambarkan adegan cerita dengan dalam ingatan merupakan cara untuk membangun dan mengingat cerita agar tidak terjebak dengan kata-kata.

3) Berlatih di Depan Kaca

Sangat disarankan untuk melakukan latihan di depan cermin atau direkam dengan alat rekaman audio atau video. Dengan demikian, kita bisa melihat dan menilai diri sendiri. Hal yang pertama yang penting dalam latihan adalah memahami alur cerita setelah itu baru fokuskan pada cara penyampaian.

Hal-hal yang dilakukan di depan kaca sebagai berikut: a) Perhatikan wajah di depan cermin, tarik napas

dalam-dalam, lalu embuskan perlahan. Ulangi latihan ini secara teratur.


(30)

18

b) Mulailah dengan raut wajah tegang, tahan napas sebentar, lihat secara seksama, kemudian ubahlah dengan wajah menyeringai.

c) Mulut mulai digerakan kek kiri dan ke kanan, naik turun, kemudian dikembungkan. Latihan ini sangat berguna untuk kelenturan ekspresi wajah.

d) Sorot mata menatap tajam ke depan, tahan napas, kemudian embuskan perlahan-lahan sambil bersuara. e) Bahu kiri kanan mulai digerakan berbarengan secara

perlahan-lahan kemudian gerakan ke depan dan ke belakang. Ulangi latihan ini secara teratur sampai terlihat lentur.

f) Gerakan kedua belah tangan seolah-olah sedang mencakar (bisa dilakukan sambil mengeluarkan suara mengaum mirip harimau), kemudian telapak tangan dikipas-kipaskan sampai terasa dingin

Denagn berlatih secara rutin maka kita akan memperoleh hasil yang bagus dan siap menjadi seorang pendongeng.15 4) Gunakan pengulangan atau Repetisi


(31)

19

Pengulangan atau repitisi menunjukan bahwa sesuatu perlu mendapat perhatian. Cara ini sangat bermanfaat dalam storytelling,sehinggaaudiencetertuju pada cerita tersebut. 5) Gunakan Variasi

Penggunaan variasi dapat menarik dan menjaga perhatian audience agar tidak berpindah kepada hal lain. Dalam penyampaian cerita, penggunaan variasi sangat dibutuhkan agar cerita tidak monoton. Berbagai variasi yang bisa dilakukan adalah dalam bentuk nada, tekanan, volume, suara, kecepatan suara, ritme, dan artikulasi (halus dan tajam). 6) Gunakan Gerakan Tubuh(gesture)

Gerakan tubuh dapat dilakukan jika diperlukan dalam cerita, yaitu untuk mengekspresikan tindakan atau untuk memberi penekanan. Gerakan tubuh juga merupakan salah satu cara untuk mengundang perhatianaudience.

7) Berikan Perhatian Khusus pada Bagian Awal dan Akhir Cerita Ketika menyampaikan bagian awal cerita, bisa dikaitkan dengan cerita tersebut atau dengan hal-hal yang ada di sekitar, namun harus mengacu pada plot atau alur cerita. Demikian pula, menyampaikan bau membegian akhir cerita juga harus jelas, sehingga audience mengerti bahwa cerita telah selesai


(32)

20

tanpa harus menceritakannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperlambat atau memberikan penekanan.

8) Memotret Karakter atau Tokoh

Beri perhatian khusus pada bagaimana karakter atau tokoh itu digambharkan. Karakter harus ditampilkan dengan hidup, misalnya dengan wajah, suara, atau gerakan tubuh. Diupayakan agar karakter ditampilkan secara berbeda, sehingga mudah untuk diceritakannya.

9) Menyiapkan Diri

Menyampaikan cerita dapat berhasil dengan baik jika persiapan yang dilakukan tidak hanya berkaitan dengan cerita itu sendiri, melainkan juga dengan kondisi storyteller sebagai orang yang akan bercerita, dimana suara dan tubuh Storyteller akan menjadi alat yang dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dalam menyampaikan cerita.16

2. Scrapbook

a. PengertianScrapbook

Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti perantara, antara, atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan. Schramm (1997) dalam (eliyawati, 2005:108) 16http://www.aaronshep.com/storytelling/tips2.html, diakses pada tanggal 24 Mei 2016


(33)

21

mendefinisikan mengenai media yaitu teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan. Adapun penggunaan media dalam kegiatan pendidikan pada umumnya untuk penyampaian bagaian tertentu dari kegiatan pembelajaran memberikan penguatan berupa motivasi.

Adapun beberapa peranan penting media dalam kegiatan pembelajaran adalah:

1) Memperjelas penyajian pesan dan mengurangi verbalitas

2) Memperdalam pemahaman anak didik (santri) terhadap isi cerita 3) Memperagakan pengertian yang abstrak kepada pengertian yang

konkret dan jelas

4) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera manusia 5) Penggunaan media yang tepat dalam pembelajaran akan mengatasi

sikap pasif pada santri

6) Mengatasi sifat unik pada setiap anak diik yang diakibatkan oleh lingkungan yang berbeda

7) Media mampu memberikan variasi dalam proses bercerita

8) Memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengulang isi cerita

9) Memperlancar pelaksanaan kegiatanstorytelling17

17Rudi Susilana dan Riyana,Media Pembelajaran,(Bandung: CV Wacana Prima, 2009), hlm. 6-7


(34)

22

Scrapbook merupakan media atau alat peraga yang berbentuk gambar-gambar temple yang dikumpulkan menjadi satu seperti buku. Scrapbook dari kata asalscrap yang berarti sisa. Definisi scrapbook adalah seni menempel foto atau gambar di media kertas, dan menghiasnya hingga menjadi karya kreatif yang mengandung seni yang tinggi.

Adapun pengertian seni selalu berkembang dari masa ke masa sejalan dengan perkembangan pandangan manusia terhadap seni. Konsep, proses, dan bentuk seni sangat beragam dan terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia. Berikut beberapa pengertian seni yang dikemukakan oleh filusuf, pakar, seni, pakar pendidikan, dan pakar kebudayaan.

1) Plato, seorang filusuf Yunani yang hidup pada tahun 428-348 SM, menyatakan bahwa seni adalah hasil tiruan alam. Pandangan mengenai seni sebagai imitasi ini berlangsung dominan sampai abad ke-19.

2) Benedeto Croce, seorang filusuf Italia yang hidup pada 1866-1952, menyatakan bahwa seni adalah ungkapan kesan-kesan.

3) Leo Tolstoy, seorang sastrawan Rusia terkemuka yang hidup pada 1828-1910, menyatakan bahwa seni merupakan aktivitas manusia yang menghasilkan sesuatu yang indah.


(35)

23

4) Susanne K. Langer, seorang filusuf seni dari Amerika, menyatakan bahwa seni dapat diartikan sebagai kegiatan menciptakan bentuk-bentuk yang dapat dimengerti atau dipersepsi yang mengungkapkan perasaan manusia.

5) S. Sudjojono, salah seorang pelukis terkemuka Indonesia, bahwa seni adalah jiwa yang tampak.

6) Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan nasional, berpendapat bahwa seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya yang hidup dan bersifat indah, hingga dapat menggerakan jiwa perasaan manusia.

Maka dapat disimpulkan bahwasannya seni merupakan sarana komunikasi perasaan dan pengalaman batin seseorang kepada kelompok masyarakatnya dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadinya.

Aspek media komunikasi ini dapat menyalurkan seni untuk diperkenalkan kepada anak-anak baik dalam cara kerja praktek (experience) ataupun diperkenalkan melalui media bercerita.18

b. ManfaatScrapbook

Scrapbook merupakan seni dan teknik menghias album foto keluarga atau pribadi agar penampilannya menjadi lebih indah .

18Harri Sulastianto,Seni Budaya,(Jakarta: PT GRAFINDO MEDIA PRATAMA, 2007), hlm. 2-3


(36)

24

scrapbook tidak sekedar menempel kertas bergambar tetapi juga menuangkan ekspresi dengan harmonisasi warna, motif, serta bentuk.19

Seniscrapbookditemukan di Inggris pada abad ke 15, awalnya untuk mengkompilasi resep masakan, puisi atau kata-kata indah. Dalam perkembangannya media dan material scrapbook menjadi lebih bervariasi. Tidak hanya pada album foto tetapi pada bingkai atau frame atau media lain yang memiliki permukaan rata. Materialnya pun tidak terbatas pada kertas, aneka benda bekas pakai pun bisa dimanfaatkan, seperti pernik kecil dari plastik.20

Scrapbook juga disebut media pengabadian moment penting melalui seni mengatur, kertas, hiasan, dan foto dalam satu bingkai yang indah.21

3. Adversity Quotient(Daya Juang)

a. Definisi KecerdasanAdversity Quotient

Secara umum, kecerdasan dapat dipahami dalam dua tingkat. Pertama, kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kedua, kecerdasan sebagai sebuah kemampuan untuk memproses informasi 19Adi Kusrianto dan Nurcahyo,Photoshop Photomontage,(Jakarta: PT ELEX MEDIA KOMPUTINDO, 2010), hlm. 19

20Iva Hardiana,terampil membuat 50 kreasi scrapbook cantik pada frame,(Jakarta:PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, 2006), hlm. 4

21Astir Novia dan Natar Adri,Bisnis Sampingan Modal <5 Juta,(Jakarta: Penebar Swadaya Grup, 2011), hlm. 206


(37)

25

sehingga masalah-masalah yang dihadapi oleh seseorang dapat segera dipecahkan (problem solved), dan dengan demikian pengetahuan pun menjadi bertambah.

Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat dipahami dengan mudah bahwa kecerdasan merupakan pemandu (guider) bagi individu untuk mencapai berbagai sasaran dalam hidup yang dijalaninya secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas akan mampu memilih strategi-strategi pencapaian sasaran yang jauh lebih baik daripada orang yang kurang cerdas.22

Konsep tentang kecerdasan adversity atau adversity intelligence (AI) dibangun berdasarkan hasil studi empirik yang dilakukan banyak ilmuan serta lebih dari lima ratus kajian di seluruh dunia, dengan memanfaatkan tiga disiplin ilmu pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi. Kecerdasan adversity memasukan dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan aplikasinya dalam dunia nyata. Konsep kecerdasan adversity pertama kali digagas oleh Paul G. Stolz (Jaffar, 2003).23

Menurut Stoltz (2005), pengertian kecerdasan adversity tertuang ke dalam tiga bentuk, yaitu: Pertama, kecerdasan adversity 22Sumardi,Password Menuju Sukses,(Jakarta:Erlangga, 2007), hal. 74

23Susanto dan Masri Sareb Putra,Management Gems,(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010),hal 13


(38)

26

sebagai suatu kerangka kerja konseptual baru yang digunakan untuk untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, kecerdasan adversity sebagai suatu ukuran untuk mengetahui reaksi seseorang terhadap kesulitan yang dihadapinya. Ketiga, kecerdasan adversitysebagai seperangkat peralatan yang memiliki landasan ilmiah untuk merekonstruksi reaksi terhadap kesulitan hidup. Agar kesuksesan menjadi nyata, maka Stoltz (Kusuma, 2004) berpendapat bahwa kombinasi dari ketiga unsur tersebut yaitu pengetahuan baru, tolak ukur, dan peralatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki kompenen dasar dalam meraih sukses24.

Berbeda dengan Stoltz, Mortel (Kusuma, 2004) berpandangan bahwa makin besar harapan seseorang terhadap dirinya sendiri, maka makin kuat pula tekadnya untuk meraih kesuksesan dan keberhasilan hidup. Maxwell (Kusuma, 2004) mengatakan bahwa ketekunan yang dimiliki oleh seseorang akan memberinya daya tahan. Daya tahan tersebut akan memebuka kesempatan baginya untuk meraih kesuksesan hidup.

Secara garis besar konsep kecerdasan adversity menawarkan beberapa manfaat yang dapat diperoleh, yaitu:


(39)

27

1) Kecerdasan adversity merupakan indikasi atau petunjuk tentang seberapa tabah seseorang dalam menghadapi sebuah kemalangan. 2) Kecerdasan adversity memperkirakan tentang seberapa besar

kapabilitas seseorang dalam menghadapi setiap kesulitan.

3) Kecerdasanadversitymemperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan, kinerja, serta potensinya, dan siapa yang tidak.

4) Kecerdasan adversity dapat memperkirakan siapa yang putus asa dalam menghadapi kesulitan dan siapa yang akan bertahan. (Stoltz, 2005).

Stoltz menambahkan bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu problematika hidup, penuh motivassi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang tinggi, dipandang sebagai figur yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi. Sedangkan individu yang mudah menyerah, pasrah begitu saja pada takdir, pesimistik dan memiliki kecenderungan untuk senantiasa bersikap negatif, dapat dikatakan sebagai individu yang memiliki tingkat kecerdasanadversityyang rendah.

Werner (Stoltz, 2005), dengan didasarkan pada hasil penelitiannya mengemukakan bahwa anak yang ulet adalah seorang perencana, orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan orang


(40)

28

yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju terus. 25

b. PengertianAdversity Quotient

Maslah adalah suatu problem, sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Menurut Taufik Pasiak (2002), seorang pakar otak dan pikiran mendefinisikan masalah sebagai suatu selisih antara apa yang dimiliki atau apa yang telah dicapai dengan apa yang diinginkan atau dihadapkan.

Adversity Quotient adalah kecerdasan yang berupa kemampuan menghadapi kesulitan, bertahan dari kesulitan dan keluar dari kesulitan dalam keadaan sukses. AQAdversity Quotientmemiliki motto: how to make a challenge becomes opportunity, yang berarti bahwa masalah bukanlah masalah tetapi bagaimana masalah tersebut diciptakan sebagai peluang yang bagus.26

Adversity Quotient adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. Adversity Quotient merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya serta sejauh mana sikap ataupun kemampuan dan kinerja seseorang akan terwujud di dunia.

25Agung Webe,Recollection,(Jakarta: PT ELEX MEDIA KOMPUTRINDO, 2007), Hal. 62 26Komaruddin Hidayat,Politik Panjat Pinang,(Jakarta: PT KOMPAS, 2006), Hlm. 4


(41)

29

Dalam Adversity Quotient hal pokok yang menjadi sorotan adalah seberapa jauh kemampuan seseorang untuk dapat bertahan ketika menghadapi kesulitan dan dapat mengatasi kesulitan-kesulitannya.27

Banyak orang yang menyerah sebelum bertanding ketika berhadapan dengan tantangan-tantangan hidup. Orang seperti ini tidak akan pernah tahu seberapa besar usaha dan batas kemampuan yang benar-benar teruji.28

Paul G Stolz, penemu teori AQ berdasarkan penelitiannya membagi 3 tingkatan AQ dalam masyarakat, yakni:

1) Tipe Quiters (orang-orang yang berhenti)

Mereka ini adalah orang yang AQ-nya paling lemah ketika menghadapi berbagai kesulitan hidup. Mereka berhenti dan menyerah ketika berhadapan dengan suatu kesulitan. Mereka juga tidak memanfaatkan peluang, potensi diri dan kesempatan dalam hidup. Ia kan menderita dan pilu ketika menoleh ke belakang dan melihat bahwa kehidupannya tidak optimal, kurang bermakna, banyak disia-siakan denagn boros dalam waktu dan hidup. Akibatnya ia menjadi murung, sinis, pemarah, frustasi,

27Sri Habsari,Bimbingan dan Konseling SMA,(Jakarta: Grasindo, 2005), Hlm. 3

28Tim Penulis LKS PAK BPK,Lembar Kerja Siswa,(Jakarta: Gunung Mulia, 2008), Hlm. 48


(42)

30

menyalahkan semua orang disekelilingnya dan iri hati pada orang-orang yang terus mendaki kehidupan ini.

Orang yang berkarakter Quitter ini adalah para pekerja yang sekedar untuk bertahan hidup. Mereka ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan.

Berikut ciri-ciri orang yang berkarakterQuitter: a) Menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi

b) Gaya hidupnya tidak menyenangkan atau datar dan tidak lengkap

c) Bekerja sekedar cukup untuk hidup

d) Cenderung menghindari tantangan berat yang muncul dari komitmen yang sesungguhnya

e) Jarang sekali memiliki persahabatan yang sejati

f) Mereka cenderung melawan atau lari dan cenderung menolak dalam perubahan

g) Terampil dalam menggunakan kata-kata yang sifatnya membatasi seperti tidak mau , mustahil , ini konyol dan sebgainya.

h) Kemampuannya kecil atau bahkan tidak ada sama sekali; mereka tidak memiliki visi dan keyakinan akan masa depan, kontribusinya sangat kecil.


(43)

31

Mereka adalah orang-orang yang AQ-nya dalam tingkat sedang. Mereka giat mendaki tetapi di tengah perjalanan merasa bosan dan merasa cukup dan mengakhiri pendakiannya dengan mencari tempat datar dan nyaman untuk membangun tenda perkemahan hidup ini. Mereka menganggap sudah sukses dan memilih kehidupannya disitu dengan sia-sia. Gaya hidup Campers pada mulanya kehidupannya penuh proses pendakian dan perjuangan. Tetapi, makin jauh ia mendaki ia memilih berbelok membangun kemah di lereng gunung kehidupan. Alasan mereka karena mereka lelah mendaki, menganggap prestasi ini sudah cukup, senang dengan ilusinya sendiri dan tentang apa yang sudah ada. Mereka tidak mau menengok apa yang mungkin terjadi.29

3) Tipe Climbers (Para pendaki sejati)

Meraka adalah orang-orang yang tingkat AQ-nya tinggi. Mereka paham benar bahwa kehidupan sekarang ini adalah tempat ujian dan tempat pendakian untuk menuju kehidupan sesungguhnya di hari akhir. Gaya hidup Climbers ialah menjalani hidup ini secara lengkap. Mereka yakin bahwa langkah-langkah kecil saat ini akan

29Arvan Pradiansyah,You Are A Leader,(Jakarta: PT ELEX MEDIA Komputindo, 2006), hal. 146


(44)

32

membawa kemajuan dan manfaat yang berarti. Pendaki sejati tidak akan lari dari tantangan dan kesulitan kehidupan.30

c. DimensiAdversity Quotient

Dimensi adversity quotient dapat diringkas kata CO2RE yaitu:

1) C adalah control, seberapa besar control yang anda rasakan saat anda dihadapkan pada persoalan yang sulit, bermusuhan dan berlawanan?

2) O2 adalah Origin dan Ownership, siapa atau apa yang menjadi asal-muasal suatu kesulitan? Dan sejauh mana anda berperan memunculkan kesulitan?

3) R adalah reach. Seberapa jauh suatu kesulitan akan merembes ke wilayah kehidupan anda yang lain?

4) E adalah endurance. Seberapa lama kesulitan akan berlangsung? Berapa lama penyebab kesulitan akan berlangsung?31

d. MengembangkanAdversity Quotient

Cara mengembangkan dan menerapkan adversity quotient dapat diringkas dalam kata LEAD yaitu:

1) L adalah listened(dengar) respon anda dan temukan sesuatu yang salah

30Nunuk Murdiati Sulastomo,Scrambled Egg is Delicious,(Jakarta:PT Gramedia, 2010), hlm. 157


(45)

33

2) E adalahexplored(gali) asal dan peran anda dalam prosoalan ini 3) A adalah Analized (analisalah) fakta-fakta dan temukan beberapa

faktor yang mendukung anda

4) D=Do(lakukan) sesuatu tindakan nyata

e. Ilmu pengetahuan pembentukAdversity Quotient (AQ) 1) Psikoneuroimunologi

Penelitian akhir-akhir ini di bidang psikoneuroimunologi membuktikan bahwa ada kaitan langsung dan dapat diukur antara apa yang seseorang pikirkan dan rasakan dengan apa yang terjadi di dalam tubuh orang tersebut.

2) Neurofisiologi

Menurut Dr. Mark Nuwer, kepala neurofisiologi di UCLA Medical Centers dalam Stoltz mengatakan bahwa proses belajar berlangsung di wilayah sadar bagian luar yaitu cerebral cortex. Lama kelamaan jika pola pikiran atau perilaku tersebut diulang maka kegiatannya akan berpindah ke wilayah otak bawah sadar yang bersifat otomatis, yaitu bangsal ganglia.

Jadi semakin sering seseorang mengulangi pikiran atau tindakan yang destruktif maka pikiran atau tindakan itu juga akan semakin dalam, semakin cepat, dan otomatis. Untuk merubah kebiasaan yang buruk atau destruktif, misalnya AQ rendah, maka seseorang harus mulai di wilayah sadar otak dan memulai jalur saraf baru.


(46)

34

Perubahan dapat bersifat segera, dan pola-pola lama yang destruktif akan lenyap dan tidak digunakan. 32

3) Psikologi Kognitif

Bagian yang membahas tentang teori ketidakberdayaan yang dipelajari, atribusi, kemampuan menghadapi kesulitan, keuletan, dan efektifitas diri/ pengendalian.

f. HubunganAdversity Quotientdengan Sukses

Dalam kehidupan nyata hanya paraclimbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki tiga karakter yang sama.

Pertama, mereka memiliki dedikasi tinggi terhadap apa yang tengah dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, passion, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Kedua, mereka memiliki determinasi, yang artinya memiliki kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras,

32Billy Taufan Tenardhi,Continuums of Sales Management Procces,(Jakarta: Penebar Swadaya Grup, 2012), hal. 172


(47)

35

berkeyakinan, pantang menyerah dan mempunyai kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.33

Ketiga, selalu berada dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda dengan orang lain dan pada umumnya.

Ciri-ciri tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dua dari tiga karater orang sukses erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan.34

33Muhammad Julijanto,Membangun Keberagaman,(Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2015), hal. 219

34Syahmuharnis dan Harry Sidharta,TQ Transcedental Quotient,(Jakarta: Republika, 2006), hal. 14-15


(48)

BAB III

PENGEMBANGANSTORYTELLINGDENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

SCRAPBOOKUNTUK MENINGKATKAN DAYA JUANG SANTRI DI PONPES SALAFI AL-FITHRAH SURABAYA

A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian tentang pengembangan storytelling dengan menggunakan scrapbook untuk meningkatkan daya juang santri ini menggunakan metode Research and Development/ R&D. Metode research and development adalah salah satu bentuk penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan produk tertentu, yang dalam praktiknya dilengkapi dengan analisis kebutuhan, kemudian mengkaji keefektifan produk tersebut, apakah berfungsi di tengah masyarakat atau tidak.1 Metode penelitian R&D ini dilakukan secara sengaja, sistematis, bertujuan dan diarahkan untuk mencari, menemukan, merumuskan, memperbaiki, mengembangkan, menghasilkan dan menguji keefektifan produk, model, metode,/startegi/cara, jasa,prosedur tertentu yang lebih unggul, baru, efektif, efesien, produktif dan bermakna.2 Metode penelitian dan pengembangan (R&D) ini telah banyak digunakan oleh para ilmuan di 1Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 297.

2Nusa Putra, Research and Development (penelitian dan pengembangan:suatu pengantar), (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2012). Hlm, 67.


(49)

38

berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti ilmu pengetahuan teknologi, alam, dan kesehatan. Hamper semua produk teknologi seperti kendaraan, alat rumah tangga, alat-alat kedokteran dikembangkan melalui jenis penelitian R&D.

Dalam pengembangannya, metode penelitian R&D ini digunakan dan dimanfaatkan dalam kajian dan penelitian sosial, seperti psikologi, konseling, pendidikan, sosiologi, manajemen dan lain-lain.

Dalam prosesnya, penelitian dengan metode R&D ini memanfaatkan dua jenis penelitian baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara, observasi, diskusi, saran, kritik dan komentar tertulis. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan skala penilaian yang dikembangkan stelah mendapatkan data melalui angket dan instrument.

Produk yang diteliti dan dikembangkan dalam penelitian ini berupa program storytelling dengan menggunakan media scrapbook untuk meningkatkan daya juang Santri. Program yang digunakan berbentuk konseling kelompok yang berisi motivation session dengan mendongeng dansharingbersama.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah didirikan pada tahun 1985 oleh Hadhratusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al Ishaqy RA. Pesentren ini terletak di Jalan Kedinding Lor, No. 99, Tanah Kali


(50)

39

Kedinding, Kenjeran Surabaya Jawa Timur. Pesantren ini merupakan pesantren yang mempunyai basis salafi.

Pesantren ini dipilih karena termasuk tempat penulis melakukan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan), sehingga mengetahui info ataupun keadaan dan kegiatan santri di pesantren ini dan dapat ditindaklanjuti dengan penelitian yang berbentuk pelatihan kegiatan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotientsantri.

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient santri ini terdiri atas data primer (data pokok) dan data skunder (data pendukung).

Data primer meliputi data tentang adversity quotient (daya juang) Santri di Pondok Pesantren As Salafi Al-Fithrah Surabaya, hasil produk program storytelling dengan media scrapbook dan hasil pelaksanaan storytellingdengan media scrapbook di lokasi penelitian, dalam peningkatanadversity quotientsantri di lingkungan pesantren.

Data sekunder dalam penelitian ini berupa data tentang penilaian para ahli terhadap cara-cara penyampaian dalam cerita storytelling, pemilihan cerita serta kesinambungan isi, dan makna


(51)

40

cerita (story) pada adversity quotient santri, produk scrapbook terhadap kesesuaian script isi cerita, tokoh, dan bentuk gambar dalam cerita. Beberapa pendapat Pembina asrama di pesantren terhadap proses kegiatan storytelling yang disampaikan serta menilai perilaku santri (anggota kamar) sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan ini. b. Sumber Data

Sumber data adalah subyek baik berupa manusia atau benda dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini, sumber data terbagi menjadi dua yaitu sumber data primer sebagai sumber utama dan sumber data sekunder yang mendukung data primer.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku literatur adversity quotient, media scrapbook dan storytelling. Selain buku sumber utama dalam penelitian ini adalah santri putri (isti’dad kamar 19) yang menjadi peserta pelatihan.

Sumber data sekunder yang berupa benda meliputi artikel bebas dan media seperti koran, instagram dan youtube yang berkaitan tentang adversity quotient, cara storytelling dan scrapbook. Sumber data sekunder lainnya adalah para ahli yang memberikan masukan pada produk pengembangan.

4. Teknik pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang valid dalam penelitian pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity


(52)

41

quotient Santri ini, penulis memanfaatkan beberapa metode pengumpulan data:

a. Observasi

Dalam penelitian pengembangan storytellingdengan mediascrapbook untuk meningkatkan adversity quotient Santri ini, observasi dilakukan melalui proses pengamatan dan pencatatan secara sistematik melalui kegiatan saur manuk (konseling kelompok) kegiatan ini dilakukan 2 minggu sekali dan merupakan program rutinan mingguan di pesantren Al-Fithrah. Observasi ini menggambarkan keadaan Santri yang memiliki masalah baik kesehatan, ekonomi, pembelajaran dan sosial. Hasil observasi menunjukan , bahwa kasus yang yang didominasi santri adalah sosial dan pembelajaran atau pendidikan.

b. Wawancara

Wawancara pada penelitian ini dilakukan sebagai salah satu alat untuk recheckingatau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya melalui observasi dan teknik lain.3 Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan melalui wawancara antara lain data tentang santri yang mempunyai masalah pribadi masing-masing, data tentang pendapat Pembina asrama (mudabiroh) terhadap anggota kamar (santri). Serta harapan masing-masing santri terhadap masalah

3Sugiyono,Metode Penulisan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,(Bandung: Alfabeta, 2008). Hal. 329.


(53)

42

yang dialaminya dan harapan pembana asrama (mudabiroh) terhadap anggotanya (santri). Saat pelatihan berlangsung, wawancara digunakan untuk mendapatkan masukan danfeedbackdari santri (peserta).

c. Dokumentasi

Data-data yang digali melalui dokumentasi dalam penelitian ini antara lain data mengenai fakta-fakta masalah yang dialami santri mengenai arti daya juang. Serta hasil video testimoni baik santri maupun pembina asrama (mudabiroh) dalam pelatihan atau kegiatan storytellingdi asrama.

5. Tahap-tahap Penelitian Pengembangan

Ada 10 langkah dalam proses penelitian dan pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient Santri ini, yaitu: 1) Mengidentifikasi potensi dan masalah; 2) Mengumpulkan informasi sebagai bahan perencanaan; 3) Mendesain rancangan produk awal; 4) Menvalidasi desain produk; 5) Memperbaiki desai produk; 6) Ujicoba produk pada lapangan terbatas; 7) Revisi produk; 8) Uji coba pemakaian dalam kondisi sesungguhnya; 9) Merevisi produk pengembangan; dan 10) Desiminasi produk atau memproduksi secara masal.4

4Sugiyono,Metode Penulisan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,(Bandung: Alfabeta, 2008). Hal. 289.


(54)

43

Tahapan-tahapan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap dengan tujuan untuk memudahkan pola pengembangannya, yakni tahap perencanaan, pengembangan dan ujicoba.

a. Tahap Perencanaan

1) Identifikasi Potensi dan Masalah

Pada tahap ini, penulis melakukan penggalian data tentang masalah adversity quotient yang terjadi baik melalui psikolog dan sumber buku psikologi ataupun konseling secara umum dan khususnya di pesantren yang akan menjadi lokasi penelitian dalam peningkatan adversity quotient. Penulis berusaha menggali beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan adversity quotient pada santri dan data tentang tinggi rendahnya intensitasadversity quotientpada santri di pesantren sasaran. 2) Pengumpulan Informasi

Pengkajian teori dari berbagai macam referensi tentang storytelling, adversity quotient dan media scrapbook termasuk dalam bagian tahapan pengumpulan informasi. Selain itu, pengumpulan informasi dilakukan untuk menggali data tentang bentuk-bentuk kegiatan storytelling yang disepakati antara pihak pesantren dan penulis.


(55)

44

Setelah potensi pesantren dan masalah adversity quotient (daya juang) diidentifikasi serta dilengkapi berbagai informasi dari santri, pembina asrama dan kajian berbagai teori, penulis mulai merancang produk awal yang berisi kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi santri.

b. Tahap Pengembangan 4) Validasi Desain produk

Hasil desain produk awal tentang kegiatan storytelling beserta kesesuaian isi cerita, kesesuaian isi, gambar dan script cerita yang dibuat dalam media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient santri yang telah dirancang sebelumnya kemudian divalidasi oleh para ahli. Yang dimaksud ahli pada dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berkompeten di bidang pelatihan storytelling, kajian adversity quotient, dan pengelolaan ataupun pembuatan mediascrapbook.

5) Revisi Desain Produk

Hasil validasi oleh para ahli terhadap desain produk scrapbook dan kegiatan storytelling, kemudian direvisi oleh penulis sesuai dengan masukan yang diberikan. Revisi dalam penelitian ini bisa berbentuk pengubahan tokoh dalam cerita, pengubahan cerita yang sesuai dengan adversity quotient dan pengubahan kesesuaian


(56)

45

gambar atau script cerita dalam scrapbook agar proses pengembangan dan penelitian ini lebih baik.

6) Uji Coba Produk Terbatas

Produk yang sudah direvisi kemudian diujicobakan kepada beberapa Mahasiswa, Penguji ahli (psikolog) dan Dosen pembimbing sejumlah masing-masing 5 Mahasiswa di kampus. Ujicoba ini diharapkan dapat memeberikan masukan berarti sebelum produk pelatihan dikembangkan pada santri sebagai sasaran dan kepada sasaran yang lebih luas yakni santri di pesantren sasaran.

7) Revisi Produk

Kegiatan ujicoba produk secara terbatas diharapkan dapat memberikan masukan tentang efektifitas produk, kesesuaian produk dengan teori dan cerita, serta tingkat menarik tidaknya kemasan pelatihan pada kegiatan storytelling bagi santri. Respon dari peserta menjadi pijakan dalam revisi produk.

c. Tahap Uji Coba

8) Ujicoba Produk di Lapangan

Pada tahap ini, penulis melakukan koordinasi dengan pihak pesantren As Salafi Al-Fithrah Surabaya untuk menjadi lokasi penelitian. Kegiatan dalam ujicoba ini antara lain berupa pelatihan pada santri yang kemudian hari ditindaklanjuti dalam


(57)

46

pelatihan kegiatan storytelling. Produk yang diujicobakan adalah tiga cerita yang dibentuk menjadi media scrapbook yang akan dibentuk kegiatan storytelling beserta ice breaking ataugamesyang menjadi kelengkapan kegiatan.

9) Revisi Produk Pengembangan

Revisi produk pada tahap ini adalah kegiatan terakhir dari proses pengembangan program kegiatan storytelling dengan media scrapbook di pesantren ini. Revisi produk pengembangan ini merupakan hasil perbaikan final setelah melewati beberapa tahap, yakni perancangan, uji ahli, diuji coba kelompok kecil atau terbatas dan uji coba pada kelompok yang lebih besar.

Gambar.3.1 CoverScrapbook 10) Desminasi Produk


(58)

47

Tahap akhir yang menjadi penting dalam pelatihan R&D adalah desminasi produk, yaitu upaya membuat produk scrapbook lebih banyak melalui kegiatan storytelling atau berupa diskusi konseling untuk mencetak tenaga-tenaga baru atau storyteller (konselor) yang mampu diharapkan mampu mengimplementasikan program ini di tempat lain. Training ini dapat dilakukan dengan bentuk storytelling seperti motivation training (training motivasi).

6. Teknik Analisis Data

Analisis data ini dilakukan peneliti untuk melihat kesesuaian antara tujuan penelitian dengan produk pengembangan yang dihasilkan dan untuk memperoleh hasil dari implementasi produk pengembangan ini di lapangan.

Terdapat 3 (tiga) aspek yang dialanalisis dalam penelitian ini, yakni: a) Analisis terhadap produk pengembangan yang dihasilkan; b) Analisis terhadap proses implementasi produk pengembangan dan c) Hasil atau temuan dari implementasi produk pengembangan.

a. Analisis produk pengembangan

Analisis terhadap produk pengembangan dilakukan dengan melihat aspek ketepatan. Kelayakan dan kegunaan. Berikut uraian masing-masing aspeknya.


(59)

48

1) Ketepatan

Yakni bahwa isi produk yang dikembangkan dalam storytelling dengan media scrapbook ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, yaitu dapat meningkatkan adversity quotient santri di pesantren As Salafi Al-fithrah Surabaya. Aspek yang dianalisis antara lain berkaitan dengan kesesuaian produk dengan tujuan, kesesuaian dengan obyek, kejelasan prosedur, dan kesesuaian materi atau cerita sesuai dengan tujuannya.

2) Kelayakan

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini dikatakan layak apabila mampu memberikan kesan menarik bagi santri atau peserta, mudah diimplementasikan (praktis) oleh orang lain dan dapat dijangkau oleh sekolah dari aspek waktu dan biaya.

3) Kegunaan

Aspek yang juga perlu dianalisis adalah kegunaan. Produk pengembangan ini diharapkan dapat memiliki daya guna dan manfaat bagi para pihak di lapangan, yakni para pembina asrama, ustadz ustadzah dan santri di pesantren. Aspek kegunaan produk pengembangan ini dapat dilihat pada bisa tidaknya implementasi program ini di pesantren dan kemampuan produk pengembangan ini dalam memberikan dampak positif bagi santri.


(60)

49

Berikut uraian lebih jelas tentang indikator-indikator kesesuaian dalam analisis data:

Tabel 3.1. Analisis Spesifikasi Produk

NO VARIABEL INDIKATOR ALAT

1 Ketepatan (accuracy)

a. Kesesuaian produk dengan obyek

b. Ketepatan rumusan tujuan dan prosedur implementasi

c. Kejelasan deskripsi tahapan dan materi d. Kesesuaian gambar dan

materi cerita dengan tujuan Form Validasi Ahli 2 Kelayakan (feasibility)

a. Prosedur storytelling dengan mediascrapbook b. Keefektifan biaya, waktu

dan tenaga Form Validasi Ahli 3 Kegunaan (utility)

a. Produk pengembangan dapat diimplementasikan di pesantren

b. Santri memahami arti daya juang (adversity quotient)

c. Ustadz ustadzah mempraktekan hasil program storytelling dengan mediascrapbook d. produk pengembangan

memberikan dampak positif bagi peningkatan adversity quotieny (daya juang)

Form Validasi Ahli


(61)

50

b. Analisis Prosesstorytelling

Analisis terhadap proses storytelling dengan media scrapbook dilakukan dengan melihat beberapa aspek dalam kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi santri. Aspek-aspek yang dianalisis antara lain: 1) Tujuan dan indikator pencapaian kegiatan pelatihan; 2) Strategi dan metode yang digunakan selama proses storytelling 3) Media dan peralatan yang dimanfaatkan untuk mendukung kesuksesan kegiatan; 4) Materi dan bahan yanag disajikan selama pelatihan dan pendampingan; dan 5) Evaluasi kegiatan termasuk rekomendasi yang dihasilkan setelah pelatihan dan pendampingan.

c. Analisis Hasil atau Temuan Penelitian

Analisis terhadap hasil atau temuan penelitian tentang program storytelling dengan media scrapbook difokuskan pada efektivitas program dalam meningkatkan adversity quotient (daya juang). Efektivitas ini dapat dilihat dari beberapa hal: 1) Sikap santri pada diri yang lebih positif; 2) Santri tampak aktif dalam kegiatannya di pesantren; 3) Santri mampu menyelesaikan masalahnya sendiri; 3) Ustadz ustadzah mampu mengerti dan memahami dalam penyelesaian masalah santri; 4) Santri memiliki arti daya juang dan dapat meningkatkannya.


(62)

51

B. Spesifikasi Program Storytelling dengan media Scrapbook untuk MeningkatkanAdversity QuotientSantri

Program storytelling dengan media scrapbook di pesantren untuk meningkatkan adversity quotient dikembangkan dalam bentuk produk atau media. Yakni pelatihan bagi santri. Produk pelatihan terdiri atas materi-materi cerita dalam bentukscrapbook.

1. Spesifikasi Produk Pelatihan bagi Siswa

Produk pelatihan bagi siswa pada penelitian ini terdiri dari penyampaian storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient (daya juang), melalui cerita-cerita yang dikutip dari kumpulan cerita dalam kitab Al-Muthola’ah dan kisah inspiratif dengan menanamkan jiwa semangat, tidak pantang menyerah dan daya juang yang baik melalui judul cerita Halawah Al Kasbi, Al-Harik, The Road Struggle to be Soliha Girl.

Berikut adalah tema-tema yang akan dikembangkan dalam pelatihan storytelling:


(63)

52

Table 3.2. MateristorytellingBagian 1 MateriStorytellingBagian 1

Judul : Al-Harik

Pelaksanaan : Rabu, 18 Januari 2017

Waktu : 25 menit

Tujuan :  Santri mempunyai sifat

pemberani

 Santri memiliki rasa kepedulian atas sesama

 Santri mempunyai jiwa sosial

 Santri memiliki rasa ketangguhan

Media : Scrapbook,papan tulis

Persiapan :  Menyiapkan media

 Siapkan kondisi tempat

 Memposisikan duduk santri

 Santri diajak untuk mengikuti ice breaking

Hikmah :  Santri dapat memahami arti

daya juang sehingga ia menjadi orang yang pemberani, mempunyai jiwa sosial yang tinggi dan peduli akan sesama.


(64)

53

Tabel 3.3 MateriStorytellingBagian 2 MateriStorytellingBagian 2

Judul : Halawah Al-Kasbi

Pelaksanaan : Kamis, 19 Januari 2017

Waktu : 25 menit

Tujuan :  Santri mempunyai rasa

tanggung jawab

 Santri memiliki rasa kepedulian atas keluarga

 Santri mempunyai ambisius yang tinggi

 Santri memiliki kegigihan dalam bekerja

Media : Scrapbook,papan tulis

Persiapan : Menyiapkan media

 Siapkan kondisi tempat

 Memposisikan duduk santri

 Santri diajak untuk mengikuti ice breaking

Hikmah :  Santri dapat memahami arti

daya juang sehingga ia menjadi orang yang pemberani, mempunyai rasa tanggung jawab akan diri sendiri dan keluarga dan memiliki rasa kegigihan atas apa yang ia capai.


(65)

54

Tabel 3.4 MateriStorytellingBagian 3 MateriStorytellingBagian 3

Judul : The Road Struggle To Be Soliha Girl Pelaksanaan : Jumat, 20 Januari 2017

Waktu : 25 menit

Tujuan :  Santri mempunyai ambisius

yang tinggi

 Santri memiliki rasa percaya diri

 Santri memiliki rasa ketangguhan

Media : Scrapbook,papan tulis

Persiapan :  Menyiapkan media

 Siapkan kondisi tempat

 Memposisikan duduk santri

 Santri diajak untuk mengikuti ice breaking

Hikmah : Santri dapat memahami arti

daya juang sehingga ia menjadi orang yang mempunyai rasa ambisius yang tinggi serta memiliki self confidence yang berjiwa menjadi pemimpi(dreamer).


(66)

BAB IV

PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

A. Bentuk-bentuk Program kegiatanStorytellingdengan mediaScrapbook Bentuk-bentuk program kegiatan Storytelling dengan media scrapbook yang dikembangkan dalam bentuk diskusi, pelatihan seperti (training motivation) dan pendampingan pada sesi konseling untuk mengimplementasikan isi materi cerita dan hasil pelatihan. Pelatihan diberikan bagi para santri dengan membawakan tiga buah cerita yang diambil dari kumpulan cerita pada kitab Al-Muthola’ah yakni, Al-Hariq (kebakaran), Halawah Al Kasbi (buah dari kesuksesan) dan terakhir cerita inspirasi The Road Struggle to be Soliha Girl. Seluruh cerita-cerita tersebut sesuai dengan peningkatan adversity quotient (daya juang) santri. Setiap akhir pelatihan dilanjutkan dengan diskusi untuk mengevaluasi diri yang kemudian dijadikan untuk bahan intropeksi diri. Kegiatan pendampingan dilakukan untuk membantu santri dalam peningkatan daya juang dengan melakukan proses konseling baik individu maupun kelompok.

Program Storytelling dengan media scrapbook di pesantrean Assalafi Al-Fithrah Surabaya, dikembangkan melalui 2 (dua) hal yang penting di pesantren, yakni 1) SDM (Sumber Daya Manusia) santri; 2) Proses Kegiatan baik di lingkungan asrama maupun di sekolah.


(1)

80

Salafi Al-Fithrah Surabaya ini dikembangkan melalui 3 (tiga) hal penting

di pesantren, yakni 1) SDM (sumber daya manusia) baik santri maupun

pembina asrama

(mudabiroh)

atau

Ustadz Ustadzah;

2) Proses konseling

dan pendampingan baik dalam kegiatan pesantren maupun sekolah. Proses

storytelling

dilakukan dengan 3 (tiga) tahap utama, yakni perencanaan

program, pengembangan, dan uji coba program. Proses kegiatan

storytelling

menguras cukup banyak waktu dan tenaga. Produk

pengembangan harus direvisi beberapa kali karena ada beberapa materi

yang tidak fokus pada kajian penelitian. Akhirnya uji coba program dapat

terlaksana dengan baik dengan indikasi adanya respon positif dari santri

(peserta) ketika proses kegiatan.

3. Setelah rangkaian program

storytelling

dengan media

scrapbook

di

pesantren As Salafi Al-Fithrah diimplementasikan, terdapat beberapa

perubahan dan perkembangan sekolah yang dapat menjadi salah satu

untuk meningkatkan

adversity quetiont.

Para santri lebih baik sikapnya

dalam menghadapi masalah dengan tangguh dan memiliki daya juang

yang tinggi. Telah muncul beberapa program pembiasaan dengan sikap

lebih baik, lebih semangat dan menumbuhkan rasa pantang menyerah

serta dapat meningkatkan

adversity quotient

pada santri.


(2)

81

B. Saran

1. Bagi Konseli

Hendaknya konseli mampu dan mempunyai niat serta tekad yang kuat

untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih tangguh. Konseli

yang sudah berubah hendaknya tetap berperilaku adaptif agar proses

pembelajaran atau kegiatan di pesantren bisa berjalan dengan baik serta

ilmu yang didapatkan menjadi bermanfaat dan barokah.

Aamiin.

2. Bagi Pembina Asrama

(mudabiroh)

atau

Ustadz Ustadzah

Metode konseling atau pembelajaran di Pesantren sudah banyak

jenisnya. Oleh karena itu seyogyanya pembina asrama

(mudabiroh)

atau

Ustadz Ustadzah

dapat menggunakan metode atau beberapa teknik dalam

meningkatan

adversity quotient

santri yang bermacam-macam, salah

satunya dengan

storytelling dan

diperagakan melalui media

scrapbook.

3. Bagi Peneliti

Pada saat penelitian hendaknya lebih menguasai teknik yang

digunakan. Bukan hanya dari segi pemahaman materi saja, melainkan dari

segi penerapanya. Seperrti halnya dalam penggunaan teknik-teknik ang

lain, belajar teknik

storytelling

dengan media

scrapbook

tidak cukup satu

atau dua kali saja. Butuh evaluasi dan pembenahan, agar materi cerita

yang disampaikan lebih mengena. Begitupula pada saat penggalian data

konseli, peneliti hendaknya melakukan tindak lanjut yaitu dengan


(3)

82

dimaksudkan agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Diharapkan untuk

melanjutkan penelitian dengan melakukan pengembangan program

peningkatan lainnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latief, Muhammad. 2012.

The Miracle of Storytelling

(Mencerdaskan Anak

dengan Dongeng dan Cerita. Jakarta: Bestari Buana Murni.

Agus DS. 2009.

Tips Jitu Mendongeng

. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Agus DS. 2010.

Pintar Mendongeng dalam 5 Menit

. Yogyakarta: Kanisius.

Andrew Ho. 2009.

Life Is Wonderfull

. Jakarta: Grmedia Pustaka Utama

Asfandiyar, Andi Yudha. 2012.

Creative Parenting Today

. Bandung: Kaifa.

B.E.F Montolalu. 2010.

Bermain dan Permainan Anak

. Jakarta: penerbit

Universitas Terbuka.

Departemen Pendidikan Nasional,

Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI)

Edisi

IV

.

Doe, Mimi dan Marsha Walch. 2001.

10 Prinsip Spiritual Parenting

. Bandung:

Kaifa.

Faizah dan Lalu Muchsin Effendi. 2006.

Psikologi Dakwah

. Jakarta: Prenada

Media.

Gomulya, Berny. 2013.

Problem Solving and Decision Marketing for Improvement

.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Habsari, Sri. 2005.

Bimbingan dan Konseling SMA

. Jakarta: Grasindo.

Hardiana, Iva. 2006.

Terampil Membuat 50 Kreasi Cantik Pada Frame

. Jakarta: PT

GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA.

http://www.aaronshep.com/storytelling/tips2.html, diakses pada tanggal 24 Mei

2016

Ibrahim bin Umar bin Hasan al-Rabith bin Ali bin Abi Bakr al-

Baqa’iy.

Nizmu

al-Darari

fi

Tanasubi al-Ayat wa al-Suwar,

T.tp:Mauqi’u al

-Tafasir, t.th.

Kementrian Agama RI. 2010.

Al-Quran dan Tafsirannya Jilid VI

. Jakarta: Lentera

Abadi.

Kementrian Agama RI. 2013.

Al-Quran dan Terjemahnya; Al-Mufid

. Solo: PT Tiga

Serangkai.

Koki, Stan. 1998.

Storytelling: The Heart and Soul Education

. Hawai: Press Pacific

Resources for Education and Learning.


(5)

Mufsir bin Said Az-Zahrani. 2005.

Konseling Terapi

. Jakarta: Gema Insani.

Muhammad, Fahrizal. 2014.

Sekali Hidup Sepenuh Hati

. Jakarta: ZAMAN

Mukhtar Latif, Zukhairina, dkk. 2014.

Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini

.

Jakarta: KENCANA.

Novia, Astir dan Natar Adri. 2011.

Bisnis Smpingan Modal < 5 Juta

. Jakarta:

Penebar Swadaya Grup.

Pradiyansyah, Arvan. 2006.

You Are A Leader

. Jakarta: PT ELEX MEDIA

KOMPUTERINDO.

Priyono, Kusumo. 2009.

Terampil Mendongeng

. Jakarta: Grassindo.

Putra, Nusa. 2012.

Research and Development

. Jakarta: Grafindo.

Rajab, Khairunnas. 2011.

Psikologi Ibadah

. Jakarta: AMZAH

Sugiyono. 2008.

Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D

. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. 2009.

Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D

. Bandung:

Alfabeta.

Sulastianto, Harri. 2007.

Seni Budaya

. Jakarta: PT GRAFINDO MEDIA

PRATAMA.

Sulastomo, Nunuk Murdiati. 2010.

Scrambled Egg id Delicious

. Jakarta: PT

Gramedia.

Sumardi. 2007.

Password Menuju Sukses

. Jakarta: Erlangga.

Susanto dan Masri Sareb. 2010.

Management Gems

. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Susilana, Rudi dan Riyana. 2009.

Media Pembelajaran

. Bandung: CV Wacana

Prima.

Sutrisno, Edi. 2011.

Manajemen Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Prenada Media

Grup.

Syahmuharnis dan Harry Sidhatrta. 2006.

TQ Transcedental Quotient

. Jakarta:

Republika.

Taufan Tenardhi, Billy. 2012.

Continuums of Sales Management Procces

. Jakarta:

Penebar Swadaya Grup.

Tim Pena Cendekia. 2013.

Panduan Mendongeng

. Surakarta: Gazza Media.

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan. 2007.

Ilmu dan Aplikasi Pendidikan

.


(6)

Tim Penulis LKS PAK BPK. 2008.

Lembar Kerja Siswa

. Jakarta: Gunung Mulia.

Webe, Agung. 2007.

Recollection

. Jakarta: PT ELEX MEDIA KOMPUTERINDO.

Wismiarti. 2006.

Cara-cara Ampuh untuk Berbicara dengan Anak-anak

. Jakarta

Timur: Sekolah Al-Falah.

Wuntat WS. 2008.

Mendidik Anak dengan Memanfaatkan Metode Bermain Cerita

dan Menyanyi

. Yogyakarta: Pustaka Syahida.