PENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTS DENGAN MENGGUNAKAN VIRTUAL MANIPULATIVE DALAM CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL).
Halaman
HALAMAN JUDUL………...……….. i
SURAT PERNYATAAN……….………. ii
LEMBAR PENGESAHAN……….………. iii
ABSTRAK……….….………..……… iv
PERSEMBAHAN………... v
KATA PENGANTAR……….. vi
UCAPAN TERIMA KASIH……….………..….. vii
DAFTAR ISI………..………….……….. ix
DAFTAR TABEL……….….………..………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN………..………... xv
DAFTAR GAMBAR……… xvii
BAB 1. PENDAHULUAN………..……. 1
1.1. Latar Belakang Masalah……….... 1
1.2. Rumusan Masalah………..……... 9
1.3. Tujuan Penelitian……….. 10
1.4. Manfaat Penelitian……….………... 11
1.5. Hipotesis Penelitian……….……..… 12
1.6. Definisi Operasional………. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA………...… 15
2.1. Kemampuan Komunikasi Matematis………..… 15
2.2. Virtual Manipulative………... 26
(2)
x
2.3.1.Pengertian, Komponen dan Karakteristik Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)………...
29
2.3.2. Tujuan, Manfaat dan Aspek-aspek Lingkungan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) ...
39
2.3.3. Keuntungan dan Kelemahan serta Pelaksanaan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)...
45
2.4. Teori Belajar yang Mendukung Contextual Teaching and
Learning (CTL)………...
46
2.4.1.Teori Belajar Vygotsky dan Pandangan Konstruktivisme……….
46
2.4.2. Teori Belajar David Ausubel………. 48
2.5. Penelitian yang Relevan……….. 49
BAB III METODE PENELITIAN……… 53
3.1. Desain Penelitian………. 53
3.2. Variabel Penelitian……….. 54
3.3. Populasi dan Sampel………... 54
3.3.1. Populasi………. 54
3.3.2. Sampel………... 55
3.4. Instrumen Penelitian……… 56
3.4.1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa…… 57
3.4.2.Pedoman Pensekoran Kemampuan Komunikasi Matematis………... 58 3.4.3.Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda………. 59 3.4.3.1. Validitas Butir Tes……… 59
3.4.3.2. Reliabilitas Instrumen………... 62
(3)
xi
3.5. Prosedur Penelitian………. 67
3.5.1. Tahap Penelitian……… 67
3.5.2 Pengolahan Data……….. 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 72
4.1. Hasil Penelitian……… 73
4.1.1. Statistik Deskriptif Hasil Penelitian……….. 74
4.1.2. Uji Inferensial Terhadap Hasil Pretes……… 81
4.1.2.1. Uji Normalitas Skor Pretes………... 82
4.1.2.2. Uji Homogenitas Skor Pretes……… 83
4.1.2.3. Uji F atau ANOVA Satu Jalur Skor Pretes…... 84
4.1.3. Uji Inferensial Terhadap Hasil Postes……… 86
4.1.3.1. Uji Normalitas Skor Postes………... 87
4.1.3.2. Uji Homogenitas Skor Postes………... 88
4.1.3.3. Uji F atau ANOVA Satu Jalur Skor Postes….. 89
4.1.4. Uji Inferensial Terhadap Hasil Gain……… 91
4.1.4.1. Uji Normalitas Skor Gain………. 92
4.1.4.2. Uji Homogenitas Skor Gain……….. 93
4.1.4.3. Uji F atau ANOVA Satu Jalur Skor Gain……. 94
4.1.5. Analisis Scheffe dalam Post Hoc Tests………. 97
4.1.5.1. Uji Perbedaan Kelompok Eksperimen VM-CTL dan Kelompok Eksperimen VM-CTL……… 97 4.1.5.2. Uji Perbedaan Kelompok Eksperimen VM-CTL dan Kelompok Kontrol……… 4.1.5.3. Uji Perbedaan Kelompok Eksperimen CTL dan Kelompok Eksperimen Kontrol ……… 99 101 4.1.6. Analisis Scheffe dalam Homogenous Subset………...… 103
4.2. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian……….…… 105 4.2.1.Pembelajaran Menggunakan Virtual Manipulative 108
(4)
xii
4.2.2.Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL)….………..…
111
4.2.3. Pembelajaran Kelas Kontrol……….… 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 115
5.1. Kesimpulan……….. 115
5.2. Saran-saran……….. 116
DAFTAR PUSTAKA ……….. 119
(5)
xiii
Halaman
Tabel 1.1 Klasifikasi Gain……… 14
Tabel 3.1 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Komunikasi Matematis……… 58 Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas……… 60
Tabel 3.3 Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis………... 61
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Reliabilitas……… 63
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran………. 64
Tabel 3.6 Tingkat Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematis………...………. 65 Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda………... 66
Tabel 3.8 Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis……… 66
Tabel 3.9 Jadwal Kegiatan Penelitian……….. 68
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa……….. 75 Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa……… 76 Tabel 4.3 Proporsi Skor Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa……… 77 Tabel 4.4 Proporsi Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa……… 79 Tabel 4.5 Uji Normalitas Skor Pretes……….. 82
Tabel 4.6 Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa………. 83 Tabel 4.7 Rekapitulasi Uji Normalitas dan Homogenitas Skor Pretes Matematis Siswa……….. 84 Tabel 4.8 Uji F atau ANOVA Satu Jalur Skor Pretes………. 85
Tabel 4.9 Uji Normalitas Skor Postes………. 87 Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa……….
(6)
xiv
Tabel 4.12 Uji F atau ANOVA Satu Jalur Skor Postes………. 90 Tabel 4.13 Uji Normalitas Skor Gain……… 92 Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Gain Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa……….
93
Tabel 4.15 Rekapitulasi Uji Normalitas dan Homogenitas Skor Gain…….. 94 Tabel 4.16 Uji F atau ANOVA Satu Jalur Skor Gain………... 95 Tabel 4.17 Klasifikasi Skor Gain Kelas Eksperimen VM-CTL, Kelas
Eksperimen CTL dan Kelas Kontrol………...
96
Tabel 4.18 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kelompok VM-CTL dan Kelompok CTL...…..
98 Tabel 4.19 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kelompok VM-CTL dan
Kelompok Kontrol...…....
100
Tabel 4.20 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kelompok CTL dan Kelompok Kontrol...…..
102
(7)
xv
Halaman
LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN……….. 124
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) 1a... 125 A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching andLearning (CTL) 2a……….. 155 A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) 1b……… 187 A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) 2b……… 219 A.5 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (VM-CTL) ………. ... … 241 A.6 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Contextual Teaching and Learning (CTL) ………. ... … 279 A.7 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis dan Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 314 A.8 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis……….. 319 LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA...… 324
B.1 Skor Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... …325
B.2 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Matematika dengan Program Anates V.4 ………... 327 LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN………..… 328
C.1 Statistik Deskriptif Skor Pretes, Postes dan Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis………. 331
C.2 Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pretes ... …332
C.3 Uji Perbedaan Rata-rata Skor Postes ... …333
C.4 Uji Perbedaan Rata-rata Skor Gain ... …335
(8)
xvi
VM-CTL………... 338
D.2 Skor Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelompok Eksperimen CTL………...
340 D.3 Skor Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelompok Kontrol … 342 D.4 Skor Gain Ternormalisasi (N-Gain) Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelompok Eksperimen VM-CTL………. 344 D.5 Skor Gain Ternormalisasi (N-Gain) Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelompok Eksperimen CTL………. 345 D.6 Skor Gain Ternormalisasi (N-Gain) Kelompok Kontrol …..…….……. 346 LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN…………... 347 E.1 Surat Ijin Melaksanakan Penelitian……….. 348 E.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lapangan ... 349
(9)
xvii
Halaman Gambar 3.1 Alur Kegiatan Penelitian……… 69 Gambar 4.1 Rata-rata Skor Pretes dan Postes i Kemampuan Matematis
Siswa ……….……….
76
Gambar 4.2 Rata-rata Skor N-Gain Kemampuan Matematis Siswa … 77 Gambar 4.3 Proporsi Rata-rata Skor Pretes dan Postes………. 79 Gambar 4.4 Proporsi Rata-rata Skor Gain……… 80
(10)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting suatu negara dalam mencapai kemajuan teknologinya. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya bisa dari siswanya, pengajarnya, sarana prasarananya, dan bisa juga karena faktor lingkungannya. Melalui pendidikan seseorang dapat lebih berpengetahuan, terampil, inovatif dan produktif daripada mereka yang tidak berpendidikan. Bahkan pendidikan diyakini sebagai salah satu faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia (Effendi, 1992). Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah, masyarakat dan pengelola pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, matematika merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Matematika mempunyai ciri khas sebagai ilmu yang memiliki obyek abstrak, berpola pada pemikiran deduktif aksiomatik, dan juga berlandaskan pada kebenaran. Dengan adanya ciri khas tersebut, matematika berguna sekali dalam menumbuh-kembangkan kemampuan serta membentuk pribadi siswa dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Kendala utama dalam pendidikan matematika adalah masih rendahnya prestasi belajar serta kurangnya minat mereka dalam belajar matematika di
(11)
sekolah. Untuk kendala yang pertama, sebagai indikatornya adalah rendahnya daya saing murid Indonesia di ajang internasional. Berdasarkan laporan TIMSS 2003, Indonesia menempati ranking ke 34 dari 50 negara yang berpartisipasi dalam kompetisi matematika kelas VIII dengan skor 411 di bawah rata-rata 467, jauh di bawah Negara tetangga Singapura 605 dan Malaysia 508 (Mullis, 2000), sedangkan untuk kendala yang ke dua, diasumsikan bahwa matematika dirasakan sulit oleh murid karena kebanyakan matematika diajarkan dengan materi dan metode yang tidak menarik bagi murid yaitu guru menerangkan sementara murid hanya mencatat (Zulkardi, 2001).
Widdiharto (2004) dan Tahmir (2007) menyatakan bahwa pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP) cenderung text book oriented dan masih didominasi dengan pembelajaran yang terpusat pada guru serta kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak mempertimbangkan tingkat kognitif siswa sesuai dengan perkembangan usianya. Senada dengan hal di atas, Wahyudin (1999) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam hal proses pembelajaran matematika, para guru hampir selalu menggunakan metode ceramah dan ekspositori. Pemahaman akan pengertian dan pandangan guru terhadap metode mengajar akan mempengaruhi peranan dan kegiatan siswa dalam belajar. Sebaliknya, kegiatan guru dalam mengajar serta kegiatan siswa dalam belajar sangat bergantung pula pada pemahaman guru terhadap metode mengajar.
(12)
Mengajar bukan hanya sekedar proses penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan mengandung makna yang lebih luas dan kompleks yaitu terjadinya komunikasi dan interaksi antara siswa dan guru. Salah satu tugas guru yang teramat penting adalah bagaimana ia membangun interaksi dengan siswa di kelas, terutama ketika guru harus bertatap muka secara perseorangan dengan siswa. Dalam pembelajaran matematika siswa perlu mendengarkan dengan cermat, aktif, dan menuliskan kembali pernyataan atau komentar penting yang diungkapkan oleh teman ataupun guru.
Sejalan dengan hal di atas, menurut Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003) menyatakan bahwa siswa setelah pembelajaran harus memiliki seperangkat kompetensi matematika yang harus ditunjukkan pada hasil belajarnya dalam pembelajaran matematika (standar kompetensi). Adapun kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA, adalah sebagai berikut:
1) Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah.
2) Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3) Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
(13)
4) Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.
5) Memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan.
Berdasarkan standar kompetensi yang termuat dalam kurikulum tersebut, salah satu aspek penting yang ditekankan dalam tujuan pendidikan matematika adalah kemampuan komunikasi matematis.
Secara umum, komunikasi mencakup keterampilan/kemampuan menulis, membaca, discussing, assessing, dan wacana (discourse). Kemampuan komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan yang harus dikembangkan karena sangat diperlukan agar proses pembelajaran di dalam kelas lebih bermakna, artinya melalui kemampuan matematis siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide matematika.
Meskipun keterampilan komunikasi merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai siswa, namun kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa keterampilan tersebut belum dilatihkan secara maksimal (Sa’dijah dalam Mudzakir, 2006). Siswa seringkali hanya menerima ide-ide yang diungkapkan guru tanpa mempertimbangkannya lebih lanjut. Akibatnya siswa tidak memahami materi pelajaran secara mendalam. Jika dibiarkan, hal ini akan memberikan peluang siswa tidak menyenangi mata pelajaran matematika. Pendapat tersebut sejalan dengan hasil penelitian Nurafshar (dalam Mudzakir, 2006) yang mengungkapkan bahwa lebih dari 50% siswa tidak menyerap dasar materi selama
(14)
kegiatan pembelajaran berlangsung, sekitar 40% siswa tidak peduli dengan matematika dan menganggap matematika tidak menyenangkan.
Dalam pengajaran matematika diharapkan siswa benar-benar aktif, sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari akan lebih lama bertahan. Suatu konsep mudah dipahami dan mudah diingat oleh siswa bila konsep tersebut disajikan melalui prosedur dan langkah-langkah yang tepat, jelas dan menarik. Komunikasi matematika siswa dalam belajar matematika merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar matematika.
Kemampuan mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat sangatlah penting, NCTM (1989) menyatakan bahwa program pembelajaran kelas-kelas TK sampai SMA harus memberi kesempatan kepada para siswa untuk dapat memiliki: 1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya.
3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.
Agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang dengan baik, maka dalam proses pembelajaran matematika guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya. Pimm (1996), menyatakan bahwa
(15)
anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka.
Ungkapan yang senada juga disampaikan Sumarmo (2002) yang mengungkapkan bahwa untuk memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa terlibat secara aktif dalam diskusi, siswa dibimbing untuk bisa bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Pembelajaran yang diberikan menekankan pada penggunaan strategi diskusi, baik diskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi dalam kelas secara keseluruhan.
Salah satu cara meningkatkan komunikasi matematika siswa adalah dengan menggunakan media komputer. Komputer sebagai media dalam penerapan metode tersebut dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam menyiapkan bahan ajar maupun dalam proses pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. Komputer memiliki banyak software yang dapat digunakan untuk membantu proses belajar mengajar. Matematika sebagai materi pelajaran yang abstrak memerlukan media
visual dalam pembelajarannya bagi anak yang berfikir belum formal. Dalam dalil penyusunan (konstruksi), konsep, teorema, definisi dan semacamnya, siswa harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Presentasi ini bisa berupa
(16)
gambar, grafik, tabel, notasi dan sebagainya disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Komputer dapat membantu siswa dan guru dalam menyajikan presentasi yang sesuai, sehingga keabstrakan materi dapat dikurangi.
Dengan menggunakan komputer siswa dimungkinkan merepresentasikan gagasannya dalam berbagai cara, baik tulisan, gambar maupun verbal. Visualisasi dan animasi konsep matematik dengan mudah dapat dilakukan dengan memanfaatkan komputer. Dengan visualisasi dan animasi akan membantu siswa memahami konsep matematika yang abstrak dari hal-hal yang lebih kongkrit. Disamping itu siswa diharapkan dapat diajak mengajukan pertanyaan, membuat dugaan dan lebih jauh mengeskplorasi konsep-konsep matematika. Sebagai
mindtools komputer bukan hanya jadi guru yang memaparkan suatu materi tetapi juga sebagai ”partner” intelektual, membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya, mendukung kemampuan eksplorasi siswa pada suatu topik tertentu, dan membantu siswa memahami keterkaitan antar konsep (Jonassen, 1996).
Berdasarkan beberapa pandangan tentang pengaruh penggunaan komputer, maka penggunaan Virtual Manipulative dalam mempresentasikan berbagai masalah dalam materi pelajaran matematika, diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap daya serap siswa. Jika siswa memiliki daya serap yang tinggi terhadap materi pelajaran, maka tentu hasil belajar siswa pun akan memuaskan. Virtual Manipulative merupakan salah satu dari beberapa software (perangkat lunak) yang merupakan aplikasi komputer yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan matematika. Virtual Manipulative adalah sebuah representasi,
(17)
virtual interaktif berbasis web dari sebuah objek dinamis yang menyajikan peluang untuk membangun pengetahuan matematika.
Pemilihan media virtual manipulative dalam meningkatkan komunikasi matematis siswa ini juga harus ditunjang oleh pemilihan model pembelajaran yang sesuai. Apabila media pembelajarannya sudah baik dan model pembelajarannya juga sesuai maka siswa akan menguasai matematika dengan baik.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa materi dalam pelajaran matematika merupakan materi yang abstrak, oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan nyata. Pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata siswa disebut sebagai pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL), proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, dan bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi konsep matematika yang sedang dipelajari melalui model inquiry. Selama proses inquiry, siswa belajar bersama kelompok diharapkan akan terjadi sharing pengetahuan. Siswa bisa bertanya kepada guru, teman sekelompok, bahkan ke kelompok yang lainnya. Selain itu, siswa bisa melihat model yang tersedia, baik yang diberikan oleh guru ataupun model yang tersedia di alam sekitar.
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Peningkatan Kemampuan Komunikasi
(18)
Matematis Siswa SMP dengan menggunakan Virtual Manipulative dalam
Contextual Teaching and Learning (CTL)”.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL), siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol)?
2. Apakah terdapat perbedaan (minimal 2 berbeda) peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL), siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol)?
a. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)? b. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi
(19)
Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol)?
c. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol)?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL), siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
2. Mengetahui perbedaan (minimal 2 berbeda) peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL), siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
a. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning
dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
(20)
b. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning
dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
c. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning
(CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi semua pihak, terutama bagi guru, siswa, sekolah, penulis dan para peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
a. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan komunikasi matematis siswa SMP dengan menggunakan virtual manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (CTL).
b. Sebagai pijakan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang menggunakan virtual manipulative dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
(21)
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa, proses pembelajaran ini dapat meningkatkan komunikasi matematis dan prestasi belajar siswa.
b. Bagi guru, penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan tentang model pembelajaran, terutama dalam rangka meningkatkan komunikasi matematis siswa.
c. Bagi sekolah, penelitian dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan model pembelajaran matematika di sekolah.
d. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dengan menggunakan Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (CTL).
e. Semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL), siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
a. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning
(22)
dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
b. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
c. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning
dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
1.6. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini penulis menetapkan beberapa definisi operasional yaitu:
1. Kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud adalah komunikasi tertulis yang diukur dengan soal tes hasil belajar yang meliputi kemampuan menjelaskan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk gambar (Menggambar); kemampuan menyatakan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model matematika (Ekspresi Matematis); serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (Menulis).
(23)
2. Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
3. Virtual Manipulative adalah sebuah representasi, virtual interaktif berbasis web dari sebuah objek dinamis yang menyajikan peluang untuk membangun pengetahuan matematika.
4. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan guru sehari-hari. Dalam menggunakan model pembelajaran seperti ini guru biasanya menggunakan model ekspositori (ceramah bervariasi) sehingga disebut juga pembelajaran biasa, tradisional atau klasikal.
5. Peningkatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan postes siswa.
Gain ternormalisasi (g) =
pretes skor ideal skor
pretes skor postes skor
− −
Kategori gain ternormalisasi (g) disajikan dalam Tabel 1.1. berikut: Tabel 1.1.
Klasifikasi Gain (g)
Besarnya Gain (g) Interpretasi
g ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
(24)
(25)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Berdasarkan pada hipotesis dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk menelaah perbedaan peningkatan komunikasi matematis siswa antara kelas yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dan kelas yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) serta kelas yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
Pengukuran kemampuan komunikasi matematis siswa dalam penelitian ini dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini dimaksudkan untuk mengkaji apakah ada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dari ketiga kelas tersebut.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kelompok Kontrol Non-Ekivalen. Dalam penelitian ini diambil tiga kelas yang homogen dengan pembelajaran berbeda. Kelompok I (X1) yaitu kelas Virtual Manipulative
(VM)-Contextual Teaching and Learning (CTL), kelompok II (X2) yaitu kelas
Contextual Teaching and Learning (CTL), dan kelompok III yaitu kelas yang yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol). Dengan demikian
(26)
rancangan atau desain penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan sebagai berikut:
O X1 O
O X2 O
O O Dengan :
O : Pretes dan Postest
X1 : Perlakuan pada kelompok eksperimen VM–CTL
X2 : Perlakuan pada kelompok eksperimen CTL
3.2. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah Virtual Manipulative-Contextual Teaching and Learning (VM-CTL), Contextual Teaching and Learning (CTL) dan kelas kontrol, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Asih Putera Cimahi dengan populasinya adalah seluruh siswa MTs se-kota Cimahi pada Tahun Ajaran 2010/2011. Sekolah ini berlokasi di Jalan Cihanjuang No 199 Cimahi yang berdiri pada tahun 2001. Pada tahun ajaran 2010/2011 ini, jumlah siswa MTs Asih Putera
(27)
sebanyak 295 orang (Putra/ Putri), yang tersebar pada 12 rombongan belajar, kelas VII sebanyak 5 kelas, kelas VIII sebanyak 4 kelas dan kelas IX sebanyak 3 kelas.
Adapun alasan pemilihan MTs Asih Putera sebagai tempat pelaksanaan penelitian adalah:
1. MTs Asih Putera memiliki sarana dan prasarana yang memadai yang menunjang dalam pembelajaran mengunakan virtual manipulative.
2. Guru-guru di MTs Asih Putera sangat antusias dan mau berinovasi dengan model pembelajaran baru, khususnya pada mata pelajaran matematika. 3. MTs Asih putera mempunyai karakteristik yang serupa dengan populasi. Hal
ini dapat dilihat dari hasil UN Matematika tahun ajaran 2008/2009 yang mempunyai rata-rata 7,43 yang berada pada kategori sedang (klasifikasi B). 4. Lokasi MTs Asih Putera berada pada wilayah di sekitar tempat tinggal
peneliti sehingga memungkinkan peneliti untuk dapat berkomunikasi lebih baik dengan subjek penelitian
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII sebanyak 3 kelas dari lima kelas yang mempunyai karakteristik dan kemampuan akademik setara, yaitu kelas VII-C dan kelas VII-D dan VII-E. Kelas VII-C dinamakan kelas kontrol, kelas VII-D dinamakan kelas CTL dan kelas VII-E dinamakan kelas VM-CTL. Informasi awal dalam pemilihan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan dari dua orang guru bidang studi matematika, sehingga diperoleh pertimbangan yang mengarahkan subjek penelitian ini pada kelas VII-C, VII-D dan VII-E.
(28)
Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006). Tujuannya adalah untuk mendapatkan kelas yang memiliki kemampuan awal komunikasi matematis yang tidak berbeda secara signifikan.
Ditetapkan siswa kelas VII SMP sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan antara lain:
a. Siswa SMP kelas VII merupakan siswa baru yang berada dalam masa transisi dari SD ke SMP sehingga lebih mudah diarahkan dan pada umumnya pola pikirnya sudah mulai berubah dari konkrit ke abstrak sehingga dapat melaksanakan penggunaan Virtual Manipulative dalam CTL ini dengan baik. b. Terdapat sejumlah materi yang diperkirakan cocok untuk penerapan
penggunaan Virtual Manipulative dalam CTL untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah instrumen tes berupa tes bentuk uraian untuk mengukur kemampuan siswa dalam komunikasi matematis. Untuk menyusun dan mengembangkan instrumen, langkah yang akan dilakukan pertama kali adalah membuat kisi-kisi soal kemudian mengkonstruksi instrumen.
Sebelum dilakukan uji coba instrumen, maka soal yang akan diberikan harus di uji validitasnya. Menurut Ruseffendi (1991), untuk melihat bahwa tes itu berdasarkan isinya valid, seseorang harus melihat bahwa sampel yang dipilih secara benar mewakili bahan yang akan diujikan dan tujuan-tujuan dari soal yang
(29)
di buat untuk ujian itu sesuai dengan tujuan yang dikandung oleh bahan yang sampelnya di ambil.
Setelah instrumen selesai divalidasi, maka dilakukan ujicoba. Ujicoba instrument ini dilakukan satu kali pada siswa kelas VIII MTs Fitrah Insani pada tanggal 5 Mei 2011. Kemudian hasil ujicoba itu dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda pada setiap butir tes. Analisis ujicoba instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah setiap item tersebut sudah cukup baik dan layak digunakan.
3.4.1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Instrumen tes kemampuan komunikasi matematis yang akan diberikan berupa soal-soal kontekstual yang berkaitan langsung dengan materi yang dieksperimenkan, hal ini berfungsi untuk mengungkap kemampuan komunikasi matematis. Tes kemampuan komunikasi matematis ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya secara jelas dan benar dengan menggunakan kata-kata sendiri dan dikomunikasikan secara efektif, jelas dan tersusun secara logis dalam bentuk tertulis, gambar dan model matematika serta penyelesaiannya.
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari materi atau bahan ajar pada pokok bahasan segiempat yang terdiri dari 5 item soal bentuk uraian. Materi ini disajikan pada tingkat SMP kelas VII semester genap yang menggunakan kurikulum KTSP. Jadi penyusunan soal tes juga mengacu pada materi yang digunakan saat penelitian yaitu materi SMP kelas VII pada
(30)
semester genap dengan menggunakan kurikulum KTSP. Alokasi waktu untuk menyelesaikan tes ini adalah 90 menit. Untuk menentukan skor jawaban siswa, peneliti menetapkan suatu pedoman pensekoran tes komunikasi matematis. Pedoman ini dibuat agar ada keseragaman dalam memberi skor terhadap setiap jawaban siswa.
3.4.2. Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis
Untuk memberikan skor terhadap jawaban dari tes, berikut ini adalah pedoman pensekoran tes komunikasi matematis dari Holistic Scoring Rubrics
yang kemudian diadaptasi oleh Lindawati (2010). Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor Respon siswa
0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan
1 Hanya sedikit dari penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang
diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik dan gambar yang dilukis, yang benar.
2 Penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan
kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal, melukiskan gambar namun hanya sebagian yang benar
3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam
menyelesaikan soal, dijawab dengan lengkap dan benar namun mengandung sedikit kesalahan
4 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam
(31)
3.4.3. Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda 3.4.3.1. Validitas Butir Tes
Validitas merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi oleh instrumen penelitian. Dalam penelitian ini, analisis validitas yang dilakukan meliputi validitas isi, validitas muka, dan validitas butir soal.
Validitas isi berkenaan dengan ketepatan materi yang akan dievaluasikan. Validitas muka atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman dkk, 2003), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman dkk, 2003).
Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Hasil perhitungan validitas ini dapat digunakan untuk menyelidiki lebih lanjut butir-butir soal yang mendukung dan yang tidak mendukung. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi.
Penilaian validitas isi dan validitas muka dilakukan oleh rekan mahasiswa Pendidikan Matematika Pascasarjana UPI dan guru matematika SMP yang hasilnya dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Validitas soal yang dinilai oleh validator adalah yaitu kesesuaian antara butir tes dengan kisi-kisi soal, penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi atau konsep.
(32)
Sebelum dilakukan uji coba soal, untuk mengukur keterbacaan soal dan kecukupan waktu siswa dalam menjawab soal tes ini, peneliti juga mengujicobakan soal-soal ini kepada kelompok terbatas yang terdiri dari tiga orang siswa yang sudah pernah memperoleh materi ini. Hasilnya adalah beberapa soal-soal yang ada perlu perbaikan dengan mengurangi soal dan mengubah kalimat agar lebih sederhana.
Dalam mengukur validitas tiap butir soal, digunakan rumus korelasi productmomentPearson
( )( )
( )
{
∑
}
{
∑
( )
∑
}
∑
∑
∑
− − − = 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY Nrxy Arikunto (2007)
Dengan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variebel Y
N = banyaknya peserta tes X = Skor item tes
Y = Skor total
Interpretasi mengenai besarnya koefisien validitas dalam penelitian ini menggunakan ukuran menurut Arikunto (1995) seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.2.
Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi Interpretasi
00 , 1 80
,
0 < rxy ≤ Sangat tinggi 80
, 0 60
,
0 < rxy ≤ Tinggi
60 , 0 40
,
0 <rxy ≤ Cukup
40 , 0 20
,
0 <rxy ≤ Rendah
20 , 0 00
,
(33)
Selanjutnya melalui uji validitas dengan Anates 4.0, yang hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.2 diperoleh hasil uji validitas tes komunikasi matematis yang dapat dinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3
Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis
Nomor Soal Korelasi Interpretasi
Validitas Signifikansi
1 0,577 Cukup Signifikan
2 0,618 Tinggi Signifikan
3 0,800 Sangat Tinggi Sangat Signifikan
4 0,614 Tinggi Signifikan
5 0,596 Cukup Signifikan
Dari lima butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan komunikasi matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh dua soal (soal nomor 1 dan 5) yang mempunyai validitas cukup, dua soal lainnya (nomor 2 dan 4) mempunyai validitas tinggi dan satu soal yaitu nomor 3 mempunyai validitas sangat tinggi. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada tabel di atas terlihat hanya satu soal yaitu soal nomor 3 yang sangat signifikan, sedangkan empat soal lainnya signifikan.
Nilai korelasi xy yang diperoleh sebesar 0,43. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes di atas, maka secara keseluruhan tes komunikasi matematis memiliki validitas yang cukup.
(34)
3.4.3.2. Reliabilitas Instrumen
Pengertian reliabilitas menurut Sugiyono (2005) adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang diakukan dengan alat ukur itu diakukan berulang. Kodisi itu ditengarai dengan konsistensi hasil dari penggunaan alat ukur yang sama yang dilakukan berulang dan memberikan hasil relatif sama dan tidak melanggar kelaziman.
Pengertian reliabilitas tidak sama dengan pengertian validitas. Artinya pengukuran yang memiliki reliabilitas dapat mengukur secara konsisten, tapi belum tentu enguur apa yang seharusnya di ukur. Menurut Suherman, dkk. (2003) reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg) .
Dikarenakan tesnya berbentuk uraian, maka untuk mengukur koefesien reliabilitas tes, peneliti menggunakan rumus AlphaCronbach.
− × −
=
∑
22 1 1 t i S S n n
r Sudijono (2005)
Dengan:
r : adalah koefisien reliabilitas
n : banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
∑
2i
S : jumlah variansi skor dari tiap butir item 2
t
S : Variansi skor total 1 : Bilangan konstanta
(35)
Kriteria tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan komunikasi didasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi,1991) dengan sedikit modifikasi dapat dilihat seperti pada tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4.
Kriteria Tingkat Reliabilitas Nilai r Tingkat Reliabilitas
r ≤ 0,2 Kecil 0,2 < r ≤ 0,4 Rendah
0,4 < r≤ 0,7 Sedang 0,7 < r ≤ 0,9 Tinggi 0,9 < r ≤ 1,0 Sangat tinggi
Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan dengan menggunakan Anates V.4 maka diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,60 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal tes komunikasi matematis mempunyai reliabilitas sedang atau dapat dikatakan soal yang akan dijadikan alat ukur dalam penelitian memiliki keajegan yang sedang.
Hal ini mungkin diakibatkan karena waktu antara materi yang disampaikan dengan soal yang di teskan. Materi tersebut sudah disampaikan setahun yang lalu, siswa sudah lama mempelajarinya, jadi faktor waktu menjadi penyebab tingkat reliabilitas soal. Sehingga berdasarkan kriteria tersebut, instrumen tes kemampuan komunikasi matematis dinyatakan reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur.
(36)
3.4.3.3. Tingkat Kesukaran
Menurut Ruseffendi (1991), kesukaran suatu butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu. Tingkat kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Arikunto (2002) mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir soal yang baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Perhitungan Analisis butir soal pada instrumen menggunakan program Anates V.4. Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan (Suherman, 2003) seperti Tabel 3.5. berikut:
Tabel 3.5.
Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Interpretasi
0% - 15% Sangat sukar
16% - 30% Sukar
31% - 70 % Sedang
71% - 85% Mudah
86% - 100% Sangat mudah
Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran B.2, tingkat kesukaran dari soal uji coba komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.6. berikut:
(37)
Tabel 3.6.
Tingkat Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematis Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 57,69% Sedang
2 72,12% Mudah
3 51,92% Sedang
4 45,19% Sedang
5 28,85% Sukar
Berdasarkan hasil pada tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat satu butir soal yang tingkat kesukarannya mudah, yaitu soal nomor 2, tiga butir soal yang tingkat kesukarannya sedang, yaitu soal nomor 1, 3, dan 4, dan 1 butir soal yang tingkat kesukarannya sukar yaitu nomor 5.
Dari karakteristik-karakteristik tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa butir tes layak untuk digunakan. Karakteristik tingkat kesukaran butir tes sedang. Hal ini dapat dimengerti mengingat peserta uji coba sudah pernah mendapatkan materi ini sebelumnya. Namun menurut peneliti akan berbeda hasilnya jika nanti diberikan pada siswa yang baru mempelajarinya.
3.4.3.4. Analisis Daya pembeda
Daya pembeda atau indeks diskriminasi menunjukkan soal tersebut membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan yang kurang pandai karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut. Sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau
(38)
sebaliknya buruk semua, tetapi haruslah berdistribusi normal, maksudnya siswa yang mendapat nilai baik dan siswa yang mendapat nilai buruk ada (terwakili) meskipun sedikit, bagian terbesar berada pada hasil cukup.
Proses penentuan kelompok atas (unggul) dan kelompok bawah (asor) ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah dengan menggunakan bantuan Anates Versi 4.0. Untuk memperoleh kelompok atas dan kelompok bawah maka dari seluruh siswa diambil 27% yang mewakili kelompok atas dan 27% yang mewakili kelompok bawah.
Klasifikasi daya pembeda butiran soal dikemukakan oleh Ebel dalam Ruseffendi (1991) sebagai berikut :
Tabel 3.7.
Klasifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda Evaluasi Butir Tes
0,40 dan lebih Sangat baik
0,30 – 0,39 Cukup baik, mungkin perlu perbaikan 0,20 – 0,29 Minimum, perlu diperbaiki
0,19 ke bawah Jelek, dibuang atau dirombak
Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran B.2, daya pembeda dari soal uji coba komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.8. berikut:
(39)
Tabel 3.8.
Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi
1 42,31% Sangat baik
2 32,69% Cukup baik
3 53,85% Sangat baik
4 32,69% Cukup baik
5 38,46% Cukup baik
3.5. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan prosedur yang melalui tahapan alur kerja penelitian yang diawali dengan studi pendahuluan untuk merumuskan identifikasi masalah, rumusan masalah, dan studi literatur yang pada akhirnya diperoleh perangkat penelitian berupa bahan ajar, pendekatan pembelajaran, instrumen penelitian. Dalam penelitian ini pengukuran kemampuan komunikasi matematis siswa dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan, tujuannya adalah untuk melihat kesetaraan kemampuan komunikasi matematis siswa dari ketiga kelompok siswa.
3.5.1. Tahap Penelitian
Rangkaian kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini diadakan persiapan-persiapan yang dipandang perlu antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang kemampuan komunikasi matematis,
virtual manipulative, serta pembelajaran kontekstual dan merancang perangkat pembelajaran serta instrumen pengumpulan data. Kemudian membuat proposal
(40)
untuk memperoleh koreksi dan masukan dari tim pembimbing tesis dan memohon izin melakukan penelitian kepada Rektor UPI dan Kepala SMP dengan persetujuan dari dosen pembimbing, melakukan uji coba instrumen penelitian dan menganalisis hasil uji coba tersebut, mengobservasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru matematika untuk menentukan waktu dan teknis pelaksanaan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2010 sampai dengan Juli 2010. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.9. berikut:
Tabel 3.9.
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Pembuatan proposal
2. Seminar proposal
3. Bahan ajar dan instrumentasi
4. Observasi sekolah dan
pelaksanaan pembelajaran
5. Pengumpulan & Pengolahan data
6. Penulisan Tesis
7. Sidang Tahap 1 dan 2
3. Alur Kegiatan Penelitian
Alur kegiatan penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya alur kegiatan penelitian prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut:
(41)
Gambar 3.1. Alur Kegiatan Penelitian Seminar Proposal
Perbaikan proposal
Penyusunan Intrumen
Uji Coba Instrumen
Perbaikan Instrumen
Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematis
Eksperimen 1 Kelas VM-CTL
Pembelajaran biasa Kelas Kontrol Eksperimen 2
Kelas VM-CTL
Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis
Pengolahan dan Analisis Data
(42)
3.5.2. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif. Pada Bab 1 telah dinyatakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL), siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol). terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL), dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol) serta terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol)
Untuk menguji hipotesis tersebut maka uji statistik yang digunakan adalah uji F atau ANOVA satu jalur untuk mengetahui apakah siswa yang menggunakan
Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (VM-CTL) memiliki rata-rata yang berbeda atau sama dengan siswa yang menggunakan
Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan Microsoft Office Excel dan Software SPSS 19,0 for Windows dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(43)
1. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, postes, dan skor N-Gain meliputi skor terendah, skor tertinggi, rata-rata, simpangan baku dan varians.
2. Menguji normalitas skor pretes, postes, dan skor N-Gain dengan uji non parametrik One-sample Kolmogorov-Smirnov pada taraf kepercayaan 95%. 3. Menguji homogenitas varians dengan uji Levene pada taraf kepercayaan
95%.
4. Untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus skor gain ternormalisasi:
Gain ternormalisasi (g) =
pretes skor ideal skor
pretes skor postes skor
− −
(Hake, 1999)
Perhitungan gain ternormalisasi dilakukan karena penelitian ini tidak hanya melihat peningkatan siswa tetapi juga melihat kualitas dari peningkatan tersebut.
5. Menguji hipotesis penelitian dengan uji F atau Anova satu jalur.
6. Untuk mengetahui kelas pembelajaran mana yang berbeda dan kelas pembelajaran mana yang tidak berbeda digunakan Analisis Post Hoc Test
(44)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil atau temuan yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) berkategori sedang dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol) berkategori rendah.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning dengan Virtual Manipulative (VM-CTL), siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
2.1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning
dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
2.2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning
(45)
dengan Virtual Manipulative (VM-CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
2.3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan Contextual Teaching and Learning
(CTL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (Kontrol).
5.2. Saran-saran
Salah satu temuan dalam penelitian ini adalah secara keseluruhan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (VM-CTL) lebih tinggi dibanding kelas yang memperoleh Contextual Teaching and Learning (CTL) dan kelas kontrol.
Berdasarkan temuan dan kesimpulan penelitian, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:
Guru matematika mengadakan reformasi pembelajaran matematika, dengan berani menerapkan model pembelajaran menggunakan virtual manipulative dalam contextual teaching and learning (CTL) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hanya dalam melaksanakan pembelajaran ini sebaiknya seorang guru dapat mengantisipasi kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam proses pembelajaran, terutama pada siswa yang memiliki kemampuan rendah, mereka kesulitan dalam berdiskusi terutama dalam menyampaikan pendapat. Dorongan dari guru sebagai fasilitator dan motivator
(46)
akan membantu menumbuhkan rasa percaya diri siswa, sehingga aktifitas pembelajaran menjadi lebih efektif. Selain itu seorang guru yang akan mencoba menerapkan pembelajaran ini harus menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK/komputer dengan baik).
Pemerintah melalui Depdiknas dalam hal ini sebagai pengambil kebijakan, untuk memperkenalkan model pembelajaran yang menggunakan virtual manipulative dalam contextual teaching and learning (CTL) kepada siswa dan guru, serta melengkapi sarana teknologi informatika bagi sekolah di SMP serta mengadakan perubahan paradigma pembelajaran yang selama ini hanya berjalan secara konvensional. Misalnya perubahan pandangan tentang pembelajaran, bahwa di era globalisasi saat ini guru bukan lagi merupakan satu-satunya narasumber dalam proses pembelajaran, dengan kemajuan teknologi memungkinkan siswa untuk mengakses sendiri beragam sumber belajar. Faktor utama yang perlu disiapkan oleh pengambil kebijakan adalah infrastruktur dan SDM, karena kedua faktor ini sangat menentukan keberhasilan penerapan teknologi dalam pembelajaran. Selain itu pemerintah perlu mengadakan penataran kepada guru-guru untuk menyelaraskan antara pengetahuan guru dan materi pelajaran di kelas, termasuk aspek teknologinya, sehingga gurupun siap membuat variasi pengajarannya dengan melibatkan teknologi.
Pihak sekolah, agar mengembangkan budaya belajar mandiri bagi siswa, menyediakan sumber-sumber belajar, selain perpustakaan hendaknya melengkapi sarana belajar lainnya, berupa bahan belajar berbasis aneka sumber (resoueces-based learning packages), seperti modul, VCD pembelajaran, CD-ROM
(47)
pembelajaran, maupun bahan belajar online . Sehingga definisi belajar yang mengandalkan tatap muka (face to face) perlu didefinisikan kembali. Kepala sekolah harus menjadi agen perubahan, dalam arti menjadi adopter awal (early adopter) untuk inovasi di bidang teknologi.
Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan pembelajaran ini, hendaknya melakukan penelitian pada populasi yang lebih besar yang terdiri dari beberapa sekolah agar hasilnya dapat menggeneralisir penggunaaan virtual manipulative dalam contextual teaching and learning secara lebih luas pula.
(48)
DAFTAR PUSTAKA
Artigue, M. (2002). Learning mathematics in a CAS environment: The genesis of a reflection about,instrumentation and the dialectics between technical and conceptual work. International Journal of Computers for Mathematical Learning, 7(3), pp 245-274.
Arikunto, S. (1995). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2002). “Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek”. Jakarta:
Rineka Cipta.
Clements, D. H., & McMillen, S. (1996). Rethinking Concrete Manipulatives. Teaching Children Mathematics, 2(5), 270-279.
Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta. Erlangga.
Depdiknas Dirjend Dikdasmen. (2001). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mata Pelajaran Pengetahuan Alam. Jakarta: Direktorat PLP.
Depdiknas (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Standar Kompetensi Kurikulum 2004. Jakarta.
DePorter, B., & Hernacki, M. (1992). Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Durmus, S., & Karakirik, E. (2006). “Virtual Manipulatives in Mathematics Education : A Theoretical Framework” .The Turkish Online Journal of Educational Technology – TOJET January 2006 ISSN: 1303-6521 volume 5 Issue 1 Article 12.
Effendi, T.N. (1992). Sumber Daya Manusia di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Kependudukan Universitas Gajah Mada.
Esty W.W. & Teppo, A.R. (1996). Algebraic Thinking, Language, and Word Problem. In P. C Elliot and M.J Kenney (Ed.) 1996. Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, V.A: NCTM. Greenes. C. & Schulman, L. (1996). Communication Prosesses in Mathematical Explorations and Investigations. In P.C Elliot and M.J Kenney (Ed.)
(49)
1996. Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond.
Reston, V.A: NCTM.
Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.
Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.
Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching and Learning. MLC:Bandung
Jonassen, D.H. (1996). Computer as Mindtools for Schools: Engaging Critical Thinking. 2nd edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Kurniawan, R. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.
Lindawati (2010). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.
Mudzakir, H.S. (2006). Strategi Pembelajaran ‘Think-Talk-Write’ untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.
Mullis, et.al. (2000). TIMMS 1999: International Mathematics Report. Boston: The International Study Center, Boston College, Lynch School of Education.
Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
Reston, VA : NCTM.
Nirmala. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis. UPI: Tidak dipublikasikan.
(50)
Nur, M. (2000). Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. PPS Universitas Negeri Surabaya. Nurhadi dan Senduk, A. G. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
dalam KBK. Malang: UM Press.
Pimm, D (1996). Meaningful Communication Among Children: Data Collection.
Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM. Rohayati, A. (2005). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dalam
Matematika melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual.
Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan. Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Diktat.
Sandra, L.A. (1999). Listening to Students. Teaching Children Mathematics. Vol. 5 no 5. Januari. Hal 289-295.
Saragih. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendektan Matematika Realistik. Disertasi pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung; Tidak publikasikan.
Schoen, H. L., Bean, D. L, & Ziebarth, S. W. (1996). "Embedding Communication throughout the Curriculum". In P.c. Elliott, dan M.J. Kenney. (Eds.). (1996 ) Yearbook. “Communication in Mathematics”,
K-12 and Beyond. Reston, VA: NCTM.
Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman, dkk. 2003. Stategi Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI Suh, Moyer & Heo. (2005). Examining Technology Uses in The Classroom :
Developing Fraction Sense Using Virtual Manipulative Concept Tutorials. Journal of Interactive Online Learning. Volume 3, Number 4. Sumarmo, U. (2000). Kecendrungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21.
Makalah pada Seminar di UNSWAGATI Tanggal 10 September 2000. Cirebon.
Sumarmo, U, (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional. FPMIPA UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
(51)
Sumarmo, U, (2005). Pengembangan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana Tahun Ketiga. UPI Bandung.
Suyitno 2004. Dasar-dasar Proses dan Pembelajaran Matematika. Semarang. Tahmir, S. (2007). Model Pembelajaran Resik sebagai Strategi Mengubah
Paradigma Pembelajaran Matematika di SMP Yang Teacher Oriented Menjadi Student Oriented. Makasar: PPS UNM.
TIM PPPG Matematika. (2005). Materi Pembinaan Matematika SMP di Daerah. Yogyakarta: Depdiknas.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakata. Prestasi Pustaka. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan
Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI: Tidak dipublikasikan.
Widdiharto. R. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Wijaya, T. (2011). Cepat Menguasai SPSS 19. Yogyakarta. Cahaya Atma.
Zulkardi (2001). Realistics Mathematics Education (RME). Teori, Contoh Pembelajaran dan Teman Belajar di Internet. Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional pada tgl. 4 April 2001 di UPI: Tidak dipublikasikan.
http://hendrawadimath07.wordpress.com. diakses tanggal 5 Maret 2010.
(1)
akan membantu menumbuhkan rasa percaya diri siswa, sehingga aktifitas pembelajaran menjadi lebih efektif. Selain itu seorang guru yang akan mencoba menerapkan pembelajaran ini harus menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK/komputer dengan baik).
Pemerintah melalui Depdiknas dalam hal ini sebagai pengambil kebijakan, untuk memperkenalkan model pembelajaran yang menggunakan virtual manipulative dalam contextual teaching and learning (CTL) kepada siswa dan guru, serta melengkapi sarana teknologi informatika bagi sekolah di SMP serta mengadakan perubahan paradigma pembelajaran yang selama ini hanya berjalan secara konvensional. Misalnya perubahan pandangan tentang pembelajaran, bahwa di era globalisasi saat ini guru bukan lagi merupakan satu-satunya narasumber dalam proses pembelajaran, dengan kemajuan teknologi memungkinkan siswa untuk mengakses sendiri beragam sumber belajar. Faktor utama yang perlu disiapkan oleh pengambil kebijakan adalah infrastruktur dan SDM, karena kedua faktor ini sangat menentukan keberhasilan penerapan teknologi dalam pembelajaran. Selain itu pemerintah perlu mengadakan penataran kepada guru-guru untuk menyelaraskan antara pengetahuan guru dan materi pelajaran di kelas, termasuk aspek teknologinya, sehingga gurupun siap membuat variasi pengajarannya dengan melibatkan teknologi.
Pihak sekolah, agar mengembangkan budaya belajar mandiri bagi siswa, menyediakan sumber-sumber belajar, selain perpustakaan hendaknya melengkapi sarana belajar lainnya, berupa bahan belajar berbasis aneka sumber (resoueces-based learning packages), seperti modul, VCD pembelajaran, CD-ROM
(2)
118
pembelajaran, maupun bahan belajar online . Sehingga definisi belajar yang mengandalkan tatap muka (face to face) perlu didefinisikan kembali. Kepala sekolah harus menjadi agen perubahan, dalam arti menjadi adopter awal (early adopter) untuk inovasi di bidang teknologi.
Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan pembelajaran ini, hendaknya melakukan penelitian pada populasi yang lebih besar yang terdiri dari beberapa sekolah agar hasilnya dapat menggeneralisir penggunaaan virtual manipulative dalam contextual teaching and learning secara lebih luas pula.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Artigue, M. (2002). Learning mathematics in a CAS environment: The genesis of a reflection about,instrumentation and the dialectics between technical and conceptual work. International Journal of Computers for Mathematical Learning, 7(3), pp 245-274.
Arikunto, S. (1995). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2002). “Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek”. Jakarta:
Rineka Cipta.
Clements, D. H., & McMillen, S. (1996). Rethinking Concrete Manipulatives. Teaching Children Mathematics, 2(5), 270-279.
Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta. Erlangga.
Depdiknas Dirjend Dikdasmen. (2001). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mata Pelajaran Pengetahuan Alam. Jakarta: Direktorat PLP.
Depdiknas (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Standar Kompetensi Kurikulum 2004. Jakarta.
DePorter, B., & Hernacki, M. (1992). Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Durmus, S., & Karakirik, E. (2006). “Virtual Manipulatives in Mathematics Education : A Theoretical Framework” .The Turkish Online Journal of Educational Technology – TOJET January 2006 ISSN: 1303-6521 volume 5 Issue 1 Article 12.
Effendi, T.N. (1992). Sumber Daya Manusia di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Kependudukan Universitas Gajah Mada.
Esty W.W. & Teppo, A.R. (1996). Algebraic Thinking, Language, and Word Problem. In P. C Elliot and M.J Kenney (Ed.) 1996. Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, V.A: NCTM. Greenes. C. & Schulman, L. (1996). Communication Prosesses in Mathematical Explorations and Investigations. In P.C Elliot and M.J Kenney (Ed.)
(4)
120
1996. Yearbook. Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Reston, V.A: NCTM.
Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.
Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.
Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching and Learning. MLC:Bandung
Jonassen, D.H. (1996). Computer as Mindtools for Schools: Engaging Critical Thinking. 2nd edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Kurniawan, R. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.
Lindawati (2010). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.
Mudzakir, H.S. (2006). Strategi Pembelajaran ‘Think-Talk-Write’ untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.
Mullis, et.al. (2000). TIMMS 1999: International Mathematics Report. Boston: The International Study Center, Boston College, Lynch School of Education.
Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM.
Nirmala. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis. UPI: Tidak dipublikasikan.
(5)
Nur, M. (2000). Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. PPS Universitas Negeri Surabaya. Nurhadi dan Senduk, A. G. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
dalam KBK. Malang: UM Press.
Pimm, D (1996). Meaningful Communication Among Children: Data Collection. Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM. Rohayati, A. (2005). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dalam
Matematika melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan. Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Diktat.
Sandra, L.A. (1999). Listening to Students. Teaching Children Mathematics. Vol. 5 no 5. Januari. Hal 289-295.
Saragih. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendektan Matematika Realistik. Disertasi pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung; Tidak publikasikan.
Schoen, H. L., Bean, D. L, & Ziebarth, S. W. (1996). "Embedding Communication throughout the Curriculum". In P.c. Elliott, dan M.J. Kenney. (Eds.). (1996 ) Yearbook. “Communication in Mathematics”, K-12 and Beyond. Reston, VA: NCTM.
Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman, dkk. 2003. Stategi Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI Suh, Moyer & Heo. (2005). Examining Technology Uses in The Classroom :
Developing Fraction Sense Using Virtual Manipulative Concept Tutorials. Journal of Interactive Online Learning. Volume 3, Number 4. Sumarmo, U. (2000). Kecendrungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21.
Makalah pada Seminar di UNSWAGATI Tanggal 10 September 2000. Cirebon.
Sumarmo, U, (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional. FPMIPA UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
(6)
122
Sumarmo, U, (2005). Pengembangan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana Tahun Ketiga. UPI Bandung.
Suyitno 2004. Dasar-dasar Proses dan Pembelajaran Matematika. Semarang. Tahmir, S. (2007). Model Pembelajaran Resik sebagai Strategi Mengubah
Paradigma Pembelajaran Matematika di SMP Yang Teacher Oriented Menjadi Student Oriented. Makasar: PPS UNM.
TIM PPPG Matematika. (2005). Materi Pembinaan Matematika SMP di Daerah. Yogyakarta: Depdiknas.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakata. Prestasi Pustaka. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan
Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI: Tidak dipublikasikan.
Widdiharto. R. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Wijaya, T. (2011). Cepat Menguasai SPSS 19. Yogyakarta. Cahaya Atma.
Zulkardi (2001). Realistics Mathematics Education (RME). Teori, Contoh Pembelajaran dan Teman Belajar di Internet. Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional pada tgl. 4 April 2001 di UPI: Tidak dipublikasikan.
http://hendrawadimath07.wordpress.com. diakses tanggal 5 Maret 2010.