PEMBELAJARAN DENGAN SISTEM MAGANG UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN CLEANING SERVICE PADA SISWA TUNAGRAHITA DI SMALB NEGERI SUBANG.

(1)

Mohamad Sopyandireja, 2012

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMA KASIH ... ABSTRAK ... ABSTARCT ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR GRAFIK ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... B. Batasan Masalah ... C. Rumusan Masalah ... D. Tujuan Penelitian ... E. Manfaat Penelitian ...

BAB II PENDIDIKAN KETERAMPILAN CLEANING SERVICE DENGAN SISTEM MAGANG UNTUK ANAK TUNA GRAHITA ... A. Definisi Anak Tunagrahita ... B. Pendidikan Life Skill di Sekolah ... C. Pendidikan Keterampilan dengan Sistem Magang ... D. Keterampilan Cleaning Service ... E. Kinerja Keterampilan ... F. Pendidikan dengan Sistem Magang Meningkatkan Kinerja Keterampilan ... G. Hipotesis Penelitian ...

i ii iii v vi ix x xi xii 1 1 6 7 7 7 9 9 14 17 22 26 30 33


(2)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN ... A. Metode Penelitian ... B. Variabel Penelitian ... C. Instrumen Penelitian ... D. Populasi dan Sampel Penelitian ... E. Prosedur, Teknik pengumpulan dan Pengolahan Data ...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Hasil Penelitian ... B. Pembahasan Hasil Penelitian ...

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... A. Kesimpulan ... B. Implikasi ... C. Rekomendasi ...

DAFTAR PUSTAKA ...

34 34 38 39 47 49

58 58 65

71 71 71 73


(3)

Mohamad Sopyandireja, 2012 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7

Klasifikasi Tunagrahita ... Kemampuan Fungsional Siswa dengan Hendaya Perkembangan di Beberapa SLB-C wilayah kota dan Kabupaten Bandung Tahun 2001 (dalam %) ... Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan

Cleaning Service ...

Desain Experimen ... Prosedur Magang ... Kisi-kisi Tes Kinerja Keterampilan Cleaning Service ... Hasil Uji Ahli dan Uji Coba Instrumen Penelitian ... Daftar Sampel Penelitian ... Jadwal Magang di BRI Cabang Subang ... Kriteria Penilaian Kinerja ... Skor setiap Komponen Keterampilan Cleaning Service sebelum Pembelajaran Magang ... Skor Setiap Komponen Keterampilan Cleaning Service sebelum Pembelajaran Magang dalam Persen (%) ... Skor Keterampilan Cleaning Service sebelum Pembelajaran Magang dalam Persen (%) ... Skor Setiap Komponen Keterampilan Cleaning Service sesudah Pembelajaran Magang ... Skor Setiap Komponen Keterampilan Cleaning Service Setelah Pembelajaran Magang dalam Persen ... Skor Keterampilan sesudah Pembelajaran Magang ... Tanda Rang Skor Kinerja Sesudah dan Sebelum Pembelajaran

9 12 26 35 37 39 46 48 50 53 58 59 60 61 61 62


(4)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Magang ... 63

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 3.1

Alur Kegiatan Magang ... Proses Pengumpulan Data ...

20 49


(5)

Mohamad Sopyandireja, 2012

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1

4.2 4.3

4.4

Kemampuan Setiap Komponen Keterampilan Cleaning Service sebelum Pembelajaran Magang dalam Persen (%) ... Skor Keterampilan Sebelum Pembelajaran Magang Dalam (%) ... Kemampuan Setiap Komponen Keterampilan Cleaning Service Sesudah Pembelajaran Magang dalam persen (%) ... Skor Keterampilan Setelah Pembelajaran Magang dalam (%) ...

59 60

62 63


(6)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Wlicoxon’s Signed Rank Test

Lampiran 2 Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Cleaning Service dengan Sistem Magang

Lampiran 3 Standar Kompentensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan Cleaning

Service

Lampiran 4 Skor Keterampilan Cleaning Service Siswa SMALB C Subang sebelum Pembelajaran Magang

Lampiran 5 Skor Keterampilan Cleaning Service Siswa SMALB C Subang sesudah Pembelajaran Magang

Lampiran 6 Kisi-kisi Tes Kinerja Keterampilan Cleaning Service Lampiran 7 Instrumen Tes Kinerja Cleaning Service

Lampiran 8 Validasi Ahli Lampiran 9 Daftar Hadir

Lampiran 10 Hasil Ujian Komprehensif

Lampiran 11 Keputusan Direktur Pasca tentang Pengangkatan Pembimbing Tesis Lampiran 12 Surat Permohonan Ijin Studi Lapangan

Lampiran 13 Surat keterangan dari Sekolah tentang Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 14 Surat Keterangan dari PT Citra Serasi tentang Pelaksanaan Penelitian Lampiran 15 Photo-photo Kegiatan


(7)

(8)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan siswa tunagrahita adalah lebih banyak pada persoalan menyimpan informasi dalam kognisi, kemudian mereka mempunyai hambatan dalam persepsi informasi yang abstrak. Sehingga apabila mereka dituntut untuk belajar secara akademik yang mempunyai sifat lebih banyak merefleksikan pemikiaran yang abstrak, maka mereka akan mempunyai hambatan. Menurut Rochyadi dan Alimin (2005: 19) mengatakan bahwa: “dalam anak tunagrahita mengalami apa yang disebut dengan cognitive deficite yang tercermin dalam salah satu atau lebih proses cognitif seperti persepsi, daya ingat, mengembangkan ide, evaluasi dan penalaran”. Sehingga ketika mereka belajar secara akademik mereka mengalami hambatan/ kesulitan.

Program pendidikan bagi siswa tunagrahita menurut Alimin (2007) saat ini masih sangat menekankan kepada aspek pengajaran yang bersifat akademik (semata-mata menyampaikan bahan ajar), lebih lanjut sebenarnya pendidikan yang dibutuhkan oleh anak tunagrahita adalah pendidikan yang menekankan kepada pendidikan yang bersifat fungsional. Artinya diperlukan pendekatan pendidikan kepada kebutuhan anak bukan menekankan kepada orientasi kurikulum. Kemudian diharapkan anak setelah belajar dapat memiliki keterampilan untuk bisa hidup mandiri. Disini diperlukan suatu konsep pendidikan yang lebih menekankan kepada kebutuhan anak, baik itu kebutuhan


(9)

keterampilan untuk bina diri, untuk sosial atau bahkan kalau memungkinkan bina vokasional yang bisa bermanpaat bagi kehidupan anak setelah keluar dari sekolah. Kenyataan dilapangan bahwa pendidikan bagi anak tunagrahita pada umumnya belum mengarah kepada terkuasainya sejumlah kecakapan, dan keterampilan sehingga mereka bisa hidup secara mandiri di lingkungannya setelah mereka keluar sekolah. Mengingat kererbatansan intelektual dan potensi yang dimiliki oleh anak tunagrahita sehingga mengakibatkan mereka kurang mampu memenuhi kebutuhannya. Mereka juga kurang bisa bersosialisasi dengan lingkungannya, kurang bisa bekerja atau menciptakan kerja. Pada dasarnya mereka kurang memiliki kemampuan kecakapan hidup yang diperlukan sehingga mereka mampu untuk hidup mandiri. Untuk itu diperlukan pengembangan model pendidikan yang mengarahkan kepada pencapaian kecakapan hidup.

Secara fisik siswa tunagrahita mempunyai fungsi dan kelengkapan yang sama dengan yang lainya, apabila hal ini diperhatikan untuk dapat mengalihkan program pembelajaran yang bersifat akademik kepada program pembelajaran yang menekankan kepada kemandiriran untuk dapat hidup baik diri sendidiri atau hidup ditengah kehidupan masyarakat maka pengembangan keterampilan perilaku adaptif sangat diperlukan. Menurut Suherman (2010 : 429) kemandirian siswa tunagrahita pada dasarnya adalah: “bagaimana siswa dapat menyesuaikan dirinya dalam mengurus diri sendiri (personal living skill), activity of daily living dan keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan”.

Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan praktis yang didukung menurut oleh: “kemampuan


(10)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3

komunikasi, sosialisasi yang efektif, kemampuan mengembangkan kerja sama, kemampuan melaksanakan tugas” (Anwar, : 2006). Pendidikan life skill akan menjebatani kesenjangan antara kurikulum dengan kebutuhan masyarakat. Akan menjawab antara pendidikan dengan kebutuhan nyata anak dalam kehidupan nyata di masyarakat. Hasil penelitian Wahyuni (2011) menunjukan bahwa program pembelajaran vokasional belum mendukung terhadap kemampuan yang harus dimiliki anak berkebutuhan khusus untuk bekerja di masyarakat. Diantaranya pekerjaan yang sering dijumpai untuk mereka adalah jenis pekerjaan cleaning service.

Sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah tentang kesempatan pekerjaan kepada penyandang cacat tetapi peraturan tersebut belum dilaksanakan sebagaimana mestinya Suara Karya On line (2011)mengatakan bahwa: “Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1998 sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 yang mengharuskan dunia usaha untuk menyediakan pekerjaan 1 persen untuk anak berkebutuhan khusus, Tetapi kenyataannya hal ini belum di laksanakan dengan sungguh-sungguh”.

Diantaranya menurut Astati (2009), bahwa anak berkebutuhan khusus tidak mempunyai keterampilan yang bisa digunakan oleh dunia usaha, karena sekolah tidak mempersiapkan pelajaran keterampilan yang sesuai dengan dunia usaha. Sehingga pendidikan yang berorientasikan kepada kebutuhan anak yang diantaranya adalah kebutuhan mereka supaya bisa bekerja setelah sekolah mutlak diperlukan. Kemudian juga adalah menciptakan vokasional yang sesuai dengan


(11)

kemampuan anak berkebutuhan khusus. Disini diperlukan inovasi dari para guru, untuk bisa mencarikan solusi alternatif bagi pekerjaan anak berkebutuhan khusus. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo dalam Pelita (2009), mengatakan: “anak berkebutuhan khusus selain diberi pengetahuan akademik, keagamaan dan budi pekerti, juga perlu dibekali dengan berbagai keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”. Berbagai keterampilan itu diharapkan menjadi bekal bagi anak berkebutuhan khusus dikemudian hari setelah mereka keluar dari sekolah.

Menurut Astati (2009), perlu dirumuskan jenis pendidikan yang mencakup kolaborasi antara guru, pemerintah, orang tua, dunia kerja yang bisa memikirkan tentang jenis pekerjaan, metode dan strategi yang bisa diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus. Perencanaan pendidikan vokasional, kemudian pelatihan pendidikan vokasional, ujicoba pendidikan vokasional yang cocok untuk anak kebutuhan khusus perlu dipikirkan. Penerimaan dari perusahaan yang akan bekerja juga perlu disosialisasikan oleh pemerintah, bahwa meraka juga harus bisa memperkerjakan anak berkebutuha khusus.

Memperhatikan teori pererkembangan Ekologi Urie Bronfenbrenne, Santrok (2007: 56), “Ekosistem terlibat saat pengalaman dalam lingkungan sosial lain, dimana individu tidak mempunyai peran aktif, mempengaruhi individu

dalam konteks langsung”. Dalam teori ini menggambarkan bahwa pengalaman dalam lingkungan akan mempengaruhi kepada perkembangan anak. Sehingga perkembangan anak dipengaruhi lima sistem yaitu: mikro sistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem dan kronosistem. Proses transper pengalaman akan terjadi


(12)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5

ketika mereka berinteraksi antara yang ahli dengan yang pemula. Pendidikan vokasional akan cepat ditranfer apabila mereka diberikan kesempatan untuk belajar secara langsung dilapangan dibimbing oleh ahlinya.

Menindak lanjuti hasil kajian dari Wahyuni (2011) bahwa program persiapan kerja hendaknya memiliki perbandingan teori dengan praktek 1: 4. Alternatif pengajaran untuk anak tunagrahita diantaranya: memberikan alternatif diantaranya:

Siswa tunagrahita membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam mempelajari suatu materi. Siswa tunagrahita memiliki keunggulan dalam potensi dan kemampuan tertentu sehingga mereka perlu untuk dipahami dan didorong dalam melakukan sesuatu hal. -Siswa tunagrahita kesulitan dalam mempelajari materi yang bersifat abstrak sehingga pengajaran hendaknya menggunakan materi yang bersifat kongkrit serta contoh-contoh yang jelas (Wahyuni, 2011: 86).

Proses pendidikan vokasional persiapan ke dunia kerja ini diantaranya; pengenalan keterampilan dasar vokasional yang akan diberikan, pelatihan pekerjaan yang akan dijalankan, kemudian diberikan kesempatan magang di tempat kerja nyata. Untuk itu penulis mencoba untuk mengimplementasikan gagasan dari penelitian yang dilakukan oleh Tri Wahyuni Mukhtar tersebut kedalam program vokasional yang nyata.

Dari beberapa pelatihan yang telah penulis lihat untuk siswa SLB biasanya pelatihan keterampilan itu diberikan kemudian tidak mendapatkan tindak lanjut hasil dari pelaksanaan pelatihan keterampilan tersebut. Sehingga kita tidak dapat menerima bagaimana sebanarnya kinerja yang telah dilatihkan kepada anak berkebutuhan khusus itu bisa bermanpaat, atau bisa dimanpaatkan untuk bekerja dibidang tertentu sesuai dengan jenis keterampilannya. Bagaimana penerimaan


(13)

dilapangan ketika mereka bekerja di tempat pekerjaan sesuai dengan jenis keahliaannya. Hal ini bisa bermanpaat sebagai bahan evaluasi kepada sekolah sebagai upaya untuk lebih mempersiapkan Anak Berkebutuhan Khusus dapat bekerja di lapangan. Untuk itu penulis mencoba untuk menyusun pembelajaran ini dengan menggunakan sistem magang, sehingga pembelajaran yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus dapat dinilai oleh pekerja yang profesional dilapangan, memberikan masukan bagaimana mereka berkerja dilapangan.

Kemampuan vokasional/ keterampilan sebagai bagian dari kecapan hidup dari anak perlu mendapatkan porsi yang tinggi dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus ini. Salah satu metode dalam pembelajaran life skill ini adalah pembelajaran melalui sistem magang. Proses belajar melalui magang terjadi dalam bentuk belajar sambil bekerja. Melalui proses magang ini secara tidak langsung pemagang selain memperoleh keterampilan, juga akan mengalami perbuatan, sikap, sosialisasi, disiplin dalam menghadapi pekerjaannya. Untuk itu penulis mencoba untuk meneliti tentang peningkatan kinerja anak tunagarhita setelah mengikuti pembelajarana keterampilan cleaning service dengan sistem magang.

B. Batasan Masalah

Dari uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa diperlukan suatu pembelajaran untuk tingkat SMALB yang lebih menekankan kepada kecakapan vokasional sehingga ketika mereka keluar sekolah mempunyai bekal untuk bekerja. Dari berbagai macam jenis vokasional penulis memilih keterampilan


(14)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

7

cleaning service. Penulis bermaksud meneliti tentang peningkatan keterampilan

cleaning service setelah pembelajaran keterampilan dengan sistem magang

terhadap anak tunagrahita ringan di SMALB Negeri Subang. Keterampilan

cleaning service dibatasi pada: mengenal alat dan obat, keterampilan

membersihkan kaca, membersihkan debu, membersihkan lantai dan membersihkan saniter

C. Rumusan Masalah Penelitian

Masalah dalam penelitian ini adalah:

“Apakah pembelajaran dengan sistem magang dapat meningkatkan keterampilan

cleaning service pada siswa tunagrahita ringan di SMALB Negeri Subang?”.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah: untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan sistem magang dalam meningkatkan keterampilan cleaning

service pada siswa tunagrahita ringan di SMALB Negeri Subang.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk Anak

Manfaat yang untuk anak dari penelitian ini adalah:

a. Mengembangakan alternatif keterampilan untuk anak tunagrahita.

b. Pengalaman anak tunagrahita sebagai bekal keterampilan yang bisa digunakan dalam bekerja di lapangan kerja.


(15)

c. Mensosialisasikan kinerja anak tunagrahita dalam bekerja dalam cleaning service.

2. Manfaat untuk Guru

Manfaat untuk guru adalah:

a. Bisa dijadikan rujuakan pengembangan standar kompetensi untuk pembelajaran keterampilan cleaning service.

b. Memberikan alternatif pembelajaran untuk anak tunagrahita dalam pengembangan kecakapan hidup/ life skill.

3. Manfaat untuk Sekolah

Manfaat yang bisa diberikan untuk sekolah adalah:

a. Membuat program keterampilan untuk anak tuna grahita, yang bisa dijadikan acuan pengembangan pembelajaran vokasional/ keterampilan.

b. Mengembangkan hubungan sekolah dengan dunia kerja.


(16)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 9

BAB II

PENDIDIKAN KETERAMPILAN CLEANING SERVICE DENGAN SISTEM MAGANG UNTUK ANAK TUNAGRAHITA

A. Definisi Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita dalam penelitian ini adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan intelektual mereka mempunyai hambatan berpikir yang tidak sesuai dengan usia kalendernya. Sehingga dalam perkembangan selanjutnya mereka mengalami kesulitan untuk dapat berpikir sesuai dengan umurnya. Menurut Rochyadi dan Alimin (2005: 11): “terdapat kesenjangan yang signifikan antara kemampuan berfikir (Mental Age) dengan perkembangan usia (cronological age)”. Sehingga mereka tidak akan bisa berpikir seharusnya sesuai dengan usia sebenarnya.

Selanjutnya untuk memperjelas konsep anak tunagrahita yang akan menjadi subjek dalam penelitian ini diperlukan klasifikasi tunagrahita. Dijelaskan dengan bagan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Klasifikasi Tunagrahita Klasifikasi IQ Skala Binet

(SD – 15)

IQ Skala Wesheler (SD-16)

Ringan (mild) 68-52 69-55

Sedang (modderat) 51-36 54-40

Berat (Severe) 35-20 39-25

Sangat berat (profound) <39 <24


(17)

Dalam penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitiannya adalah anak tungrahita ringan. Anak tunagrahita ringan pada umumnya tidak mengalami gangguan fisik, karena secara fisik tampak seperti murid normal pada umumnya. Oleh karena itu, murid tersebut agak sukar dibedakan secara fisik antara murid tunagrahita ringan dengan murid normal. Menurut Amin (1996: 23), mengemukakan yang dimaksud anak tunagrahita ringan adalah:

Mereka yang meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja. IQ anak tunagrahita ringan berkisar 50 – 70.

Selanjutnya Alimin (2007), mengemukan bahwa anak tunagrahita akan mengalami hambatan dalam kesulitan belajar internal, persepsi, mengingat (memory), proses kognisi, perhatian. Oleh kaena itu anak tunagrahita akan mengalami hambatan dalam perkembangan belajar yang menggunakan proses kognisi, misalnya dalam pembelajaran dalam akademik. Mereka akan merasakan kejenuhan dalam belajar karena kemampuan mereka tidak sesuai dengan pembelajaran akademik yang memerlukan proses kognisi yang tinggi.

Anak tunagrahita mempunyai hambatan dalam perkembangan kognisi, berakibat kepada kemampuan belajar mereka tergolong kepada kemampuan low achievers. Ciri-ciri dari anak yang tergolong kepada low achievers menurut Delphi (2006) adalah tidak mudah mengenal konsep-konsep, kurang cerdas, Tidak mampu menerima perintah melalui tulisan, membutuhkan bantuan belajar , daya ingat yang rendah, memerlukan bentuk arahan, perlu bantuan saat


(18)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 11

melakukan konkritisasi, tidak mampu mengatasi ketidakpastian, kurang mampu untuk memindahkan konsep-konsep, kurang mampu mengikuti alur fikir logis.

Karena anak tunagrahita mengalami hambatan kemampuan mental yang dibawah standar, maka akan mengakibatkan hambatan dalam bidang kehidupan yang lainnya (Alimin 2007) misalnya akademik, menolong diri, konsep diri, hubungan sosial, hambatan bahasa, kepribadian. Sehingga sebenarnya mereka akan menjadi beban mental, materi dan psikologi tersendiri bagi keluarga dan masyarakat.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan anak tunagrahita tersebut diperlukan pendekatan pembelajaran yang lebih berorientasi kepada individu. Menurut Delphi (2006: 221) bahwa pendekatan pembelajaran kepada anak tunagrahita:

“(1) bahwa anak dengan hendaya perkembangan memerlukan layanan

bantuan belajar yang bersifat khusus, sehingga kemampuan mental dalam proses belajar mengajar lebih banyak diarahkan kepada perilaku yang bersifat lahiriah atau covert behavior; (2) kelompok low achievers membutuhkan bantuan khusus melalui pendekatan atau intervensi yang berfokus pada

tingkat kemampuan fungsional.”

Apabila kita melihat bahwa hambatan tersebut terjadi pada mereka, kemudian kita memaksakan pengajaran yang berorietasi kepada kemampuan dalam bidang akademik maka pengajaran tersebut akan mengalami kegagalan. Oleh karena itu harus dipikirkan pengajaran yang berorientasi kepada kebutuhan anak. Sehingga anak bisa mengembangkan dirinya, bisa bermanfaat bagi dirinya, tidak menyusahkan orang lain.

Melihat kondisi diatas maka potensi kognisi anak tunagrahita sulit berkembang secara normal. Demikian juga potensi anak tuna grahita apabila


(19)

belajar secara akademik tidak akan berkembang seperti anak yang normal. Tetapi, mereka mempunyai potensi yang lain, bisa berkembang dan bisa dimanpaatkan menjadi hal yang bisa berguna bagi dirinya, keluarga atau masyarakat. Mereka masih mempunyai kondisi pisik yang bisa dimanfaatkan untuk bekerja. Tetapi, disini diperlukan pelatihan yang bisa melatih potensi ini supaya bisa dimanfaatkan secara optimal.

Selanjutnya hasil dari penelitian Bandhi Delphi tentang kemampuan fungsional siswa tunagarahita menunjukan:

Tabel 2.2

Kemampuan Fungsional Siswa dengan Hendaya Perkembangan di Beberapa SLB-C wilayah Kota dan Kabupaten Bandung Tahun 2001

(dalam %) Jenis Kemampuan SPLB-C Cipagant i (51 siswa) SLB-C Nurani Cimahi (14 siswa) SLB-C Sukapur a (25 siswa) SLB-N Cileunyi (8 siswa) SLB-C Purnama Asih (8 Siswa) SLB-C Nike Ardila (7 siswa) Re-rata 1. 2. 3. 4.

* Sensori motor

* Berbahasa secara konseptual * Interaksi Sosial

* Kreativitas menyusun bangun Jumlah: Re-rata: 67,12 21,04 62,87 48,80 199,83 49,95 54,57 55,30 56,66 48,66 215,19 53,79 70,26 68,93 57,20 68,40 264,79 88,19 70,41 65,88 62,23 52,16 250,68 62,67 66,90 68,00 63,20 49,00 247,10 61,77 60,00 62,57 63,30 55,10 250,07 82,65 66,38 56,95 60,91 53,68 237,92 66,50

(Sumber penelitian mandiri: Delphie, B., 2006)

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan rata-rata yang paling tinggi dari anak tunagrahita adalah kemampuan sensori motor. Oleh karena itu pendidikan yang lebih menekankan kepada pengembangan kemampuan sensori


(20)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 13

motor akan lebih bermanfaat untuk mereka dari pada pendidikan yang lebih berorientasi kepada pengmbangan kemampuan perkembangan kognisi. Dalam keseharian terlihat anak tunagrahita akan lebih tertarik kepada pelajaran yang lebih melibatkan aktivitas motorik, dibandingkan dengan pelajaran yang banyak melibatkan kemampuan berpikir. Mereka lebih tertarik kepada pelajaran olah raga, keterampilan dibandingkan dengan pelajaran matematika, IPS, IPA. Oleh karena itu guru hendaknya harus lebih banyak memberikan pembelajaran yang mengembangkan kepada kemampuan tersebut.

Komponen dimana siswa mempunyai kemampuan yang diharapkan bisa berkembang maka tugas guru adalah untuk mengembangkan kemampuan tersebut menjadi suatu kemampuan yang bisa bermanpaat untuk kehidupannya. Menurut Rochyadi dan Alimin ( 2005, 17), “... tugas guru adalah menggali dan mengembangakan kemampuan potensial dari setiap komponen tadi dan pendekatan yang tepat untuk mengembangkan potensi anak tungrahita”.

Terutama siswa pada jenjang SMLB memerlukan pendidikan yang harus berorientasi kepada pemenuhan kecakapan vokasional. Hal ini disadari karena mereka pada dasarnya sulit berkembang pada bidang akademik atau mereka diarahkan bukan untuk melanjutkan kepada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Rohyadi dan Alimin (2005:42), manyatakan:

Besarnya fokus sasaran kecakapan vokasional di SMLB didasarkan pada satu kenyataan, bahwa mereka mengalami kelemahan pada hal-hal yang bersifat akademik, oleh karenanya dalam pendidikan tunagrahita dapat dikatakan, makin tinggi jenjang pendidikan, makin besar pendidikan berorientasi kecakapan vokasional.


(21)

B. Pendidikan Life Skill di Sekolah

Pendidikan life skill yaitu pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan atau hidup mandiri. Orientasi Life Skills, membangun sikap kemandirian, untuk mendapatkan keterampilan sebagai bekal untuk bekerja dan mengembangkan diri (skilled orientation). Pendidikan life skill/ kecakapan hidup mempunyai tujuan untuk mengakomodasi kebutuhan pendidikan masyarakat dalam rangka memperoleh pekerjaan yang layak sesuai dengan standar hidup. Memberikan bekal keterampilan supaya mereka dapat bekerja setelah keluar sekolah. Karena anak berkebutuhan khusus tunagrahita mempunyai hambatan dalam kognisi maka setelah keluar SLB tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akhirnya mereka akan menjadi beban orang tua kembali. Oleh karena itu diperlukan konsep pendidikan yang menekankan kepada keterampilan yang sesuai dengan potensi dan bakat mereka sesuai dengan kesempatan kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Pendidikan life skill menurut Anwar (2004:28), menekankan kepada pengembangan empat jenis kecakapan yaitu:

1. Kecakapan personal (personal skill) yang mencakup kecakapan mengenal diri (self awareness), kecakapan berpikir rasional. 2. Kecakapan sosial. 3. Kecakapan akademik (academik skill). 4 kecakapan vokasional (vocational skill).


(22)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 15

Keempat kecakapan itu diperlukan untuk mengembangkan anak supaya bisa mandiri dalam kehidupannya. Kecakapan personal diperlukan untuk menghayati diri sendiri menyadari kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Sehingga dapat mengambil keputusan sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Kecakapan berpikir rasional dapat menggali, mengolah informasi dan memcahkan masalah secara kreatif. Kecakapan sosial (interpersonal skill) merupakan kecakapan seseorang untuk berhubungan sosial, keterampilan komunikasi dan bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Kecakapan akademik adalah kemampuan dalam berpikir secara ilmiah. Akan berpikir sebab akibat sehingga keputusan yang diambil akan diuji terlebih dahulu kebaikan dan kekurangannya. Kecakapan vokasional merupakan kecakan yang berhubungan dengan keterampilan yang dimiliki seseorang dalam bekerja. Dalam kehidupan nyata kecakapan vokasional diperlukan seseorang ketika mereka akan bekerja di masyarakat. Apabila mereka mempunyai kecakapan vokasional yang terlatih maka mereka akan lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan.

Berdasarkan konsep life skills tersebut menunjukkan bahwa kemandirian ABK dapat dicapai apabila memiliki keterampilan menolong diri sendiri, keterampilan berhubungan sosial, keterampilan akademik dan atau akademik fungsional serta keterampilan vokasional. Kemandirian sebagai hasil belajar yang tingkatan pencapaiannya dipengaruhi modalitas belajar yang mencakup seluruh fungsi indera dimiliki. Modalitas ini yang mendasari jenis keterampilan yang diperlukan oleh individu dalam mencapai kemandirian. Hal ini sesuai dengan empat persyaratan dasar dalam pengembangan life skills menurut Direktorat


(23)

Kepemudaan Dirjen PLSP, tahun 2003 dalam Anwar, (2004: 30), menyatakan bahwa:

keterampilan yang dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan individu; (2) terkait dengan karakteristik potensi wilayah setempat. sumber daya alam dan sosial budaya; (3) dikembangkan secara nyata sebagai sektor usaha kecil atau industri rumah tangga; (4) berorientasi kepada peningkatan kompetensi keterampilan untuk bekerja secara aplikatif operasonal.

Perlu disadari bahwa kecakapan kecakapan itu tidak dapat berdiri sendiri dalam implementasinya dilapangan. Kecakapan itu menjadi keutuhan yang harus dimiliki seseorang dalam mengarungi jalannnya kehidupan. Dijelaskan menurut Anwar, (2006: 31): kecakapan mengenal diri, berpikir rasional, sosial, akademik dan vokasional tidak berfungsi terpisah-pisah.

Proporsi subtasi materi pembelajaran untuk anak tunagrahita adalah lebih menekankan kepada kecakapan hidup, menurut Rohyadi dan Alimin (2005:47)

mengatakan: „... semakin berat tingkatan ketunagrahitaan semakin besar

kecakapan hidup yang diperlukan, semakin ringan ketunagrahitaan semakin besar

subtansi mata pelajaran‟.

Pembelajaran yang menekankan kepada life skill sangat dibutuhkan untuk anak tunagrahita. Karena dengan life skill kemampuan yang akan dikembangkan menekankan kepada pemberdayaan diri supaya bisa berguna. Diantaranya menurut Anwar, (2006) bahwa ciri pembelajaran yang menakankan life skill diataranya:

(1) identifikasi kebutuhan, (2) penyadaran untuk belajar bersama, (3) belajar untuk mengembangkan diri, belajar, usaha mandiri, (4) penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial,


(24)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 17

kewirausahaan, (5) pemberian pengalaman dalam pekerjaan, (6) terjadi interaksi dengan ahli, (7) penilaian kompetensi, (8) pendampiangan teknis untuk bekerja.

Pada anak tunagrahita yang mengalami hambatan kecerdasan terutama pada tingkat Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) memerlukan pendidikan yang pendidikan yang menekankan kepada pengembangan vokasional fungsional sehingga mereka mempunyai bekal untuk bisa hidup mandiri di masyarakat. Keterampilan ini harus sudah berorientasi kepada pengmabangan keahlian yang bisa mendatangkan penghasilan sebagai bekal mereka untuk bisa hidup mandiri. Sesuai dengan pernyataan Rohyadi dan Alimin (2005: 45), bahwa:

Keterampilan vokasional merupakan keterampilan yang berhubungan dengan suatu keahlian yang dapat menghasilkan imbalan atau penghasilan. Apakah keterampilan itu menyangkut jasa atau produk. Pendidikan vokasional pada tingkat sekolah dasar masih bersipat provokasional seperti menempel, menggunting, mewarnai dan lain-lain. Sementara kecakapan vokasional pada jenjang lebih je akan lebih jenjang lebih tinggi (SMLB) akan lebih diarahkan kepada suatu keterampilan yang bersifat fungsional seperti: menjadi cleaning service, pelayan toko, mengahmpelas, kerajinan tangan seperti membuat sandal, membuat tempat pensil, merajut dll.

Untuk itu sekolah harus menyediakan layanan pendidikan vokasional yang melatih keterampilan sebagai bekal membuat siswanya hidup madiri setelah mereka keluar sekolah.

C. Pendidikan Keterampilan dengan Sistem Magang

Melihat kondisi tenaga pendidik di SLB yang mempunyai latar belakang yang ahli dalam keterampilan maka untuk memberikan pengalaman vokasional di


(25)

sekolah kurang bisa dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu maka diperluakan suatu strategi pelatihan vokasional yang bisa memberikan pengalaman kepada siswa. Diatara strategi pembelajran itu adalah pelatihan dengan sistem magang. Istilah magang menurut Anwar (2006), dapat diartikan sebagai proses belajar dimana seseorang memperoleh dan menguasai keterampilan tanpa dan atau dengan petunjuk orang yang sudah terampil. Proses Belajar melalui magang berarti belajar sambil bekerja. Hal ini diperlukan untuk melatih kemadirian, life skill anak tunagrahita baik kecakapan diri sendiri, juga kecakapan dalam bersosialisasi. Dengan sistem magang maka orang yang profesional dalam bidangnya dapat memberikan keahliaannya dengan baik kepada anak didik kita. Sehingga anak didik kita mendapatnkan keterampilan dengan proses yang benar.

Persyaratan Magang menurut Anwar (2006), (1) adanya orang terampil, (2) ada orang yang kurang terampil yang bersedia untuk magang, (3) waktu dan tempat pelaksanaan magang, (4) dana magang. Pelatihahan dengan sistem magang ini mempunyai tujuan: (1) untuk memantapkan penguasaan keterampilan yang diinginkan dan ditekuni (2) memperluas dan mempercepat jangkauan pangadaan tenaga yang terampil yang bisa diserap lapangan pekerjaan. Selain itu dengan sistem magang ini kita dapat mesosialisasikan kemampuan yang dimiliki anak. Kemudian kemampuan ini dapat dimanfaatkan dan diserap oleh lapangan pekerjaan.

Pelaksanaan Program magang ini sebenarnya akan memberikan dampak kepada kedua belah pihak. Untuk pemberi kerja/ perusahaan tempat magang


(26)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 19

mendapat keuntungan berkesempatan bisa melihat dan bisa dijadikan bahan untuk merekrut orang-orang muda yang terampil yang bisa digunakan dimasa depan. Dapat meneruskan keahlian dari generasi yang terdahulu kepada generasi berikutnya (regenerasi keahliaan). program magang menurut Rebecca G, (2006) bisa menjadikan seseorang pemula menjadi mahir bekerja secara profesional karena terjadi tranper pengalaman dari yang ahli kepada pemula.

Dengan pembelajaran dengan sistem magang ini diharapkan anak tunagrahita dapat:

1. Melihat kemudian mencoba mengerjakan kegiatan keterampilan cleaning service yang biasa dikerjakan di dalam gedung, sehingga mereka tahu, bisa dan biasa menggunakan alat kebersihan gedung, menyimpan dan merawat alat kebersihan gedung.

2. Anak dapat bekerja sesuai dengan urutan pekerjaan yang sesuai dengan melihat mentor/ karyawan cleaning service bekerja.

3. Mendapatkan sikap mental pengetahuan yang profesional sebagai petugas kebersihan di dalam gedung.

Untuk melaksanakan pembelajaran dengan magang ini diperlukan kerja sama antara sekolah, perusahaan yang akan menjadi mitra. Kemudian koordinasi dengan pegawai yang telah menjadi pegawai di perusahaan cleaning service tersebut. program magang ini maka harus disusun pola pembelajarannnya yang dapat digambarkan sebagai berikut:


(27)

Gambar 2.1 Alur Kegiatan Magang

Tahap pertama dalam pembelajaran magang ini adalah mengidentifikasi dan merencanakan jenis keterampilan apa yang akan kita berikan kepada siswa. Dalam hal ini kita harus melakukan studi pendahuluan dengan observasi dan berdiskusi dengan pihak perusahaan cleaning service. Hasil dari kegiatan ini di tuangkan ke dalam penentuan standar kompetensi dan kompetensi dasar

IDENTIFIKASI DAN PERENCANAAN

PENYUSUNAN PANDUAN PROGRAM MAGANG

PELAKSANAAN PROGRAM MAGANG DI PERUSAHAAN CS PEMANTAUAN

DAN BIMBINGAN

PENILAIAN KEGIATAN MAGANG

TINDAK LANJUT KEGIATAN MAGANG


(28)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 21

keterampilan cleaning service. Pengembangan selanjutnya adalah dituangkan ke dalam penyusunan bahan ajar sebagai acuan kerja yang akan dilaksanakan kepada siswa. (Langkah ini dapat di baca dalam lampiran 3 standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan cleaning service)

Langkah ke dua adalah penyusunan panduan program magang bertujuan untuk merencanakan kegiatan pembelajaran ini supaya terarah. Dalam penyusunan program magang ini harus ditentukan: perencanaan kegiatan yang diperlukan mulai dari pembekalan sampai pelaksanaan, pembentukan personil yang akan dilibatkan dalam kegiatan magang koordinasi dengan pihak perusahaan, penentuan tanggal kegiatan, perusahaan yang terlibat, tempat kegiatan, perecanaan alat dan bahan yang diperlukan. (Baca lampiran 2 panduan pelaksanaan pembelajaran keterampilan cleaning service)

Langkah ke tiga adalah pelaksanaan kegiatan program magang. Kegiatan ini dibagi menjadi dua bagian pertama kegiatan pembekalan. Dilaksanakan di sekolah adalah sebagai tahapan supaya siswa mempunyai kemampuan dasar yang diperlukan dalam keterampilan magang sehingga siswa tidak kaget dalam bekerja. Dalam kegiatan pembekalan ini lebih baik untuk mendatangkan tenaga ahli yang terbiasa bekerja di lapangan kerja cleaning service. Selanjutnya adalah pelaksanaan magang di tempat kerja cleaning service. Pihak perusahaan dapat melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kerja siswa yang magang. Proses pemantauan ini mengkuti perkembangan dalam kegiatan bekerja dan belajar. Pendamping dapat melakukan evaluasi proses dan melakukan perbaikan pekerjaan kepada siswa apabila kurang sesuai dengan standar perusahaan. Guru bisa


(29)

mendapatkan masukan sebagai bahan perbaikan untuk kegiatan pembelajaran keterampilan di sekolah. Siswa harus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pendamping. Sehingga proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik. Kegiatan mengarahkan yang terlibat antara pendamping dengan pemagang akan terjadi dan kegiatan pembelajaran melalui bekerja dapat berjalan dengan baik sesuai dengan program yang telah direncanakan.

Kegiatan keempat adalah penilaian prgram magang adalah proses pengukuran sejauhmana ketepatan pelaksanaan proses pembelajaran dan dapat mencapai tujuan dari standar kompetensi dan kompetensi dasar dari keterampilan

cleaning service. Penilaian untuk siswa dapat berupa pengamatan unjuk kerja

yang telah disusun. (Lampiran 6 dan lampiran 7, kisi-kisi dan instrumen kinerja keterampilan cleaning service).

Kegiatan keempat adalah tindak lanjut merupakan harapan dari program yang telah dijalankan menurut Anwar (2006) siswa diharapkan:

1. Peningkatan, yaitu siswa dapat mempraktekan keterampilannya sesuai dengan standar perusahaan profesional. Dalam bekerja mereka menunjukan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

2. Penerapan artinya setelah magang ini siswa dapat memperaktekannya dengan bisa bekerja ditempat semula, diperusahaan lainnya atau mandiri bisa mengaplikasikan kemampuannya secara mandiri. Tujuannya akhirnya mereka dapat hidup mandiri dengan menghidupi kehidupannya secara mandiri tidak membebankan orang lain.


(30)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 23

D. Keterampilan Cleaning Service

Program Keterampilan memiliki peran sentral dalam mengantarkan peserta didik untuk bisa belajar sesuai dengan amanat dari kurikulum KTSP untuk Sekolah Menengah Luar Biasa yang menekankan hampir 60 % harus bermuatan kepada pengembangan life skill. Melalui pembelajaran Keterampilan diharapkan siswa mendapatkan pembelajaran keterampilan yang sesuai dengan kemampuannya, sehingga mereka dapat hidup mandiri di keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Pembelajaran Keterampilan Cleaning Service ini diarahkan untuk mengaktualisasikan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan keterampilan yang berhubungan dengan kebersihan gedung. Diharapkan mereka dapat bekerja sesuai dengan standar perusahaan cleaning service.

Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan Cleaning Service ini merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan keterampilan mengenal dan melakukan pekerjaan kebersihan gedung secara ptofesional. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk dapat memenuhi kebutuhan pekerjaan secara profesional bekerja sama dengan perusahaan cleaning service.

Dengan Standar Kompetensi Bina Diri, peserta didik SMALB – C diharapkan:


(31)

1. Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri.

2. Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan Kompetensi Keterampilan peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan dan sumber belajar program keterampilan cleaning service.

3. Guru menentukan bahan ajar seperti analisis tugas sesuai dengan kemampuan peserta didik dan kondisi kemampuan sekolah.

4. Orang tua dan masyarakat dan perusahaan dapat berperan aktif dan bekerja sama dalam pelaksanaan program keterampilan cleaning service.

5. Program ini merupakan kemitraan antara sekolah, perusahaan cleaning

service dan pemakai jasa cleaning service.

Program Keterampilan SMALB-C bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal cara-cara melakukan Keterampilan kebersihan gedung (Mengenal cmemikal yang dipakai dalam kebersihan, mengenalkan alat-alat kebersihan, mengenalkan langkah-langkah kebersihan gedung).

2. Dapat melakukan sendiri kegiatan kebersihan gedung (Membersihkan lantai, membersihkan kaca, membersihakan saniter),

Keterampilan cleaning service adalah keterampilan yang berhubungan dengan proses kebersihan didalam gedung meliputi kegiatan-kegiatan menurut Citra Serasi, CV, ( 2010) dalam Strategi Kerjanya, adalah:


(32)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 25

2. Mengenal jenis dan fungsi dari alat-alat yang digunakan dalam keterampilan cleaning service

3. Membersihkan debu, kotoran-kotoran kecil dari permukaan furniture, dinding list, aksesoris, dan lainnya

4. Menyapu untuk membersihkan debu dan kotoran dari permukaan lantai. 5. Pengepelan Sekali Proses adalah kegiatan untuk menghilangkan kotoran atau

noda dari permukaan lantai.

6. Pengepelan Proses Ganda adalah kegiatan untuk menghilangkan kotoran atau noda tanah dari permukaan lantai diarea yang membutuhkan tingkat kebersihan dan higienis tinggi.

7. Membersihkan kaca adalah proses membersihkan kotoran dan noda di kaca agar tetap mengkilap.

8. Pembersihan Saniter adalah proses kegian membersihkan toilet agar tetap bersih, bebas dari kuman (higienis), kering serta tidak berbau.

9. Membersihkan Dinding adalah proses membersihkan kotoran dan noda pada dinding.

10. Pembersihan Plafon adalah menghilangkan debu kotoran, sarang laba-laba yang ada pada plafon.

11. Pembersihan general yaitu pembersihan dengan hampir semua aspek kebersihan gedung.

Itulah adalah jenis-jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang yang akan bekerja sebagai cleaning service di dalam sebuah gedung secara profesional. Sedangkan keterampilan yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini


(33)

dibatasi, yaitu: pengenalan alat dan obat yang digunakan dalam clening service, pembersihan lantai, pembersihan purnitur, pembersihan kaca, dan pembersihan saniter.

Dalam penelitian ini penulis akan membatasi dalam pengemabangan keterampilan cleaning service sebagai berikut:

Tabel 2.3

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan Cleaning Service

No. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Mengenal pemakaian

Alat, bahan kimia untuk kebersihan gedung

 Mengenal dan memakai bahan

kimia untuk kebersihan meja.

 Mengenal dan memakai bahan

kimia untuk keberdihan lantai.

 Mengenal dan memakai bahan

kimia untuk kebersihan kaca.

 Mengenal dan memakai bahan

kimia untuk kebersihan kamar mandi

2. Membersihkan meja  Mempraktekan penggunaan alat

kebersihan untuk meja.

 Menggunakan chemikal untuk

kebersihan meja

 Mempraktekan pekerjaan

membersihkan meja.

3. Membersihkan Lantai  Mempaktekan menyapu

menggunakan sapu

 Mempaktekan menyapu dengan

loby duster

 Mempraktekan mengepel lantai

4. Membersihkan Kaca  Mempraktekan membersihkan


(34)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 27

5. Membersihkan kamar

mandi

 Mempraktekan membersihkan

kamar mandi.

E. Kinerja Keterampilan

Kinerja dalam keterampilan merupakan suatu hasil yang dimunculkan dari indikator yang telah ditetapkan. Kinerja bisa dilihat dilihat hasil kerja seseorang baik itu dilihat dari kualitas dan kuantitas. Kualitas kerja bisa dilihat ketika seseorang bekerja dalam bidang jasa, sehingga kinerja pekerja dianggap baik jika kualitas pelayanan yang diberikan sesuai denga standar yang telah diterapkan. Secara kuantitas bisa dilihat ketika seseorang bekerja dalam memproduksi barang. Misalnya kinerja penjahit bisa dilihat dari dua sisi yaitu kulitas dan kuantitas, penjahit yang mempunyai kenerja baik akan mengahsilkan produksi jahitan yang banyak dengan kualitas yang sesuai dengan harapan. Kinerja menurut Mangkunegara (2010 : 67) “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya”.

Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink dalam (Mangkunegara, 2010 : 76) mengemukakan pendapatnya


(35)

bahwa: individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.

faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1.Kemampuan mereka, 2.Motivasi, 3.Dukungan yang diterima, 4.Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5.Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. menurut Mangkunegara, (2010) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.

Kinerja bisa dilihat dari hasil kerja seseorang baik itu dilihat dari kualitas dan kuantitas dalam bekerja. Kualitas akan berhubungan dengan hasil atau produk


(36)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 29

yang sesuai dengan standar perusahaan. Kuantitas adalah berhubungan dengan banyak barang yang dihasilkan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produksi barang. Sedangkan kuantitas yang berhubungan dengan jasa katepatan seseorang dalam memberikan pelayanan sehingga dalam satu waktu seseorang akan menghasilkan pelayanan yang lebih banya kepada orang atau area yang lebih luas dalam pekrjaan pekrjaan cleaning service.

Untuk mengasilkan kinerja yang baik dalam bekerja diperlukan kemampuan dalam bekerja (skill). Kemampuan diperoleh ketika seseorang mempunyai pengetahuan tentang pekerjaannya kemudian dipoles dengan latihan dan pengalaman.

Keterampilan cleaning service berhubungan dengan :

1. Pengenalan dan menggunankan obat yang akan digunakan dalam bekerja. 2. Pengenalan dan penggunaan alat-alat cleaning yang akan dipakai dalam

bekerja.

3. Menjalankan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 4. Menyimpan dan merawat alat dan obat yang telah digunakan.

Kinerja diukur dengan skor dengan kriteria yang ditentukan. Kinerja keterampilan cleaning service ini dibatasi dengan kemampuan membersihkan furniture, kemampuan membersihkan lantai, kemampuan membersihkan kaca dan kemampuan membersihkan kamar mandi.

Dalam keterampilan cleaning service ini kinerja yang diharapkan adalah kemampuan yang dimunculkan oleh siswa setelah mendapatkan pembelajaran keterampilan cleaning service secara magang. Diharapkan siswa setelah belajar


(37)

dengan pembelajaran langsung oleh tenaga ahlinya siswa mendapatkan pengalaman yang lebih tentang pekerjaan cleaning service secara profesional. Kemudian siswa diberikan pengalaman langsung bekerja ditempat perusahaan cleaning service.

F. Pembelajaran Dengan sistem Magang Meningkatkan Kinerja Keterampilan

Mempersiapkan para siswa dengan hambatan kognisi (tunagrahita) untuk dapat hidup secara mandiri, dapat menghidupi diri sendiri, dan keluarganya secara sukses setelah yang bersangkutan keluar dari sekolah, merupakan tujuan utama dari setiap program pembelajaran life skill. Olehkarena itu program pembelajaran akan melibatkan kurikulum yang lebih menekankan kepada perubahan fungsi pembelajaran dan kebutuhan setiap individu, model semacam ini dikenal dengan nama model program pembelajaran secara alami. Menurut (Cronin & Patton, 1993) dalam Delphi (2006: 145), menyatakan bahwa:

“ Model pembelajaran secara alami ini hendaknya dapat meningkatkan kompetensi siswa di beberapa segi, meliputi: kemampuan bekerja atau dapat mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, mampu menata rumah tangga, mampu memanfaatkan waktu luang, keterlibatan anggota keluarga, kesehatan fisik dan mental, tanggung jawab pribadi, dan hubungan pribadi dengan pribadi lain”

Program magang akan lebih mempersiapkan mereka untuk lebih mengenal keadaan nyata dalam bekerja, karena mereka akan diperkerjakan


(38)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 31

langsung ke dalam dunia kerja secara nyata. Sehingga diharapkan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini mereka akan mempunyai pengetahuan nyata yang dapat diterapkan ketika mereka akan bekerja di bidang keterampilan cleaning service ini.

Dalam pelaksanaannya, sistem magang mempunyai prinsip umum yaitu belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar. Proses yang terjadi adalah hubungan interaksi antara seseorang dengan orang lain yang lebih ahli dalam penyampaian keahliannya kepada penerimaa pengetahuan (pemagang). Proses magang dilakukan oleh orang yang belum memiliki pengalaman kepada orang yang sudah memiliki pengalaman tertentu. Kegiatan magang tidak hanya terbatas pada bidang pertukangan dan kerajinan, melainkan pada berbagai keahlian lainnya seperti kedokteran, hukum, pendidikan dan keahlian jasa lainnya, termasuk keterampilan cleaning service. Proses pelaksanaan magang ini bisa dilakukan secara perorangan atau secara berkelompok.

Penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga dan masyarakat. Kehadiran pendidikan formal tidak akan bermakna bila tidak disertai oleh dukungan dan partisipasi dari pendidikan informal (keluarga) dan nonformal (masyarakat). Ketiga jenis pendidikan tersebut harus berjalan secara integratif.

Sejalan dengan tuntutan di atas, pembelajaran dengan magang akan mengembangkan:

1. Membantu peserta didik agar mampu mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn),


(39)

2. Mampu menghilangkan cara berpikir dan kebiasaan tidak tepat (learning how

to unlearn) sadar akan potensi diri dan kebutuhan lingkungannya,

3. Memiliki keberanian untuk mengahadapi persoalan hidupnya, serta 4. Mampu memecahkannya masalah secara kreatif.

Setelah siswa mengikuti program magang ini diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan keterampilan (kinerja) cleaning servicenya karena mereka akan dibantu secara langsung oleh mereka yang sudah mempunyai keahlian secara profesional. Siswa mempunyai kesadaran akan pekerjaannnya dan dapat bekerja secara profesional, memiliki keinginan untuk bekerja sesuai dengan keahliannya, mereka menyadari bahwa tenaga meraka sebenarnya dapat dibutuhkan di masyarakat. Dengan bimbingan para tenaga ahli mereka dapat merasakan arahan apabila mereka melakukan kesalahan sehingga pekerjaannnya dapat sesuai dengan prosedur yang benar. Apabila hal ini dapat terjadi maka diharapkan setelah mengikuti program pembelajaran ini mereka akan mempunyai kemampuan keterampilan (kinerja) dalam cleaning service dengan baik dan benar. Tujuan magang dalam keterampilan cleaning service ini adalah untuk memantapkan penguasaan keterampilan termsuk didalamnya adalah penguasaan alat-alat keterampilan cleaning service, penggunaan obat, pemeliharaan alat. Sehingga setelah mereka terampil dapat digunakan sebagai sumber daya manusia yang terampil yang bisa berguna bagi masyarakat terutama perusahaan cleaning service.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam magang ini akan terjadi proses kegiatan belajar menurut Anwar (2006) sebagai berikut:


(40)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 33

1. Pemagang dan sumber belajar berada pada suatu tempat bekerja yang sama. Pemagang melihat kemudian mencoba mengerjakan pekerjaan/ menggunakan alat yang akan digunakan untuk pekerjaan yang akan dipelajarinya sehingga mereka tahu, bisa dan biasa mempergunakannya.

2. Pemagang bekerja dan belajar atau belajar bekerja sesuai dengan urutan pekerjaan yang dikerjakan sumber belajar. Pemagang dapat memulai belajar bekerja dan bekerja sambil belajar dari mana saja dari awal, tengah, akhir proses pekerjaan.

3. Pemagang belajar bekerja dan bekerja sambil belajar tidak diawali dengan teori, tetapi langsung melibatkan diri dalam pekerjaan yang sesungguhnya. 4. Dilihat dari sudut sumber belajar, mereka tidak perlu mengetahui teori tetapi

mereka yang terampil dalam keterampilan cleaning service dan bisa melaksanakan pekerjaan cleaning service. Kemudia proses belajar tidak berjalan secar toeri tetapi akan berjalan lebih praktis dan menyentuh dari hati-ke hati. Sehingga diharapkan trasper hati-keterampilan akan lebih cepat sampai kepada siswa yang magang.

5. Di lihat dari sudut pandang pemagang mereka tidak hanya mengetahui keterampilan praktis dan pengetahuan tetapi juga akan mendapatkan nilai, sikap, etos kerja yang secara tidak langsung dapat diterimanya.

Kesimpulan dari pernyataan diatas adalah bahwa magang dapat menghasilkan transper llmu pengetahuan dan keterampilan yang lebih praktis, mudah, epektif, dan menyenangkan (tidak terpaksa). Kinerja secara tidak


(41)

langsung akan terbentuk sesuai dengan profesionalisme jenis keterampilan yang akan dilaksanakannya.

G. Hipotesis Penelitian

Dari kajian teori yang dipapaprkan diatas, penelitian ini mengajukan Hipotesis: pembelajaran dengan sistem magang dapat meningkatkan keterampilan cleaning service pada siswa tunagrahita ringan di SMALB Negeri Subang


(42)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 71 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah pengumpulan dan analisis data hasil dari pembelajaran dengan sistem magang keterampilan cleaning service terhadap siswa tunagrahita ringan di SMALB Negeri subang. Pelaksanaan magang ini dilaksanakan 15 Mei sampai dengan 1 Juni 2012 di proyek PT Citra Serasi Mandiri kator cabang BRI Subang. Data diperoleh setelah dilakukan tes unjuk kerja sebelum dan sesudah pembelajaran magang. Disimpulkan bahwa pembelajaran magang dapat meningkatkan keterampilan cleaning service pada siswa tunagrahita ringan di SMALB Negeri Subang. Dari keterampilan yang dimunculkan oleh Siswa tunagrahita ringan secara umum menunjukan bahwa mereka dapat bekerja dalam keterampilan cleaning service ini. Sehingga kita dapat membuka mata bahwa mereka pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk dapat bekerja, tinggal kita memberikan kesempatan untuk mereka, bekerja sesuai dengan kemampuannya.

B. Implikasi

Dari hasil penelitian ini peneliti dapat memberikan beberapa pendapat: 1. Anak tunagrahita ringan mempunyai hambatan dalam perkembangan

kemampuan kognisi untuk belajar secara akademik, oleh sebab itu diperlukan suatu pembelajaran yang lebih menekankan kepada pengembangan fungsional life skill. Untuk anak-anak kelas rendah lebih


(43)

menekankan kepada pembelajaran yang meningkatkan kemampuan aktifitas untuk keperluan hidup sendiri atau disebut juga dengan pembelajaran bina diri. Sehingga setelah keluar sekolah mereka mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri tanpa membebani orang lain.

2. Untuk siswa yang kelas tinggi diperlukan pembelajaran keterampilan yang bisa dijadikan bekal untuk bisa hidup secara mandiri. Mereka yang tergolong tunagrahita ringan yang mempunyai kemampuan motorik dan intrapersonal relatif lebih baik, hendaknya lebih diberikan porsi pembelajaran keterampilan yang dapat bermanfaat untuk hidup secara mandiri ditengah masyarakat. Pembelajaran keterampilan yang dimaksud tentunya harus sesuai dengan kondisi, kemampuan yang dimiliki oleh siswa tunagrahita ringan. Sehingga pembelajaran keterampilan tersebut dapat diterima dapat dikerjakan oleh anak tunagrahita ringan. Untuk hal tersebut sekolah hendaknya bisa mencarikan jenis keterampilan yang sesuai dan terdapat dalam kehidupan ditengah masyarakat.

3. Pendekatan pembelajaran keterampilan yang diterapkan untuk anak tunagrahitan hendaknya lebih menkankan kepada pengalaman nyata yang bisa memberikan pengalaman langsung bukan hanya teori. Salah satunya adalah pembelajaran magang. Proses pembelajaran ini tentunya tidak semudah yang dibayangkan. Proses magang ini memerlukan kerja sama yang baik antara sekolah dengan pihak perusahaan. Dalam proses magang ini akan


(44)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 73 terjadi interaksi antara pemagang dengan pekerja profesional. Sehingga

proses transper pengalaman akan terja langsung di tempat bekerja. Kesalahan dan perbaikan dalam kinerja keterampilan akan terjadi dalam proses magang ini. Anak tunagrahita ringan tidak akan terlalu berpikir secara formal mereka akan diarahkan langsung oleh pekerja profesional tersebut. Diharapkan setelah pembelajaran magang ini keterampilan cleaning service mereka dapat meningkat.

4. Keterampilan Cleaning Service bisa dijadikan alternatif materi pembelajaran yang bisa diterapkan untuk anak tunagrahita. Keterampilan ini berhubungan dengan kebersihan di gedung. Keterampilan ini adalah: membersihkan lantai, membersihkan kamar mandi, membersihkan kaca, membersihkan furniture. Namun, keterampilan yang diterapkan harus disesuaikan kondisi kemampuan anak tunagrahita.

C. Rekomendasi

1. Rekomendasi untuk guru: dari hasil penelitian bahwa pembelajaran keterampilan praktis seperti cleaning service ternyata siswa mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya, maka hendaknya guru mempunyai pengetahuan tentang keterampilan praktis yang bisa diberikan untuk siswa tunagrahita. Guru luar biasa bukan hanya mengetahui tentang karakteristik anak tunagrahita saja, tetapi mempunyai kemampuan praktis ntuk mengembangkan potensi diri anak tunagarhita. Keterampilan tersebut adalah


(45)

kemampuan yang bisa mendukung kepada kemandirian anak tunagrahita setelah keluar dari sekolah.

2. Rekomendasi untuk sekolah: hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran magang dapat meningkatkan kemampuan keterampilan, maka hendaknya alternatif pembelajaran magang perlu dikembangkan oleh sekolah karena dengan pembelajaran ini dapat memberikan keuntungan.

a. Dapat mensosialisasikan keberadaan anak kebutuhan khusus.

b. Dapat memberikan pengalaman praktis tentang keterampilan yang akan dimagangkan tersebut.

c. Proses inklusi dimasyarakat secara tidak langsung dapat terjadi penghargaan dan pemberian pengalaman akan terjadi antara anak berkebutuhan khusus dengan masyarakat pada umumnya di dalam proses pekerjaan tersebut.

3. Hasil penelitian anak tunagrahita mempunyai kemampuan keterampilan dalam bidang cleaning service, untuk perusahaan cleaning service hendaknya memberikan kepercayaan kepada anak tuna grahita ringan untuk dapat berkerja di bidang ini. Kesempatan untuk mereka perlu diberikan untuk pengembangan kemampuan mereka.


(46)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning

Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 75

Daftar Pustaka

Alimin, Z. (2007). Melakukan Orientasi Ulang tentang Pendidikan bagi Peserta

Didik Tunagrahita, [On line]. Tersedia: http://www.jasianakku-sampel.blogspot.com//, [6 Pebruari 2011]

Amin, M. (1996), Orthopedagogiek Anak Tunagrahita, Jakarta, Depdikbud Dirjen Dikti

Anwar (2006), Pendidikan Kecakapan Hidup (life Skill Education), Bandung: CV Alfa Beta.

Arikunto, S, (2009), Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung: Bumi Aksara.

Asrori, M. (2008), “ Psikologi Perkembangan”, Bandung: CV Wavana Prima

Astati, (2009), Pendidikan Vokasional, [On line]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/A - FIP/Jur. Pend. Luar Biasa/, [6 Pebruari 2011] Citra Serasi, CV (2010), Strategi Kerja 2011 untuk Proyek BNI 46 Subang,

Subang: (tidak diterbitkan).

Delphi, B., (2006) Aplikasi Gerak Irama dalam Pembelajaran Anak dengan

Kebutuhan Khusus, Bandung: Unipersitas Pendidikan Indnesia

Furqon, (2008), Statistika Terapan untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta Bandung Mangkunegara, A., P., (2010), Evaluasi kinerja SDM, Jakarta: Refika Aditama Mangkuprawira, S. (2009), Manfaat Magang bagi Karyawan, [On line], tersedia:

http: http://indosdm.com/manfaat-magang-bagi-karyawan/ [19 Juni 2012] Mendiknas: Anak Berkebutuhan Khusus Perlu Dibekali Keterampilan, [On line]

tersedia: http://www.hupelita.com/baca.php?id=36092 [Tgl 08 Mei 2011] Mukhtar, T Wahyuni, (2011), Desain Program Vokasional dan Bimbingan Karir


(47)

Pemerintah Republik Indonesia, (1998), Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Jakarta:

Rebecca Greene, (2001), Belajar Tak Hanya di Sekolah, Jakarta: Erlangga

Rochyadi, E. dan Alimin, Z. (2005), Pengembangan Program Pembelajaran

Individual bagi Anak Tunagrahita, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi

Safaria, T., (2005), Interpersonal Intelligence, Yogyakarta: Amara Books

Suara Karya online, Pemberdayaan Penyandang Cacat di Indonesia, [On line] tersedia: http://www.suarakarya-online.com/news, [Tgl 5 mei 2011]

Sugiyono, (2007), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: AlfaBeta

Sugiyono, (2008), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta : Alfhabeta

Sujadi, (2002), Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineka cipta

Susetyo, B., (2010), Statistika untuk Analisis Data Penelitian, Bandung: Refika Aditama

Tarsidi, I. (2010), “Penerapan Prinsip-prinsip Konseling Behavioral dalam Pembelajaran Kemandirian Siswa Tunagrahita”, dalam Isu-isu Pendidikan Khusus di Indonesia dan Malayasia Praktik terbaik dalam Pendidikan untuk Semua, Bandung: Rizqi Press.


(1)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 71 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah pengumpulan dan analisis data hasil dari pembelajaran dengan sistem magang keterampilan cleaning service terhadap siswa tunagrahita ringan di SMALB Negeri subang. Pelaksanaan magang ini dilaksanakan 15 Mei sampai dengan 1 Juni 2012 di proyek PT Citra Serasi Mandiri kator cabang BRI Subang. Data diperoleh setelah dilakukan tes unjuk kerja sebelum dan sesudah pembelajaran magang. Disimpulkan bahwa pembelajaran magang dapat meningkatkan keterampilan cleaning service pada siswa tunagrahita ringan di SMALB Negeri Subang. Dari keterampilan yang dimunculkan oleh Siswa tunagrahita ringan secara umum menunjukan bahwa mereka dapat bekerja dalam keterampilan cleaning service ini. Sehingga kita dapat membuka mata bahwa mereka pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk dapat bekerja, tinggal kita memberikan kesempatan untuk mereka, bekerja sesuai dengan kemampuannya.

B. Implikasi

Dari hasil penelitian ini peneliti dapat memberikan beberapa pendapat:

1. Anak tunagrahita ringan mempunyai hambatan dalam perkembangan

kemampuan kognisi untuk belajar secara akademik, oleh sebab itu

diperlukan suatu pembelajaran yang lebih menekankan kepada


(2)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 72 menekankan kepada pembelajaran yang meningkatkan kemampuan aktifitas

untuk keperluan hidup sendiri atau disebut juga dengan pembelajaran bina diri. Sehingga setelah keluar sekolah mereka mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri tanpa membebani orang lain.

2. Untuk siswa yang kelas tinggi diperlukan pembelajaran keterampilan yang

bisa dijadikan bekal untuk bisa hidup secara mandiri. Mereka yang tergolong tunagrahita ringan yang mempunyai kemampuan motorik dan intrapersonal relatif lebih baik, hendaknya lebih diberikan porsi pembelajaran keterampilan yang dapat bermanfaat untuk hidup secara mandiri ditengah masyarakat. Pembelajaran keterampilan yang dimaksud tentunya harus sesuai dengan kondisi, kemampuan yang dimiliki oleh siswa tunagrahita ringan. Sehingga pembelajaran keterampilan tersebut dapat diterima dapat dikerjakan oleh anak tunagrahita ringan. Untuk hal tersebut sekolah hendaknya bisa mencarikan jenis keterampilan yang sesuai dan terdapat dalam kehidupan ditengah masyarakat.

3. Pendekatan pembelajaran keterampilan yang diterapkan untuk anak

tunagrahitan hendaknya lebih menkankan kepada pengalaman nyata yang bisa memberikan pengalaman langsung bukan hanya teori. Salah satunya adalah pembelajaran magang. Proses pembelajaran ini tentunya tidak semudah yang dibayangkan. Proses magang ini memerlukan kerja sama yang baik antara sekolah dengan pihak perusahaan. Dalam proses magang ini akan


(3)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 73 terjadi interaksi antara pemagang dengan pekerja profesional. Sehingga

proses transper pengalaman akan terja langsung di tempat bekerja. Kesalahan dan perbaikan dalam kinerja keterampilan akan terjadi dalam proses magang ini. Anak tunagrahita ringan tidak akan terlalu berpikir secara formal mereka akan diarahkan langsung oleh pekerja profesional tersebut. Diharapkan setelah pembelajaran magang ini keterampilan cleaning service mereka dapat meningkat.

4. Keterampilan Cleaning Service bisa dijadikan alternatif materi pembelajaran

yang bisa diterapkan untuk anak tunagrahita. Keterampilan ini berhubungan dengan kebersihan di gedung. Keterampilan ini adalah: membersihkan lantai, membersihkan kamar mandi, membersihkan kaca, membersihkan furniture. Namun, keterampilan yang diterapkan harus disesuaikan kondisi kemampuan anak tunagrahita.

C. Rekomendasi

1. Rekomendasi untuk guru: dari hasil penelitian bahwa pembelajaran

keterampilan praktis seperti cleaning service ternyata siswa mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya, maka hendaknya guru mempunyai pengetahuan tentang keterampilan praktis yang bisa diberikan untuk siswa tunagrahita. Guru luar biasa bukan hanya mengetahui tentang karakteristik anak tunagrahita saja, tetapi mempunyai kemampuan praktis ntuk mengembangkan potensi diri anak tunagarhita. Keterampilan tersebut adalah


(4)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 74 kemampuan yang bisa mendukung kepada kemandirian anak tunagrahita

setelah keluar dari sekolah.

2. Rekomendasi untuk sekolah: hasil penelitian menunjukan bahwa

pembelajaran magang dapat meningkatkan kemampuan keterampilan, maka hendaknya alternatif pembelajaran magang perlu dikembangkan oleh sekolah karena dengan pembelajaran ini dapat memberikan keuntungan.

a. Dapat mensosialisasikan keberadaan anak kebutuhan khusus.

b. Dapat memberikan pengalaman praktis tentang keterampilan yang akan

dimagangkan tersebut.

c. Proses inklusi dimasyarakat secara tidak langsung dapat terjadi

penghargaan dan pemberian pengalaman akan terjadi antara anak berkebutuhan khusus dengan masyarakat pada umumnya di dalam proses pekerjaan tersebut.

3. Hasil penelitian anak tunagrahita mempunyai kemampuan keterampilan

dalam bidang cleaning service, untuk perusahaan cleaning service hendaknya memberikan kepercayaan kepada anak tuna grahita ringan untuk dapat berkerja di bidang ini. Kesempatan untuk mereka perlu diberikan untuk pengembangan kemampuan mereka.


(5)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 75

Daftar Pustaka

Alimin, Z. (2007). Melakukan Orientasi Ulang tentang Pendidikan bagi Peserta

Didik Tunagrahita, [On line]. Tersedia: http://www.jasianakku-sampel.blogspot.com//, [6 Pebruari 2011]

Amin, M. (1996), Orthopedagogiek Anak Tunagrahita, Jakarta, Depdikbud Dirjen Dikti

Anwar (2006), Pendidikan Kecakapan Hidup (life Skill Education), Bandung: CV Alfa Beta.

Arikunto, S, (2009), Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung:

Bumi Aksara.

Asrori, M. (2008), “ Psikologi Perkembangan”, Bandung: CV Wavana Prima

Astati, (2009), Pendidikan Vokasional, [On line]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/A - FIP/Jur. Pend. Luar Biasa/, [6 Pebruari 2011] Citra Serasi, CV (2010), Strategi Kerja 2011 untuk Proyek BNI 46 Subang,

Subang: (tidak diterbitkan).

Delphi, B., (2006) Aplikasi Gerak Irama dalam Pembelajaran Anak dengan

Kebutuhan Khusus, Bandung: Unipersitas Pendidikan Indnesia

Furqon, (2008), Statistika Terapan untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta Bandung Mangkunegara, A., P., (2010), Evaluasi kinerja SDM, Jakarta: Refika Aditama Mangkuprawira, S. (2009), Manfaat Magang bagi Karyawan, [On line], tersedia:

http: http://indosdm.com/manfaat-magang-bagi-karyawan/ [19 Juni 2012] Mendiknas: Anak Berkebutuhan Khusus Perlu Dibekali Keterampilan, [On line]

tersedia: http://www.hupelita.com/baca.php?id=36092 [Tgl 08 Mei 2011]

Mukhtar, T Wahyuni, (2011), Desain Program Vokasional dan Bimbingan Karir


(6)

Mohamad Sopyandireja, 2012

Pembelajaran Dengan Sistem Magang Untuk Meningkatkan Keterampilan Cleaning Service Pada Siswa Tunagrahita Di SMALB Negeri Subang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 76 Pemerintah Republik Indonesia, (1998), Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Jakarta:

Rebecca Greene, (2001), Belajar Tak Hanya di Sekolah, Jakarta: Erlangga

Rochyadi, E. dan Alimin, Z. (2005), Pengembangan Program Pembelajaran

Individual bagi Anak Tunagrahita, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi

Safaria, T., (2005), Interpersonal Intelligence, Yogyakarta: Amara Books

Suara Karya online, Pemberdayaan Penyandang Cacat di Indonesia, [On line] tersedia: http://www.suarakarya-online.com/news, [Tgl 5 mei 2011]

Sugiyono, (2007), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: AlfaBeta

Sugiyono, (2008), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta : Alfhabeta

Sujadi, (2002), Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineka cipta

Susetyo, B., (2010), Statistika untuk Analisis Data Penelitian, Bandung: Refika Aditama

Tarsidi, I. (2010), “Penerapan Prinsip-prinsip Konseling Behavioral dalam Pembelajaran Kemandirian Siswa Tunagrahita”, dalam Isu-isu Pendidikan Khusus di Indonesia dan Malayasia Praktik terbaik dalam Pendidikan untuk Semua, Bandung: Rizqi Press.


Dokumen yang terkait

METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS 12 DI SMALB NEGERI SURAKARTA TAHUN 2016 Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Tunagrahita Kelas 12 Di Smalb Negeri Surakarta Tahun 2016.

0 3 17

METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS 12 DI SMALB NEGERI SURAKARTA TAHUN Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Tunagrahita Kelas 12 Di Smalb Negeri Surakarta Tahun 2016.

0 4 15

PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA TUNARUNGU SMALB PADA PEMBELAJARAN IPA-FISIKA (studi kasus terhadap siswa tunarungu di SMALB Negeri Cicendo Kota Bandung).

1 7 141

PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MEMBUAT KERUPUK UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN JENJANG SMALB DI SLB C YPLAB KOTA BANDUNG.

6 10 30

IMPLEMENTASI METODE LATIHAN KETERAMPILAN/DRILL PADA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN VOKASIONAL OTOMOTIF UNTUK SISWA DIFABEL (TUNARUNGU) DI SMALB.

0 12 38

IMPLEMENTASI METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN VOKASIONAL OTOMOTIF BAGI SISWA TUNAGRAHITA DI SMALB.

0 1 39

IMPLEMENTASI METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN VOKASIONAL OTOMOTIF BAGI SISWA TUNAGRAHITA DI SMALB - repositoryUPI S TM 0800485 Title

0 0 1

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENJAHIT PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SMALB C SUMBERSARI BANDUNG - repository UPI S PLB 1200153 Title

0 0 3

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENCUCI PAKAIAN MELALUI SISTEM MAGANG DI LAUNDRY CLING MAJALENGKA PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN TINGKAT SMALB DI SLB C YPLB MAJALENGKA - repository UPI S PLB 1204582 Title

0 2 3

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS XI DI SMALB TUNAGRAHITA NEGERI SEMARANG

0 0 81