KONSELING KOGNITIF-PERILAKU (KKP) UNTUK KONSELI ADIKSI OBAT :Eksperimen KKP untuk Mengurangi Dampak Psikologis Konseli Adiksi Obat di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera Lembang Kabupaten Bandung Barat.

(1)

xi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

UCAPAN TERIMA KASIH vi

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GRAFIK xviii

DAFTAR BAGAN xix

DAFTAR GAMBAR xx

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 21

C. Hipotesis Penelitian 22

D. Tujuan Penelitian 23

E. Manfaat Penelitian 23

F. Asumsi Penelitian 24

G. Metode Penelitian 25

H. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 26

BAB II KONSELING KOGNITIF-PERILAKU (KKP) DAN DAMPAK PSIKOLOGIS KONSELI ADIKSI OBAT

27

A. Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) 27

1. Landasan Filosifis Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) 27 2. Dinamika Perkembangan Konseling Kognitif-Perilaku 30 3. Makna dan Karakteristik Konseling Kognitif-Perilaku 34


(2)

xii

5. Komponen Utama Konseling Kognitif-Perilaku 42

B. Dampak Psikologis Konseli Adiksi Obat 45

1. Orientasi Berpikir 48

2. Kontrol Diri 54

3. Depresi 57

4. Regulasi Diri 68

5. Efikasi Diri 89

6. Harapan Hidup Wellness 94

7. Pengarahan Diri 99

BAB III METODE PENELITIAN 117

A. Desain Penelitian 117

B. Variabel dan Definisi Operasional 119

1. Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) 119

2. Adiksi Obat 119

3. Orientasi Berpikir 121

4. Kontrol Diri 123

5. Depresi 124

6. Regulasi Diri 125

7. Efikasi Diri 127

8. Harapan Hidup Wellness 127

9. Pengarahan Diri 128

C. Pengembangan Instrumen Pengumpul Data 129

1. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian 130

2. Penimbangan Instrumen Penelitian 130

3. Menghitung Reliabilitas Antarpenimbang 131

4. Uji Keterbacaan Instrumen Penelitian 133

5. Uji Coba Instrumen Penelitian 134

D. Populasi dan Sampel Penelitian 147

E. Teknik Pengumpulan Data 148


(3)

xiii

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 156

1. Pengolahan Data 156

2. Analisis Data 158

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 162

A. Hasil Penelitian 162

1. Efektivitas KKP untuk Mengubah Orientasi Berpikir Konseli Adiksi Obat

162 2. Efektivitas KKP untuk Meningkatkan Kontrol Diri

Konseli Adiksi Obat

167 3. Efektivitas KKP untuk Mengurangi Depresi Konseli

Adiksi Obat

171 4. Efektivitas KKP untuk Meningkatkan Regulasi Diri

Konseli adiksi Obat

176 5. Efektivitas KKP untuk Meningkatkan Efikasi Diri

Konseli Adiksi Obat

180 6. Efektivitas KKP untuk Meningkatkan Harapan Hidup

Wellness Konseli Adiksi Obat

184 7. Efektivitas KKP untuk Meningkatkan Pengarahan Diri

Konseli Adiksi Obat

191

B. Pembahasan 197

1. Pembahasan tentang Efektivitas KKP untuk Mengubah Orientasi Berpikir Konseli Adiksi Obat

197 2. Pembahasan tentang Efektivitas KKP untuk

Meningkatkan Kontrol Diri Konseli Adiksi Obat

203 3. Pembahasan tentang Efektivitas KKP untuk Mengurangi

Depresi Konseli Adiksi Obat

207 4. Pembahasan tentang Efektivitas KKP untuk

Meningkatkan Regulasi Diri Konseli adiksi Obat

219 5. Pembahasan tentang Efektivitas KKP untuk

Meningkatkan Efikasi Diri Konseli Adiksi Obat

222 6. Pembahasan tentang Efektivitas KKP untuk

Meningkatkan Harapan Hidup Wellness Konseli Adiksi Obat

229

7. Pembahasan tentang Efektivitas KKP untuk Meningkatkan Pengarahan Diri Konseli Adiksi Obat

234


(4)

xiv

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 256

A. Kesimpulan 256

B. Rekomendasi 264

DAFTAR PUSTAKA 270

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Kisi-kisi Instrumen Penelitian (Sebelum Uji Coba) 281

B. Instrumen Penelitian (Final) 312

C. Hasil Perhitungan Reliabilitas Antarpenimbang dan Data Uji Coba Instrumen Penelitian

353 D. Hasil Penghitungan Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Penelitian

366 E. Data Pretest Kelompok Kontrol (KK) dan Eksperimen (KE) 404 F. Data Posttest Kelompok Kontrol (KK) dan Eksperimen (KE) 413

G. Manual Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) 422

H. Hasil Pengujian Normalitas Data 576

I. Homogenitas Data Pretest 561

J. Surat-surat Penting Pendukung Penelitian RIWAYAT HIDUP PENELITI


(5)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

1.1 Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di Indonesia Tahun 2001-2009

8

2.1 Isi dari Pengalaman Emosi Manusia 59

2.2 Daftar Emosi Dasar Manusia 61

2.3 Struktur Fase dan Sub-sub Proses Regulasi Diri 82 2.4 Tingkat Perkembangan Keterampilan Regulasi Diri 84 2.5 Tahap Model Perkembangan Pembelajaran Pengarahan Diri 108 3.1 Kisi-kisi Instrumen Orientasi Berpikir (Sebelum Uji Coba) 281 3.2 Kisi-kisi Instrumen Kontrol Diri (Sebelum Uji Coba) 282 3.3 Kisi-kisi Instrumen Depresi (Sebelum Uji Coba) 286 3.4 Kisi-kisi Instrumen Regulasi Diri (Sebelum Uji Coba) 287 3.5 Kisi-kisi Instrumen Efikasi Diri (Sebelum Uji Coba) 292 3.6 Kisi-kisi Instrumen Harapan Hidup Wellness (Sebelum Uji

Coba)

296 3.7 Kisi-kisi Instrumen Pengarahan Diri (Sebelum Uji Coba) 305 3.8 Koefisien Reliabilitas Antarpenimbang Seluruh Instrumen

Penelitian tentang Dampak Psikologis Adiksi Obat

131

3.9 Indeks Koefisien Korelasi 135

3.10 Kisi-kisi Instrumen Orientasi Berpikir (Setelah Uji Coba) 138 3.11 Kisi-kisi Instrumen Kontrol Diri (Setelah Uji Coba) 139 3.12 Kisi-kisi Instrumen Depresi (Setelah Uji Coba) 140 3.13 Kisi-kisi Instrumen Regulasi Diri (Setelah Uji Coba) 142 3.14 Kisi-kisi Instrumen Efikasi Diri (Setelah Uji Coba) 143 3.15 Kisi-kisi Instrumen Harapan Hidup Wellness (Setelah Uji

Coba)

144 3.16 Kisi-kisi Instrumen Pengarahan Diri (Setelah Uji Coba) 146


(6)

xvi

Tabel Hal.

3.17 Contoh Penghitungan Frekuensi Orientasi Berpikir Konseli Adiksi Obat

156 3.18 Pola Penyekoran Inventori Depresi Konseli Adiksi Obat 157 3.19 Pola Penyekoran SKD, SRD, SED, WS, dan SPD Konseli

Adiksi Obat

157

3.20 Kualifikasi NSG (g) 159

4.1 Proporsi Kecenderungan Orientasi Berpikir Konseli Adiksi Obat

162 4.2 Hasil Pengujian Efektivitas KKP untuk Meningkatkan Kontrol

Diri

168 4.3 NGS (g) Kontrol Diri Konseli Adiksi Obat 168 4.4 Hasil Pengujian Efektivitas KKP untuk Mengurangi Depresi 172 4.5 NGS (g) Depresi Konseli Adiksi Obat 172 4.6 Hasil Pengujian Efektivitas KKP untuk Meningkatkan

Regulasi Diri

177 4.7 NGS (g) Regulasi Diri Konseli Adiksi Obat 177 4.8 Hasil Pengujian Efektivitas KKP untuk Meningkatkan Efikasi

Diri

181 4.9 NGS (g) Efikasi Diri Konseli Adiksi Obat 181 4.10 Hasil Pengujian Efektivitas KKP untuk Meningkatkan

Harapan Hidup Wellness

185 4.11 NGS (g) Harapan Hidup Wellness Konseli Adiksi Obat 185 4.12 Hasil Pengujian Efektivitas KKP untuk Meningkatkan

Pengarahan Diri

192 4.13 NGS (g) Pengarahan Diri Konseli Adiksi Obat 192


(7)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hal.

4.1 Proporsi Kecenderungan Orientasi Berpikir Konseli Adiksi Obat

163 4.2 NGS (g) Kontrol Diri Konseli Adiksi Obat 169 4.3 NGS (g) Depresi Konseli Adiksi Obat 173 4.4 NGS (g) Regulasi Diri Konseli Adiksi Obat 178 4.5 NGS (g) Efikasi Diri Konseli Adiksi Obat 182 4.6 NGS (g) Harapan Hidup Wellness Konseli Adiksi Obat 186 4.7 NGS (g) Pengarahan Diri Konseli Adiksi Obat 193


(8)

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan Hal.

2.1 Dimensi-dimensi Depresi 67

3.1 Alur Penelitian 118


(9)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal.

2.1 Plutchik’s Three-Dimensional Models of the Emotions 50 2.2 Dimensi-dimensi Orientasi Berpikir Konseli Adiksi Obat 53

2.3 Bentuk Triadik Regulasi Diri 72

2.4 Fase Berbentuk Siklus dari Regulasi Diri 73

2.5 The Wheel of Wellness 96

3.1 Pretest-Posttest Control Group Design 117 4.1 Alur Bantuan Konselor dalam Mengubah Orientasi

Berpikir Konseli Adiksi Obat

201 4.2 Enam Langkah Menuju Perubahan/Kesembuhan dari

Ketergantungan Obat Menurut Imam Al-Ghazali


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Era globalisasi sebagai era kekuasaan ideologi kapitalisme-liberalisme dan era cyber-net telah menciptakan berbagai peluang dan harapan baru di samping berbagai tantangan dan ancaman baru bagi eksistensi kehidupan manusia. Dunning dan Hamdani (2000 : 1) mengemukakan bahwa globalisasi adalah fenomena yang rumit, penuh dengan kekontrasan, menghantui dan memaksa setiap orang menghadapi perubahan. Bagi sementara orang, globalisasi dipandang sebagai bagian dan proses integrasi umat manusia, tetapi bagi yang lainnya globalisasi justru dirasakan sebagai ancaman disintegrasi dan marginalisasi kemanusiaan secara total dan semesta. Robertson (2000 : 1) mendefinisikan globalisasi sebagai “the compression of the world into a single space and the intensification of the world consciousness of the world as a whole”.

Globalisasi juga dapat dimaknai sebagai suatu proses yang berlangsung panjang, bergerak maju secara dramatis, dikendalikan oleh banyak kekuatan termasuk teknologi baru dan bertambahnya arus modal secara bebas. Tidak diragukan lagi bahwa dinamika globalisasi memberikan manfaat bagi banyak orang, meningkatkan kesejahteraan dan menimbulkan peluang-peluang baru. Pada era ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi begitu sangat cepat di antaranya perkembangan pesat cyber-net. Perkembangan pesat di bidang ini memungkinkan dilakukannya pengembangan hubungan dengan siapa saja, kapan


(11)

saja, dan dimana saja, dalam berbagai bentuk, baik audio, visual, maupun audio-visual yang menyajikan informasi, data, dan peristiwa dalam waktu sekejap.

Menurut Mahayana (1999 : 16-17) perkembangan cyber-net yang memiliki akselerasi hyper-exponential yang sulit dibayangkan, yakni humanisasi internet. Dari sudut pandang ini, internet adalah manifestasi material usaha manusia secara terus-menerus untuk mencapai suatu era dimana induksi pengetahuan dan kebudayaan manusia mencapai kesempurnaan alamiahnya. Pada era ini terjadi ledakan besar komunikasi (communication big bang), ledakan besar informasi (information big bang), ledakan besar pengetahuan (knowledge big bang), yang pada gilirannya akan menimbulkan ledakan besar manajemen (management big bang), ledakan besar aktifitas ekonomi antar negara (interstate economic activities big bang), ledakan besar organisasi-organisasi antar benua (intercontinental organization big bang), dan berbagai big bang lainnya. Akan tetapi, globalisasi juga mempunyai konsekuensi merugikan bagi yang lainnya, mempengaruhi keamanan manusia, memperburuk ekonomi, marginalisasi sosial, dan meningkatnya kemiskinan.

Terbawanya manusia dalam banjir informasi di era globalisasi menyebabkan kekaburan untuk memahami perbedaan antara kebutuhan dengan keserakahan (needs and greeds), keinginan dan kebutuhan (wishs and needs) yang kemudian mendorongnya untuk secara terus-menerus terlibat dalam kegiatan pemuasan pribadi, berkembang menjadi makhluk yang egocentris dan instrumental. Lebih jauh, Piliang (2004) berpendapat bahwa kehidupan di era


(12)

globalisasi telah bergerak ke arah : (1) kematian sosial (pososial), yakni matinya realitas (pos-realitas), berpacu dalam gaya hidup konsumtif-kapitalisme-liberal (pos-ekonomi) berupa bermunculannya ekonomi bermodalkan syahwat (libidonomics), simbiosis antara realitas dan fantasi (pos-media), antara realitas dan virtualitas seni (pos-estetik); (2) horor menjadi hiburan (poshororisme), yakni timbulnya kejahatan yang begitu sempurna dan soft-criminality (pos-kriminalitas), simbiosis realitas dan fantasi perang (pos-realitas perang), terorisme dan mesin pengintai global teror); (3) bersatunya demokrasi dan anarki (pos-demokrasi), yakni pos-demokrasi dan matinya sosial, antara ego politik dan mikrofasisme otonomi), fatamorgana hukum dan ilusi kebenaran (pos-realitas hukum) berupa munculnya fatamorgana keadilan, “topeng-topeng” kebenaran, language games dan justice games; (4) melampaui batas-batas moralitas (pos-moralitas), yakni simbiosis antara hasrat dan kesucian (pospiritualitas), simbiosis kebenaran dan kepalsuan (pos-moralitas), ketika gairah tubuh digantikan mesin berupa maraknya cybersex.

Era globalisasi, modernisasi, dan akulturasi yang terjadi pada dekade sekarang ini telah membawa perubahan-perubahan secara psikologis maupun sosiologis, selain berdampak positif bagi kemajuan kehidupan juga menimbulkan side effect berupa perubahan paradigma dan pandangan tentang nilai dan moral pada generasi muda yang amat memprihatinkan (Kodir, 1988 : 2). Pola hidup dan gaya hidup masyarakat yang semula religius cenderung ke arah pola kehidupan masyarakat individualistik, materialistik, permisif, dan sekuler. Pola hidup sederhana dan produktif cenderung bergeser ke arah pola hidup mewah dan


(13)

konsumtif. Perubahan pandangan dari generasi muda yang disertai ketidaktentuan akan masa depan, menurut Kartadinata (1988 : 3) memang dapat membuat manusia serba bingung atau membuat dirinya larut dalam situasi. Apabila individu mendapat kesulitan psikologis, maka yang bersangkutan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan masalah, walaupun itu sebenarnya semu. Tidaklah mengherankan apabila suatu saat muncul sikap “obat untuk setiap masalah” (drug for every problems). Mereka beranggapan bahwa masalah itu akan hilang saat mereka menggunakan obat; padahal, pada kenyataannya memunculkan masalah baru berupa ketergantungan terhadap obat. Goddard (Ma’sum, 1987 : 52) menjelaskan bahwa sifat obat ini adalah psikotropika (menggerakan psikis) memiliki efek terhadap otak dan susunan syaraf pusat, penggunaan di luar aturan dapat memunculkan keadiksian.

Perilaku penyalahgunaan obat digolongkan ke dalam mal-adaptive deviant behavior response yang dicetuskan oleh faktor pendukung lingkungan spesifik yaitu ketersediaan (substance availability) karena bertentangan secara diametrikal dengan Universal Behavior Trait. Perilaku ini sangat patologis karena dipilih sendiri oleh pelakunya meskipun si pelaku melalui reality judgment yang proses reasoning-nya didasarkan pada perhitungan risk-benefit ratio dan antisipasi terhadap real of fear factor mengetahui bahwa perilakunya akan menghancurkan dirinya. Sehingga terdapat kesan bahwa fungsi luhur dari abstract judgment dan motivasi intrinsik dasar pelestarian diri tidak berfungsi secara optimal. Selain itu, walaupun relativitas sosial-budaya memungkinkan suatu perilaku yang dianggap intolerated vice di suatu lingkungan sosial-budaya menjadi tolerated vice di


(14)

lingkungan sosial-budaya lain atau sebaliknya, tetapi berbeda halnya dengan penyalahgunaan Napza yang menurut Universal Behavioral Trait secara jelas dan tegas dianggap sebagai intolerated vice. Produsen, distributor, dan penggunanya dianggap sebagai penjahat yang harus dihukum berat (Nurdin, 2000).

Direktur eksekutif dari United Nations Office on Drugs and Crime (2008 : 1) dalam ringkasan eksekutifnya yang berjudul 2008 World Drugs Report melaporkan bahwa indikator situasi penggunaan obat di dunia masih tetap menjadi perhatian utama dalam jangka waktu yang lama. Perspektif jangka panjang dan global menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan illegal telah mencapai nilai 5% dari populasi orang dewasa (jumlah kejadian per tahun pada orang berusia 15-64 tahun). Sementara itu, orang yang mengalami adiksi obat mencapai sepersepuluh dari persentase populasi penyalahguna obat-obatan illegal, yaitu kira-kira berjumlah 26 juta atau sekitar 0.6% populasi orang dewasa di planet ini.

Dilaporkan lebih lanjut bahwa kemajuan sangatlah diperlukan terutama dalam tiga wilayah. Pertama, kesehatan masyarakat -- prinsip pertama dalam pengendalian obat terlarang -- harus dibawa kembali ke bahasan utama. Baru-baru ini jumlah sarana dan prasarana serta dukungan politis untuk keamanan masyarakat dan supremasi hukum lebih banyak tercurahkan dibandingkan dengan dukungan untuk kesehatan masyarakat, sehingga perlu adanya penyeimbangan kembali. Ketergantungan terhadap obat-obatan adalah sebuah penyakit yang harus ditangani sebagaimana penyakit lain. Lebih banyak sarana dan prasarana dibutuhkan untuk mencegah orang mencoba menggunakan obat-obatan, untuk


(15)

menangani mereka yang sudah mengalami ketergantungan, dan untuk mengurangi ancaman kesehatan serta konsekuensi sosial yang diakibatkan oleh penyalahgunaan obat-obatan.

Kedua, pengendalian obat harus dilihat dalam konteks yang lebih luas yaitu pencegahan tindak kriminal (crime prevention) dan juga dalam penegakan hukum sehingga kita bisa memotong hubungan antara penyelundupan obat secara illegal, tindak kriminal yang terorganisir, kasus korupsi dan terorisme. Beberapa wilayah yang memproduksi obat dengan jumlah terbesar di dunia (di Afganistan, Colombia, dan Myanmar) mengalami perhatian yang kurang atau pengendalian yang kurang dari pemerintahan pusatnya. Penyelundupan atau jual beli obat secara illegal melemahkan keamanan nasional (contohnya adalah yang terjadi beberapa wilayah di Amerika Tengah, Carribean, Meksiko, dan Afrika Barat). Uang dari hasil penjualan obat digunakan sebagai uang pelicin untuk korupsi, dan sebagai sumber untuk keuangan teroris. Pada gilirannya, para pejabat yang korup dan para teroris membuat proses produksi obat dan penyelundupannya menjadi mudah untuk dilakukan.

Ketiga, menjaga keamanan masyarakat dan mengamankan kesehatan masyarakat harus dilakukan dengan mendukung hak asasi manusia dan harga diri manusia. Perayaan hari ulang tahun dari Universal Declaration of Human Rights yang ke-60 yang jatuh pada tahun 2008, memberikan peringatan yang bermanfaat berupa hak asasi yang tidak boleh dikesampingkan yaitu hak untuk hidup dan memiliki kesempatan yang sama dalam mencoba sesuatu, tetapi tetap hak asasi manusia seharusnya menjadi bagian dari pengendalian obat-obatan.


(16)

Di Indonesia sendiri, masalah penyalahgunaan obat (Napza) merupakan masalah serius yang harus dicarikan jalan penyelesaiannya dengan segera. Banyak kasus menunjukkan, akibat dari masalah obat telah menyebabkan banyak kerugian, baik materi maupun non-materi. Banyak kejadian, seperti perceraian, pembunuhan, penurunan kesehatan masyarakat, bahkan kematian yang disebabkan oleh adiksi obat.

Secara umum permasalahan obat dapat dibagi menjadi tiga bagian yang saling terkait, yakni : (1) adanya produksi obat secara gelap (illicit drug

production); (2) adanya perdagangan gelap obat (illicit trafficking); dan (3) adanya penyalahgunaan obat (drug abuse). Ketiga hal itulah sesungguhnya

menjadi target sasaran yang ingin “diperangi” oleh masyarakat internasional dengan gerakan anti madat sedunia, termasuk Indonesia.

Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap obat di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, sudah sangat memprihatinkan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Indonesia bukan hanya sebagai tempat transit dalam perdagangan dan peredaran gelap obat, tetapi telah menjadi tempat pemasaran, penggunaan bahkan telah menjadi tempat untuk produksi gelap obat.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI, 2004 : 1) mengemukakan bahwa adiksi narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya merupakan permasalahan kompleks baik dilihat dari faktor penyebab maupun akibatnya. Penyebabnya merupakan kompleksitas dari berbagai faktor, termasuk faktor fisik dan psikologis pelaku, serta faktor lingkungan baik mikro maupun


(17)

makro. Akibatnya juga sangat kompleks dan luas tidak hanya terhadap pelakunya, tetapi juga menimbulkan beban psikologis, sosial ekonomi, bagi orang tua dan keluarganya, serta menimbulkan dampak yang merugikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan umat manusia.

Hawari (2002 : 98) mengemukakan hasil pengamatannya bahwa ternyata sebagian besar penyalahgunaan/ketergantungan Napza adalah peserta didik tingkat SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Pada umumnya mereka terlibat penyalahgunaan/ketergantungan Napza selain karena pengaruh kelompok teman sebaya, juga karena ketidaktahuannya (ignorancy). BNN RI (2009 : 1-3) melaporkan data tentang tindak pidana narkoba di Indonesia dari tahun 2001-2008 berikut.

Tabel 1.1

Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di Indonesia Tahun 2001-2008

Berdasarkan Jumlah Kasus

NO KASUS

TAHUN

JUMLAH TOTAL

RATA-RATA PER TAHUN

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 NARKOTIKA 1.907 2.040 3.929 3.874 8.171 9.422 11.380 10.006 40.723 8.145

2 PSIKOTROPIKA 1.648 1.632 2.590 3.887 6.733 5.658 9.289 9.780 31.437 6.287

3 BAHAN ADIKTIF

62 79 621 648 1.348 2.275 1.961 9.573 6.994 1.399

JUMLAH 3.617 3.751 7.140 8.409 16.252 17.355 22.630 29.359 79.154 15.831


(18)

Berdasarkan Usia

NO USIA

TAHUN

JUMLAH TOTAL

RATA-RATA PER TAHUN

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 < 16 Tahun 25 23 87 71 127 175 110 133 751 150

2 16-19 Tahun 501 494 500 763 1.668 2.447 2.617 2.001 10.991 2.198

3 20-24 Tahun 1.428 1.755 2.457 2.879 5.503 8.383 8.275 6.441 37.121 7.424

4 25-29 Tahun 1.366 1.386 2.417 2.888 6.442 8.105 9.278 10.126 42.008 8.402

5 > 29 Tahun 1.604 1.652 4.256 4.722 9.040 12.525 15.889 25.993 75.681 15.136

JUMLAH 4.924 5.310 9.717 11,323 22.780 31.635 36.169 44.694 166.552 33.310

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

NO PENDIDIKAN

TAHUN JUMLAH

TOTAL

RATA-RATA PER TAHUN

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 SD 246 165 949 1.300 2.542 3.247 4.138 4.404 16.991 3.398

2 SLTP 1.832 1.711 2.688 3.057 5.148 6.632 7.486 10.819 39.373 7.875

3 SLTA 2.617 3.141 4.960 6.149 14.341 20.977 23.727 28.470 104.382 20.876

4 PT 229 293 1.120 817 749 779 818 1.001 5.806 1.161

JUMLAH 4.924 5.310 9.717 11.323 22.780 31.635 36.169 44.694 166.552 33.310

Berdasarkan Jenis Pekerjaan

NO PEKERJAAN

TAHUN JUMLAH

TOTAL

RATA-RATA PER TAHUN

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 PNS 39 31 57 64 137 121 226 210 885 177

2 POLRI/TNI 6 40 54 112 233 201 235 273 1.154 231

3 SWASTA 1.228 1.766 2.991 3.548 8.143 13.914 16.667 17.588 65.845 13.169

4 WIRASWASTA 769 656 1.029 1.580 3.504 4.663 5.151 14.629 31.981 6.396

5 TANI 127 99 132 222 323 478 891 639 2.911 582

6 BURUH 833 582 1.111 1.774 4.389 4.675 5.079 3.580 22.023 4.405

7 MAHASISWA 202 257 345 356 610 678 721 647 3.816 763

8 PELAJAR 141 153 309 214 393 710 712 654 3.286 657

9 PENGANGGURAN 1.579 1.726 3.689 3.453 5.048 6.195 6.487 6.474 34.651 6.930

JUMLAH 4.924 5.310 9.717 11.323 22.780 31.635 36.169 44.694 166.552 33.310


(19)

Berdasarkan data tentang tindak pidana Narkotika yang dilaporkan oleh BNN RI dapat diketahui bahwa penyalahgunaan obat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat dramatis serta melibatkan berbagai kalangan yang tidak memandang usia, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Hal yang paling menyedihkan adalah ternyata sebagian besar pelaku penyalahgunaan/ ketergantungan obat adalah peserta didik tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada umumnya mereka terlibat penyalahgunaan/ketergantungan obat selain karena pengaruh kelompok teman sebaya (peer group), ketidaktahuannya (ignorancy), atau bahkan paksaan dari orang dewasa lainnya yang tidak bertanggung jawab yang sengaja memanfaatkan keluguan, kelucuan, ketidaktahuan, dan kerasaingintahuan anak-anak untuk kepentingan bisnis haram mereka.

Bertambahnya para penyalahguna obat dari tahun ke tahun yang melibatkan generasi muda, dapat dipandang sebagai ancaman (Dato and Datuk, 1990 : 3) bagi perkembangan bangsa dan merupakan bahaya nasional (Tony, 1990 : 2). Selain itu, adiksi obat dapat menimbulkan symptoms dan dampak fisik maupun psikologis (Ausubel dalam Segal, 1988 : 50). Di antara dampak psikologis adiksi obat adalah mengalami gangguan dalam : (1) persepsi; (2) belajar dan memori; (3) depresi; (4) fungsi psikomotor; (5) orientasi berpikir; dan (6) proses-proses sensori dan dampak psikologis lainnya (Segal, 1988 : 158).

Adiksi obat merupakan persoalan yang membahayakan kehidupan diri penyalahguna dan orang lain. Dalam hal ini, Hawari (Depsos RI, 2005 : 1)


(20)

mengatakan bahwa mereka yang mengkonsumsi Napza akan mengalami gangguan mental dan perilaku, sebagai akibat terganggunya sistem syaraf pusat di otak. Gangguan pada sistem neuro-transmitter tadi mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (perasaan/mood/emosi), dan psikomotor (perilaku). Sifat ketergantungan dan gangguan pada ketiga aspek itulah yang mengakibatkan Napza sangat berbahaya. Seorang pengguna tidak lagi dapat memikirkan risiko dan tindakannya sehingga kemudian muncul berbagai tindak kejahatan, tertularnya berbagai penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS dan hepatitis, over dosis, bahkan kematian. Selanjutnya Hawari (2005 : 57) mengemukakan bahwa orang yang telah bergantung pada narkoba, maka hidupnya mengalami gangguan jiwa sehingga tidak lagi mampu berfungsi secara wajar di masyarakat. Kondisi demikian dapat dilihat dari rusaknya fungsi sosial, pekerjaan atau sekolah, serta tidak mampu mengendalikan diri. Terutama jika putus narkoba maka si pemakai akan mengalami gejala menarik diri (withdrawal). Pada peristiwa ini timbul gejala-gejala seperti air mata berlebihan (lakrimasi), cairan hidung berlebihan (rhinorea), pupil mata melebar (dilatasi pupil), keringat berlebihan, mual, muntah, diare, bulu kuduk berdiri, menguap, tekanan darah naik, jantung berdebar, insomnia, mudah marah, emosional, serta agresif. Menurut World Book 2004 (Willis, 2005 : 158) bahwa orang-orang yang kecanduan narkoba mengalami akibat-akibat medis dan sosial, antara lain menurunnya motivasi, memori, perubahan kepribadian, dan hubungan dengan keluarga terputus.


(21)

Lebih jauh, Depkes (2005) mengemukakan dampak adiksi obat sebagai berikut. Pertama, bagi pemakai, antara lain: (1) mengakibatkan kematian; (2) mengakibatkan kegilaan; (3) mempengaruhi daya ingat; (4) mempengaruhi perhatian, sulit berkonsentrasi; (5) mempengaruhi perasaan dan kemampuan otak untuk menerima, memilah-milah dan mengolah informasi; (6) menghambat

memahami informasi yang diterima; (7) mempengaruhi persepsi; (8) mempengaruhi daya nalar (penghayatan terhadap agama hilang/kabur);

(9) mempengaruhi motivasi; dan (10) menimbulkan beberapa penyakit, seperti

hepatitis B/C, maag, dan kanker. Kedua, terhadap keluarga, antara lain : (1) kerugian material (membeli dan mengobati); (2) menghabiskan tenaga dan

waktu; dan (3) keharmonisan keluarga sirna/terganggu. Ketiga, terhadap masyarakat, di antaranya: (1) merusak tatanan sosial; (2) meningkatkan angka kriminal; (3) meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas; dan (4) terhambatnya perekonomian. Keempat, terhadap bangsa dan negara, antara lain: (1) kualitas generasi merosot; (2) moralitas bangsa menurun; dan (3) generasi hilang (lost generation).

Permasalahan-permasalahan ini harus segera ditangani oleh semua lapisan masyarakat, khususnya lembaga pendidikan. Keniscayaan peranan pendidikan dalam membangun manusia dan masyarakat yang kreatif dan mampu bersaing dalam dunia global tidak bisa didebat lagi. Berbagai studi secara konsisten telah memperlihatkan bahwa pendidikan merupakan investasi yang dalam jangka panjang memiliki rate of return paling tinggi (Furqon, 2006: 5). Proses pendidikan memerlukan adanya paradigma baru yang dapat menyajikan model


(22)

dan strategi pembelajaran yang dapat menyeimbangkan proses homonisasi dan humanisasi.

Di dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 3 dinyatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan merupakan “...usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Implikasinya adalah bahwa proses pendidikan yang dikembangkan harus menyentuh banyak ragam dan aspek perkembangan peserta didik. Proses pendidikan sudah semestinya menyentuh dunia kehidupan peserta didik (konseli) secara individual, karena pada hakikatnya individu manusia itu bersifat kompleks. Proses ini tidak cukup hanya dilakukan oleh guru, tetapi juga profesi pendidik lainnya, yaitu konselor.

Menurut Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN, 2007 : 10) konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan (dan konseling) karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping itu, terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau


(23)

bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku seperti penyalahgunaan obat sampai mengalami adiksi.

Konselor selayaknya dapat memfasilitasi konseli adiksi obat untuk dapat berperilaku wajar. Oleh karenanya, konselor selayaknya mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam tentang latar belakang kehidupan konseli adiksi dan dampak sosio-psikologis adiksi obat pada konselinya. Tanpa hal itu, sangat mungkin konselor akan mengalami kemandegan; sulit melakukan eksplorasi, interpretasi, dan intervensi. Terlebih lagi, Dyer and Vriend (1977 : 45) menyatakan bahwa kemandegan konselor disebabkan oleh adanya anggapan konselor sendiri yang kurang mampu. Mereka bertolak dari anggapan bahwa mereka: (1) memiliki ketidakmampuan fundamental dalam memahami kecenderungan perilaku konseli; dan (2) ketidakmampuan dalam melakukan


(24)

intervensi efektif dan pemberian alternatif yang tepat dalam mengarahkan dan mengubah perilaku konseli adiksi.

Analog dengan pendapat tersebut, Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2006 : 34-36) mengatakan bahwa satu hal yang harus dipahami dalam terapi ketergantungan Napza adalah tidak semua pengguna Napza memiliki kesamaan dalam hal kebiasaan serta kebutuhan Napza yang dipakai. Selain itu, banyak pengguna Napza melewati tahapan-tahapan penggunaan Napza yang berbeda pada waktu yang berbeda-beda dalam hidupnya. Pada sebagian orang di berbagai penjuru dunia, mengisap opium atau heroin atau menyuntik heroin, tidak harus menjadi kecanduan terhadap zat-zat tersebut. Bagi sebagian besar orang yang menggunakan jenis-jenis Napza di atas, terdapat sebuah periode waktu dimana dapat menggunakan Napza tanpa menjadi kecanduan, sebab ketergantungan dapat terbentuk apabila Napza digunakan secara teratur selama beberapa waktu tertentu.

Periode ini bervariasi dari beberapa minggu hingga beberapa tahun. Penggunaan yang teratur saja tidak dapat langsung dikategorikan sebagai ketergantungan, sebab perlu memenuhi kriteria ketergantungan. Oleh karena itu, pendekatan terapi pun hendaknya bervariasi pula. Diperlukan pengetahuan lebih banyak tentang siapa si pengguna Napza itu, bagaimana mereka menggunakan Napza, apa saja situasi dan kondisi sosial mereka, serta alternatif apa saja yang dapat ditawarkan secara realistis di dalam situasi dan kondisi sosial mereka.

Pemahaman yang komprehensif tentang konseli adiksi obat sangat dibutuhkan agar pendekatan konseling adiksi obat dapat berlangsung dan


(25)

bermanfaat. Identifikasi dini para pengguna Napza, perlu dilakukan secara tidak mencolok di lingkungan masyarakat. Semakin berhasil upaya menggambarkan kondisi sosio-psikologis konseli adiksi obat, akan semakin besar pula kemungkinan keberhasilan konseling dalam proses pemulihan atau pencegahan kekambuhan (relapse).

Pertimbangan yang mendasari difokuskannya penelitian ini adalah hasil-hasil penelaahan pendahuluan (pre-survey) dengan melakukan wawancara tidak terstruktur kepada para konselor sekolah di beberapa wilayah seperti Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Kabupaten Ciamis, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat pada umumnya mengemukakan keluhan sebagai berikut.

1. Setiap semester kami menemukan siswa yang mengalami adiksi obat, tetapi kami merasa tidak siap untuk memberikan konseling secara efektif; 2. Kami mendapat kesulitan untuk memahami dampak-dampak psikologis

siswa yang mengalami adiksi obat karena keterbatasan-keterbatasan kami, baik menyangkut pengetahuan untuk mengungkapnya maupun fasilitas-fasilitas pendukungnya;

3. Konseli adiksi obat, semakin hari semakin meningkat;

4. Kami membutuhkan panduan, rambu-rambu konseling untuk konseli adiksi obat, tetapi sampai saat ini belum ada.

Pertimbangan lain yang mendasari difokuskannya penelitian ini adalah hasil penelaahan pendahuluan di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera (BPSPP) Lembang Bandung. BPSPP Lembang Bandung adalah salah satu lembaga di bawah tanggungjawab Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang melaksanakan program kegiatan Penanganan Anak Nakal dan Korban Narkotika


(26)

dengan menggunakan sistem pendekatan berimbang, yaitu dengan memadukan intervensi berbagai disiplin ilmu untuk mencapai target keseimbangan antara faktor fisik, medik, psikis, sosial, vokasional, dan mental religius sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh eks pengguna Napza, keluarga, dan masyarakat umumnya.

BPSPP pada masa layanan Maret – Desember 2008 menerima konseli sebanyak 80 orang dengan latar belakang sebagai berikut. Pertama, berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas 50 orang laki-laki dan 30 orang perempuan. Kedua, berdasarkan usia meliputi : (1) usia 14-16 tahun 10 orang; (2) usia 17-19 tahun 37 orang; (3) usia 20-22 tahun 19 orang; dan (4) usia 23-26 tahun 14 orang. Ketiga, berdasarkan pendidikan, yaitu : (1) SD 19 orang; (2) SMP 37 orang; dan (3) SMA 24 orang. Keempat, berdasarkan pekerjaan orang tua, terdiri atas : (1) tani 10 orang; (2) wiraswasta 18 orang; (3) buruh 19 orang; (4) ibu rumah tangga 8 orang; (5) swasta 10 orang; (6) PNS 2 orang; dan (7) pedagang 3 orang. Bertolak dari pemikiran dan kerisauan tersebut, dalam upaya menghadapi permasalahan penyalahgunaan dan pengedaran obat yang semakin serius serta berbagai dampak psikologis adiksi obat yang ditimbulkannya, dipandang perlu segera dilakukan tindakan nyata secara komprehensif, sistematis dan profesional untuk menanggulanginya. Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2006 : 37) fokus terapi ketergantungan Napza adalah menyediakan berbagai jenis pilihan, yang dapat mendukung proses pemulihan melalui berbagai keterampilan yang diperlukan dan mencegah relapse. Tingkatan layanan bervariasi, tergantung


(27)

dari derajat keparahan dan seberapa intensif terapi diperlukan. Bentuk-bentuk terapi ketergantungan Napza, antara lain : (1) detoksinasi dan terapi withdrawal; (2) terapi terhadap kondisi emergensi; (3) terapi gangguan diagnosis ganda; (4) terapi rawat jalan (ambulatory atau out-patient treatment); (5) terapi residensi (residential treatment); (6) terapi pencegahan kekambuhan; (7) terapi pasca perawatan (after care); dan terapi substitusi (substitution therapy).

Jika dianalisis, uraian yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, maupun data studi pendahuluan dari BPSPP dan lembaga pendidikan persekolahan (khususnya SMP dan SMA) belum secara eksplisit memasukkan konseling sebagai salah satu pendekatan untuk mengurangi dampak psikologis adiksi obat, padahal konseling memainkan peranan yang sangat penting untuk merekonstruksi perilaku individu dari mal-adjusted (di antaranya adiksi obat) menjadi perilaku well-adjusted (di antaranya sembuh dan memiliki psychological strength untuk menolak kembali menyalahgunakan obat).

Shertzer dan Stone (1980 : 83) mengemukakan bahwa ekspektasi dan tujuan konseling adalah agar konseli: (1) mampu menghasilkan perubahan perilaku (behavioral change) yang memungkinkan hidup lebih produktif dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya; (2) mencapai kesehatan mental secara positif (positive mental health), yang akan dicapai jika individu mencapai integrasi kepribadian, penyesuaian diri dan dapat berdampingan secara positif dengan orang lain; (3) mampu mengatasi masalah dan menghilangkan gejalanya (problem resolution or symptom removal); melalui proses konseling diharapkan


(28)

akan ditemukan inti permasalahan, ketiadaan-ketiadaan pada diri konseli, apa yang dapat dilakukan oleh konseli, serta bagaimana cara mengatasi masalahnya; (4) mencapai keefektifan pribadi (personal effectiveness); melalui proses konseling diharapkan konseli mampu menunjukkan perilaku yang efektif untuk mengembangkan dirinya; (5) mampu membuat keputusan (decision making); konseling mempunyai tujuan untuk menstimulasi individu dalam mengevaluasi, membuat, menerima dan bertindak menurut pilihan dan keputusannya secara bertanggung jawab.

Salah satu pendekatan konseling yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak psikologis konseli adiksi obat adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yang dalam penelitian ini disebut dengan istilah Konseling Kognitif-Perilaku (KKP). KKP sangat populer dan memandang secara integratif bahwa faktor pikiran, perasaan, perilaku, dan lingkungan berperan terhadap perilaku abnormal/adiksi obat (Segal, 1988; Kadden, 2002; Wilson & Branch, 2006). Kadden (2002 : 2) berpendapat bahwa dalam perspektif teori KKP, adiksi obat merupakan perilaku yang dipelajari sebagai hasil dari proses belajar. KKP diasumsikan dapat mengurangi bahkan menghilangkan dampak psikologis adiksi obat dengan memodifikasi dan merekonstruksi perilaku menjadi well-adjusted melalui proses belajar yang lebih positif dan konstruktif. Lebih jauh, Carroll (1998 : 1-2) mengemukakan bahwa secara sederhana, KKP berusaha membantu konseli adiksi obat untuk: (1) mengenali situasi tempat yang biasa digunakan untuk mengkonsumsi obat; (2) menghindari situasi-situasi yang memungkinkan konseli mengkonsumsi obat; dan (3) mengatasi permasalahan perilaku


(29)

problematis yang diakibatkan oleh adiksi obat. Alasan lainnya adalah karena KKP sangat menjanjikan untuk digunakan sebagai salah satu pendekatan konseling adiksi obat, yaitu: (1) KKP adalah pendekatan konseling yang singkat dibandingkan dengan pendekatan lainnya dan sangat cocok dengan kemampuan para ahli dari kebanyakkan program klinis; (2) KKP telah dievaluasi secara ekstensif dalam percobaan klinis yang dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan memiliki dukungan empiris yang cukup solid sebagai pendekatan konseling yang efektif untuk menangani konseli adiksi obat; (3) KKP adalah pendekatan konseling yang terstruktur, berorientasi pada tujuan, dan berfokus pada masalah yang baru dialami oleh pengguna obat, baru memasuki program konseling, dan konseli berusaha keras untuk mengendalikan penggunaan obat; (4) KKP adalah pendekatan konseling yang fleksibel, dapat diadaptasi untuk konseli dari beragam latar belakang dan kondisi, serta format yang berbeda (kelompok maupun individual); dan (5) KKP dapat dilakukan bersamaan dengan pendekatan konseling lainnya yang sesuai.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini difokuskan pada penelaahan tentang: Efektivitas Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) untuk Mengurangi Dampak Psikologis Konseli Adiksi Obat.


(30)

B. Rumusan Masalah

Masalah penyalahgunaan dan adiksi obat di Indonesia mengalami peningkatan dan menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa betapa banyak kerugian, baik material maupun non-material, maupun dampak fisik, psikologis, dan sosial.

Di antara dampak psikologis konseli adiksi obat adalah cenderung

mengalami : (1) orientasi berpikir eksternal; (2) kontrol diri (self-control) lemah; (3) depresi tinggi ; (4) regulasi diri regulation) lemah; (5) efikasi diri

(self-efficacy) lemah; (6) harapan hidup wellness lemah; dan (7) pengarahan diri (self-direction) lemah.

Konseli adiksi obat tidak dapat dibiarkan begitu saja. Harus ada upaya nyata yang dilakukan secara integratif, sistematik, terstruktur, simultan, komprehensif, dan multidimensional. Pencegahan dan pemberantasan terhadap peredaran, penyalahgunaan, dan adiksi obat dilakukan dengan membangun upaya upaya-upaya preventif, kuratif, maupun developmental yang berbasis komunitas, termasuk di dalamnya melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Salah satu elemen komunitas yang memiliki peran strategis untuk menangani konseli adiksi obat adalah konselor. Konselor melalui KKP dapat membantu konseli membebaskan diri dari dampak psikologis adiksi obat dan berusaha untuk dapat kembali menjalani kehidupan secara lebih bermakna.


(31)

Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Sejauhmana Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) dapat mengurangi dampak psikologis konseli adiksi obat?

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis utama penelitian ini adalah: KKP efektif untuk mengurangi dampak psikologis konseli adiksi obat.

Hipotesis utama tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1. KKP efektif untuk mengubah kecenderungan orientasi berpikir konseli adiksi obat dari eksternal negatif ke internal positif.

2. KKP efektif untuk meningkatkan kontrol diri konseli adiksi obat. 3. KKP efektif untuk mengurangi depresi konseli adiksi obat.

4. KKP efektif untuk meningkatkan regulasi diri konseli adiksi obat. 5. KKP efektif untuk meningkatkan efikasi diri konseli adiksi obat.

6. KKP efektif untuk meningkatkan harapan hidup wellness konseli adiksi obat. 7. KKP efektif untuk meningkatkan pengarahan diri konseli adiksi obat.


(32)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menguji efektivitas Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) untuk mengurangi dampak psikologis konseli adiksi obat. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang :

1. Efektivitas KKP untuk mengubah kecenderungan orientasi berpikir konseli adiksi obat dari eksternal negatif ke internal positif.

2. Efektivitas KKP untuk meningkatkan kontrol diri konseli adiksi obat. 3. Efektivitas KKP untuk mengurangi depresi konseli adiksi obat.

4. Efektivitas KKP untuk meningkatkan regulasi diri konseli adiksi obat. 5. Efektivitas KKP untuk meningkatkan efikasi diri konseli adiksi obat.

6. Efektivitas KKP untuk meningkatkan harapan hidup wellness konseli adiksi obat.

7. Efektivitas KKP untuk meningkatkan pengarahan diri konseli adiksi obat.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat teoretik. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah konseptual tentang : (1) dampak psikologis konseli adiksi obat, yang meliputi :


(33)

(a) orientasi berpikir; (b) kontrol diri; (c) depresi; (d) regulasi diri; (e) efikasi diri; (f) harapan hidup wellness; dan (g) pengarahan diri; dan (2) KKP.

Manfaat empirik. Hasil penelitian yang paling utama adalah terujinya manual KKP secara efektif untuk menyembuhkan dampak psikologis konseli adiksi obat. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan

masukan dalam : (1) pengembangan program konseling adiksi obat di sekolah; (2) pengembangan program penanganan konseli adiksi obat di lembaga-lembaga

rehabilitasi sosial; (3) peningkatan kompetensi konselor, calon konselor, psikolog klinis, pekerja sosial, dan praktisi kesehatan mental dalam memahami

karakteristik konseli adiksi obat dan strategi untuk menanganinya; (4) pemerolehan seperangkat instrumen untuk mengungkap dampak psikologis

konseli adiksi obat seperti : (a) orientasi berpikir; (b) kontrol diri; (c) depresi; (d) regulasi diri; (e) efikasi diri; (f) harapan hidup wellness; dan (g) pengarahan diri; dan (5) implikasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

F. Asumsi Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada asumsi-asumsi berikut.

1. Adiksi obat dapat menimbulkan dampak fisik dan psikologis (Ausubel dalam Segal, 1988 : 50).

2. Di antara dampak psikologis adiksi obat adalah mengalami gangguan dalam : (a) persepsi; (b) depresi; (c) orientasi berpikir; (d) memori dan belajar;


(34)

(e) proses sensoris; dan (f) proses psikomotorik dan dampak psikologis lainnya (Segal, 1988 : 158).

3. Konseling Kognitif-Perilaku (KKP) memandang secara integratif bahwa faktor pikiran, perasaan, perilaku, dan lingkungan berperan terhadap perilaku abnormal (Segal, 1988; Kadden, 2002; Wilson & Branch, 2006).

4. Dalam perspektif KKP, adiksi obat merupakan perilaku yang dipelajari sebagai hasil dari proses belajar (Kadden, 2002).

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode true-experimental designs dengan pretest-posttest control group design.

Instrumen yang digunakan adalah : (1) inventori model paired comparison (IOB); (2) skala kontrol diri (SKD); (3) inventori depresi (ID); (4) skala regulasi diri (SRD); (5) skala efikasi diri (SED); (6) skala harapan hidup wellness (HHW); dan (7) skala pengarahan diri (SPD).

Analisis data menggunakan teknik persentase dan uji beda n rata-rata (t-test). Analisis data secara keseluruhan dilakukan secara computerized menggunakan bantuan perangkat lunak (software) Statistical Packages for Social Science (SPSS) 16.0. for Windows. Pembahasan secara rinci dijabarkan di Bab III.


(35)

H. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera (BPSPP) Lembang Kabupaten Bandung Barat. Anggota populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konseli adiksi obat di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera (BPSPP) Lembang Kabupaten Bandung Barat yang berjumlah 46 orang konseli adiksi obat. Penarikan anggota sampel menggunakan teknik random selection dilanjutkan dengan random assignment. Random selection digunakan untuk memilih dan mengambil anggota sampel dari populasi, sedangkan random assignment (Furqon, 2009 : 12) dilakukan untuk membagi dua sampel penelitian secara acak agar memiliki peluang yang sama untuk dimasukan ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pembahasan secara rinci dijabarkan di Bab III.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. (2004). Komunikasi Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : BNN.

______. (2007a). Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta : BNN RI.

______. (2007b). Pedoman Pelaksanaan P4GN melalui Peran Serta Kepala Desa/Lurah, Babinkamtibmas, dan PLKB di Tingkat Desa/Kelurahan. Jakarta : BNN RI.

______. (2008). Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di Indonesia Tahun 2001-2007. [Online]. Tersedia di : http://www.bnn.go.id [6 September 2008]. ______. (2009). Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di Indonesia Tahun 2001 –

2008. [Online]. Tersedia di : http://www.bnn.go.id [Februari 2009].

Baker, S.M. (1998). Twelve Step Facilitation Therapy for Drug Abuse and Dependence. Yale University Psychotherapy Development Center Substance Abuse Center 34 Park Street, New Haven, Connecticut 06519. Bandura, A. (1977). Self-Efficacy : Toward a Unifying Theory of Behavioral

Change. Psychological Review, Vol. 84. No. 2, pp. 191-215.

______. (1988). Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

______. (1991). Regulation of Motivation Through Anticipatory and Self-Reactive Mechanisms. In Dientber (Eds.) Nebraska Symposium on Motivation ( pp. 69-164), Lincoln : University of Nebraska Press.

______. (1997). Self-Efficacy : The Axercise of Control. New York : WH Freman. ______. (2001). Guide for Constructing Self-Efficacy Scales. USA: Stanford

University.

Bandura, A., Cervone, D. (1986). Differential Engagement of Self-Reactive Influences in Cognitive Motivation. Organizational Behavioral and Human Decision Process, Vol. 38, pp. 92-113.

Bates, M.E. et al. (2002). Individual Differences in Latent Neuropsychological Abilities at Addictions Treatment Entry. Psychology of Addiction Behaviors, Vol. 16, No. 1, pp. 35-46.


(37)

Baumeister, et al. (1993). When Ego Threats Lead to Self-Regulation Failure: Negative Consequences of High Self-Esteem. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 64, No. 1, pp. 141-156.

Beck, A. T., et al. (1979). Cognitive Therapy of Depression. New York : Guilford Press.

Blocher, D.H. (1974). Developmental Counseling (2nd Edition). New York : John Willey & Sons.

Boekaerts, M., et al., (Eds). (2000). Handbook of Self-Regulation. New York : Academic Press..

Borkowsky, J.G., Thorpe, P.K. (1994). Self-Regulation and Motivation : A Life-Span Perspective on Underachievement. In Schunk, D.H., and Zimmerman, B.J. (Eds.). Self-Regulation of Learning and Performance : Issues and Educational Application (pp. 45-73). Hills-dale New Jersey : Erlbaum.

Brady, K.T., et al. (1995). Features of Cocaine Dependence with Concurrent Alcohol Abuse. Drug Alcohol Depend, Vol. 39, No. 1, pp. 69-71, 1995. Calhoun, J.F., and Acocella, J.R. (1990). Psychology of Adjusment and Human

Relationship. New York : McGraw-Hill Publishing Company.

Campbell, D.T., and Stanley, J.C. (1963). Experimental and Quasi-Experimental Designs for Research on Teaching. Chicago, Rand McNally.

Carroll, K.M., et al. (1991). A Comparative Trial of Psychotherapies for Ambulatory Cocaine Abusers: Relapse Prevention and Interpersonal Psychotherapy. Journal of Drug Alcohol Abuse, Vol. 17, No. 3, pp. 229-247.

______. (1993). Alcoholism in Treatment-Seeking Cocaine Abusers: Clinical and Prognostic Significance. Journal of Studies Alcohol, Vol. 54, No. 2, pp. 199-208.

______. (1994). Psychotherapy and Pharmacotherapy for Ambulatory Cocaine Abusers. Arch Gen Psychiatry, Vol. 51, No. 3, pp. 177-187.

______. (1995). Differential Symptom Reduction in Depressed Cocaine Abusers Treated with Psychotherapy and Pharmacotherapy. Journal of Nerv Ment Dis, Vol. 183, No. 4, pp. 251-259.

Carroll, K.M. (1996). Relapse Prevention as a Psychosocial Treatment Approach: A Review of Controlled Clinical Trials. Exp Clin Psychopharmacol, Vol., No. 4, pp. 46-54.


(38)

_______. (1998). Therapy Manuals for Drug Addiction : A Cognitive-Behavioral Approach, Treating Cocaine Addiction. Maryland : National Institute on Drug Abuse.

Coletta, V. P., et al. (2007). Interpreting Force Concept Inventory Scores : Normalized Gain and SAT Scores. [Online]. Tersedia di : www.physics.indiana.edu [1 Desember 2009].

Conner , M., Norman, P. (Eds.). (2005). Predicting Health Behaviour (2nd Edition Rev.). Buckingham, England: Open University Press.

Cormier, W.H., Cormier, L.S. (1985). Interviewing Strategies for helper : Fundamental Skills and Cognitive-Behavioral Intervenstions. California : Brooks/Cole Publishing Company.

Crow, L.D., Crow, A. (1960). Abnormal Psychology. New Jersey : Littlefield, Adams & Co.

Csikszentmihalyi, M. (1997). Finding Flow. New Jersey : Englewood Cliffts. Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Darley, J. et al. (1986). Psychology (3rd Edition). New Jersey : Prentice-Hall. Inc. Englewood Clifft.

Dato, A.H.O., Datuk, A.A. (1990). Counseling in Asia : Challanges and Strategies the 1990’s. Malaysia : University of Science.

Departemen Sosial Republik Indonesia. (2005). Standar Indikatif Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA. Jakarta : Depsos RI.

DIKTI. (2007). Penataan Bimbingan dan Konseling di Jalur Pendidikan Formal. Jakarta : Depdiknas RI.

Dobson, S.K. (2001). Handbook of Cognitive-Behavioral Therapies (2nd Edition). New York : The Guilford Press.

Dunning, Hamdani. (2000). Definisi Globalisasi. [Online]. Tersedia di : http://www.bogor.net. [29 Januari 2008].

Dyer, W., Vried, J. (1977). Counseling Technique that Work. USA : Funk Wagnalls.

Elkin, I., et al. (1989). National Institute of Mental Health Treatment of Depression Collaborative Research Program: General effectiveness of treatments. Arch Gen Psychiatry, Vol. 46, No. 11, pp. 971-982.

Eni, N. (1991). “Asuhan Keperawatan pada Konseli Depresi Akibat Penyakit yang Diderita”. Makalah pada Dies Natalis UI. Jakarta.


(39)

Ericsson, A.K., Charness, N. (1994). Expert Performance : Its Structur and Acquisition. American Psychology, Vo. 49, pp. 725-747.

Fawcett, J. et al. (1987). Clinical Man Aggrement-Imipramine/Placebo Administration Manual: NIMH Treatment of Depression Collaborative Research Program. Psychopharmacol Bull, Vol. 23, No. 2, pp. 309-324. Flanagan, J.S., Flanagan, R.S. (2004). Counseling and Psychotherapy Theories in

Context and Practice : Skills, Strategies, and Techniques. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Fraenkel, J.R., Walen, N.E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (2nd Edition). USA : McGraw-Hill, Inc.

Franklin, D. J. (2008). Psychology Information Online. [Online]. Tersedia di : http://psychologyinfo.com [1 Desember 2009].

Furqon (2009). “Isu-isu dalam Penelitian Kuantitatif”. Makalah pada SPs UPI Bandung.

Garcia, T., Pintrich, P.R. (1994). Regulating, Motivation, and Cognition in the Classroom : the Roles of Self-Schemes and Self-Regulatory Strategic. In Schunk, D.H., Zimmerman, B.J. (Eds.). Self-Regulation of Learning and Performance. Issues and Educational Application (pp. 283-301). Hillsdale, New Jersey : Erlbaum.

Ghazali, M. (1978). Imam Ghazali's Ihya 'Ulum-id-din. 4 vols. Book Lovers Bureau, Lahore, Pakistan.

Gilliland, B.E. et al. (1984). Theories and Strategies in Counseling and Psychotherapy. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Greenberg, L.S., Safran, J.D. (1989). Emotion in Psychotherapy. American Psychologist, Vol. 44, No. 1, pp. 19-29.

Grrifith, K. l., et al. (2001). Faith Can Help Fight Drug Abuse. Journal Sentinel, Vol. 5, No. 1, pp. 15-25.

Grow, G. O. (1996). Teaching Learners to be Self-Directed. Adult Education Quarterly, Vol. 41, No. 3, Spring 1991, pp. 125-149.

Guilford, J. P., Fruchter, B. (1978). Fundamental Statistics in Psychology and Education (6th Edition). Kogakusha : McGraw-Hill, Inc.

Hafid, D. H. (1997). Profil Latar Belakang Kehidupan dan Perilaku Konseli Adiksi (Studi ke Arah Pengembangan Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling). Tesis pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Program Pascasarjana IKIP Bandung : tidak diterbitkan.


(40)

Hake, R.R. (1998 : 65). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia di : http://lists.asu.edu/ [1 Desember 2009].

Hawari, D. (2002). Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, an Zat Adiktif). Jakarta : Gaya Baru.

_______. (2005). “Angka Rawart Inap Ulang (“Kekambuhan/Relapse”) Pasien Ketergantungan Obat”. Makalah.

Heppner, P.P., et al. (2008). Research Design in Counseling (3rd) Edition. USA : Thomson and Brooks/Cole.

Hermon, D.A, Hazler, R.J. (1999). Adherence to a Wellness Model and Perceptions of Psychological Well-Being. Journal of Counseling & Development. Vol. 77, Nu. 3, Summer 1999, pp. 339-343.

Hettler, W. (1984). Wellness: Encouraging a Lifetime Pursuit of Excellence. Health Values: Achieving High Level Wellness, Vol. 8, pp. 13-17.

Hiemstra, R. (1994). Self-Directed Learning. In T. Husen & T. N. Postlethwaite (Eds.). The International Encyclopedia of Education (2nd Edition). Oxford: Pergamon Press.

Holder, H.D., et al. (1991). The Cost Effectiveness of Treatment for Alcohol Problems: A First Approximation. Journal of Studies on Alcohol, Vol. 52, pp. 517-540.

Jex, M. S., et al. (2001). The Impact of Self-Efficacy on Stressor-Strain Relations: coping Style as an Explanatory Mechanism. Journal of Applied Psychology. Vol. 86, No. 3, pp. 401-409.

Kadden, R.M. (2002). Cognitive-Behavior Therapy for Substance Dependence: Coping Skills Training. [Online]. Tersedia di : kadden@psychiatry.uchc.edu. [5 September 2008].

Kartadinata, S. (1988). Profil Kemandirian dan Orientasi Timbangan Sosial Mahasiswa serta Kaitannya dengan Perilaku Empatik dan Orientasi Nilai Rujukan. Disertasi FPS IKIP Bandung : tidak diterbitkan.

______. (2003). Bimbingan dan Konseling Perkembangan : Pendekatan Alternatif Bagi Perbaikan Mutu dan Sistem Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Vol. VI Nomor 11. Mei 2003.

Karoly, P. (1993). Mechanisms of Self-Regulation: A Systems View. Annual Review of Psychology, Vol. 44, pp. 23-52.


(41)

Kim, M. S. (1999). Self-Monitoring, and Individual Expectation of Performance-Norms in Sport Teams. Perceptual and Motor Skills, Vol. 89, pp. 1129-1132.

Kim, M. S., Cho, I. C. (1996). Self-Monitoring and Perception of Performance Norms of Sport Teams. Perceptual and Motor Skills, Vol. 83, pp. 129-130. Klerman, G.L. et al. (1984). Interpersonal Psychotherapy of Depression. New

York: Basic Books.

Klopfenstein, B. J. (2003). Empowering Learners : Strategies for Fostering Self Directed Learning and Implications for Online Learning. Edmonton Alberta : The University of Alberta. Department of Elementary Education. Knowles, M. (2003). Self Direction in Learning. [Online]. tersedia di :

http://www.ncrel.org. [28 Nopember 2005].

______ . (2005). Process and the Rationale for Self Directed Learning. [Online]. tersedia di : http://www.ncrel.org. [28 Nopember 2005].

Kodir, A. (1988). Pidato Rektor IKIP Bandung pada Pembukaan Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia I. Bandung : 26 – 29 Juli 1988.

Kuiper, N.A. (1978). Depression and Causal Attribution for Success and Failure. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 36, pp. 236-246.

Lambie, J.A, Marcel, A.J. (2002). Consciousness and the Varieties of Emotion Experience : A Theoretical Framework. Psychological Review, Vol. 109, No. 2, pp. 219-259.

Locke, E. A., Latham, G.P. (1990). A Theory of Goal Setting and Tasks Performance. Englewood Cliffts, New Jersey : Prentice-Hall Inc.

Logue, A. W. (1995). Self-Control Waiting until Tomorrow for What You Want Today. New Jersey: Prentice Hall.

Luszczynska, A., Schwarzer, R. (2005). General Self-Efficacy in Various Domains of Human Functioning: Evidence from Five Countries. International Journal of Psychology, Vol. 40, No. 2, pp. 80-89.

Maddux, J.E. (2005). Self-Efficacy : The Power of Believing You Can. In Snyder, C.R., & Lopez, S.J. (Eds). Handbooks of Positive Psychology. New York : Oxford University Press.

Mahayana, D. (1999). Menjemput Masa Depan : Futuristik dan Rekayasa Masyarakat Menuju Era Global. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Maryland Development Disabilities Council (2005). Self-Direction Learning. [Online]. tersedia di : http://www.cren.net/jvb_html. [28 Nopember 2005].


(42)

Mauro, R. et al. (1992). The Role of Appraisal in Human Emotions : A Cross-Cultural Study. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 62, No. 2, pp. 301-317.

Meichenbaum, D. (1985). Cognitive-Behavioral Therapies. In Steven Jay Lynn and Jhon P. Garske (Eds). Contemporary Psychotherapies : Models and Methods. Ohio : Charles E Merrill Publishing Company.

Meltzer, D. E. (2007). Normalized Learning Gain: Key Measure of Student Learning. [Online]. Tersedia di : www.physicseducation.net. [1 Desember 2009].

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). [Online]. Tersedia di : http://www.depkes.go.id. [29 Januari 2007].

Morris, C.G. (1976). Psychology. Tokyo : Prentice Hall of Japan Inc.

Myers, J. E., et al. (2000). The Wheel of Wellness Counseling for Wellness : A Holistic Model for Treatment Planning. Journal of Counseling and Development. Vol. 78, No. 1, Summer 2000, pp. 251 – 266.

Myers, J. E., Weeney, T. J. (2005). Counseling for Wellness: Theory, Research, and Practice. Alexandria, VA: American Counseling Association.

Myers, J.E., et al. (2007). Wellness in Counseling : An Overview. Alexandria, VA : American Counseling Association.

Nelson, R.E., Craighead, W.E. (1977). Selective Re-Call of Positive and Negative Feedback Self-Control Behavior and Depression. Journal of Abnormal Psychology, Vol. 86, pp. 379-388.

Newman, R. (1994). Academic Help Seeking : A Strategic of Self-Regulated Learning. In Schunk, D. H., Zimmerman, B. J. (Eds.). Self-Regulation of Learning and Performance. Issues and Educational Application (pp. 283-301). Hillsdale, New Jersey : Erlbaum.

Nowinski, J., et al. (1992). Twelve-Step Facilitation Therapy Manual: A Clinical Research Guide for Therapists Treating Individu also with Alcohol Abuse and Dependence. NIAAA Project MATCH Monograph Series Vol. 1. DHHS Pub. No. (ADM)92-1893. Rockville, MD: National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism.

Nurdin, A.E. (2006). Madat : Sejarah, Dampak klinis, dan Penanggulangannya. DIKTI : Mutiara Wacana.

Oemardjoedi, A.K. (2003). Pendekatan Cognitive-Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta : Kreatif Media.


(43)

Ortony, A., Turner, T. J. (1990). What’s Basic About Basic Emotions? Psychological Review, Vol. 97, No. 3, pp. 315-331.

Ormrod, J. E. (2006). Educational Psychology: Developing Learners (5th Edition). New Jersey, Merrill: Upper Saddle River.

Padesky, C. A., Greenberger, D. (1995). Clinician’s Guide to Mind Over Mood. New York : The Guilford Press.

Permendiknas No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Depdiknas.

Pervin, L.A. (1984). Personality: Theory and Research. New York: John Wiley & Sons.

Pierce, W. D., Cheney, C. D. (2004). Behavior Analysis & Learning (3rd Edition). Mahway, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. p. 258

Pintrich, P. R., Shunck, D. H. (1996). Motivation in Education : Theory, Research, and Application. New Jersey : Prentice-Hall.

Piliang, A.Y. (2004). Postrealitas : Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Bandung : Jalasutra.

Regier, D. A., et al. (1990). Comorbidity of Mental Disorders with Alcohol and Other Drug Use. Results from the Epidemiological Catchment Area (ECA) Study. JAMA, Vol. 264, No. 19, pp. 2511-2518.

Robertson. (2000). Definisi Globalisasi. [Online]. Tersedia di : http://www.bogor.net. [29 Januari 2008].

Rounsaville, B.J., Carroll, K.M. (1992). Individual Psychotherapy for Drug Abusers. New York : Williams and Wilkins.

Sarason, I.G. (1972). Abnormal Psychology. New Jersey : Prentice Hall Inc. Schunk, D. H., Schwartz, C.W. (1993). Goals and Progress Feedback : Effects on

Self-Efficacy and Writing Achievement. Contemporary Education Psychology, Vol. 18, No. 3, pp. 337-354.

Schunk, D. H. (1996). Goal and Self-Evaluative in Fluency During Children Cognitive Skills Learning. American Education Research Journal, Vol. 33, pp. 359-382.

Schunk, D. H., Zimmerman, B. J. (1998). Self-Regulation Learning : From Teaching to Self-Reflective Practice. New York : Guilford Press.

Schwartz, J. L. (1974). Relationship Between Goal Discrepancy and Depression. Journal of Consulting and Clinical Psychology, Vol. 42, pp. 309.


(44)

Segal, B. (1988). Drugs and Behavior. New York : Coardner Press, Inc.

Shertzer, B. and Stone, S.C. (1980). Fundamentals of Counseling. (3rd Edition). USA: Houghton Mifflin Company.

Skinner, B.F. (1953). Science and Human Behavior. New Jersey : Englewood Cliffts.

Simmons, A.D., et al. (1986). Cognitive Therapy and Pharmacotherapy for Depression: Sustained Improvement Over One Year. Arch Gen Psychiatry, Vol. 43, No. 1, pp. 43-48.

Simon, K.M. (1979). Self-Evaluative Reaction : the Roles of Personal Evaluation of the Activity. Cognitive Therapy and Research, Vol. 3, pp. 111-116. Sipon, S. et al. (2007). Imam Ghazali’s Six (6) Steps Toward Change

(Musharatah, Muraqabah, Muhasabah, Mu’aqabah, Mujahadah And Mu’atabah) In the Prevention Of Drug Abuse. Malaysia : Universiti Sains Islam Malaysia.

Soma, S. (2008). Moduls & Reading Materials Pelatihan Perilaku Rasional Cognitive-Behavioral Therapy : Teori & Aplikasi. Bandung : Prophecy. Steinberg, L. (1998). Adolescence. New York : McGraw-Hill College Companies. Stewart, J. (2007). Correcting the Normalized Gain. [Online]. Tersedia di :

http://johns@uark.edu. [1 Desember 2009].

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes : Suatu Pengantar kepada Teori Tes dan Pengukuran. Jakarta : Depdikbud Ditjen DIKTI LP3TK.

Sudrajat, D. (2008). Program Pengembangan Self–Efficacy bagi Konselor di SMA Negeri Se-Kota Bandung. Tesis pada Program Studi Bimbingan dan Konseling PPs UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sukartini, S.P. (2003). Model Konseling Keterampilan Hidup untuk Mengembangkan Dimensi Kendali Pribadi yang Tegar. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Supriatna, M., Nurihsan, J. (Eds). (2005). Pendidikan dan Konseling di Era Global dalam Perspektif Prof. Dr. M. Djawad Dahlan.. Bandung : Rizqi Press.

Surya, M. (1988). Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.


(45)

_______. (2008). “Kahuripan” Konsep Kesehatan Mental yang Paling Komprehensif. Dalam “Percikan Pemikiran Prof. Dr. H. Mohamad Surya dalam Bimbingan dan Konseling.” Bandung : Jurusan PPB FIP UPI. Sweeney, T. J., Witmer, J. M. (1991). Beyond Social Interest: Striving Toward

Optimum Health and Wellness. Individual Psychology, Vol. 47. pp. 527-540.

______ (1992). A Holistic Model for Wellness and Prevention Over the Lifespan. Journal of Counseling and Development, Vol. 71, pp. 140-148.

Thoresen, M.J., Mahoney, M.J. (1974). Behavioral Self-Control. New York : Holt, Rinehart and Winston.

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. United Nations Office on Drugs and Crime. (2008). 2008 WORLD DRUG

REPORT: Executive Summary. [Online]. Tersedia di : http://www.rand.org. [9 Mei 2008].

Uzma, M. (2002). Ghazali’s 6 Steps Toward Change : Islamic Reflections. Malaysia. Universiti Sains Islam Malaysia.

Vohs, K. D., et al. (2008). Making Choices Impairs Subsequent Self-Control: A Limited-Resource Account of Decision Making, Regulation, and Active Initiative. J Pers Soc Psychol, Vol. 94, No. 5, pp. 883–98.

Vygotsky, L. (1962). Thought and Language. New York: John Wiley & Sons, Inc. Wagner, J. A. & Hollenbeck, J. R. (1992). Management of Organizational

Behavior (2nd Edition). New Jersey: Englewood Cliffs.

Walsh, D. C., et al. (1991). A Randomized Trial of Treatment Options for Alcohol-Abusing Workers. N Engl J Med, Vol. 325, No. 11, pp. 775-782. Weiner. B. (1979). A Theory of Motivation for Some Classroom Experience. Journal of Educational Psychology, Vol. 71, pp. 3-25.

Wikipedia. (nd.). Drugs Addiction. [Online]. Tersedia di : http://www.wikipedia. [1 Desember 2009].

______. (nd.). Self-Efficacy. [Online]. Tersedia di : http://www.wikipedia. [1 Desember 2009].

______. (nd.). Self-Regulation. [Online]. Tersedia di : http://www.wikipedia. [1 Desember 2009].


(46)

Willson, R., Branch, R. (2006). Cognitive Behavioural Therapy (CBT) for Dummies. USA : John Willey & Sons, Ltd.

Vealey, R. S., et al. (1998). Sources of Sport-Confidence: Conceptualisation and Instrument Development. Journal of Sport & Exercise Psychology, Vol. 5, pp. 54-80.

Zimmerman, B.J., Ringle, J. (1981). Effect of Model Persistence and Statement of Confidence on Childrens Self-Efficacy and Problems Solving. Journal of Educational Psychology, Vol. 73, pp. 485-493.

Zimmerman, B.J., Martines-Pons, M. (1992). Perception of Efficacy and Strategy Use in the Classroom : Causes and Consequenses (pp. 182-207). Hillsdale, New Jersey : Erlbaum.

Zimmerman, B.J., Kitsantas, A. (1996). Self-Regulated Learning of Motoric Skills : the Roles of Goal Setting and Self-Monitoring. Journal of Applied Sport Psychology, Vol. 8, pp. 69-84.

Zimmerman, B.J., Kitsantas, A. (1997). Developmental Phases in Self-Regulation : Shifting from Process to Output Goals. Journal of Educational Psyhology, Vol. 80, pp. 284-290.

Zimmerman, B.J. (1998). Developing Self-Fullfilling Cycles of Academic Regulation : An Analysis of Exemplary Instructional Model. In Schunk, D. H., Zimmerman, B. J. (Eds). Self-Regulated Learning from Teching to Self-Peflective Pratice (pp. 1-19). New York : Guilford Press.


(1)

Kim, M. S. (1999). Self-Monitoring, and Individual Expectation of Performance-Norms in Sport Teams. Perceptual and Motor Skills, Vol. 89, pp. 1129-1132.

Kim, M. S., Cho, I. C. (1996). Self-Monitoring and Perception of Performance Norms of Sport Teams. Perceptual and Motor Skills, Vol. 83, pp. 129-130. Klerman, G.L. et al. (1984). Interpersonal Psychotherapy of Depression. New

York: Basic Books.

Klopfenstein, B. J. (2003). Empowering Learners : Strategies for Fostering Self Directed Learning and Implications for Online Learning. Edmonton Alberta : The University of Alberta. Department of Elementary Education. Knowles, M. (2003). Self Direction in Learning. [Online]. tersedia di :

http://www.ncrel.org. [28 Nopember 2005].

______ . (2005). Process and the Rationale for Self Directed Learning. [Online]. tersedia di : http://www.ncrel.org. [28 Nopember 2005].

Kodir, A. (1988). Pidato Rektor IKIP Bandung pada Pembukaan Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia I. Bandung : 26 – 29 Juli 1988.

Kuiper, N.A. (1978). Depression and Causal Attribution for Success and Failure. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 36, pp. 236-246.

Lambie, J.A, Marcel, A.J. (2002). Consciousness and the Varieties of Emotion Experience : A Theoretical Framework. Psychological Review, Vol. 109, No. 2, pp. 219-259.

Locke, E. A., Latham, G.P. (1990). A Theory of Goal Setting and Tasks Performance. Englewood Cliffts, New Jersey : Prentice-Hall Inc.

Logue, A. W. (1995). Self-Control Waiting until Tomorrow for What You Want Today. New Jersey: Prentice Hall.

Luszczynska, A., Schwarzer, R. (2005). General Self-Efficacy in Various Domains of Human Functioning: Evidence from Five Countries. International Journal of Psychology, Vol. 40, No. 2, pp. 80-89.

Maddux, J.E. (2005). Self-Efficacy : The Power of Believing You Can. In Snyder, C.R., & Lopez, S.J. (Eds). Handbooks of Positive Psychology. New York : Oxford University Press.

Mahayana, D. (1999). Menjemput Masa Depan : Futuristik dan Rekayasa Masyarakat Menuju Era Global. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Maryland Development Disabilities Council (2005). Self-Direction Learning. [Online]. tersedia di : http://www.cren.net/jvb_html. [28 Nopember 2005].


(2)

Mauro, R. et al. (1992). The Role of Appraisal in Human Emotions : A Cross-Cultural Study. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 62, No. 2, pp. 301-317.

Meichenbaum, D. (1985). Cognitive-Behavioral Therapies. In Steven Jay Lynn and Jhon P. Garske (Eds). Contemporary Psychotherapies : Models and Methods. Ohio : Charles E Merrill Publishing Company.

Meltzer, D. E. (2007). Normalized Learning Gain: Key Measure of Student Learning. [Online]. Tersedia di : www.physicseducation.net. [1 Desember 2009].

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). [Online]. Tersedia di : http://www.depkes.go.id. [29 Januari 2007].

Morris, C.G. (1976). Psychology. Tokyo : Prentice Hall of Japan Inc.

Myers, J. E., et al. (2000). The Wheel of Wellness Counseling for Wellness : A Holistic Model for Treatment Planning. Journal of Counseling and Development. Vol. 78, No. 1, Summer 2000, pp. 251 – 266.

Myers, J. E., Weeney, T. J. (2005). Counseling for Wellness: Theory, Research, and Practice. Alexandria, VA: American Counseling Association.

Myers, J.E., et al. (2007). Wellness in Counseling : An Overview. Alexandria, VA : American Counseling Association.

Nelson, R.E., Craighead, W.E. (1977). Selective Re-Call of Positive and Negative Feedback Self-Control Behavior and Depression. Journal of Abnormal Psychology, Vol. 86, pp. 379-388.

Newman, R. (1994). Academic Help Seeking : A Strategic of Self-Regulated Learning. In Schunk, D. H., Zimmerman, B. J. (Eds.). Self-Regulation of Learning and Performance. Issues and Educational Application (pp. 283-301). Hillsdale, New Jersey : Erlbaum.

Nowinski, J., et al. (1992). Twelve-Step Facilitation Therapy Manual: A Clinical Research Guide for Therapists Treating Individu also with Alcohol Abuse and Dependence. NIAAA Project MATCH Monograph Series Vol. 1. DHHS Pub. No. (ADM)92-1893. Rockville, MD: National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism.

Nurdin, A.E. (2006). Madat : Sejarah, Dampak klinis, dan Penanggulangannya. DIKTI : Mutiara Wacana.

Oemardjoedi, A.K. (2003). Pendekatan Cognitive-Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta : Kreatif Media.


(3)

Ortony, A., Turner, T. J. (1990). What’s Basic About Basic Emotions? Psychological Review, Vol. 97, No. 3, pp. 315-331.

Ormrod, J. E. (2006). Educational Psychology: Developing Learners (5th Edition). New Jersey, Merrill: Upper Saddle River.

Padesky, C. A., Greenberger, D. (1995). Clinician’s Guide to Mind Over Mood. New York : The Guilford Press.

Permendiknas No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Depdiknas.

Pervin, L.A. (1984). Personality: Theory and Research. New York: John Wiley & Sons.

Pierce, W. D., Cheney, C. D. (2004). Behavior Analysis & Learning (3rd Edition). Mahway, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. p. 258

Pintrich, P. R., Shunck, D. H. (1996). Motivation in Education : Theory, Research, and Application. New Jersey : Prentice-Hall.

Piliang, A.Y. (2004). Postrealitas : Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Bandung : Jalasutra.

Regier, D. A., et al. (1990). Comorbidity of Mental Disorders with Alcohol and Other Drug Use. Results from the Epidemiological Catchment Area (ECA) Study. JAMA, Vol. 264, No. 19, pp. 2511-2518.

Robertson. (2000). Definisi Globalisasi. [Online]. Tersedia di : http://www.bogor.net. [29 Januari 2008].

Rounsaville, B.J., Carroll, K.M. (1992). Individual Psychotherapy for Drug Abusers. New York : Williams and Wilkins.

Sarason, I.G. (1972). Abnormal Psychology. New Jersey : Prentice Hall Inc. Schunk, D. H., Schwartz, C.W. (1993). Goals and Progress Feedback : Effects on

Self-Efficacy and Writing Achievement. Contemporary Education Psychology, Vol. 18, No. 3, pp. 337-354.

Schunk, D. H. (1996). Goal and Self-Evaluative in Fluency During Children Cognitive Skills Learning. American Education Research Journal, Vol. 33, pp. 359-382.

Schunk, D. H., Zimmerman, B. J. (1998). Self-Regulation Learning : From Teaching to Self-Reflective Practice. New York : Guilford Press.

Schwartz, J. L. (1974). Relationship Between Goal Discrepancy and Depression. Journal of Consulting and Clinical Psychology, Vol. 42, pp. 309.


(4)

Segal, B. (1988). Drugs and Behavior. New York : Coardner Press, Inc.

Shertzer, B. and Stone, S.C. (1980). Fundamentals of Counseling. (3rd Edition). USA: Houghton Mifflin Company.

Skinner, B.F. (1953). Science and Human Behavior. New Jersey : Englewood Cliffts.

Simmons, A.D., et al. (1986). Cognitive Therapy and Pharmacotherapy for Depression: Sustained Improvement Over One Year. Arch Gen Psychiatry, Vol. 43, No. 1, pp. 43-48.

Simon, K.M. (1979). Self-Evaluative Reaction : the Roles of Personal Evaluation of the Activity. Cognitive Therapy and Research, Vol. 3, pp. 111-116. Sipon, S. et al. (2007). Imam Ghazali’s Six (6) Steps Toward Change

(Musharatah, Muraqabah, Muhasabah, Mu’aqabah, Mujahadah And Mu’atabah) In the Prevention Of Drug Abuse. Malaysia : Universiti Sains Islam Malaysia.

Soma, S. (2008). Moduls & Reading Materials Pelatihan Perilaku Rasional Cognitive-Behavioral Therapy : Teori & Aplikasi. Bandung : Prophecy. Steinberg, L. (1998). Adolescence. New York : McGraw-Hill College Companies. Stewart, J. (2007). Correcting the Normalized Gain. [Online]. Tersedia di :

http://johns@uark.edu. [1 Desember 2009].

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes : Suatu Pengantar kepada Teori Tes dan Pengukuran. Jakarta : Depdikbud Ditjen DIKTI LP3TK.

Sudrajat, D. (2008). Program Pengembangan Self–Efficacy bagi Konselor di SMA Negeri Se-Kota Bandung. Tesis pada Program Studi Bimbingan dan Konseling PPs UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sukartini, S.P. (2003). Model Konseling Keterampilan Hidup untuk Mengembangkan Dimensi Kendali Pribadi yang Tegar. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Supriatna, M., Nurihsan, J. (Eds). (2005). Pendidikan dan Konseling di Era Global dalam Perspektif Prof. Dr. M. Djawad Dahlan.. Bandung : Rizqi Press.

Surya, M. (1988). Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.


(5)

_______. (2008). “Kahuripan” Konsep Kesehatan Mental yang Paling Komprehensif. Dalam “Percikan Pemikiran Prof. Dr. H. Mohamad Surya dalam Bimbingan dan Konseling.” Bandung : Jurusan PPB FIP UPI. Sweeney, T. J., Witmer, J. M. (1991). Beyond Social Interest: Striving Toward

Optimum Health and Wellness. Individual Psychology, Vol. 47. pp. 527-540.

______ (1992). A Holistic Model for Wellness and Prevention Over the Lifespan. Journal of Counseling and Development, Vol. 71, pp. 140-148.

Thoresen, M.J., Mahoney, M.J. (1974). Behavioral Self-Control. New York : Holt, Rinehart and Winston.

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. United Nations Office on Drugs and Crime. (2008). 2008 WORLD DRUG

REPORT: Executive Summary. [Online]. Tersedia di : http://www.rand.org. [9 Mei 2008].

Uzma, M. (2002). Ghazali’s 6 Steps Toward Change : Islamic Reflections. Malaysia. Universiti Sains Islam Malaysia.

Vohs, K. D., et al. (2008). Making Choices Impairs Subsequent Self-Control: A Limited-Resource Account of Decision Making, Regulation, and Active Initiative. J Pers Soc Psychol, Vol. 94, No. 5, pp. 883–98.

Vygotsky, L. (1962). Thought and Language. New York: John Wiley & Sons, Inc. Wagner, J. A. & Hollenbeck, J. R. (1992). Management of Organizational

Behavior (2nd Edition). New Jersey: Englewood Cliffs.

Walsh, D. C., et al. (1991). A Randomized Trial of Treatment Options for Alcohol-Abusing Workers. N Engl J Med, Vol. 325, No. 11, pp. 775-782. Weiner. B. (1979). A Theory of Motivation for Some Classroom Experience. Journal of Educational Psychology, Vol. 71, pp. 3-25.

Wikipedia. (nd.). Drugs Addiction. [Online]. Tersedia di : http://www.wikipedia. [1 Desember 2009].

______. (nd.). Self-Efficacy. [Online]. Tersedia di : http://www.wikipedia. [1 Desember 2009].

______. (nd.). Self-Regulation. [Online]. Tersedia di : http://www.wikipedia. [1 Desember 2009].


(6)

Willson, R., Branch, R. (2006). Cognitive Behavioural Therapy (CBT) for Dummies. USA : John Willey & Sons, Ltd.

Vealey, R. S., et al. (1998). Sources of Sport-Confidence: Conceptualisation and Instrument Development. Journal of Sport & Exercise Psychology, Vol. 5, pp. 54-80.

Zimmerman, B.J., Ringle, J. (1981). Effect of Model Persistence and Statement of Confidence on Childrens Self-Efficacy and Problems Solving. Journal of Educational Psychology, Vol. 73, pp. 485-493.

Zimmerman, B.J., Martines-Pons, M. (1992). Perception of Efficacy and Strategy Use in the Classroom : Causes and Consequenses (pp. 182-207). Hillsdale, New Jersey : Erlbaum.

Zimmerman, B.J., Kitsantas, A. (1996). Self-Regulated Learning of Motoric Skills : the Roles of Goal Setting and Self-Monitoring. Journal of Applied Sport Psychology, Vol. 8, pp. 69-84.

Zimmerman, B.J., Kitsantas, A. (1997). Developmental Phases in Self-Regulation : Shifting from Process to Output Goals. Journal of Educational Psyhology, Vol. 80, pp. 284-290.

Zimmerman, B.J. (1998). Developing Self-Fullfilling Cycles of Academic Regulation : An Analysis of Exemplary Instructional Model. In Schunk, D. H., Zimmerman, B. J. (Eds). Self-Regulated Learning from Teching to Self-Peflective Pratice (pp. 1-19). New York : Guilford Press.


Dokumen yang terkait

TEKNIK IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KLIEN ADIKSI OBAT [Compatibility Mode]

0 8 7

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

8 116 152

KONSELING KOGNITIF-PERILAKU KKP UNTUK KONSELI ADIKSI OBAT: Eksperimen KKP untuk Mengurangi Dampak Psikologis Konseli Adiksi Obat di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera Lembang Kabupaten Bandung Barat.

0 0 148

PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENGURANGI PERILAKU ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA KELAS XI IPS 1 SMAN 1 SEDAYU.

2 19 261

ENAM KONTINUM DALAM KONSELING TRANSGENDER SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI UNTUK KONSELI LGBT ipi357606

1 2 8

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 0 16

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 2 2

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 0 9

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 1 37

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI BEHAVIOR UNTUK MENANGANI ADIKSI MEROKOK PELAJAR SD

0 0 20